Analisis Dan Simulasi Distribusi Suhu Udara Pada Kandang Sapi

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi Panas Hewan Dalam Kandang
Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe
ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi
lingkungan mikro. Panas yang dihasilkan dalam kandang harus diprediksi untuk
mendisain sistem kontrol lingkungan. Panas yang dihasilkan dan kemudian
dilepas oleh tubuh hewan terdiri atas panas sensibel (sensible heat) dan panas
laten (latent heat). Panas sensibel dan panas laten yang dihasilkan oleh hewan
dalam kandang merupakan komponen kritis keseimbangan panas untuk kondisi
setimbang dalam struktur kandang (Esmay, 1960).
Kehilangan panas pada lingkungan kandang akan meningkat seiring
dengan menurunnya bobot badan hewan pada kondisi temperatur lingkungan
kandang yang semakin menurun. Produksi panas yang berhubungan dengan bobot
badan hewan akan memperlihatkan penurunan kehilangan panas (heat loss)
dengan peningkatan bobot badan. Sebagai contoh sapi dengan bobot 400 – 500
kg menghasilkan panas 2 W/kg, lebih kecil dibandingkan dengan domba bobot
50 kg yang menghasilkan panas 3-4 W/kg dan unggas dengan bobot 2 kg
menghasilkan 6 W/kg (Esmay and Dixon 1986). Produksi panas sapi perah
dengan bobot 454.5 kg pada beberapa suhu dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel
1 dapat dilihat bahwa kenaikan suhu kandang akan menurunkan total panas yang
diproduksi oleh sapi perah. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak (sapi perah)
akan
mempertahankan
panas
tubuhnya
sesuai
dengan
keadaan
suhu
lingkungannya.
Tabel 1 Produksi panas sapi perah (bobot badan 454.5 kg)
Suhu (oC)
Panas laten (W)
Panas sensible (W)
Total panas (W)
4,44
10,00
15,56
21,11
26,67
278,4
322,4
392,7
410,3
556,8
766,6
674,0
556,8
498,2
293,1
1.055
996
949
908
849
Sumber : Esmay and Dixon (1986 )
Perolehan panas dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas
bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan
terjadi kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari
suhu nyaman. Perolehan dan penambahan panas tubuh ternak dapat terjadi secara
sensible melalui mekanisme radiasi, konduksi dan konveksi. Pada saat suhu udara
lebih tinggi dari suhu nyaman ternak, jalur utama pelepasan panas hewan terjadi
melalui mekanisme evaporative heat loss dengan jalan melakukan pertukaran
panas melalui permukaan kulit (sweating) atau melalui pertukaran panas di
sepanjang saluran pernapasan (panting) (Purwanto, 1993) dan sebagian melalui
feses dan urin (McDowell, 1972).
Suhu Efektif
Suhu efektif adalah suhu yang dimanfaatkan oleh ternak untuk
kehidupannya, dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara
(RH), radiasi
matahari dan kecepatan angin (West, 1994). Suhu efektif dapat memperlihatkan
tingkat kenyamanan dan stress bagi sapi perah. Hubungan suhu efektif dengan
paremeter iklim mikro ditunjukkan pada beberapa persamaan
berikut
(Yamamoto, 1983): (1) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan bola
kering; (2) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu tubuh sapi) dan
kecepatan angin; (3) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu
pernafasan) dan kecepatan angin; (4) hubungan suhu efektif dengan suhu bola
kering dan radiasi matahari; (5) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah
dan suhu udara lingkungan.
ET = 0,35 DBT + 0,65WBT ..................................................................... (1)
ET = DBTb − 6 AM ............................................................................. (2)
ET = DBT p − 10 AM ........................................................................... (3)
ET = DBT + 11RD ................................................................................ (4)
ET = 0,57 DBT + 0,43GT ....................................................................... (5)
Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Sapi Perah FH
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang
mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan
keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi
dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1968; Esmay, 1978). McDowell
(1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan
suhu lingkungan yang optimum. Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa
berkisar 17 – 21oC (Hafez, 1968); 13 – 18oC (McDowell, 1972); 4 – 25oC
(Yousef, 1985), 5 – 25oC (Jones & Stallings, 1999). Bligh dan Johnson (1985)
membagi beberapa wilayah suhu lingkungan berdasarkan perubahan produksi
panas hewan, sehingga didapatkan batasan suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu
antara batas suhu kritis minimum dengan maksimum (Gambar 1). Hubungan
besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut “Temperature Humidity
Index (THI)” yang dapat mempengaruhi tingkat stres sapi perah dapat dilihat
pada Tabel 2. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai
THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤
79), stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89) dan stres berat ( 90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema,
1990).
Gambar 1 Diagram produksi panas sapi perah pada beberapa suhu lingkungan
Tabel 2 Indeks suhu dan kelembaban relatif untuk sapi perah
Kelembaban relatif (%)
o
C
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
23,39
72 72 73 73 74 74 75 75
26,67
72 72 73 73 74 74 75 76 76 77 78 78 79 79 80
29,44
72 72 73 74 75 75 76 77 78 78 79 80 81 81 82 83 84 84 85
32,22 72 73 74 75 76 77 78 79 79 80 81 82 83 84 85 86 86 87 88 89 90
35,00 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95
37,78 77 78 79 80 82 83 84 85 86 87 88 90 91 92 93 94 95 97 98 99
40,56 79 80 82 83 84 86 87 88 89 91 92 93 95 96 97
43,33 81 83 84 86 87 89 90 91 93 94 96 97
Stres Ringan
46,11 84 85 87 88 90 91 93 95 96 97
Stres Sedang
48,89 88 88 89 91 93 94 96 98
Stres Berat
Sumber : Wierama (1990)
Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu
lingkungan 18,3oC dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut, ternak
akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku
(behaviour). Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman
panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi
minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan
pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam
darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell,
1972); dan 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985) dan 8)
meningkatnya intensitas berteduh sapi (Combs, 1996). Respons fisiologis sapi FH
akibat cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Cekaman panas dapat direduksi dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH
melalui penyemprotan air dingin ke seluruh permukaan tubuh (Shibata, 1996).
Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suhu lingkungan mikro (sekitar
kandang) sebesar 5oC dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10
kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005).
Perubahan suhu pada kandang dapat mempengaruhi perubahan denyut
jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH. Denyut jantung sapi FH yang sehat
pada daerah nyaman (suhu tubuh 38,6oC) adalah 60 – 70 kali/menit dengan
frekuensi nafas 10 – 30 kali/menit (Ensminger, 1971). Reaksi sapi FH terhadap
perubahan suhu yang dilihat dari respons pernapasan dan denyut jantung
merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas
yang diterima dari luar tubuh ternak. Peningkatan denyut jantung merupakan
respons dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam
organ-organ yang lebih dingin (Anderson, 1983).
Tabel 3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH
Parameter
Sumber
o
Suhu lingkungan
Netral
Cekaman
Suhu rektal ( C)
1
2
38.7
38.8
40.0
39.8
Denyut jantung (kali per menit)
1
2
77.0
64.0
79.0
67.0
Pernapasan (kali per menit)
1
2
48.0
31.0
87.0
75.0
Sumber : 1) Kibler (1962). Sapi FH dengan suhu netral 21.6oC dan suhu cekaman 32.2oC.
2) Purwanto (1993). Sapi FH dengan suhu netral 15oC dan suhu cekaman 30oC.
Tabel 4 Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan sapi
FH pada suhu berbeda
Parameter
Produksi susu (kg/hari)
Volume urine
Konsumsi minum (kg/hari)
Konsumsi konsentrat (kg/hari)
Konsumsi hay (kg/hari)
Suhu
18oC
18.4
11.2
57.9
9.7
5.8
30oC
15.7
12.8
74.7
9.2
4.5
Sumber : McDowell (1972)
Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH
Bangunan perkandangan akan mendapatkan perolehan dan kehilangan
panas dan massa dari dan ke lingkungan sekitarnya melalui proses perpindahan
panas dan massa secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas
konduksi terjadi melalui dinding dan atap bangunan dengan arah masuk dan
keluar bangunan termasuk konduksi panas dari dan ke dalam tanah. Perpindahan
panas dan massa secara konveksi terjadi karena aliran udara yang masuk dan
keluar melalui bukaan ventilasi. Perpindahan panas radiasi gelombang pendek
dari radiasi matahari dan refleksinya serta difusivitasnya selalu memiliki nilai
positif. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang adalah radiasi yang
dipancarkan oleh permukaan bangunan dan yang diterima dari lingkungan di
sekitar bangunan. Panas lainnya yang ditimbulkan oleh penghuni atau peralatan
yang ada di dalam kandang juga harus dapat diperhitungkan (Soegijanto, 1999).
Perpindahan panas radiasi gelombang panjang terjadi antara ternak (sapi
perah FH) dengan lingkungan di sekitarnya melalui kulit sapi FH yang dominan
berwarna putih atau hitam. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang pada
ternak dengan lingkungannya terjadi karena ternak mengeluarkan panas tubuhnya
melalui permukaan kulit dan saluran pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986).
Perpindahan panas secara konveksi pada kandang sapi perah FH di lingkungan
tropika basah
terjadi pada atap bangunan kandang, sapi perah, lantai, serta
bangunan penopangnya seperti dinding, kerangka dan peralatan lainnya.
Keseimbangan panas di permukaan lantai pada bangunan perkandangan
ternak sapi perah FH meliputi radiasi gelombang panjang dari lantai ke atap,
pindah panas konveksi dari permukaan lantai ke udara dalam kandang, dan pindah
panas konduksi dari permukaan lantai ke lapisan di bawahnya atau sebaliknya.
Keseimbangan panas di udara dalam kandang sapi perah lebih mudah dihitung
karena proses pindah panas terjadi secara konveksi dari penutup (atap) kandang ke
udara dalam kandang terjadi secara alami dan melalui bukaan ventilasi baik
masuk maupun keluar (Esmay dan Dixon, 1986). Perpindahan panas konveksi
dipengaruhi oleh koefisien konveksi udara, kecepatan angin dan suhu lingkungan.
Semakin besar nilai koefisien konveksi dan kecepatan angin, maka akan semakin
cepat keseimbangan panas dalam ruangan konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi pada penutup (atap) kandang
sapi FH, dinding bangunan, kerangka bangunan, ternak (sapi FH), air minum sapi
FH, tubuh sapi FH. Perpindahan panas konduksi sangat dipengaruhi oleh
konduktivitas bahan dan suhu lingkungan. Semakin besar nilai konduktivitasnya,
bahan tersebut semakin cepat merambatkan panas (Esmay dan Dixon, 1986).
Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah FH
Distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah FH
dipengaruhi oleh luas dan tinggi bangunan, jumlah ternak, suhu lingkungan,
sistem ventilasi, radiasi matahari,
peralatan peternakan,
kecepatan angin,
pergerakan udara di sekitar bangunan. Pada bangunan pertanian (greenhouse),
faktor desain yang sangat menentukan distribusi suhu dan kelembaban udara
adalah dimensi bangunan, posisi dinding atau atap ventilasi, sudut pembukaan
ventilasi, jumlah span dan sebagainya (Boutet, 1987). Pertukaran udara dalam
kandang sapi perah dipengaruhi oleh besarnya suhu lingkungan, produksi panas
hewan, kelembaban, konsentrasi gas dalam kandang, jenis bahan atap bangunan,
pindah panas dari lantai, sistem dan luasan ventilasi, luas dan tinggi bangunan
kandang (Hellickson dan Walker, 1983).
Pindah panas pada kandang sapi perah dapat terjadi secara radiasi,
konveksi maupun konduksi (Wathes dan Charles, 1994) yang mengakibatkan
adanya distribusi suhu dalam kandang. Pindah panas secara radiasi dipengaruhi
oleh besarnya radiasi matahari atau bahan, kecepatan angin dan suhu lingkungan.
Pindah panas pada bahan bangunan kandang dipengaruhi oleh konduktivitas
bahan, tebal bahan dan waktu, sedangkan secara konveksi sangat dipengaruhi oleh
suhu lingkungan, kecepatan angin, waktu dan luasan daerah konveksi.
Analisis distribusi suhu dalam bangunan pertanian dapat dilakukan dengan
perhitungan besarnya pindah panas dan massa pada bangunan melalui sistem
ventilasi sehingga menghasilkan aliran udara yang baik di dalam kandang.
Pemecahan analisis aliran udara pada kandang sapi perah (bangunan pertanian)
dalam 2 atau 3 dimensi dapat dilakukan dengan metode finite element, metode
finite difference (Cheney dan Kincaid, 1990), metode spectral dan finite volume
dengan computational fluid dynamics atau CFD (Versteeg dan Malalasekera,
1995).
Metode finite difference menggambarkan φ yang tidak diketahui pada titik
atau node di dalam garis grid. Untuk mendapatkan nilai aproksimasi φ digunakan
deret ekspansi Taylor, sehingga menghasilkan persamaan aljabar untuk
menghitung nilai φ pada tiap titik grid. Metode finite element menggunakan fungsi
sederhana (linear/kuadrat) pada elemen untuk menggambarkan variabel aliran φ.
Fungsi pendugaan dimasukkan ke dalam persamaan atur, dan hasilnya terdapat
residual untuk perhitungan error. Selanjutnya error dikalikan dengan fungsi
pembobot dan diintegralkan. Hasilnya didapatkan persamaan aljabar yang lebih
mudah untuk dipecahkan. Metode spektral menduga variabel yang tidak diketahui
menggunakan deret Fourier atau deret polinomial Chebyshev. Pendekatan
pendugaannya secara menyeluruh pada semua domain perhitungan (tidak per
titik). Terdapat residual dan fungsi pembobot seperti metode finite element.
Metode finite volume dikembangkan dari finite difference khusus dan dapat
diaplikasikan pada kode CFD (FLUENT, PHOENICS, FLOW3D dan STAR-CD).
Algoritma numeriknya terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut : (1) integrasi
persamaan atur sepanjang volume kontrol domain perhitungan; (2) diskretisasi
yang meliputi substitusi berbagai tipe aproksimasi finite difference sehingga
menghasilkan persamaan aljabar (tahapan kunci); (3) penyelesaian persamaan
aljabar dengan metode iterasi.
Ventilasi
Ventilasi pada bangunan pertanian digunakan untuk mengendalikan suhu,
kelembaban udara, kotoran ternak dan pergerakan udara sehingga kondisi
lingkungan mikro yang dibutuhkan ternak dapat terpenuhi. Ventilasi terjadi jika
terdapat perbedaan tekanan udara. Ventilasi dengan tekanan udara tertentu dapat
mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan, intensitas dan pola
aliran serta rintangan setempat (Takakura, 1979). Laju ventilasi diukur dengan
satuan massa udara per unit waktu (Mastalerz, 1977). Laju ventilasi minimum
pada kandang biasanya didasarkan pada kebutuhan pergerakan udara untuk
kontrol kelembaban (Esmay, 1986).
Di daerah tropis seperti Indonesia, ventilasi bangunan kandang yang
biasanya digunakan adalah ventilasi alami karena dapat menekan biaya dan tenaga
kerja dibandingkan dengan ventilasi lainnya.
Ventilasi alami terjadi karena
adanya perbedaan tekanan udara akibat faktor angin dan faktor termal. Faktor
angin dan termal ini dimanfaatkan untuk menggerakkan udara dan menentukan
laju ventilasi alami yang terjadi. Laju ventilasi alami memiliki hubungan yang
linier dengan kecepatan udara dan tergantung pada perbedaan tekanan udara yang
ditimbulkan oleh perbedaan temperatur lingkungan (Takakura, 1979). Laju
pertukaran udara dipengaruhi oleh total luas bukaan, arah bukaan, kecepatan
angin dan perbedaan temperatur di luar dan di dalam kandang (Mastalerz, 1977).
Kontrol manual sistem ventilasi alami dapat dilakukan dengan pembukaan
dan penutupan lubang ventilasi serta pengaturan bukaan pada dinding (Takakura,
1979). Pengaturan ventilasi alami agar tetap kontinyu sulit dilakukan karena
dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan dan arah angin
yang tidak mudah
dikendalikan.
Efek Angin dan Efek Termal
Efek angin digolongkan menjadi dua komponen, yaitu efek turbulen dan
efek steady. Efek steady terjadi karena pada saat angin bertiup di atas dan di
sekeliling bangunan. Pergerakan angin ini dapat membangkitkan perbedaan
tekanan pada lokasi yang berbeda yang menghasilkan distribusi tekanan pada
bangunan. Distribusi tekanan di sekitar bangunan dinyatakan sebagai distribusi
dari koefisien tekanan. Apabila koefisien tekanan bernilai positif maka akan
terjadi aliran udara masuk (inflow) melalui bukaan pada bangunan. Apabila
koefisien tekanan bernilai negatif maka akan terjadi aliran udara keluar dari
bangunan (outflow). Efek turbulen terjadi karena kecepatan angin tidak bersifat
statis melainkan bervariasi secara kontinyu yang menghasilkan fluktuasi tekanan.
Efek termal timbul dari perbedaan temperatur di dalam dan di luar
kandang (Bockett & Albright, 1987). Konveksi panas dari atap dan material
penyusun kandang dapat meningkatkan temperatur udara dan menurunkan
kerapatan udara dalam kandang sehingga mengakibatkan perbedaan tekanan udara
di dalam dan di luar kandang yang pada akhirnya terjadi aliran udara keluar
masuk kandang melalui bukaan.
Akibat faktor termal, terdapat suatu bidang pada bukaan kandang dimana
tidak terjadi aliran udara karena tekanan udara di dalam dan di luar kandang
besarnya sama. Bidang ini disebut bidang tekanan netral. Posisi bidang tekanan
netral memberikan gambaran bukaan yang berfungsi sebagai saluran masuk dan
saluran keluarnya udara. Pada bagian bawah bidang tekanan netral, tekanan udara
luar lebih tinggi daripada tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran
udara masuk ke dalam kandang. Pada bagian di atas bidang tekanan netral,
tekanan udara di dalam lebih tinggi dari tekanan udara di luar sehingga terjadi
aliran udara keluar (Brockett & Albright, 1987).
Computational Fluid Dynamics (CFD)
Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang
meliputi aliran fluida, pindah panas dan massa, serta fenomena lain seperti reaksi
kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah digunakan
sejak tahun 1960 untuk mendesain mesin jet dan aircraft. CFD merupakan
pemanfaatan komputer untuk memprediksi secara kuantitatif apa yang terjadi
pada saat fluida mengalir sehingga prediksi aliran fluida pada berbagai sistem
dapat dilakukan dengan biaya murah dan waktu relatif singkat dibandingkan
dengan metode eksperimen. Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi
tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur
aliran fluida sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangat
penting. Persamaan pengatur aliran fluida adalah persamaan differensial parsial
dan komputer digital tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan
tersebut secara langsung sehingga persamaan tersebut harus ditransformasikan ke
dalam persamaan aljabar sederhana dengan metode diskritisasi (Versteeg dan
Malalasekera, 1995).
Ada beberapa teknik distritisasi yang digunakan dan masing-masing
memiliki prinsip yang berbeda seperti : 1) metode beda hingga (finite different
methode); 2) metode elemen hingga (finite element methode) dan 3) metode
volume hingga (finite volume methode). Dalam simulasi pola aliran udara, udara
digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam
persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan dipecahkan dengan teknik
CFD (tiga dimensi) berdasarkan analisis numerik menggunakan metode volume
hingga (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
Persamaan diskrit yang dihasilkan dari persamaan diferensial umumnya
dalam bentuk implisit. Pada persamaan implisit, satu set pernyataan simultan atas
banyak persamaan individual dihasilkan, dan persamaan tersebut harus
diselesaikan dengan persamaan tertentu dan salah satunya menggunakan iterasi.
Proses iterasi adalah membuat sebuah tebakan nilai variabel-variabel yang
terdapat pada implisit. Iterasi terus dilakukan sampai selisih antara ruas kiri
dengan ruas kanan persamaan mendekati nol (konvergen).
Untuk
menyelesaikan
persamaan
diferensial
diperlukan
boundary
condition dan initial condition seperti kecepatan, tekanan, variabel turbulensi.
Kondisi batas pada inlet, outlet, bukaan ventilasi, dan material penyusun kandang
harus memiliki acuan dalam penyelesaian persamaan diferensial parsial. Dalam
simulasi aliran fluida, jenis grid yang digunakan menjadi suatu hal yang sangat
diperhatikan.
Kompleksitas domain aliran, ketersediaan program solver dan
numerical diffusion (suatu kesalahan diskritisasi yang dapat timbul jika grid tidak
sejajar dengan arah aliran) menjadi pertimbangan dalam penentuan jenis grid yang
akan digunakan.
Ada beberapa software yang digunakan dalam CFD untuk menyelesaikan
permasalahan aliran udara pada kandang sapi perah FH yaitu software Fluent
6.2.16, Gambit 2.2.30 dan Auto CAD 2005.
Penggunaan software Auto CAD
untuk mempermudah penggambaran geometri kandang sebelum diproses lebih
lanjut dalam software Gambit 2.2.30 (pembuatan mesh dan penentuan kondisi
batas geometri kandang yang akan disikulasikan).Adapun sofware Fluent 6.2.16
digunakan untuk analisis distribusi suhu dan pola alirannya. Software Fluent
6.2.16 telah banyak beredar di pasaran dan telah banyak digunakan untuk analisis
pola aliran udara dan distribusi suhu pada berbagai kondisi dengan tingkat validasi
yang tinggi. Pada pemecahan masalah aliran dan distribusi fluida dua fase atau
lebih seperti kelembaban relatif (udara dan uap air) software Fluent 6.2.16 belum
dapat digunakan sehingga diperlukan teknik perhitungan untuk menentukan
besarnya kelembaban relatif (RH) yang terdistribusi dalam kandang. Perhitungan
distribusi RH dalam kadang didasarkan pada terjadinya proses pemanasan dalam
kandang akibat panas konveksi dari atap dan material bahan penyusun kandang,
dimana kondisi tekanan uap dan kelembaban mutlak tetap dan tidak terjadi
penambahan uap air pada kondisi kandang kosong.
Simulasi
Simulasi adalah teknik penyusunan dari kondisi nyata (sistem) dan
kemudian melakukan percobaan pada model yang dibuat dari sistem. Simulasi
merupakan alat yang fleksibel dari model atau kuantitatif. Simulasi cocok
diterapkan untuk menganalisa interaksi masalah yang rumit dari sistem. Simulasi
berguna untuk mengetahui pengaruh atau akibat suatu keputusan dalam jangka
waktu tertentu (Avissar, et.all., 1982).
Dalam melakukan simulasi, terlebih dahulu harus dibuat model yang akan
dijadikan acuan untuk melakukan simulasi agar diperoleh nilai ekonomis, efektif,
mudah, resiko kecil. Kriteria umum agar model simulasi efektif adalah : 1) model
simulasi dapat memprediksi proses fisik dan fisiologi dalam sistem dengan
ketepatan yang masuk akal dan dapat dibuktikan dengan percobaan; 2) model
simulasi bersifat umum dan cukup fleksibel untuk diaplikasikan pada sistem
tertentu yang memiliki kondisi lingkungan yang beragam. Untuk mengetahui
kriteria tersebut, parameter lingkungan yang digunakan adalah kondisi batas yang
mudah diukur dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan sistem. Skala waktu,
parameter, initial condition dapat dengan mudah diubah-ubah, serta dapat dengan
mudah menyelesaikan persamaan-persamaan yang tidak linier dan dapat mengkaji
sistem secara utuh (Avissar, et.all., 1982).
Simulasi
dapat
dilakukan
dengan
pembuatan
model
persamaan
matematika, program komputer, atau pembuatan model prototipe sehingga sistem
yang akan disimulasikan dapat terwakili oleh model yang disimulasikan. Simulasi
analisis distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kadang sapi perah FH
dapat dilakukan dengan persamaan matematika, dan program komputer.
Parameter yang harus diperhitungkan dalam simulasi analisis distribusi suhu dan
kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah antara lain suhu lingkungan,
suhu udara dalam kandang, suhu tanah, radiasi matahari, kecepatan angin, sistem
dan besaran ventilasi, bahan-bahan bangunan (konduktivitas panas, emisivitas,
koefisien pindah panas, absorpsivitas), suhu diurnal ternak (sapi perah) seperti
suhu kulit, rektal, pernafasan (Esmay
dan Dixon, 1986). Simulasi distribusi
parameter iklim mikro seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, sudut datang
radiasi matahari telah banyak dilakukan pada bangunan pertanian terutama
greenhouse baik menggunakan persamaan-persamaan matematika, program
komputer maupun model atau prototipe.
Download