Reksa Dana Terproteksi, Yakin Lebih Aman? Mengawali tulisan ini, penulis akan mengajak pembaca untuk flashback. Masih ingatkah kita bagaimana aksi redemption mengguncang industri Reksa Dana di tanah air? Jika kita telusuri, apa sebenarnya penyebab para investor melakukan aksi demikian? Tentu saja karena mereka melihat penurunan yang tidak disangka pada Nilai Aktiva Bersih Reksa Dananya. Seperti kita ketahui bahwa melakukan investasi di instrumen investasi manapun pasti ada resikonya termasuk juga pada Reksa Dana. Biarpun instrumen investasi Reksa Dana diklaim jauh lebih aman dibandingkan dengan instrumen-instrumen investasi lainnya, toh tetap saja Reksa Dana ada risikonya. Akan tetapi, risiko pada Reksa Dana tidaklah sebesar bila kita berinvestasi secara langsung. Risiko pada Reksa Dana jauh lebih rendah yang dikarenakan telah terdivesrsifikasi. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 dijelaskan bahwa Reksa Dana merupakan wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. Justru karena merupakan kumpulan dari berbagai macam efek, yang tentu saja ada risikonya di setiap efek tersebut, maka risiko–risiko dari berbagai macam efek tersebut telah terdiversifikasi atau telah tersebar. Maksud dari diversifkasi risiko ialah antara risiko yang satu menutupi risiko yang lainnya. Untuk mudahnya, bila seorang investor melakukan investasi seluruh uangnya pada satu jenis instrumen investasi, katakanlah pada satu jenis saham. Sewaktu-waktu harga saham di pasar terkoreksi maka investor tadi akan mengalami kerugian sebesar penurunan saham yang ia beli. Tapi, bila investor tadi melakukan investasi tidak hanya pada satu jenis saham melainkan pada dua atau lebih jenis saham maka kemungkinan risiko penurunan harganya tidaklah sebesar jika ia melakukan investasi pada satu jenis saham. Mungkin saja, harga saham yang satu mengalami penurunan cukup tajam namun, harga saham lainnya tidak serta merta ikut turun bahkan mungkin saja naik, berarti risiko yang diterima oleh investor tadi masih terjaga. Begitu pula dengan Reksa Dana, investasinya bisa jauh lebih banyak. Investor hanya mempercayakan dananya pada Manajer Investasi (MI) lalu MI akan melakukan investasi pada seluruh efek secara selektif. Kelebihan Reksa Dana, investasinya bisa beragam tidak hanya terbatas pada satu atau dua jenis efek saja. Bisa dibayangkan bila seorang investor ingin melakukan investasi secara langsung pada saham, obligasi, surat utang negara, atau efek lainnya. Berapa banyak dana yang harus dipersiapkan untuk melakukan investasi pada efek itu semua? Nah, dengan adanya Reksa Dana dimana nilai investasinya yang relatif kecil, investor tadi dapat memiliki efek itu semua yang tercermin dalam Unit Penyertaannya. Selain Unit Penyertaan, nilai investasi dari Reksa Dana juga tercermin dari Nilai Aktiva Bersih. Nilai inilah yang menggambarkan keadaan dari harga efek itu semua. Bila harga dari efek – efek yang berada di suatu Reksa Dana mengalami penurunan maka Nilai Aktiva Bersih dari Reksa Dana juga mengalami penurunan. Sehingga investor dan masyarakat lainnya jangan kaget bila akhir–akhir ini Nilai Aktiva Bersih dari Reksa Dana mengalami penurunan bahkan ada Reksa Dana yang mengalami minus atau berada di bawah harga Rp. 1.000,-. Hal demikian bisa saja terjadi karena harga–harga dari efek– efek yang berada dalam portofolio Reksa Dana mengalami penurunan. Sebut saja harga 1 obligasi. Harga obligasi ditentukan oleh supply demand di pasar dan juga dipengaruhi oleh suku bunga. Bila harga dari obligasi menurun maka tidak ada pihak yang ingin melakukan transaksi. Akibatnya perdagangan obligasi di pasar menjadi tidak likuid. Toh, bila ada yang melakukan transaksi maka dilakukan di bawah harga par nya. Bisa dikatakan, beli murah, jual murah. Selain itu, dengan adanya kenaikan suku bunga para investor menilai bahwa menempatkan dana di perbankan jauh lebih menarik. Bisa saja, investor yang telah bermain di Pasar Modal, khususnya saham, mengalihkan dananya pada perbankan. Hal ini juga dapat mempengaruhi kondisi pasar saham di bursa. Oleh karena harga obligasi maupun harga efek-efek lainnya turun maka menyebabkan turunnya Nilai Aktiva Bersih dari Reksa Dana. Hal inilah yang kemudian tidak dapat diterima oleh investor, khususnys investor Reksa Dana Pendapatan Tetap yang telah menganggap bahwa pasti mendapatakan imbal hasil, sehingga mereka melakukan redemption secara besar-besaran. Investor takut jika suatu saat Nilai Aktiva Bersih dari Reksa Dana mereka terus menerus turun sehingga akhirnya ”memakan” investasi pokok mereka. Ketakutan mereka pada akhirnya terjawab dengan dikeluarkannya Reksa Dana Terproteksi. Memang penerbitan Reksa Dana ini terkesan lambat karena dikeluarkan baru setelah terjadinya redemption besar–besaran. Namun, hal itu tidak menyurutkan pihak MI, selaku pengelola dana, untuk menerbitkan Reksa Dana tersebut. Entah sebagai penyelamatan atau memang benar-benar ingin diterbitkan sebagai pelengkap produk-produknya. Nilaiinvestasi Mekanisme Proteksi – Payoff Diagram Non-Proteksi Proteksi 1000 Yield Enhancer 900 SUN (investment grade) t subscription Periode Investasi t redemption Sumber: NN 2 Reksa Dana Terproteksi atau yang lebih dikenal dengan nama Capital Protected Fund merupakan Reksa Dana yang memberikan proteksi pada nilai investasi awal melalui mekanisme investasinya atau melalui pengelolaan portofolionya. Untuk memberikan proteksi tersebut, MI akan mengalokasikan dana para investor pada Efek bersifat utang yang masuk dalam kategori investment grade dan lebih baik obligasi Pemerintah agar tidak terjadi default. Hal ini telah diatur dan diwajibkan oleh Bapepam. Lalu, dalam hal ini akan timbul pertanyaan dalam benak kita, mengapa harus diinvestasikan pada Efek hutang kategori investment grade? Apakah sebelumnya bukan diinvestasikan pada Efek hutang kategori tersebut sehingga diwajibkan untuk diinvestasikan pada kategori tersebut? Bagaimana mekanisme Reksa Dana ini? Bapepam mewajibkan untuk diinvestasikan pada kategori tersebut dengan harapan agar nilai Efek bersifat hutang pada saat jatuh tempo sekurang-kurangnya dapat menutupi jumlah nilai yang diproteksi. Sebagai tambahan, dalam Reksa Dana ini periode proteksi juga dibatasi tidak terlalu panjang sekitar satu tahun sampai dengan tiga tahun. Pembatasan periode jatuh tempo untuk memberikan nuansa adanya ketepatan waktu dan bisa diprediksi mengenai penerbit surat hutang. Oleh karena itu, MI harus cermat mencari surat hutang mana yang jatuh temponya berbarengan dengan jatuh tempo Reksa Dana Terproteksi tersebut. Seperti diketahui, bahwa semakin dekat jatuh tempo suatu surat hutang maka harganya akan kembali pada nominalnya. Obligasi yang masuk dalam kategori investment grade, diharapkan tidak akan default sehingga pada saat jatuh tempo nilai atau harga obligasi tersebut dibayarkan penuh ditambah dengan pembayarannya kuponnya. Misalnya, Perusahaan Efek X menawarkan Reksa Dana Terproteksi dengan jangka waktu satu tahun pada bulan Oktober 2005. Dalam kasus ini, berarti Reksa Dana tersebut akan jatuh tempo pada Oktober 2006. Oleh karena itu, Manajer Investasi harus mencari obligasi mana yang kira-kira akan jatuh tempo pada Oktober 2006 atau kalau bisa sebelum Oktober 2006 tersebut. Hal ini diharapkan pada masa jatuh tempo tersebut obligasi tersebut cair bersama pembayaran kuponnya sehingga dapat langsung dibayarkan pada Reksa Dana tersebut. Mekanisme ini tentu berbeda dengan pengelolaan Reksa Dana sebelumnya dimana tidak ada jangka waktunya sehingga MI bebas memilih obligasi, terutama yang memiliki masa jatuh tempo lebih dari lima tahun walaupun samasama masuk kategori investment grade atau obligasi Pemerintah. Investasi Reksa Dana Terproteksi selalu diharapkan pada obligasi Pemerintah agar risiko tidak terbayarnya dana bisa diatasi. Obligasi Pemerintah tidak akan pernah default karena suatu negara tidak mungkin tidak membayar obligasi. Bila obligasi negara default maka persoalan menjadi besar sehingga negara tersebut mempunyai risiko cukup tinggi. Bila Reksa Dana Terproteksi tidak diinvestasikan pada obligasi Pemerintah maka Reksa Dana tersebut harus mendapatkan obligasi swasta yang betul terjamin akan terbayar pada saat jatuh tempo. Meskipun nilai investasi awal tersebut telah diproteksi bukan berarti Reksa Dana ini aman-aman saja. Reksa Dana ini tetap ada risikonya. Hal ini dikarenakan mekanisme proteksi atas investasi awal pada Reksa Dana ini sepenuhnya dilakukan melalui mekanisme investasi bukan melalui pihak ketiga maupun MI sebagai Penjamin sehingga dana yang dimiliki investor tidak sepenuhnya mempunyai daya beli pada saat dana diinvestasikan pada Reksa Dana Terproteksi. Risiko lain yang dihadapi investor atas kepemilikan Reksa Dana ini yaitu risiko tingkat bunga. Investor kehilangan kesempatan melakukan investasi pada tingkat bunga yang lebih tinggi. Risiko valuta asing juga 3 dihadapi investor ketika memiliki Reksa Dana ini. Nah, kalau sudah seperti ini berarti Reksa Dana ini tidak sepenuhnya tidak mempunyai risiko. Reksa Dana ini ialah sebagai alternatif dari Reksa Dana yang sudah ada. Kelebihannya paling tidak bagi pemegang Reksa Dana ini mendapat kepastian pembayaran bila akan dicairkan pada waktu jatuh temponya. Tidak seperti sebelumnya dimana para MI harus memutar otak bila ada nasabah yang ingin redemption yang dikarenakan kesulitan likuiditas dari Reksa Dananya sehingga investor tidak dapat langsung mencairkan. Pada Reksa Dana ini waktu pencairan telah ditentukan oleh MI sehingga para investor tidak bisa langsung mencairkan begitu saja. Toh, bila dapat dicairkan maka ada pembagian waktu pencairannya. Oleh karena itu, ketika investor masuk ke Reksa Dana Terproteksi maka mindset nya harus berubah dimana berinvestasi benar-benar untuk jangka panjang. Ingatlah, setiap bentuk investasi pasti ada risikonya. Keputusan berinvestasi ada pada anda sebagai investor. Investor dapat melakukan redemption terhadap reksa dana ini sebelum jatuh tempo. Bila investor melakukan tindakan tersebut maka investor harus menanggung risiko yaitu nilai investsai awal tidak sama dengan nilai pada redemption. Janji pokok investasi tidak terpenuhi dikarenakan adanya tindakan memutuskan perjanjian bukan pada akhir periode investasi. Telitilah sebelum melakukan investasi. Selamat berinvestasi. Oleh: Adler Haymans & Arifin Hasudungan, dimuat di Majalah File Investasi Edisi Juni 2009 4