MODUL EKONOMI PUBLIK BAGIAN VI

advertisement
MODUL EKONOMI PUBLIK
BAGIAN VI: ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT
Dosen
Ferry Prasetya, SE., M.App Ec
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
1. Pendahuluan
Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan sumbersumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien.
Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus dilaksanakan sedangkan
biaya yang tersedia sangat terbatas. Dengan analisis ini pemerintah menjamin penggunaan
sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program yang memenuhi
kriteria efisiensi. Analisis manfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk membuat keputusan
publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Ada dua pihak yang menaruh
perhatian pada analisis ini, yaitu pertama, para praktisi teknis dan ekonom yang berperan
dalam mengembangkan metode analisis, pengumpulan data, dan membuat analisis serta
rekomendasi. Kedua, pemegang kekuasaan eksekutif yang berwenang untuk membuat
peraturan dan prosedur untuk melaksanakan keputusan publik.
Analisis manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan
faktor produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi, stabilisasi ekonomi
dan sebagainya. Analisis ini hanya menentukan program dari segi efisiensi sedangkan
pemilihan pelaksanaan program berada di tangan pemegang kekuasaan eksekutif yang dalam
memilih juga mempertimbangkan faktor lain. Suatu program yang efisien mungkin tidak
akan dilaksanakan karena menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin lebar.
Sebaliknya program yang menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin baik akan dipilih
meskipun program tersebut tidak terlalu efisien ditinjau dari hasil analisis manfaat dan biaya.
2. Identifikasi Manfaat dan Biaya
2.1. Klasifikasi Manfaat dan Biaya
Dalam menentukan manfaat dan biaya suatu program atau proyek harus dilihat secara luas
pada manfaat dan biaya sosial dan tidak hanya pada individu saja. Oleh karena menyangkut
kepentingan masyarakat luas maka manfaat dan biaya dapat dikelompokkan dengan berbagai
cara (Mangkoesoebroto, 1998; Musgrave and Musgrave, 1989):
•
•
Real (Riil)
•
Primer-Sekunder
•
Tangible-Intangible
•
Internal-Eksternal
Semu (Pecuniary)
•
Primer
Salah satunya yaitu mengelompokkan manfaat dan biaya suatu proyek secara riil
(real) dan semu (pecuniary). Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi seseorang yang
tidak diimbangi oleh hilangnya manfaat bagi pihak lain. Manfaat semu adalah yang hanya
diterima oleh sekelompok tertentu, tetapi sekelompok lainnya menderita karena proyek
tersebut.
Manfaat riil dibedakan lagi menjadi langsung/primer dan tidak langsung/sekunder
(direct/primary dan indirect/secondary). Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
manfaat adalah hanya kenaikan hasil atau kesejahteraan yang diperhitungkan sedangkan
kenaikan nilai suatu kekayaan karena adanya proyek tersebut tidak diperhitungkan. Misalnya
pada proyek dam maka kenaikan harga tanah disekitar proyek tidak dimasukkan dalam
manfaat dari proyek tersebut. Hal ini karena perhitungan kenaikan produktivitas tanah dan
kenaikan harga tanah menyebabkan perhitungan ganda dari manfaat adanya proyek tersebut.
Manfaat langsung berhubungan dengan tujuan utama dari proyek atau program.
Manfaat langsung timbul karena meningkatnya hasil atau produktivitas dengan adanya
proyek atau program tersebut. Misalnya proyek pembangunan dam untuk mengairi sawah.
Manfaat langsung adalah kenaikan hasil sawah karena kenaikan produktivitas tanah sebagai
akibat dari bertambah baiknya pengairan sawah. Dalam menentukan manfaat ini akan timbul
masalah apabila suatu proyek juga memberikan manfaat kepada proyek lain. Sebagai contoh,
sebuah jalan dibangun untuk proyek dam dan proyek tenaga listrik. Perhitungan manfaat dari
jalan tersebut harus dibagi antara kedua proyek tersebut.
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak secara langsung disebabkan karena
adanya proyek yang akan dibangun atau merupkan hasil sampingan. Dalam hal proyek di atas
manfaat tidak langsungnya adalah kenaikan produktivitas tanah di luar area pengairan dari
dam tersebut. Manfaat tidak langsung ini dapat menjadi luas sekali, tergantung dari sejauh
mana memasukkan manfaat tidak langsung ke dalam analisis. Adanya dam juga dapat pula
memberikan manfaat lain seperti sebagai tempat rekreasi, pusat tenaga listrik, tempat
penghijauan dan sebagainya. Semua manfaat tidak langsung ini dapat dimasukkan ke dalam
perhitungan manfaat dari proyek yang akan dibangun pemerintah.
Perhitungan biaya suatu proyek harus dilakukan dengan memperhitungkan biaya
alternatif dari penggunaan sumber ekonomi. Perhitungan biaya ini harus memasukkan biaya
langsung dan biaya tidak langsung yang berhubungan dengan proyek. Misalnya suatu proyek
pengairan di suatu area yang menyebabkan berkurangnya pengairan di area lain. Dalam
membuat evaluasi proyek, penurunan produksi tanah dari area lain yang terpengaruh harus
dimasukkan ke dalam biaya proyek tersebut. Perhitungan biaya tak langsung dapat menjadi
besar atau kecil tergantung seberapa jauh biaya tak langsung tersebut akan dimasukkan ke
dalam perhitungan biaya.
Masalah lain adalah penggunaan fasilitas yang sudah ada untuk pembangunan proyek.
Misalnya dalam pembangunan dam, truk-truk untuk pembangunan proyek tersebut
menggunakan jalan-jalan yang sudah ada. Apakah ini juga dimasukkan dalam biaya
tergantung dari pengaruhnya. Bila truk tidak mengganggu arus lalu lintas maka tidak
dimasukkan dalam biaya. Tetapi apabila penggunaan jalan tersebut mengganggu arus lalu
lintas maka harus dimasukkan sebagai biaya dalam evaluasi proyek.
Manfaat riil dibedakan pula menjadi manfaat yang berwujud (tangible) dan yang tidak
berwujud (intangible). Istilah berwujud ditetapkan bagi yang dapat dinilai di pasar,
sedangkan yang tidak berwujud untuk segala sesuatu yang tidak dapat dipasarkan. Manfaat
dan biaya sosial tergolong dalam kategori manfaat yang tidak dapat dipasarkan sehingga
termasuk kategori manfaat dan biaya yang tidak berwujud (intangible benefits dan intangible
costs). Keindahan dari suatu bendungan merupakan contoh dari manfaat tidak berwujud,
sedangkan kenaikan produksi pertanian karena tersedianya air yang cukup sepanjang tahun
sebagai akibat pembangunan dam merupakan manfaat berwujud. Demikian pula biaya
pembangunan bendungan dapat dipakai sebagai contoh dari biaya berwujud sedangkan
hilangnya pemandangan hutan yang diganti dengan adanya danau buatan merupakan biaya
tidak berwujud. Meskipun manfaat dan biaya yang tidak dapat dipasarkan sulit dihitung,
tetapi harus dipertimbangkan dalam perhitungan manfaat dan biaya suatu proyek.
Manfaat dan biaya riil dapat pula dibedakan menjadi manfaat dan biaya internal dan
eksternal. Suatu proyek yang hanya menghasilkan manfaat dan biaya untuk daerahnya sendiri
disebut internal, tetapi bila dapat menghasilkan manfaat atau biaya untuk daerah lain
dikatakan eksternal. Kedua macam manfaat dan biaya ini harus diperhitungkan dalam
perhitungan evaluasi proyek.
Pada analisis manfaat dan biaya pada proyek swasta, manfaat pada umumnya diukur
dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga barang.
Biaya yang diperhitungkan adalah semua biaya yang langsung digunakan proyek tersebut
berdasarkan harga pembeliannya. Ini berbeda dengan proyek pemerintah, sebab pada
umumnya manfaat penggunaan sumber ekonomi diukur dengan harga pasar oleh karena
harga pada pasar persaingan sempurna mencerminkan nilai sesungguhnya dari sumber
ekonomi yang digunakan. Pada keadaan yang tidak ada persaingan sempurna maka harga
pasar tidak menunjukkan nilai sumber ekonomi yang sesungguhnya. Dalam hal ini harus
dilakukan penyesuaian dengan menggunakan harga bayangan (shadow price). Beberapa
faktor yang menyebabkan tidak adanya harga yang terjadi pada persaingan sempurna adalah
adanya: unsur monopoli, pajak, pengangguran, dan surplus konsumen.
Hal pertama yang dilakukan dalam melaksanakan evaluasi suatu proyek adalah
menentukan semua manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari proyek tersebut. Sebagai contoh
untuk mengidentifikasi manfaat dan biaya suatu proyek ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ilustrasi mengenai Manfaat serta Biaya Proyek
Manfaat
Biaya
Proyek Irigasi
Berwujud
Langsung
berwujud
Riil
Tidak
langsung
Semu
Tidak
Berwujud
Tidak
berwujud
Langsung
Naiknya hasil pertanian
Pelestarian kawasan
Biaya pipa
Hilangnya hutan
belantara
Berkurangnya erosi tanah
Pengalihan air
Perlindungan masyarakat
Rusaknya margasatwa
Peningkatan pendapatan riil
-
Proyek Pendaratan ke Bulan
Berwujud
Langsung
Tidak
berwujud
Riil
Tidak
langsung
Berwujud
Tidak
berwujud
Semu
Langsung
Belum diketahui
Biaya input
Kenikmatan eksplorasi
Polusi alam semsta
Dihasilkannya kemajuan
teknologi
Perolehan prestise dunia
Kenaikan secara relatif nilai
tanah di Cape Kennedy
-
-
-
Proyek Pendidikan
Biaya gaji para
Berwujud
Riil
Langsung
Menaikkan pendapatan di masa
pengajar, biaya gedung,
yang akan datang
dan pembelian bukubuku
Tidak
berwujud
Hidup diperkaya
Hilangnya waktu
senggang
Tidak
langsung
Semu
Berwujud
Berkurangnya biaya untuk
penangkalan tindak kriminal
Tidak
Meningkatnya pemili yang
berwujud
mempunyai inteligensi tinggi
Langsung
Kenaikan relatif dalam
pendapatan guru
-
-
-
Sumber : Musgrave and Musgrave (1989)
2.2. Memperkirakan Nilai yang Tidak Berwujud (Intangible)
Seperti sudah disinggung di atas bahwa manfaat dan biaya tidak berwujud yang tidak
dapat dipasarkan sulit dihitung. Ada beberapa pendekatan untuk menentukan manfaat dan
biaya yang tidak berwujud.
2.2.1. Manfaat
Manfaat tidak berwujud dapat ditentukan berdasarkan pengukuran langsung.
Misalnya untuk menentukan manfaat dari program penanggulangan pencemaran SO2 maka
dapat digunakan langkah-langkah berikut ini : mengukur emisi SO2, mengukur kualitas udara
ambient, memperkirakan dampaknya terhadap manusia baik bagi kesehatan, maupun dari
segi keindahan, dan yang terakhir adalah memperkirakan nilai dari dampak tersebut.
Penentuan manfaat secara langsung ini secara konsep dapat diterapkan, tetapi banyak kendala
dalam melakukan pengukuran sebenarnya. Untuk mengatasi kendala ini maka nilai manfaat
diperkirakan berdasarkan willingness to pay atau kesediaan orang untuk membayar. Beberapa
pendekatan dari konsep willingness to pay yang penting adalah:
- Nilai Kesehatan
Pencemaran udara, misalnya karena emisi SO2, dapat menyebabkan kondisi
kesehatan orang yang terkena pencemaran akan memburuk, dapat menyebabkan sakit kepala,
sesak nafas, dan sebagainya. Kesediaan orang untuk mengeluarkan biaya pengobatan atau
untuk menghindari sakit akibat pencemaran udara tersebut dapat dipakai sebagai ukuran
manfaat dari program penanggulangan pencemaran.
- Nilai Kehidupan
Pengendalian pencemaran udara dan perbaikan keindahan kota, misalnya akan dapat
mengurangi resiko sakit atau meninggal, atau dapat dikatakan mempertinggi nilai kehidupan.
Nilai kehidupan ini sangat kompleks karena berhubungan dengan statistik, baik menyangkut
umur rata-rata manusia maupun penghasilan sekelompok masyarakat dan bukan hanya
individu.
- Biaya Perjalanan
Pendekatan biaya perjalanan dipakai untuk menilai barang yang pada umumnya oleh
masyarakat dinilai terlalu rendah, misalnya barang rekreasi (keindahan dan kenyamanan).
Untuk memperkirakan manfaat barang tersebut maka digunakan proksi biaya perjalanan
untuk mencapai tempat tersedianya barang rekreasi tersebut. Secara tidak langsung dapat
ditentukan biaya perjalanan orang untuk menikmati barang rekreasi, misalnya menikmati
keindahan pesut, keindahan Danau Toba dan sebagainya. Dengan mempergunakan data biaya
perjalanan pada sampel yang besar maka dapat diperkirakan willingness to pay untuk suatu
kenyamanan lingkungan hidup. Hasil yang didapat dari pendekatan ini juga dapat
memperlihatkan perbedaan pandangan setiap keluarga terhadap kenyamanan lingkungan
hidup yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya.
- Contigent Valuation (CV)
Pendekatan ini diperkirakan berdasarkan survei atau kuesioner langsung ke
masyarakat. Keberhasilan dari survei ini tergantung dari perencanaan dalam pembuatan
kuesioner. Kuesioner harus dibuat secara cermat dan mudah dipahami oleh responden
sehingga tidak menimbuhkan kesalahan penafsiran. Masalah utama dari pendekatan ini
adalah hasil yang didapat belum mencerminkan karakter masyarakat yang sebenarnya. Oleh
karena itu digunakan beberapa teknik untuk mengurangi kelemahan tersebut. Beberapa teknik
yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan tawar menawar, alokasi anggaran, dan
permainan trade-off.
2.2.2. Biaya
Biaya yang dimaksud adalah segala pengeluaran untuk suatu proyek. Pentingnya
mengukur biaya secara akurat sering diabaikan dalam analisis manfaat dan biaya. Hasil dari
suatu analisis menjadi kurang baik akibat memperkirakan biaya yang terlalu besar atau
memperkirakan manfaat yang terlalu rendah. Negara-negara berkembang yang masih
mengutamakan pertumbuhan ekonomi lebih cenderung melihat manfaat suatu proyek atau
program terhadap pertumbuhan dan mendistribusikan biaya yang muncul ke setiap kelompok
masyarakat. Negara-negara maju, khususnya program yang berhubungan dengan lingkungan
hidup, sering lebih memperhatikan biaya sehingga analisis dimaksudkan untuk landasan
memperkirakan biaya secara akurat.
Proyek sosial dapat diperkirakan dengan menggunakan prinsip oportunity cost, untuk
membedakan dengan biaya untuk pembelian barang bagi individu. Oportunity cost dalam
penggunaan sumber daya alam merupakan nilai tertinggi bagi masyarakat dari berbagai
alternatif penggunaan sumber daya tersebut. Sehingga pendekatan oportunity cost merupakan
pendekatan yang terbaik untuk menentukan nilai dari biaya yang tidak berwujud.
3. Konsep Analisis Manfaat dan Biaya
Dalam melaksanakan analisis terutama pada proyek yang mempunyai umur ekonomis
yang relatif panjang dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada saat yang
berbeda-beda maka harus memperhitungkan konsep nilai uang. Analisis harus dilakukan
dengan menghitung seluruh manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur proyek yang
bersangkutan dan dihitung dalam nilai sekarang.
3.1. Konsep Future Value (Nilai Uang yang Akan Datang)
Apabila mempunyai uang sebesar Rpn yang kita bungakan terus menerus dengan
tingkat bunga sebesar 10 persen setahun, maka hasil setiap tahun adalah seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Dengan anggapan bunga yang diterima pada suatu saat dipinjamkan
kembali (sistem bunga berbunga).
Tabel 2. Hasil Bunga Berbunga Uang Sebesar RpU,Akhir tahun
Jumlah uang
0
U
1
U + U x 10% = (1 + 0,1) U
2
U (1 + 0,1) + U (1 + 0,1) x 10% = U (1 + 0,1)2
3
U (1 + 0,1)2 + U (1 + 0,1)2 x 10% = U (1 + 0,1)3
.
.
N
U (1 + 0,1)n-1 + U (1 + 0,1)n-1 x 10% = U (1 + 0,1)n
Sumber: Mangkoesoebroto, 1998
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa uang sebesar RpU,- pada tahun ke n akan bernilai
sebesar U (1+0,1)n. Dengan analisis seripa maka kita tahu apabila kita mempunyai uang
sebesar Rp5 juta kita bungakan terus menerus selama 30 tahun, pada akhir tahun ke-30 akan
bernilai 5 (1,10)30 atau sebesar Rp87 juta.
Rumus umum penghitungan nilai akan datang (future value):
Pn = Po (1 + i)n
di mana:
Pn
= nilai uang di masa datang
Po
= nilai uang sekarang
I
= tingkat bunga
n
= tahun
3.2. Konsep Present Value (Nilai Uang Sekarang)
Karena sifat manusia yang myopic tersebut maka uang yang akan kita terima
beberapa tahun yang akan datang nilainya tidak sama dengan apabila jumlah uang tersebut
kita terima saat ini. Berapa nilai sekarang dapat dihitung dengan menggunakan konsep
present value (nilai uang sekarang).
Apabila kita menerima uang sebesar RpU,- yang diterima pada n tahun yang akan
datang, maka penghitungan nilainya sekarang (Po) dari uang tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Po = U / (1 + i)n
di mana:
Po
= nilai uang sekarang
U
= jumlah uang yang akan diterima 30 tahun yang akan datang
i
= tingkat bunga
n
= tahun
Sebagai contoh, apabila kita akan menerima uang sebesar Rp5 juta pada lima tahun
yang akan datang, maka nilai uang tersebut sekarang adalah tidaklah sebesar Rp5 juta, akan
tetapi sebesar Rp5 / (1+0,10)5 atau hanya sebsar Rp3,10juta.
Dari analisis di atas dapat kita ketahui bahwa dalam melaksanakan evaluasi atas suatu
proyek, terutama pada jenis proyek yang mempunyai umur ekonomis yang relatif panjang
dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada saat yang berbeda-beda, maka dalam
mengevaluasinya kita harus mempertimbangkan faktor-faktor di atas, yaitu kita menghitung
seluruh manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur proyek yang bersangkutan dan kita
hitung nilainya sekarang.
4. Metode Analisis Manfaat dan Biaya
Ada tiga metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek, yaitu nilai
bersih sekarang (NPB = Net Present Benefit), IRR = Internal Rate of Return), dan
perbandingan manfaat biaya (BCR = Benefit-Cost Ratio).
4.1. Metode NPB (Net Present Benefit atau Nilai Bersih Sekarang)
Nilai bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan
dengan biaya proyek pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat
diskonto yang berlaku. Rumus perhitungannya adalah :
NBS =
Mo-Co +
M-C
M2-C2
M3-C3
_________ +
_________ +
_________ +
2
(1+t)
....
3
(1+t)
(1+t)
n
Mn-Bn
å
____________
n=1
(1 + i)n
atau NBS =
........
Mn-Cn
_________ +
(1+t)n
dimana :
NPB
= nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi dengan biaya pada tahun ke n
i
= tingkat bunga
n
= 1, .............., 50:umur proyek
M
= manfaat
B
= biaya
Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPB tertinggi adalah proyek yang
mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Pemilihan proyek tergantung dari tingkat diskonto
yang dipilih. Pemilihan tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya oportunitas
penggunaan dana.
Bila nilai net present benefit > 0, berarti investasi menguntungkan dan dapat diterima.
Akan coba dihitung besarnya nilai NPB dengan tingkat suku bunga diskonto yang
diasumsikan adalah sebesar 15% pertahun (Proyek Pengembangan Sistem Informasi
Manajemen PT. Genitya Dabatas & Co.).
Contoh Perhitungan Metode Net Present Benefit:
285.000.000
NPB = - 788.500.000 +
1
+
(1+0,15)
NPB = - 788.500.000 +
285.000.000
1,15
372.500.000
2
+
(1+0,15)
+
372.500.000
1,32
486.000.000
3
+
(1+0,15)
+
486.000.000
1,52
542.250.000
4
(1+0,15)
+
542.250.000
1,75
NPB = - 788.500.000 + 247.826.087 + 282.196.969,7 + 319.736.842,1 + 309.857.142,9
NPB = 371.117.041,7
Dari hasil perhitungan diatas diketahui bahwa nilai NPB untuk investasi Proyek
Pengembangan Sistem Informasi Manajemen PT. Genitya Dabatas & Co. adalah sebesar Rp.
371.117.041,7, ini berarti bahwa nilai NPV proyek tersebut > 0, sehingga proyek tersebut
dapat diterima.
4.2. Metode IRR (Internal Rate of Return)
Metode IRR merupakan metode dengan cara menghitung tingkat diskonto (y) yang
menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Rumus yang digunakan adalah:
R
Mt-Bt
å
i=0
=0
(1+IRR)t
Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas. Walaupun
demikian pertimbangan untuk melaksanakan proyek tidak cukup hanya dengan IRR-nya saja,
tetapi secara umum tingkat pengembaliannya (rate of return) harus lebih besar dari biaya
oportunitas
penggunaan
dana.
Jadi
suatu
proyek
akan
dilaksanakan
dengan
mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i). Tingkat diskonto
disebut juga sebagai external rate of return, merupakan biaya pinjaman modal yang harus
diperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi. Investor akan melaksanakan semua
proyek yang mempunyai IRR > i dan tidak melaksanakan investasi pada proyek yang harga
IRR < i.
Ada beberapa kelemahan dari metode IRR, yaitu :
- Metode IRR dapat menyebabkan pemilihan proyek yang keliru karena metode ini tidak
memperhatikan skala investasi. Pemilihan proyek berdasarkan metode ini akan memberikan
hasil yang keliru apabila skala atau besarnya proyek yang dibandingkan berbeda. Dalam hal
ini metode NPB akan memberikan evaluasi yang konsisten walaupun skala proyek yang
dibandingkan berbeda.
- Metode IRR mungkin akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk proyek yang
mempunyai waktu lebih dari 2 tahun maka harga IRR dapat mempunyai 2 nilai atau lebih
yang dapat membingungkan (de Neufville, 1990). Pemilihan nilai IRR akan mempunyai
implikasi yang berbeda dan tidak ada suatu kriteria pun yang secara teoritis dapat
menunjukkan pilihan IRR yang akan dipakai.
Pada metode NPB tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya,
sedangkan pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat
bunga yang akan dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai
sekarang dari tiap-tiap cash inflow yang didiskontokan dengan tingkat bunga tersebut sama
besarnya dengan nilai sekarang dari initial cash outflow atau nilai proyek. Dengan kata lain
tingkat bunga ini adalah merupakan tingkat bunga persis investasi bernilai impas, yaitu tidak
menguntungkan dan juga tidak merugikan. Dengan mengetahui tingkat bunga impas ini,
maka dapat dibandingkan dengan tingkat bunga pengembalian atau rate of return yang
diinginkan, jika lebih besar berarti investasi menguntungkan dan bila sebaliknya investasi
tidak menguntungkan.
Contoh Perhitungan Internal Rate of Return Menggunakan Microsoft Excel 2000:
Misalnya IRR yang dihasilkan oleh sebuah proyek adalah 25% yang berarti proyek ini
akan menghasilkan keuntungan dengan tingkat bunga 25%. Bila rate of return yang
diinginkan adalah 20%, maka proyek dapat diterima kelayakannya.
Sebagai misal apabila Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen PT.
Genitya Dabatas mensyaratkan IRR yang diharapkan dari proyek ini adalah 25%, maka
berdasarkan perhitungan menggunakan Microsoft Excel 2000, dimana IRR sesungguhnya
adalah 34,13%, maka investasi untuk proyek ini dapat diterima kelayakannya.
4.3. Metode Perbandingan Manfaat dan Biaya (BCR)
Metode BCR adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai
sekarang seluruh proyek diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya
proyek tersebut. Rumus yang digunakan adalah:
T
Mt
å
BCR=
t=0
(1+i)t
T
Bt
å
t=0
(1+i)t
Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode
BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR > 1 berarti
pula NPB > 0.
Metode BCR mempunyai kelemahan dalam hal membandingkan dua buah proyek
karena tidak ada pedoman yang jelas mengenai hal yang masuk sebagai perhitungan biaya
atau manfaat. Manfaat selalu dapat dianggap sebagai biaya yang negatif dan sebaliknya. Oleh
karena itu BCR dapat selalu dibuat lebih tinggi dengan memasukkan biaya sebagai manfaat
negatif. Oleh karena itu BCR dapat dimanipulasi oleh orang yang mengevaluasi agar nilai
BCR lebih tinggi dari yang sebenarnya (Mangkoesoebroto, 1998).
Contoh penggunaan metode BCR dalam sebuah proyek:
Departemen PU mempertimbangkan untuk membuat jalur baru karena banyaknya
kecelakaan lalu lintas yang terjdi. Diestimasikan ongkos pembangunan jalur baru per km
adalah $100.000 sepanjang 51 km dengan perkiraan umur 30 tahun dengan ongkos perawatan
diperkirakan 3% dari ongkos awal. Kepadatan lalu lintas pada jalan ini adalah 10.000
kendaraan per hari dan analisis dilakukan pada tingkat bunga 7%. Estimasi angka kecelakaan
turun dari 8 menjadi 4 per 100 juta km kendaraan kalau jalan baru dibuka.
Ongkos yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan meliputi: ongkos kerugian properti,
pengeluaran untuk keperluan medis, dan hilangnya upah bagi orang yang mengalami
kecelakaan. Dari data yang diperoleh, informasi bahwa rata-rata ada 35 kecelakaan ringan
dan 240 kerusakan properti untuk setiap satu kecelakaan fatal.
Ongkos ekuivalen saat ini dari setiap klasifikasi kecelakaan tersebut adalah sebagai berikut:
kecelakaan fatal per orang
$ 900.000
kecelakaan ringan
10.000
kerusakan properti
1.800
Dengan data-data di atas maka ongkos agregat dari kecelakaan per satu kecelakaan fatal bisa
dihitung sebagai berikut:
kecelakaan fatal per orang
$ 900.000
kecelakaan ringan ($10.000 x 35)
350.000
kerusakaan properti ($1.800 x 240)
432.000
total
$1.682.000
Dengan metode BCR tentukan apakah usulan pembukaan jalur baru tersebut bisa diterima
atau tidak.
Manfaat ekivalen tahunan AE(i) yang diharapkan per km:
=
(8 - 4)´10,000 ´ 365 ´ $1,682,000
100,000,000
dan ongkos-ongkos ekuivalen tahunan AE(i) yang diharapkan per km adalah:
= $1,500,000 (0.0806 )+ $1,500,000(0.03) = $165,900
A / P , 7 , 30
sehingga BCR adalah:
BC (7 ) =
$245,572
= 1.48
$165,900
BC ¢(7 ) =
$245,572 - $45,000
= 1.66
$120,900
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan masing-masing metode analisis seperti
ditunjukkan pada Tabel 3. Dari ketiga metode analisis tersebut NPB merupakan yang terbaik
karena metode lainnya dapat memberikan hasil yang keliru dalam menentukan pilihan proyek
yang akan dilaksanakan.
Tabel 3. Rangkuman Perbandingan Metode Analisis
Metode
Cerminan Skala
Proyek
Karakteristik
Mudah Mengurutkan
Proyek
Mudah digunakan
Kelebihan
NPB
IRR
BCR
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
MUDAH
Berfokus pada
Kekurangan
nilai uang
AGAK
SUKAR
MUDAH
Mencerminkan
Mudah
tingkat
mengurutkan
pengenmbalian
proyek
Sukar
Hasil dapat
mengurutkan
membingungk
proyek
an
Bias dalam
operasional
Sumber : de Neufville (1990)
5. Penerapan Analisis Manfaat dan Biaya
5.1. Perusahaan Swasta
Pada analisis perhitungan manfaat dan biaya pada proyek swasta, manfaat umumnya
diukur dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga
barang. Biaya yang diperhitungkan adalah semua biaya yang langsung digunakan dalam
proyek tersebut berdasarkan harga pembeliannya.
5.2. Pemerintah
Proyek-proyek pemerintah pada umumnya mengukur manfaat penggunaan sumbersumber ekonomi yang diukur dengan harga pasar oleh karena harga pasar pada pasar
persaingan sempurna mencerminkan nilai sesungguhnya dari sumber-sumber ekonomi yang
digunakan. Pada keadaan dimana tidak terdapat persaingan sempurna maka harga-harga pasar
tidak menunjukkan nilai sumber-sumber ekonomi yang sesungguhnya. Dalam hal ini yang
harus dilakukan adalah menyesuaikan harga sumber ekonomi dengan menggunakan harga
bayangan (shadow prices). Misalnya pemerintah membangun suatu dam di daerah Cilacap.
Apabila tenaga kerja yang dipakai untuk membangun dam tersebut adalah tenaga kerja yang
menganggur, maka harga buruh atau upah yang dihitung bukanlah upah yang diberikan
kepada para buruh, akan tetapi upah bayangan yang besarnya adalah nol. Jadi dalam
menghitung manfaat dan biaya kita hanya menghitung manfaat dan biaya yang
mencerminkan nilai oportunitas hasil proyek atau biaya proyek. Beberapa faktor yang
menyebabkan tidak terdapatnya harga-harga sebagaimana yang terjadi pada pasar persaingan
sempurna adalah adanya unsur monopoli, adanya pajak, adanya pengangguran, dan adanya
surplus konsumen. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada proyek-proyek pemerintah,
semua input yang digunakan haruslah diukur dari biaya marginal produksinya (atau harga
yang terjadi pada pasar persaingan sempurna).
6. Pengukuran Kebijakan Analisis Manfaat dan Biaya
Pengukuran secara tepat dari keuntungan seringkali tidaklah mungkin. Kesukarankesukaran dasar akan muncul dengan barang-barang umum yang tak dapat dijual pada
masyarakat, dan tiap penilaian harus didasarkan atas taksiran mengenai kesukaan orangorang dalam dalam masyarakat sebagai satu keseluruhan untuk barang-barang tersebut.
Sebagai akibat, maka dengan barang-barang yang benar-benar sifatnya umum, cara analisa
biaya-keuntungan akan menurun tarafnya menjadi perbandingan cara-cara alternatif saja; dan
tak dapat memberi jawaban pada pertanyaan apakah suatu proyek atau rencana tertentu dapat
dipertanggungjawabkan.
Bahkan dengan kegiatan-kegiatan yang memberikan keuntungan lebih langsung pun,
maka penilaian dari hasil-hasil itu seringkali menimbulkan pertanyaan-pertanyaan serius.
Hasilnya seringkali tidak dijual dan diperlukan suatu penilaian yang konstruktif. Suatu contoh
adalah rekreasi; bagaimana harus menilai suatu hari yang dipergunakan seseorang untuk
memancing di danau yang diciptakan oleh bendungan, atau berpiknik dalam hutan
margasatwa?. Percobaan-percobaan telah dibuat untuk memberikan penilaian-penilaian itu,
namun sifatnya adalah sewenang-wenang. Bahkan penentuan dari jumlah yang patut dari
hasil fisiknya pundapat bersifat sangat ruwet. Jumlah para pemakai dari suatu proyek rekreasi
dapat dihitung bila proyek itu sudah berjalan, dan peramalan dimuka mungkin dapat dibuat.
Akan tetapi bila dari para pemakai tidak ditagih pembayaran untuk penggunaan dari jasa-jasa
tersebut, maka jumlah orang yang menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut secara cuma-cuma
mungkin akan jauh lebih besar daripada jumalh pemakai seandainya dipungut bayaran.
Penggunaan jumlah yang pertama akan membesar-besarkan keuntungan-keuntungan dari
proyek tersebut.
Persoalan penilaian yang lain akan timbul karena tidak adanya pasaran hasil-hasil
yang diakibatkan oleh rencana itu. Bila pemerintah memungut bayaran untuk jasa tersebut
dan harganya didasarkan atas dasar monopoli, maka hasil total, dan karenanya jga ukuran
keuntungan, akan berlainan dari jumlah yang diperoleh bila ada keadaan persaingan bebas.
Atau, bila keuntungan-keuntungan itudiukur secara tidak langsung berdasarkan hasil
penjualan produk yang dihasilkan dengan bantuan kegiatan pemerintah (hasil pertanian dari
tanah yang mendapat pengairan), maka penjualan-penjualan itu mungkin tak akan dilakukan
dalam pasaran yang bersifat persaingan murni, atau, dalam soal hasil pertanian, mungkin
akan dilakukan dengan harga-harga yang mungkin dibuat tinggi oleh rencana bantuan dari
pemerintah. Atau sebaliknya, terutama dengan proyek-proyek besar di negara-negara yang
sedang berkembang, proyek pemerintah itu mempunyai pengaruh yang demikian besar
terhadap sususan harga seluruhnya, sehingga penilaian berdasarkan harga-harga lama atau
baru memberikan gambaran yang menyesatkan mengenai keuntungan-keuntungan yang
sebenarnya.
7. Persoalan dalam Analisis Manfaat dan Biaya
7.1. Keadaan Monopoli
Misalnya suatu proyek menggunakan semen. Berapakah nilai semen yang harus
dihitung dalam melaksanakan evaluasi suatu proyek? Pada pasar persaingan sempurna, nilai
semen yang digunakan dalam suatu proyek besarnya sama dengan biaya marginal (P = MC).
Harga semen menunjukkan nilai unit terakhir dari semen yang digunakan, sedangkan biaya
marginal menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha semen untuk membayar
sumber-sumber ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan unit terakhir semen tersebut.
Sumber: Case Fair 8th (Jilid 1-2007)
Apabila suatu proyek pemerintah menggunakan faktor-faktor produksi yang dibeli
pada pasar persaingan tidak sempurna, maka harga-harga faktor tersebut menjadi lebih tinggi
dari biaya marginalnya. Apakah harga input yang dihitung dalam evaluasi suatu proyek
pemerintah adalah harga monopoli atau pasar persaingan tidak sempurna lainnya, ataukah
biaya produksi marginal. Harga monopoli mencerminkan nilai barang/input bagi konsumen
sedangakn biaya produksi marginal menunjukkan tambahan biaya karena tambahan output.
Harga mana yang digunakan dalam evaluasi proyek pemerintah tergantung dari dampak
penggunaan input dalam proyek tersebut. Apabila dengan digunakannya suatu barang sebagai
input dalam suatu proyek pemerintah menyebabkan produksi barang tersebut bertambah
sebanyak input yang digunakan dalam proyek pemerintah maka biaya opoprtunitas
masyarakat adalah nilai dari tambahan input yang digunakan untuk menghasilkan tambahan
barang tersebut, yaitu biaya produksi marginal. Sebaliknya apabila jumlah barang di pasar
tidak bertambah maka nilai input pada proyek pemerintah adalah harga pasar karena
penggunaan input tersebut dalam proyek pemerintah bersaing dengan konsumen lainnya yang
menilai barang tersebut menurut harga pasar. Apabila dampak penggunaan input di pasar
untuk proyek pemerintah merupakan kombinasi kedua dampak diatas maka penentuan harga
input untuk tujuan evaluasi proyek adalah dengan menggunakan bobot (weight) antara harga
pasar dan biaya produksi marginal.
7.2. Adanya Pajak
Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar oleh pembeli lebih
tinggi daripada harga yang diterima produsen/penjual, karena sebagian harga dibayarkan
kepada pemerintah. Apabila proyek pemerintah yang dievaluasi membeli suatu barang yang
dikenakan pajak penjualan, maka untuk tujuan evaluasi proyek harga manakah yang harus
dimasukkan sebagai harga input? Kasusnya adalah sama seperti pada kasus monopoli yaitu
kalau jumlah produksi meningkat/bertambah maka yang dipakai adalah harga yang diterima
produsen/penjual sedangkan kalau jumlah barang atau input diperkirakan tidak akan
bertambah maka harga pasarlah yang dipakai.
Sumber: Case Fair 8th (Jilid 1-2007)
Gambar ini memperlihatkan bahwa kenaikan harga komoditi X dari 1 dolar menjadi 2
dolar akibat pemberlakuan tarif oleh pemerintah Negara 2 sebesar 100 persen, segera
mengakibatkan penurunan surplus konsumen sebanyak AGHB = a + b + c + d = 15 + 5 + 30
+ 10 = 60 dolar. Dari jumlah tersebut, 30 dolar diantaranya diterima pemerintah dalam
bentuk pajak impor, kemudian 15 dolar lainnya (AGJC = a) diredistribusikan kepada para
produsen komoditi X di dalam negeri dalam bentuk kenaikan rente atau surplus produsen,
sedangkan 15 dolar sisanya (setara dengan bidang segitiga CJM = 5 dolar, dan segitiga BHN
= 10 dolar) merupakan biaya proteksi atau biaya bobot mati yang harus dipikul oleh
perekonomian Negara 2 tersebut secara keseluruhan. Production distortion loss adalah
kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan produsen berproduksi secara berlebih
yang mengakibatkan tidak semua barang terjualdengan harga yang menguntungkan,
sedangkan Consumen distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang
menyebabkan konsumen mengonsumsi barang lebih sedikit. Pengenaan tarif ini juga
menyebabkan redistribusi pendapatan dari konsuman domestik kepada produsen domestik.
Oleh karena manfaat dan biaya masing-masing jatuh ke pihak atau kelompokkelompok yang berlainan, maka evaluasi atas biaya-manfaat secara keseluruhan dari tarif
bergantung pada sampai seberapa besarkah nilai manfaat atau keuntungan yang didapatkan
setiap kelompok. Kerugian yang ditimbulkan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.
Namun untuk negara kecil yang tidak mampu mempengaruhi harga internasional, pengenaan
tarif hanya akan menimbulkan kerugian karena tidak akan memiliki keuntungan dengan
membaiknya nilai tukar perdagangan.
7.3. Pengangguran
Analisis Manfaat-Biaya (Benefit-Cost Analysis) pada umumnya didasarkan pada
suatu asumsi bahwa semua faktor produksi telah digunakan sepenuhnya (full employment).
Suatu proyek mungkin menggunakan tenaga kerja yang sedang menganggur dengan tak
dikehendaki (involuntary unemployed). Karena penggunaan tenaga kerja yang sedang
menganggur ini tidak menyebabkan berkurangnya produksi barang dan jasa lain dalam
perekonomian maka upah yang mereka terima tidak mencerminkan biaya oportunitas
penggunaan tenaga kerja yang nilainya lebih rendah daripada upah yang diterima apabila
terdapat pengangguran tak dikehendaki (involuntary unemployed). Ada dua masalah dalam
menghitung upah tenaga kerja yang menganggur dengan tak dikehendaki ini :
(a) Apabila pemerintah melaksanakan kebijakan stabilisasi untuk mempertahankan tingkat
penggunaan tenaga kerja maka penggunaan tenaga kerja yang sedang bekerja dalam
suatu proyek menyebabkan tenaga kerja dan output di sektor lain menjadi berkurang.
Dalam hal ini biaya tenaga kerja yang dipakai dalam evaluasi proyek tersebut adalah
upah yang berlaku di pasar (upah sebenarnya).
(b) Apabila tenaga penganggur yang dipakai dalam suatu proyek mungkin sebenarnya tidak
menganggur secara tidak dikehendaki (involuntary unemployed) selama pembangunan
proyek yang bersangkutan maka yang dipakai dalam evaluasi proyek adalah upah
bayangan. Prakiraan mengenai prospek kesempatan kerja merupakan suatu masalah yang
sangat sulit; dan mengenai perhitungan biaya tenaga kerja ini tidak ada suatu konsensus
mengenai cara menghitung biaya sosial tenaga kerja (opportunity wage). Untuk
praktisnya, dalam banyak evalauasi proyek perhitungan biaya tenaga kerja dengan cara
menggunakan harga yang berlaku atau harga yang sebenarnya.
7.4. Surplus Konsumen
Skala proyek-proyek pemerintah ada yang besar dan ada juga yang kecil. Pada
proyek-proyek yang skalanya kecil pembangunannya tidak akan mempengaruhi harga barang
atau output yang dihasilkan proyek tersebut, sedangkan pada proyek-proyek yang skalanya
besar, tambahan output atau barang akan menurunkan harga barang tersebut di pasar dan ini
menimbulkan masalah dalam perhitungan manfaat suatu proyek pemerintah. Misalnya suatu
dam besar yang dibangun pemerintah akan dapat mengairi area yang sangat luas sehingga
menyebabkan produksi pangan naik dalam jumlah yang sangat besar. Kenaikan penawaran
pangan dalam jumlah yang sangat besar tersebut akan menyebabkan harga pangan turun.
Dalam menghitung manfaat dam tersebut, bagaimanakah kita menilai tambahan hasil
produksi karena adanya dam tersebut? Keadaan ini dapat dijelaskan dengan Diagram 7.1.
Harga
E
B
H0
C
D
Sp
G
H1
A
SP1
Dp
O
P2
P0
P1
Padi
Diagram 7.1.
Permintaan dan Penawaran Padi
Sumber: Mangkoesoebroto (1998)
Jumlah produksi padi per tahun ditunjukkan pada sumbu datar sedangkan harga padi
per kilogram pada sumbu tegak. Kurva Dp menunjukkan kurva permintaan dan S adalah
kurva penawaran (diasumsikan padi dihasilkan dengan struktur biaya konstan). Sebelum
adanya pembangunan dam, keseimbangan terjadi pada titik D dengan jumlah padi yang
diproduksikan sebesar OQ0 kilogram per tahun dan harga OH0 rupiah.
Adanya proyek dam menyebabkan kurva penawaran bergeser ke bawah (Sp) dan pada
titik keseimbangan G, output yang terjadi sebesar OP1 kilogram dan dengan harga yang lebih
rendah, yaitu sebesar OH1 rupiah. Kurva permintaan menunjukkan jumlah barang yang akan
dibeli pada berbagai tingkat harga sedangkan kurva penawaran adalah jumlah barang yang
ditawarkan pada tiap tingkat harga. Pada jumlah barang sebesar P2 kilogram, konsumen
bersedia membeli padi dengan harga BF2 rupiah, padahal harga yang diminta penjual hanya
sebesar CP2 rupiah sehingga ada surplus konsumen sebesar BC. Kalau kita analisis dengan
cara yang sama untuk setiap jumlah output, maka pada produksi padi sebanyak OP0 kilogram
konsumen bersedia membeli sebesar area OP0DH0, sehingga terdapat surplus konsumen
sebesar DEH0. Apabila harga yang terjadi sebesar OH1 rupiah maka ada surplus konsumen
sebesar H1GDE. Jadi dengan adanya proyek pembuatan dam maka output naik dalam jumlah
yang besar (P0P1), sehingga harga juga turun secara sangat berarti (H0H1) dan ada tambahan
surplus konsumen sebesar H0DGH1 (H1GE - H0DE). Jadi daerah di bawah kurva permintaan
diantara kedua harga menunjukkan penilaian konsumen karena perubahan (peningkatan)
kemampuan mereka untuk membeli barang dengan harga yang lebih rendah. Besarnya
surplus konsumen dapat diukur apabila orang yang melakukan evaluasi proyek mampu
menghitung bentuk kurva permintaan dengan tepat. Untuk proyek-proyek besar perubahan
surplus konsumen merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengukur perubahan
kesejahteraan masyarakat dan bukan sekedar nilai total hasil dari suatu proyek.
Oleh karena itu, pada proyek yang skalanya besar evaluasi manfaat proyek tersebut
harus dilakukan dengan mengukur surplus konsumen.
7.5. Pemilihan Tingkat Diskonto atau Bunga
Masalah lainnya yang juga penting adalah penentuan tingkat bunga. Dri analisis
disatas kita ketahui bahwa penentuan tingkat bunga merupakan suatu hal yang sangat penting
karena dilaksanakannya suatu proyek sangat tergantung dari tingkat bunga mana yang kita
pilih. Dalam kenyataannya, di masyarakat terdapat berbagai tingkat bunga, misalnya tingkat
bunga tabanas, tingkat bunga deposito (yang juga bermacam-macam tingkatnya tergantung
jenis dan jangka waktunya), tingkat bunga pinjaman bank, dan tingkat bunga tidak resmi
yang besarnya berbeda-beda. Jadi, tingkat bunga manakah yang sebaiknya dipilih dalam
melakukan suatu evaluasi proyek?.
Penentuan tingkat diskonto atau tingkat bunga merupakan hal yang sangat penting
oleh karena hasil suatu proyek dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat bunga yang dipilih.
Misalnya pemerintah harus memilih salah satu dari 2 proyek, yaitu proyek I yang memberi
hasil bersih sebesar Rp90 juta yang diterima seketika, atau proyek II yang memberi hasil
bersih sebesar Rp 100 juta dua tahun setelah proyek tersebut selesai. Tabel 7.5 memberikan
NBS untuk kedua proyek tersebut.
Tabel 7.5.
Nilai Bersih Sekarang (NBS) Proyek I dan II
Tingkat Bunga
NBS proyek I
NBS proyek II
0
90 = 90 / (1+0)0
100 / (1+0)2 = 100
5
90 = 90 / (1+0,5)0
100 / (1+0,5)2 = 90,9
10
90 = 90 / 1+0,10)0
100 / (1+0,5)2 = 82,6
Sumber: Mangkoesoebroto (1998)
Dari tabel 7.5 dapat dilihat bahwa nilai bersih sekarang (NBS) dari proyek I sebesar
90 pada tingkat bunga manapun yang dipilih oleh karena hasil dari proyek tersebut, diterima
seketika. Sebaliknya nilai bersih sekarang dari proyek II berbeda-beda tergantung dari tingkat
bunga yang dipilih. Apabila tingkat bunga yang dipilih adalah nol dan 5 persen, maka
pemerintah akan memilih proyek II karena proyek tersebut memberikan nilai bersih sekarang
yang lebih besar daripada proyek I. Sebaliknya apabila tingkat bunga yang dipilih adalah 10
persen maka proyek I yang akan dipilih karena memberikan nilai bersih sekarang yang lebih
besar daripada proyek II. Dari Tabel 7.3. dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat bunga
yang dipilih dalam melakukan evaluasi proyek, akan semakin rendah nilai bersih sekarang
dari suatu proyek yang menghasilkan jumlah tertentu pada suatu waktu yang akan datang. Ini
berarti dari segi efisiensi akan semakin sedikit proyekyang dilaksanakan oleh karena proyekproyek yang memberikan nilai bersih sekarang yang positif dengan semakin tingginya tingkat
bunga akan memberikan nilai bersih yang negatif. Jadi tingkat bunga yang tinggi akan
mengurangi kebutuhan akan pengeluaran pemerintah untuk melaksanakan programprogramnya.
Pada sektor swasta tingkat diskonto yang dipakai pada umumnya sama dengan tingkat
bunga yang berlaku karena tingkat bunga mencerminkan oportunitas penggunaan dana. Akan
tetapi tingkat bunga yang berlaku untuk setiap proyek seharusnya juga berbeda-beda karena
perbedaan risiko pemberi pinjaman. Apabila pemberi dana merasa ragu-ragu akan
pengembalian uang yang digunakan, maka ia akan meminta bunga yang tinggi agar ia dapat
memperoleh kembali uang yang dipinjamkan dalam waktu yang relatif singkat. Jadi tinggi
rendahnya bunga disebabkan karena perbedaan risiko yang diperkirakan oleh pemberi
pinjaman. Tingkat diskonto yang dipakai dalam evaluasi proyek-proyek pemerintah.
Seharusnya mencerminkan hasil yang didapat (rate of return) apabila dana untuk program
pemerintah tersebut dipakai oleh sektor swasta, sehingga tingkat diskonto yang dipakai
seharusnya mencerminkan biaya oportunitas proyek pemerintah. Secara teoretis, pemindahan
sumber-sumber ekonomi dari sektor swasta ke sektor pemerintah hanya bisa dilakukan
apabila sumber-sumber ekonomi tersebut dapat memberi hasil yang lebih tinggi apabila dana
tersebut digunakan oleh pemerintah daripada digunakan oleh swasta. Hal ini akan menjamin
penggunaan sumber-sumber ekonomi secara efisien. Selain itu, tingkat diskonto dalam
evaluasi proyek harus mencerminkan kesediaan masyarakat untuk menangguhkan konsumsi
sekarang dengan menabung untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi di kemudian hari.
Apabila pemerintah memerlukan dana yang diambil dari tabungan masyarakat maka tingkat
bunga pada tabungan masyarakat harus sama dengan tingkat diskonto untuk tujuan evaluasi
proyek-proyek pemerintah.
Karena sulitnya menentukan tingkat diskonto yang tepat sedangkan penentuan tingkat
diskonto adalah hal yang sangat penting dalam evaluasi suatu proyek maka para ahli ekonomi
menggunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate) yang mereka perkirakan dengan
mempertimbangkan risiko pajak dan tingkat inflasi. Suatu contoh perhitungan tingkat
diskonto sosial, misalnya dalam suatu proyek yang mempunyai derajat risiko yang kecil
sekali sedangkan tingkt diskonto pada pinjaman pemerintah (yang tidak memperhitungkan
risiko) sebesar 10 persen serta pajak perusahaan sebesar 50 persen. Dalam hal ini biaya
oportunitas dari uang yang dipinjamkan sebesar 5 persen karena sektor swasta yang
melakukan suatu investasi dan menghendaki tingkat hasil bersih sebesar 5 persen harus
memperoleh manfaat paling sedikit sebesar 10 persen, sebab dari manfaat sebesar 10 persen
tersebut sebagian, yaitu sebesar 50 persen harus dibayar kepada pemerintah sebagai pajak.
Arrow berpendapat bahwa karena pemerintha melaksanakan berbagai proyek, maka
secara keseluruhan proyek-proyek pemerintah tidak mempunyai risiko. Ini disebabkan karena
kegagalan dalam proyek yang satu akan diimbangi oleh keberhasilan dalam proyek yang lain,
sehingga Arrow berpendapat bahwa faktor risiko yang harus dimasukkan dalam perhitungan
tingkat diskonto pada evaluasi proyek-proyek sektor swasta tidak perlu diperhitungkan dalam
proyek-proyek pemerintah. Walaupun demikian, perhitungan tingkat diskonto dengan
mempertimbangkan faktor risiko pada setiap proyek merupakan cara yang paling baik
walaupun sangat sulit dilakukan. Cara lain yang banyak dilakukan adalah dengan
menggunakan tingkat diskonto dengan memasukkan perbedaan rata-rata risiko antara proyek
pemerintah dan proyek swasta, misalnya dengan menambahkan perbedaan dari rata-rata
risiko pada tingkat diskonto yang dipakai.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam suatu evaluasi proyek adalah tingkat inflasi.
Faktor ini merupaka faktor yang penting untuk diperhitungkan terutama pada perekonomian
yang selalu mengalami inflasi. Tingkat diskonto yang diumumkan atau yang dikenakan pada
badan-badan perbankan adalah tingkat diskonto nominal. Suatu analisis manfaat dan biaya
dilakukan dengan menggunakan tingkat harga konstan sehingga tingkat diskonto yang
digunakan haruslah tingkat diskonto nyata (real discount rate), yaitu tingkat diskonto nominal
dikurangi tingkat inflasi. Suatu contoh perhitungan besarnya tingkat diskonto sosial
ditunjukkan dalam tabel 7.6.
Tabel 7.6.
Penghitungan Tingkat Diskonto Sosial
Tingkat Diskonto Umum
6.7 persen
Risiko
+2.0 persen
Pajak penghasilan
+ 4.3 persen
13.0 persen
Tabungan (tambahan karena adanya proyek)
- 1.5
Tingkat Inflasi
- 3.5
Tingkat Diskonto Sosial
Sumber: Mangkoesoebroto (1998)
8.0 persen
Dari tabel 7.6. kita lihat bahwa dengan menambahkan faktor-faktor risiko dan pajak
penghasilan serta memprhitungkan besarnya tabungan dan tingkat inflasi kita dapat
menghitung besarnya tingkat diskonto sosial (social discount rate) yang harus digunakan
dalam evaluasi proyek-proyek pemerintah.
8. Langkah-langkah dalam Evaluasi Suatu Proyek
8.1. Identifikasi Manfaat dan Biaya Proyek
Hal petama yang dilakukan untuk melaksanakan evaluasi proyek adalah menentukan
semua manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari proyek tersebut. Manfaat dari suatu proyek
dapat dibedakan antara manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung
adalah manfaat yang ditimbulkan karena meningkatnya atau produktivitas dengan adanya
proyek tersebut. Manfaat langsung tersebut, misalnya pembangunan dam untuk mengairi
sawah, manfaatnya ketika terjadi kenaikan hasil sawah diakibatkan kenaikan produktivitas
tanah sebagai akibat dari bertambahnya pengairan sawah dari air yang dihasilkan oleh dam.
Dalam menentukan manfaat akan timbul pula masalah apabila suatu proyek
memberikan manfaat kepada dua jenis proyek yang lain. Sebagai contoh, misalnya
pembangunan sebuah jalan yang di bangun guna akses proyek pembangunan dam dan proyek
tenaga listrik sehingga perhitungan manfaat dan jalan tersebut harus dibagi dua kepada kedua
proyek antara dam dan pembangkit tenaga listrik.
Manfaat tidak langsung ialah manfaat yang secara tidak langsung disebabkan karena
adanya proyek akan dibangun. Dalam kasus pembangunan dam diatas, manfaat tidak
langsung adalah kenaikan produktivitas tanah namun tempatnya diluar area pengairan dari
dam tersebut. Manfat tidak langsung ini dapat menjadi luas sekali tergantung analisis yang
dilakukan akibat dari proyek tersebut. Jadi selain produktivitas tanah selain di luar pengairan,
adanya dam dapat pula memberikan manfaat lain. Sebagai contoh, misalnya tempat rekreasi,
pusat tenaga lisktrik untuk perhitungan, dan sebagainya. Semua manfaat tidak langsung
tersebut dapat dimasukan ke dalam perhitungan manfaat dan proyek yang akan di bangun
pemerintah nantinya.
Suatu hal yang perlu dicatat, dalam menentukan manfaat suatu proyek, hanya
kenaikan sosial atau kesejahteraan yang diperhitungkan, sedangkan kenaikan nilai dari suatu
kekayaan karena adanya proyek tidak diperhitungkan selain itu kita juga harus menghitung
biaya alternatif, yaitu berupa biaya langsung yang berhubungan dengan proyek maupun biaya
tidak langsung yang harus masuk dalam perhitungan biaya. Misalnya pada proyek
pembangunan dam, yaitu ketika terjadi kenaikan harga tanah disekitar dam tersebut yang
tidak dimasukkan dalam manfaat proyek tersebut. Hal ini disebabkan karena perhitungan
kenaikan produktivitas tanah dan kenaikan harga tanah menyebabkan perhitungan ganda dari
adanya proyek tersebut.
Seperti halnya dalam perhitungan manfaat, perhitungan biaya dari suatu proyek harus
dilakukan dengan memperhitungkan biaya alternatif dari penggunaan sumber ekonomi yang
selain merupakan biaya langsung, yaitu biaya yang langsung berhubungan dengan proyek
tersebut dan juga biaya tidak langsung yang juga harus dimasukan dalam perhitungan biaya.
Dalam membuat evaluasi proyek, kita harus memasukkan produktivitas tanah dari daerah lain
akibat pembangunan proyek dam sebagai biaya proyek yang harus dibangun pemerintah.
Perhitungan biaya tak langsung dapat menjadi besar atau kecil tergantung seberapa jauh biaya
tak langsuung tersebut akan dimasukkan dalam perhitungan biaya tak langsung tersebut.
Selain itu masalah dalam pembangunan ialah fasilitas yang telah ada yang digunakan
dalam pembangunan proyek misal truk-truk untuk membangun proyek apakah merusak jalan
raya maka hal tersebut dimasukkan dalam biaya.
8.2. Mengitung Manfaat dan Biaya dalam Rupiah
Dalam hal ini yang dilakukan adalah menghitung nilai dari manfaat proyek tersebut
secara tidak langsung. Misalnya pemerintah membangun Puskesmas untuk tiap kecamatan
atau pendidikan gratis pada sekolah-sekolah. Cara yang tepat untuk menghitungnya ialah
melihat dampak tidak langsung dari terlaksananya proyek tersebut. Dengan adanya
Puskesmas masyarakat sakit bisa sehat kembali dan dapat bekerja untuk memperoleh
penghasilan serta pendidikan yang diperoleh dapat diterapkan kembali apa yang telah
diperoleh pada masyarakat.
Perhitungan manfaat dan biaya dari pembangunan biaya dari pemerintah tidak
semuanya dapat dihitung dengan hasil yang akurat walaupun perhitungan dalam proses
pembangunan proyek tersebut menggunankan analisis kuantitatif, proyek-proyek pemerintah
telah dievalusi oleh para ekonom menggunakan metode perhitungan kuantitatif. Namun
ketika diterapkan, pemerintahan banyak mengalami perubahan dikarenakan masyarakat
bersifat fleksibelitas. Misalnya dalam pembangunan dam air yang akan menimbulkan pro dan
kontra terhadap pembangunan proyek dam air sehingga dibutuhkan biaya lebih.
Proses yang pembangunan yang fleksibel pada masyarakat membuat pemerintah
kesulitan dan ketika pembangunan telah selesai proyek tersebut juga akan menimbulkan
dampak yang tak langsung yang tidak diperhitungkan. Jika berdampak positif maka
pemerintah berhasil tetpi jika tidak sesuai dengan perencanaan, pemerintah harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk menanggulangi efek negatif yang ditimbulkan.
Dapat disimpulkan penghitungan analisis biaya dan manfaat dengan metode
kuantitatif kurang mampu menghitung berapa nominal rupiah yang diperlukan untuk suatu
proyek tersebut dikarenakan pemerintah menghadapi masalah yang fleksibel ketika di
lapangan, dimulai dari perencanan, tahap pembangunan, hingga dampak yang ditimbulkan
akibat proyek tersebut tidak dapat di analisis secara pasti karena terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi masyarakat.
8.3. Perbedaan Analisis Manfaat dan Biaya dengan Biaya Proyek Pemerintahan
Pada analisis manfaaat dan biaya proyek pada swasta manfaat umum yang diukur
dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga barang.
Biaya yang diperhitungkan adalah semua biaya yang langsung digunakan dalam proyek
tersebut berdasarkan harga pembelianya. Ketika tidak terdapat persaingan sempurna yang
dilakukan ialah menyesuaikan harga sumber ekonomi dengan menggunakan harga bayangan
(Shadow Prices).
Jadi dalam menghitung biaya dan manfaat kita hanya menghitung manfaat dan biaya
yang mencerminkan nilai oportunis dari proyek tersebut. Faktor penyebabnya tidak terdapat
harga sebagaimana yang terdapat pada persaingan sempurna dan hal tersebut disebabkan oleh
adanya pajak, pengangguran, dan adanya surplus konsumen. Berikut dijelaskan penyebab
berubahnya harga:
Ketika suatu proyek pemerintah yang menggunakan faktor-faktor produksi yang
dibeli pada pasar persaingan tidak sempurna menjadikan
harga–harga faktor produksi
tersebut lebih tinggi dari biaya marginalnya. Harga input yang dihitung dalam evaluasi suatu
proyek pemerintah ialah harga monopoli yang mencerminkan nilai barang atau input bagi
konsumen, sedangkan biaya produksi marginal menunjukan tambahan biaya karena tambahan
output. Jadi jika dampak penggunaan input di pasar untuk proyek pemerintah yaitu dengan
kombinasi kedua dampak yang menggunakan bobot antara harga pasar dan biaya produk
marginal.
Dana yang terbatas menjadikan kurang optimalnya pembanguan proyek tersebut
karena harga marginal telah berubah pada persaingan tidak sempurna. Pemerintah harus
menyiapkan dan tambahan untuk membangun sebuah proyek, biaya yang dikeluarkan
menjadi bertambah besar akibat harga dari bahan pembanguan proyek telah berubah pada
harga pasar yang berubah-ubah.
Hal tersebut bukan diakibatkan oleh faktor dari produsen saja, harga barang yang
berubah dari harga marginalnya dipengruhi pula oleh pemerintah berupa pajak yang
diterapkan di perusahaan sehingga produsen harus menambahkan biaya akibat pengenaan
pajak tersebut pada produk mereka. Apabila proyek pemerintah yang dievaluasi untuk
membeli barang produksi dikenakan pajak penjualan, maka untuk tujuan evaluasi proyek
harga produksi akan meningkat pula akibat pengenaan pajak.
Dalam proses pembangunan yang berlangsung tidak hanya dari segi bahan produksi
yang menjadikan bertambahnya biaya pembangunan akan tetapi perizinan yang harus
dilakukan juga mengeluarkan biaya yang besar. Efek ini merupakan efek kelembagaan yang
dimana untuk proses pembangunan diperlukan melalui beberapa lembaga untuk mendukung
terlaksananya proyek tersebut.
Dalam tahap pembagunan suatu proyek mungkin menggunakan tenaga kerja yang
sedang menganggur yang tak dikehendaki (involuntary unemployed). Karena penggunaan
tenaga kerja yang sedang menganggur ini menyebabkan berkurang produksi barang dan jasa,
sehingga upah yang mereka terima tidak mencerminkan biaya oportunitas penggunaan tenaga
kerja yang nilainya lebih rendah daripada upah pada pengangguran yang tidak dikehendaki.
Terdapat dua masalah dalam menghitung upah pengangguran yang tak dikehendaki
yaitu: Pemerintah melaksanakan kebijakan stabilisasi, dimana biaya tenaga kerja yang
dipakai dalam evaluasi proyek tersebut adalah upah yang berlaku di pasar atau jika tenaga
kerja yang dipakai ialah tenaga kerja menganggur yang tak di kehendaki maka dalam
evaluasi proyek adalah deberikan upah bayangan.
Biaya tenaga kerja seperti ini karena tidak adanya suatu konsensus mengenai cara
menghitung biaya sosial tenaga kerja. Dalam banyak evaluasi proyek, perhitungan biaya
tenaga kerja dengan cara menggunakan harga yang berlaku atau harga sebenarnya.
Pembangunan yang diharapkan pemerintah ialah yang memiliki dampak positif pada
masyarakat sehingga dapat menaikan kesejahteraan masyarakat dengan adanya fasilitas yang
di bangun oleh pemeritah. Kesejahteraan tersebut dapat diukur apabila orang yang melakukan
evaluasi proyek tersebut mampu menghitung bentuk kurva permintaan denga tepat. Untuk
proyek-proyek besar perubahan surplus konsumen merupakan ukuran yang paling tepat untuk
mengukur perubahan kesejahteraan masyarakat yang tidak sekedar nilai total dari hasil suatu
proyek. Oleh karena itu, pada proyek yang skalanya besar evaluasi manfaat proyek tersebut
harus dilakukan dengan mengukur surplus konsumen pula.
Dalam perencanaan pembangunan pemerintah akan memprediksi akan selesai pada
masa mendatang menggunakan tingakt bunga yang merupakan suatu hal sangat penting
karena pelaksanaan suatu proyek tergantung dari tingkat bunga mana yang akan menentukan
berapakah nilai dari proyek tersebut ketika di masa mendatang telah selasai.
Para ahli ekonomi menggunakan tingkat bunga atau diskonto sosial (social discount
rate) yang mereka perkirakan dengan mempertimbangkan resiko pajak dan tingkat inflasi
yang akan terjadi selama pembangunan proyek tersebut atau ketika proyek tersebut telah
selesai.
Menurut Arrow, “Ketika pemerintah melaksanakan berbagai proyek, maka secara
keseluruhan proyek-proyek pemerintah tidak mempunyai resiko ini disebabkan karena
kegagalan proyek yang satu akan diimbangi oleh keberhasilan dalam proyek yang lain, faktor
resiko yang harus dimasukkan dalam perhitungan tingkat diskonto”. Cara lain yang banyak
dilakukan adalah dengan menggunakan tingkat diskonto dengan memasukkan perbedaan
rata-rata resiko antara proyek pemerintah dan proyek swasta, misalnya dengan menambahkan
perbedaan dan rata-rata resiko pada tingkat diskonto yang dipakai.
Tingkat diskonto yang diumumkan atau yang dikenakan pada badan-badan perbankan
adalah tingkat diskonto nominal. Analisis manfaat dan biaya dilakukan dengan menggunakan
tingkat bunga konstan sehingga tingkat diskonto yang digunakan haruslah tingkat diskonoto
nyata, yaitu tingkat diskonto nominal dikurangi tingkat inflasi.
9. Keuntungan dan Kelemahan Analisis Manfaat dan Biaya
KEUNTUNGAN
Ø Penggunaan sumber-sumber
ekonomi lebih efisien
Ø Penggunaan dana proyek dapat
diawasi oleh pemerintah
KELEMAHAN
Ø Kurang fleksibel ketika diterapkan di
masyarakat
Ø Dampak tidak langsung tidak dapat
dianalisis secara tepat
Ø Masih banyak faktor yang
mempengaruhi dan dapat menimbulkan
bertambahnya biaya
Keuntungan dari penggunaan analisis biaya dan manfaat dalam penentuan program
pemerintah adalah terjaminya penggunaan sumber-sumber ekonomi secara efisien, sebab
program-program pemerintah dievaluasi dengan memperhitungkan keadaan perekonomian
sehingga dapat menigkatkan penggunaan faktor-faktor produksi.
Efisiensi juga terjamin karena sumber-sumber ekonomi yang digunakan dalam
proyek-proyek pemerintah paling tidak sama pada efisiensinya dengan penggunaan sumbersumber tersebut oleh sektor swasta. Penggunaan analisis manfaat dan biaya terutama adalah
untuk menigkatkan efisiensi penggunaan sumber-sumber ekonomi sehingga tercapai
kesejahteraan masyarakat yang maksimum, akan tetapi analisis ini secara tidak langsung juga
mempunyai segi distribusi pendapatan.
Kelemahan analisis manfaat dan biaya adalah untuk evaluasi proyek-proyek
pemerintah adalah karena analisis ini membutuhkan perhitungan manfaat secara kuantitatif,
sedangkan banyak proyek pemerintah yang dapat diukur manfaatnya secara kuantitatif. Hal
ini menyebabkan suatu proyek yang sangat menguntungkan bagi masyarakat mungkin saja
tidak terpilih oleh karena tidak semua manfaatnya dapat diukur secara kuantitatif, sedangkan
proyek lain yang kurang menguntungkan akan dipilih karena manfaatnya yang dapat diukur
secara kuantitatif lebih besar dari pada proyek pertama.
Kelemahan lain dari analisis manfaat dan biaya adalah karena semua perhitungan
manfaat dan biaya dilakukan secara kuantitatif, maka analisis ini tidak mempunyai
fleksibilitas sehingga manfaat yang diterima oleh masyarakat terkesan masih jauh untuk
menigkatkan kesejahteraan dan produktifitas.
10. Studi Kasus Analisis Manfaat dan Biaya: Jokowi-Proyek MRT Diputus 2 Hari Lagi
Selasa, 18 Desember 2012 | 17:34
Dijadwalkan pertemuan dengan Menko Ekonomi untuk memutuskan skema
investasi dan subsidi. Pemerintah pusat diharapkan akan mengeluarkan keputusan tentang
mega proyek Mass Rapid Transit dalam dua hari ini. Keputusan yang dibuat akan dikaitkan
dengan subsidi dan investasi untuk angkutan moda berkapasitas besar itu.
Gubenur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, pihaknya akan melakukan rapat
dengan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa untuk membahas finalisasi MRT.
Pertemuan ini merupakan rangkaian perundingan dalam mengambil keputusan terkait skema
investasi dan juga subsidi.
”Dua hari lagi bertemu, tinggal keputusan terakhir. Ini mengenai sharing investasi,
kita pokoknya minta agar Pak Menko bisa memberikan jalan keluarnya,” ujarnya kepada
wartawan di Pangkalan Undara Halim Perdanakusumah, hari ini.
Di tempat yang sama, Hatta mengakui, dalam waktu dua hari ini akan ada keputusan
soal MRT keluar dari kementeriannya. Kementerian Koordinator Perekonomian dan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan sama-sama mencari solusi terbaik untuk proyek ini.
Yang Hatta tekankan adalah bagaimana subsidi bisa dimanfaatkan untuk harga tiket
agar terjangkau oleh masyarakat. ”Ini persoalan bagaimana subsidi bisa diberikan untuk per
tiketnya agar tidak membebankan masyarakat dan tidak membebani DKI. Ini perlu kita lihat
bagaimana struktur yang pas,” ujarnya.
Penulis: Arientha Primanita/ Ratna Nuraini
Analisa Biaya dan Manfaat Proyek MRT
Ø Analisis Segi Positif Manfaat dan Biaya MRT
MRT merupakan salah satu solusi untuk memecah kepadatan arus Transportasi di Jakarta
yang menimbulkan kemacetan, MRT dinilai akan dapat menghindari stagnasi kendaraan di
jalan raya akibat pertumbuhan kendaraan pribadi yang meningkat tajam, sementara
transportasi umum belum memadai angkutan dalam kota saat ini di Jakarta masih belum
memadai.
Disamping itu, MRT juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan kapasitas
transportasi publick. Kapasitas angkut MRT (Lebak Bulus ke Bundaran HI) diharapkan
mencapai sekitar 412 ribu penumpang per hari. Pembangunan MRT Jakarta juga diharapkan
mampu memberi dampak positif lainnya bagi Jakarta dan warganya, antara lain:
ü Penciptaan lapangan kerja: selama periode konstruksi, proyek MRT Jakarta
diharapkan dapat menciptakan sekitar 48.000 pekerjaan baru
ü Penurunan waktu tempuh dan meningkatkan monilitas: waktu tempuh antara
Lebak Bulus sampai Bundaran HI diharapkan turun dari 1-2 jam pada jam-jam
sibuk menjadi 30 menit. Penurunan waktu tempuh ini akan meningkatkan
mobilitas warga Jakarta. Meningkatnya mobilitas warga kota ini memberikan
dampak kepada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kota, dan meningkatkan
kualitas hidup warga kota
ü Dampak lingkungan: 0,7% dari total emisi CO2, yaitu sekitar 93,663 ton per tahun
akan dikurangi oleh MRT (Data Revised Implementation Ptogram for Jakarta
MRT System 2005), sehingga Jakarta dapat mengurangi polusi dan transportasi
ü Transit-Urban Integration yang menjadikan sistem MRT sebagai pendorong untuk
merestorisasj tata ruang kota. Integrasi transit-urban diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi pada area sekitar stasiun, sehingga dapat berdampak
langsung kepada jumlah penumpang MRT Jakarta.
Akan tetapi, transportasi modern tersebut memiliki harga yang cukup tinggi sehingga
pemerintah harus mengupayakan dana dari Jepang, yaitu Japan Cooperation Agency (Badan
Kerjasama Internasional Jepang). Setoran modal dari Pmeprov DKI sebesar 42% dari total
pinjaman dari JICA, dan pinjaman pemerintah pusat 58% dari total pinjaman yang diteruskan
ke Pemprov DKI, lalu oleh Pemprov DKI ke PT. MRT. Total dana yang dibutuhkan untuk
proyek MRT tahap 1 sebesar Rp. 15 triliun. Dana pinjaman itu harus dikembalikan dengan
bunga 0,2% dan 0,4% dengan jangka waktu pengembalian 30 tahun plus 10 tahun.
Dampaknya tiket MRT dapat mencapai Rp.38.000 sungguh nilai yang cukup tinggi.
Pemerintah akan mengambil kebijkan dengan memberikan subsidi pada tiket MRT dengan
target Rp.10.000 untuk harga tiket MRT supaya transportasi tersebut menjadi efisien bagi
penduduk kota Jakarta.
Akan tetapi terdapat pula imbas negatif terhadap pembangunan MRT di kota Jakarta,
yaitu:
Pertama, akan menimbulkan kemacetan baru di sepanjang jalan di bawah rel kereta api.
Medan jalan itu akan diambil untuk meletakkan tiang-tiang rel dan stasiun. Akses keluarmasuk ke gang-gang di sepanjang jalan Fatmawati–Sisingamangaraja pasti akan terganggu.
Apalagi sampai sekarang juga belum jelas analisis dampak lalu lintasnya baik selama maupun
setelah pembangunan selesai.
Kedua, akan mematikan bisnis di kawasan Fatmawati yang sudah mulai hidup sejak 20 tahun
terakhir. Jangan lupa, untuk memulai bisnis di kawasan itu adalah pengorbanan individu per
individu dengan memulai usaha bisnis pada saat kawasan tersebut masih sepi, bukan karena
usaha Pemerintah Pusat/Pemprov DKI Jakarta sengaja membuka kawasan bisnis di sana.
Kawasan bisnis di Fatmawati itu sekarang telah mampu memecah beban pergerakan ke arah
kota sekedar untuk belanja barang-barang elektronik atau karpet. Dengan adanya kawasan
bisnis yang tumbuh subur di sepanjang Jalan Fatmawati itu secara otomatis dapat mengurangi
beban pergerakan ke arah kota. Bila kawasan bisnis sampai hancur karena pembangunan
MRT, maka pembangunan MRT sesungguhnya hanya melahirkan persoalan baru, karena
akan mendorong orang-orang dari kawasan Jakarta Selatan harus pergi ke Kota (Glodok) lagi
sekedar untuk belanja barang-barang elektronik dan sejenisnya. Akhirnya, akan lebih banyak
kendaraan pribadi mengarah ke Kota. Mubazirlah pembangunan MRT tersebut karena justru
melahirkan kemacetan baru.
Ketiga, menciptakan kekumuhan baru di sepanjang bawah rel MRT. Kekawatiran ini wajar
mengingat sudah banyak bukti yang dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kebetulan belum ada bukti di mana ada kondisi bawah jembatan layang maupun rel kereta
api listrik di Jakarta ini rapi, bersih, dan tertib. Yang ada justru kekumuhan baru karena
menjadi tempat tinggal gelandangan.
"Jelas bahwa secara matematis, biaya pembuatan subway lebih mahal daripada MRT
Layang, tapi kemahalannya itu hanya pada kontruksi, karena setelah operasional, usaha bisnis
di sepanjang Fatmawati akan tetap hidup sehingga dapat mengurangi beban traffic ke arah
Kota, tidak menimbulkan angka pengangguran baru, dan juga tetap berkontribusi pada
pertumbuhan perekonomian di Jakarta Selatan," kata Jokowi. Menurutnya pembangunan
MRT secara melayang memang murah namun hanya dalam konteks konstruksi saja, namun
amat mahal biaya ekonomi dan sosial yang harus dibayar oleh masyarakat seumur hidup.
"Kalau subway, lebih mahal investasinya dan tarifnya, tapi dalam jangka tertentu investasi
tersebut akan balik dan tarif bisa ditekan dengan mengembangkan properti di sekitar stasiun
subway," katanya.
Seperti diketahui MRT Jakarta yang berbasis rel rencananya akan membentang
kurang lebih ± 110,8 Km, meliputi dua koridor utama, yaitu koridor selatan-utara yang jadi
prioritas. Sementara itu koridor timur-barat masih tahap kajian, dari timur Jakarta-Balaraja
SOAL-SOAL
Number (1-10) Multiple Choice
1.
Manfaat dan biaya dalam Cost Benefit Analysis dibedakan menjadi ...
a. Real
b. Pecuniary
c. A,B benar
d. A,B salah
2.
Manfaat dan biaya riil dibedakan menjadi ...
a. Langsung dan tidak langsung
b. Berwujud dan tidak berwujud
c. A,B benar
d. A,B salah
3.
Manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi oleh hilangnya manfaat bagi
pihak lain disebut manfaat ...
a. Tangiable
b. Intangiable
c. Pecuniary
d. Real
4.
Manfaat yang hanya diterima oleh sekelompok tertentu, tetapi sekelompok lainnya
menderita karenaproyek tersebut disebut manfaat ...
a. Tangiable
b. Intangiable
c. Pecuniary
d. Real
5.
Biaya sosial dapat diperkirakan menggunakan prinsip ...
a. Fixed cost
b. Oportunity cosy
c. Average cost
d. Marginal cost
6.
Biaya pinjaman modal yang harus diperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi
disebut ...
a. External rate of return
b. Internal rate of return
c. Eksternalitas
d. Internalitas
7.
Konsep yang dapat digunakan dalam analisis manfaat dan biaya adalah ...
a. Future value
b. Present value
c. A,B benar
d. A,B salah
8.
Metode dalam analisis manfaat dan biaya yang menggunakan nilai bersih atau dari suatu
proyek setelah dikurangkan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu adalah ...
a. IRR
b. NPB
c. BCR
d. MLM
9.
Manakah pernyataan di bawah ini yang benar tentang penentuan tingkat bunga dalam
evaluasi suatu proyek menuru pendapat Arrow?
a. Karena pemerintah melaksanakan berbagai proyek, maka secara keseluruhan proyekproyek pemerintah tidak memiliki resiko
b. Faktor resiko yang harus dimasukkan dalam tingkat bunga pada evaluasi proyekproyek swasta tidak perlu diperhitungkan dalam proyek-proyek pemerintah
c. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam evaluasi proyek adalah tingkat inflasi
d. A,B, dan C benar
10. Suatu proyek mungkin menggunakan tenaga kerja yang sedang menganggur yang tak
dikehendaki yang disebut ...
a. Involuntary unemployed
b. Involuntary employed
c. Unempoyment
d. Employment
Number (11-15) True/False
11. Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan sumber-sumber
ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien.
12. Biaya sosial yang digunakan dalam analisis manfaat dan biaya menggunakan prinsip
fixed cost.
13. Berdasarkan metode NBS, proyek yang mempunyai NBS tertinggi adalah proyek yang
mendapat prioritas untuk dilaksanakan.
14. IRR merupakan metode yang paling mudah digunakan dalam analisis manfaat dan biaya.
15. Pada analisis manfaat dan biaya pada proyek swasta dilakukan penyesuaian dengan
menggunakan harga bayangan (shadow price).
Number (16-20) Esay
16. Apa yang dimaksud dengan manfaat tangible dan manfaat intangible? Jelaskan!
17. Jelaskan keuntungan dan kekurangan pada tiga metode analisis manfaat dan biaya!
18. Pada sektor swasta, bagaimana cara menentukan tingkat diskonto analisis manfaat dan
biaya? Jelaskan!
19. Apa yang dimaksud dengan willingness to pay? Dan jelaskan pendekatan-pendekatan
dari konsep tersebut!
20. Sebut dan jelaskan persoalan-persoalan yang terjadi dalam analisis biaya dan manfaat!
KEY-WORDS
Real benefit-cost
: manfaat dan biaya yang timbul bagi seseorang yang tidak
diimbangi oleh hilangnya manfaat bagi pihak lain.
Pecuniary benefit-cost
: manfaat dan biaya yang hanya diterima oleh sekelompok
tertentu, tetapi kelompok lainnya menderita karena proyek
tersebut.
Direct benefit-cost
: manfaat dan biaya yang timbul karena meningkatnya hasil
atau produktivitas dengan adanya proyek tersebut.
Indirect benefit-cost
: manfaat dan biaya yang secara tidak langsung disebabkan
karena adanya proyek yang akan dibangun atau merupakan
hasil sampingan.
Tangible benefit-cost
: manfaat dan biaya yang dapat di nilai di pasar.
Intangible benefit-cost
: manfaat dan biaya yang tidak dapat dipasarkan.
Internal benefit-cost
: suatu proyek yang menghasilkan manfaat dan biaya untuk
daerahnya sendiri.
External benefit-cost
: suatu proyek yang menghasilkan manfaat dan biaya untuk
daerah lain.
Shadow price
: harga bayangan. Keadaan di mana tidak ada pasar persaingan
sempurna, maka harga pasar tidak menunjukkan nilai sumber
ekonomi yang sesungguhnya.
Willingness to pay
: kesediaan orang untuk membayar.
Oportunity cost
: biaya peluang. Dalam analisis manfaat dan biaya, pendekatan
ini merupakan pendekatan yang terbaik untuk menentukan nilai
dari biaya yang tidak berwujud.
Future value
: perhitungan nilai uang yang akan datang.
Present value
: perhitungan nilai sekarang
Net present benefit (NPB)
: nilai bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat
proyek dikurangkan dengan biaya proyek pada tahun yang
bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat diskonto yang
berlaku.
Internal rate of return (IRR) : metode dengan cara menghitung tingkat diskonto yang
menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol.
External rate of return
: biaya pinjaman modal yang harus diperhitungkan dengan
tingkat pengembalian investasi.
Perbandingan manfaat-biaya : metode dengan membandingkan nilai sekarang suatu proyek
diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh
biaya proyek tersebut.
Real disconto rate
: tingkat diskonto nominal dikurangi tingkat inflasi.
Involuntary unemployed
: tenaga kerja sedang menganggur yang tidak dikehendaki.
Download