Dalamnya Makna Tanda Salib

advertisement
Dalamnya Makna Tanda Salib
(Tanya Jawab dalam www.katolisitas.org)
Pertanyaan:
Kepada Bpk. Stefanus,
shallom dalam nama Kristus.
Saya mau bertanya, sejak kapan tanda salib mulai digunakan, karena tidak ada dalam alkitab, dan
para rasul mungkin tidak menggunakan tanda salib mengingat mereka masih beribadat di
sinagoga. Dan mengapa tanda salib gereja roma dan orthodox berbeda arah urutannya, apakah
dulunya sama trus ada perubahan atau memang sejak semula berbeda. Terima kasih
Jawaban:
Shalom Justin Syuhada,
Makna Tanda Salib
Tanda salib ini mengandung arti yang sangat mendalam yaitu 1) kemanunggalan dari Allah
Trinitas, 2) salib yang merupakan tanda keselamatan dan kemenangan orang-orang Kristen, yang
disebabkan oleh kemenangan Kristus atas dosa dan maut. Jadi tanda salib ini merupakan
lambang yang berdasarkan Alkitab (lih. Yeh 9:4, Kel 17:9-14, Why 7:3, 9:4 dan 14:1), dan
bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Yesus. Bahkan Rasul Paulus sendiri
bermegah dengan pewartaan salib Kristus (Gal 6:14), sehingga wajarlah jika kita sebagai
pengikut Kristus membawa makna tanda salib ini kemanapun kita berada.
Menurut sejarah, diketahui bahwa Tanda Salib memang merupakan tradisi jemaat awal, yang
dimulai sekitar abad ke-2 berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja, terutama Tertullian, yang
dilanjutkan oleh St. Cyril dari Yerusalem, St. Ephrem dan St Yohanes Damaskus. Jadi walaupun
kita tidak membaca ajaran mengenai tanda salib ini dilakukan oleh para rasul di dalam Alkitab,
namun bukan berarti bahwa tanda salib ini tidak berdasarkan Alkitab.
Sebab, biar bagaimanapun, makna yang terkandung dalam pembuatan tanda salib ini terpusat
pada Kristus, untuk mengingatkan para beriman akan keselamatan yang dapat diperoleh oleh jasa
Kristus yang tersalib dan bangkit. Maka tanda salib ini bagi umat Kristen adalah tanda yang
harus kita bawa kemanapun sebagai tanda yang mengingatkan kita kepada salib Kristus yang
menyelamatkan kita. Tradisi ini serupa dengan tradisi bangsa Yahudi yang memakai “tefilin”
yaitu semacam kotak hitam yang berisi naskah Alkitab, yang mereka ikatkan di dahi mereka,
sebagai pelaksanaan dari perintah dalam kitab Ul 6:4-8: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau
duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan
apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan
haruslah itu menjadi lambang di dahimu…” Tanda di dahi ini juga disebutkan di dalam kitab
Yeh 9:4.
Tanda Salib menurut Para Bapa Gereja
Maka bagi umat Kristiani, tradisi membuat tanda salib ini sudah berakar sejak lama, bahkan dari
Alkitab Perjanjian Lama, dan juga Perjanjian Baru, yaitu dari kitab Wahyu Why 7:3; 9:4; 14:1.
Berakar dari ajaran Kitab Suci inilah, maka Para Bapa Gereja mengajar demikian:
1) Tertullian (abad 2) mengajarkan dalam De cor Mil, iii: “Dalam perjalanan kita dan
pergerakan kita, pada saat kita masuk atau keluar, ….. pada saat berbaring ataupun duduk,
apapun pekerjaan yang kita lakukan kita menandai dahi kita dengan tanda salib.”
2) St. Cyril dari Yerusalem (315-386) dalam Catecheses (xiii, 36) mengajarkan, “Maka, mari
kita tidak merasa malu untuk menyatakan Yesus yang tersalib. Biarlah tanda salib menjadi
meterai kita, yang dibuat dengan jari-jari kita, di atas dahi … atas makanan dan minuman kita,
pada saat kita masuk ataupun keluar, sebelum tidur, ketika kita berbaring dan ketika bangun tidur
ketika kita bepergian ataupun ketika kita beristirahat.”
3) St. Ephrem dari Syria (373) mengajarkan, “Tandailah seluruh kegiatanmu dengan tanda
salib yang memberi kehidupan. Jangan keluar dari pintu rumahmu sampai kamu menandai
dirimu dengan tanda salib. Jangan mengabaikan tanda ini, baik pada saat sebelum makan,
minum, tidur, di rumah maupun di perjalanan. Tidak ada kebiasaan yang lebih baik daripada ini.
Biarlah ini menjadi tembik yang melindungi segala perbuatanmu, dan ajarkanlah ini kepada
anak-anakmu sehingga mereka dapat belajar menerapkan kebiasaan ini.”
4) St. Yohanes Damaskus (676-749) mengajarkan, “Tanda salib diberikan sebagai tanda di dahi
kita, …. sebab dengan tanda ini kita umat yang percaya dibedakan dari mereka yang tidak
percaya.”
Memang dalam hal cara membuat tanda salib itu terjadi perkembangan, karena pada awalnya
tanda salib hanya dibuat di dahi saja, namun kemudian diajarkan juga untuk membuat tanda salib
di mulut (St Jerome, Epitaph Paulae) dan di hati (Prudentius, Cathem., vi, 129). Tanda salib
seperti yang kita kenal sekarang, yang secara jelas diajarkan oleh Paus Innocentius III (1198–
1216), seperti demikian:
“The sign of the cross is made with three fingers, because the signing is done together with the
invocation of the Trinity. … This is how it is done: from above to below, and from the right to the
left, because Christ descended from the heavens to the earth, and from the Jews (right) He
passed to the Gentiles (left). Others, however, make the sign of the cross from the left to the
right, because from misery (left) we must cross over to glory (right), just as Christ crossed over
from death to life, and from Hades to Paradise. [Some priests] do it this way so that they and the
people will be signing themselves in the same way. You can easily verify this — picture the priest
facing the people for the blessing — when we make the sign of the cross over the people, it is
from left to right…“
Cara membuat tanda salib
Memang terdapat beberapa cara untuk membuat tanda salib. Yang terpenting di sini adalah
makna yang ingin disampaikannya, dan penghayatan orang yang membuat tanda salib ini. Maka
cara yang mendetail sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah, seperti apakah membuatnya
dengan dua jari (jari penunjuk dan jari tengah, yang melambangkan dua kodrat Yesus, yaitu
Allah dan manusia) atau tiga jari (yang melambangkan Trinitas), atau kelima jari
(melambangkan kelima luka-luka Yesus di kayu salib). Atau arah salibnya ke kanan dulu baru
kiri (seperti yang dilakukan Gereja-gereja Timur dan Orthodox) atau ke kiri dahulu baru ke
kanan (seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik Roma).
Umumnya caranya adalah demikian:
Dengan dua atau tiga (atau lima jari) jari tangan kanan di dahi (sambil mngucapkan: “Atas nama
Bapa”), tangan kemudian ke dada -melambangkan hati atau ke perut -menunjuk kepada luka
Yesus di perut-Nya ataupun rahim di mana Yesus dikandung oleh Bunda Maria (sambil
mengucapkan “dan Putera”, kemudian tangan menuju ke bahu kiri dan kanan (sambil
mengucapkan “dan Roh Kudus”). Dan tangan kembali terkatup (sambil mengucapkan “Amin”).
Kapan kita membuat tanda salib?
1) Pada saat sebelum dan sesudah kita berdoa.
2) Ketika kita melewati setiap bangunan gereja Katolik, untuk menghormati kehadiran Tuhan
Yesus di dalam tabernakel.
3) Ketika memasuki gereja (membuat tanda salib dengan air suci)
4) Saat-saat sedang menghadapi ketakutan ( misalnya: ketika kita mendengar sirine ambulans,
mobil kebakaran) ataupun ketika menerima kabar duka cita orang yang meninggal.
5) Ketika kita melihat Salib Kristus, ataupun di saat- saat lain untuk menghormati Kristus,
memohon pertolongan-Nya,
6) Ketika hendak mengusir godaan, ketakutan maupun mengusir pengaruh kuasa jahat.
7) Ketika ayah, sebagai imam dalam keluarga memberikati anak-anaknya, ia dapat menandai
anak-anaknya dengan tanda salib di dahi mereka, misalnya sebelum anak-anak berangkat ke
sekolah atau sebelum mereka tidur pada waktu malam hari.
Semoga kita dapat menghayati makna tanda salib ini, dan menjadikan tanda salib sebagai bagian
dari hidup kita sendiri. Setiap kita membuat tanda salib kita mengingat dan menghormati Kristus
yang oleh kasih-Nya rela menyerahkan hidup-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.
Semoga kita dapat berkata bersama dengan Rasul Paulus, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau
bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan
bagiku dan aku bagi dunia.” (Gal 6:14)
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Ingrid Listiati telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria
- Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.
52 Komentar to Dalamnya Makna Tanda Salib
1.
Hendra Tanumihardja November 9, 2012 at 1:21 pm
Ibu Inggrid dan Bpk Stefanus yth,
Komsos parokiku membuat informasi bahwa tanda salib sbb “poin 4. Tanda salib yg
dibuat sebaiknya tanda salib besar, yaitu dgn menyentuh pusar (sebagai lambang
inkarnasi Kristus). Tidak membuat tanda salib ketika imam memberi absolusi umum
(“…semoga Alah mengasihani kita…dst..”), karena yg kita ikuti adalah Misa Kudus
bukan Sakramen Tobat. Tidak salah membuat tanda salib dengan menyentuh dada ketika
berkata “Putra”. Tambahan :
Info ini BUKAN TPE BARU. TPE yg berlaku tetap TPE 2005. Info ini hanya merupakan
hasil olahan setelah penulis mengikuti rekoleksi liturgi di salah satu paroki di KAJ oleh
komisi liturgi KWI yg pastinya juga berdasarkan TPE 2005″”. Memang dari referensi
sering disebut bagian perut,lower chest, the end of chest bone, stomach; apakah yang
dimaksud bagian perut itu PUSER? Saya lebih melihat realita dimana mana tanda salib
adalah dengan menunjuk/menepuk kearah dada. Terima kasih berkenan memberi
keterangan tentang tanda salib.
Reply
o
Ingrid Listiati November 20, 2012 at 8:25 am
Shalom Hendra,
Sebagaimana disampaikan di atas, sesungguhnya terdapat beberapa cara membuat
tanda salib, yang memang tergantung dari bagaimana memaknainya. Ada yang
membuat tanda salib (bagian “Putera”) dengan menyentuh pusar, lambang
Inkarnasi Kristus ataupun di perut melambangkan luka Yesus di lambung-Nya,
namun juga ada yang di dada, yang mengingatkan akan Hati Kudus-Nya yang
menyatu dengan hati kita.
Menurut buku karangan Rev. Dr. Eugene JCS Weitzel, From Baltimore to
Vatican II, Q. 295, p. 480 tentang cara membuat tanda salib, dikatakan demikian:
“Kita membuat Tanda Salib dengan meletakkan tangan kanan di dahi, dan
kemudian di dada, dan ke arah kiri dan kanan bahu, dengan berkata: Atas nama
Bapa, dan Putera dan Roh Kudus.”
Karena tidak ada cara yang baku yang disyaratkan, mari jangan juga terpaku
dengan suatu cara tertentu, seolah cara yang lain keliru. Yang terpenting adalah
bagaimana kita memaknainya dan menghayati makna itu, yaitu bahwa setiap kali
kita membuat Tanda Salib, kita mengingat nama Tuhan Allah Tritunggal, yang di
dalam-Nya kita dibaptis. Pembaptisan itu sendiri adalah pintu gerbang yang
melaluinya kita dapat sampai kepada keselamatan kekal.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply
2.
David October 18, 2012 at 5:55 pm
Salam dalam damai kristus
Saya seorang Katolik, 25thn, saya ingin bertanya tentang tanda salib, semenjak kecil
seperti pada seorang Katolik pada umumnya saya menggunakan tangan kanan untuk
melakukan tanda salib, tapi sebenarnya saya adalah seseorang yang dalam keseharian
adalah bertangan kiri baik itu menulis, bekerja dan makan. Jika kebanyakan orang
menggunakan tangan kanannya dalam melakukan aktifitas dan menggunakan tangan kiri
untuk bersih2 setelah (maaf…) B.A.B, saya justru sebaliknya…saya melakukan tangan
kiri untuk aktifitas dan menggunakan tangan kanan untuk bersih2 setelah B.A.B,
mungkin bagi orang yang bertangan kanan ini tidak ada masalah tapi bagi saya yang
bertangan kiri inilah yang sering membuat gundah dan bertanya-tanya…
1. Apakah pantas saya melakukan tanda salib dengan tangan kanan padahal saya
menggunakannya juga untuk sesuatu yang bisa dikatakan jorok? apakah ada semacam
aturan atau anjuran2 alkitab dalam Gereja Katolik mengenai hal ini? apa yang seharusnya
saya lakukan? apakah kebiasaan tersebut harus saya hilangkan?
2. Pertanyaan yang lain yang ingin saya tanyakan, saya pernah mendengar teman muslim
saya yang melihat saya makan dengan tangan kiri, yang menurutnya dalam agamanya
dianjurkan untuk tidak /dilarang (entah itu najis atau haram) menggunakan tangan kiri
pada saat makan, bagaimana dalam Gereja Katolik sebenarnya tentang tangan kanan dan
tangan kiri ini dalam melakukan aktifitas sehari-hari?
Reply
o
Stefanus Tay October 18, 2012 at 8:07 pm
Shalom David,
Sama seperti tidak menjadi masalah untuk melakukan aktifitas lain dengan tangan
kanan maupun tangan kiri, maka tidak ada masalah juga untuk membuat tanda
salib, baik dengan tangan kanan maupun tangan kiri. Yang terpenting dalam
membuat tanda salib adalah benar-benar menghayati apa yang dilakukan, karena
tanda salib mempunyai makna yang begitu dalam. Silakan melihat artikel ini –
silakan klik. Tidak ada aturan di dalam Kitab Suci tentang hal ini. Yang ada
adalah “Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan
buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari
pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka” (Mat 5:30). Dengan kata lain, kita
harus menggunakan tangan kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Dan
membuat tanda salib dengan tangan adalah sungguh baik. Jadi, silakan melakukan
tanda salib, baik dengan tangan kanan maupun tangan kiri.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Reply
3.
Anggi September 19, 2012 at 4:57 pm
Shalom Katolisitas,
saya mau tanya sebenarnya klo buat tanda Salib yg 3 jari (Trinitas) itu jari jempol, jari
telunjuk dan jari tengah atau jari telunjuk, jari tengah dan jari manis keduanya dengan
telapak tangan terbuka atau gmana ya?
Terima kasih
Reply
o
Stefanus Tay September 21, 2012 at 4:23 pm
Shalom Anggi,
Membuat tanda salib untuk melambangkan Trinitas dilakukan dengan tiga jari.
Tradisi di Timur dan juga tulisan dari Paus Leo IV (pertengahan abad 9),
memberikan keterangan bahwa membuat tanda salib dengan tiga jari: yaitu jari
tengah, jari telunjuk, dan ibu jari. Sedangkan membuat tanda salib dengan lima
jari adalah melambangkan lima luka Yesus di salib dan dengan dua jari
melambangkan dua kodrat Yesus – yang sungguh Allah dan sungguh manusia.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Reply

Anggi September 21, 2012 at 7:35 pm
Shalom Pak Stef,
Terima kasih Pak Stef atas penjelasannya.
Reply
4.
paulus September 4, 2012 at 4:43 pm
Syalom Alaikhem,
Dalam membuat tanda salib, yang pertama dikatakan bukankah seharusnya “Dalam
Nama Bapa” (dalam bahasa Inggris “In the Name Of the Father”).
[Dari Katolisitas: Kata "in" memang artinya "dalam" jika diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia. Namun jika ada kelanjutannya "in the name of", artinya
mernyerupai idiom, dan bukan hanya sekedar "dalam"/ di dalam. Tentang hal ini
sudah pernah ditulis di sini, silakan klik]
 Bonifasius August 16, 2012 at 1:49 pm
Shaloom juga untuk kalian semua….
saya juga mau bertanya Tentang Tanda salip/tanda kemenangan
saya lihat Versi tanda salip orang berbeda-beda
-)Kalo saya sendiri si :
“Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus”
-)tapi saya pernah juga lihat orang berkata:
” Demi namaBapa,dan Putra,dan Rohkudus”
-)Kalo Teman saya:”Atas nama Bapa, dan Putra, dan Rohkudus”
saya bingung yang sebenarnya harus dikatakan “Demi, Atas atau Dalam”
atau Ketiga itu sama saja Artinya
mohon penjelasanya …..
Reply

Ingrid Listiati August 20, 2012 at 10:23 pm
Shalom Bonifacius,
Tanda salib “Atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” merupakan kata terjemahan
dari kata Latin, “In nomine Patris, et Filii, et Spiritus Sancti“
yang terjemahan bahasa Inggrisnya adalah: “In the name of the Father, and of the Son
and of the Holy Spirit”
Arti frasa “in the name of” adalah sebagai berikut (menurut
http://www.thefreedictionary.com):
in behalf of; on the part of; by authority; as, it was done in the name of the people; –
often used in invocation, swearing, praying, and the like.
- Hooker.
In behalf of; by the authority of.
In the represented or assumed character of.
Dengan demikian, kata “in the name of” tersebut, memang tepat jika diterjemahkan
sebagai “atas nama” (in behalf of; on the part of; by authority); atau sebagian orang
menerjemahkannya “demi nama”.
Sedangkan kalau diterjemahkan “dalam nama” walaupun tidak salah -karena kata “in”
memang terjemahannya secara umum adalah “dalam”- namun tidak secara khusus
menerjemahkan makna seluruh frasa “in the name of“; sebab kata “in” kalau sudah
digabung dengan “the name of” sesungguhnya menjadi semacam idiom, yang mempunyai
arti lebih khusus daripada sekedar “dalam”.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply

Fredy Kwee May 29, 2012 at 10:28 pm
kepada pengasuh katolisitas.org,
beberapa waktu yang lalu ada seorang kerabat jauh saya yang pada mulanya seorang Katolik dan
saat ini ternyata mulai mempelajari ajaran2 saksi yehova, pada suatu saat saudara ini bertanya
kepada saya tentang tanda salib. ada beberapa point yang diajukan, tetapi beberapa sudah saya
dapatkan jawabannya di katolisitas.org pada artikel tentang saksi yehova. yg menjadi perhatian
saya dan belum sy temukan jawabannyan adalah:
1. salib Yesus itu bentuknya bukan seperti sekarang ini melainkan hanya tiang saja, dan salib
bentuk sekarang ini mengadopsi agama pagan romawi.
2. dengan demikian tanda salib itu mengandung gerakan pemujaan berhala.
dari kedua point diatas saudara ini bertanya bagaimanakah pendapat saya.
khusus untuk point ke-2 apakah yang harus saya pelajari untuk memberikan penjelasan kepada
saudara tersebut sekaligus mempertahankan iman Katolik.
terima kasih dan berkah dalem.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel berikut, silakan klik. Jika Kitab Suci mengatakan
bahwa Yesus benar wafat di salib, maka tidak mungkin tanda salib mengandung gerakan
pemujaan berhala. Ini malah merupakan tuduhan yang tidak berdasar.]
Reply

Andi fan May 11, 2012 at 11:31 am
Tuhan tidak pernah mengajarkan cara berdoa harus diawali dengan tanda salib. Murid Yesus di
dalam Alkitab juga tidak disebutkan berdoa dengan tanda salib. Dari mana ide dan atas dasar apa
berdoa menggunakan tanda salib..?
Salib digunakan hanya sebagian simbol mengingatkaan kita atas wafatnya pengorbanan Yesus
untuk manusia. Kenapa di dalam Khatolik salib bisa mempunyai berbagai jenis. Ada yang
namanya salib Benediktus, salib Theresia apa. dll selain itu salib tersebut jg bisa mempunyai
kegunaannya tersendiri. Salib Benediktus buat mengusir roh jahat dll.
Kenapa Yusuf suami Maria harus disebut Santo dan ada di dalam doa ada disebutkan terpujilah
Santo Yusuf untuk selamanya. Apa yg mendasari? Sedangkan dalam doa Aku Percaya aja tidak
disebutin, Yesus menjelang kematian di kayu salib juga hanya memperkenalkan IBunya kepada
muridnya tidak ayahnya.
Kenapa semua salib, kalung , patung dll yang baru dibeli harus diberkati oleh pastur? Ajaran
Yesuskah? Kalau hanya pandangan manusia saja knp hrs diikuti.
Adakah di dalam Alkitab yang menunjukkan murid Yesus mewajibkan umat melakukan
pengakuan dosa, bukankah kita jika mau mengaku dosa bisa langsung dengan Tuhan berdoa
secara langsung kenapa harus cerita kpd org lain..
Doa bunda Maria walaupun kata kata dalam doa adalah gabungan dari ayat dalam Alkitab tetapi
yang menggabungkan adalah manusia. Bukan ajaran Tuhan seperti Doa Bapa Kami. Atas dasar
apa diikuti. Manusia bisa saja salah.
Reply

Ingrid Listiati May 24, 2012 at 12:14 pm
Shalom Andi Fan,
1. Yesus tidak mengajarkan tanda salib?
Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan berdoa dengan diawali tanda salib, karena pada
saat mengajar para murid-Nya berdoa, Kristus belum disalibkan: salib yang tak
terpisahkan dari puncak rencana keselamatan Allah belum dinyatakan kepada para
murid. Setelah Kristus disalibkan, wafat, bangkit, naik ke surga dan mengutus Roh
Kudus-Nya, baru kemudian para Rasul dan para penerus mereka semakin memahami
maksud kedatangan Kristus ke dunia, yaitu untuk menyelamatkan manusia lewat
pengorbanan-Nya di kayu salib. Maka salib menjadi inti pewartaan para Rasul,
sebagaimana dinyatakan oleh Rasul Paulus, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak
mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan”
(1Kor 2:2). Dan bahwa Rasul Paulus menghubungkan hidupnya sendiri di dunia ini
dengan salib Kristus, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib
Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi
dunia.” (Gal 6:14)
Gereja-gereja non-Katolik umumnya hanya mau berpegang kepada apa yang tertulis di
Kitab Suci, dan mengharapkan ada ayat-ayat yang mengatakan “Hendaklah kamu berdoa
dengan diawali tanda salib”, maka perkataan ini tidak ada, seperti juga tidak ada
perkataan ‘Trinitas’ atau ‘Bible’ secara eksplisit tertulis dalam Kitab Suci. Namun
sesungguhnya ‘salib Kristus’ yang mendasari Tanda salib itu diajarkan dalam Kitab Suci,
dan bahkan merupakan berita utama yang diajarkan oleh para rasul; sebab salib Kristus
mengisahkan dengan sempurna, kasih Allah (lih. Yoh 15:13, 1Pet 2:24) dan kekuatan
Allah (1 Kor 1:18).
Selanjutnya tentang makna Tanda Salib silakan membaca artikel di atas, klik di sini.
Maka memang salib itu adalah tanda ataupun simbol yang mengingatkan atas
pengorbanan Kristus, namun bagi umat Katolik, cara yang terbaik untuk mengingat
pengorbanan Kristus itu adalah dengan menjadikannya sebagai bagian dari doa-doa yang
didaraskan setiap hari. Saat kita menghadap Allah atau masuk dalam hadirat Allah dalam
doa, kita mengenang perbuatan kasih Allah yang terbesar bagi kita, yaitu saat Kristus
menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus kita dan seluruh umat manusia.
2. Ada banyak jenis salib?
Selanjutnya tentang ada berbagai jenis/ bentuk salib, seperti salib Benediktin, salib
Fransiskan, dst, itu tidak mengubah makna tanda salib. Tetaplah kuasa Kristus yang
bekerja di dalam doa- doa yang ditandai oleh tanda salib. Jika salib Benediktin digunakan
untuk doa-doa pelepasan kuasa jahat, bukan berarti bahwa atas kuasa St. Benediktus,
orang mengusir setan. Salib Benediktin hanya mengingatkan kita akan karisma St.
Benediktus yang diberi karunia oleh Allah untuk mengusir setan. Semasa hidupnya, St.
Benediktus yang berdoa 8 jam sehari itu, memang kerap mengusir setan dengan doa-doa
dengan menggunakan salib Kristus. Maka yang berkuasa mengalahkan setan tetaplah
Kristus, tetapi adalah kebijaksanan Kristus yang mengizinkan St. Benediktus yang
melalui doa-doa syafaatnya, turut mengambil bagian di dalam karya Kristus mengalahkan
setan. Jika kita percaya bahwa doa orang benar besar kuasanya (Yak 5:16), maka kita
tidak akan menemukan kesulitan untuk memahami mengapa orang menggunakan salib
St. Benediktus dalam doa-doa pelepasan dari kuasa jahat. Tidak berarti bahwa jika tidak
dengan salib Benediktin maka orang tidak dapat berdoa memohon pelepasan dari kuasa
jahat; tetapi adalah suatu fakta bahwa banyak kasus pelepasan terjadi jika mendaraskan
doa-doa dengan salib Benediktin, jika di dalam doa-doa kita memohon agar St.
Benediktus yang diberi karisma untuk mengusir setan itu, dan yang kini telah bersatu
dengan Tuhan Yesus di surga, turut mendukung doa-doa kita. Jika kita dapat meminta
dukungan doa dari sesama jemaat yang masih jatuh bangun di dunia ini, tentulah kita
juga dapat meminta dukungan doa dari mereka yang sudah jaya di surga bersama Yesus.
Dengan prinsip yang sama, kita melihat adanya kekhususan salib- salib tertentu, yang
umumnya berhubungan dengan kisah pengalaman rohani orang kudus tertentu yang
diberi misi/ karunia tertentu oleh Tuhan untuk turut mengambil bagian dalam karya
Kristus di dunia. Demikianlah, dengan memandang salib St. Fransiskus kita teringat akan
pesan perutusan Kristus kepada St. Fransiskus Asisi untuk turut membangun Gereja-Nya;
dan dengan demikian salib tersebut menjadi lambang misi para Fransiskan. Tentu ini
tidak untuk memberikan makna baru yang terpisah dari makna salib Kristus, tetapi untuk
semakin mendukung makna salib Kristus, sebab begitu besarnya kasih Allah yang
tercurah di kayu salib memang merupakan sebuah Kabar Gembira yang harus diwartakan
ke seluruh dunia (lih. Mat 28:19-20, Mrk 16:15).
Selanjutnya tentang prinsip Pengantaraan Kristus yang melibatkan juga para anggotaanggota-Nya, yaitu para orang kudus, klik di sini.
3. Mengapa Yusuf suami Maria disebut sebagai Santo (orang kudus)?
Sebutan Santo adalah untuk orang-orang yang telah diakui Gereja sebagai orang kudus.
Kitab Suci menyebut St. Yusuf sebagai orang yang tulus hati (Mat 1:19), yang dalam
bahasa Inggrisnya adalah “a just man” (RSV, Douay Rheims), “a rightheous man”
(NAB). Sedangkan di ayat-ayat lainnya dikatakan demikian:
Mzm 11:7 Sebab TUHAN adalah adil dan Ia mengasihi keadilan; orang yang tulus
akan memandang wajah-Nya.
Mat 5:8
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat
Allah.
Ibr 12:14
Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan,
sebab tanpa kekudusan tidak
seorangpun akan melihat Tuhan.
1 Yoh 3:2-3 Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah,
tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus
menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat
Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu
kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.
Maka ayat-ayat Kitab Suci menyebutkan bahwa Yusuf adalah seorang yang tulus hati dan
kudus; dan karena ketulusan dan kekudusan itu adalah prasyarat agar seseorang dapat
memandang Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya di surga. Maka jika Yusuf
disebut sebagai seorang yang “tulus hati” dalam Kitab Suci, artinya 1) iapun adalah
seorang yang menerima janji Allah bahwa ia dapat memandang Allah di surga; 2) ia pasti
juga hidup kudus, sebab tanpa kekudusan tak seorangpun dapat memandang Allah. Maka
jika Gereja Katolik menyatakan Yusuf sebagai orang yang kudus, tidaklah bertentangan
dengan Kitab Suci. Yusuf adalah seorang yang takut akan Tuhan, sehingga ia taat kepada
apapun yang diperintahkan Tuhan kepadanya.
Yesus memang hanya menyerahkan Maria kepada Yohanes rasul-Nya, sesaat sebelum
wafat-Nya. St. Yusuf memang tidak disebut namanya oleh Yesus saat itu. Kitab Suci
tidak mencatat kapan Yusuf meninggal dunia, namun menurut beberapa catatan di luar
Kitab Suci, dikatakan bahwa Yusuf telah wafat sebelum Yesus memulai karya-Nya di
hadapan umum. Menurut catatan Maria Agreda yang Terberkati, yang diberi penglihatan
tentang kehidupan St. Yusuf, Bunda Maria dan Tuhan Yesus, St. Yusuf wafat di usianya
yang ke 60 (dalam usia perkawinan ke -27). Untuk membaca sekilas kisahnya, silakan
klik di sini.
4. Mengapa salib, rosario dan patung diberkati?
Salib, rosario dan patung bagi orang Katolik adalah alat bantu untuk berdoa. Maka
alasannya diberkati adalah agar benda-benda itu sungguh dapat menjadi tanda karuniakarunia yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja (lih. Konsili Vatikan II,
Sacrosanctum Concilium, 60). Tidak berarti kalau tidak ada alat bantu ini umat Katolik
tidak dapat berdoa; tetapi sebaliknya, dengan benda-benda ini dapat berguna bagi umat,
karena mengingatkan bahwa karunia-karunia yang diberikan oleh Allah kepada mereka,
diberikan berkat doa permohonan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus. Dengan
demikian doa mereka selalu ada dalam kesatuan dengan doa Gereja, dan karena itu
besarlah kuasa doanya.
5. Apakah Kitab Suci mengajarkan Pengakuan dosa kepada imam?
Ya. Melalui ayat Yoh 20:21-23 Yesus mengajarkan bagaimana umat harus mengaku
dosa, agar dosanya dapat diampuni oleh Tuhan: yaitu melalui para rasul-Nya yang kini
dilanjutkan oleh para penerus mereka yaitu para imam.
Selanjutnya tentang penjelasan tentang hal ini silakan membaca artikel: Masih Perlukah
Pengakuan Dosa, bagian ke-2
6. Doa Salam Maria adalah dari ayat-ayat Kitab Suci tapi yang
menggabungkan adalah manusia?
Doa merupakan ungkapan iman; dan karena itu jika disusun dari ayat-ayat firman Tuhan
sendiri, merupakan doa yang besar kuasanya, karena firman/ sabda Tuhan berkuasa
membangun kita. Rasul Paulus mengatakan, “Dan sekarang aku menyerahkan kamu
kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun
kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua
orang yang telah dikuduskan-Nya.” (Kis 20:32).
Maka tidak ada salahnya berdoa dengan menggabungkan ayat-ayat dalam Kitab Suci,
seperti misalnya mendoakan gabungan ayat-ayat Mazmur, ataupun ayat-ayat lainnya
seperti doa Salam Maria. Lagipula bagi umat Katolik, doa Salam Maria merupakan doa
yang diajarkan Gereja, dan telah terbukti mendatangkan pertolongan Allah dan buahbuah rohani yang sejati dalam sejarah perkembangan Gereja. Gereja memang terdiri dari
manusia-manusia, namun Kristus sendiri telah berjanji membimbing Gereja-Nya sampai
akhir zaman (Mat 28:19-20). Maka umat Katolik percaya bahwa Gereja tidak akan salah
mengajar sampai menyesatkan umat Tuhan, sebab jika demikian artinya Tuhan Yesus
tidak menepati janji-Nya. Kami umat Katolik percaya bahwa Tuhan Yesus tetap setia
sampai selama-lamanya. Jika Kristus telah berjanji kepada Rasul Petrus akan
memberikan kuasa mengajar (“mengikat dan melepaskan”) tentang iman dan moral tanpa
kesalahan/ kesesatan (lih. Mat 16:19), maka janji yang sama diberikan juga kepada para
penerusnya sampai akhir zaman.
Selanjutnya tentang topik Wewenang Mengajar Gereja yang tidak mungkin salah
(infalibilitas), klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply

Yustinus DM March 21, 2012 at 12:35 pm
Salam sejahtera bp. Stef dan bu Inggrid,
1. Dari kebiasaan kami membuat Tanda Salib adalah :
di dahi : Dalam Nama Bapa
di dada/perut : dan Putera
di bahu kiri : dan Roh Kudus
di bahu kanan : amin, tangan mengatup.
2. Saya baca dari beberapa web, cara membuat Tanda Salib adalah :
di dahi : Dalam Nama Bapa
di dada/perut : dan Putera
di bahu kiri ke bahu kanan : dan Roh Kudus
tangan mengatup : amin
Mohon pencerahan dalam membuat Tanda Salib yang benar menurut ajaran Gereja Katolik
dengan cara pertama ataukah yang kedua, ataukah ada cara lain yang lebih benar.
Terima kasih. Tuhan memberkati
Reply

Ingrid Listiati March 22, 2012 at 8:13 pm
Shalom Yustinus,
Menurut pengetahuan saya, tidak ada dokumen Gereja yang secara resmi mengajarkan
cara membuat Tanda Salib. Yang memang diajarkan secara prinsip adalah makna Tanda
Salib, dan tulisan para Bapa Gereja yang membuktikan bahwa Tanda Salib dibuat sebagai
permulaan dan penutup doa yang mengingatkan kita kepada Salib Kristus. Sedangkan
terdapat sedikit perbedaan dalam hal cara membuat Tanda Salib, dan asalkan dipahami
maknanya, hal itu tidaklah menjadi masalah.
Silakan membaca di link ini tentang Tanda Salib, dan cara umum membuat Tanda Salib,
silakan klik.Jika berpegang kepada tulisan itu, maka cara yang benar adalah cara yang
kedua, yaitu: di dahi : Dalam Nama Bapa; di dada/perut : dan Putera; di bahu kiri ke bahu
kanan: dan Roh Kudus, lalu tangan mengatup : amin.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply
o
Yustinus DM March 26, 2012 at 10:39 am
Shalom bu Inggrid,
Terima kasih atas pencerahannya yang semakin meneguhkan kami akan makna
Tanda Salib.
Tuhan memberkati
Shalom,
yustinus
Reply
o
yusup sumarno August 30, 2012 at 12:57 pm
sungguh bangga menjadi Katolik.
di manapun, saat mau makan di restoran misalnya, berani menjadi saksi Kristus
dengan berani membuat tanda salib.
Reply

Patrick February 10, 2012 at 11:33 pm
Bagi saya tanda salib itu artinya hubungan kita dengan TUhan,manusia,dan dibawah kia yakni
kematian, kenapa kita membuat tanda salib agar tubuh dan jiwa kita sesuai dengan salib tadi
Reply

Mateus December 21, 2011 at 9:36 am
Berkah Dalem. 1. Mohon informasi tentang sejarah penggunaan tanda salib di Gereja Katolik
dan mengapa ada perbedaan dengan Gereja Timur. 2. Apa makna tanda salib dan berbagai
karunia yang dapat kita peroleh dari penggunaan tanda salib. 3. Apa alasan teman-teman Kristen
Protestan tidak menggunakan tanda salib. Terima kasih.
[dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas - silakan klik]
Reply

Barnabas December 20, 2011 at 7:30 pm
Shalom pak Stef dan bu Ingrid, saya ingin bertanya. Apakah salib kita umat Katolik harus
menyertakan corpus Christi ataukah tidak harus? Apakah ada alasan tertentu untuk hal ini? Di
Gereja St. Matias, Kosambi koq tidak ada corpus Christi, yaa? Mohon informasinya. Terima
kasih.
Reply

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD January 5, 2012 at 10:10 am
Shalom Barnabas,
Menurut tradisi Gereja Katolik, salib itu punya corpus Yesus yang menderita. Pada abad
pertengahan hal ini sangat ditekankan untuk mengungkapkan bahwa Yesus adalah Tuhan
yang sungguh-sungguh telah menjadi manusia dan sungguh-sungguh telah menanggung
duka derita manusia berdosa, meskipun Dia sendiri tidak berdosa, hanya untuk menebus
manusia yang berdosa supaya selamat. Yesus yang telah menderita dan mati itu,
sungguh-sungguh telah bangkit untuk mengalahkan maut abadi atau dosa maut, sebab
Dia sungguh-sungguh Allah (Putra Allah yang Tunggal yang sangat dikasihi oleh Allah
Bapa). Sementara itu saudara-saudara kita yang Protestan mewarisi kebiasaan
menggunakan salib tanpa corpus untuk menggarisbawahi kebenaran tentang kebangkitan
Yesus. Yesus yang jenazahnya diturunkan dan dimakamkan, telah bangkit dan
meninggalkan kenangan salib tanpa corpus. Ini dikuatkan oleh kebiasaan mereka untuk
tidak mematungkan Yesus. Masing-masingnya mempunyai alasan. Kini dalam gedung
gereja Katolik tertentu dipakai salib tanpa corpus atau dengan tubuh Yesus yang bangkit
mulia, bukan tubuh Yesus yang menderita, karena mau menggarisbawahi misteri
kebangkitan itu. Meskipun demikian harus kita yakini bahwa tidak ada kebangkitan
Yesus Kristus tanpa lebih dahulu mengalami derita dan kematian yang mengerikan.
Dengan menggarisbawahi salah satu aspek, tidak berarti aspek lain dari misteri
kebangkitan disangkal. Bagi saya pribadi, dalam salib dengan corpus Yesus yang
menderita menurut tradisi Gereja Katolik, terungkaplah dua aspek kebenaran misteri
penyelamatan dalam diri Yesus Kristus: kebenaran tentang Yesus yang sungguh-sungguh
menderita dan mati (sungguh manusia) serta kebenaran tentang Yesus yang sungguhsungguh bangkit mulia (sungguh Allah).
Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli Ujan, SVD.
Reply

diah December 1, 2011 at 1:05 am
Saya termasuk orang yang paling suka membuat Tanda Salib, bukan ingin pamer, bukan ingin
menonjolkan diri, tapi percaya atau tidak Tanda Salib ini selalu membawa kebahagiaan serta
ketenangan untuk saya, di saat akan menghadapi ujian, di saat terlewat dari hal2 buruk, dan
sebagainya salah satu cara saya bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yesus adalah
dengan Tanda Salib, Terima Kasih karena blog ini sudah membuka wawasan saya betapa
sakralnya Pengorbanan Tuhan Yesus Kristus dan betapa intimnya kita bisa berkomunikasi
denganNya walau hanya dengan cara sederhana yakni Tanda Salib yang kita gambarkan dengan
jemari di atas tubuh kita yang merupakan kediaman-Nya. Salam Damai Kristus ^^
Reply

yohannes sutrisno November 30, 2011 at 11:55 pm
Berkah Dalem
Pertanyaan singkat:
- Apakah dalam membuat tanda salib setelah kata ‘amin’ kemudian mencium telapak tangan /
jari tangan,diperbolehkan dalam gereja Katolik? hal ini sering terlihat dalam kebiasaan membuat
tanda salib bagi umat katolik di Amerika Latin.
Terima kasih – Deo Gratias Reply

Ingrid Listiati December 1, 2011 at 9:05 am
Shalom Yohanes Sutrisno,
Menurut pengetahuan saya, cara membuat tanda salib yang umum dikenal adalah yang
telah disampaikan di atas. Namun kadang ada orang- orang yang membuat tanda salib
setelah berdoa rosario, dan kemudian mencium salib di ujung rantai rosario itu, sehingga
kesannya seperti ia sedang mencium ujung jari tangannya sendiri. Kemungkinan hal
inilah yang Anda lihat, karena mungkin saja rosario yang digunakan untuk berdoa adalah
rantai kecil yang ada di balik telapak tangan, dengan salib kecil di ujungnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply

eka berutu November 30, 2011 at 10:23 pm
Syalom
Maaf sebelumnya, saya ingin bertanya apakah tanda salib boleh digunakan jemaat gereja2 lain
(Protestan) kecuali Katolik???
Thank u
Gbu
Reply

Stefanus Tay December 1, 2011 at 10:08 am
Shalom Eka,
Sebenarnya tanda salib merupakan sintesis atau rangkuman dari apa yang kita percaya,
yaitu Tritunggal Maha Kudus. Kalau jemaat lain menyadari apa yang terkandung dalam
tanda salib ini serta berniat mengekspresikannya, maka sesungguhnya itu adalah hal yang
sangat baik. Dengan demikian, gereja-gereja non-Katolik juga dapat melakukan tanda
salib, kalau mereka mau dan menghayatinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Reply

iman iswanto November 20, 2011 at 5:29 pm
Salam dalam Kristus,
Prodiakon dilarang memberikan berkat publik dengan mengarahkan tanda salib kepada umat
seperti yang dilakukan imam, akan tetapi prodiakon diijinkan memberi berkat dengan membuat
tanda salib pada dahi anak-anak. Saya mohon penjelasan apa saja yang dilarang dan apa yang
diijinkan bagi Prodiakon sehubungan dengan membuat tanda salib. Apakah pemberkatan jenazah
oleh Prodiakon membuat tanda salib dengan menggunakan patung salib yang diarahkan ke
jenazah termasuk yang dilarang dilakukan oleh Prodiakon? Terima kasih atas pencerahannya.
Tuhan memberkati kita semua.
Reply

Yohanes Dwi Harsanto Pr November 21, 2011 at 9:01 am
Salam Iman Iswanto,
Dalam buku “Tata Laksana Melepas Jenazah” terbitan Komisi Liturgi Keuskupan Agung
Semarang, ada keterangan pada halaman 49-50 demikian:
“Ditegaskan kembali di sini bahwa yang diperbolehkan memberikan berkat publik
dengan tanda salib atas jenazah atau umat hanyalah imam. Bila pemimpin ibadat bukan
imam, maka dalam permohonan berkat, cukuplah baginya untuk membuat tanda salib
sendiri atas dirinya sendiri dan diikuti oleh umat yang juga membuat tanda salib atas diri
mereka masing-masing. Namun tindakan liturgis mengulurkan tangan atas jenazah boleh
dilakukan oleh siapapun sebagai pemimpin ibadat, baik imam maupun bukan imam.”
Pada bagian pemberkatan jenazah hlm 66 ada tambahan keterangan:
“Kalau pemimpin ibadat imam atau diakon tertahbis: tangan diulurkan dan membuat
berkat tanda salib. Kalau pemimpin ibadat bukan orang tertahbis cukup tangan
diulurkan.”
Maka, jika pemimpin nya prodiakon paroki (awam tidak tertahbis) tidak diperkenankan
memberi berkat. Cukup mengulurkan tangan atas jenazah, entah dengan memegang salib
entah tidak. Jadi, prodiakon memohonkan berkat untuk jenazah dengan mengulurkan
tangan yang memegang salib diperbolehkan, tetapi salib hanya diangkat saja tidak untuk
membuat gerakan tanda salib.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Reply
o
Yohanes Dwi Harsanto Pr November 21, 2011 at 10:51 am
Tambahan jawaban saya untuk Iman Iswanto:
Dalam buku Ibadat Berkat (Komlit KWI) yang disusun berdasar buku “De
Benedictionibus” (editio typica dari Tahta Suci 1984), prodiakon:
1.Tidak boleh merentangkan tangan saat membawa doa-doa seperti doa pembuka,
doa berkat, doa penutup. Saat mengucapkan doa-doa tersebut, tangan prodiakon
tetap terkatup.
2.Tidak boleh membuat gerakan pemberian berkat tanda salib publik.
3.Boleh membuat tanda salib dengan ibu jari pada dahi orang.
4.Boleh mengulurkan tangan di atas atau ke arah orang/barang yang dimohonkan
berkat, termasuk jenazah.
5.Boleh memerciki barang/orang dengan air suci
6.Boleh mendupai gedung/barang/tempat. Dalam pemberkatan jenazah,
dimungkinkan Prodiakon mendupainya.
Salam,
Yohanes Dwi Harsanto, Pr
Reply

FX. Tjua August 30, 2012 at 3:11 pm
Syalom Romo, membaca tulisan di atas (no 1), di mana Prodiakon tidak
boleh berdoa dgn merentangkan tangan, saya jadi ingat saat doa/nyanyian
Bapa Kami di gereja kita, yg ingin saya tanyakan : a. Sejak kapan umat
Katolik berdoa Bapa Kami dengan menadahkan tangan ke langit spt umat
muslim? Setahu saya, berdoa adalah dgn tangan tertutup (mengapitkan
kedua telapak tangan kita) b. Apakah hal itu sama dgn merentangkan
tangan spt pd poin no 1 di atas? Terima kasih, Tuhan memberkati.
Reply

Ingrid Listiati September 5, 2012 at 5:10 am
Shalom FX Tjua,
Sejujurnya, dalam GIRM/ PUMR (Pedoman Umum Misale
Romawi), tidak disebutkan sikap tertentu sebagai sikap yang baku
untuk umat pada saat mendoakan doa Bapa Kami. Yang tertulis di
sana adalah sikap imam pada saat mendoakan Bapa Kami, (lih. no.
192). Namun memang dalam ketentuan yang lain, misalnya dalam
Instruksi tentang Kolaborasi orang-orang beriman yang tidak
ditahbiskan dalam pelayanan suci para imam, dituliskan pada
artikel 6 § 2, bahwa para diakon atau awam yang tak ditahbiskan
tidak dapat melakukan gesture/ sikap tubuh atau tindakan apapun
yang layaknya dilakukan oleh imam. Nah, maka ada yang
menyimpulkan bahwa pada saat doa Bapa Kami, sebaiknya umat
tidak turut merentangkan seperti imam yang pada saat itu
merentangkan tangannya. Dalam situs Adoremus Bulletin,
dikatakan bahwa sikap umat pada saat doa Bapa Kami adalah
dengan sikap tangan yang mengatup (sikap doa) dan dengan kepala
yang tertunduk.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply

FX. Tjua September 6, 2012 at 7:27 am
Terima kasih Bu Ingrid, GBU
Reply

eveline September 8, 2011 at 1:19 pm
Dear moderator yg baik2 n sabar,
Sy kaget sekali wkt sdg googling (dgn gambar) ada salib2 yang milik orang pagan/menyembah
berhala. Tapi memang modelnya lain2 (lain dgn bentuk salib Katolik/Kristen). Juga sy baru
dapat kabar dr sdr : musti hati2 dgn rosario versi new world. (salibnya ada lingkaran yg
sebetulnya melambangkan matahari). Bagaimana ini mods? Terima kasih atas jawaban yg akan
diberikan.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini terlebih dahulu, silakan klik]
Reply

abu hanan June 18, 2011 at 1:29 am
1.JIka Injil tidak mengajarkan tanda salib,lantas apa yang menjadi dasar gereja mengadakannya?
2.Ayat yang dicantumkan WHY 7,9 dan 14 hanya menyatakan dahi,mengapa kemudian
bersilang kiri-kanan (dada)?
3.Apakah murid2 Yesus pernah melakukan tanda salib?
4.apakah benar yesus mati di salib?
salam
Reply

Stefanus Tay June 19, 2011 at 11:19 am
Shalom Abu Hanan,
Terima kasih atas pertanyaan anda. Saya tidak tahu apakah anda telah membaca artikel di
atas. Namun, kalau belum, silakan membaca terlebih dahulu artikel di atas – silakan klik.
Dan tidak menjadi masalah kalau membuat tanda salib tidak disebutkan di dalam Kitab
Suci, karena Gereja Katolik mempunyai tiga pilar kebenaran, yaitu: Kitab Suci, Tradisi
Suci dan Magisterium Gereja. Magisterium Gereja inilah yang menjaga agar pesan Tuhan
yang disampaikan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dapat diwariskan dengan setia dan
murni dari generasi ke generasi. Pengertian dari tiga pilar ini adalah sebagai berikut:
Tradisi Suci
Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan apa
yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus.
Oleh Tradisi, Sabda Allah yang dipercayakan Yesus kepada para rasul, disalurkan
seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya dalam pewartaannya, mereka
memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia.[5] Maka Tradisi
Suci ini bukan tradisi manusia yang hanya merupakan ‘adat kebiasaan’. Dalam
hal ini, perlu kita ketahui bahwa Yesus tidak pernah mengecam seluruh adat
kebiasaan manusia, Ia hanya mengecam adat kebiasaan yang bertentangan dengan
perintah Tuhan (Mrk 7:8).
Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak akan pernah bertentangan. Pengajaran para
rasul seperti Allah Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat
jelas diajarkan melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci,
meskipun hal-hal itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci.
Janganlah kita lupa, bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang
teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes
2:15, 1Kor:2).
Juga perlu kita ketahui bahwa Tradisi Suci bukanlah kebiasaan-kebiasaan seperti
doa rosario, berpuasa setiap hari Jumat, ataupun selibat para imam. Walaupun
semua kebiasaan tersebut baik, namun hal-hal tersebut bukanlah doktrin. Tradisi
Suci meneruskan doktrin yang diajarkan oleh Yesus kepada para rasulNya yang
kemudian diteruskan kepada Gereja di bawah kepemimpinan penerus para rasul,
yaitu para Paus dan uskup.
Kitab Suci
Allah memberi inspirasi kepada manusia yaitu para penulis suci yang dipilih
Allah untuk menuliskan kebenaran. Allah melalui Roh KudusNya berkarya dalam
dan melalui para penulis suci tersebut, dengan menggunakan kemampuan dan
kecakapan mereka. “Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dinyatakan oleh para
pengarang yang diilhami tersebut, harus dipandang sebagai pernyataan Roh
Kudus.”[6] Jadi jelaslah bahwa Kitab Suci yang mencakup Perjanjian Lama dan
Baru adalah tulisan yang diilhami oleh Allah sendiri (2Tim 3:16). Kitab-kitab
tersebut mengajarkan kebenaran dengan teguh dan setia, dan tidak mungkin
keliru. Karena itu, Allah menghendaki agar kitab-kitab tersebut dicantumkan
dalam Kitab Suci demi keselamatan kita.[7]
Mungkin ada orang Kristen yang berkata, bahwa keselamatan mereka diperoleh
melalui Kitab Suci saja. Namun, jika kita mau jujur, kita akan melihat bahwa hal
itu tidak pernah diajarkan oleh Kitab Suci itu sendiri. Malah yang ada adalah
sebaliknya, bahwa Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri
(2Pet 1:20-21) sebab ada kemungkinan dapat diartikan keliru (2Pet 3:15-16).
Gereja pada abad-abad awal juga tidak menerapkan teori ini. Teori ‘hanya Kitab
Suci’ atau ‘Sola Scriptura’ ini adalah salah satu inti dari pengajaran pada zaman
Reformasi pada tahun 1500-an, yang jika kita teliti, malah tidak berdasarkan
Kitab Suci.
Pada kenyataannya, Kitab Suci tidak dapat diinterpretasikan sendiri-sendiri,
karena dapat menghasilkan pengertian yang berbeda-beda. Sejarah membuktikan
hal ini, di mana dalam setiap tahun timbul berbagai gereja baru yang sama-sama
mengklaim “Sola Scriptura” dan mendapat ilham dari Roh Kudus. Ini adalah
suatu kenyataan yang memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa pengertian
mereka tentang Kitab suci berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Jika kita
percaya bahwa Roh Kudus tidak mungkin menjadi penyebab perpecahan (lih.
1Kor14:33) dan Allah tidak mungkin menyebabkan pertentangan dalam hal iman,
maka kesimpulan kita adalah: “Sola Scriptura” itu teori yang keliru.
Magisterium (Wewenang mengajar) Gereja
Dari uraian di atas, kita mengetahui pentingnya peran Magisterium yang
“bertugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau
diturunkan itu yang kewibawaannya dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.”[8]
Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya
dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian, oleh kuasa
Roh Kudus, Magisterium yang terdiri dari Bapa Paus dan para uskup
pembantunya [yang dalam kesatuan dengan Bapa Paus] menjaga dan melindungi
Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah.
Kita perlu mengingat bahwa Gereja sudah ada terlebih dahulu sebelum
keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru. Para pengarang/ penulis suci dari kitabkitab tersebut adalah para anggota Gereja yang diilhami oleh Tuhan, sama seperti
para penulis suci yang menuliskan kitab-kitab Perjanjian Lama. Magisterium
dibimbing oleh Roh Kudus diberi kuasa untuk meng-interpretasikan kedua Kitab
Perjanjian tersebut.
Jelaslah bahwa Magisterium sangat diperlukan untuk memahami seluruh isi Kitab
Suci. Karunia mengajar yang ‘infallible‘ (tidak mungkin sesat) itu diberikan
kepada Magisterium pada saat mereka mengajarkan secara resmi doktrin-doktrin
Gereja. Karunia ini adalah pemenuhan janji Kritus untuk mengirimkan Roh
KudusNya untuk memimpin para rasul dan para penerus mereka kepada seluruh
kebenaran (Yoh 16:12-13).
Dengan demikian, semua pertanyaan anda telah terjawab dengan dasar Tradisi Suci, yang
tidak bertentangan dengan Kitab Suci. Silakan membaca secara teliti di artikel di atas
tentang perkembangan tanda salib. Saya menyarankan sebelum anda bertanya lebih lanjut
tentang pokok-pokok iman Kristen yang lain, ada baiknya anda membaca beberapa
artikel kristologi di bawah ini:
Iman Katolik bersumber pada Allah Tritunggal dan berpusat pada Kristus, Allah
yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Inkarnasi, Allah
menjadi manusia, adalah perbuatan Tuhan yang terbesar, yang menunjukkan
segala kesempurnaanNya: KebesaranNya, namun juga KasihNya yang menyertai
kita. Penjelmaan Allah ini telah dinubuatkan oleh para nabi. Yesus Kristus yang
kita imani sekarang adalah sungguh Yesus Tuhan yang ber-inkarnasi dan masuk
ke dalam sejarah manusia, karena Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia.
Silakan juga membaca beberapa link tentang apologetik non-Kristen di sini – silakan
klik, yang telah membahas begitu banyak topik-topik. Semoga usulan ini dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Reply
o
abu hanan June 22, 2011 at 10:34 am
salam
Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan
apa yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari
Roh Kudus
saya tidak melihat adanya murid Yesus/para rasul melakukan contoh
“salib”.Termasuk di kalangan awal pemeluk Kristen (2 abad pertama).
berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja.
adakah hal tersebut adalah karena intervensi penguasa?Mengingat keadaan masa
itu bahwa kalangan awal kristen dalam keadaan tertindas?
Kesaksian Bapa gereja bagaimna yang dimaksudkan?
Kita perlu mengingat bahwa Gereja sudah ada terlebih dahulu sebelum
keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru.
Justru yang demikian itu menjadi pertanyaan besar bagi saya…..
Karena ;
1.penulisan KS datang diakhir pembentukan Gereja (setelah ada gereja baru ada
penulisan)
2.Jiwa gereja terlebih dahulu ada dibandingkan KS yang memiliki kedudukan
lebih tinggi dari pada Gereja.
Karena 2 hal tersebut akan besar kemungkinan menjadikan KS ter-distorsi oleh
opini2 yang berkembang pada masa penulisan dan membekas pada ke-iman/jiwaan para penulis KS.
sekian dulu…
salam
Reply

Ingrid Listiati July 13, 2011 at 4:53 pm
Shalom Abu Hanan,
1. Tentang Tanda Salib
Catatan tentang pembuatan tanda salib ditulis oleh Bapa Gereja di abad
awal, pertama kali oleh Tertullian (160-225), namun bukan berarti bahwa
baru pada saat itu orang membuat tanda salib. Tanda salib berakar pada
inti iman Kristiani, yaitu Allah yang menyelamatkan manusia, melalui
kematian Kristus di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Nah,
tentang Kristus yang disalibkan dan kebangkitan-Nya pada hari ketiga,
telah diberitahukankan sendiri oleh Kristus kepada para murid-Nya, dan
hal ini secara eksplisit ditulis di Kitab Injil maupun di catatan sejarah,
seperti sudah pernah dibahas di sini: Yesus wafat di salib atau di tiang?,
silakan klik. Rasul Paulus juga mengajarkan jemaat untuk mengimani
Kristus yang disalibkan (lih. 1 Kor 1:23; 1Kor 2:2, Gal 3:1). Dengan
demikian, pembuatan tanda salib bukanlah tidak beralasan, dan dasarnya
sudah jelas diajarkan oleh Kristus sendiri dan para rasul.
Tanda salib itu dibuat untuk menandai umat Kristiani yang mengimani
Kristus yang telah wafat di salib dan bangkit dari mati, sehingga salib itu
menjadi tanda kemenangan atas maut. Katekismus Gereja Katolik
mengajarkan:
KGK 1235 Tanda Salib pada awal perayaan menyatakan bahwa
Kristus mengukir tanda-Nya pada orang yang akan bergabung
dengan-Nya. Ia [Tanda Salib] menandakan rahmat penebusan,
yang Kristus telah beroleh bagi kita dengan salib-Nya.
Jadi kelirulah anggapan bahwa adanya tanda salib itu ada karena
intervensi penguasa. Penguasa sekuler (jika maksud anda adalah para
kaisar Roma) tidak mempunyai kuasa apapun dalam mengajarkan hal
iman kepada jemaat. Sejarah mencatat, bahwa sebelum Edict of Milan
313, para penguasa Roma menentang jemaat Kristen dan menganiaya
mereka, maka tidak mungkin mereka mengajarkan jemaat untuk membuat
tanda salib, sebab mereka bahkan tidak mengimani Yesus yang disalibkan.
Lagipula, Edict of Milan itupun bukan merupakan pengajaran iman,
namun merupakan surat keputusan yang ditandatangani oleh Kaisar Roma,
yaitu Konstantin I dan Licinius, tentang diberlakukannya toleransi
beragama di Kerajaan Romawi.
2. Gereja ada terlebih dahulu, baru kemudian Kitab Suci.
Pernyataan ini benar. Sebab agama Kristen sesungguhnya tidak sematamata mengacu kepada sebuah Kitab, tetapi kepada Seorang Pribadi, yaitu
Yesus Kristus. Kristus tidak mendirikan/ menulis Kitab Suci, namun Ia
mendirikan Gereja (jemaat), yang didirikanNya di atas Rasul Petrus (lih.
Mat 16:18). Dengan demikian, Kristus tidak membatasi ajaran-Nya
dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci -sebab tidak semua perkataan
maupun perbuatan-Nya, dapat dituliskan semua di dalam Kitab Suci (lih.
Yoh 21:25)- namun Kristus mempercayakan pelestarian segala ajaran-Nya
kepada para rasul-Nya (lih. Mat 28:20). Maka para rasul melaksanakan
amanat terakhir Kristus ini dengan mengajarkan kepada para murid
mereka, untuk berpegang kepada semua ajaran mereka, baik yang lisan
maupun yang tertulis. Karena apa yang mereka peroleh secara lisan dari
Kristus dan dari semua teladan-Nya, juga mereka teruskan kepada para
murid mereka, baik secara lisan (yang disebut Tradisi Suci) maupun
tertulis (yang disebut Kitab Suci).
“Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang
kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara
lisan, maupun secara tertulis.” (2 Tes 2:15)
Dengan demikian, Tradisi Suci memang ada lebih dahulu daripada Kitab
Suci. Kitab Injil sendiri merupakan pengajaran lisan dari Kristus yang
dituliskan, ataupun khotbah dari para rasul yang kemudian dituliskan.
Bapa Gereja abad awal, St. Irenaeus (130 – 202) menulis tentang
penulisan Injil demikian: “Matius juga menerbitkan sebuah Injil secara
tertulis di antara kaum Yahudi di dalam bahasa mereka, sedangkan Petrus
dan Paulus memberitakan Injil dan mendirikan Gereja di Roma. Tetapi
setelah keberangkatan mereka, Markus, murid dan penerjemah Petrus,
juga menurunkan kepada kita secara tertulis apa yang biasanya
dikhotbahkan oleh Petrus. Dan Lukas, pembantu Paulus, juga menuliskan
sebuah kitab Injil tentang apa yang biasanya dikhotbahkan Paulus.
Kemudian, Yohanes, murid Tuhan- yang bersandar di pangkuan-Nya- juga
menuliskan Injil ketika tinggal di Efesus, Asia Kecil.” (St. Irenaeus,
Against Heresies 3.1.1, in Ante-Nicene Fathers (Peabody, NY:
Hendrickson, 1994), 1:414).
Sedangkan tentang asal usul kanon Kitab Suci yang terdiri dari Kitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, klik di sini.
Memang yang menentukan kitab- kitab mana yang termasuk dalam Kitab
Suci adalah Gereja, dalam hal ini adalah Magisterium Gereja Katolik pada
tahun 382. Namun demikian, Gereja tidak pernah mengubah apa yang
tertulis di dalam kitab- kitab tersebut, dan tidak pernah melakukan
standarisasi. Keotentikan Injil dan Kitab Perjanjian Baru sudah pernah
dibahas di sini, silakan klik. Kitab Injil dan Perjanjian Baru dituliskan
sekitar 20- 50 tahun setelah wafat dan kebangkitan Kristus, artinya adalah
pada masa saksi mata kejadian tersebut masih hidup, sehingga secara
obyektif dapat diketahui kebenaran kitab tersebut. Dalam keadaan para
saksi mata masih hidup tersebut, dan juga, terutama karena inspirasi Roh
Kudus, para pengarang Kitab Suci tidak dapat membuat distorsi atas
Wahyu Allah yang ditulisnya. Itulah sebabnya, walaupun ditulis oleh
orang yang berbeda- beda, pada waktu dan tempat yang berbeda juga,
namun dapat menyampaikan inti pengajaran yang sama. Fakta ini malah
menjadi bukti nyata bagi keotentikan Kitab- kitab tersebut, sebab, jika
suatu kitab mengajarkan sesuatu yang berbeda atau malah bertentangan
dengan ajaran para rasul, maka dapat diketahui bahwa kitab tersebut tidak
otentik, sebab Roh Kudus tidak mungkin menginspirasikan seorang
penulis untuk menuliskan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang
sudah pernah diinspirasikan-Nya kepada para penulis kitab sebelumnya.
3. Gereja terlebih dahulu ada dibandingkan Kitab Suci, yang
memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada Gereja?
Pernyataan pertama benar, yaitu Gereja terlebih dahulu ada dibandingkan
Kitab Suci. Namun pernyataan kedua tidak benar, sebab kedudukan Kitab
Suci tidak lebih tinggi dari Gereja. Gereja (jemaat) adalah Tubuh Kristus,
dan Kristus adalah Kepalanya (lih. Ef 5: 23,29-30; Kol 1:18), dengan
demikian Gereja merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kristus, dan
selalu ada dalam kesatuan dengan-Nya, dan dengan Sabda-Nya. Dengan
demikian, Kitab Suci yang adalah Sabda Tuhan (yang dituliskan), tidak
terpisahkan dari Gereja. Kesatuan yang tak terpisahkan antara Sabda
Tuhan dan Tubuh-Nya, dirayakan di dalam setiap perayaan Ekaristi (Misa
Kudus), di mana terdapat dua bagian liturgi, yaitu: 1) Liturgi Sabda, di
mana Kitab Suci dibacakan di tengah jemaat (Gereja); dan 2) Liturgi
Ekaristi, di mana kurban Kristus (Tubuh dan Darah-Nya, dalam rupa roti
dan anggur) dihadirkan kembali di tengah para anggota Tubuh Mistik-Nya
(Gereja).
Demikian tanggapan saya, semoga dapat menjadi masukan bagi anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply

elisabeth antaraningsih June 5, 2011 at 10:51 am
Pada saat membuat tanda salib dan mengatakan ‘ dan putera’
apakah tangan di ‘ hati’ , ‘pusar’, atau ‘perut ‘ ?
Terimakasih,
Berkah Dalem.
Reply

Ingrid Listiati June 6, 2011 at 9:00 pm
Shalom Elisabeth,
Tidak menjadi masalah, anda dapat melakukan tanda salib pada kata “Putera” dengan
menandai baik di hati (mengacu kepada hati Yesus) atau perut yang mengacu kepada
lambung Kristus yang ditembus oleh tombak, demi menyelamatkan kita; atau di perut
mengacu kepada rahim Maria, bahwa Kristus pernah menjelma menjadi manusia dan
dikandung di dalam rahim Maria, atau di pusar yang mengingatkan bahwa Kristus adalah
pusat hidup kita. Yang terpenting adalah bagaimana anda menghayatinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply
o
Bambang August 19, 2011 at 12:25 pm
Shalom!!
Saya membaca di sebuah website Katolik juga yang mengatakan kalau pada kata
Putera posisi tangan di pusar karena karena tali pusar adalah tali kehidupan, tali
yang menyambung antara ibu dan anak di sinilah janin mendapat makan dan
mendapat curahan kehidupan. Dan Yesus lahir sebagai manusia untuk
menyelamatkan manusia dan karyaNya itu dimulai dari semenjak kita masih
berupa janin.
Semoga bisa menjadi referensi.
GBU
[Dari Katolisitas: Posisi tangan di pusar ataupun di dada, pada saat menyebut
"Putera", keduanya diperbolehkan, dengan maknanya masing- masing]
Reply

Herman Jay April 23, 2011 at 11:08 am
Pertanyaan seputar Jumat Agung:
1.Apakah kebiasaan Mencium Salib pada Jumat Agung hanya dilakukan dalam gereja katolik?
bagaimana dengan gereja lain?
2.Bagimana sejarah terjadinya upacara mencium salib?
3.Apakah mencium salib dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan teologis? Bukankah
tindakan tersebut aneh dan tidak logis menurut akal sehat? Mengapa iman katolik harus
melakukan hal yang tidak masuk akal?
Reply

Ingrid Listiati May 25, 2011 at 6:45 pm
Shalom Herman Jay,
1. Apakah yang mempunyai tradisi mencium salib hanya Gereja Katolik?
Tidak. Gereja Orthodox, yaitu Gereja- gereja Timur yang mempunyai jalur apostolik,
juga mempunyai tradisi mencium salib.
2. Sejak kapan dilakukan penciuman salib?
Upacara penghormatan salib yang melibatkan menyingkapan selubung kain pada salib
dan penghormatan salib yang dilakukan di liturgi Latin di abad ke 7 dan 8, berasal dari
Gereja Yerusalem. Tulisan “Peregrinatio Sylviae” mencatat upacara ini, yang telah
dilakukan di Yerusalem di akhir abad ke-4. Berikut catatannya (selengkapnya silakan klik
di link ini):
Then a chair is placed for the Bishop in Golgotha behind the Cross… a table covered
with a linen cloth is placed before him; the Deacons stand around the table, and a silvergilt casket is brought in which is the wood of the holy Cross. The casket is opened and
(the wood) is taken out, and both the wood of the Cross and the Title are placed upon the
table. Now, when it has been put upon the table, the Bishop, as he sits, holds the
extremities of the sacred wood firmly in his hands, while the Deacons who stand around
guard it. It is guarded thus because the custom is that the people, both faithful and
catechumens, come one by one and, bowing down at the table, kiss the sacred wood
and pass on. (Duchesne, tr. McClure, 564)
Pada waktu itu, jemaat satu persatu maju untuk memberi penghormatan kepada relikwi
kayu salib Yesus. Namun dengan berjalannya waktu, pada saat jemaat berkembang ke
seluruh dunia, menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin bagi setiap gereja lokal untuk
memperoleh relikwi kayu salib itu, dan karena relikwi ini memang hanya lambang saja,
maka digantikan dengan crucifix (salib dengan patung Yesus). Penghormatan terhadap
crucifix ini merupakan penghormatan dulia- relatif, yang secara prinsip artinya sudah
dijelaskan di sini, silakan klik.
Penghormatan dulia- relatif ini dicatat dalam Kitab Suci, yaitu ketika Tuhan menyuruh
Musa untuk membuat tabut perjanjian, dengan membuat patung malaikat (kerub) untuk
diletakkan di atas tutupnya (lih. Kel 37), di mana di dalamnya diletakkan roti manna (Kel
25:30), tongkat Harun (Bil 17:10) dan kedua loh batu sepuluh perintah Allah (Kel 25:16).
Tabut perjanjian ini kemudian menyertai bangsa Israel sampai ke tanah terjanji yang
dipimpin oleh nabi Yosua. Kitab Yosua sendiri mencatat bahwa Yosua bersama- sama
para tua- tua sujud ke tanah menghormati tabut Tuhan: “Yosuapun mengoyakkan
jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di depan tabut TUHAN
hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel….” (Yos 7:6). Tentu tabut itu
bukan Tuhan, dan tentu yang dihormati bukan apa yang nampak, yaitu kotak dengan
patung malaikat (kerub) di atasnya, tetapi adalah Allah yang dilambangkan-Nya. Yosua
dan para tua- tua Yahudi pada saat itu tidak menyembah berhala, Allah tidak menghukum
mereka karena sujud di depan tabut itu. Sebaliknya Allah menerima ungkapan tobat
mereka, dan menyatakan kehendak-Nya atas apa yang harus mereka perbuat terhadap
Akhan, yang melanggar perintah-Nya.
Dulia- relatif juga dikehendaki Allah pada saat Allah menyuruh Musa membuat ular dari
tembaga yang dipasangnya di sebuah tiang, dan siapa yang memandang patung ular itu
akan tetap hidup walaupun telah dipagut ular (Bil 21:8-9). Ular yang ditinggikan di tiang
ini menjadi gambaran akan Yesus Kristus yang juga akan ditinggikan di kayu salib (lihat
Yoh 3:14).
Maka tindakan mencium crucifix bukanlah perbuatan berhala. Tindakan itu hanya
merupakan ungkapan kasih dan tobat kita, seperti yang dikehendaki Tuhan sendiri di
dalam Mazmur, “Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya
dengan gemetar….” (Mzm 2:11).
3. Apakah mencium salib dapat dipertanggungjawabkan?
Anda kemudian bertanya, “Apakah mencium salib dapat dipertanggungjawabkan secara
moral dan teologis? Bukankah tindakan tersebut aneh dan tidak logis menurut akal sehat?
Mengapa iman katolik harus melakukan hal yang tidak masuk akal?“
Jika kita memahami maknanya, maka tentu saja tindakan mencium crucifix tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan teologis. Sebab pada prinsipnya Allah tidak
melarangnya. Yang dilarang Allah adalah menyembah patung- patung yang dianggap
sebagai allah- allah lain di hadapan-Nya. Hal ini sudah pernah kami bahas di sini, silakan
klik.
Tradisi mencium crucifix ini berasal dari Gereja di abad- abad awal, dan didasari atas
iman akan besarnya kuasa pengorbanan Kristus di kayu salib. Rasul Paulus sendiri
mengajarkan, “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka
yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan
Allah.” (1 Kor 1:18)
Penghormatan akan salib Kristus mungkin untuk sebagian orang adalah kebodohan dan
tidak masuk akal, namun bagi mereka yang menghayati maknanya, seperti yang
dikatakan oleh Rasul Paulus ini, tindakan ini malah merupakan tindakan pengakuan iman
kita akan kekuatan Allah. Maka walaupun tidak diharuskan apakah kita mau
menghormati salib Yesus dengan mencium salib atau tidak, tetapi jika kita mengetahui
maknanya, tentu saja, baik jika kita mengungkapkan iman kita akan kekuatan Kristus
yang tersalib, dengan mencium kaki-Nya, tanda tobat dan penghormatan kita kepada Dia
yang menyerahkan nyawa-Nya demi menyelamatkan kita.
Selanjutnya tentang dalamnya makna tanda salib, silakan klik di sini
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Reply

RBV February 4, 2011 at 12:05 pm
Shalom,
Baru-baru ini saya mendengar suatu pertanyaan semacam ini :
“Kenapa harus membuat tanda salib sebelum berdoa? Toh tidak ada bedanya/sama saja dengan
jika tidak membuat tanda salib?”
Jawaban apa yang harusnya dapat diberikan kepada si penanya?
Mohon bantuannya..
Terima kasih,
GBU
Reply

Stefanus Tay February 4, 2011 at 5:29 pm
Shalom RBV,
Terima kasih atas pertanyaannya. Sebagai umat Katolik, kita diperintahkan untuk
menjadi saksi Kristus. Tanda salib adalah merupakan “credo” yang singkat namun
bermakna sangat dalam. Dalam tanda salib kita mewartakan iman kita akan Tritunggal
Maha Kudus. Selain mewartakan Kristus, maka kita juga diingatkan bahwa kita telah
ditebus oleh Kristus, yang telah mati di kayu salib. Ini berarti bahwa sebagai orang yang
telah ditebus Kristus, kita harus berfikir, berkata dan bertindak sebagaimana layaknya
anak-anak Allah. Dengan demikian, tanda salib membantu kita untuk terus berjaga-jaga
dalam iman. (lih. Why 3:3). Dengan demikian, sungguh besar manfaat membuat tanda
salib dan tidak membawa kerugian apapun, bahkan menjadi kesempatan untuk menjadi
saksi Kristus dengan cara yang sederhana. Kalau membuat tanda salib mempunyai
banyak “keuntungan” dan tidak ada ruginya, dan kalau teman anda berpendapat bahwa
membuat atau tidak membuat tanda salib adalah sama saja, maka seharusnya teman anda
membuat tanda salib, karena mempunyai “keuntungan” lebih dan kesempatan untuk
bersaksi bagi Kristus. Jadi, mengapa teman anda tidak membuat tanda salib?
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Reply

Jaya September 8, 2010 at 7:38 pm
Saya mau bertanya,
apa makna tanda salib dengan air suci?
berikut sumber yg telah saya temukan dari http://www.indoforum.org/archive/index.php/t73026.html
tp sy ingin jawaban yg cukup kuat dan dapat dipercaya…
Terimakasih
Salam Damai… GBU
Reply

Stefanus Tay September 9, 2010 at 9:45 am
Shalom Jaya,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang tanda salib dengan air suci. Jawaban di link
tersebut adalah baik dan benar. Dalam konteks liturgi, pada waktu kita masuk ke dalam
Gereja, maka ketika kita mengambil air suci, maka kita diingatkan kembali akan makna
baptisan yang telah kita terima, yaitu: dibebaskan dari belenggu dosa, menjadi anak-anak
Allah, menerima rahmat pengudusan, yang pada akhirnya mengantar kita kepada
kehidupan kekal. Lihat artikel tentang baptisan di sini – silakan klik. Pembabtisan juga
mengingatkan kita akan pertobatan kita, dan janji baptis kita, yaitu untuk menolak Setan.
Ini berarti, kita dapat memeriksa diri kita, apakah kita telah tergoda dalam jeratan setan?
Dan kalau memang kita melakukan dosa berat, maka kita dapat mengaku dosa terlebih
dahulu sebelum menerima Tubuh Kristus. Dengan demikian, kita dapat menyambut
Tubuh Kristus dengan baik. Ekaristi dapat memberikan kita rahmat untuk dapat sampai
pada kehidupan kekal (lih. Yoh 6), di mana St. Ignatius menyebutnya sebagai “the
medicine of immortality and an antidote that we should not die but live for ever in Jesus
Christ,” (lih. St. Ignatius, Ephes., 20) Tentang makna tanda salib, secara khusus telah
dijawab di sini – silakan klik. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Reply

Hamidi December 7, 2009 at 9:37 am
Bagaimana membuat tanda salib yang benar?
Sebab ada yang hingga dada, ada yang hingga perut, mana yang benar?
Reply

Ingrid Listiati December 7, 2009 at 10:37 pm
Shalom Hamidi,
Walaupun yang umum diterapkan di Gereja Katolik Roma adalah membuat tanda salib
(pada perkataan “dan Putera”) hingga di dada (melambangkan hati); namun jika
seseorang membuat tanda salib (pada perkataan “dan Putera”) sampai ke perut
(melambangkan luka Yesus yang di lambung, atau bahwa Yesus telah dikandung di
rahim Bunda Maria”) juga benar. Jadi tergantung bagaimana memaknainya. Yang
terpenting adalah makna keseluruhan yaitu membawa “salib Kristus” di dalam tubuh kita,
supaya kita teringat akan janji Baptis kita yaitu: kita mati terhadap dosa dan hidup di
dalam dan untuk Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Reply

BUDI YOGA PRAMONO December 5, 2009 at 12:59 am
Tanda salib…itulah salahsatu alasan saya mengapa pindah ke katolik. Seperti identitas diri
bahwa kita adalah milik Kristus yang termanifestasi dalam Allah Bapa , Allah Anak , Allah Roh
Kudus .
Saya cenderung memakai jempol krn Dia adalah yang terbaik , yang terutama dalam hidup kita ;
dimana diluar Kristus sebenarnya kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Waktu Brazil juara dunia , stelah mencetak gol saya nggak ingat siapa orangnya membuat tanda
salib dan membuka kausnya dan terlihat kaus dalamnya bertuliskan : I belong to Jesus . Wow….
Reply

Dela March 25, 2010 at 11:29 am
@BUDI YOGA PRAMONO, saya tahu siapa yang mengcetak gol dan kemudian
membuat tanda salib dan kemudian membuka kausnya dan terlihat kaus dalamnya
bertuliskan : I belong to Jesus . Dia adalah pemain Brasil bernama Kaka, sekarang
menjadi pemain di Club Real Madrid.
Kalau saya membuat tanda salib dengan memyatukan jari telunjuk, jari tengah ke ibu jari
sebagai tanda Tritunggal.
Reply

Justin syuhada November 30, 2009 at 1:09 am
Kepada Bpk. Stefanus,
shallom dalam nama Kristus.
Saya mau bertanya, sejak kapan tanda salib mulai digunakan, karena tidak ada dalam alkitab, dan
para rasul mungkin tidak menggunakan tanda salib mengingat mereka masih beribadat di
sinagoga. Dan mengapa tanda salib gereja roma dan orthodox berbeda arah urutannya, apakah
dulunya sama trus ada perubahan atau memang sejak semula berbeda. Terima kasih, Justin
Syuhada
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Reply

ius June 17, 2011 at 1:46 pm
kapan tradisi tanda salib muncul?
[Dari Katolisitas: Seperti telah tertulis di artikel di atas, "Menurut sejarah, diketahui
bahwa Tanda Salib memang merupakan tradisi jemaat awal, yang dimulai sekitar
abad ke-2 berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja...."]
Download