Dalamnya Makna Tanda Salib (Tanya Jawab dalam www.katolisitas.org) Pertanyaan: Kepada Bpk. Stefanus, shallom dalam nama Kristus. Saya mau bertanya, sejak kapan tanda salib mulai digunakan, karena tidak ada dalam alkitab, dan para rasul mungkin tidak menggunakan tanda salib mengingat mereka masih beribadat di sinagoga. Dan mengapa tanda salib gereja roma dan orthodox berbeda arah urutannya, apakah dulunya sama trus ada perubahan atau memang sejak semula berbeda. Terima kasih Jawaban: Shalom Justin Syuhada, Makna Tanda Salib Tanda salib ini mengandung arti yang sangat mendalam yaitu 1) kemanunggalan dari Allah Trinitas, 2) salib yang merupakan tanda keselamatan dan kemenangan orang-orang Kristen, yang disebabkan oleh kemenangan Kristus atas dosa dan maut. Jadi tanda salib ini merupakan lambang yang berdasarkan Alkitab (lih. Yeh 9:4, Kel 17:9-14, Why 7:3, 9:4 dan 14:1), dan bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Yesus. Bahkan Rasul Paulus sendiri bermegah dengan pewartaan salib Kristus (Gal 6:14), sehingga wajarlah jika kita sebagai pengikut Kristus membawa makna tanda salib ini kemanapun kita berada. Menurut sejarah, diketahui bahwa Tanda Salib memang merupakan tradisi jemaat awal, yang dimulai sekitar abad ke-2 berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja, terutama Tertullian, yang dilanjutkan oleh St. Cyril dari Yerusalem, St. Ephrem dan St Yohanes Damaskus. Jadi walaupun kita tidak membaca ajaran mengenai tanda salib ini dilakukan oleh para rasul di dalam Alkitab, namun bukan berarti bahwa tanda salib ini tidak berdasarkan Alkitab. Sebab, biar bagaimanapun, makna yang terkandung dalam pembuatan tanda salib ini terpusat pada Kristus, untuk mengingatkan para beriman akan keselamatan yang dapat diperoleh oleh jasa Kristus yang tersalib dan bangkit. Maka tanda salib ini bagi umat Kristen adalah tanda yang harus kita bawa kemanapun sebagai tanda yang mengingatkan kita kepada salib Kristus yang menyelamatkan kita. Tradisi ini serupa dengan tradisi bangsa Yahudi yang memakai “tefilin” yaitu semacam kotak hitam yang berisi naskah Alkitab, yang mereka ikatkan di dahi mereka, sebagai pelaksanaan dari perintah dalam kitab Ul 6:4-8: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu…” Tanda di dahi ini juga disebutkan di dalam kitab Yeh 9:4. Tanda Salib menurut Para Bapa Gereja Maka bagi umat Kristiani, tradisi membuat tanda salib ini sudah berakar sejak lama, bahkan dari Alkitab Perjanjian Lama, dan juga Perjanjian Baru, yaitu dari kitab Wahyu Why 7:3; 9:4; 14:1. Berakar dari ajaran Kitab Suci inilah, maka Para Bapa Gereja mengajar demikian: 1) Tertullian (abad 2) mengajarkan dalam De cor Mil, iii: “Dalam perjalanan kita dan pergerakan kita, pada saat kita masuk atau keluar, ….. pada saat berbaring ataupun duduk, apapun pekerjaan yang kita lakukan kita menandai dahi kita dengan tanda salib.” 2) St. Cyril dari Yerusalem (315-386) dalam Catecheses (xiii, 36) mengajarkan, “Maka, mari kita tidak merasa malu untuk menyatakan Yesus yang tersalib. Biarlah tanda salib menjadi meterai kita, yang dibuat dengan jari-jari kita, di atas dahi … atas makanan dan minuman kita, pada saat kita masuk ataupun keluar, sebelum tidur, ketika kita berbaring dan ketika bangun tidur ketika kita bepergian ataupun ketika kita beristirahat.” 3) St. Ephrem dari Syria (373) mengajarkan, “Tandailah seluruh kegiatanmu dengan tanda salib yang memberi kehidupan. Jangan keluar dari pintu rumahmu sampai kamu menandai dirimu dengan tanda salib. Jangan mengabaikan tanda ini, baik pada saat sebelum makan, minum, tidur, di rumah maupun di perjalanan. Tidak ada kebiasaan yang lebih baik daripada ini. Biarlah ini menjadi tembik yang melindungi segala perbuatanmu, dan ajarkanlah ini kepada anak-anakmu sehingga mereka dapat belajar menerapkan kebiasaan ini.” 4) St. Yohanes Damaskus (676-749) mengajarkan, “Tanda salib diberikan sebagai tanda di dahi kita, …. sebab dengan tanda ini kita umat yang percaya dibedakan dari mereka yang tidak percaya.” Memang dalam hal cara membuat tanda salib itu terjadi perkembangan, karena pada awalnya tanda salib hanya dibuat di dahi saja, namun kemudian diajarkan juga untuk membuat tanda salib di mulut (St Jerome, Epitaph Paulae) dan di hati (Prudentius, Cathem., vi, 129). Tanda salib seperti yang kita kenal sekarang, yang secara jelas diajarkan oleh Paus Innocentius III (1198– 1216), seperti demikian: “The sign of the cross is made with three fingers, because the signing is done together with the invocation of the Trinity. … This is how it is done: from above to below, and from the right to the left, because Christ descended from the heavens to the earth, and from the Jews (right) He passed to the Gentiles (left). Others, however, make the sign of the cross from the left to the right, because from misery (left) we must cross over to glory (right), just as Christ crossed over from death to life, and from Hades to Paradise. [Some priests] do it this way so that they and the people will be signing themselves in the same way. You can easily verify this — picture the priest facing the people for the blessing — when we make the sign of the cross over the people, it is from left to right…“ Cara membuat tanda salib Memang terdapat beberapa cara untuk membuat tanda salib. Yang terpenting di sini adalah makna yang ingin disampaikannya, dan penghayatan orang yang membuat tanda salib ini. Maka cara yang mendetail sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah, seperti apakah membuatnya dengan dua jari (jari penunjuk dan jari tengah, yang melambangkan dua kodrat Yesus, yaitu Allah dan manusia) atau tiga jari (yang melambangkan Trinitas), atau kelima jari (melambangkan kelima luka-luka Yesus di kayu salib). Atau arah salibnya ke kanan dulu baru kiri (seperti yang dilakukan Gereja-gereja Timur dan Orthodox) atau ke kiri dahulu baru ke kanan (seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik Roma). Umumnya caranya adalah demikian: Dengan dua atau tiga (atau lima jari) jari tangan kanan di dahi (sambil mngucapkan: “Atas nama Bapa”), tangan kemudian ke dada -melambangkan hati atau ke perut -menunjuk kepada luka Yesus di perut-Nya ataupun rahim di mana Yesus dikandung oleh Bunda Maria (sambil mengucapkan “dan Putera”, kemudian tangan menuju ke bahu kiri dan kanan (sambil mengucapkan “dan Roh Kudus”). Dan tangan kembali terkatup (sambil mengucapkan “Amin”). Kapan kita membuat tanda salib? 1) Pada saat sebelum dan sesudah kita berdoa. 2) Ketika kita melewati setiap bangunan gereja Katolik, untuk menghormati kehadiran Tuhan Yesus di dalam tabernakel. 3) Ketika memasuki gereja (membuat tanda salib dengan air suci) 4) Saat-saat sedang menghadapi ketakutan ( misalnya: ketika kita mendengar sirine ambulans, mobil kebakaran) ataupun ketika menerima kabar duka cita orang yang meninggal. 5) Ketika kita melihat Salib Kristus, ataupun di saat- saat lain untuk menghormati Kristus, memohon pertolongan-Nya, 6) Ketika hendak mengusir godaan, ketakutan maupun mengusir pengaruh kuasa jahat. 7) Ketika ayah, sebagai imam dalam keluarga memberikati anak-anaknya, ia dapat menandai anak-anaknya dengan tanda salib di dahi mereka, misalnya sebelum anak-anak berangkat ke sekolah atau sebelum mereka tidur pada waktu malam hari. Semoga kita dapat menghayati makna tanda salib ini, dan menjadikan tanda salib sebagai bagian dari hidup kita sendiri. Setiap kita membuat tanda salib kita mengingat dan menghormati Kristus yang oleh kasih-Nya rela menyerahkan hidup-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Semoga kita dapat berkata bersama dengan Rasul Paulus, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” (Gal 6:14) Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- www.katolisitas.org Ingrid Listiati telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. 52 Komentar to Dalamnya Makna Tanda Salib 1. Hendra Tanumihardja November 9, 2012 at 1:21 pm Ibu Inggrid dan Bpk Stefanus yth, Komsos parokiku membuat informasi bahwa tanda salib sbb “poin 4. Tanda salib yg dibuat sebaiknya tanda salib besar, yaitu dgn menyentuh pusar (sebagai lambang inkarnasi Kristus). Tidak membuat tanda salib ketika imam memberi absolusi umum (“…semoga Alah mengasihani kita…dst..”), karena yg kita ikuti adalah Misa Kudus bukan Sakramen Tobat. Tidak salah membuat tanda salib dengan menyentuh dada ketika berkata “Putra”. Tambahan : Info ini BUKAN TPE BARU. TPE yg berlaku tetap TPE 2005. Info ini hanya merupakan hasil olahan setelah penulis mengikuti rekoleksi liturgi di salah satu paroki di KAJ oleh komisi liturgi KWI yg pastinya juga berdasarkan TPE 2005″”. Memang dari referensi sering disebut bagian perut,lower chest, the end of chest bone, stomach; apakah yang dimaksud bagian perut itu PUSER? Saya lebih melihat realita dimana mana tanda salib adalah dengan menunjuk/menepuk kearah dada. Terima kasih berkenan memberi keterangan tentang tanda salib. Reply o Ingrid Listiati November 20, 2012 at 8:25 am Shalom Hendra, Sebagaimana disampaikan di atas, sesungguhnya terdapat beberapa cara membuat tanda salib, yang memang tergantung dari bagaimana memaknainya. Ada yang membuat tanda salib (bagian “Putera”) dengan menyentuh pusar, lambang Inkarnasi Kristus ataupun di perut melambangkan luka Yesus di lambung-Nya, namun juga ada yang di dada, yang mengingatkan akan Hati Kudus-Nya yang menyatu dengan hati kita. Menurut buku karangan Rev. Dr. Eugene JCS Weitzel, From Baltimore to Vatican II, Q. 295, p. 480 tentang cara membuat tanda salib, dikatakan demikian: “Kita membuat Tanda Salib dengan meletakkan tangan kanan di dahi, dan kemudian di dada, dan ke arah kiri dan kanan bahu, dengan berkata: Atas nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus.” Karena tidak ada cara yang baku yang disyaratkan, mari jangan juga terpaku dengan suatu cara tertentu, seolah cara yang lain keliru. Yang terpenting adalah bagaimana kita memaknainya dan menghayati makna itu, yaitu bahwa setiap kali kita membuat Tanda Salib, kita mengingat nama Tuhan Allah Tritunggal, yang di dalam-Nya kita dibaptis. Pembaptisan itu sendiri adalah pintu gerbang yang melaluinya kita dapat sampai kepada keselamatan kekal. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply 2. David October 18, 2012 at 5:55 pm Salam dalam damai kristus Saya seorang Katolik, 25thn, saya ingin bertanya tentang tanda salib, semenjak kecil seperti pada seorang Katolik pada umumnya saya menggunakan tangan kanan untuk melakukan tanda salib, tapi sebenarnya saya adalah seseorang yang dalam keseharian adalah bertangan kiri baik itu menulis, bekerja dan makan. Jika kebanyakan orang menggunakan tangan kanannya dalam melakukan aktifitas dan menggunakan tangan kiri untuk bersih2 setelah (maaf…) B.A.B, saya justru sebaliknya…saya melakukan tangan kiri untuk aktifitas dan menggunakan tangan kanan untuk bersih2 setelah B.A.B, mungkin bagi orang yang bertangan kanan ini tidak ada masalah tapi bagi saya yang bertangan kiri inilah yang sering membuat gundah dan bertanya-tanya… 1. Apakah pantas saya melakukan tanda salib dengan tangan kanan padahal saya menggunakannya juga untuk sesuatu yang bisa dikatakan jorok? apakah ada semacam aturan atau anjuran2 alkitab dalam Gereja Katolik mengenai hal ini? apa yang seharusnya saya lakukan? apakah kebiasaan tersebut harus saya hilangkan? 2. Pertanyaan yang lain yang ingin saya tanyakan, saya pernah mendengar teman muslim saya yang melihat saya makan dengan tangan kiri, yang menurutnya dalam agamanya dianjurkan untuk tidak /dilarang (entah itu najis atau haram) menggunakan tangan kiri pada saat makan, bagaimana dalam Gereja Katolik sebenarnya tentang tangan kanan dan tangan kiri ini dalam melakukan aktifitas sehari-hari? Reply o Stefanus Tay October 18, 2012 at 8:07 pm Shalom David, Sama seperti tidak menjadi masalah untuk melakukan aktifitas lain dengan tangan kanan maupun tangan kiri, maka tidak ada masalah juga untuk membuat tanda salib, baik dengan tangan kanan maupun tangan kiri. Yang terpenting dalam membuat tanda salib adalah benar-benar menghayati apa yang dilakukan, karena tanda salib mempunyai makna yang begitu dalam. Silakan melihat artikel ini – silakan klik. Tidak ada aturan di dalam Kitab Suci tentang hal ini. Yang ada adalah “Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka” (Mat 5:30). Dengan kata lain, kita harus menggunakan tangan kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Dan membuat tanda salib dengan tangan adalah sungguh baik. Jadi, silakan melakukan tanda salib, baik dengan tangan kanan maupun tangan kiri. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – katolisitas.org Reply 3. Anggi September 19, 2012 at 4:57 pm Shalom Katolisitas, saya mau tanya sebenarnya klo buat tanda Salib yg 3 jari (Trinitas) itu jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah atau jari telunjuk, jari tengah dan jari manis keduanya dengan telapak tangan terbuka atau gmana ya? Terima kasih Reply o Stefanus Tay September 21, 2012 at 4:23 pm Shalom Anggi, Membuat tanda salib untuk melambangkan Trinitas dilakukan dengan tiga jari. Tradisi di Timur dan juga tulisan dari Paus Leo IV (pertengahan abad 9), memberikan keterangan bahwa membuat tanda salib dengan tiga jari: yaitu jari tengah, jari telunjuk, dan ibu jari. Sedangkan membuat tanda salib dengan lima jari adalah melambangkan lima luka Yesus di salib dan dengan dua jari melambangkan dua kodrat Yesus – yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – katolisitas.org Reply Anggi September 21, 2012 at 7:35 pm Shalom Pak Stef, Terima kasih Pak Stef atas penjelasannya. Reply 4. paulus September 4, 2012 at 4:43 pm Syalom Alaikhem, Dalam membuat tanda salib, yang pertama dikatakan bukankah seharusnya “Dalam Nama Bapa” (dalam bahasa Inggris “In the Name Of the Father”). [Dari Katolisitas: Kata "in" memang artinya "dalam" jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Namun jika ada kelanjutannya "in the name of", artinya mernyerupai idiom, dan bukan hanya sekedar "dalam"/ di dalam. Tentang hal ini sudah pernah ditulis di sini, silakan klik] Bonifasius August 16, 2012 at 1:49 pm Shaloom juga untuk kalian semua…. saya juga mau bertanya Tentang Tanda salip/tanda kemenangan saya lihat Versi tanda salip orang berbeda-beda -)Kalo saya sendiri si : “Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus” -)tapi saya pernah juga lihat orang berkata: ” Demi namaBapa,dan Putra,dan Rohkudus” -)Kalo Teman saya:”Atas nama Bapa, dan Putra, dan Rohkudus” saya bingung yang sebenarnya harus dikatakan “Demi, Atas atau Dalam” atau Ketiga itu sama saja Artinya mohon penjelasanya ….. Reply Ingrid Listiati August 20, 2012 at 10:23 pm Shalom Bonifacius, Tanda salib “Atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” merupakan kata terjemahan dari kata Latin, “In nomine Patris, et Filii, et Spiritus Sancti“ yang terjemahan bahasa Inggrisnya adalah: “In the name of the Father, and of the Son and of the Holy Spirit” Arti frasa “in the name of” adalah sebagai berikut (menurut http://www.thefreedictionary.com): in behalf of; on the part of; by authority; as, it was done in the name of the people; – often used in invocation, swearing, praying, and the like. - Hooker. In behalf of; by the authority of. In the represented or assumed character of. Dengan demikian, kata “in the name of” tersebut, memang tepat jika diterjemahkan sebagai “atas nama” (in behalf of; on the part of; by authority); atau sebagian orang menerjemahkannya “demi nama”. Sedangkan kalau diterjemahkan “dalam nama” walaupun tidak salah -karena kata “in” memang terjemahannya secara umum adalah “dalam”- namun tidak secara khusus menerjemahkan makna seluruh frasa “in the name of“; sebab kata “in” kalau sudah digabung dengan “the name of” sesungguhnya menjadi semacam idiom, yang mempunyai arti lebih khusus daripada sekedar “dalam”. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply Fredy Kwee May 29, 2012 at 10:28 pm kepada pengasuh katolisitas.org, beberapa waktu yang lalu ada seorang kerabat jauh saya yang pada mulanya seorang Katolik dan saat ini ternyata mulai mempelajari ajaran2 saksi yehova, pada suatu saat saudara ini bertanya kepada saya tentang tanda salib. ada beberapa point yang diajukan, tetapi beberapa sudah saya dapatkan jawabannya di katolisitas.org pada artikel tentang saksi yehova. yg menjadi perhatian saya dan belum sy temukan jawabannyan adalah: 1. salib Yesus itu bentuknya bukan seperti sekarang ini melainkan hanya tiang saja, dan salib bentuk sekarang ini mengadopsi agama pagan romawi. 2. dengan demikian tanda salib itu mengandung gerakan pemujaan berhala. dari kedua point diatas saudara ini bertanya bagaimanakah pendapat saya. khusus untuk point ke-2 apakah yang harus saya pelajari untuk memberikan penjelasan kepada saudara tersebut sekaligus mempertahankan iman Katolik. terima kasih dan berkah dalem. [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel berikut, silakan klik. Jika Kitab Suci mengatakan bahwa Yesus benar wafat di salib, maka tidak mungkin tanda salib mengandung gerakan pemujaan berhala. Ini malah merupakan tuduhan yang tidak berdasar.] Reply Andi fan May 11, 2012 at 11:31 am Tuhan tidak pernah mengajarkan cara berdoa harus diawali dengan tanda salib. Murid Yesus di dalam Alkitab juga tidak disebutkan berdoa dengan tanda salib. Dari mana ide dan atas dasar apa berdoa menggunakan tanda salib..? Salib digunakan hanya sebagian simbol mengingatkaan kita atas wafatnya pengorbanan Yesus untuk manusia. Kenapa di dalam Khatolik salib bisa mempunyai berbagai jenis. Ada yang namanya salib Benediktus, salib Theresia apa. dll selain itu salib tersebut jg bisa mempunyai kegunaannya tersendiri. Salib Benediktus buat mengusir roh jahat dll. Kenapa Yusuf suami Maria harus disebut Santo dan ada di dalam doa ada disebutkan terpujilah Santo Yusuf untuk selamanya. Apa yg mendasari? Sedangkan dalam doa Aku Percaya aja tidak disebutin, Yesus menjelang kematian di kayu salib juga hanya memperkenalkan IBunya kepada muridnya tidak ayahnya. Kenapa semua salib, kalung , patung dll yang baru dibeli harus diberkati oleh pastur? Ajaran Yesuskah? Kalau hanya pandangan manusia saja knp hrs diikuti. Adakah di dalam Alkitab yang menunjukkan murid Yesus mewajibkan umat melakukan pengakuan dosa, bukankah kita jika mau mengaku dosa bisa langsung dengan Tuhan berdoa secara langsung kenapa harus cerita kpd org lain.. Doa bunda Maria walaupun kata kata dalam doa adalah gabungan dari ayat dalam Alkitab tetapi yang menggabungkan adalah manusia. Bukan ajaran Tuhan seperti Doa Bapa Kami. Atas dasar apa diikuti. Manusia bisa saja salah. Reply Ingrid Listiati May 24, 2012 at 12:14 pm Shalom Andi Fan, 1. Yesus tidak mengajarkan tanda salib? Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan berdoa dengan diawali tanda salib, karena pada saat mengajar para murid-Nya berdoa, Kristus belum disalibkan: salib yang tak terpisahkan dari puncak rencana keselamatan Allah belum dinyatakan kepada para murid. Setelah Kristus disalibkan, wafat, bangkit, naik ke surga dan mengutus Roh Kudus-Nya, baru kemudian para Rasul dan para penerus mereka semakin memahami maksud kedatangan Kristus ke dunia, yaitu untuk menyelamatkan manusia lewat pengorbanan-Nya di kayu salib. Maka salib menjadi inti pewartaan para Rasul, sebagaimana dinyatakan oleh Rasul Paulus, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1Kor 2:2). Dan bahwa Rasul Paulus menghubungkan hidupnya sendiri di dunia ini dengan salib Kristus, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” (Gal 6:14) Gereja-gereja non-Katolik umumnya hanya mau berpegang kepada apa yang tertulis di Kitab Suci, dan mengharapkan ada ayat-ayat yang mengatakan “Hendaklah kamu berdoa dengan diawali tanda salib”, maka perkataan ini tidak ada, seperti juga tidak ada perkataan ‘Trinitas’ atau ‘Bible’ secara eksplisit tertulis dalam Kitab Suci. Namun sesungguhnya ‘salib Kristus’ yang mendasari Tanda salib itu diajarkan dalam Kitab Suci, dan bahkan merupakan berita utama yang diajarkan oleh para rasul; sebab salib Kristus mengisahkan dengan sempurna, kasih Allah (lih. Yoh 15:13, 1Pet 2:24) dan kekuatan Allah (1 Kor 1:18). Selanjutnya tentang makna Tanda Salib silakan membaca artikel di atas, klik di sini. Maka memang salib itu adalah tanda ataupun simbol yang mengingatkan atas pengorbanan Kristus, namun bagi umat Katolik, cara yang terbaik untuk mengingat pengorbanan Kristus itu adalah dengan menjadikannya sebagai bagian dari doa-doa yang didaraskan setiap hari. Saat kita menghadap Allah atau masuk dalam hadirat Allah dalam doa, kita mengenang perbuatan kasih Allah yang terbesar bagi kita, yaitu saat Kristus menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus kita dan seluruh umat manusia. 2. Ada banyak jenis salib? Selanjutnya tentang ada berbagai jenis/ bentuk salib, seperti salib Benediktin, salib Fransiskan, dst, itu tidak mengubah makna tanda salib. Tetaplah kuasa Kristus yang bekerja di dalam doa- doa yang ditandai oleh tanda salib. Jika salib Benediktin digunakan untuk doa-doa pelepasan kuasa jahat, bukan berarti bahwa atas kuasa St. Benediktus, orang mengusir setan. Salib Benediktin hanya mengingatkan kita akan karisma St. Benediktus yang diberi karunia oleh Allah untuk mengusir setan. Semasa hidupnya, St. Benediktus yang berdoa 8 jam sehari itu, memang kerap mengusir setan dengan doa-doa dengan menggunakan salib Kristus. Maka yang berkuasa mengalahkan setan tetaplah Kristus, tetapi adalah kebijaksanan Kristus yang mengizinkan St. Benediktus yang melalui doa-doa syafaatnya, turut mengambil bagian di dalam karya Kristus mengalahkan setan. Jika kita percaya bahwa doa orang benar besar kuasanya (Yak 5:16), maka kita tidak akan menemukan kesulitan untuk memahami mengapa orang menggunakan salib St. Benediktus dalam doa-doa pelepasan dari kuasa jahat. Tidak berarti bahwa jika tidak dengan salib Benediktin maka orang tidak dapat berdoa memohon pelepasan dari kuasa jahat; tetapi adalah suatu fakta bahwa banyak kasus pelepasan terjadi jika mendaraskan doa-doa dengan salib Benediktin, jika di dalam doa-doa kita memohon agar St. Benediktus yang diberi karisma untuk mengusir setan itu, dan yang kini telah bersatu dengan Tuhan Yesus di surga, turut mendukung doa-doa kita. Jika kita dapat meminta dukungan doa dari sesama jemaat yang masih jatuh bangun di dunia ini, tentulah kita juga dapat meminta dukungan doa dari mereka yang sudah jaya di surga bersama Yesus. Dengan prinsip yang sama, kita melihat adanya kekhususan salib- salib tertentu, yang umumnya berhubungan dengan kisah pengalaman rohani orang kudus tertentu yang diberi misi/ karunia tertentu oleh Tuhan untuk turut mengambil bagian dalam karya Kristus di dunia. Demikianlah, dengan memandang salib St. Fransiskus kita teringat akan pesan perutusan Kristus kepada St. Fransiskus Asisi untuk turut membangun Gereja-Nya; dan dengan demikian salib tersebut menjadi lambang misi para Fransiskan. Tentu ini tidak untuk memberikan makna baru yang terpisah dari makna salib Kristus, tetapi untuk semakin mendukung makna salib Kristus, sebab begitu besarnya kasih Allah yang tercurah di kayu salib memang merupakan sebuah Kabar Gembira yang harus diwartakan ke seluruh dunia (lih. Mat 28:19-20, Mrk 16:15). Selanjutnya tentang prinsip Pengantaraan Kristus yang melibatkan juga para anggotaanggota-Nya, yaitu para orang kudus, klik di sini. 3. Mengapa Yusuf suami Maria disebut sebagai Santo (orang kudus)? Sebutan Santo adalah untuk orang-orang yang telah diakui Gereja sebagai orang kudus. Kitab Suci menyebut St. Yusuf sebagai orang yang tulus hati (Mat 1:19), yang dalam bahasa Inggrisnya adalah “a just man” (RSV, Douay Rheims), “a rightheous man” (NAB). Sedangkan di ayat-ayat lainnya dikatakan demikian: Mzm 11:7 Sebab TUHAN adalah adil dan Ia mengasihi keadilan; orang yang tulus akan memandang wajah-Nya. Mat 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Ibr 12:14 Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. 1 Yoh 3:2-3 Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci. Maka ayat-ayat Kitab Suci menyebutkan bahwa Yusuf adalah seorang yang tulus hati dan kudus; dan karena ketulusan dan kekudusan itu adalah prasyarat agar seseorang dapat memandang Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya di surga. Maka jika Yusuf disebut sebagai seorang yang “tulus hati” dalam Kitab Suci, artinya 1) iapun adalah seorang yang menerima janji Allah bahwa ia dapat memandang Allah di surga; 2) ia pasti juga hidup kudus, sebab tanpa kekudusan tak seorangpun dapat memandang Allah. Maka jika Gereja Katolik menyatakan Yusuf sebagai orang yang kudus, tidaklah bertentangan dengan Kitab Suci. Yusuf adalah seorang yang takut akan Tuhan, sehingga ia taat kepada apapun yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Yesus memang hanya menyerahkan Maria kepada Yohanes rasul-Nya, sesaat sebelum wafat-Nya. St. Yusuf memang tidak disebut namanya oleh Yesus saat itu. Kitab Suci tidak mencatat kapan Yusuf meninggal dunia, namun menurut beberapa catatan di luar Kitab Suci, dikatakan bahwa Yusuf telah wafat sebelum Yesus memulai karya-Nya di hadapan umum. Menurut catatan Maria Agreda yang Terberkati, yang diberi penglihatan tentang kehidupan St. Yusuf, Bunda Maria dan Tuhan Yesus, St. Yusuf wafat di usianya yang ke 60 (dalam usia perkawinan ke -27). Untuk membaca sekilas kisahnya, silakan klik di sini. 4. Mengapa salib, rosario dan patung diberkati? Salib, rosario dan patung bagi orang Katolik adalah alat bantu untuk berdoa. Maka alasannya diberkati adalah agar benda-benda itu sungguh dapat menjadi tanda karuniakarunia yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja (lih. Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium, 60). Tidak berarti kalau tidak ada alat bantu ini umat Katolik tidak dapat berdoa; tetapi sebaliknya, dengan benda-benda ini dapat berguna bagi umat, karena mengingatkan bahwa karunia-karunia yang diberikan oleh Allah kepada mereka, diberikan berkat doa permohonan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus. Dengan demikian doa mereka selalu ada dalam kesatuan dengan doa Gereja, dan karena itu besarlah kuasa doanya. 5. Apakah Kitab Suci mengajarkan Pengakuan dosa kepada imam? Ya. Melalui ayat Yoh 20:21-23 Yesus mengajarkan bagaimana umat harus mengaku dosa, agar dosanya dapat diampuni oleh Tuhan: yaitu melalui para rasul-Nya yang kini dilanjutkan oleh para penerus mereka yaitu para imam. Selanjutnya tentang penjelasan tentang hal ini silakan membaca artikel: Masih Perlukah Pengakuan Dosa, bagian ke-2 6. Doa Salam Maria adalah dari ayat-ayat Kitab Suci tapi yang menggabungkan adalah manusia? Doa merupakan ungkapan iman; dan karena itu jika disusun dari ayat-ayat firman Tuhan sendiri, merupakan doa yang besar kuasanya, karena firman/ sabda Tuhan berkuasa membangun kita. Rasul Paulus mengatakan, “Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya.” (Kis 20:32). Maka tidak ada salahnya berdoa dengan menggabungkan ayat-ayat dalam Kitab Suci, seperti misalnya mendoakan gabungan ayat-ayat Mazmur, ataupun ayat-ayat lainnya seperti doa Salam Maria. Lagipula bagi umat Katolik, doa Salam Maria merupakan doa yang diajarkan Gereja, dan telah terbukti mendatangkan pertolongan Allah dan buahbuah rohani yang sejati dalam sejarah perkembangan Gereja. Gereja memang terdiri dari manusia-manusia, namun Kristus sendiri telah berjanji membimbing Gereja-Nya sampai akhir zaman (Mat 28:19-20). Maka umat Katolik percaya bahwa Gereja tidak akan salah mengajar sampai menyesatkan umat Tuhan, sebab jika demikian artinya Tuhan Yesus tidak menepati janji-Nya. Kami umat Katolik percaya bahwa Tuhan Yesus tetap setia sampai selama-lamanya. Jika Kristus telah berjanji kepada Rasul Petrus akan memberikan kuasa mengajar (“mengikat dan melepaskan”) tentang iman dan moral tanpa kesalahan/ kesesatan (lih. Mat 16:19), maka janji yang sama diberikan juga kepada para penerusnya sampai akhir zaman. Selanjutnya tentang topik Wewenang Mengajar Gereja yang tidak mungkin salah (infalibilitas), klik di sini. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply Yustinus DM March 21, 2012 at 12:35 pm Salam sejahtera bp. Stef dan bu Inggrid, 1. Dari kebiasaan kami membuat Tanda Salib adalah : di dahi : Dalam Nama Bapa di dada/perut : dan Putera di bahu kiri : dan Roh Kudus di bahu kanan : amin, tangan mengatup. 2. Saya baca dari beberapa web, cara membuat Tanda Salib adalah : di dahi : Dalam Nama Bapa di dada/perut : dan Putera di bahu kiri ke bahu kanan : dan Roh Kudus tangan mengatup : amin Mohon pencerahan dalam membuat Tanda Salib yang benar menurut ajaran Gereja Katolik dengan cara pertama ataukah yang kedua, ataukah ada cara lain yang lebih benar. Terima kasih. Tuhan memberkati Reply Ingrid Listiati March 22, 2012 at 8:13 pm Shalom Yustinus, Menurut pengetahuan saya, tidak ada dokumen Gereja yang secara resmi mengajarkan cara membuat Tanda Salib. Yang memang diajarkan secara prinsip adalah makna Tanda Salib, dan tulisan para Bapa Gereja yang membuktikan bahwa Tanda Salib dibuat sebagai permulaan dan penutup doa yang mengingatkan kita kepada Salib Kristus. Sedangkan terdapat sedikit perbedaan dalam hal cara membuat Tanda Salib, dan asalkan dipahami maknanya, hal itu tidaklah menjadi masalah. Silakan membaca di link ini tentang Tanda Salib, dan cara umum membuat Tanda Salib, silakan klik.Jika berpegang kepada tulisan itu, maka cara yang benar adalah cara yang kedua, yaitu: di dahi : Dalam Nama Bapa; di dada/perut : dan Putera; di bahu kiri ke bahu kanan: dan Roh Kudus, lalu tangan mengatup : amin. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply o Yustinus DM March 26, 2012 at 10:39 am Shalom bu Inggrid, Terima kasih atas pencerahannya yang semakin meneguhkan kami akan makna Tanda Salib. Tuhan memberkati Shalom, yustinus Reply o yusup sumarno August 30, 2012 at 12:57 pm sungguh bangga menjadi Katolik. di manapun, saat mau makan di restoran misalnya, berani menjadi saksi Kristus dengan berani membuat tanda salib. Reply Patrick February 10, 2012 at 11:33 pm Bagi saya tanda salib itu artinya hubungan kita dengan TUhan,manusia,dan dibawah kia yakni kematian, kenapa kita membuat tanda salib agar tubuh dan jiwa kita sesuai dengan salib tadi Reply Mateus December 21, 2011 at 9:36 am Berkah Dalem. 1. Mohon informasi tentang sejarah penggunaan tanda salib di Gereja Katolik dan mengapa ada perbedaan dengan Gereja Timur. 2. Apa makna tanda salib dan berbagai karunia yang dapat kita peroleh dari penggunaan tanda salib. 3. Apa alasan teman-teman Kristen Protestan tidak menggunakan tanda salib. Terima kasih. [dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas - silakan klik] Reply Barnabas December 20, 2011 at 7:30 pm Shalom pak Stef dan bu Ingrid, saya ingin bertanya. Apakah salib kita umat Katolik harus menyertakan corpus Christi ataukah tidak harus? Apakah ada alasan tertentu untuk hal ini? Di Gereja St. Matias, Kosambi koq tidak ada corpus Christi, yaa? Mohon informasinya. Terima kasih. Reply Romo Bernardus Boli Ujan, SVD January 5, 2012 at 10:10 am Shalom Barnabas, Menurut tradisi Gereja Katolik, salib itu punya corpus Yesus yang menderita. Pada abad pertengahan hal ini sangat ditekankan untuk mengungkapkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang sungguh-sungguh telah menjadi manusia dan sungguh-sungguh telah menanggung duka derita manusia berdosa, meskipun Dia sendiri tidak berdosa, hanya untuk menebus manusia yang berdosa supaya selamat. Yesus yang telah menderita dan mati itu, sungguh-sungguh telah bangkit untuk mengalahkan maut abadi atau dosa maut, sebab Dia sungguh-sungguh Allah (Putra Allah yang Tunggal yang sangat dikasihi oleh Allah Bapa). Sementara itu saudara-saudara kita yang Protestan mewarisi kebiasaan menggunakan salib tanpa corpus untuk menggarisbawahi kebenaran tentang kebangkitan Yesus. Yesus yang jenazahnya diturunkan dan dimakamkan, telah bangkit dan meninggalkan kenangan salib tanpa corpus. Ini dikuatkan oleh kebiasaan mereka untuk tidak mematungkan Yesus. Masing-masingnya mempunyai alasan. Kini dalam gedung gereja Katolik tertentu dipakai salib tanpa corpus atau dengan tubuh Yesus yang bangkit mulia, bukan tubuh Yesus yang menderita, karena mau menggarisbawahi misteri kebangkitan itu. Meskipun demikian harus kita yakini bahwa tidak ada kebangkitan Yesus Kristus tanpa lebih dahulu mengalami derita dan kematian yang mengerikan. Dengan menggarisbawahi salah satu aspek, tidak berarti aspek lain dari misteri kebangkitan disangkal. Bagi saya pribadi, dalam salib dengan corpus Yesus yang menderita menurut tradisi Gereja Katolik, terungkaplah dua aspek kebenaran misteri penyelamatan dalam diri Yesus Kristus: kebenaran tentang Yesus yang sungguh-sungguh menderita dan mati (sungguh manusia) serta kebenaran tentang Yesus yang sungguhsungguh bangkit mulia (sungguh Allah). Salam dan doa. Gbu. Rm Boli Ujan, SVD. Reply diah December 1, 2011 at 1:05 am Saya termasuk orang yang paling suka membuat Tanda Salib, bukan ingin pamer, bukan ingin menonjolkan diri, tapi percaya atau tidak Tanda Salib ini selalu membawa kebahagiaan serta ketenangan untuk saya, di saat akan menghadapi ujian, di saat terlewat dari hal2 buruk, dan sebagainya salah satu cara saya bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yesus adalah dengan Tanda Salib, Terima Kasih karena blog ini sudah membuka wawasan saya betapa sakralnya Pengorbanan Tuhan Yesus Kristus dan betapa intimnya kita bisa berkomunikasi denganNya walau hanya dengan cara sederhana yakni Tanda Salib yang kita gambarkan dengan jemari di atas tubuh kita yang merupakan kediaman-Nya. Salam Damai Kristus ^^ Reply yohannes sutrisno November 30, 2011 at 11:55 pm Berkah Dalem Pertanyaan singkat: - Apakah dalam membuat tanda salib setelah kata ‘amin’ kemudian mencium telapak tangan / jari tangan,diperbolehkan dalam gereja Katolik? hal ini sering terlihat dalam kebiasaan membuat tanda salib bagi umat katolik di Amerika Latin. Terima kasih – Deo Gratias Reply Ingrid Listiati December 1, 2011 at 9:05 am Shalom Yohanes Sutrisno, Menurut pengetahuan saya, cara membuat tanda salib yang umum dikenal adalah yang telah disampaikan di atas. Namun kadang ada orang- orang yang membuat tanda salib setelah berdoa rosario, dan kemudian mencium salib di ujung rantai rosario itu, sehingga kesannya seperti ia sedang mencium ujung jari tangannya sendiri. Kemungkinan hal inilah yang Anda lihat, karena mungkin saja rosario yang digunakan untuk berdoa adalah rantai kecil yang ada di balik telapak tangan, dengan salib kecil di ujungnya. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply eka berutu November 30, 2011 at 10:23 pm Syalom Maaf sebelumnya, saya ingin bertanya apakah tanda salib boleh digunakan jemaat gereja2 lain (Protestan) kecuali Katolik??? Thank u Gbu Reply Stefanus Tay December 1, 2011 at 10:08 am Shalom Eka, Sebenarnya tanda salib merupakan sintesis atau rangkuman dari apa yang kita percaya, yaitu Tritunggal Maha Kudus. Kalau jemaat lain menyadari apa yang terkandung dalam tanda salib ini serta berniat mengekspresikannya, maka sesungguhnya itu adalah hal yang sangat baik. Dengan demikian, gereja-gereja non-Katolik juga dapat melakukan tanda salib, kalau mereka mau dan menghayatinya. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – katolisitas.org Reply iman iswanto November 20, 2011 at 5:29 pm Salam dalam Kristus, Prodiakon dilarang memberikan berkat publik dengan mengarahkan tanda salib kepada umat seperti yang dilakukan imam, akan tetapi prodiakon diijinkan memberi berkat dengan membuat tanda salib pada dahi anak-anak. Saya mohon penjelasan apa saja yang dilarang dan apa yang diijinkan bagi Prodiakon sehubungan dengan membuat tanda salib. Apakah pemberkatan jenazah oleh Prodiakon membuat tanda salib dengan menggunakan patung salib yang diarahkan ke jenazah termasuk yang dilarang dilakukan oleh Prodiakon? Terima kasih atas pencerahannya. Tuhan memberkati kita semua. Reply Yohanes Dwi Harsanto Pr November 21, 2011 at 9:01 am Salam Iman Iswanto, Dalam buku “Tata Laksana Melepas Jenazah” terbitan Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang, ada keterangan pada halaman 49-50 demikian: “Ditegaskan kembali di sini bahwa yang diperbolehkan memberikan berkat publik dengan tanda salib atas jenazah atau umat hanyalah imam. Bila pemimpin ibadat bukan imam, maka dalam permohonan berkat, cukuplah baginya untuk membuat tanda salib sendiri atas dirinya sendiri dan diikuti oleh umat yang juga membuat tanda salib atas diri mereka masing-masing. Namun tindakan liturgis mengulurkan tangan atas jenazah boleh dilakukan oleh siapapun sebagai pemimpin ibadat, baik imam maupun bukan imam.” Pada bagian pemberkatan jenazah hlm 66 ada tambahan keterangan: “Kalau pemimpin ibadat imam atau diakon tertahbis: tangan diulurkan dan membuat berkat tanda salib. Kalau pemimpin ibadat bukan orang tertahbis cukup tangan diulurkan.” Maka, jika pemimpin nya prodiakon paroki (awam tidak tertahbis) tidak diperkenankan memberi berkat. Cukup mengulurkan tangan atas jenazah, entah dengan memegang salib entah tidak. Jadi, prodiakon memohonkan berkat untuk jenazah dengan mengulurkan tangan yang memegang salib diperbolehkan, tetapi salib hanya diangkat saja tidak untuk membuat gerakan tanda salib. Salam Yohanes Dwi Harsanto Pr Reply o Yohanes Dwi Harsanto Pr November 21, 2011 at 10:51 am Tambahan jawaban saya untuk Iman Iswanto: Dalam buku Ibadat Berkat (Komlit KWI) yang disusun berdasar buku “De Benedictionibus” (editio typica dari Tahta Suci 1984), prodiakon: 1.Tidak boleh merentangkan tangan saat membawa doa-doa seperti doa pembuka, doa berkat, doa penutup. Saat mengucapkan doa-doa tersebut, tangan prodiakon tetap terkatup. 2.Tidak boleh membuat gerakan pemberian berkat tanda salib publik. 3.Boleh membuat tanda salib dengan ibu jari pada dahi orang. 4.Boleh mengulurkan tangan di atas atau ke arah orang/barang yang dimohonkan berkat, termasuk jenazah. 5.Boleh memerciki barang/orang dengan air suci 6.Boleh mendupai gedung/barang/tempat. Dalam pemberkatan jenazah, dimungkinkan Prodiakon mendupainya. Salam, Yohanes Dwi Harsanto, Pr Reply FX. Tjua August 30, 2012 at 3:11 pm Syalom Romo, membaca tulisan di atas (no 1), di mana Prodiakon tidak boleh berdoa dgn merentangkan tangan, saya jadi ingat saat doa/nyanyian Bapa Kami di gereja kita, yg ingin saya tanyakan : a. Sejak kapan umat Katolik berdoa Bapa Kami dengan menadahkan tangan ke langit spt umat muslim? Setahu saya, berdoa adalah dgn tangan tertutup (mengapitkan kedua telapak tangan kita) b. Apakah hal itu sama dgn merentangkan tangan spt pd poin no 1 di atas? Terima kasih, Tuhan memberkati. Reply Ingrid Listiati September 5, 2012 at 5:10 am Shalom FX Tjua, Sejujurnya, dalam GIRM/ PUMR (Pedoman Umum Misale Romawi), tidak disebutkan sikap tertentu sebagai sikap yang baku untuk umat pada saat mendoakan doa Bapa Kami. Yang tertulis di sana adalah sikap imam pada saat mendoakan Bapa Kami, (lih. no. 192). Namun memang dalam ketentuan yang lain, misalnya dalam Instruksi tentang Kolaborasi orang-orang beriman yang tidak ditahbiskan dalam pelayanan suci para imam, dituliskan pada artikel 6 § 2, bahwa para diakon atau awam yang tak ditahbiskan tidak dapat melakukan gesture/ sikap tubuh atau tindakan apapun yang layaknya dilakukan oleh imam. Nah, maka ada yang menyimpulkan bahwa pada saat doa Bapa Kami, sebaiknya umat tidak turut merentangkan seperti imam yang pada saat itu merentangkan tangannya. Dalam situs Adoremus Bulletin, dikatakan bahwa sikap umat pada saat doa Bapa Kami adalah dengan sikap tangan yang mengatup (sikap doa) dan dengan kepala yang tertunduk. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply FX. Tjua September 6, 2012 at 7:27 am Terima kasih Bu Ingrid, GBU Reply eveline September 8, 2011 at 1:19 pm Dear moderator yg baik2 n sabar, Sy kaget sekali wkt sdg googling (dgn gambar) ada salib2 yang milik orang pagan/menyembah berhala. Tapi memang modelnya lain2 (lain dgn bentuk salib Katolik/Kristen). Juga sy baru dapat kabar dr sdr : musti hati2 dgn rosario versi new world. (salibnya ada lingkaran yg sebetulnya melambangkan matahari). Bagaimana ini mods? Terima kasih atas jawaban yg akan diberikan. [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini terlebih dahulu, silakan klik] Reply abu hanan June 18, 2011 at 1:29 am 1.JIka Injil tidak mengajarkan tanda salib,lantas apa yang menjadi dasar gereja mengadakannya? 2.Ayat yang dicantumkan WHY 7,9 dan 14 hanya menyatakan dahi,mengapa kemudian bersilang kiri-kanan (dada)? 3.Apakah murid2 Yesus pernah melakukan tanda salib? 4.apakah benar yesus mati di salib? salam Reply Stefanus Tay June 19, 2011 at 11:19 am Shalom Abu Hanan, Terima kasih atas pertanyaan anda. Saya tidak tahu apakah anda telah membaca artikel di atas. Namun, kalau belum, silakan membaca terlebih dahulu artikel di atas – silakan klik. Dan tidak menjadi masalah kalau membuat tanda salib tidak disebutkan di dalam Kitab Suci, karena Gereja Katolik mempunyai tiga pilar kebenaran, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Magisterium Gereja inilah yang menjaga agar pesan Tuhan yang disampaikan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dapat diwariskan dengan setia dan murni dari generasi ke generasi. Pengertian dari tiga pilar ini adalah sebagai berikut: Tradisi Suci Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan apa yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus. Oleh Tradisi, Sabda Allah yang dipercayakan Yesus kepada para rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya dalam pewartaannya, mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia.[5] Maka Tradisi Suci ini bukan tradisi manusia yang hanya merupakan ‘adat kebiasaan’. Dalam hal ini, perlu kita ketahui bahwa Yesus tidak pernah mengecam seluruh adat kebiasaan manusia, Ia hanya mengecam adat kebiasaan yang bertentangan dengan perintah Tuhan (Mrk 7:8). Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak akan pernah bertentangan. Pengajaran para rasul seperti Allah Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat jelas diajarkan melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal itu tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Janganlah kita lupa, bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes 2:15, 1Kor:2). Juga perlu kita ketahui bahwa Tradisi Suci bukanlah kebiasaan-kebiasaan seperti doa rosario, berpuasa setiap hari Jumat, ataupun selibat para imam. Walaupun semua kebiasaan tersebut baik, namun hal-hal tersebut bukanlah doktrin. Tradisi Suci meneruskan doktrin yang diajarkan oleh Yesus kepada para rasulNya yang kemudian diteruskan kepada Gereja di bawah kepemimpinan penerus para rasul, yaitu para Paus dan uskup. Kitab Suci Allah memberi inspirasi kepada manusia yaitu para penulis suci yang dipilih Allah untuk menuliskan kebenaran. Allah melalui Roh KudusNya berkarya dalam dan melalui para penulis suci tersebut, dengan menggunakan kemampuan dan kecakapan mereka. “Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dinyatakan oleh para pengarang yang diilhami tersebut, harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus.”[6] Jadi jelaslah bahwa Kitab Suci yang mencakup Perjanjian Lama dan Baru adalah tulisan yang diilhami oleh Allah sendiri (2Tim 3:16). Kitab-kitab tersebut mengajarkan kebenaran dengan teguh dan setia, dan tidak mungkin keliru. Karena itu, Allah menghendaki agar kitab-kitab tersebut dicantumkan dalam Kitab Suci demi keselamatan kita.[7] Mungkin ada orang Kristen yang berkata, bahwa keselamatan mereka diperoleh melalui Kitab Suci saja. Namun, jika kita mau jujur, kita akan melihat bahwa hal itu tidak pernah diajarkan oleh Kitab Suci itu sendiri. Malah yang ada adalah sebaliknya, bahwa Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2Pet 1:20-21) sebab ada kemungkinan dapat diartikan keliru (2Pet 3:15-16). Gereja pada abad-abad awal juga tidak menerapkan teori ini. Teori ‘hanya Kitab Suci’ atau ‘Sola Scriptura’ ini adalah salah satu inti dari pengajaran pada zaman Reformasi pada tahun 1500-an, yang jika kita teliti, malah tidak berdasarkan Kitab Suci. Pada kenyataannya, Kitab Suci tidak dapat diinterpretasikan sendiri-sendiri, karena dapat menghasilkan pengertian yang berbeda-beda. Sejarah membuktikan hal ini, di mana dalam setiap tahun timbul berbagai gereja baru yang sama-sama mengklaim “Sola Scriptura” dan mendapat ilham dari Roh Kudus. Ini adalah suatu kenyataan yang memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa pengertian mereka tentang Kitab suci berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Jika kita percaya bahwa Roh Kudus tidak mungkin menjadi penyebab perpecahan (lih. 1Kor14:33) dan Allah tidak mungkin menyebabkan pertentangan dalam hal iman, maka kesimpulan kita adalah: “Sola Scriptura” itu teori yang keliru. Magisterium (Wewenang mengajar) Gereja Dari uraian di atas, kita mengetahui pentingnya peran Magisterium yang “bertugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu yang kewibawaannya dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.”[8] Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian, oleh kuasa Roh Kudus, Magisterium yang terdiri dari Bapa Paus dan para uskup pembantunya [yang dalam kesatuan dengan Bapa Paus] menjaga dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah. Kita perlu mengingat bahwa Gereja sudah ada terlebih dahulu sebelum keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru. Para pengarang/ penulis suci dari kitabkitab tersebut adalah para anggota Gereja yang diilhami oleh Tuhan, sama seperti para penulis suci yang menuliskan kitab-kitab Perjanjian Lama. Magisterium dibimbing oleh Roh Kudus diberi kuasa untuk meng-interpretasikan kedua Kitab Perjanjian tersebut. Jelaslah bahwa Magisterium sangat diperlukan untuk memahami seluruh isi Kitab Suci. Karunia mengajar yang ‘infallible‘ (tidak mungkin sesat) itu diberikan kepada Magisterium pada saat mereka mengajarkan secara resmi doktrin-doktrin Gereja. Karunia ini adalah pemenuhan janji Kritus untuk mengirimkan Roh KudusNya untuk memimpin para rasul dan para penerus mereka kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:12-13). Dengan demikian, semua pertanyaan anda telah terjawab dengan dasar Tradisi Suci, yang tidak bertentangan dengan Kitab Suci. Silakan membaca secara teliti di artikel di atas tentang perkembangan tanda salib. Saya menyarankan sebelum anda bertanya lebih lanjut tentang pokok-pokok iman Kristen yang lain, ada baiknya anda membaca beberapa artikel kristologi di bawah ini: Iman Katolik bersumber pada Allah Tritunggal dan berpusat pada Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Inkarnasi, Allah menjadi manusia, adalah perbuatan Tuhan yang terbesar, yang menunjukkan segala kesempurnaanNya: KebesaranNya, namun juga KasihNya yang menyertai kita. Penjelmaan Allah ini telah dinubuatkan oleh para nabi. Yesus Kristus yang kita imani sekarang adalah sungguh Yesus Tuhan yang ber-inkarnasi dan masuk ke dalam sejarah manusia, karena Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia. Silakan juga membaca beberapa link tentang apologetik non-Kristen di sini – silakan klik, yang telah membahas begitu banyak topik-topik. Semoga usulan ini dapat diterima. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – katolisitas.org Reply o abu hanan June 22, 2011 at 10:34 am salam Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan apa yang mereka terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus saya tidak melihat adanya murid Yesus/para rasul melakukan contoh “salib”.Termasuk di kalangan awal pemeluk Kristen (2 abad pertama). berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja. adakah hal tersebut adalah karena intervensi penguasa?Mengingat keadaan masa itu bahwa kalangan awal kristen dalam keadaan tertindas? Kesaksian Bapa gereja bagaimna yang dimaksudkan? Kita perlu mengingat bahwa Gereja sudah ada terlebih dahulu sebelum keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru. Justru yang demikian itu menjadi pertanyaan besar bagi saya….. Karena ; 1.penulisan KS datang diakhir pembentukan Gereja (setelah ada gereja baru ada penulisan) 2.Jiwa gereja terlebih dahulu ada dibandingkan KS yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada Gereja. Karena 2 hal tersebut akan besar kemungkinan menjadikan KS ter-distorsi oleh opini2 yang berkembang pada masa penulisan dan membekas pada ke-iman/jiwaan para penulis KS. sekian dulu… salam Reply Ingrid Listiati July 13, 2011 at 4:53 pm Shalom Abu Hanan, 1. Tentang Tanda Salib Catatan tentang pembuatan tanda salib ditulis oleh Bapa Gereja di abad awal, pertama kali oleh Tertullian (160-225), namun bukan berarti bahwa baru pada saat itu orang membuat tanda salib. Tanda salib berakar pada inti iman Kristiani, yaitu Allah yang menyelamatkan manusia, melalui kematian Kristus di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Nah, tentang Kristus yang disalibkan dan kebangkitan-Nya pada hari ketiga, telah diberitahukankan sendiri oleh Kristus kepada para murid-Nya, dan hal ini secara eksplisit ditulis di Kitab Injil maupun di catatan sejarah, seperti sudah pernah dibahas di sini: Yesus wafat di salib atau di tiang?, silakan klik. Rasul Paulus juga mengajarkan jemaat untuk mengimani Kristus yang disalibkan (lih. 1 Kor 1:23; 1Kor 2:2, Gal 3:1). Dengan demikian, pembuatan tanda salib bukanlah tidak beralasan, dan dasarnya sudah jelas diajarkan oleh Kristus sendiri dan para rasul. Tanda salib itu dibuat untuk menandai umat Kristiani yang mengimani Kristus yang telah wafat di salib dan bangkit dari mati, sehingga salib itu menjadi tanda kemenangan atas maut. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: KGK 1235 Tanda Salib pada awal perayaan menyatakan bahwa Kristus mengukir tanda-Nya pada orang yang akan bergabung dengan-Nya. Ia [Tanda Salib] menandakan rahmat penebusan, yang Kristus telah beroleh bagi kita dengan salib-Nya. Jadi kelirulah anggapan bahwa adanya tanda salib itu ada karena intervensi penguasa. Penguasa sekuler (jika maksud anda adalah para kaisar Roma) tidak mempunyai kuasa apapun dalam mengajarkan hal iman kepada jemaat. Sejarah mencatat, bahwa sebelum Edict of Milan 313, para penguasa Roma menentang jemaat Kristen dan menganiaya mereka, maka tidak mungkin mereka mengajarkan jemaat untuk membuat tanda salib, sebab mereka bahkan tidak mengimani Yesus yang disalibkan. Lagipula, Edict of Milan itupun bukan merupakan pengajaran iman, namun merupakan surat keputusan yang ditandatangani oleh Kaisar Roma, yaitu Konstantin I dan Licinius, tentang diberlakukannya toleransi beragama di Kerajaan Romawi. 2. Gereja ada terlebih dahulu, baru kemudian Kitab Suci. Pernyataan ini benar. Sebab agama Kristen sesungguhnya tidak sematamata mengacu kepada sebuah Kitab, tetapi kepada Seorang Pribadi, yaitu Yesus Kristus. Kristus tidak mendirikan/ menulis Kitab Suci, namun Ia mendirikan Gereja (jemaat), yang didirikanNya di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18). Dengan demikian, Kristus tidak membatasi ajaran-Nya dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci -sebab tidak semua perkataan maupun perbuatan-Nya, dapat dituliskan semua di dalam Kitab Suci (lih. Yoh 21:25)- namun Kristus mempercayakan pelestarian segala ajaran-Nya kepada para rasul-Nya (lih. Mat 28:20). Maka para rasul melaksanakan amanat terakhir Kristus ini dengan mengajarkan kepada para murid mereka, untuk berpegang kepada semua ajaran mereka, baik yang lisan maupun yang tertulis. Karena apa yang mereka peroleh secara lisan dari Kristus dan dari semua teladan-Nya, juga mereka teruskan kepada para murid mereka, baik secara lisan (yang disebut Tradisi Suci) maupun tertulis (yang disebut Kitab Suci). “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (2 Tes 2:15) Dengan demikian, Tradisi Suci memang ada lebih dahulu daripada Kitab Suci. Kitab Injil sendiri merupakan pengajaran lisan dari Kristus yang dituliskan, ataupun khotbah dari para rasul yang kemudian dituliskan. Bapa Gereja abad awal, St. Irenaeus (130 – 202) menulis tentang penulisan Injil demikian: “Matius juga menerbitkan sebuah Injil secara tertulis di antara kaum Yahudi di dalam bahasa mereka, sedangkan Petrus dan Paulus memberitakan Injil dan mendirikan Gereja di Roma. Tetapi setelah keberangkatan mereka, Markus, murid dan penerjemah Petrus, juga menurunkan kepada kita secara tertulis apa yang biasanya dikhotbahkan oleh Petrus. Dan Lukas, pembantu Paulus, juga menuliskan sebuah kitab Injil tentang apa yang biasanya dikhotbahkan Paulus. Kemudian, Yohanes, murid Tuhan- yang bersandar di pangkuan-Nya- juga menuliskan Injil ketika tinggal di Efesus, Asia Kecil.” (St. Irenaeus, Against Heresies 3.1.1, in Ante-Nicene Fathers (Peabody, NY: Hendrickson, 1994), 1:414). Sedangkan tentang asal usul kanon Kitab Suci yang terdiri dari Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, klik di sini. Memang yang menentukan kitab- kitab mana yang termasuk dalam Kitab Suci adalah Gereja, dalam hal ini adalah Magisterium Gereja Katolik pada tahun 382. Namun demikian, Gereja tidak pernah mengubah apa yang tertulis di dalam kitab- kitab tersebut, dan tidak pernah melakukan standarisasi. Keotentikan Injil dan Kitab Perjanjian Baru sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Kitab Injil dan Perjanjian Baru dituliskan sekitar 20- 50 tahun setelah wafat dan kebangkitan Kristus, artinya adalah pada masa saksi mata kejadian tersebut masih hidup, sehingga secara obyektif dapat diketahui kebenaran kitab tersebut. Dalam keadaan para saksi mata masih hidup tersebut, dan juga, terutama karena inspirasi Roh Kudus, para pengarang Kitab Suci tidak dapat membuat distorsi atas Wahyu Allah yang ditulisnya. Itulah sebabnya, walaupun ditulis oleh orang yang berbeda- beda, pada waktu dan tempat yang berbeda juga, namun dapat menyampaikan inti pengajaran yang sama. Fakta ini malah menjadi bukti nyata bagi keotentikan Kitab- kitab tersebut, sebab, jika suatu kitab mengajarkan sesuatu yang berbeda atau malah bertentangan dengan ajaran para rasul, maka dapat diketahui bahwa kitab tersebut tidak otentik, sebab Roh Kudus tidak mungkin menginspirasikan seorang penulis untuk menuliskan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudah pernah diinspirasikan-Nya kepada para penulis kitab sebelumnya. 3. Gereja terlebih dahulu ada dibandingkan Kitab Suci, yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada Gereja? Pernyataan pertama benar, yaitu Gereja terlebih dahulu ada dibandingkan Kitab Suci. Namun pernyataan kedua tidak benar, sebab kedudukan Kitab Suci tidak lebih tinggi dari Gereja. Gereja (jemaat) adalah Tubuh Kristus, dan Kristus adalah Kepalanya (lih. Ef 5: 23,29-30; Kol 1:18), dengan demikian Gereja merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kristus, dan selalu ada dalam kesatuan dengan-Nya, dan dengan Sabda-Nya. Dengan demikian, Kitab Suci yang adalah Sabda Tuhan (yang dituliskan), tidak terpisahkan dari Gereja. Kesatuan yang tak terpisahkan antara Sabda Tuhan dan Tubuh-Nya, dirayakan di dalam setiap perayaan Ekaristi (Misa Kudus), di mana terdapat dua bagian liturgi, yaitu: 1) Liturgi Sabda, di mana Kitab Suci dibacakan di tengah jemaat (Gereja); dan 2) Liturgi Ekaristi, di mana kurban Kristus (Tubuh dan Darah-Nya, dalam rupa roti dan anggur) dihadirkan kembali di tengah para anggota Tubuh Mistik-Nya (Gereja). Demikian tanggapan saya, semoga dapat menjadi masukan bagi anda. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply elisabeth antaraningsih June 5, 2011 at 10:51 am Pada saat membuat tanda salib dan mengatakan ‘ dan putera’ apakah tangan di ‘ hati’ , ‘pusar’, atau ‘perut ‘ ? Terimakasih, Berkah Dalem. Reply Ingrid Listiati June 6, 2011 at 9:00 pm Shalom Elisabeth, Tidak menjadi masalah, anda dapat melakukan tanda salib pada kata “Putera” dengan menandai baik di hati (mengacu kepada hati Yesus) atau perut yang mengacu kepada lambung Kristus yang ditembus oleh tombak, demi menyelamatkan kita; atau di perut mengacu kepada rahim Maria, bahwa Kristus pernah menjelma menjadi manusia dan dikandung di dalam rahim Maria, atau di pusar yang mengingatkan bahwa Kristus adalah pusat hidup kita. Yang terpenting adalah bagaimana anda menghayatinya. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply o Bambang August 19, 2011 at 12:25 pm Shalom!! Saya membaca di sebuah website Katolik juga yang mengatakan kalau pada kata Putera posisi tangan di pusar karena karena tali pusar adalah tali kehidupan, tali yang menyambung antara ibu dan anak di sinilah janin mendapat makan dan mendapat curahan kehidupan. Dan Yesus lahir sebagai manusia untuk menyelamatkan manusia dan karyaNya itu dimulai dari semenjak kita masih berupa janin. Semoga bisa menjadi referensi. GBU [Dari Katolisitas: Posisi tangan di pusar ataupun di dada, pada saat menyebut "Putera", keduanya diperbolehkan, dengan maknanya masing- masing] Reply Herman Jay April 23, 2011 at 11:08 am Pertanyaan seputar Jumat Agung: 1.Apakah kebiasaan Mencium Salib pada Jumat Agung hanya dilakukan dalam gereja katolik? bagaimana dengan gereja lain? 2.Bagimana sejarah terjadinya upacara mencium salib? 3.Apakah mencium salib dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan teologis? Bukankah tindakan tersebut aneh dan tidak logis menurut akal sehat? Mengapa iman katolik harus melakukan hal yang tidak masuk akal? Reply Ingrid Listiati May 25, 2011 at 6:45 pm Shalom Herman Jay, 1. Apakah yang mempunyai tradisi mencium salib hanya Gereja Katolik? Tidak. Gereja Orthodox, yaitu Gereja- gereja Timur yang mempunyai jalur apostolik, juga mempunyai tradisi mencium salib. 2. Sejak kapan dilakukan penciuman salib? Upacara penghormatan salib yang melibatkan menyingkapan selubung kain pada salib dan penghormatan salib yang dilakukan di liturgi Latin di abad ke 7 dan 8, berasal dari Gereja Yerusalem. Tulisan “Peregrinatio Sylviae” mencatat upacara ini, yang telah dilakukan di Yerusalem di akhir abad ke-4. Berikut catatannya (selengkapnya silakan klik di link ini): Then a chair is placed for the Bishop in Golgotha behind the Cross… a table covered with a linen cloth is placed before him; the Deacons stand around the table, and a silvergilt casket is brought in which is the wood of the holy Cross. The casket is opened and (the wood) is taken out, and both the wood of the Cross and the Title are placed upon the table. Now, when it has been put upon the table, the Bishop, as he sits, holds the extremities of the sacred wood firmly in his hands, while the Deacons who stand around guard it. It is guarded thus because the custom is that the people, both faithful and catechumens, come one by one and, bowing down at the table, kiss the sacred wood and pass on. (Duchesne, tr. McClure, 564) Pada waktu itu, jemaat satu persatu maju untuk memberi penghormatan kepada relikwi kayu salib Yesus. Namun dengan berjalannya waktu, pada saat jemaat berkembang ke seluruh dunia, menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin bagi setiap gereja lokal untuk memperoleh relikwi kayu salib itu, dan karena relikwi ini memang hanya lambang saja, maka digantikan dengan crucifix (salib dengan patung Yesus). Penghormatan terhadap crucifix ini merupakan penghormatan dulia- relatif, yang secara prinsip artinya sudah dijelaskan di sini, silakan klik. Penghormatan dulia- relatif ini dicatat dalam Kitab Suci, yaitu ketika Tuhan menyuruh Musa untuk membuat tabut perjanjian, dengan membuat patung malaikat (kerub) untuk diletakkan di atas tutupnya (lih. Kel 37), di mana di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), tongkat Harun (Bil 17:10) dan kedua loh batu sepuluh perintah Allah (Kel 25:16). Tabut perjanjian ini kemudian menyertai bangsa Israel sampai ke tanah terjanji yang dipimpin oleh nabi Yosua. Kitab Yosua sendiri mencatat bahwa Yosua bersama- sama para tua- tua sujud ke tanah menghormati tabut Tuhan: “Yosuapun mengoyakkan jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di depan tabut TUHAN hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel….” (Yos 7:6). Tentu tabut itu bukan Tuhan, dan tentu yang dihormati bukan apa yang nampak, yaitu kotak dengan patung malaikat (kerub) di atasnya, tetapi adalah Allah yang dilambangkan-Nya. Yosua dan para tua- tua Yahudi pada saat itu tidak menyembah berhala, Allah tidak menghukum mereka karena sujud di depan tabut itu. Sebaliknya Allah menerima ungkapan tobat mereka, dan menyatakan kehendak-Nya atas apa yang harus mereka perbuat terhadap Akhan, yang melanggar perintah-Nya. Dulia- relatif juga dikehendaki Allah pada saat Allah menyuruh Musa membuat ular dari tembaga yang dipasangnya di sebuah tiang, dan siapa yang memandang patung ular itu akan tetap hidup walaupun telah dipagut ular (Bil 21:8-9). Ular yang ditinggikan di tiang ini menjadi gambaran akan Yesus Kristus yang juga akan ditinggikan di kayu salib (lihat Yoh 3:14). Maka tindakan mencium crucifix bukanlah perbuatan berhala. Tindakan itu hanya merupakan ungkapan kasih dan tobat kita, seperti yang dikehendaki Tuhan sendiri di dalam Mazmur, “Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar….” (Mzm 2:11). 3. Apakah mencium salib dapat dipertanggungjawabkan? Anda kemudian bertanya, “Apakah mencium salib dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan teologis? Bukankah tindakan tersebut aneh dan tidak logis menurut akal sehat? Mengapa iman katolik harus melakukan hal yang tidak masuk akal?“ Jika kita memahami maknanya, maka tentu saja tindakan mencium crucifix tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan teologis. Sebab pada prinsipnya Allah tidak melarangnya. Yang dilarang Allah adalah menyembah patung- patung yang dianggap sebagai allah- allah lain di hadapan-Nya. Hal ini sudah pernah kami bahas di sini, silakan klik. Tradisi mencium crucifix ini berasal dari Gereja di abad- abad awal, dan didasari atas iman akan besarnya kuasa pengorbanan Kristus di kayu salib. Rasul Paulus sendiri mengajarkan, “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.” (1 Kor 1:18) Penghormatan akan salib Kristus mungkin untuk sebagian orang adalah kebodohan dan tidak masuk akal, namun bagi mereka yang menghayati maknanya, seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus ini, tindakan ini malah merupakan tindakan pengakuan iman kita akan kekuatan Allah. Maka walaupun tidak diharuskan apakah kita mau menghormati salib Yesus dengan mencium salib atau tidak, tetapi jika kita mengetahui maknanya, tentu saja, baik jika kita mengungkapkan iman kita akan kekuatan Kristus yang tersalib, dengan mencium kaki-Nya, tanda tobat dan penghormatan kita kepada Dia yang menyerahkan nyawa-Nya demi menyelamatkan kita. Selanjutnya tentang dalamnya makna tanda salib, silakan klik di sini Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org Reply RBV February 4, 2011 at 12:05 pm Shalom, Baru-baru ini saya mendengar suatu pertanyaan semacam ini : “Kenapa harus membuat tanda salib sebelum berdoa? Toh tidak ada bedanya/sama saja dengan jika tidak membuat tanda salib?” Jawaban apa yang harusnya dapat diberikan kepada si penanya? Mohon bantuannya.. Terima kasih, GBU Reply Stefanus Tay February 4, 2011 at 5:29 pm Shalom RBV, Terima kasih atas pertanyaannya. Sebagai umat Katolik, kita diperintahkan untuk menjadi saksi Kristus. Tanda salib adalah merupakan “credo” yang singkat namun bermakna sangat dalam. Dalam tanda salib kita mewartakan iman kita akan Tritunggal Maha Kudus. Selain mewartakan Kristus, maka kita juga diingatkan bahwa kita telah ditebus oleh Kristus, yang telah mati di kayu salib. Ini berarti bahwa sebagai orang yang telah ditebus Kristus, kita harus berfikir, berkata dan bertindak sebagaimana layaknya anak-anak Allah. Dengan demikian, tanda salib membantu kita untuk terus berjaga-jaga dalam iman. (lih. Why 3:3). Dengan demikian, sungguh besar manfaat membuat tanda salib dan tidak membawa kerugian apapun, bahkan menjadi kesempatan untuk menjadi saksi Kristus dengan cara yang sederhana. Kalau membuat tanda salib mempunyai banyak “keuntungan” dan tidak ada ruginya, dan kalau teman anda berpendapat bahwa membuat atau tidak membuat tanda salib adalah sama saja, maka seharusnya teman anda membuat tanda salib, karena mempunyai “keuntungan” lebih dan kesempatan untuk bersaksi bagi Kristus. Jadi, mengapa teman anda tidak membuat tanda salib? Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – katolisitas.org Reply Jaya September 8, 2010 at 7:38 pm Saya mau bertanya, apa makna tanda salib dengan air suci? berikut sumber yg telah saya temukan dari http://www.indoforum.org/archive/index.php/t73026.html tp sy ingin jawaban yg cukup kuat dan dapat dipercaya… Terimakasih Salam Damai… GBU Reply Stefanus Tay September 9, 2010 at 9:45 am Shalom Jaya, Terima kasih atas pertanyaannya tentang tanda salib dengan air suci. Jawaban di link tersebut adalah baik dan benar. Dalam konteks liturgi, pada waktu kita masuk ke dalam Gereja, maka ketika kita mengambil air suci, maka kita diingatkan kembali akan makna baptisan yang telah kita terima, yaitu: dibebaskan dari belenggu dosa, menjadi anak-anak Allah, menerima rahmat pengudusan, yang pada akhirnya mengantar kita kepada kehidupan kekal. Lihat artikel tentang baptisan di sini – silakan klik. Pembabtisan juga mengingatkan kita akan pertobatan kita, dan janji baptis kita, yaitu untuk menolak Setan. Ini berarti, kita dapat memeriksa diri kita, apakah kita telah tergoda dalam jeratan setan? Dan kalau memang kita melakukan dosa berat, maka kita dapat mengaku dosa terlebih dahulu sebelum menerima Tubuh Kristus. Dengan demikian, kita dapat menyambut Tubuh Kristus dengan baik. Ekaristi dapat memberikan kita rahmat untuk dapat sampai pada kehidupan kekal (lih. Yoh 6), di mana St. Ignatius menyebutnya sebagai “the medicine of immortality and an antidote that we should not die but live for ever in Jesus Christ,” (lih. St. Ignatius, Ephes., 20) Tentang makna tanda salib, secara khusus telah dijawab di sini – silakan klik. Semoga dapat membantu. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, stef – katolisitas.org Reply Hamidi December 7, 2009 at 9:37 am Bagaimana membuat tanda salib yang benar? Sebab ada yang hingga dada, ada yang hingga perut, mana yang benar? Reply Ingrid Listiati December 7, 2009 at 10:37 pm Shalom Hamidi, Walaupun yang umum diterapkan di Gereja Katolik Roma adalah membuat tanda salib (pada perkataan “dan Putera”) hingga di dada (melambangkan hati); namun jika seseorang membuat tanda salib (pada perkataan “dan Putera”) sampai ke perut (melambangkan luka Yesus yang di lambung, atau bahwa Yesus telah dikandung di rahim Bunda Maria”) juga benar. Jadi tergantung bagaimana memaknainya. Yang terpenting adalah makna keseluruhan yaitu membawa “salib Kristus” di dalam tubuh kita, supaya kita teringat akan janji Baptis kita yaitu: kita mati terhadap dosa dan hidup di dalam dan untuk Kristus. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org Reply BUDI YOGA PRAMONO December 5, 2009 at 12:59 am Tanda salib…itulah salahsatu alasan saya mengapa pindah ke katolik. Seperti identitas diri bahwa kita adalah milik Kristus yang termanifestasi dalam Allah Bapa , Allah Anak , Allah Roh Kudus . Saya cenderung memakai jempol krn Dia adalah yang terbaik , yang terutama dalam hidup kita ; dimana diluar Kristus sebenarnya kita tidak bisa berbuat apa-apa. Waktu Brazil juara dunia , stelah mencetak gol saya nggak ingat siapa orangnya membuat tanda salib dan membuka kausnya dan terlihat kaus dalamnya bertuliskan : I belong to Jesus . Wow…. Reply Dela March 25, 2010 at 11:29 am @BUDI YOGA PRAMONO, saya tahu siapa yang mengcetak gol dan kemudian membuat tanda salib dan kemudian membuka kausnya dan terlihat kaus dalamnya bertuliskan : I belong to Jesus . Dia adalah pemain Brasil bernama Kaka, sekarang menjadi pemain di Club Real Madrid. Kalau saya membuat tanda salib dengan memyatukan jari telunjuk, jari tengah ke ibu jari sebagai tanda Tritunggal. Reply Justin syuhada November 30, 2009 at 1:09 am Kepada Bpk. Stefanus, shallom dalam nama Kristus. Saya mau bertanya, sejak kapan tanda salib mulai digunakan, karena tidak ada dalam alkitab, dan para rasul mungkin tidak menggunakan tanda salib mengingat mereka masih beribadat di sinagoga. Dan mengapa tanda salib gereja roma dan orthodox berbeda arah urutannya, apakah dulunya sama trus ada perubahan atau memang sejak semula berbeda. Terima kasih, Justin Syuhada [Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik] Reply ius June 17, 2011 at 1:46 pm kapan tradisi tanda salib muncul? [Dari Katolisitas: Seperti telah tertulis di artikel di atas, "Menurut sejarah, diketahui bahwa Tanda Salib memang merupakan tradisi jemaat awal, yang dimulai sekitar abad ke-2 berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja...."]