Pengaruh kelembagaan

advertisement
1
MAKALAH KOLOKIUM
Nama Pemrasaran/NIM
Departemen
Pembahas
Dosen Pembimbing/NIP
Judul Rencana Penelitian
:
:
:
:
:
Tanggal dan Waktu
:
Putri Nadiyatul Firdausi/I34100017
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Gebyar Trisula Pinandita/I34100031
Dr. Sofyan Sjaf/19781003 200912 1 003
Pengaruh Kelembagaan terhadap Preferensi Politik Warga
dalam Pemilihan Kepala Desa (Kasus Desa Karangsari,
Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa
Timur)
25 Maret 2014, 08.00-08.50 WIB
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Demokrasi secara harfiah berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan)
yang secara sederhana diartikan sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat (Valentina
2009). Sistem pemerintahan ini menempatkan rakyat pada posisi tertinggi sebagai pemegang
kedaulatan. Sebagai bentuk pemerintahan yang dianggap paling ideal, demokrasi dengan
berbagai variannya banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Disesuaikan dengan karakter dan budaya bangsa, Indonesia melakukan kombinasi prinsip
demokrasi dengan asas negara Indonesia (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945)
sehingga dicetuslah bentuk pemerintahan Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila
memberikan porsi yang besar terhadap sistem pengambilan keputusan dengan jalan
musyawarah, sebagaimana yang disebutkan dalam Pancasila sila ke-4, “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan keadilan”.
Demokrasi Pancasila dengan musyawarah sebagai psinsip utamanya ini didasarkan
pada kehidupan demokrasi di pedesaan. Moh. Hatta dikutip Gayatri (2007) mengatakan
bahwa struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan pada
demokrasi asli yang berlaku di desa. Perkataan Moh. Hatta yang dikutip Gayatri (2007)
tersebut secara tidak langsung menjelaskan bahwa desa merupakan inti dari tatanan politik di
Indonesia. Adapun demokrasi di pedesaan Indonesia merupakan demokrasi asli yang lebih
dahulu terbentuk sebelum negara Indonesia merdeka dengan mekanisme pertemuan antar
warga desa dalam bentuk musyawarah/rapat sebagai ciri utamanya (Gayatri 2007). Peristiwa
Indonesia merdeka dengan penetapan sistem pemerintahan yang penuh dinamika kemudian
membawa kehidupan demokrasi pedesaan pada kondisi yang berubah-ubah dan tidak
menentu. Seperti diketahui bahwa demokrasi Pancasila dicetuskan pada akhir kepemimpinan
Presiden Sukarno dan dilanjutkan pada masa kepemimpinan Presiden Suharto, dan hingga
pasca reformasi, Indonesia masih mengklaim bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah
Demokrasi Pancasila. Desa yang sudah mempraktikkan kehidupan demokrasi dengan
karakternya sendiri sempat mengalami penyeragaman pada masa Orde Baru, dimana desa
menjadi lebih seperti perpanjangan tangan pemerintah pusat dan kehilangan karakternya.
Hal ini terus terjadi hingga kemudian reformasi bergulir dan demokrasi berperspektif
otonomi didengungkan. Otonomi desa mulai mendapatkan kembali karakternya, terlebih
dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa untuk
mewujudkan otonomi desa yang memberi kesempatan kepada masyarakat desa mengurus
rumah tangganya sendiri termasuk dalam bidang politik dan pemerintahan (Uang 2012).
Selain Peraturan Pemerintah tersebut, UU No. 22 Tahun 1999 tentang kerangka
desentraslisasi politik juga ditetapkan pemerintah (Gayatri 2007). Undang-undang ini memberi
batasan kekuasaan pusat dan memberikan otoritas yang lebih luas kepada pemerintah
daerah. UU No. 22 tahun 1999 menjadi prinsip utama untuk menghidupkan kembali parlemen
desa dengan keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta adanya
pemberdayaan peran dan fungsi parlemen daerah untuk tujuan meningkatkan demokratisasi
lokal melalui perluasan ruang partisipasi politik rakyat.
2
Salah satu kegiatan dalam rangka perluasan partisipasi politik rakyat di desa adalah
agenda pemilihan Kepala Desa. Desa pada dasarnya telah melakukan pemilihan Kepala Desa
sejak sebelum Indonesia merdeka. Masih dalam Gayatri (2007), dijelaskan bahwa pemerintah
Hindia Belanda pada masa politik kolonial, melalui penerbitan Indlandsche Gemeente
Ordonanntie (IGO) Stbl. 1906 No. 83 memberikan ruang bagi desa untuk menjalankan
pemerintahan sendiri dalam bentuk pengakuan hak-hak budaya desa, sistem pemilihan
kepala desa, desentralisasi pemerintahan pada tingkat desa, parlemen desa, dan sebagainya.
Penduduk ‘pribumi’ diperintah secara langsung oleh penguasa pribumi, dan secara tidak
langsung oleh penguasa Belanda. Adapun dalam prosesnya, pemilihan Kepala Desa dengan
kelembagaan dan jaringan tradisional yang masih lekat di dalamnya selalu memberikan warna
dan pengaruh. Masih tingginya aktivitas dan keterikatan masyarakat dalam kelembagaan di
pedesaan menyebabkan studi tentang pengaruh kelembagaan terhadap kecenderungan
memilih (preferensi politik) masyarakat desa dalam pemilihan Kepala Desa menjadi penting
untuk dilakukan.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang menarik terkait hal-hal yang
mempengaruhi proses pemilihan Kepala Desa. Hidayat (2000) mengungkapkan bahwa
terpilihnya seorang Kepala Desa di daerah penelitiannya (Desa Tanjung Anom, Kecamatan
Mauk, Kabupaten Tangerang) adalah tergantung dari jejaring yang dimiliki oleh calon tersebut.
Saat calon dapat merangkul kelompok-kelompok tertentu di desa maka saat itu pula peluang
untuk menggiring suara juga besar. Artinya, preferensi politik masyarakat pedesaan masih
sangat tergantung pada kelompok-kelompok yang ada di desa. Kelompok-kelompok
(kelembagaan) yang ada di desa, senantiasa memberi pengaruh (baik pengaruh struktural
maupun konstruktif) terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat termasuk dalam hal
preferensi politik. Penelitian lain dilakukan Fadhilah (2005) menunjukkan bahwa peran
ketokohan kyai dalam lembaga pengajian desa memberi pengaruh besar terhadap preferensi
politik masyarakat desa. Seringkali kyai di suatu desa berafiliasi dengan orang-orang lain yang
berkepentingan (calon Kepala Desa, misalnya) sehingga suara jamaah dapat dengan mudah
digiring oleh calon. Hal ini disebabkan oleh kepatuhan dan konformitas yang masih tinggi di
daerah pedesaan.
Besarnya pengaruh kelembagaan terhadap preferensi politik seperti yang telah
banyak diteliti tersebut berhubungan erat dengan tipe perilaku pemilih. Anggota dalam
kelembagaan melakukan konformitas dalam berbagai hal, termasuk keputusan politik, dengan
ditentukan oleh tipe perilaku pemilihnya. Kristiadi dikutip Valentina (2009) mengungkapkan
bahwa terdapat tiga tipe perilaku pemilih yaitu tipe perilaku pemilih dengan pendekatan
sosiologi, psikologi, dan ekonomi. Tipe perilaku pemilih dengan pendekatan sosiologi yaitu
tipe dimana lingkungan memberi pengaruh besar terhadap kecenderungan seseorang memilih
pemimpin. Tipe kedua, yaitu tipe dengan pendekatan psikologi, menekankan beberapa aspek
yang mempengaruhi perilaku memilih seperti ketertarikan seseorang terhadap partai politik,
orientasi seseorang terhadap calon pemimpin, dan orientasi seseorang terhadap isu-isu
politik. Adapun pendekatan ekonomi menekankan faktor situasional berdasarkan pemikiran
untung rugi dan penghindaran resiko dalam menentukan perilaku pemilih. Keberadaan
kelembagaan yang masih besar perannya di pedesaan dengan tipe perilaku pemilih seperti
yang telah dijelaskan di atas pada akhirnya akan menentukan preferensi politik warga dalam
pemilihan Kepala Desa.
Pengaruh kelembagaan yang begitu besar dalam proses pemiihan Kepala Desa
banyak ditemui di desa-desa di Jawa Timur. Kelembagaan utamanya kelembagaan agama
masih besar peran dan pengaruhnya terhadap pilihan masyarakat sehingga seringkali
kelembagaan kemudian dijadikan alat untuk memobilisasi suara masyarakat. Masih besarnya
pengaruh kelembagaan dalam kehidupan masyarakat utamanya dalam pemilihan pemimpin di
daerah Jawa Timur ini kemudian menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian di
desa di daerah Jawa Timur. Lebih spesifik peneliti menetapkan Desa Karangsari, Kecamatan
Sukodono, Kabupaten Lumajang sebagai tempat penelitian. Diketahui desa ini merupakan
desa dengan sejumlah kelembagaan (baik formal maupun informal) yang beragam. Beberapa
di antaranya merupakan kelembagaan yang dikuasai oleh keluarga besar mantan Kepala
Desa tahun 1970-an yang menjabat sebagai Kepala Desa Karangsari selama lebih dari 20
tahun. Hal ini menjadi alasan utama peneliti untuk melakukan penelitian di desa ini.
Dikuasainya sejumlah kelembagaan penting di desa oleh keluarga mantan Kepala Desa
3
tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi gejolak politik dalam pemilihan Kepala Desa.
Terlebih dalam 2 periode terakhir, Kepala Desa di desa tersebut adalah orang dari keluarga
besar mantan Kepala Desa tersebut.
1.2. MASALAH PENELITIAN
General Research Question:
Bagaimana pengaruh kelembagaan terhadap preferensi politik warga?
Spesific Research Question :
1.
Sejauh mana pengaruh kelembagaan terhadap tipe perilaku pemilih?
2.
Kelembagaan manakah yang lebih besar pengaruhnya dalam penentuan preferensi
politik warga? Secara lebih spesifik, apakah kelembagaan formal memiliki pengaruh lebih
besar daripada kelembagaan informal? Atau sebaliknya?
3.
Pengaruh apakah yang lebih dominan pada kelembagaan dalam penentuan preferensi
politik warga? Apakah pengaruh struktural atau konstruktif?
4.
Apakah pengaruh kelembagaan tertentu akan cenderung mengarah kepada tipe
perilaku pemilih tertentu pula?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, dapat dirumuskan tujuan penelitian
umum pada penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kelembagaan terhadap
preferensi politik warga dalam pemilihan Kepala Desa. Adapun tujuan-tujuan khusus pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh kelembagaan terhadap tipe perilaku pemilih sehingga
memunculkan preferensi politik tertentu.
2. Menganalisis kelembagaan-kelembagaan yang memiliki pengaruh lebih besar dalam
penentuan preferensi politik warga.
3. Menganalisis bentuk pengaruh kelembagaan dalam penentuan preferensi politik warga.
4. Menganalisis kecenderungan pengaruh kelembagaan tertentu terhadap tipe perilaku
tertentu sehingga memunculkan preferensi politik tertentu.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan
mengenai pengaruh kelembagaan-kelembagaan yang ada di pedesaan dalam penentuan
preferensi politik warganya. Penting untuk dipahami bahwa masyarakat desa merupakan
masyarakat yang memiliki ikatan sosial kuat sehingga tidak jarang kelembagaan (formal
maupun informal) senantiasa memberi warna dalam berbagai kehidupan masyarakat,
termasuk dalam penentuan preferensi politik.
2. Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
tentang ragam kondisi politik di pedesaan sehingga dapat menetapkan kebijakan tentang
Pemilihan Kepala Desa yang lebih sesuai dengan kondisi politik yang sebenarnya di
pedesaan.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
pengaruh kelembagaan terhadap preferensi politik warga dalam Pemilihan Kepala Desa.
4
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Kelembagaan dan Organisasi
Kelembagaan merupakan sebuah istilah yang dalam penggunaannya memiliki
setidaknya dua perspektif. Secara harfiah, kelembagaan dapat diartikan dari terjemahan
langsung istilah institution. Kelembagaan dalam perspektif ini merujuk kepada suatu badan
seperti organisasi, asosiasi, dan sebagainya. Ogburn dan Nimkof dikutip Nasdian (2003)
misalnya, berpendapat bahwa kelembagaan dan asosiasi pada prinsipnya sama, hanya
kelembagaan lebih penting dan umum, sedangkan asosiasi kurang penting dan bertujuan
spesifik. Kelembagaan maupun asosiasi dipandang sebagai organisasi sosial, yakni
sebagai kelompok. Adapun Bertrand dikutip Nasdian (2003) mendefinisikan berbeda
dengan perspektif pertama. Kelembagaan diartikan sebagai himpunan norma-norma
segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan
masyarakat. Ia merupakan tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, organisasi, dan sistem
sosial lainnya. Perspektif ini memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan
peranan sosial secara abstrak.
Penelitian ini menempatkan kelembagaan pada perspektif pertama, yaitu
kelembagaan yang secara harfiah merujuk pada istilah institutution, yaitu sebagai
kelompok dan merujuk pada suatu badan (organisasi). Organisasi adalah unit sosial (atau
pengelompokan manusia) yang sengaja dibentuk dan dibentuk kembali dengan penuh
pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu (Parsons dikutip Etzioni
1985).
Organisasi dibentuk dan dikembangkan dengan tujuan yang mencakup beberapa
fungsi, di antaranya yaitu memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan
masa yang akan datang yang senantiasa berusaha dikejar dan diwujudkan oleh organisasi.
Tujuan tersebut secara otomatis menciptakan sejumlah pedoman bagi landasan kegiatan
organisasi, menjadi sumber legitimasi yang membenarkan setiap kegiatan organisasi,
menjadi patokan yang dapat digunakan baik oleh anggota organisasi maupun kalangan
luar untuk menilai keberhasilan organisasi, serta menjadi tolok ukur bagi ilmuwan di bidang
organisasi guna mengetahui seberapa jauh suatu organisasi berjalan dengan baik.
Organisasi dalam studinya mengalami banyak perkembangan. Setidaknya
terdapat beberapa pendekatan dalam memahami organisasi dan perkembangannya
(Etzioni 1985):
1. Aliran Manajemen Ilmiah. Pendekatan ini memandang bahwa motivasi anggota
tumbuh karena perangsang ekonomi. Organisasi ditandai dengan pembagian kerja
yang tegas dengan tenaga-tenaga yang memiliki keterampilan khusus dan juga oleh
hierarki wewenang yang khas. Pandangan ini merupakan cikal bakal dari timbulnya
organisasi formal.
2. Aliran Hubungan Manusia. Pendekatan ini menekankan kepada elemen emosional,
tidak terencana, dan non-rasional di dalam perilaku organisasi. Rasa persahabatan
dan pengelompokan sosial anggota bagi kemajuan organisasi merupakan hal penting
dalam pendekatan ini. Diuraikan pula tentang manfaat kepemimpinan organisasi dan
komunikasi emosional maupun partisipasi. Dari perspektif ini kemudian dikembangkan
konsep organisasi informal. Ciri informal tersebut kadang dipandang sebagai apa yang
tersirat di balik struktur organisasi formal.
3. Pendekatan strukturalis, merupakan titik temu teori organisasi yang menggabungkan
konsep organisasi formal dan informal serta sekaligus memberikan gambaran tentang
organisasi yang lebih lengkap dan terpadu.
Jika Etzioni (1985) mengungkapkan ada tiga jenis organisasi dalam
perkembangannya (formal, informal, dan gabungan keduanya), peneliti menetapkan untuk
mengambil dua jenis kelembagaan dari pengelompokan tersebut, yaitu kelembagaan
formal dan informal. Hal ini mengingat masih terdiferensiasi dengan jelasnya kelembagaan
formal dan informal di pedesaan sehingga dapat diperbandingkan secara lebih kuat dan
seimbang pengaruh dari kedua kelembagaan tersebut.
5
2.1.2. Pengaruh Kelompok terhadap Tindakan Politik Aktor
Studi tentang pengaruh kelompok terhadap tindakan politis anggotanya berkaitan
erat dengan konsep politik identitas. Politik identitas didefiniskan sebagai tindakan politis
yang mengedepankan kepentingan kelompok karena memiliki kesamaan identitas atau
karakteristik, baik berbasiskan etnik, gender, keagamaan, dan sejenisnya (Sjaf 2012).
Tindakan politis tersebut tercermin dari aktivitas aktor dalam arena ekonomi, politik, sosial,
ekonomi, dan lain-lain. Beberapa pemahaman terkait politik identitas didefinisikan dan
dijabarkan berdasarkan berbagai penelitian. Berikut beberapa pemahaman terkait politik
identitas (Hardiman dikutip Sjaf 2012):
1. Individualisme
Paham ini menekankan pada kebebasan individu dalam bertindak dan memilih
identitasnya. Dikatakan bahwa individu konkret tidak terkait dengan konteks kultural
konkretnya. Adapun subyek atau kedirian individu itu sendiri terjadi melalui kemampuan
individu untuk memilih tujuan-tujuan menurut preferensi-preferensi individualnya.
2.
Komunitarianisme
Individu dalam pemahaman ini dikaitkan pada komunitas asalnya. Dikatakan bahwa
individu konkret berasal dari latar belakang etnis, gender, atau religius tertentu. Subyek
atau kedirian terjadi keanggotaannya dalam sebuah komunitas yang terbentuk melalui
tradisi-tradisi dan nilai-nilai kultural.
3. Kritisisme
Mengkritisi dua pemahaman di atas, menurut pemahaman ini, individu dilahirkan dari
proses komunikasi. Identitas kolektif dan individual berada dalam sebuah proses
formatif yang dinamis. Adapun identitasnya dibentuk melalui komunikasi sehingga
terbentuk kesepahaman atau kesepakatan identitas bersama.
Pemahaman mengenai politik identitas di atas menunjukkan bahwa dalam
melakukan tindakan-tindakannya, individu tidak dapat terlepas dari kelompok, namun di sisi
lain, individu juga dapat memutuskan tindakan-tindakannya, termasuk dalam tindakan
politik sesuai dengan tujuan individual dan kepentingannya. Gambaran tentang politik
identitas terutama terkait dengan aktornya (individu atau kelompok) digambarkan lebih detil
oleh Sjaf (2012) dalam tipologi pelaku politik identitas berikut:
a. Tipologi pelaku politik pendekatan Konstruktifis
1. Tipologi aktor-struktur-komunikatif
Tipologi ini menekankan peranan penting aktor dalam politik identitas. Dikatakan
bahwa aktor merupakan individu yang memunyai identitas terbentuk dari
komunikasi yang dibangun dengan struktur yang menyertainya (Habermas dalam
Hardiman dalam Sjaf 2012). Lebih lanjut dijelaskan dalam tipologi ini bahwa
identitas individu selain dibentuk dengan struktur yang menyertai, juga dibentuk dari
komunikasi dengan struktur di luarnya yang kemudian memunculkan kesepakatan
atau kesepahaman tentang identitas bersama. Konstruksi identitas bersama
merupakan resultan yang diperoleh individu-kelompok dalam tindakan komunikatif.
2. Tipologi aktor-individu
Tipologi ini menyatakan bahwa politik identitas sarat dengan tindakan individu yang
terkait dengan perannya. Individu senantiasa mengkonstruksi identitasnya sesuai
dengan konteks peran yang dimainkan karena memiliki peran yang beragam dalam
beragam arena kehidupan.
Berdasarkan dua tipologi pelaku politik tersebut, dapat diambil variabelvariabel untuk menganalisis pengaruh kelembagaan dengan pendekatan konstruktif
secara umum yaitu, jalinan komunikasi dengan lingkungan sekitar, luas jaringan
sosial, pembentukan kesepakatan bersama, jumlah variasi peran individu dalam
berbagai situasi, dan kemampuan mengkonstruksi peran.
b. Tipologi pelaku politik pendekatan Strukturisme (Struktural), terdiri dari:
1. Tipologi aktor-kelompok
Politik identitas dalam tipologi ini ditentukan kelompok dari individu-individu
masyarakat. Identitas individu tidak dapat dilepaskan dari konteks kelompoknya,
baik etnik, ras, agama, maupun gender.
6
2. Tiplogi struktur-individu
Tipologi struktur-individu melihat aktor tidak memunyai kekuatan untuk menentukan
ciri dan karakteristiknya. Hal ini disebabkan besarnya hegemoni struktur di
dalamnya.
3. Tipologi struktur-kelompok
Tipologi struktur-kelompok menunjukkan kekuatan konstruksi sejarah yang
menempatkan kelompok-kelompok identitas dalam “dikotomi binary” yang berada
pada masing-masing kutub yang berlainan. Kehadiran kelompok-kelompok identitas
dinilai sebagai suatu realitas alamiah yang senantiasa dipertentangkan antara satu
dengan lainnya.
Ketiga tipologi di atas dapat dijadikan dasar untuk menentukan variabel pengaruh
kelembagaan dengan pendekatan struktural. Variabel-variabel tersebut yaitu, keanggotaan
dalam kelompok, keterikatan dengan kelompok, posisi sosial individu, kemampuan
menentukan tindakan, dan pengaruh struktur sosial di atasnya.
2.1.3. Perilaku Pemilih dan Preferensi Politik
Perilaku pemilih secara sederhana didefinisikan sebagai suatu studi yang
memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan
rakyat dalam pemilihan umum serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu
(Plano, Ringgs, & Robin 1985). Perilaku pemilih dapat dikaji dengan menggunakan tiga
pendekatan (Jack dikutip Rochimah 2009):
1. Pendekatan sosiologi
Pendekatan sosiologi memfokuskan pada hubungan antara geografi dan demografi
dengan perilaku memilih. Keadaan dan kategori sosial seseorang, keanggotaannya
dalam sebuah kelompok, banyak mempengaruhi tindakan-tindakan politiknya. Menurut
ahli-ahli sosiologi, dalam sebuah masyarakat yang terdiri dari tingkat keagamaan yang
kuat, kelas, pembagian wilayah, ras, kelompok etnis, mengasumsikan bahwa
keanggotaannya akan berpengaruh kuat dalam pemilihan. Konteks sosial individu akan
mempengaruhi bagaimana pilihan individu. Kampanye bukan merupakan hal yang
terlalu banyak memberi pengaruh menurut pendekatan ini. Komunikasi antar pribadi
antara anggota akan menjadi jauh lebih efektif daripada kampanye. Beberapa tipe
pendekatan sosiologi, yaitu:
a. Kelompok kategorial, yaitu kelompok yang memiliki satu atau beberapa karakter
khas namun tidak terdapat kesadaran bersama. Contoh kelompok tipe ini yaitu
usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
b. Kelompok sekunder, yaitu kelompok yang memiliki ciri yang sama dan menyadari
tujuan dan identifikasi kelompoknya, misalnya, agama atau etnis.
c. Kelompok primer, yaitu kelompok yang sering dan secara teratur melakukan
interaksi, misalnya keluarga atau peer groups.
2. Pendekatan ekonomi
Pendekatan ini menyatakan bahwa ternyata pemilih dapat mengubah
pilihannya sewaktu-waktu, terutama berkaitan dengan perkembangan tigkat pendidikan
dan semakin banyaknya pilihan yang lebih memberikan dan menjanjikan masa depan.
Diasumsikan pada pendekatan ini bahwa pemilih merupakan orang-orang yang
rasional. Mereka akan berhitung saat menetapkan pilihan. Mereka cenderung lebih
individual dan independen dibandingkan kelompok pada pendekatan sosiologi dan
psikologi sosial. Adapun faktor yang dianggap mempengaruhi pilihan seseorang dalam
pendekatan ini yaitu adalnya peristiwa tertentu, strategi komunikasi, dan adanya
kebutuhan konkret tertentu yang dapat dipenuhi oleh kandidat.
3. Pendekatan psikologi
Pendekatan ini mempertimbangkan unsur loyalitas pemilih terhadap kandidat.
Pemilih cenderung memiliki identifikasi terhadap kelompok, partai politik, atau kandidat
tertentu. Mereka cenderung menetap dan jarang berpindah dari satu kandidat atau
partai satu ke partai lain. Kelompok pemilih dengan karakteristik ini lebih sulit menerima
stimuli kampanye dibandingkan kelompok pada pendekatan sosiologi. Hal ini
disebabkan karena sikap loyalnya terhadap kelompok atau kandidat yang akan dipilih.
7
Mereka adalah pemilih yang memiliki sikap terhadap apa yang dipilihnya. Sikap pemilih
ini merupakan hasil dari proses yang panjang.
Setidaknya terdapat tiga tahap mebentukan sikap pada pemilih dengan tipe
psikologi, yaitu:
a. Tahap pertama, yaitu pemberian informasi dan sosialisasi tentang isu politik tertentu
oleh keluarga dan lingkungan sejak anak-anak
b. Tahap kedua, yaitu internalisasi hasil sosialisasi tentang isu politik yang didapat dari
keluarga yang kemudian membentuk sikap politik saat berada pada situasi di luar
keluarga
c. Tahap ketiga, yaitu bagaimana sikap politik dibentuk oleh kelompok-kelompok
acuan.
Bagaimana masyarakat memilih dengan tipe perilaku yang melatarbelakangi pada
akhirnya akan memunculkan preferensi politik. Preferensi politik seringkali dikaitkan
dengan perubahan perilaku pemilih dalam menentukan pilihan politiknya dalam pemilihan
umum. Preferensi politik didefinisikan sebagai penentuan pilihan dengan berbagai macam
pertimbangan sesuai dengan nilai yang dibangunnya dalam menentukan standar penilaian
terhadap seorang calon maupun partai politik. Perilaku pemilih dengan tipenya masingmasing ini yang kemudian akan menentukan preferensi politik seseorang.
2.1.4. Pemilihan Kepala Desa
Desa menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005
didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih lanjut PP No.72 tahun 2005 tersebut
mendefinisikan pemerintahan desa yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa
dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Desa secara langsung oleh warga desa setempat. Berbeda dengan Lurah
yang merupakan Pegawai Negeri Sipil, Kepala Desa merupakan jabatan yang dapat
diduduki oleh warga biasa. Aturan tentang Pemilihan Kepala Desa dicantumkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 pasal 43-54. Mekanisme pemilihan Kepala
Desa baru dimulai sejak BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan
berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis enam bulan sebelum berakhir masa
jabatan. Selanjutnya BPD memproses pemilihan Kepala Desa, paling lama empat bulan
sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa. Adapun pemilih dalam pemilihan Kepala
Desa adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari
pemungutan suara pemilihan kepala desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk
desa dari calon yang memenuhi syarat.
Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap
pemilihan. Berikut tahapan pencalonan Kepala Desa:
1. BPD membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari unsur perangkat desa, pengurus
lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.
2. Panitia pemilihan melakukan pemeriksaan identitas bakal calon berdasarkan
persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan
pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
3. Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan Bakal Calon Kepala
Desa sesuai persyaratan.
4. Bakal Calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai Calon
Kepala Desa oleh Panitia Pemilihan.
5. Calon Kepala Desa yang berhak dipilih diumumkan kepada masyarakat ditempattempat yang terbuka sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
8
6.
Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
7. Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang mendapatkan
dukungan suara terbanyak.
8. Panitia Pemilihan Kepala Desa melaporkan hasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
9. Calon Kepala Desa terpilih ditetapkan dengan Keputusan BPD berdasarkan Laporan
dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.
10. Calon Kepala Desa Terpilih disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota melalui
Camat untuk disahkan menjadi Kepala Desa Terpilih.
11. Bupati/Walikota menerbitkan Keputusan Bupati/ Walikota tentang Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa Terpilih paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal
diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari BPD.
12. Kepala Desa Terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama (lima belas) hari
terhitung tanggal penerbitan keputusan.
Selain mekanisme secara umum seperti yang dijelaskan di atas, PP Nomor 72
tahun 2005 juga mengatur tentang pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat
adat. Dijelaskan pada pasal 52 bahwa pemilihan Kepala Desa dan masa jabatan kepala
desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat. Ketentuan
lebih detil tentang pemilihan di daerah masyarakat adat diserahkan sepenuhnya kepada
Pemerintah Daerah dengan peringatan untuk wajib memperhatikan nilai-nilai sosial budaya
dan adat istiadat kesatuan masyarakat hukum adat setempat.
2.2. KERANGKA PEMIKIRAN
Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang identik (lekat) dengan
kelembagaan (baik formal maupun informal) dalam berbagai aktivitas kehidupannya,
termasuk dalam penetapan preferensi politik saat pemilihan Kepala Desa berlangsung.
Kelembagaan secara langsung maupun tidak akan senantiasa memberi warna dalam hal
pengaruhnya terhadap preferensi politik warga pedesaan. Sjaf (2012) menyatakan ada dua
bentuk pengaruh komunitas dalam berbagai bidang kehidupan (sosial, ekonomi, politik)
masyarakat, yaitu pengaruh secara struktural dan pengaruh konstruktif. Pengaruh struktural
menggambarkan bagaimana struktur, status, dan posisi sosial seseorang akan
mempengaruhi tindakan sosialnya. Sebaliknya, pengaruh konstruktif menyatakan bahwa
tindakan sosial individu merupakan hasil konstruksi dari komunikasi yang menghasilkan
kesepahaman antar individu dalam kelompok. Konsep yang disampaikan Sjaf (2012) ini
sangat relevan untuk menganalisis pengaruh kelembagaan yang akan diteliti dengan melihat
kondisi lapang penelitian yaitu pedesaan Jawa. Diketahui bahwa pedesaan Jawa masih
kental dengan tradisi “sendiko dawuh”, yaitu kepatuhan kepada orang yang memiliki status
lebih tinggi. Konsep pengaruh struktural dan konstruktif dapat menjadi pisau analisis yang
tajam sesuai dengan kondisi lapang penelitian.
Analisis terdahap pengaruh kelembagaan (struktural dan konstruktif) tentunya belum
dapat menjawab penelitian tentang preferensi politik sehingga peneliti menggunakan konsep
perilaku pemilih untuk mengetahui sikap politik warga pedesaan dalam Pemilihan Kepala
Desa. Perilaku pemilih yaitu suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti
kebiasaan atau kecenderungan pilihan rakyat dalam pilihan umum serta latar belakang
mengapa mereka melakukan pilihan itu (Plano, Ringgs, & Robin 1985). Terdapat 3 tipe
perilaku pemilih masyarakat desa berdasarkan pendekatannya yang nantinya mempengaruhi
preferensi politik yaitu pendekatan sosiologi, psikologi, dan ekonomi. Masyarakat dengan tipe
perilaku sosiologi menentukan pilihannya dengan pertimbangan arahan dari kelompoknya,
sedangkan masyarakat dengan tipe pendekatan psikologi memutuskan pilihannya
berdasarkan loyalitasnya, dan terakhir, masyarakat dengan tipe ekonomi mendasarkan
pilihannya pada pertimbangan-pertimbangan rasional dan logis.
Penelitian yang dilakukan akan memperlihatkan pengaruh kelembagaan (struktural
dan konstruktif) terhadap tipe perilaku pemilih (sosiologi, psikologi, ekonomi) sehingga pada
akhirnya memunculkan preferensi politik (penentuan pilihan dengan berbagai macam
pertimbangan sesuai dengan nilai yang dibangunnya dalam menentukan standar penilaian
9
terhadap seorang calon maupun partai politik). Adapun kelembagaan yang akan diteliti
disesuaikan dengan kelembagaan yang umum ada di pedesaan. Peneliti menetapkan dua
tipe kelembagaan yang akan dijadikan subyek penelitian yaitu kelembagaan formal yang
meliputi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, serta kelembagaan informal
yang meliputi majelis taklim dan arisan keluarga. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran
yang digunakan peneliti pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Kelembagaan
Formal
- Pemerintah Desa
- Badan
Permusyawaratan
Desa (BPD)
Informal
- Majelis Taklim
- Arisan keluarga
Pengaruh Kelembagaan
Perilaku pemilih
Struktural
 Keanggotaan
 Keterikatan
dengan
kelembagaan
 Posisi sosial individu
 Kemampuan
menentukan
tindakan
 Pengaruh struktur sosial di
atasnya
Psikologi
- Loyalitas terhadap
kandidat
- Pembentukan
sikap politik
- Keterdedahan
terhadap
pendidikan politik
Konstruktif
 Jalinan komunikasi dengan
lingkungan sekitar
 Luas jaringan sosial
 Pembentukan
kesepakatan
bersama
 Jumlah variasi peran individu
dalam berbagai situasi
 Kemampuan
mengkonstruksi
peran
Sosiologi
- Kohesi sosial
- Pengelompokan
sosial
- Informasi politik
Ekonomi
- Kebutuhan konkret
pemilih
- Tujuan pemilih
- Orientasi pemilih
Preferensi Politik Warga
Keterangan:
:
:
:
Unit analisis
Mempengaruhi
Representasi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
10
2.3. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:
1.
Kelembagaan mempengaruhi tipe perilaku pemilih sehingga
memunculkan preferensi politik tertentu.
2.
Kelembagaan informal memiliki pengaruh lebih besar dalam
penentuan preferensi politik warga dibandingkan kelembagaan formal.
3.
Kelembagaan formal memberi pengaruh struktural dan
sebaliknya kelembagaan informal memberi pengaruh konstruktif dalam hal penentuan
preferensi politik.
4.
Pengaruh kelembagaan tertentu akan mengarahkan pada tipe
perilaku pemilih tertentu pula.
2.4. DEFINISI KONSEPTUAL
a. Kelembagaan
Kelembagaan merupakan terjemahan dari istilah institution yaitu suatu kelompok
yang merujuk pada suatu badan. Peneliti dalam hal ini menempatkan kelembagaan
sebagai suatu badan dimana di dalamnya terdapat anggota dan aktivitas dengan tujuantujuan yang sama. Kelembagaan menurut jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Kelembagaan Formal, yaitu kelembagaan resmi yang memiliki hierarki wewenang
yang khas dan pembagian kerja tegas dengan tenaga-tenaga yang memiliki
keterampilan khusus.
Adapun beberapa kelembagaan formal yang dijadikan unit analisis yaitu:
a. Pemerintah Desa, yaitu Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa (PP No. 72 2005).
b. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu lembaga yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa (PP No 72 2005).
2. Kelembagaan informal, yaitu kelembagaan tidak resmi yang didirikan dengan asas
kekeluargaan, persahabatan, dan pengelompokan sosial.
Adapun beberapa kelembagaan informal yang dijadikan unit analisis yaitu:
a. Secara literal Anitasari (2010) mendefiniskan majelis taklim sebagai tempat
pembelajaran yang merupakan wadah di mana suatu kelompok masyarakat (lakilaki ataupun perempuan) bertemu untuk belajar dan mendalami ajaran agama.
Majelis ta’lim juga didefinisikan sebagai lembaga atau organisasi sebagai wadah
pengajian atau tempat pengajian (KBBI 2014).
b. Arisan keluarga, yaitu kegiatan rutin mengumpulkan dan mengundi uang dimana
pesertanya adalah sejumlah orang yang masih berada dalam ikatan darah
(keluarga) dan saudara atau kerabat dekat (KBBI 2014).
b. Preferensi Politik
Preferensi politik didefinisikan sebagai penentuan pilihan dengan berbagai
macam pertimbangan sesuai dengan nilai yang dibangunnya dalam menentukan standar
penilaian terhadap seorang calon maupun partai politik. Perilaku pemilih dengan tipenya
masing-masing (tipe psikologi, sosiologi, akonomi) adalah penentu preferensi politik
seseorang. Dalam penelitian ini, preferensi politik yang dimaksud adalah penentuan
pilihan warga terhadap kandidat Kepala Desa. Preferensi politik diukur dan dianalisis
berdasarkan tipe perilaku pemilih.
11
2.5. DEFINISI OPERASIONAL
Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang dioperasionalkan sebagai berikut:
Pengaruh kelembagaan
Pengaruh didefiniskan sebagai daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang (KBBI 2014). Pengaruh
kelembagaan dalam penelitian ini diartikan sebagai daya (energi) kelembagaan yang turut
membentuk dan menentukan preferensi politik anggotanya. Merujuk pada disertasi Sjaf
(2012) tentang tipologi pelaku politik identitas, peneliti menetapkan dua bentuk pengaruh
kelembagaan terhadap preferensi politik, yaitu pengaruh struktural dan konstruktif.
1.
Pengaruh struktural yaitu bentuk pengaruh kelembagaan dalam menentukan
preferensi politik dengan melihat posisi sosial, hierarki kelembagaan, dan hal-hal lain
yang berkenaan dengan struktur. Berikut adalah variabel-variabel yang akan digunakan
dalam pengaruh struktural:
a. Keanggotaan yaitu status individu dalam kelembagaan yang dilihat dari tingkat
keaktifannya. Tingkat keaktifan anggota akan mempengaruhi tingkat pengaruh
kelembagaan terhadap tindakan dari anggota itu sendiri. Semakin aktif anggota dalam
suatu kelembagaan maka semakin terikat anggota tersebut terhadap kelembagaan
sehingga semakin tinggi pula tingkat pengaruh kelembagaan terhadap preferensi
politik anggotanya. Pengukuran:
 Anggota sangat aktif (skor 4)
 Anggota aktif (skor 3)
 Kurang aktif (skor 2)
 Anggota pasif (skor 1)
Indikator untuk mengukur keanggotaan adalah:
 Frekuensi kehadiran dalam kegiatan-kegiatan kelembagaan;
 Frekuensi keterlibatan anggota sebagai panitia dalam kegiatan-kegiatan
kelelembagaan;
 Frekuensi keterlibatan dalam pemecahan masalah dalam kelembagaan.
b. Keterikatan dengan kelembagaan yaitu ketergantungan individu terhadap
kelembagaan. Keterikatan dengan kelembagaan yang mendalam akan memperbesar
peran kelembagaan dalam penentuan tindakan anggotanya, termasuk dalam hal
penentuan preferensi politik. Semakin tinggi tingkat keterikatan anggota terhadap
kelembagaan, semakin besar pengaruh kelembagaan terhadap preferensi politik
anggotanya. Pengukuran:
 Sangat terikat (skor 4)
 Terikat (skor 3)
 Kurang terikat (skor 2)
 Tidak terikat (skor 1)
Indikator untuk mengukur keterikatan dengan kelembagaan adalah:
 Keaktifan dalam setiap kegiatan dalam kelompok;
 Peran dalam aktivitas di kelompok;
 Internalisasi nilai-nilai kelompok dalam diri individu.
c. Posisi sosial individu yaitu status individu dalam hierarki kelembagaan. Individu
dengan posisi sosial yang rendah dalam hierarki kelembagaan akan mengalami
tekanan struktur yang besar sehingga pengaruh (intervensi) kelembagaan terhadap
penentuan preferensi politik menjadi besar. Sebaliknya individu yang berada pada
posisi yang tinggi dalam kelembagaan tidak mengalami tekanan struktur sehingga ia
memperoleh kebebasan menentukan preferensi politiknya. Pengukuran:
 Anggota (skor 4)
 Staf (skor 3)
 Pengurus harian (skor 2)
12
 Pengurus inti (skor 1)
d. Kemampuan menentukan tindakan yaitu tingkat keleluasaan individu dalam
menentukan sendiri tindakannya. Semakin mampu individu menentukan tindakan
sendiri, semakin kecil kemungkinan kelembagaan mengintervensi anggotanya dalam
penentuan preferensi politik. Pengukuran:
 Tidak mampu (skor 4)
 Kurang mampu (skor 3)
 Mampu (skor 2)
 Sangat mampu (skor 1)
Indikator untuk mengukur kemampuan menentukan tindakan adalah:
 Peran dalam kegiatan pengambilan keputusan kelembagaan;
 Melakukan tindakan berdasarkan kemauan sendiri tanpa pengaruh kelembagaan;
 Pilihan individu terhadap kandidat Kepala Desa bukan didasarkan pada arahan dari
kelembagaan.
e. Pengaruh struktur sosial di atasnya yaitu daya (energi) dari struktur kelembagaan di
atasnya dalam menentukan tindakan individu. Struktur sosial yang lebih atas
umumnya akan menekan struktur yang ada di bawahnya. Pengukuran:
 Sangat berpengaruh (skor 4)
 Berpengaruh (skor 3)
 Kurang berpengaruh (skor 2)
 Tidak berpengaruh (skor 1)
Indikator untuk mengukur pengaruh struktur sosial di atasnya adalah:
 Intervensi kelembagaan yang lebih atas dalam penentuan keputusan kelembagaan;
 Ketergantungan terhadap kebijakan struktur di atasnya;
 Intervensi kelembagaan yang lebih atas dalam penentuan preferensi politik warga.
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan 20 pertanyaan tentang tingkat
pengaruh kelembagaan secara struktural dalam kuesioner, maka hasilnya dapat dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu:
Tinggi
: skor 60 < x ≤ 80
Sedang : skor 40 ≤ x ≤ 60
Rendah : skor 20 ≤ x < 40
2.
Pengaruh konstruktif yaitu bentuk pengaruh kelembagaan dalam menentukan
preferensi politik yang dicirikan dengan penjalinan komunikasi untuk mencapai
kesepakatan bersama. Berikut adalah variabel-variabel yang akan digunakan dalam
pengaruh konstruktif:
a. Jalinan komunikasi dengan lingkungan sekitar yaitu hubungan antar individu dengan
lingkungan dalam kelembagaan. Jalinan komunikasi yang baik dengan lingkungan
sekitar dalam kelembagaan akan memperbesar kemungkinan terjadinya saling
berbagi dan bersepakat bersama. Pengkuran:
 Sangat baik (skor 4)
 Baik (skor 3)
 Kurang baik (skor 2)
 Tidak baik (skor 1)
Indikator untuk mengukur jalinan komunikasi dengan lingkungan sekitar adalah:
 Frekuensi berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dalam kelembagaan;
 Frekuensi melakukan kegiatan bersama dengan anggota-anggota lain dalam
kelembagaan;
 Frekuensi memperbincangkan suatu topik atau bahasan tertentu.
b. Luas jaringan sosial yaitu banyaknya hubungan-hubungan sosial yang dijangkau oleh
individu anggota kelembagaan. Luas jaringan sosial individu dalam kelembagaan
13
akan menentukan banyaknya referensi yang digunakan individu dalam menentukan
preferensi politiknya. Semakin luas jaringan sosial, semakin sering bertukar pikiran
sehingga semakin besar kemungkinan munculnya preferensi politik warga secara
konstruktif. Pengukuran:
 Sangat luas (skor 4)
 Luas (skor 3)
 Kurang luas (skor 2)
 Tidak luas (skor 1)
Indikator untuk mengukur luas jaringan sosial adalah:
 Jumlah jaringan sosial yang dijangkau individu anggota kelembagaan;
 Frekuensi komunikasi dengan jaringan-jaringan sosial yang dibentuk;
 Frekuensi diskusi dengan jaringan-jaringan sosial yang dibentuk.
c. Frekuensi pembentukan kesepakatan bersama yaitu tingkat kekerapan (intensitas)
individu dalam berdisuksi untuk kemudian menyepakati keputusan bersama. Semakin
tinggi frekuensi pembentukan kesepakatan bersama, semakin tinggi tingkat pengaruh
konstruktif kelembagaan terhadap preferensi politik anggota. Pengkuran:
 Sangat sering (skor 4)
 Sering (skor 3)
 Jarang (skor 2)
 Tidak pernah (skor 1)
d. Jumlah variasi peran individu dalam berbagai situasi yaitu banyaknya ragam peran
yang dijalankan oleh indvidu dalam kondisi dan situasi yang berbeda-beda.
Banyaknya variasi peran yang dijalankan individu memperlihatkan bahwa
kelembagaan dibangun dan dikelola secara konstruktif dengan memberi kesempatan
yang seluas-luasnya kepada anggota. Pengukuran:
 Sangat banyak (skor 4)
 Banyak (skor 3)
 Kurang banyak (skor 2)
 Tidak banyak (skor 1)
Indikator untuk mengukur jumlah variasi peran individu dalam berbagai situasi adalah:
 Jumlah peran yang pernah dilakukan individu dalam berbagai situasi (kegiatan);
 Individu dapat menjalankan peran yang berbeda-beda dalam berbagai situasi.
e. Kemampuan mengkonstruksi peran yaitu tingkat keleluasaan individu dalam
membentuk perannya dalam suatu situasi tertentu. Tingkat kemampuan individu untuk
mengkonstruksi sendiri preferensi politiknya tanpa tekanan dari kelembagaan
menunjukkan bahwa lembaga membangun dan mengelola kelembagaannya secara
konstruktif. Pengukuran:
 Sangat mampu (skor 4)
 Mampu (skor 3)
 Kurang mampu (skor 2)
 Tidak mampu (skor 1)
Indikator untuk mengukur kemampuan mengkonstruksi peran adalah:
 Individu dapat memilih perannya sendiri dalam suatu situasi;
 Individu memiliki jumlah variasi peran yang banyak dalam berbagai situasi dan
kegiatan dalam kelembagaan;
 Individu dapat memilihkan peran untuk orang lain dalam suatu kondisi sesuai
dengan kemampuan orang lain tersebut.
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan 14 pertanyaan tentang tingkat
pengaruh kelembagaan secara konstruktif dalam kuesioner, maka hasilnya dapat
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
Tinggi : skor 42 < x ≤ 56
14
Sedang: skor 28 ≤ x ≤ 42
Rendah: skor 14 ≤ x < 28
Adapun pengaruh kelembagaan secara keseluruhan
diklasifikasikan hasilnya adalah sebagai berikut:
Tinggi : skor 102 < x ≤ 136
Sedang: skor 68 ≤ x ≤ 102
Rendah: skor 34 ≤ x < 68
(34
pertanyaan)
jika
Tipe Perilaku Pemilih
Perilaku pemilih yaitu kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum serta
latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu (Plano, Ringgs, & Robin 1985).
Merujuk dari jurnal Rochimah (2009) yang mengutip teori Plano (1985) peneliti menetapkan
tiga tipe perilaku pemilih, yaitu tipe psikologi, sosiologi, dan ekonomi.
1. Tipe psikologi yaitu tipe perilaku pemilih dimana penentuan preferensi politik pemilih
didasarkan pada loyalitas, sikap politik, dan keterdedahan terhadap pendidikan politik.
Variabel-variabel yang akan digunakan dalam pengaruh tipe psikologi adalah:
a. Loyalitas terhadap kandidat yaitu tingkat kepatuhan dan kesetiaan individu terhadap
kandidat tertentu. Loyalitas yang tinggi menunjukkan bahwa pemilih memiliki sikap
dan prinsip tertentu yang dipegang sehingga dalam menentukan pilihan, pemilih
cenderung mempertahankan pilihan yang mneurutnya sesuai dengan prinsipnya.
Pemilih dengan tipe ini umumnya tidak mudah berpindah pilihan. Pengukuran:
 Sangat loyal (skor 4)
 Loyal (skor 3)
 Kurang loyal (skor 2)
 Tidak loyal (skor 1)
Indikator untuk mengukur loyalitas terhadap kandidat adalah:
 Pemilih memilih kandidat yang merupakan pilihannya pada pemilihan sebelumnya,
atau memilih kandidat yang memiliki hubungan dengan pilihan kandidat yang
diikuti;
 Pemilih memiliki ketertarikan yang bersifat prinsipil terhadap kandidat;
 Pemilih mengenal baik karakter kandidat yang dipilih;
 Pemilih tidak menghiraukan dan tidak terpengaruh dengan kampanye kandidat lain
yang tidak dikenalnya dengan baik.
b. Pembentukan sikap politik yaitu proses seseorang mendapatkan pengetahuan
mengenai isu-isu politik sehingga terinternalisasi dalam dirinya dan membentuk
perilaku serta preferensi politik tertentu. Pembentukan sikap politik dilakukan melalui
proses mental yang sangat terkait dengan psikologi (pribadi) seseorang. Pengukuran:
 Sangat terbentuk (skor 4)
 Terbentuk (skor 3)
 Kurang terbentuk (skor 2)
 Tidak terbentuk (skor 1)
Indikator untuk mengukur pembentukan sikap politik adalah:
 Sosialisasi dan pembentukan sikap terhadap isu politik didapatkan individu saat
masih anak-anak (tahap pertama pembentukan sikap);
 Sikap politik dibentuk pada saat dewasa ketika menghadapi situasi diluar keluarga
(tahap kedua pembentukan sikap);
 Sikap politik dibentuk dengan mengacu pada kelompok-kelompok tertentu seperti
pekerjaan, gereja, partai politik, dan asosiasi lain (tahap ketiga pembentukan
sikap).
c. Keterdedahan terhadap pendidikan politik yaitu tingkat pengetahuan individu
terhadap isu-isu dan aturan main politik. Terdedahnya individu terhadap pendidikan
politik mengakibatkan individu akan memiliki sikap terhadap isu dan berita politik,
termasuk sikap dalam menentukan preferensi politik. Semakin terdedah seseorang
15
terhadap pendidikan politik, semakin terinternalisasi pendidikan politik tersebut dalam
diri sehingga semakin tercipta sikap politiknya. Pengukuran:
 Sangat terdedah (skor 4)
 Terdedah (skor 3)
 Kurang terdedah (skor 2)
 Tidak terdedah (skor 1)
Indikator untuk mengukur keterdedahan terhadap pendidikan politik adalah:
 Individu memahami aturan main dalam dunia politik secara umum;
 Individu menyadari pentingnya partisipasi dalam perhelatan politik seperti Pemilihan
Kepala Desa;
 Individu dapat menganalisis dan menyimpulkan kondisi politik yang terjadi di
desanya.
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan 15 pertanyaan tentang tipe perilaku
psikologi dalam kuesioner, maka hasilnya dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
Tinggi
: skor 45 < x ≤ 60
Sedang : skor 30 ≤ x ≤ 45
Rendah : skor 15 ≤ x < 30
2. Tipe sosiologi, yaitu tipe perilaku dimana individu akan menentukan pilihannya dengan
pertimbangan dan arahan dari kelompoknya. Variabel-variabel yang akan digunakan
dalam pengaruh tipe sosiologi adalah:
a. Kohesi sosial yaitu satu keadaan dimana sekelompok orang (dalam suatu wilayah
geografis) menunjukkan kemampuan untuk berkolaborasi dan menghasilkan iklim
untuk perubahan. Pengukuran:
 Sangat tinggi (skor 4)
 Tinggi (skor 3)
 Kurang tinggi (skor 2)
 Rendah (skor 1)
Indikator untuk mengukur kohesi sosial:
 komitmen individu untuk norma dan nilai umum;
 solidaritas;
 individu yng mengidentifikasi dirinya dengan grup tertentu.
b. Pengelompokan sosial, dimana individu tergabung dalam kelompok tertentu
berdasarkan kesamaan ciri dan tujuan seperti agama, gender, atau ideologi. Tipe
perilaku pemilih sosiologi disebut dominan dalam pengukuran variabel ini jika
pengelompokan sosial tinggi. Pengukuran:
 Sangat tinggi (skor 4)
 Tinggi (skor 3)
 Kurang tinggi (skor 2)
 Rendah (skor 1)
Indikator untuk mengukur pengelompokan sosial adalah:
 Individu merasakan adanya pengelompokan sosial di desanya;
 Individu tergabung dalam kelompok-kelompok sosial tertentu;
 Individu mengidentikkan preferensi politiknya dengan preferensi politik pada
kelompok-kelompok sosialnya.
c. Informasi politik, yaitu tingkat pengetahuan individu terhadap isu-isu politik di
lingkungannya. Banyaknya informasi politik yang diterima individu mencerminkan
banyaknya komunikasi dan jalinan sosial yang terbentuk. Hal ini merupakan ciri dari
tipe perilaku sosiologi. Pengukuran:
 Sangat banyak (skor 4)
 Banyak (skor 3)
 Kurang banyak (skor 2)
16
 Tidak banyak (skor 1)
Indikator untuk mengukur besarnya informasi politik yang diterima individu dalam
kelembagaan adalah:
 Individu memahami permainan politik di desanya;
 Individu mengetahui informasi terkini seputar isu politik di desa maupun isu politik
secara umum;
 Individu dapat menganalisis dan menyimpulkan kondisi politik yang terjadi di
desanya.
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan 10 pertanyaan tentang tipe perilaku
sosiologi dalam kuesioner, maka hasilnya dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
Tinggi
: skor 30 < x ≤ 40
Sedang : skor 20 ≤ x ≤ 30
Rendah : skor 10 ≤ x < 20
3. Tipe Ekonomi yaitu tipe perilaku pemilih dimana pertimbangan-pertimbangan rasional
dan logis menjadi hal utama dalam penentuan preferensi politik. Variabel-variabel yang
akan digunakan dalam pengaruh ekonomi adalah:
a. Kebutuhan konkret pemilih yaitu sesuatu yang harus dipenuhi oleh pemilih untuk
kehidupan yang lebih baik yang diharapkan akan didapatkan dari kandidat.
Kebutuhan konkret yang dimaksud dalam hal ini adalah kebutuhan ekonomi pemilih.
Pengukuran:
 Hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (skor 4)
 Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sebagai alasan utama dan untuk memenuhi
kebutuhan lain (skor 3)
 Untuk memenuhi berbagai kebutuhan (ekonomi dan non ekonomi) yang dirasa
dapat diperoleh dari kandidat tertentu (skor 2)
 Bukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (skor 1)
Indikator untuk mengukur kebutuhan konkret pemilih adalah:
 Individu memilih kandidat tertentu karena keuntungan ekonomi yang diperoleh;
 Individu tidak memberi perhatian lebih terhadap visi misa dan kepribadian kandidat;
 Individu tidak mengenal kandidat secara mendalam.
b. Tujuan pemilih, yaitu maksud tertentu yang menjadi alasan pemilih memilih kandidat
tertentu dalam Pemilihan Kepala Desa. Dalam tipe perilaku pemilih, tipe perilaku
ekonomi umumnya menjadikan tujuan-tujuan ekonomi sebagai dasar seseorang
menjatuhkan preferensi politiknya pada kandidat tertentu. Pengukuran:
 Hanya untuk kepentingan ekonomi (skor 4)
 Untuk kepentingan ekonomi sebagai kepentingan utama dan kepentingan
tambahan lain (skor 3)
 Untuk berbagai macam kepentingan (skor 2)
 Bukan untuk kepentingan ekonomi (skor 1)
Indikator untuk mengukur tujuan pemilih adalah:
 Individu merasa memiliki hubungan mutualisme secara ekonomi dengan kandidat;
 Individu memilih agar mendapatkan keuntungan secara ekonomi dari kandidat;
 Individu tidak memperhatikan visi dan misi kandidat secara mendalam (detil).
c. Orientasi pemilih yaitu pandangan yang mendasari pemilih dalam memilih kandidat
Pemilihan Kepala Desa. Orientasi ekonomi sebagai dasar untuk memilih kandidat
merupakan ciri utama dari tipe perilaku pemilih ekonomi. Pengukuran:
 Hanya berorientasi ekonomi
 Berorientasi ekonomi
 Banyak orientasi
 Bukan berorientasi ekonomi
Indikator untuk mengukur orientasi pemilih adalah:
17
 Individu memilih karena kandidat peduli terhadap masalah kemiskinan;
 Individu memilih karena kandidat sering membantu masyarakat yang kekurangan;
 Individu memilih karena kandidat sering menyumbangkan hartanya untuk beberapa
kegiatan;
 Individu memilih karena kandidat tidak memanfaatkan kedudukannya untuk
memperkaya diri.
Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan 12 pertanyaan tentang tipe perilaku
ekonomi dalam kuesioner, maka hasilnya dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
Tinggi
: skor 36 < x ≤ 48
Sedang : skor 24 ≤ x ≤ 36
Rendah : skor 12 ≤ x < 24
Adapun tipe perilaku pemilih secara keseluruhan (37 pertanyaan) jika diklasifikasikan
hasilnya adalah sebagai berikut:
Tinggi : skor 111 < x ≤ 148
Sedang: skor 74 ≤ x ≤ 111
Rendah: skor 37 ≤ x < 74
3.
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. LOKASI DAN WAKTU
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Karangsari, Kecamatan Sukodono, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada
bulan Januari 2014. Penelitian di lapangan dilakukan selama 4 minggu, yaitu pada bulan
Maret hingga April 2014. Adapun kegiatan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2014
Februari
Maret
April
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
Penyusunan
proposal
skripsi
Uji Kuesioner
Kolokium
Perbaikan
proposal
skripsi
Pengambilan
data lapangan
Pengolahan
dan analisis
data
Penyusunan
draft skripsi
Sidang skripsi
Perbaikan
skripsi
4
1
Mei
2 3
4
1
Juni
2 3
4
18
3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Data sekunder, meliputi profil Desa Karangsari, nama dan jumlah anggota kelembagaan
pedesaan yang dijadikan unit analisa, daftar pemilih Pemilihan Kepala Desa di Desa
Karangsari tahun 2013, dan data hasil Pemilihan Kepala Desa di Desa Karangsari tahun
2013.
2. Data primer, yang diperoleh dari observasi, kuesioner, dan wawancara kepada responden
dan informan di lokasi penelitian.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelembagaan pedesaan yang ada di
Desa Karangsari, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kelembagaan
pedesaan yang ada dikelompokkan menjadi dua macam yaitu kelembagaan formal dan
informal. Peneliti menetapkan secara purposive masing-masing 2 kelembagaan pada
kelembagaan formal dan informal. Adapun unit analisisnya yaitu anggota dalam struktur
kelembagaan. Pemilihan anggota dalam struktur kelembagaan sebagai unit analisis
didasarkan pada alasan bahwa anggota merupakan bagian utama dari kelembagaan
sehingga dapat merepresentasikan kelembagaan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan
penelitian, yaitu untuk mengetahui pengaruh kelembagaan terhadap preferensi politik dalam
Pemilihan Kepala Desa. Pemilihan responden dilakukan dengan metode stratified random
sampling dengan kriteria tertentu. Tabel berikut akan menggambarkan pemilihan
kelembagaan dan responden secara lebih jelas.
Tabel 2 Unit analisis dan kriteria responden
Kelembagaan
Jumlah responden
Pemerintah desa
30 anggota dari 68
yang
memenuhi
kriteria pemilihan
responden
Badan
Sejumlah anggota
Permusyawaratan (dari 11 anggota)
Desa
yang
memenuhi
kriteria pemilihan
responden
Majelis taklim
Arisan keluarga
Kriteria pemilihan
responden
Formal
 Anggota
kelembagaan yang
telah memiliki hak
pilih
dan
menggunakan hak
pilihnya
pada
Pemilihan Kepala
Desa 2013

-
Anggota
kelembagaan yang
telah bernaung di
kelembagaan
minimal sejak 1
tahun terakhir
Informal
Sejumlah anggota  Anggota
(dari keseluruhan
kelembagaan yang
anggota)
yang
telah memiliki hak
memenuhi kriteria
pilih
dan
pemilihan
menggunakan hak
responden
pilihnya
pada
Pemilihan Kepala
Desa 2013

Keterangan
Anggota
kelembagaan yang
telah bernaung di
kelembagaan
minimal sejak 1
Pemilihan
majelis
taklim dan arisan
keluarga yang akan
dijadikan unit analisis
ditentukan di lapang
19
tahun terakhir
3.3. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Unit analisis penelitian ini adalah anggota kelembagaan. Data diolah dengan
menggunakan software SPSS 20.0. Analisis data yang digunakan yaitu uji regresi. Uji regresi
merupakan uji statsistik yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan
variabel bebas. Uji regresi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat tingkat pengaruh
kelembagaan (formal dan informal) terhadap preferensi politik warga dalam Pemilihan
Kepala Desa. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar
variabel yang konsisten. Seluruh hasil penelitian dituliskan dalam rancangan skripsi
(Lampiran 3).
DAFTAR PUSTAKA
Anitasari D et al. 2010. Perempuan dan majelis taklim:membicarakan isu privat melalui ruang
publik agama. [Internet]. [Diunduh 14 Oktober 2013]. Dapat diunduh di http://www.scncrest.org/fr_melly/data1_penelitian_wipr/laporan%20RAHIMA_Majelis%20Taklim_2010.p
df
Etzioni A. 1985. Modern organization (Alih bahasa dari Bahasa Inggris oleh Jusuf GR). Jakarta
[ID]: UI Press.
Fadhilah A. 2005. Budaya politik kyai di pedesaan (Studi kasus kyai pesantren di Kabupaten
Pekalongan). [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 100 hal.
Gayatri IH. 2007. Demokrasi lokal (di Desa): quo vadis? [Internet]. [diunduh 8 Desember 2013].
Dapat
diunduh
di
http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/demokrasi_lokal_quo_vadis.html
Hidayat W. 2000. Pembentukan jaringan sosial pada proses pemilihan Kepala Desa (studi kasus
pemilihan kepala desa di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang,
Propinsi Jawa Barat). [skripsi]. [Internet]. [diunduh 4 November 2013]. [Institut Pertanian
Bogor].
Dapat
diunduh
dari
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/23271/A00WHI.pdf?sequence=2.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). 2014. Kamus besar Bahasa Indonesia. [Internet].
[diunduh 5 Februari 2014]. Dapat diunduh di http://kbbi.web.id/.
Plano JC, Ringgs RE, Robin HS. 1985. Kamus Analisa Politik. Jakarta [ID]: Rajawali Press.
[PP] Peraturan Pemerintah. 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
[Internet].
[diunduh
pada
9
Desember
2013].
Dapat
diunduh
di
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&ved=0C
EwQFjAF&url=http%3A%2F%2Fjournal.unsil.ac.id%2Fdownload.php%3Fid%3D1628&ei=
AAbOUqiYCoHqrQfLu4GYCA&usg=AFQjCNEJrb3DSGvG0u7PN8r_pcmiMq_rgg
[PP] Peraturan Pemerintah. 2005. Peraturan tentang desa. [Internet]. [Diunduh 2 Januari 014].
Dapat diunduh di http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/151.pdf.
Rochimah THN. 2009. Pentingnya memahami perilaku politik dalam political marketing.
Komunikator [Internet]. [diunduh 5 November 2013]. 1(1):1-21. Dapat diunduh dari
http://www.umy.ac.id/fakultas-ilmu-sosialilmupolitik/wpcontent/uploads/2011/07/pensil.pdf.
Singarimbun et al. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: LP3ES. 334 hal.
Sjaf S. 2012. Pembentukan Identitas Etnik dalam Arena Ekonomi Politik Lokal (Pergulatan Politik
Identitas Etnik di Kendari, Sulawesi Tenggara".[Disertasi]. Bogor [ID]: IPB.
Nasdian F.2003. Sosiologi Umum. Bogor [ID]: IPB.
Uang S. 2012. Implementasi peraturan daerah nomor 04 tahun 2008 tentang tata cara pencalonan
pemilihan, pelantikan dan pemberhentian, kepala desa, perangkat desa dan kepala dusun
di Kabupaten Halmahera Barat ( suatu studi di Desa Tobaol ). Governance [Internet].
20
[diunduh
4
November
2013].
5:1-12.
Dapat
diunduh
dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/view/ 1334.
Valentina TR. 2009. Peluang demokrasi dan peta perilaku pemilih terhadap partai politik untuk
pemilu 2009 di Yogyakarta. Demokrasi [Internet]. [diunduh 27 November 2013]. VIII(2):
167-186. Dapat diunduh dari ejournal.unp.ac.id/index.php/ jd/article/download/1199/1033.
20
Lampiran 1 Kuesioner
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI
DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
PENGARUH KELEMBAGAAN TERHADAP PREFERENSI POLITIK WARGA DALAM
PEMILIHAN KEPALA DESA
Petunjuk :
 Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang telah disediakan
 Berilah centang (√) pada kolom yang telah disediakan
 Untuk kolom yang di dalamnya terdapat titik-titik, maka isilah sesuai dengan informasi
yang ditanya
Identitas Karakteristik Responden
1
No Responden
: ......
2
Nama
: ………………………………………………........
...
3
Umur
: ...… Tahun
4
Jenis kelamin
: Laki-laki/Perempuan
5
Status Perkawinan
: Menikah/Belum Menikah
5
Agama
: …………………
6
Alamat
: ………………………………………………………....
.................................................................................
.................................................................................
7
No tlp
8
Pendidikan
: (1) Tidak Tamat SD
(2) Tamat SD
(3) Tamat SLTP/SMP
(4) Tamat SLTA/SMA
(5) Perguruan Tinggi
(6) Lainnya :………………......
9
Pekerjaan
: (1) Petani
(2) Buruh bangunan
(3) Pedagang
(4) Pegawai
(5) Lainnya :.............................
10 Anggota kelembagaan
:
Formal
Informal
Pemerintah Desa
Majelis
Taklim
BPD
Arisan
Keluarga
21
PENGARUH STRUKTURAL DALAM KELEMBAGAAN
Petunjuk : Berilah tanda (√) pada pilihan yang anda pilih
Keanggotaan dalam kelembagaan
No Pertanyaan
Dari 5 kegiatan terakhir dalam kelembagaan (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan),
berapa kali Anda mengikuti?
a. 5 kali
b.
a.
3
1
-4 kali
c.
b.
1d.
c.
T
-2 kali
idak pernah
Dari 5 kegiatan terakhir dalam kelembagaan (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan),
berapa kali Anda terlibat sebagai panitia?
a. 5 kali
b. 3-4 kali
c.
2
1-2 kali
d. Tidak pernah
Menjadi panitia apa sajakah? (Lingkari peran yang pernah Anda lakukan)
1. Ketua panitia
2. Sekretaris
3. Bendahara
4. Ketua divisi
5. Anggota divisi
6. Lainnya, sebutkan .......................
3
4
Dari 5 kali diskusi pemecahan masalah (rapat) dalam kelembagaan (pemdes, BPD,
majelis taklim, arisan), berapa kali Anda mengikuti?
a. 5 kali
b.
d.
3
-4 kali
c.
e.
1d.
f.
T
-2 kali
idak pernah
Peran apa saja yang pernah Anda lakukan dalam kegiatan diskusi tersebut? (Lingkari
peran yang pernah Anda lakukan)
1.
Pemimpin diskusi
2.
Pemberi pendapat
3.
Pendengar
4.
Lainnya, sebutkan ...........................
Peran manakah yang paling sering Anda lakukan?
1.
Pemimpin diskusi
2.
Pemberi pendapat
5
3.
Pendengar
4.
Lainnya, sebutkan ...........................
Keterikatan dalam kelembagaan
Peran kepanitiaan apa yang paling sering Anda lakukan dalam kegiatan-kegiatan
6
dalam kelembagaan (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan)?
22
7
a. Panitia inti
b.
g.
c.
ia lapang
d. Peserta kegiatan
Anggota panitia
Panit
Apakah Anda mematuhi nilai dan norma (aturan) dalam kelembagaan Anda (pemdes,
BPD, majelis taklim, arisan)?
a. Selalu
b. Sering
c.
Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Seberapa pentingkah mematuhi nilai dan norma yang ada di kelembagaan?
a. Sangat penting
b. Penting
8
c.
9
Kurang penting
d. Tidak penting
Apakah Anda menerapkan nilai, aturan, dan norma yang berlaku di kelembagaan
Anda (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan) dalam kehidupan sehari-hari?
a. Selalu
b. Sering
c.
Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Posisi sosial individu dalam kelembagaan
Apa posisi Anda dalam kelembagaan Anda (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan)?
a. Anggota
b. Staf
10
c.
Pengurus harian
d. Pengurus inti
Kemampuan menentukan tindakan
11
12
Budaya pengambilan keputusan dalam kelembagaan Anda:
1. Musyawarah mufakat
2. Ditentukan ketua atau pengurus
3. Ditentukan kelembagaan di atasnya
4. Lainnya, sebutkan:
Apa peran Anda dalam kegiatan pengambilan keputusan kelembagaan?
a. Tidak berperan
b.
h.
Menj
adi pendengar dan menerima keputusan
yang ditetapkan
c. Urun pendapat
d. Turut memutuskan
Segala tindakan yang Anda lakukan adalah berdasarkan kemauan dan aturan:
a. Kelembagaan yang Anda ikuti
b. Diri sendiri dengan pengaruh
kelembagaan
13
c.
14
Diri sendiri dengan pengaruh
lingkungan
d. Anda sendiri
Anda memilih kandidat Kepala Desa berdasarkan arahan dari:
a. Kelembagaan yang Anda ikuti
b. Diri sendiri dengan pengaruh
kelembagaan
c.
Diri sendiri dengan pengaruh
d. Anda sendiri
23
lingkungan
Pengaruh struktur sosial di atasnya
15
Apakah dalam memutuskan atau menentukan tindakan, kelembagaan Anda (pemdes,
BPD, majelis taklim, arisan) mendapat pengaruh dari kelembagaan yang secara
struktur lebih tinggi?
a. Selalu
b. Sering
c.
Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Seberapa besar pengaruh kelembagaan tersebut?
a. Sangat berpengaruh
b. Berpengaruh
16
c.
17
Kurang berpengaruh
d. Tidak berpengaruh
Apakah dalam memutuskan atau menentukan tindakan tertentu, kelembagaan Anda
(pemdes, BPD, majelis taklim, arisan) menunggu kebijakan dari kelembagaan yang
secara struktur lebih tinggi?
a. Selalu
b. Sering
c.
Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Seberapa besar pengaruh kelembagaan tersebut?
a. Sangat berpengaruh
b. Berpengaruh
18
c.
19
Kurang berpengaruh
d. Tidak berpengaruh
Apakah dalam menentukan pilihan terhadap kandidat dalam Pemilihan Kepala Desa,
kelembagaan Anda (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan) mendapatkan pengaruh dari
kelembagaan yang secara struktur lebih tinggi?
a. Selalu
b. Sering
c.
Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Seberapa besar pengaruh kelembagaan tersebut?
a. Sangat berpengaruh
b. Berpengaruh
20
c.
Kurang berpengaruh
d. Tidak berpengaruh
PENGARUH KONSTRUKTIF DALAM KELEMBAGAAN
Petunjuk : Berilah tanda (√) pada pilihan yang anda pilih
Jalinan komunikasi dengan lingkungan sekitar
No Pertanyaan
Seberapa sering Anda berkomunikasi dengan teman-teman anggota kelembagaan
(pemdes, BPD, majelis taklim, arisan)?
a. Selalu
b. Sering
21
c.
22
Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Seberapa sering Anda melakukan kegiatan bersama dengan anggota-anggota lain
dalam kelembagaan (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan)?
a. Selalu
b. Sering
24
c.
23
d. Tidak pernah
Seberapa sering Anda berdiskusi dengan anggota dalam kelembagaan Anda (pemdes,
BPD, majelis taklim, arisan)?
a. Selalu
b. Sering
c.
24
Kadang-kadang
Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Apakah Anda merasa memiliki ikatan yang mendalam dengan orang-orang di
lingkungan Anda di kelembagaan? Mengapa?
a. Sangat merasa
b. Merasa
c.
Kurang merasa
d. Tidak merasa
Luas jaringan social
Berapa banyak relasi yang Anda punya?
a. Sangat banyak
b. Banyak
25
c. Cukup banyak
d. Sedikit
Seberapa sering Anda berkomunikasi dengan relasi (teman-teman) yang Anda punya?
a. Selalu
b. Sering
26
c.
Jarang
d. Tidak pernah
Seberapa sering Anda berdiskusi dengan relasi yang Anda punya?
a. Selalu
b. Sering
27
c.
Jarang
d. Tidak pernah
Frekuensi pembentukan kesepakatan bersama
Seberapa sering Anda bermusyawarah untuk kesepakatan bersama dalam
kelembagaan Anda (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan)?
a. Selalu
b. Sering
28
c.
29
Jarang
d. Tidak pernah
Apakah Anda memiliki kesempatan yang luas untuk menyuarakan opini-opini Anda
dalam setiap kegiatan musyawarah mufakat di kelembagaan Anda?
a. Sangat memiliki kesempatan
b. Memiliki kesempatan
c.
Kurang memiliki kesempatan
d. Tidak memiliki kesempatan
Jumlah variasi peran individu dalam berbagai situasi
30
31
Dari 5 kegiatan yang ada di kelembagaan Anda (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan),
berapa kali Anda berperan aktif di dalamnya?
a. 5 kali
b.
i.
34 kali
c.
j.
1d.
k.
Ti
-2 kali
dak pernah
Apakah Anda bisa dengan leluasa menjalankan peran yang berbeda-beda (ketua
penyelenggara, panitia lapang, anggota) dalam berbagai aktivitas dalam kelembagaan
Anda (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan)?
a. Sangat bisa
b. Bisa
25
c.
Sulit
d. Tidak bisa
Kemampuan mengkonstruksi peran
32
Apakah Anda bisa dengan leluasa memilih peran (ketua penyelenggara, panitia lapang,
anggota) pada berbagai aktivitas dalam kelembagaan Anda (pemdes, BPD, majelis
taklim, arisan)?
a. Sangat bisa
b. Bisa
c.
Sulit
d. Tidak bisa
Dari 5 kegiatan yang Anda ikuti di kelembagaan Anda (pemdes, BPD, majelis taklim,
arisan), ada berapa peran berbeda yang pernah Anda lakukan?
a. 5 peran berbeda
b. 3-4 peran berbeda
33
c.
34
1-2 peran berbeda
d. Tidak pernah menjalankan peran yang
berbeda
Apakah Kelembagaan Anda (pemdes, BPD, majelis taklim, arisan) mengijinkan Anda
memilihkan peran untuk teman Anda sesuai kemampuan teman Anda tersebut?
a. Sangat bisa
b. Bisa
c.
Sulit
d. Tidak bisa
TIPE PERILAKU PEMILIH PSIKOLOGIS
Petunjuk : Berilah tanda (√) pada pilihan yang anda pilih
Keterangan : Sangat Setuju (SS); Setuju (S); Tidak Setuju (TS); Sangat Tidak Setuju (STS)
No Pertanyaan
SS S TS STS
Loyalitas terhadap kandidat
Anda memilih kandidat Kepala Desa yang merupakan pilihan
Anda pada pemilihan sebelumnya
Anda memilih kandidat Kepala Desa yang memiliki hubungan
36
dengan Kepala Desa pilihan Anda pada periode sebelumnya
Anda tertarik terhadap kandidat Kepala Desa karena kesamaan
37
pandangan Anda dengan kandidat Kepala Desa tersebut
38 Anda mengenal baik karakter kandidat Kepala Desa yang dipilih
Anda tidak terpengaruh dengan kampanye kandidat Kepala Desa
39
lain yang tidak Anda kenal dengan baik
40 Anda termasuk pemilih yang tidak mudah berganti pilihan
Pembentukan sikap politik
35
41
42
43
44
45
Anda menerima pengetahuan tentang politik dari keluarga dan
lingkungan sekitar sejak Anda masih anak-anak
Anda merasa menerima pembentukan sikap terhadap isu politik
di sekitar sejak Anda masih anak-anak
Anda menerapkan pembentukan sikap terhadap isu politik yang
Anda terima sejak anak-anak dalam kehidupan Anda sehari-hari
Sikap Anda terhadap isu politik dibentuk dengan mengacu pada
kelompok-kelompok tertentu seperti pekerjaan, gereja, partai
politik, dan asosiasi lain
Anda merasa perlu latar belakang dan karakter kandidat Kepala
Desa sebelum Anda menentukan pilihan kandidat Kepala Desa
26
Anda
Keterdedahan terhadap pendidikan politik
46
47
48
49
Anda memahami aturan main politik secara umum
Anda menerima pendidikan politik dari keluarga Anda
Menurut Anda, partisipasi dalam perhelatan politik seperti
Pemilihan Kepala Desa adalah hal yang penting
Anda memahami kondisi politik yang terjadi di desa Anda
27
TIPE PERILAKU PEMILIH SOSIOLOGIS
Petunjuk : Berilah tanda (√) pada pilihan yang anda pilih
Keterangan : Sangat Setuju (SS); Setuju (S); Tidak Setuju (TS); Sangat Tidak Setuju (STS)
No Pertanyaan
SS S TS STS
Kohesi social
Anda selalu mematuhi norma dan nilai yang berlaku di
lingkungan Anda
Solidaritas merupakan hal yang penting bagi Anda dan orang51
orang di lingkungan Anda
Anda membedakan dengan jelas posisi dan peran Anda dalam
52
satu kelompok dengan kelompok lain
Pengelompokan social
50
53
54
55
Anda merasakan adanya pengelompokan-pengelompokan
berdasarkan krakteristik tertentu (misal: kelompok kaya-miskin,
dst) di desa Anda
Anda tergabung dalam kelompok-kelompok sosial tertentu
Dalam pemilihan Kepala Desa, Anda mengidentikkan pilihan
Anda dengan pilihan kelompok-kelompok sosial Anda
Informasi politik
56
57
58
Anda memahami permainan politik di desa Anda terkait pemilihan
Kepala Desa lalu?
Anda mengetahui informasi terkini seputar isu politik di desa
Anda
Anda dapat menganalisis dan menyimpulkan kondisi politik yang
terjadi di desa Anda
TIPE PERILAKU PEMILIH EKONOMI
Petunjuk : Berilah tanda (√) pada pilihan yang anda pilih
Keterangan : Sangat Setuju (SS); Setuju (S); Tidak Setuju (TS); Sangat Tidak Setuju (STS)
No Pertanyaan
SS S TS STS
Kebutuhan konkret pemilih
Anda memilih kandidat Kepala Desa tertentu karena kandidat
tersebut memenuhi kebutuhan ekonomi Anda
Anda tidak menghiraukan visi misi dan kepribadian kandidat
61
Kepala Desa
62 Anda tidak mengenal kandidat Kepala Desa secara mendalam
Anda akan memilih kandidat Kepala Desa jika kandidat tersebut
63
dapat memberikan sesuatu (misal sembako) yang Anda butuhkan
Tujuan Pemilih
60
64
65
66
Anda merasa memiliki hubungan saling menguntungkan secara
ekonomi dengan kandidat Kepala Desa yang Anda pilih
Anda memilih kandidat Kepala Desa tertentu dengan tujuan agar
mendapatkan keuntungan secara ekonomi dari kandidat (misal:
mendapatkan sembako atau uang)
Anda tidak memperhatikan visi dan misi kandidat Kepala Desa
28
secara mendalam (detil)
Orientasi Pemilih
67
68
69
70
Kandidat Kepala Desa yang Anda pilih peduli terhadap masalah
kemiskinan
Kandidat Kepala Desa yang Anda pilih sering membantu
masyarakat yang kekurangan
Kandidat Kepala Desa yang Anda pilih sering menyumbangkan
hartanya untuk beberapa kegiatan
Kandidat Kepala Desa yang Anda pilih tidak memanfaatkan
kedudukannya untuk memperkaya diri
29
Lampiran 2 Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam Responden dan Informan
Pertanyaan pengaruh kelembagaan
No Pertanyaan
Pengaruh struktural
Keanggotaan
1
Bagaimana partisipasi Anda dalam setiap kegiatan di kelembagaan Anda?
2
Bagaimana Anda menjalankan tugas Anda saat menjadi panitia kegiatan di
kelembagaan Anda?
3
Bagaimana partisipasi Anda dalam pemecahan masalah di kelembagaan Anda?
Apakah Anda sering mengajukan pendapat dan kemudian dipertimbangkan?
Keterikatan dengan kelembagaan
6
Apakah Anda diberi banyak kesempatan untuk mengajukan pendapat Anda dalam
setiap diskusi pemecahan masalah dalam kelembagaan Anda?
7
Mengapa Anda sering menjalankan peran tertentu dibanding peran lainnya?
8
Bagi Anda, seberapa pentingkah mematuhi nilai dan norma yang ada di kelembagaan
Anda? Mengapa?
9
Bagaimana cara Anda menerapkan nilai dan norma yang Anda anut tersebut dalam
kehidupan sehari-hari?
10 Bagaimana jika salah satu dari anggota kelembagaan Anda atau keluarga Anda
menjalankan nilai dan norma yang berbeda dari yang ditetapkan kelembagaan Anda?
Posisi sosial individu
11 Apakah posisi Anda di kelembagaan menentukan kebebasan Anda memilih kandidat
Kepala Desa?
12 Jika ya, bagaimana kelembagaan Anda menentukannya?
Kemampuan menentukan tindakan
13 Bagaimana budaya pengambilan keputusan dalam kelembagaan Anda? Apakah lebih
sering melalui musyawarah mufakat ataukah lebih banyak ditentukan oleh pihak yang
memiliki status yang lebih tinggi?
14 Sejauh mana kelembagaan mengintervensi Anda dalam menentukan preferensi politik
Anda?
15 Bagaimana Anda mengambil peran dalam setiap aktivitas dalam kelembagaan Anda?
Pengaruh struktur sosial di atasnya
16 Bagaimana kelembagaan yang lebih tinggi posisinya dari kelembagaan Anda
mempengaruhi setiap keputusan dan tindakan dalam kelembagaan Anda?
17 Seberapa besar pengaruh kelembagaan yang posisinya di atas Anda tersebut
terhadap segala keputusan dan tindakan dalam kelembagaan Anda?
18 Mengapa kelembagaan tersebut menjadi acuan dari kelembagaan Anda?
Pengaruh konstruktif
Jalinan komunikasi dengan lingkungan sekitar
19 Bagaimana jalinan komunikasi Anda dengan lingkungan sekitar?
20 Apakah Anda merasa memiliki ikatan yang mendalam dengan orang-orang di
lingkungan Anda di kelembagaan? Mengapa?
21 Bagaimana Anda menjaga jalinan kominikasi dengan lingkungan Anda?
Luas jaringan sosial
22 Bagaimana hubungan Anda dengan orang-orang di sekitar Anda?
23 Bagaimana cara Anda dan orang-orang dalam kelembagaan Anda menyelesaikan
masalah-masalah yang terjadi di kelembagaan?
24 Bagaimana cara pengambilan kesepakatan antara Anda dengan relasi Anda?
25 Adakah relasi yang lebih kuat dibandingkan yang lain dalam hal pengambilan
keputusan?
Frekuensi pembentukan kesepakatan bersama
27 Bagaimana cara bermusyawarah di kelembagaan Anda?
30
Jumlah variasi peran individu dalam berbagai situasi
28 Apakah Anda memiliki kesempatan yang luas untuk berpartisipasi dan berperan
dalam setiap kegiatan di kelembagaan Anda?
29 Bagaimana Anda menentukan peran Anda dalam setiap kegiatan di kelembagaan
Anda?
30 Peran aktif apa saja yang Anda lakukan dalam setiap kegiatan di kelembagaan Anda?
Kemampuan mengkonstruksi peran
31 Bagaimana cara penentuan peran dalam kelembagaan Anda?
32 Apakah peran yang Anda jalankan tersebut beragam?
33 Bagaimana cara Anda memerankannya?
Pertanyaan tipe perilaku pemilih
No Pertanyaan
Tipe psikologis
loyalitas terhadap kandidat
34 Apakah Anda termasuk pemilih yang loyal (setia)? Mengapa?
35 Seberapa penting arti kesetiaan bagi Anda?
36 Bagaimana bentuk kesetiaan Anda kepada kandidat?
37 Apakah Anda memilih kandidat dalam Pemilihan Kepala Desa berdasarkan
kepribadian yang ada dalam diri kandidat?
38 Bagaimana Anda mengenal dan mengetahui karakter kandidat yang Anda pilih?
Pembentukan sikap politik
39 Bagaimana keluarga dan lingkungan Anda memberikan Anda pengetahuan tentang
politik?
40 Bagaimana cara Anda memilih kandidat Kepala Desa?
41 Apakah Anda memilih kandidat dengan pandangan-pandangan politis yang tertanam
dalam diri Anda sejak kecil
42 Apakah Anda menetapkan pilihan kandidat dengan mengacu pada kelompokkelompok yang memiliki pandangan politis sama dengan Anda?
Keterdedahan terhadap pendidikan politik
47 Apakah Anda menerima pendidikan politik dari orang tua atau lingkungan Anda?
48 Bagaimana Anda menerima pendidikan politik dari keluarga Anda?
49 Bagaimana kondisi politik pemilihan Kepala Desa yang lalu?
Tipe sosiologis
Kohesi sosial
50 Bagaimana nilai dan norma yang berlaku di lingkungan Anda?
51 Bagaimana bentuk solidaritas yang Anda tunjukkan dan lakukan di lingkungan Anda?
52 Bagaimana Anda menyesuaikan dan menempatkan posisi Anda sesuai dengan situasi
dan kondisi dalam kelembagaan-kelembagaan yang berbeda?
Pengelompokan sosial
53 Pengelompokan-pengelompokan seperti apa yang Anda rasakan?
54 Bagaimana Anda dapat tergabung dalam pengelompokan tersebut?
55 Bagaimana Anda mengidentikkan pilihan Anda dengan kelompok acuan Anda?
Informasi politik
56 Permainan politik seperti apa yang terjadi di desa Anda?
57 Apa isu politik paling hangat di desa Anda? Bagaimana isu itu muncul?
58 Bagaimana kondisi politik yang terjadi di desa Anda saat pemilihan Kepala Desa?
Tipe ekonomi
Kebutuhan konkret pemilih
59 Bagaimana Anda tahu bahwa kandidat yang menjadi pilihan Anda akan dapat
memenuhi kebutuhan ekonomi Anda?
60 Bagaimana kandidat menjanjikan Anda tentang pemenuhan kebutuhan ekonomi Anda
sehingga Anda mau memilihnya?
31
Tujuan pemilih
62 Bagaimana Anda tahu bahwa dengan memilih kandidat tersebut, Anda akan
mendapatkan keuntungan secara ekonomi?
Orientasi pemilih
63 Bagaimana Anda mengetahui bahwa kandidat yang Anda pilih peduli terhadap
masalah kemiskinan?
64 Bagaimana aktivitas sosial kandidat sehingga Anda yakin bahwa kandidat tersebut
peduli terhadap masalah kemiskinan?
32
Lampiran 3 Rancangan Skripsi
1. PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
1.1.2 Masalah Penelitian
1.1.3 Tujuan Penelitian
1.1.4 Kegunaan Penelitian
2. PENDEKATAN TEORITIS
2.1.1 Tinjauan Pustaka
2.1.2 Kerangka Pemikiran
2.1.3 Hipotesis
2.1.4 Definisi Operasional
3. PENDEKATAN LAPANG
3.1
Lokasi dan Waktu
3.2
Pengumpulan Data
3.3
Pengolahan dan Analisis Data
4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1
Kondisi Sosial dan Geografis
4.2
Karakteristik Responden
4.3
Kelembagaan Formal dan Informal
5. ANALISIS PENGARUH KELEMBAGAAN PEDESAAN
5.1
Pengaruh Struktural
5.2
Pengaruh Konstruktif
6. ANALISIS TIPE PERILAKU PEMILIH WARGA
6.1
Tipe Perilaku Sosiologi
6.2
Tipe Perilaku Psikologi
6.3
Tipe Perilaku Ekonomi
7. ANALISIS HUBUNGAN PENGARUH KELEMBAGAAN DENGAN TIPE PERILAKU PEMILIH
SEHINGGA MEMUNCULKAN PREFERENSI POLITIK TERTENTU
7.1
Hubungan pengaruh kelembagaan dengan tipe perilaku pemilih
7.2
Preferensi politik warga
8. PENUTUP
8.1
Kesimpulan
8.2
Saran
9. DAFTAR PUSTAKA
10. LAMPIRAN
Download