Dari Sufisme Gelanggang Politik

advertisement
tema utama
REPUBLIKA ● AHAD, 3 APRIL 2011
B6
tema utama
Peradaban Islam
FOTO-FOTO: WIKIMEDIA.COM
lebih tertarik dalam bidang sosial, terutama yang terkait
dengan masalah perlindungan terhadap kaum miskin dan
kalangan yang lemah.
Syekh Safiuddin memiliki pengikut yang banyak, tidak
terbatas hanya di wilayah Ardabil. Para muridnya juga
datang dari wilayah Oxus sampai Teluk Persia, dan dari
wilayah Kaukasus hingga Mesir. Kepemimpinan tarekat
Safawiyah dilanjutkan oleh anak cucu Syekh Safiuddin,
seperti Syekh Khwaja Ali (wafat 832 H/1429 M).
Sekitar satu abad setelah wafat Syekh Safiuddin, tidak
ada cukup informasi tentang perkembangan tarekat tersebut. Baru pada 851 H/1447 M atau sekitar 18 tahun
setelah Khwaja Ali wafat, keberadaan tarekat itu mulai terdengar lagi. Pada tahun itu, Syekh Junaid yang tak lain
merupakan kakek Syah Isma’il I diangkat menjadi syekh
keempat tarekat Safawiyah.
K E R A J A A N S A FAW I
Dari Sufisme
MENUJU
Gelanggang Politik
DI BAWAH KEPEMIMPINAN SYEKH JUNAID,
TAREKAT SAFAWIYAH
BERUBAH MENJADI
ALIRAN YANG
GANDRUNG PADA
POLITIK DAN
KEKUASAAN.
Oleh Nidia Zuraya
afawi merupakan salah satu kerajaan Islam
besar yang muncul pada awal abad ke-16 M.
Kerajaan itu didirikan oleh Syah Isma’il I pada
907 H/1501 M di Tabriz, Iran (ketika itu masih
bernama Persia). Tabriz merupakan ibu kota
Kerajaan Alaq Koyunlu, kerajaan suku Turki di
wilayah Iran bagian barat yang ditundukkan oleh Syah
Isma’il.
Cikal bakal Kerajaan Safawi ini berasal dari tradisi
tarekat. Nama Safawi sendiri dinisbahkan kepada tarekat
Safawiyah yang didirikan Syekh Safiuddin Ishaq (650-735
H/1252-1335 M) pada 1300-an di Ardabil, wilayah barat
laut Iran. Tarekat ini berkembang luas dalam periode
Dinasti Ilkhaniyah antara abad ke-7 dan 8 H.
Selain sebagai guru tarekat (mursyid), Syekh Safiuddin
juga dikenal sebagai pedagang dan politkus. Namun, ia
kurang berambisi terhadap kekuasaan politik. Ia justru
S
Oleh Nidia Zuraya
ejak berdiri pada 907 H/1501 M
hingga runtuh pada 1134 H/1722 M,
tercatat sebanyak 18 orang penguasa
memerintah di Kerajaan Safawi. Di
antara para penguasa Safawi yang paling
menonjol adalah Syah Isma’il I, Syah Tahmasp,
Syah Isma’il II, Syah Abbas I, dan Syah
Sulaiman.
S
● Syah Isma’il I (907-930 H/1501-1524 M)
Ia merupakan pendiri sekaligus raja
pertama Kerajaan Safawi. Ketika mengukuhkan dirinya sebagai raja (syah), Isma’il
pun memproklamasikan Syiah Isna Asyariyah
(dua belas) sebagai agama negara. Namun,
karena wilayah Persia sebelumnya berada di
bawah kekuasaan Sunni, Syah Isma’il terpaksa
harus mendatangkan beberapa ulama Syiah
dari wilayah yang kuat mempertahankan
tradisi Syiah, seperti Irak, Bahrain, Jabal Amil,
dan Lebanon.
Semasa berkuasa, ia terus melancarkan
ekspansi ke seluruh Iran dan ke wilayah
bagian timur sampai ke Heart dan Diyarbakr
(Turki), serta Baghdad (Irak). Ekspansi itu
didukung oleh pasukan Qizilbasy yang sangat
fanatik dan ekstrem mendukung Syah Isma’il.
Sebagaimana ayah dan kakeknya yang cenderung menggunakan kepercayaan Syiah
Politik dan kekuasaan
Sejak Junaid menjadi syekh, aliran tarekat itu mengalami perubahan faham dan cara bertarekat. Di bawah
kepemimpinan Syekh Junaid, tarekat Safawiyah dikembangkan dari lembaga tasawuf yang mempunyai kencenderungan pada hal-hal yang bersifat ukhrawi
(mengabaikan urusan duniawi) menjadi aliran agama yang
mempunyai kecenderungan pada politik dan kekuasaan.
Para pengikut tarekat dikerahkan dengan cara militer
untuk melakukan gerakan menentang negara tetangga
yang beragama Kristen ataupun untuk memanfaatkan
situasi pertentangan antara penguasa Kara Koyunlu dan
Alaq Koyunlu. Berawal dari sinilah, lalu muncul istilah sufi
dan gazi (tentara agama) yang terus digunakan oleh
Dinasti Safawi, setidaknya sampai masa pemerintahan
Syah Isma’il II (984-985 H/1576-1577 M).
Dalam perkembangannya, para pengikut dan murid
Syekh Junaid dikenal sangat fanatik dan ekstrem. Bahkan,
setelah kematian Syekh Junaid, ada sebagian para
pengikutnya yang menasbihkannya sebagai Tuhan.
Sepeninggal Syekh Junaid, kedudukannya digantikan
oleh anaknya, Haidar. Haidar perlahan-lahan mengorganisasi kekuatan dengan memanfaatkan pola kepemimpinan karismatik warisan ayahnya yang telah dianggap
sebagai Tuhan oleh para pengikutnya. Atas dasar inilah,
kemudian Haidar pun dianggap sebagai anak Tuhan oleh
mereka.
Untuk meneruskan kepemimpinan dan ambisi politik
ayahnya, Haidar mengorganisasi kekuatan pengikutnya
yang fanatik menjadi semacam kesatuan tentara agama
yang dikenal dengan sebutan Qizilbasy (si kepala merah,
karena memakai topi warna merah).
Sementara untuk mewujudkan ambisi kekuasaannya, ia
melancarkan serangan ke wilayah Kaukasus Utara (Rusia)
sebanyak dua kali, masing-masing pada 888 H/1483 M
dan 892 H/1487 M. Setelah Kaukasus Utara, Haidar pun
merencanakan untuk merebut kekuasaan kerajaan kecil
Syirwanid.
Dengan kemampuannya dalam berdiplomasi, Haidar
berhasil meyakinkan penguasa Syirwanid, Syirwan Syah
Khalilullah, bahwa ia sesungguhnya memerlukan persetujuan untuk melintasi wilayah Syirwanid guna mengadakan
serangan terhadap wilayah Kaukasus Utara.
Persetujuan ini tidak berlaku bagi Farrukh Yasar,
penguasa Syirwanid sepeninggal Syirwan Syah Khalilullah.
Haidar tetap dianggap sebagai ancaman bagi penguasa Alaq
Koyunlu, Sultan Ya’qub—anak pamannya, Uzun Hasan.
Atas dasar itu, ketika untuk ketiga kalinya Haidar
melancarkan serangan ke Kaukasus Utara dengan melintasi wilayah perbatasan Syirwanid pada 893 H/1488 M, ia
diadang oleh pasukan Farrukh Yasar dan Sultan Ya’qub.
Dalam pertempuran tersebut, Haidar menemui ajalnya.
Sepeninggal Haidar, anak-anaknya diasingkan ke Fars,
kemudian kembali ke Ardabil ketika Alaq Koyunlu menghadapi kemelut politik internal akibat perebutan
kekuasaan. Pada 900 H/1495 M, anak tertua Haidar,
Sultan Ali, meninggal dunia di tangan penguasa Alaq
Koyunlu, Rustam.
Kepemimpinan tarekat Safawiyah kemudian beralih ke
tangan putra termuda Haidar, yakni Isma’il. Untuk
melarikan diri dari kejaran tentara Rustam, Isma’il tinggal
di Lahijan selama lima tahun sejak kakak tertuanya itu
meninggal dunia.
Selama tinggal di Lahijan, Isma’il hidup di bawah pengawasan Karkiya Mirza Ali. Untuk mengajari Isma’il pengetahuan agama, Karkiya mendatangkan seorang ulama
Syiah. Ulama inilah yang kemudian menjabat posisi
● Syah Tahmasp (920-984 H/1514-1576 M)
Ketika Syah Isma’il wafat, anaknya yang
tertua, Tahmasp, baru berusia 10 tahun. Pada
usia ini, Tahmasp menggantikan ayahnya
sebagai raja. Sebelum Tahmasp dewasa dan
mampu mengendalikan kekuasaannya, telah
terjadi konflik internal antaranggota kelompok Qizilbasy yang memperebutkan kepentingan politik. Situasi konflik ini berlangsung
sampai 939 H/1533 M. Di samping itu, sampai
960 H/1553 M, pemerintahan Syah Tahmasp
harus berhadapan dengan kekuatan luar,
yakni Uzbek dan Usmani.
Tidak seperti ayahnya, Syah Tahmasp tidak
mengklaim dirinya sebagai wakil Imam Mahdi
dan keturunan Imam Ketujuh. Sebaliknya, ia
menekan para pengikutnya yang ekstrem,
yang memandang dirinya sebagai figur atau
titisan Tuhan.
Lebih jauh, ia membasmi kelompok tarekat
yang menganggapnya sebagai Imam Mahdi.
Antiekstremisme terhadap tradisi tarekat ini
terus berlangsung sampai menjelang akhir
kekuasaannya. Namun, dalam hal kebijakan
yang berkaitan dengan upaya mendatangkan
para ulama Syiah yang berada di wilayah
berbahasa Arab, seperti Bahrain, Irak, dan
Libanon, Syah Tahmasp meneruskan jejak
ayahnya.
● Syah Abbas I (996-1038 H/1588-1629 M)
Konflik internal yang berkepanjangan telah
menyebabkan situasi politik di Kerajaan
Safawi semakin kritis. Dalam situasi seperti
ini, Syah Abbas I memulai kepemimpinannya.
Oleh Nidia Zuraya
FOTO-FOTO: WIKIMEDIA.COM
SYAH ABBAS I BERHASIL MENCIPTAKAN SISTEM POLITIK YANG
KUAT, SEHINGGA PROSES
● Maidan Imam
PEMUSATAN PEMERINTAHAN DAN
Peninggalan bangunan monumental dari masa kejayaan
Kerajaan Safawi di Isfahan bisa disaksikan di Maidan Imam,
sebuah kompleks seluas 500x160 meter persegi. Maidan
Imam menjadi simbol utama pemerintahan Dinasti Safawi. Kini
kompleks Maidan Imam menjadi tujuan wisata utama para
pelancong dunia.
Lapangan megah ini dikelilingi tembok memanjang pada
keempat sisinya. Di mana pada masing-masing sisi terdapat
bangunan peninggalan Kerajaan Safawi, yakni Masjid Shah di
sisi selatan, Masjid Syaikh Lutfallah di timur, Istana Ali Qapu di
barat, dan pintu masuk utama kompleks yang terkenal dengan
sebutan Bazaar di bagian utara.
EKONOMI BERJALAN EFEKTIF.
T
penting sebagai sadr (menteri agama) setelah Isma’il
berhasil mendirikan Dinasti Safawiyah.
Terbunuhnya penguasa Alaq Koyunlu, Sultan Rustam,
pada 902 H/1497 M membuat Isma’il bebas mengorganisasi
dan mengerahkan para pengikutnya yang fanatik, yang
kebanyakan keturunan Turki (dikenal dengan sebutan
Qizilbasy). Dengan kekuatan sekitar 7.000 pasukan
Qizilbasy, pada pertengahan Sya’ban 900 H/Maret 1500 M,
Isma’il bergerak menyerang Arzinjan di Anatolia Timur.
Delapan bulan kemudian, yakni pada Jumadil Awal
906/Desember 1500, pasukan Isma’il bergerak menuju
wilayah Syirwanid. Di perkampungan Jabani dekat ibu kota
Syirwanid, Syamakhi, pasukan Isma’il bertempur melawan
pasukan Farrukh Yasar. Karena kali ini Syirwanid tidak
dibantu oleh Alaq Koyunlu, maka dengan mudah pasukan
Isma’il berhasil mengalahkan tentara Syirwanid.
Kemenangan ini telah membuka jalan bagi berdirinya
Dinasti Safawiyah sekitar setahun kemudian. Sementara
itu, penguasa Alaq Koyunlu, Sultan Alwand, terancam oleh
kemenangan Isma’il atas Farrukh Yasar. Mengetahui
Isma’il sedang merencanakan penyerangan terhadap
Kerajaan Alaq Koyunlu, Sultan Alwand pun melarikan diri.
Sejak saat itu, wilayah Kerajaan Alaq Koyunlu berada di
bawah kekuasaan Isma’il. ■ ed: heri ruslan
Untuk mewujudkan stabilitas politik, ia
berusaha melepaskan diri dari ketergantungan Kerajaan Safawi terhadap dukungan kekuatan militer Qizilbasy. Sebagai gantinya, ia
membentuk kekuatan militer yang terdiri dari
budak Kaukasus dan Georgia, Asia Tengah,
yang pernah menjadi tawanan pada masa
kekuasaan Syah Tahmasp.
Strategi ini telah memperlihatkan hasilnya
dalam rentang waktu satu dasawarsa pertama
masa kekuasaannya. Atas dasar ini, pada
1007 H/1598 M, ia berhasil mengusir kekuatan Uzbek di Khurasan. Antara 1603-1607,
ia pun sukses menyingkirkan kelompok
Usmani dari Azerbaijan. Tujuh belas tahun
kemudian, Baghdad dan seluruh Irak jatuh ke
dalam kekuasaan Kerajaan Safawi.
Dalam hal ideologi Syiah, Syah Abbas I
melanjutkan kebijakan Syah Isma’il I dan Syah
Tahmasp, yakni mengembangkan ajaran
Syiah. Adapun terhadap tradisi tarekat yang
dianggap ekstrem, sikapnya sangat keras.
Strategi yang dijalankan para pendahulunya
untuk mendatangkan para ulama Syiah dari
Lebanon dan Bahrin semakin diperkuat.
● Syah Sulaiman (1070-1106 H/
1666-1694 M)
Pengganti Syah Abbas II adalah Syah Sulaiman. Ia merupakan pemimpin yang bukan saja
tidak cakap dalam masalah politik kenegaraan,
tetapi juga perhatiannya sangat kecil terhadap
pemerintahan dan kemasyarakatan. Selain itu,
Syah Sulaiman sangat kecanduan oleh minuman
keras dan memiliki kesenangan yang berlebihan
terhadap wanita. Di samping persoalan poltik
dari luar, faktor ini telah menyebabkan munculnya gejala keruntuhan Kerajaan Safawi.
Lemahnya pemerintahan Syah Sulaiman
telah menjadi peluang bagi kalangan ulama
untuk memainkan peranan politiknya, terutama mereka yang datang dari kalangan rasionalis, yang mengklaim bahwa ulama adalah
wakil umum Imam Mahdi. Gerakan politik
ulama ini terutama dipimpin oleh Muhamma
Baqir Majlisi, yang menjadi Syekh al-Islam
Isfahan pada 1098 H/1687 M dan Mullabasyi
(ketua ulama) pada 1106 H/1694 M.
Akibat dari makin lemahnya sistem kekuasaan politik, ini telah membuat sistem pertahanan militer Kerajaan Safawi semakin rapuh
terhadap ancaman kekuatan militer asing. Karenanya, pada 1134 H/1722 M, pasukan Afghan yang berkekuatan sekitar 20 ribu tentara
telah berhasil merebut ibu kota Kerajaan
Safawi, Isfahan. Sejak itu, kekuasaan politik
Kerajaan Safawi berakhir. ■ ed: heri ruslan
Politik dan pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, Syah Abbas I melakukan perubahan struktur birokrasi dalam lembaga politik
keagamaan. Lembaga Sadarat (semacam kementerian
agama) yang dibentuk pada masa Syah Isma’il I
secara berangsur-angsur digantikan oleh
lembaga ulama yang dipimpin oleh seorang
Syekh al-Islam.
Dalam tradisi Sunni, lembaga tersebut
menunjukkan pemisahan struktur kekuasaan
politik antara ulama dan umara (pemimpin).
Menurut tradisi atau budaya politik,
kekuasaan ulama berada di bawah kendali
umara. Syah Abbas I pun mewarisi budaya
politik tersebut. Namun, sejarah mencatat
bahwa Syah Abbas I telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang
keagamaan yang membuat ideologi
Syiah semakin dikukuhkan.
Sebagai raja, Syah Abbas I
berhasil menciptakan sistem
politik yang kuat, sehingga
proses pemusatan pemerintahan dan ekonomi berjalan efektif. Perubahan
sistem pertahanan dan keamanan yang semula bertumpu
pada dukungan prajurit
Qizilbasy yang berasal dari keturunan Turki dan kemudian digantikan oleh prajurit keturunan
Kaukasus, merupakan salah satu upaya
pemusatan pemerintahan paling berhasil
yang pernah dilakukan Syah Abbas I.
● Masjid Shah
Masjid yang mulai dibangun pada 1611 M itu terletak di sisi
selatan kompleks Maidan Imam. Keberadaan bangunan masjid
ini sebagai simbol penguasa Kerajaan Safawi. Karenanya,
masjid ini kemudian disebut Masjid Shah—sebutan untuk
penguasa monarki di Persia.
Pembangunan masjid ini hingga masa Syah Safi (16291642 M), pengganti Syah Abbas I, belum selesai. Bagian kubah
masjid baru selesai dibangun pada 1638 M. Dari segi tata letak
masjid, terlihat perbedaan cukup prinsip dibanding dengan
masjid-masjid kerajaan di negeri-negeri Muslim pada masa itu
yang kebanyakan menyatu dengan istana raja.
Meski kebijakan politik ini menimbulkan gejala pertentangan etnis baru—di samping pertentangan etnis
lama yang tumbuh sejak masa kekuasaan Syah Isma’il I
antara unsur Persia dan unsur Turki—karena keberanian
dan kemampuan penguasaan strategi politik yang dimilikinya, Syah Abbas I berhasil meredam pertentangan
etnis tersebut.
Pemusatan ekonomi
Perubahan sistem pertahanan dan keamanan terpusat yang dilakukan oleh Syah Abbas I menuntut
adanya dukungan sistem ekonomi yang memadai untuk
mendanainya. Atas dasar itu, Syah Abbas I pun
melakukan pemusatan kekuasaan dengan cara mengalihkan tanah negara yang semula berada di bawah
pemerintahan provinsi menjadi tanah raja yang
dikuasai langsung oleh pemerintah pusat.
Perkembangan dalam bidang pendidikan di masa
Syah Abbas I juga tidak dapat dipisahkan dari kebijakan
pemusatan ekonomi, terutama dalam bidang pertanian. Para penguasa Safawi memang dikenal
gemar bercocok tanam. Karenanya, tak
mengherankan jika lahan pertanian milik
syah (khasha atau khalisha) terus
bertambah.
Guna mendukung sistem pertanian ini,
Pemerintah Safawi juga melakukan pembenahan terhadap sistem perwakafan.
Perolehan negara dari sektor pertanian
yang terus bertambah ini telah memungkinkan Syah Abbas I mampu membangun dan membiayai penerapan
sistem pendidikan Syiah yang
diciptakannya.
Kebijakan pemusatan ekonomi
juga dilakukan di lingkungan
rumah tangga raja, yakni dengan
mengembangkan sejumlah
bengkel kerja yang dipimpin oleh seorang yang
disebut buyutat-i
khashsha-yi syarifa.
Bengkel kerja ini menghasilkan barang-barang
seperti tekstil dan karpet,
yang tak hanya untuk
memenuhi kebutuhan istana,
tetapi juga kepentingan
ekspor ke Eropa dan India.
Hasil barang dagangan
● Masjid Syekh Lutfallah
Masjid Syekh Lutfallah yang berada di sisi timur kompleks
Maidan Imam tidak besar jika dibandingkan dengan bangunan
di sekitarnya. Namun, bangunannya indah dan unik bila
dibandingkan dengan masjid lain sezamannya.
Berdasarkan prasasti yang terdapat pada portal (pintu
gerbang utama) masjid, tertulis bahwa Masjid Syekh Lutfallah
mulai dibangun pada 1012 H atau sekitar 1603-1604 M.
Nama pelukis kaligrafi Ali Riza al-Abbasi yang kemudian
membuat kaligrafi Masjid Shah juga tertera dalam tulisan
prasasti tersebut.
Prasasti lainnya yang terdapat pada ruang dalam kubah
tertera tahun pembuatan dekorasi masjid, 1025 H atau 1616
M. Sementara pada prasasti ketiga tercatat nama sang arsitek
masjid, Muhammad Riza, dan tanggal penyelesaian pembangunan, yakni pada 1028 H atau 1618-1619 M.
● Istana Ali Qapu
ekspor ini masuk ke kas istana. Dalam kaitan dengan
perekonomian modern, bengkel kerja tersebut dapat
dibandingkan dengan lembaga industri kerajinan.
Kebijakan pemusatan ekonomi ini semakin ditingkatkan
oleh para penguasa Kerajaan Safawi setelah Syah
Abbas I.
Pada masa pemerintahan Syah Safi (1038-1052
H/1629-1642 M), misalnya, Provinsi Qazvin, Jilan,
Mazandaran, Yazd, Kirman, Khurasan, dan Azerbaijan
dikendalikan dari pusat, walaupun pada masa perang
dikembalikan kepada pemerintahan provinsi.
Masa pemerintahan Syah Abbas I juga ditandai
dengan kemajuan dalam bidang pemikiran tasawuf.
Kemajuan di bidang tasawuf ini ditandai dengan
berkembangnya filsafat ketuhanan (al-Hikmah alIlahiyyah, yang kemudian terkenal dengan sebutan filsafat pencerahan (isyraqi) atau aliran Isfahan.
Namun, kemajuan dalam bidang politik, ekonomi,
dan keagamaan yang dicapai pada masa Syah Abbas I
ini tidak berhasil dipertahankan oleh penggantinya,
yaitu cucunya Syah Safi. Ia terkenal tak saja karena
tidak cakap memimpin kerajaan, tetapi juga perhatiannya sangat kecil terhadap persoalan politik
pemerintahan. ■ ed: heri ruslan
Ulama dan Ilmuwan dari Persia
Oleh Nidia Zuraya
* Muhammad bin Husain al-Amili al-Juba’i
* Muhammad Baqir Astarabadi
alam bidang ilmu pengetahuan, Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Karenanya, pada masa Kerajaan Safawi (9071134 H/1501-1722 M), ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu
pengetahuan ini telah melahirkan sejumlah
nama besar yang ahli di berbagai disiplin
kelimuan. Beberapa nama ilmuwan,
sejarawan, dan sastrawan terkemuka di era
Safawi antara lain Muhammad bin Husain alAmili al-Juba’i, Muhammad Baqir Astarabadi,
dan Sadruddin Muhammad bin Ibrahim
Syirazi.
Nama lengkapnya adalah Syekh Bahauddin
Muhammad bin Husain al-Amili al-Juba’i. Ia
merupakan ulama Syiah yang terkenal pada
masa pemerintahan Syah Abbas I. Beliau
berasal dari Jabal Amil, Lebanon, suatu
wilayah yang telah menjadian acuan sejak
masa Syah Isma’il I dan Syah Tahmasp untuk
mencari ulama Syiah guna didatangkan ke
Kerajaan Safawi.
Syekh Bahauddin hidup pada periode 953
H hingga 1030 H. Ia termasuk salah satu
ulama Syiah yang memiliki peranan penting
dalam menyebarluaskan ideologi Syiah di
wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Kerajaan
Safawi. Ia merupakan guru utama Syiah pada
lembaga pendidikan Syiah yang didirikan oleh
Syah Abbas I di Kota Isfahan.
Nama lengkapnya adalah Muhammad Baqir
Astarabadi, namun lebih dikenal dengan panggilan Mir Damad. Ia adalah salah seorang
ulama terbesar di zamannya dan guru terkenal yang mengajarkan filsafat peripatetik
(masyai), filsafat iluminasi (isyraqi), irfan,
fikih, dan ilmu keislaman lainnya. Ia hidup
pada masa pemerintahan Syah Abbas I, dan
wafat pada 1040 H/1631 M.
Ia dilahirkan di Khurasan pada 969 H atau
1562 M, dan menghabiskan masa remajanya
di Masyhad, ibu kota Khurasan. Di negeri
asalnya, Persia, Mir Damad juga dikenal luas
sebagai pendiri aliran Isfahan, yakni sebuah
aliran tasawuf yang mengembangkan ajaran
filsafat ketuhanan (al-Hikmah al-Ilahiyyah).
Aliran tasawuf filsafat ini kemudian terkenal
D
sfahan menjadi ibu kota dan kota yang indah di bawah
kekuasaan Kerajaan Safawi. Bangunan masjid, rumah
sakit, sekolah, istana raja, dan jembatan berdiri megah di
Isfahan. Pada masa pemerintahan Dinasti Safawi, di
Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi (sekolah), 1800
penginapan, dan 273 tempat pemandian umum (hamam).
Dalam bidang seni, gaya arsitektur bangunan-bangunan dari
era Kerajaan Safawi sangat kentara, misalnya Masjid Shah
(Masjid-I Shah), Masjid Syaikh Lutfallah, dan Jembatan Khaju
yang dibangun pada masa Syah Abbas I. Unsur seni lainnya
seperti kerajinan tangan, karpet, permadani, pakaian, keramik,
tenunan, tembikar, dan seni lukis. Seni lukis mulai dirintis pada
masa Syah Tahmasp.
I
Oleh Nidia Zuraya
ak bisa dimungkiri lagi, ajaran Syiah mengalami perkembangan yang pesat di era
pemerintahan Kerajaan Safawi. Kebijakan
penguasa Safawi yang menjadikan Syiah
sebagai ideologi negara merupakan faktor
utama yang mendorong penyebarluasan
ajaran ideologi ini ke wilayah-wilayah Kerajaan Safawi
yang semula merupakan basis pengikut Sunni.
Program Syiahisasi terhadap para pengikut Sunni itu
gencar dilakukan pada masa pemerintahan Syah Isma’il
I. Dan keberhasilan pelaksanaan program ini ditandai
dengan berdirinya sekolah teologi Syiah di zaman Syah
Abbas I. Penguasa keempat Kerajaan Safawi ini juga
menetapkan ibu kota Isfahan sebagai pusat pendidikan
Syiah. Puncak kejayaan Kerajaan Safawi memang tercapai pada masa kekuasaan Syah Abbas I. Karenanya ia
mendapat gelar Syah Abbas Agung.
Sistem pendidikan Syiah yang diciptakan Syah Abbas I
itu memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan di dunia
Sunni sejak periode Bani Seljuk sebelumnya. Sistem pendidikan tersebut juga merupakan rintisan yang kelak
menjadi model pada masa Dinasti Qajar yang telah
melahirkan pusat kajian Syiah di Najaf, Qum, dan
Masyhad. Ketiga kota itu sekarang telah menjadi pusat
kajian yang sangat penting di dunia Syiah.
B7
Warisan
Kerajaan Safawi
DI ERA SAFAWI
Para Penguasa Safawi
ekstrem yang memandang para pemimpinnya
(imam) sebagai Tuhan, Syah Isma’il pun
melakukan hal yang sama. Ia mengklaim
dirinya sebagai titisan Tuhan dan wakil Imam
Mahdi melalui keturunan Imam Ketujuh (Musa
al-Kazim) dari dua belas Imam Syiah Isna
Asyariyah.
Sesungguhnya klaim seperti ini bertentangan dengan tradisi kepercayaan Syiah Isna
Asyariyah yang ia proklamasikan sendiri
sebagai agama atau ideologi negara. Namun
dengan cara ini, ia dapat menuntut kepatuhan
mutlak dari para pendukung dan rakyatnya.
REPUBLIKA ● AHAD, 3 APRIL 2011
Istana Ali Qapu merupakan tempat tinggal para amir
Kerajaan Safawi waktu itu. Dilihat dari kejauhan, bangunan
istana ini tampak berwarna biru keemasan. Bagian dinding
istana dihiasi keramik ubin biru kehijauan dan pernik
keemasan, prasasti-prasasti besar, serta desain geometri dan
flora tumbuhan.
Istana ini juga menjadi akses masuk ke taman kerajaan
seluas tujuh hektare yang terdiri dari lapangan, kebun
tanaman, dan paviliun. Di belakang taman istana terdapat area
khusus bagi sang Syah, istrinya, dan para anggota keluarga
kerajaan lainnya.
● Jembatan Khaju
Jembatan Khaju adalah salah satu jembatan yang paling
terkenal di Isfahan. Jembatan itu dibangun pada masa Syah
Abbas I. Jembatan ini sempat rusak dan kemudian dibangun
kembali oleh Syah Abbas II.
Jembatan Khaju mempunyai luas 23 meter persegi dengan
panjang 105 meter dan lebar 14 meter. Saluran yang melewati
jembatan selebar 7,5 meter terbuat dari batu bata dengan
ukuran 21 untuk saluran yang kecil dan 26 untuk saluran
yang besar.
Jembatan ini juga berfungsi sebagai bendungan, dengan
pintu air di bawah lengkungan. Ketika pintu ditutup, tinggi
muka air di belakang jembatan dinaikkan untuk mengairi
taman-taman di sepanjang Sungai Zayandeh. ■ ed: heri ruslan
dengan sebutan filsafat pencerahan (isyraqi).
* Mulla Sadra
Nama lengkapnya adalah Sadruddin
Muhammad bin Ibrahim Syirazi. Namun,
beliau lebih dikenal dengan nama Mulla Sadra.
Ia dilahirkan di Kota Syiraz (Iran) pada 979
H/1571 M, dan wafat di Kota Bashrah (Irak)
pada 1050 H/1640 M dalam perjalanan ke
Makkah dalam rangka menunaikan ibadah
haji yang ketujuh.
Mulla Sadra merupakan tokoh terbesar
aliran tasawuf filsafat ketuhanan. Ajaran
tasawuf filsafat ketuhanan ini ia pelajari langsung dari Syekh Bahauddin Muhammad bin
Husain al-Amili al-Juba’i di Kota Qazwin.
Sebagai seorang filsuf, nama Mulla Sadra
setara dengan para ahli filsuf Muslim yang
hidup pada masa sebelum maupun sesudahnya, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Nasiruddin
at-Thusi, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Miskawaih.
■ ed: heri ruslan
Download