Kolaborasi Sebagai Katalisator Inovasi ERLINDA N. YUNUS Coordinator of Center of Innovation and Collaboration (CIC) [email protected] Inovasi pada dasarnya merupakan sebuah elemen di balik kemajuan sebuah negara. Inovasi yang berkelanjutan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan memperkuat daya saing suatu negara. Penelitian yang dilakukan pada 2013 dan 2014 oleh pusat kajian Center of Innovation and Collaboration (CIC) PPM Manajemen menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia telah melakukan beragam inovasi. Inovasi tidak berarti hanya meluncurkan produk baru, namun juga perbaikan nyata pada proses, pengaturan organisasi, serta upaya pemasaran produk yang dilakukan perusahaan. Kajian CIC yang melibatkan lebih dari 200 perusahaan setiap tahunnya itu (208 perusahaan pada 2013 dan 230 perusahaan pada 2014) menunjukkan pula bahwa beragam inovasi yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia berkontribusi signifikan pada pertumbuhan (revenue growth) perusahaan tersebut. Namun demikian, posisi Indonesia dalam Global Innovation Index (GII, 2014)--sebuah publikasi tahunan yang memeringkat negara/ekonomi berdasarkan kemampuannya berinovasi—berada di peringkat 87, merosot dua undak dari tahun sebelumnya. Tentu menjadi sebuah pertanyaan, ketika perusahaan di Indonesia telah melakukan praktik inovasi tetapi posisinya dalam GII justru merosot. Secara hipotetikal, kita bisa berasumsi bahwa beragam inovasi yang dilakukan perusahaan belum terpusat pada satu poros penunjang ekonomi yang padu. Perlu adanya satu pihak tertentu, atau dalam hal ini pemerintah, yang dapat menjadi konduktor orkestra (yaitu, inovasi-inovasi yang dihasilkan perusahaan di level mikro) sehingga alunan musik yang ditampilkan dapat senada, seirama, saling mengisi. Kajian inovasi dari forum OECD menekankan bahwa kebijakan pemerintah yang pro-inovasi sangat diperlukan, misalnya seperti kebijakan Singapura yang berfokus pada kewirausahaan lokal berteknologi tinggi, atau Thailand yang mendukung budidaya pertanian berteknologi tinggi. Menyatukan irama kepentingan pemerintah, bisnis, dan akademik masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Dugaan lain yang dapat diambil adalah relatif minimnya kerjasama antara bisnis dan akademik di Indonesia dalam mengembangkan inovasi. Memang perusahaan-perusahaan di Indonesia telah melakukan kerjasama inovasi dengan perguruan tinggi atau pusat penelitian, namun kajian CIC PPM menunjukkan bahwa tingkat kolaborasi ini masih jauh dibandingkan Inggris, Irlandia, China, dan bahkan Hong Kong. Padahal, mengembangkan ekonomi berbasis inovasi membutuhkan investasi yang kuat dalam penelitian dan penegmbangan (R&D) serta–satu hal yang tak kalah penting—menuntut kualitas http://microsite.katadata.co.id/ppm-manajemen sumberdaya manusia yang tinggi. Jadi, bukan sekedar aliran modal yang diperlukan, juga kesiapan manusia Indonesia yang memiliki kapasitas berinovasi. Selain menjadi mitra kerjasama inovasi perusahaan, perguruan tinggi dapat menjadi wadah pembentukan keterampilan, pusat pembelajaran, dan pembentukan karakter yang sejalan dengan tuntutan ekonomi yang didorong oleh inovasi. Kualitas perguruan tinggi menjadi kekuatan utama. Tentunya, kurikulum perlu dirancang dan terus-menerus ditingkatkan agar potensi, bakat, dan motivasi mahasiswa terasah dengan baik ke arah kreasi dan penciptaan nilai-tambah. Peran perusahaan juga menjadi krusial dalam memfasilitasi program-program inovasi melalui kerja praktik dan kajian skripsi atau tesis. Pada akhirnya, hasil tempaan sebuah perguruan tinggi akan kembali ke masyarakat, baik ke dalam masyarakat bisnis maupun sosial. Lulusan-lulusan ini diharapkan memiliki keterampilan untuk memahami atau memprediksi hambatan, lalu secara integratif memformulasikan solusi atau mitigasi. Pribadi-pribadi ini diharapkan dapat mempelopori dan mengelola inovasi di ranah manapun mereka berkarya. Sumber daya manusia yang gigih dan berkemampuan seperti inilah yang dibutuhkan untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. http://microsite.katadata.co.id/ppm-manajemen