aktivitas antimikroba pada putih telur dari beberapa jenis

advertisement
AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI
BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI
GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF
SKRIPSI
CHAIRUL
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
CHAIRUL. D14201032. 2006. Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari
Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA
Pembimbing Anggota : Dra. Masniari Poeloengan, MS
Penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan menyebabkan munculnya
mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah
yang sangat pe nting sehingga perlu dicari alternatif bahan pengganti antibiotik yang
aman untuk digunakan dan efektif dalam membunuh mikroorganisme. Putih telur
diketahui memiliki daya antimikroba (bakterisidal) terhadap mikroorganisme tertentu
karena terkandung substansi antimikroba di dalamnya yaitu lisozim, avidin,
conalbumin dan apoprotein sehingga dapat digunakan sebagai alternatif cara untuk
menggantikan antibiotik dalam pengobatan penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme khususnya bakteri patogen.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penelitian
Veteriner (Balitvet) Bogor dari bulan Juni-Agustus 2005. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 5 dengan tiga kali ulangan.
Perlakuan pertama yaitu putih telur yang berasal dari jenis unggas berbeda yaitu telur
ayam ras, ayam buras, puyuh, itik; dan perlakuan kedua adalah konsentrasi telur yang
berbeda yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Data yang didapat kemudian dianalisis
menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA / Analysis of Variance) dan apabila
interaks i antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih
telur berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Least Squares Means (LSM).
Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode difusi sumur dengan
menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis
(bakteri gram positif) serta bakteri Escherichia coli, Salmonella typhimuriu m (bakteri
gram negatif) sebagai bakteri uji serta putih telur dari beberapa jenis unggas (ayam
ras, ayam buras, itik, dan puyuh) sebagai bahan uji.
Perbedaan dinding sel dari bakteri Gram positif dan Gram negatif
menyebabkan respon yang berbeda terhadap daya penghambatan dari zat
antimikroba yang terdapat di dalam putih telur. Hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa bakteri Staphylococcus aureus memiliki sensitivitas yang paling besar
terhadap putih telur dari telur ayam ras pada konsentrasi 100 % ditunjukkan dengan
zona hambat yang berbeda sangat nyata (p<0,01), sedangkan bakteri Staphylococcus
epidermidis memiliki sensitivitas yang paling besar terhadap putih telur dari telur
itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 100 % ditunjukkan dengan zona hambat
yang berbeda sangat nyata (p<0,01). Bakteri gram negatif (Escherichia coli dan
Salmonella typhimurium) tidak menunjukkan sensitivitas terhadap putih telur dari
keempat bangsa unggas. Semakin besar konsentrasi putih telur yang digunakan,
maka semakin besar zona hambat terhadap bakteri uji yang didapatkan.
Kata-kata kunci: aktivitas antimikroba, putih telur, metode sumur, konsentrasi
ABSTRACT
Antimicrobial Activity of Albumen from Different Poultry Breeds on
Gram-Positive and Gram-Negative Bacteria
Chairul, R. R. A. Maheswari, and M. Poeloengan
The aim of this research was to evaluate antimicrobial activity of albumen from
breed chicken, non breed chicken, duck and quail on Gram-positive bacteria
(Staphylococcus aureus , Staphylococcus epidermidis) and Gram-negative bacteria
(Escherichia coli, Salmonella typhimurium). Albumen had antimicrobial effect to
bacteria because it had antimicrobial substances such as lysozyme, conalbumin,
avidin, and apoprotein. The concentrations of albumen that used in this research were
60, 70, 80, 90, and 100 %. Results that obtained from the well assay susceptibility
test showed that albumen inhibited growth of testing bacteria especially Grampositive bacteria. Gram-negative bacteria had no showed any antimicrobial effects at
the tested concentration. The differences of cell wall between Gram-positive and
Gram-negative bacteria may caused different inhibition. The test bacteria showed
different degrees of susceptibility to the albumen concentrations such as 100 % for
Staphylococcus aureus and 60, 70, 80, 90, and 100 % for Staphylococcus
epidermidis. Staphylococcus aureus had the biggest sensitivity to breed chicken’s
albumen by showing significant different (p<0,01) in transparent zone around well
on 100 % concentration. Meanwhile, Staphylococcus epidermidis had the biggest
sensitivity to duck, quail and breed chicken’s albumen by showing significant
different (p<0,01) in transparent zone around well on 100 % concentration. The
bigger inhibition zone diameter, the more sensitive the testing bacteria were.
Keywords : antimicrobial activity, albumen, well diffusion method, concentration
AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI
BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI
GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Chairul
D14201032
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul :
Nama :
AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI
BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM
POSITIF DAN GRAM NEGATIF
Chairul
NRP :
D 14201032
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA)
NIP 131 671 595
(Dra. Masniari Poeloengan, MS)
NIP 080 047 856
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc)
NIP 131 624 188
Tanggal lulus: 2 Februari 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1983 di Sungailiat. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Kamaludin Sitompul dan Yulinda
Sari Siregar. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Tama n Kanak-Kanak Harapan
Sungailiat (1988-1989), Sekolah Dasar Harapan Sungailiat (1989-1995), Sekolah
Menengah Pertama Negeri 2 Sungailiat (1995-1998) dan dilanjutkan ke Sekolah
Menengah Umum Negeri 1 Sungailiat (1998-2001). Penulis kemudian masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada
tahun 2001 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Jurusan
Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Selama menjadi ma hasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif
dalam berbagai perhimpunan mahasiswa seperti Himaproter (Himpunan Mahasiswa
Ilmu Produksi Ternak) periode 2003-2004, ISBA (Ikatan Mahasiswa Bangka) Bogor
periode 2002-2005, IAAS (International Association of Students in Agriculture and
Related Sciences) Local Committee IPB periode 2003-2005. Penulis pernah menjadi
asisten praktikum untuk mata kuliah Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak (2003), Dasar
Teknologi Hasil Ternak (2003) dan Mikrobiologi Hasil Ternak (2004). Selama masa
kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari (PPA) Peningkatan Prestasi Akademik
(2002-2004), Indocement (2004-2005), PT Timah Tbk (2005).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian selama dua bulan
dengan judul “Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis
Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif”, di bawah bimbingan
Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA dan Dra. Masniari Poeloengan, MS.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia
dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul
”Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap
Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif”.
Skripsi ini disusun untuk da pat memberikan informasi mengenai kemampuan
antimikroba pada putih telur ayam ras, ayam buras, itik dan puyuh secara in vitro
terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis)
dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium). Penelitian ini
sangat menarik Penulis untuk diwujudkan mengingat semakin banyak perhatian
diberikan pada food safety yang banyak memberikan persyaratan yang intinya
menjamin pada keselamatan konsumen. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh
dari sempurna, sehingga Penulis tetap membuka diri untuk segala masukan yang
menunjang hasil penelitian ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat
kepada Penulis sendiri dan bagi pihak yang memerlukan.
Kepada
semua
pihak,
khususnya
pembimbing
skripsi
yang
telah
menyumbangkan ide -idenya dalam penyusunan skripsi ini Penulis mengucapkan
terima kasih.
Bogor, Februari 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................
i
ABSTRACT................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP.....................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
DAFTAR ISI...............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belaka ng................................................................................
Perumusan Masalah ........................................................................
Tujuan.............................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
Telur ................................................................................................
Putih Telur .......................................................................................
Bakte ri Patogen...............................................................................
Staphylococcus aureus ........................................................
Staphylococcus epidermidis ................................................
Escherichia coli...................................................................
Salmonella typhimurium.....................................................
Dinding Sel ....................................................................................
Antimikroba ...................................................................................
3
3
5
5
6
7
8
9
11
METODE ....................................................................................................
13
Lokasi dan Waktu ...........................................................................
Materi..............................................................................................
Bahan ..................................................................................
Alat......................................................................................
Rancangan.......................................................................................
Prosedur ..........................................................................................
Pembuatan Larutan Pengencer............................................
Pembuatan Media Mueller Hinton Agar .............................
Persiapan Suspensi Bakteri Uji ...........................................
Pengujian Kemampuan Antagonistik Putih Telur ..............
13
13
13
13
13
14
14
14
15
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
17
Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis
Unggas terhadap Bakteri Uji...........................................................
Staphylococcus aureus .......................................................
18
18
Staphylococcus epidermidis ................................................
Escherichia coli...................................................................
Salmonella typhimurium .....................................................
Mekanisme Penghambatan Antimikroba Putih Telur dari
Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan
Gram Negatif ..................................................................................
20
21
22
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
26
Kesimpulan.....................................................................................
Saran................................................................................................
26
26
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
28
LAMPIRAN .............................................................................................
30
22
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak pada Telur dari Beberapa
Jenis Unggas ......................................................................................
4
2. Jenis, Jumlah dan Karakteristik Protein dalam Putih Telur ...............
5
3. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus terhadap Putih Telur pada Berbagai
Konsentrasi.........................................................................................
18
4. Rataan Dia meter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus epidermidis terhadap Putih Telur pada Berbagai
Konsentrasi.........................................................................................
20
5. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia
coli terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi.......................
21
6. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella
typhimurium terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi .........
22
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Bakteri Staphylococcus aureus ...............................................................
6
2. Bakteri Staphylococcus epidermidis ........................................................
7
3. Bakteri Escherichia coli............................................................................
8
4. Bakteri Salmonella typhimurium .............................................................
8
5. Dinding Sel Bakteri (a) Gram Positif dan (b) Gram Negatif serta
Struktur Membran Plasma ....................................................................... 10
6. Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram Negatif .................................. 10
7. Cara Pengukuran Aktivitas Antimikroba ................................................. 16
8. Kemampuan Antagonistik (a) Putih Telur Puyuh dan (b) Putih Telur Itik
terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis ......................................... 17
9. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan
Konsentrasi Putih Telu r yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat
Bakteri Staphylococcus aureus ............................................................... 19
10. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan
Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat
Bakteri Staphylococcus epidermidis ......................................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa
Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus ..........................................................................
31
2. Hasil Uji Least Squares Means Interaksi antara Putih Telur dari
Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus .............................................................
31
3. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa
Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda-beda terhadap Bakteri
Staphylococcus epidermidis ...................................................................
32
4. Hasil Uji Least Squares Means Interaksi a ntara Putih Telur dari Beberapa
Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda-beda terhadap Bakteri
Staphylococcus epidermidis ................................................................... 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Foodborne diseases atau lebih dikenal sebagai keracunan makanan dapat
disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri, dan protozoa.
Meskipun di Indonesia kasus-kasus penyakit asal pangan belum te rcatat dengan
lengkap datanya, namun kasus keracunan pangan bisa disebut sebagai fenomena
gunung es karena pangan dikonsumsi setidaknya tiga kali sehari. Mengingat di
negara maju yang bersanitasi tinggi masih melaporkan mikroorganisme patogen
sebagai penyebab utama kasus penyakit asal pangan, bisa diasumsikan bahwa
kemungkinan
besar
di
Indonesia
pun
banyak
penyakit
yang didominasi
mikroorganisme patogen asal pangan (foodborne pathogen).
Salah satu cara yang ditetapkan untuk mengobati penyakit asal bakteri
patogen adalah penggunaan antibiotik yaitu suatu produk metabolik yang dihasilkan
oleh organisme tertentu yang dalam jumlah sangat kecil bersifat merusak atau
menghambat mikroorganisme lain (Hadioetomo et al., 1988). Penggunaan antibiotik
dengan jenis yang sama secara terus menerus dapat menimbulkan implikasi
menurunkan daya kerja obat serta dapat menimbulkan resistensi. Adanya resistensi
bakteri terhadap antibiotik banyak menimbulkan masalah dan kerugian baik dari segi
medis maupun ekonomis. Alternatif pengobatan terhadap berbagai penyakit tanpa
menggunakan antibiotik yang mudah didapat, murah serta mudah diaplikasikan dan
tidak menyebabkan resiko pada konsumen perlu dicari dan dipelajari. Salah satunya
adalah pemanfaatan antimikroba alami seperti yang terdapat dalam putih telur yang
mengandung sejumlah komponen antimikroba. Ayres et al. (1980) menyatakan,
bahwa antimikroba dalam putih telur terdiri atas lysozyme, conalbumin, avidin dan
apoprotein.
Telur unggas mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Jenis telur unggas
yang banyak tersedia di pasaran adalah telur ayam ras, ayam buras, itik, dan puyuh
karena jenis unggas tersebut banyak dipelihara oleh peternak baik secara ekstensif
maupun intensif.
Beberapa kasus keracunan pangan yang akhir-akhir ini merebak di Indonesia,
mendapatkan
beberapa
bakteri
patogen
yang
bertanggung
jawab
sebagai
penyebabnya, dengan yang paling sering diisolasi adalah Staphylococcus sp.,
Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis merupakan mikroba flora normal yang terdapat pada
permukaan tubuh, seperti pada permukaan kulit, rambut, hidung, mulut dan
tenggorokan. Kebanyakan galur Staphylococcus aureus bersifat patogen serta banyak
mencemari pangan karena tindakan yang tidak higiene dalam penanganan pangan.
Escherichia coli dan Salmonella typhimurium merupakan mikroba patogen yang
banyak menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, keduanya menyebabkan
penyakit dengan gejala gastroenteritis. Hal inilah yang mendasari pentingnya
penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan informasi (a) kemampuan
antimikroba dari putih telur berbagai bangsa unggas, serta (b) sensitivitas bakteri uji
terhadap putih telur.
Perumusan Masalah
Penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan dalam berbagai keperluan
menyebabkan munculnya mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik.
Resistensi ini menjadi masalah yang sangat penting sehingga perlu dicari alternatif
bahan pengganti antibiotik yang aman untuk digunakan dan efektif dalam membunuh
mikroorganisme. Putih telur diketahui memiliki daya antimikroba yang bersifat
bakterisidal terhadap mikroorganisme tertentu karena terkandung substansi
antimikroba alami di dalamnya. Penggunaan putih telur sebagai antimikroba menjadi
alternatif cara untuk (a) menggantikan antibiotik dalam pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri patogen, serta (b) dapat
digunakan sebagai bahan pengawet pangan, khususnya pada produk asal ternak,
dengan tujuan mencegah kontaminasi atau kerusakan pangan oleh bakteri patogen
sehingga dapat mempertahankan keamanan pangan produk. Tersedianya telur dari
berbagai jenis unggas di pasaran menarik untuk dipelajari tentang kemampuan dari
putih telur yang dikandungnya dalam menghambat bakteri baik Gram positif maupun
Gram negatif.
Tujuan
Mempelajari kemampuan antimikroba pada putih telur ayam ras, ayam buras,
itik dan puyuh secara in vitro terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella
typhimurium).
TINJAUAN PUSTAKA
Telur
Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi
karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia
seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral serta
memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur juga sebagai sumber protein
kualitas tinggi dengan kalori rendah serta mengandung beberapa nutrisi penting
lainnya termasuk asam folat, kolin, besi, selenium dan vitamin A, B, D, E, dan K.
Selain itu juga telur sangat bagus sebagai sumber antioksidan (karotenoid, lutein,
zeaxantin) (Davis dan Reeves, 2002).
Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan, bahwa struktur fisik telur dapat
dibagi menjadi tiga bagian utama dengan persentase kurang lebih secara berturutturut dari bagian yang paling luar ya itu kerabang telur sebesar 12,3%, putih telur
55,8% dan kuning telur 31,9% . Komponen kimia telur terbesar adalah air (72,875,6%) diikuti oleh protein (12,8-13,4%) dan lemak (10,5-11,8%). Komposisi
tersebut menunjukkan bahwa telur memiliki gizi yang tinggi (Stadelman dan
Cotterill, 1977).
Menurut Winarno dan Koswara (2002), telur dari beberapa jenis unggas
memiliki fungsi yang sama, yaitu menyediakan kebutuhan hidup makhluk baru. Oleh
sebab itu komposisi telur-telur unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi
kimia antar spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang
dikandungnya, yang umumnya dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan
lingkungannya.
Putih Telur
Putih telur terdapat di antara kulit telur dan kuning telur. Putih telur sering
disebut albumin, berasal dari kata albus yang artinya putih. Sebanyak kurang lebih
40% dari putih telur segar terdiri atas cairan kental, sisanya berupa bahan setengah
padat. Putih telur terdiri atas empat bagian, berturut-turut dari bagian luar sampai
bagian dalam adalah lapisan putih telur encer, lapisan putih telur yang kental, lapisan
putih telur yang encer bagian dalam dan lapisan kalaza (Sarwono, 1994).
Menurut Roma noff dan Romanoff (1963), putih telur yang mengelilingi
kuning telur merupakan bagian yang terbesar dari telur utuh yaitu sekitar 60% .
Perbedaan susunan protein dan lemak pada telur dari beberapa jenis unggas dapat
dilihat pada Tabel 1. Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh
pigmen ovoflavin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan
bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang paling mudah
rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari serabut
ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur.
Tabel 1. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak pada Telur dari Beberapa
Jenis Unggas
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu
(%)
(%)
(%)
(%)
Ayam ras
12,7
11,3
0,9
1,0
Ayam buras
13,4
10,3
0,9
1,0
Itik
13,3
14,5
0,7
1,1
Angsa
13,9
13,3
1,5
1,1
Merpati
13,8
12,0
0,8
0,9
Kalkun
13,1
11,8
1,7
0,8
Puyuh
13,1
11,1
1,0
1,1
Jenis Unggas
Sumber: Listiyowati dan Roospitasari (1992)
Komponen utama dari putih telur adalah air dan protein . Protein putih telur
dalam keadaan tidak berikatan dengan lemak, terdiri atas protein serabut yaitu
ovomucin dan protein globular yaitu ovalbumin , conalbumin, ovomucoid, lysozyme,
flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor dan avidin (Powrie, 1984). Jenis, jumlah dan
karakteristik protein dalam putih telur dapat dilihat pada Tabel 2.
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), selama bertahun-tahun telah
diketahui bahwa bakteri yang tumbuh pada putih telur akan mengalami gangguan.
Hal ini dapat terjadi karena dala m putih telur terkandung substansi tertentu yang
memiliki aktivitas antimikroba. Faktor antimikroba dalam putih telur terdiri atas
lysozyme, conalbumin, avidin dan apoprotein (Ayres et al., 1980). Keberadaan
antimikroba dalam putih telur sangat diperlukan karena akan berfungsi sebagai
pelindung bagi embrio terhadap gangguan, khususnya yang berasal dari
mikroorganisme patogen.
Tabel 2. Jenis, Jumlah dan Karakteristik Protein dalam Putih Telur
Protein
Ovalbumin
Conalbumin
Jumlah relatif
dalam putih telur
-(%) 54
13
Titik
isoelektrik
Berat
molekul
4,6
6,6
45.000
80.000
Ovomucoid
11
3,9-4,3
28.000
Lysozyme
3,5
10,7
14.600
G2 globulin
4
5,5
G3 globulin
4
5,8
30.00045.000
-
Karakteristik
Pospoglikoprotein
Mengikat logam khususnya
besi
Menghambat tripsin
Menghancurkan beberapa
bakteri
-
Ovomucin
1,5
-
-
Sialoprotein
Flavoprotein
0,8
4,1
35.000
Mengikat riboflavin
Ovoglycoprotein
0,5
3,9
24.000
Sialoprotein
Ovomacroglobulin
0,5
4,5-4,7
-
Ovoinhibitor
0,1
5,2
760.000900.000
44.000
Menghambat beberapa protease
9,5
53.000
Mengikat biotin
Avidin
0,05
Sumber: Stadelman dan Cotterill (1977)
Bakteri Patogen
Penyakit yang berasal dari makanan atau dikenal food borne diseases dapat
disebabkan oleh bakteri dan dipindahsebarkan melalui makanan menurut salah satu
dari dua mekanisme yaitu: (1) bakteri yang terdapat dalam makanan menginfeksi
inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan; (2) bakteri mengeluarkan
eksotoksin dalam makanan dan menyebabkan mabuk makanan atau keracunan
makanan bagi yang memakannya (Hadioetomo, 1982). Cara penularan penyakit oleh
bakteri pada manusia dibedakan menjadi (1) intoksikasi yaitu makanan mengandung
toksin yang dihasilkan bakteri yang tumbuh di dalam makanan tersebut, dan (2)
infeksi yaitu penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh
melalui makanan yang telah terkontaminasi dan adanya reaksi dari tubuh terhadap
keberadaan atau metabolit-metabolit yang dihasilkan bakteri selama tumbuh di dalam
tubuh (Frazier dan Westhoff, 1988).
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus
dengan diameter 0,7-0,9 ì m dan termasuk famili Micrococcaceae (Gambar 1).
Bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif, tidak berkapsul, tidak motil dan tidak
membentuk spora. Kumpulan sel-selnya menyerupai buah anggur. Bakteri ini masih
dapat tumbuh pada aw 0,86 dan mempunyai aw optimum pada 0,990-0,995. Suhu
optimum pertumbuhannya adalah 35-38o C (Fardiaz, 1983).
Gambar 1. Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah organisme yang biasanya terdapat di berbagai
bagian tubuh manusia termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Bakteri ini
mempunyai sifat mudah mengkontaminasi makanan (Pelczar dan Chan, 1988).
Staphylococcus aureus memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan
keracunan. Ada enam macam enterotoksin yang diproduksi dalam makanan yaitu
enterotoksin A, B, C1, C2 , D, dan E. Enterotoksin A paling banyak ditemui sebagai
penyebab keracunan makanan dengan akibat terjadinya inflamasi pada kelenjar usus
atau gastroenteritis (Fardiaz, 1983).
Keracunan pangan stapilokokal disebabkan oleh Staphylococci (khususnya
Staphylococcus aureus) yang tumbuh di dalam bahan pangan dan membentuk
enterotoksin sebagai produk metabolitnya. Gejala -gejala keracunan yang ditimbulkan
adalah mual, muntah, kram perut, dan diare. Gejala keracunan ini terjadi antara 1-8
jam (biasanya 2-4 jam) setelah mengkonsumsi bahan pangan yang telah
terkontaminasi (Parker, 2000).
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
dengan diameter 0,5-0,6 ìm, sering berbentuk tunggal, pasangan, dan kelompok
yang tidak beraturan (Gambar 2). Koloni pada media padat berbentuk bundar,
konveks, dengan permukaan licin atau bergranula sedikit dan tepinya tidak beraturan
sedikit atau seluruhnya. Biasanya, koloni me nghasilkan pigmen putih atau kuning,
kadang-kadang oranye, tapi sangat jarang berwarna ungu (Holt et al., 1994).
Gambar 2. Bakteri Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis memiliki sifat fakultatif anaerobik dengan suhu
pertumbuhan optimum 30-37o C, tetapi bakteri ini masih dapat tumbuh pada suhu
45o C dan sering terdeteksi pada suhu 10o C. Staphylococcus epidermidis biasanya
terdapat di alam, tetapi lebih sering ditemukan di kulit dan membran mukosa
manusia dan hewan. Beberapa strain dapat bersifat patogen utama, tapi beberapa
menunjukkan hubungan komensalisme (Mitsuoka, 1990).
Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, termasuk ke dalam famili
Enterobacteriaceae, berdiameter 1,1-1,5 ìm x 2,0-6,0 ì m, batang lurus, motil
dengan flagelum peritrikus atau non motil (Gambar 3) , tumbuh dengan mudah pada
medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan, 1988). Escherichia coli disebut
koliform fekal karena ditemukan di dalam saluran usus hewan dan manusia, sehingga
sering terdapat di dalam feses. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan gejala dan karakteristik penyakit yang ditimbulkan, Escherichia
coli dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu enteroaggregatif Escherichia coli
(EaggEC), enterohemoragik Escherichia coli (EHEC), enteroinvasif Escherichia coli
(EIEC), enteropatogenik Escherichia coli (EPEC), dan enterotoksigenik Escherichia
coli (ETEC) (Jay, 1997). Beberapa jenis Escherichia coli dapat bersifat patogen,
yaitu
serotipe -serotipe
yang
masuk
dalam
golongan
Escherichia
coli
enteropatogenik, Escherichia coli enteroinvasif, Escherichia coli enterotoksigenik,
dan Escherichia coli enterohemoragik (Dewanti, 2003).
Gambar 3. Bakteri Escherichia coli
Salmonella typhimurium
Salmonella typhimurium merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
dengan diameter 1,0-1,5 ìm, berbentuk tunggal, motil dengan flagelum peritrikus
(Gambar 4). Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5-47o C dengan suhu
optimum 35-37oC. Nilai pH optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara
6,5-7,5 sedangkan aw optimum untuk pertumbuhannya adalah 0,945-0,999 (Fardiaz,
1983). Bakteri ini menghasilkan asam hasil fermentasi dari glukosa, maltosa, manitol
dan sorbitol, serta menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, tidak dapat
memfermentasi salisin, sukrosa dan laktosa. Salmonella typhimurium merupakan
salah satu spesies Salmonella sp yang cukup resisten terhadap asam (Jay, 1978).
Gambar 4. Bakteri Salmonella typhimurium
Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang jika
tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut
salmonelosis. Gejala salmonelosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis
yang
disebabkan
oleh Salmonella
typhimurium.
Salmonella
tidak
selalu
menimbulkan perubahan dalam warna, bau, maupun rasa pada makanan yang
terkontaminasinya. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan semakin
besar kemungkinan timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella (Jay, 1978).
Dinding Sel Bakteri
Lay da n Hastowo (1992) menyatakan, bahwa dinding sel bakteri Gram
negatif merupakan struktur berlapis yaitu berupa lipoprotein, lipopolisakarida dan
peptidoglikan. Bakteri Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing
yaitu pada lapisan lipopolisakarida (Branen dan Davidson, 1993). Dinding sel bakteri
Gram positif hanya memiliki satu la pis yang tebal yaitu peptidoglikan. Struktur lain
dari dinding sel bakteri Gram positif yaitu asam teikoat yang merupakan polisakarida
bersifat asam dan mengandung ulangan rantai gliserol atau ribitol. Meskipun struktur
dari bakteri Gram positif dan Gram negatif berbeda, tetapi susunan kimia dari
dinding sel bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif tidak menunjukkan
perbedaan yang mencolok. Perbedaan dalam struktur dinding sel bakteri Gram positif
dan Gram negatif dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) Dinding sel bakteri Gram positif
(b) Dinding sel bakteri Gram negatif
Gambar 5. Dinding Sel Bakteri (a) Gram positif dan (b) Gram negatif serta
Struktur Membran Plasma
Menurut Lay dan Hastowo (1992), lapisan membran luar yang meliputi
peptidoglikan menyebabkan dinding sel bakteri Gram negatif kaya akan lipida
(11-22%). Lipida yang terdapat dalam lapisan membran luar terdiri atas polisakarida
dan protein. Lipida dan polisakarida ini saling berikatan erat satu dengan lainnya dan
membentuk struktur khas yang disebut lipopolisakarida atau LPS (Gambar 6). Fungsi
dari lipopolisakarida (LPS) adalah (1) penahan pertama, jika terdapat bahan yang
akan masuk ke dalam sel karena bahan tersebut harus melalui lapisan ini,(2) pada
ruangan periplasma memiliki protein pengikat yang bukan merupakan enzim akan
tetapi memiliki sifat mengikat ke suatu zat tertentu, (3) penahan yang bersifat
impermeabel terhadap enzim yang berperan dalam pertumbuhan dinding sel, serta (4)
LPS bersifat toksin (endotoksin) yang merupakan bagian dari sel dan hanya
dilepaskan sewaktu lisis (Lay dan Hastowo, 1992).
Gambar 6. Lipopolisakarida (LPS) dari Bakteri Gram Negatif
Antimikroba
Antimikroba adalah suatu senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh
organisme hidup termasuk struktur analoginya yang dibuat secara sintetik yang
dalam konsentrasi rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu
spesies atau lebih mikroorganisme (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Senyawa
antimikroba adalah senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelczar dan Reid ,1979).
Berdasarkan perbedaan sensitivitas terhadap mikroba, antimikroba dapat
dibedakan
menjadi
dua
kelompok.
Kelompok
pertama
yaitu antimikroba
berspektrum luas, artinya antimikroba tersebut mampu menghambat sejumlah besar
bakteri Gram positif, Gram negatif dan mikoplasma. Ke lompok kedua yaitu
antimikroba berspektrum se mpit, artinya antimikroba tersebut hanya mampu
menghambat terhadap mikroba tertentu saja (Siswandono dan Soekardjo, 1995).
Menurut Setiabudy dan Gan (1995), mekanisme kerja antimikroba terhadap
mikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
a) antimikroba yang mengganggu metabolisme sel mikroba, yaitu dengan
menghambat pembentukan asam folat yang merupakan zat yang dibutuhkan
untuk kelangsungan hidupnya. Contohnya adalah trimetoprim dan golongan
sulfonamid;
b) antimikroba yang menghambat sintesa dinding sel mikroba, yaitu dengan
menghambat pembentukan polipeptidoglikan yang merupakan komponen
penting dari dinding sel mikroba. Contohnya adalah penisilin dan
sefalosporin;
c) antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba, yaitu dengan
merusak permeabilitas selektif dari membran sel tersebut. Contohnya adalah
polimiksin dan golongan polien;
d) antimikroba yang menghambat sintesa protein sel mikroba yang berlangsung
di ribosom. Contohnya adalah golongan tetrasiklin, kloramfenikol dan
eritromisin; dan
e) antimikroba yang menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba, yaitu
dengan menghambat DNA girase yang berfungsi dalam penataan kromosom
sel mikroba. Contohnya adalah enrofloksasin.
Menurut Fardiaz (1992), zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal
(membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal
(membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal
(menghambat germinasi spora bakteri). Komponen suatu zat antimikroba dalam
menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba
(jenis, umur, konsentrasi dan keadaan mikroba ), dan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan termasuk kadar air, pH, jenis senyawa di dalamnya (Frazier dan Westhoff,
1988).
Zat-zat yang digunakan sebagai antimikroba harus memiliki beberapa kriteria
ideal antara lain tidak bersifat racun bagi bahan pangan, ekonomis, tidak
menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan
aktifitas karena adanya komponen tertentu dalam bahan pangan, tidak menyebabkan
timbulnya galur yang resisten dan sebaiknya membunuh daripada hanya
menghambat pe rtumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai
Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan
Agustus 2005.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu telur dari beberapa jenis unggas umur 1-2 hari
(telur ayam ras berasal dari peternakan Bapak Haji Ujang di Cibeureum Bogor, telur
puyuh berasal dari peternakan BESTARI di Dramaga Bogor, telur ayam buras dan
telur itik berasal dari Balai Penelitian Ternak di Ciawi Bogor) yang diambil putih
telurnya sebagai sumber antimikroba, bakteri uji (Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Salmonella typhimurium dan Escherichia coli) kultur
umur 24 jam yang merupakan koleksi dari Balai Penelitian Veteriner (Balitvet)
Bogor, Mueller Hinton Agar, alk ohol, akuadestilata , larutan Buffer Pepton Water.
Alat
Alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, cawan Petri, Bunsen, sengkelit
(Ose), tabung reaksi berulir , vortex, inkubator, autoklaf, mikropipet, alat pelubang
(cork borer), rak tabung, gelas piala, Erlenmeyer, kapas, tissue, aluminium foil,
jangka sorong, dan alat fotografi.
Rancangan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 5 dengan
tiga kali ulangan. Perlakuan pertama adalah putih telur yang berasal dari jenis unggas
berbeda yaitu telur ayam ras, ayam buras, puyuh, itik; dan perlakuan kedua adalah
konsentrasi telur yang berbeda yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Peubah yang diamati
berupa diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis , Escherichia coli dan Salmonella typhimurium.
Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisa sidik ragam
(ANOVA / Analysis of Variance) untuk mempelajari pengaruh interaksi antara putih
telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda
terhadap diameter zona hambat yang terbentuk pada masing-masing bakteri uji.
Apabila analisa sidik ragam menunjukkan interaksi yang berbeda nyata, maka
dilanjutkan dengan uji Least Squares Means (LSM) dan apabila interaksi tidak
berbeda sedangkan masing-masing faktor menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata , maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan. Menurut Steel dan
Torrie (1995), model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = ì + ái + âj + (áâ)ij + åijk
Keterangan:
Yijk
= Respon yang didapat dari pengaruh perlakuan pertama ke -i, perlakuan
kedua ke-j dan ulangan ke-k
ì
= Nilai rataan umum
ái
= Pengaruh perlakuan pertama ke-i
âj
= Pengaruh perlakuan kedua ke-j
(áâ)ij = Pengaruh interaksi dari pengaruh perlakuan pertama ke-i, perlakuan
kedua ke-j
åijk
= Gallat percobaan dari pengaruh perlakuan pertama ke-i, perlakuan kedua
ke-j dan ulangan ke-k
i
= Putih telur ayam ras, ayam buras, puyuh dan itik
j
= 60, 70, 80, 90 dan 100%
k
= 1, 2 dan 3
Prosedur
Pembuatan Larutan Pengencer (Oxoid, 1998)
Larutan pengencer yang digunakan adalah Buffer Pepton Water. Larutan ini
dibuat dengan melarutkan 20 gram
Buffer Pepton Water dalam satu liter
akuadestilata sambil diaduk sampai merata. Larutan yang terbentuk dimasukkan ke
dalam tabung-tabung reaksi berulir dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu
115oC selama 20 menit.
Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (Oxoid, 1998)
Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan 38 gram Mueller
Hinton Agar dalam satu liter akuadestilata, kemudian dia duk sambil dipanaskan di
atas kompor hingga mendidih. Media agar disterilkan dalam autoklaf selama 15
menit pada suhu 121o C. Nilai pH akhir media adalah 7,3 ± 0,2.
Persiapan Suspensi Bakteri Uji (Oxoid, 1998)
Bakteri uji dibiakkan pada media agar nutrie n miring selama 24 jam pada
suhu 37o C, kemudian diambil dengan sengkelit (ose) dan disuspensikan dengan cara
dimasukkan ke dalam tabung berisi lima ml larutan Buffer Pepton Water steril.
Suspensi yang terbentuk disetarakan kekeruhannya (turbidity) dengan standar
Mc. Farland no. 2, yang memiliki kesetaraan dengan jumlah populasi bakteri sebesar
8x108 sel bakteri/ml. Suspensi bakteri yang terbentuk kemudian diencerkan dengan
Buffer Pepton Water steril sampai diperoleh konsentrasi 8x10 6 sel bakteri/ml.
Pe ngujian Kemampuan Ant agonistik Putih Telur (Wolf dan Gibbons, 1996)
Sebanyak satu ml bakteri uji yang telah diencerkan dipipet ke dalam cawan
Petri dan ditambahkan agar Mueller-Hinton sebanyak 20 ml. Cawan petri beserta isi
digerakkan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan campuran anta ra
media dan bakteri uji. Bila media agar tersebut telah mengeras, lalu dibuat sumur di
dalam cawan Petri tersebut dengan menggunakan cork borer steril. Bagian dasar
sumur dilapisi dengan media agar sehingga tertutup. Putih telur sebagai bahan uji
dengan konsentrasi yang berbeda ditambahkan ke dalam masing-masing sumur
dengan volume 50 µl. Konsentrasi putih telur ditentukan dengan cara menambahkan
akuadestilata steril sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki (Contoh: konsentrasi
60% b/v berarti putih telur ditimbang sebanyak 60 gram lalu ditambahkan
akuadestilata steril hingga volume keseluruhan mencapai 100 ml). Konsentrasi dari
masing-masing bahan uji yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100%. Seluruh cawan yang berisi
bakte ri uji dan bahan uji diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Zona hambat
yang terbentuk di sekitar sumur diamati dan diukur diameternya. Diameter dari
masing-masing daerah zona bening diukur sebanyak tiga kali di tempat yang
berbeda -beda dan hasilnya dirata-ratakan. Cara pengukuran diameter zona bening
dapat dilihat pada Gambar 7.
Pertumbuhan Bakteri Uji
Diameter Zona Hambat (mm)
(3 kali pengukuran)
Diameter Sumur (6 mm)
Zona Bening Tanpa Pertumbuhan
Bakteri Uji
Gambar 7. Cara Pengukuran Aktivitas Antimikroba
HASIL DAN PEMBAHASAN
Putih telur mengandung substansi tertentu yang bersifat sebagai antimikroba.
Zat-zat aktif bersifat antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain
lysozyme , conalbumin, avidin dan apoprotein. Aktivitas antimikroba pada putih telur
ditunjukkan dengan tidak tumbuhnya bakteri yang diuji di sekitar sumur yang diisi
dengan putih telur sehingga terbentuk zona hambat. Hasil konfrontasi putih telur
dengan bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 8.
(a) Telur Puyuh
(b) Telur Itik
Gambar 8. Kemampuan Antagonistik (a) Putih Telur Puyuh dan (b) Putih
Telur Itik terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis
Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas
terhadap Bak teri Uji
Staphylococcus aureus
Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat
dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara putih
telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda -beda
sangat berpengaruh
(P<0,01)
terhadap
zona
hambat
pertumbuhan
bakteri
Staphylococcus aureus (Lampiran 1). Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus yang terbentuk pada konsentrasi putih telur 100% secara
berurutan mulai dari yang terendah hingga tertinggi dihasilkan oleh telur itik (6 mm),
puyuh (9,09 mm), ayam buras (9,87 mm), dan ayam ras (10,39 mm).
Tabel 3. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi
Konsentrasi (%)
Jenis Unggas
60
70
80
90
100
-----------------------------------(mm)------------------------------------Ayam buras
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
9,87±0,26b
Itik
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
Puyuh
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
9,09±0,02c
Ayam ras
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
6,00±0,00d
10,39±0,06 a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk kan berbeda sangat nyata
(P<0,01)
Diameter sumur yaitu 6 mm
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam ras memiliki kemampuan paling
baik dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan Listiyowati
dan Roospitasari (1992) urutan kandungan protein beberapa jenis unggas dari yang
terbesar secara berturut-turut yaitu ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras dengan
besaran masing-masing 13,4; 13,3; 13,1; dan 12,7%. Stadelman dan Cotterill (1977)
menyatakan, bahwa komposisi antimikroba dalam putih telur yaitu lysozyme ,
conalbumin , avidin dan apoprotein masing-masing sebesar 3,5; 13; 0,05; dan 0,8%
atau total sebesar 17,35% terhadap jumlah relatif dalam putih telur. Bila dihitung
berdasarkan ketentuan tersebut maka akan didapatkan komponen antimikroba dalam
putih telur ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras masing-masing sebesar 1,29; 1,28;
1,26; dan 1,22%. Hasil tersebut menunjukkan seharusnya ayam buras yang memiliki
kemampuan menghambat lebih besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hal
ini tidak dijumpai pada penelitian ini disebabkan oleh (1) Listiyowati dan
Roospitasari tidak menjelaskan bahwa jenis unggas yang diuji mendapatkan
perlakuan yang sama dalam budidaya khususnya pemberian pakan, sehingga
pemberian pakan yang berbeda berpengaruh terhadap persentase protein yang
dihasilkan dalam putih telur, (2) kemampuan metabolisme suatu jenis unggas
dipengaruhi oleh genetik. Telur itik tidak menunjukkan kemampuan menghambat
bakteri Staphylococcus aureus, karena tidak didapatkan zona penghambatan di
sekitar sumur. Hal ini bukan berarti bahwa putih telur itik tidak mengandung
antimikroba, tetapi dapat dinyatakan bahwa konsentrasi antimikroba dalam putih
telur
itik
belum
mencapai
konsentrasi
minimum
(Minimum
Inhibitory
Diameter Zona Hambat (mm)
Concentration) untuk menghambat bakteri Staphylococcus aureus.
13
12
11
10
9
8
7
6
5
60
70
80
90
100
Konsentrasi Putih Telur (%)
Buras
Itik
Puyuh
Ras
Gambar 9. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda
dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap
Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus
Interaks i antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi
putih telur yang berbeda terhadap diameter zona hambat bakteri Gram positif yaitu
Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 9. Konsentrasi putih telur sebesar
60, 70, 80 dan 90% tidak menunjukkan zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus
aureus. Zona hambat dari putih telur masing-masing jenis unggas terhadap bakteri
Staphylococcus aureus terlihat pada konsentrasi 100%. Hal ini berarti penghambatan
dari putih telur beberapa jenis unggas terhadap bakteri Staphylococcus aureus efektif
pada konsentrasi 100%. Putih telur dari ayam ras memiliki diameter zona hambat
yang paling tinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus diikuti oleh putih telur
ayam buras dan puyuh, sedangkan putih telur itik tidak menunjukkan penghambatan.
Staphylococcus epidermidis
Rataan
diameter
zona
hambat
pertumbuhan
bakteri Staphylococcus
epidermidis terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai
konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur
yang berbeda-beda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis berbeda sangat
nyata (P<0,01) (Lampiran 2). Bakteri Staphylococcus epidermidis mampu dihambat
oleh putih telur dari ayam buras, itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 60, 70,
80, 90, dan 100%. Telur itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 100% memiliki
daya hambat yang paling baik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
ditunjukkan oleh zona hambat yang nyata lebih besar dibandingkan dari telur ayam
buras.
Tabel 4. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
epidermidis terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi
Konsentrasi (%)
Jenis Unggas
60
70
80
90
100
-----------------------------------(mm) ----------------------------------9,42±0 ,59efg
9,83±0,24def
10,00±0,00de
10,17±0,23cde
10,20±0,36cde
7,65±0,49i
8,65±0,49g h
8,80±0,28g h
8,50±0,00h
11,98±0,08a
Puyuh
10,00±0,00de
10,58±0,82bcd
10,92±0,83bcd
11,25±0,35b
12,00±0,10a
Ayam ras
9,00±0,00g h
9,17±0,23fgh
9,17±0,23fgh
9,17±0,23fgh
12,02±0,16a
Ayam buras
Itik
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk kan berbeda sangat nyata
(P<0,01)
Diameter sumur yaitu 6 mm
Interaksi antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi
putih telur yang berbeda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dapat dilihat
pada Gambar 10. Putih telur baik dari ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh mampu
menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis pada berbagai konsentrasi putih
telur yang diuji yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Semakin besar konsentrasi putih telur
ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh yang digunakan maka semakin besar zona
hambat yang terbentuk. Telur puyuh menunjukkan zona hambat yang terbaik
terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis diikuti ole h putih telur ayam buras,
kemudian putih telur ayam ras dan puyuh.
Diameter Zona Hambat (mm)
13
12
11
10
9
8
7
6
5
60
70
80
90
100
Konsentrasi Putih Telur (%)
Buras
Itik
Puyuh
Ras
Gambar 10. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda
dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap
Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus epidermidis
Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram
negatif tidak mampu dihambat oleh putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun
konsentrasi yang digunakan sudah mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas
pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia
coli terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi
Konsentrasi (%)
Jenis Unggas
60
70
80
90
100
--------------------------------(mm)-----------------------------------Ayam buras
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Itik
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Puyuh
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Ayam r as
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Keterangan : Diameter sumur yaitu 6 mm
Salmonella typhimurium
Bakteri Salmonella typhimurium yang termasuk dalam kelompok bakteri
Gram negatif, seperti halnya bakteri Escherichia coli tidak mampu dihambat oleh
putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun konsentrasi yang digunakan sudah
mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Salmonella
typhimurium terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai
konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella
typhimurium terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi
Jenis
Unggas
Konsentrasi (%)
60
70
80
90
100
------------------------------------(mm)-------------------------------------Ayam buras
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Itik
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Puyuh
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Ayam r as
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
6,00±0,00
Keterangan : Diameter sumur 6 mm
Mekanisme Penghambatan Antimikroba Putih Telur dari Beberapa Jenis
Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang
termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif memiliki sensitivitas terhadap
antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan adanya zona hambat
di sekitar sumur. Penghambatan yang terbentuk disebabkan oleh struktur dinding sel
bakteri Gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa
antimikroba untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja.
Sebaliknya, bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhimurium yang termasuk
dalam kelompok bakteri Gram negatif menunjukkan resistensi sensitivitas terhadap
antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan tidak adanya zona
hambat yang terbentuk di sekitar sumur.
Bakteri Staphylococcus epidermidis menunjukkan sensitivitas yang lebih
tinggi terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur dibandingkan bakteri
Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan bakteri Staphylococcus aureus memiliki
protein-A pada dinding selnya. Menurut Suarsana (2005), protein -A merupakan
protein permukaan yang berikatan secara kovalen dengan struktur peptidoglikan
yang terdapat pada dinding sel sejumlah strain bakteri Staphylococcus koagulase
positif. Protein-A sebagai protein permukaan secara khusus bersifat patogenik pada
bakteri Staphylococcus .
Antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain lysozyme ,
conalbumin , avidin, dan apoprotein. Lysozyme dari telur ayam merupakan suatu
enzim yang dapat menghancurkan dinding sel dari kelompok tertentu bakteri Gram
positif. Penemuan-penemuan sampai saat ini menunjukkan bahwa strain patogen dari
kelompok bakteri Gram negatif resisten terhadap lysozyme (Slominski, 2004).
Bakteri Gram negatif kurang peka terhadap aksi bakteriolitik dari lysozyme
disebabkan struktur pembungkus yang komplek dari bakteri Gram negatif seperti
pada bakteri Escherichia coli atau Salmonella typhimurium. Adanya struktur
membran luar menyebabkan berkurangnya aktifitas lysozyme untuk masuk ke dalam
bagian bakteri tersebut (Davis dan Reeves, 2002). Selain memiliki sifat sebagai
bakterisidal,
lysozyme
juga
dapat
berfungsi
sebagai
antifungi.
Menurut
Samaranayake et al. (2001), sifat antifungi dari Lysozyme yaitu melalui hidrolisis
enzimatis dari ikatan N-glikosidik di dinding sel mikroba dan merusak membran
sitoplasma yang diikuti pengikatan kation-protein secara langsung. Lysozyme juga
dapat mendegradasi peptidoglikan, yaitu suatu multimole-kuler yang merupakan
bagian penyusun dinding sel bakteri. Sesuai dengan namanya, N-acetylglucosamyl
N-acetylmuramidase , lysozyme mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan 1,4 â-glikosidik
antara N-acetylmuramic acid (NAM) dengan N-acetylglucosamine (NAG) pada
peptidoglikan dinding sel bakteri (Cottagnoud dan Tomasz, 1993). Apabila ikatan
1.4 â-glikosidik putus maka lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel akan
putus pula, sehingga dinding sel mengalami kerusakan.
Mekanisme kerja conalbumin (ovotransferrin) sebagai zat antimikroba yaitu
dengan cara mengikat unsur-unsur logam. Fungsi beberapa unsur logam bagi bakteri
adalah sebagai kofaktor beberapa enzim. Apabila unsur-unsur logam diikat oleh
conalbumin dari putih telur maka mekanisme kerja enzim akan terganggu sehingga
proses metabolisme mikroba akan terganggu pula. Unsur -unsur logam yang diikat
oleh conalbumin terutama unsur logam besi, tembaga dan seng. Unsur logam besi
merupakan kofaktor enzim katalase, sitokrom-sitokrom dan peroksidase. Enzim
katalase merupakan enzim yang bertindak sebagai katalisator pada proses pemecahan
hidrogen peroksida (H2 O2 ). Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan zat yang bersifat
racun bagi bakteri, zat ini harus segera dirombak oleh enzim katalase agar menjadi
oksigen dan air sehingga tidak beracun bagi bakteri. Apabila unsur logam besi diikat
conalbumin putih telur maka kerja enzim katalase akan terganggu sehingga hidrogen
peroksida (H 2 O2) tidak dapat dirombak oleh bakteri dan akan meracuni bakteri,
akibatnya bakteri mengalami kematian. Ayres et al. (1980) menyatakan, bila dalam
biakan mikroba terkandung conalbumin maka penggunaan glukosa dan produksi
enzim katalase pada bakteri Staphylococcus aureus akan berkurang.
Selain mengandung conalbumin , putih telur juga mengandung zat aktif
antimikroba lainnya yaitu apoprotein (flavoprotein). Menurut Davis dan Reeves
(2002), apoprotein dapat menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu dengan cara
mengikat vitamin B2 (riboflavin) . Fungsi vitamin B2 (riboflavin) adalah sebagai
koenzim FMN dan FAD bagi enzim-enzim oksidase D dan L asam amino, laktat
dehidrogenase, suksinat dehidrogenase dan asil-KoA dehidrogenase. Beberapa enzim
tersebut sangat berperan dalam proses metabolisme bakteri, yaitu pada proses
glikolisis dan siklus asam sitrat (TCA). Apabila vitamin B2 (riboflavin) sebagai
koenzimnya diikat oleh apoprotein dari putih telur maka proses metabolisme bakteri
seperti glikolisis dan siklus asam sitrat (TCA) akan terhambat. Hal ini akan berakibat
bakteri tidak mendapat energi yang cukup untuk kehidupannya sehingga bakteri
dapat mengalami kematian. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Minor dan Marth
(1976) yang menyatakan, bahwa bakteri Staphylococcus aureus mendapat energi
melalui proses glikolisis, siklus asam sitrat (TCA) dan heksosa monophosphat shunt
(HMS). Proses metabolisme tersebut harus tetap berlangsung selama bakteri hidup.
Mekanisme kerja dari avidin adalah dengan jalan mengikat vitamin B7
(biotin). Fungsi vitamin B7 (biotin) adalah sebagai koenzim biotinillisin (biositin)
untuk enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetil-KoA. Kedua enzim
tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam proses fiksasi CO2 , biosintesa
asam lemak dan glukoneogenesis. Apabila vitamin B7 (biotin) sebagai koenzim diikat
oleh avidin dari putih telur, maka aktivitas enzim karboksilase propionil-KoA dan
karboksilase asetil-KoA menjadi tidak berfungsi, sehingga menyebabkan proses
fiksasi CO2 , biosintesa asam lemak dan glukoneogenesis terganggu dan akibatnya
bakteri akan mengalami kematian. Thenawijaya (1988) menyatakan, bahwa adanya
avidin akan menyebabkan enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetilKoA menjadi tidak aktif. Hal ini terjadi karena avidin akan berikatan melalui ikatan
amida dengan vitamin B7 (biotin) secara kovalen.
Konsumsi putih telur segar sebagai pangan pada manusia dapat menimbulkan
resiko karena keberadaan komponen antimikroba di dalamnya antara lain
conalbumin dan avidin sebagai antinutrisi. Keberadaan antinutrisi dalam tubuh akan
menyebabkan terganggunya proses penyerapan zat-zat makanan yang terdapat di
dalam perut, misalnya terganggunya proses penyerapan Fe ke dalam tubuh akibat
adanya conalbumin yang mampu mengikat Fe. Oleh karena itu, sangat disarankan
konsumsi putih telur segar harus dihindarkan. Konsumsi putih telur dapat dilakukan
apabila putih telur telah mengalami pengolahan yaitu perlakuan pemanasan atau
yang mampu menginaktifkan komponen-komponen antinutrisi tersebut.
Kandungan antimikroba yang terdapat dalam putih telur sangat cocok jika
digunakan sebagai obat untuk luka yang terjadi pada kulit atau pengobatan kulit luar.
Hal ini didasarkan bahwa bakteri-bakteri yang sering dijumpai pada luka yang
terdapat pada kulit adalah bakteri Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
aureus yang dalam penelitian ini dapat dibuktikan mampu dihambat oleh
antimikroba yang terdapat dalam putih telur. Aplikasi lain yang bisa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan putih telur sebagai bahan pengawet
dalam bahan-bahan makanan yang belum mengalami proses pengolahan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Putih telur dari berbagai bangsa unggas menunjukkan kemampuan
menghambat bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus pada konsentrasi
100% dan Staphylococcus epidermidis dimulai pada konsentrasi 60 %. Bakteri Gram
positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) dan bakteri Gram
negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium) yang dibedakan oleh susunan
dinding selnya memiliki respon yang berbeda terhadap daya penghambatan dari zat
antimikroba yang terdapat di dalam putih telur.
Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis memiliki
sensitivitas yang paling besar terhadap putih telur dari telur ayam ras pada
konsentrasi 100%. Semakin besar konsentrasi putih telur yang digunakan, maka
semakin besar zona hambat pertumbuhan bakteri uji yang didapatkan. Bakteri gram
negatif (Escherichia coli dan Salmonella typhimurium) menunjukkan resistensi
sensitivitas terhadap putih telur dari telur ayam ras, ayam buras, itik, dan puyuh.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan kadar zat
antimikroba serta konsentrasi daya hambat minimum (Minimum Inhibitory
Concentration) pa da masing-masing zat antimikroba yang terdapat pada putih telur
dari bangsa unggas yang berbeda terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan karunia dan
rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan
pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang
banyak membantu baik materi, doa, motivasi, kasih sayang, serta semangat yang
tiada henti diberikannya. Kepada kakak dan adek tercinta yang selalu memberikan
keceriaan, memberikan doa, semangat serta warna indah dalam hidup Penulis.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan khusus kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie
Maheswari, DEA dan Dra. Masniari Poeloengan, MS yang telah membimbing,
mengarahkan, dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir
penulisan skripsi. Saran-saran, nasehat dan ilmu yang telah terbagi merupakan
pengalaman yang berharga bagi penulis.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada drh. Pallawarukka,
MSc., Phd atas bimbingan akademik kepada penulis sampai akhirnya penulis dapat
menyelesaikan pendidikan. Kepada seluruh staff Balai Penelitian Veteriner (Balitvet)
Bogor yang telah memberikan kesempatan dan membantu Penulis melaksanakan
penelitian. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada CHK yang telah
banyak membantu mengolah data, diskusi, kebersamaan dan motivasinya. Tak lupa
pula teman-teman ISBA Bogor, IAAS LC IPB, teman-teman sepenelitian di Balitvet,
dan teman-teman THT angkatan 38, you guys make my life colourfull.
Terakhir Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika
Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor,
Penulis
Januari 2006
DAFTAR PUSTAKA
Ayres, J. C., J. O Mundt, W. E. Sandine. 1980. Microbiology of Foods. W. H.
Freeman and Company. San Francisco.
Branen, A. L. dan P. M. Davidson. 1993. Antimicrobial in Food. New York: Marcel
Dekker.
Bridson, E. Y. 1998. The Oxoid Manual. 8th Edition. Oxoid Limited, Hampshire.
Cottagnoud, P. dan A. Tomasz. 1993. Triggering of pneumococcal autolysis by
lysozyme. J. Infect. Dis. 167: 684-690.
Davis, C. dan R. Reeves. 2002. High Value Opportunities from The Chicken Egg.
http://www.rirdc.gov.au/reports/EGGS/02-094.pdf [7 Januari 2006].
Dewanti, R. H. 2002. Keracunan Pangan Tak Hanya Sebabkan Diare. http://www.
kompas.com/kompas-cetak/0212/15/iptek/kera22.htm. [21 Agustus 2005].
Dewanti, R. H. 2003. Bakteri Indikator Keamanan Air Minum. http://www.
kompas.co.id/kompas-cetak/030629/iptek/395680.htm. [21 Agustus 2005].
Fardiaz, S. 1983. Keamanan Pangan. Jilid I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama Bekerja
Sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Giz i Institut Pertanian
Bogor, Jakarta.
Frazier, W. H. dan D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. Mc Grawthel
Publishing Company Ltd, New Delhi.
Hadioetomo, R. S. 1982. Dasar-dasar Mikrobiologi. Bagian Mikrobiologi
Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Hadioetomo, R. S., T. Imas, S. S. Tjitrosomo dan S. L. Angka. 1988. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Jilid 1. UI Press, Jakarta.
Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley dan S. T. Williams. 1994.
Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th Edition. Williams and
Wilkins, Baltimore.
Jay, J. M. 1978. Modern Food Microbiology. AVI Publ. Co. Inc., Westport,
Connecticut.
Jay, S. J. 1997. Modern Food Microbiology. 5th Edition. Chapman and Hall, New
York.
Lay, B. W. dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta.
Listiyowati, E. dan K. Roospitasari. 1992. Puyuh: Tata Laksana Budidaya Secara
Komersial. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Minor, T. E. dan E. H. Marth. 1976. Staphylococci and Their Significance in Foods.
Elsevier Scientific Publishing Company Oxford, New York.
Mitsuoka, T. 1990. A Profile of Intestinal Bacteria. Yakult Honsha Co., Ltd, Tokyo.
Parker, T. C. B. 2000. Staphylococcus aureus. Dalam : B. M. Lund., T. C. B. Parker.,
G. W. Gould (Editor). The Microbial Safety and Quality of Food. Vol
11:1317-1335. Maryland, Aspen.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Terjemahan R.
S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo dan S. L. Angka. UI Press, Jakarta.
Pelczar, M. J. dan R. D. Reid. 1979. Microbiology. Tata Mc Graw Hill Publ. Co. Ltd,
New York.
Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Willey and Sons,
Inc , New York.
Samaranayake,Y. H., L. P. Samaranayake, E. H. N. Pow, V. T. Beena dan K. W. S.
Yeung. 2001. Antifungal effects of lysozyme and lactoferrin against
genetically similar, sequential Candida albicans isolates from a human
immunodeficiency virus-infected. J. Clin. Microbiol. 39(9):3296-3302.
Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiabudy, R dan V. H. S. Ganiswara. 1995. Pengantar Antimikroba. Dalam : S. G.
Ganiswara , R. Setiabudy, F. D. Suyatna , Purwantyastuti dan Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4. FKUI, Jakarta.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Siswandono dan B. Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press.
Surabaya.
Slominski, B. A. 2004. Modified Lysozyme As A Potential Alternative To
Antibiotics In Animal Nutrition. Agri-Food Research and Development
Initiative. http://www.gov.mb.ca/agriculture/research/ardi/projects/00-12.html
[7 Januari 2006].
Stadelman, M. J., dan O. J. Cotterill. 1977. Egg Science and Technology. The AVI
Publishing, Inc. Westport, Connecticut.
Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan
B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suarsana, I. N. 2005. Protein -A: Peranannya dalam Mekanisme Infeksi. J. Veteriner
FKH Universitas Udayana. http://www.jvetunud.com/?p=31 [25 Juli 2005].
Thenawijaya, M. 1988. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-BRIO Press, Bogor.
Wolf, C. E. dan W. R. Gibbons. 1996. Improved method for qualification of the
bacteriosin nisin. J. Applied Bacteriol. 80: 453-457.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari
Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hit
Pr>F
Unggas
3
4,99077500
1,66359167
283,57
0,0001
Konsentrasi
4
70,51467273
17,62866818
3004,89
0,0001
Unggas*Konsentrasi
12
25,40758182
2,11729848
360,90
0,0001
Galat
24
0,14080000
0,00586667
Total
43
105,59089773
Lampiran 2. Hasil Uji Least Squares Means Interaksi antara Putih Telur dari
Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
i/j
1
1
.
2 1.0000
3 1.0000
4 1.0000
5 0.0001
6 1.0000
7 1.0000
8 1.0000
9 1.0000
10 1.0000
11 1.0000
12 1.0000
13 1.0000
14 1.0000
UNGGAS
KONSTR
Buras
Buras
Buras
Buras
Buras
Itik
Itik
Itik
Itik
Itik
Puyuh
Puyuh
Puyuh
Puyuh
Puyuh
Ras
Ras
Ras
Ras
Ras
60
70
80
90
100
60
70
80
90
100
60
70
80
90
100
60
70
80
90
100
2
1.0000
.
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
3
1.0000
1.0000
.
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
Least Squares Means
SA
Std Err
LSMEAN
LSMEAN
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
9.8866667
0.0442217
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0442217
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
9.0866667
0.0442217
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
6.0000000
0.0541603
10.3966667
0.0442217
4
1.0000
1.0000
1.0000
.
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
5
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
.
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
Pr > |T|
LSMEAN
H0:LSMEAN=0
Number
0.0001
1
0.0001
2
0.0001
3
0.0001
4
0.0001
5
0.0001
6
0.0001
7
0.0001
8
0.0001
9
0.0001
10
0.0001
11
0.0001
12
0.0001
13
0.0001
14
0.0001
15
0.0001
16
0.0001
17
0.0001
18
0.0001
19
0.0001
20
6
7
8
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
0.0001 0.0001 0.0001
.
1.0000 1.0000
1.0000
.
1.0000
1.0000 1.0000
.
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
9
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
.
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
10
11
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
0.0001 0.0001
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
.
1.0000
1.0000
.
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
1.0000 1.0000
15
16
17
18
19
20
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
0.0001 0.0001 0.0001
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0000 1.0000 1.0000
1.0 000 1.0000 1.0000
0.0001 0.0001 0.0001
i/j
12
1 1.0000
2 1.0000
3 1.0000
4 1.0000
5 0.0001
6 1.0000
7 1.0000
8 1.0000
9 1.0000
10 1.0000
11 1.0000
12
.
13 1.0000
14 1.0000
15 0.0001
16 1.0000
17 1.0000
18 1.0000
19 1.0000
20 0.0001
13
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
.
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
14
15
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
0.0001 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
.
0.0001
0.0001
.
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
0.0001 0.0001
16
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
.
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
17
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
.
1.0000
1.0000
0.0001
18
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
0.0001
1.0000
1.0000
.
1.0000
0.0001
19
20
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
0.0001 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
0.0001 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
1.0000 0.0001
.
0.0001
0.0001
.
Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari
Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda
terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hit
Pr>F
Unggas
3
18,76339286
6,25446429
49,80
0,0001
Konsentrasi
4
39,00901288
9,75225322
77,65
0,0001
Unggas*Konsentrasi
12
15,29518409
1,27459867
10,15
0,0001
Galat
24
3,01436667
0,12559861
Total
43
73,47887955
Lampiran 4. Hasil Uji Least Squares Means Interaksi antara Putih Telur dari
Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda
terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis
UNGGAS
KONSTR
Buras
Buras
Buras
Buras
Buras
60
70
80
90
100
Least Squares
SE
LSMEAN
9.4150000
9.8300000
10.0000000
10.1650000
10.2000000
Means
Std Err
LSMEAN
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2046123
Pr > |T|
LSMEAN
H0:LSMEAN=0
Number
0.0001
1
0.0001
2
0.0001
3
0.0001
4
0.0001
5
Itik
Itik
Itik
Itik
Itik
Puyuh
Puyuh
Puyuh
Puyuh
Puyuh
Ras
Ras
Ras
Ras
Ras
60
70
80
90
100
60
70
80
90
100
60
70
80
90
100
3
0.1118
0.6358
.
0.6457
0.5423
0.0001
0.0009
0.0024
0.0003
0.0001
1.0000
0.1148
0.0164
0.0017
0.0001
0.0094
0.0270
0.0270
0.0270
0.0001
7.6500000
8.6500000
8.8000000
8.5000000
11.9833333
10.0000000
10.5800000
10.9150000
11.2500000
12.0000000
9.0000000
9.1650000
9.1650000
9.1650000
12.0200000
4
0.0449
0.3539
0.6457
.
0.9147
0.0001
0.0003
0.0008
0.0001
0.0001
0.6457
0.2531
0.0449
0.0054
0.0001
0.0031
0.0094
0.0094
0.0094
0.0001
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2046123
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2046123
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2505979
0.2046123
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
i/j
1
1
.
2 0.2531
3 0.1118
4 0.0449
5 0.0231
6 0.0001
7 0.0411
8 0.0955
9 0.0164
10 0.0001
11 0.1118
12 0.0031
13 0.0003
14 0.0001
15 0.0001
16 0.2531
17 0.4873
18 0.4873
19 0.4873
20 0.0001
2
0.2531
.
0.6358
0.3539
0.2640
0.0001
0.0028
0.0077
0.0010
0.0001
0.6358
0.0449
0.0054
0.0005
0.0001
0.0278
0.0728
0.0728
0.0728
0.0001
5
0.0231
0.2640
0.5423
0.9147
.
0.0001
0.0001
0.0002
0.0001
0.0001
0.5423
0.2517
0.0369
0.0034
0.0001
0.0011
0.0038
0.0038
0.0038
0.0001
6
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
.
0.0094
0.0034
0.0246
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0009
0.0003
0.0003
0.0003
0.0001
7
0.0411
0.0028
0.0009
0.0003
0.0001
0.0094
.
0.6759
0.6759
0.0001
0.0009
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.3332
0.1591
0.1591
0.1591
0.0001
8
0.0955
0.0077
0.0024
0.0008
0.0002
0.0034
0.6759
.
0.4056
0.0001
0.0024
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.5778
0.3133
0.3133
0.3133
0.0001
9
0.0164
0.0010
0.0003
0.0001
0.0001
0.0246
0.6759
0.4056
.
0.0001
0.0003
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.1711
0.0728
0.0728
0.0728
0.0001
i/j
12
1 0.0031
2 0.0449
3 0.1148
4 0.2531
5 0.2517
6 0.0001
7 0.0001
8 0.0001
9 0.0001
10 0.0002
11 0.1148
12
.
13 0.3539
14 0.0708
15 0.0002
16 0.0002
17 0.0005
18 0.0005
19 0.0005
20 0.0002
13
14
15
16
0.0003 0.0001 0.0001 0.2531
0.0054 0.0005 0.0001 0.0278
0.0164 0.0017 0.0001 0.0094
0.0449 0.0054 0.0001 0.0031
0.0369 0.0034 0.0001 0.0011
0.0001 0.0001 0.0001 0.000 9
0.0001 0.0001 0.0001 0.3332
0.0001 0.0001 0.0001 0.5778
0.0001 0.0001 0.0001 0.1711
0.0030 0.0327 0.9545 0.0001
0.0164 0.0017 0.0001 0.0094
0.3539 0.0708 0.0002 0.0002
.
0.3539 0.0026 0.0001
0.3539
.
0.0293 0.0001
0.0026 0.0293
.
0.0001
0.0001 0.0001 0.0001
.
0.0001 0.0001 0.0001 0.6457
0.0001 0.0001 0.0001 0.6457
0.0001 0.0001 0.0001 0.6457
0.0023 0.0256 0.9455 0.0001
17
0.4873
0.0728
0.0270
0.0094
0.0038
0.0003
0.1591
0.3133
0.0728
0.0001
0.0270
0.0005
0.0001
0.0001
0.0001
0.6457
.
1.0000
1.0000
0.0001
18
0.4873
0.0728
0.0270
0.0094
0.0038
0.0003
0.1591
0.3133
0.0728
0.0001
0.0270
0.0005
0.0001
0.0001
0.0001
0.6457
1.0000
.
1.0000
0.0001
19
0.4873
0.0728
0.0270
0.0094
0.0038
0.0003
0.1591
0.3133
0.0728
0.0001
0.0270
0.0005
0.0001
0.0001
0.0001
0.6457
1.0000
1.0000
.
0.0001
20
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.9002
0.0001
0.0002
0.0023
0.0256
0.9455
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
.
10
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
.
0.0001
0.0002
0.0030
0.0327
0.9545
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001
0.9002
11
0.1118
0.6358
1.0000
0.6457
0.5423
0.0001
0.0009
0.0024
0.0003
0.0001
.
0.1148
0.0164
0.0017
0.0001
0.0094
0.0270
0.0270
0.0270
0.0001
Download