Pengaruh Pemupukan N, P, dan K terhadap Kandungan Klorofil

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Kedelai
Kedelai merupakan komoditas pangan yang mengandung protein nabati
dan sangat penting karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, serta harganya
yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia,
kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tahu, tempe,
susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati et al., 2005).
Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang (primer) dan
akar serabut (sekunder). Akar tunggang umumnya tumbuh pada kedalaman
lapisan olah tanah yang tidak terlalu dalam yaitu 30 – 50 cm, bahkan dapat
mencapai kedalaman hingga lebih dari 2 m pada kondisi lahan optimal. Akar
serabut tumbuh hingga kedalaman tanah 20 – 30 cm. Susunan akar kedelai pada
umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah
dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar – akar cabang terdapat bintil –
bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan
mengikat zat lemas bebas/nitrogen (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan
untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).
Suatu pigmen merah yang disebut leghemoglobin dijumpai dalam bintil
akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah
leghemoglobin dalam bintil akar berhubungan dengan jumlah nitrogen yang
difiksasi. Bintil akar efektif mampu menfiksasi N dari udara dan mengkonversi N
menjadi asam amino untuk disumbangkan kepada tanaman kedelai (Rao, 1994).
Pertumbuhan tanaman kedelai memiliki dua tipe pertumbuhan batang,
yaitu determinit dan indeterminit. Batang tanaman kedelai berasal dari poros
embrio, sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang amat pendek
dan hipokotil merupakan bagian batang kecambah. Bagian batang kecambah di
bagian atas kotiledon adalah epikotil. Titik tumbuh epikotil akan membentuk daun
dan kuncup ketiak. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak
dengan tinggi 30–100 cm (Lamina, 1989).
Daun tanaman kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga
helai anak daun (trifoliet) dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau
5
kekuning-kuningan. Pada umumnya, daun kedelai mempunyai bulu daun yang
berwarna cerah dengan jumlah yang bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm
dan lebar 0.0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi antara 3-20 buah/mm2. Jumlah
bulu pada varietas berbulu lebat, dapat mencapai 3-4 kali lipat dari varietas yang
berbulu normal (Irwan, 2006). Tanaman kedelai yang sudah tua akan mengalami
kerontokan pada daun – daunnya.
Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga
terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Bunga
tanaman kedelai berwarna ungu dan putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum
membentuk polong (Rukmana dan Yuyun, 1996). Fachruddin (2000) menyatakan
bahwa tanaman kedelai di Indonesia mulai berbunga pada umur 30–50 hari.
Buah kedelai berbentuk polong dan setiap polong berisi 1-4 biji. Bentuk
biji pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar dan bulat agak pipih,
dengan besar dan bobot biji kedelai antara 5-30 g per 100 biji. Ukuran biji
diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6-10 g per 100 biji), biji sedang
(11-12 g per 100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih per 100 biji). Warna biji
bervariasi antara kuning, hijau, coklat dan hitam. Embrio terbentuk di antara
keping biji (Lamina, 1989).
Pemupukan
Pupuk Nitrogen (N)
Sumber utama unsur hara nitrogen sebenarnya cukup banyak terdapat di
atmosfer yaitu lebih kurang 79.2% dalam bentuk N2 bebas. Unsur N baru dapat
digunakan oleh tanaman setelah mengalami perubahan ke bentuk yang terikat.
Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk anion seperti nitrat (NO3-) dan
ammonium (NH4+) yang dapat memberikan efek pada fungsi metabolisme dalam
respirasi dan fotosintesis. Hasibuan (2008) menyatakan bahwa bahan pembuatan
pupuk N adalah nitrogen dalam bentuk amoniak (NO3).
Nitrogen sering diperlukan dalam jumlah terbesar oleh tanaman, terutama
untuk pertumbuhan tanaman dan hasil panen. Nitrogen memiliki peran penting
dalam produksi klorofil dan sintesis protein. Ketika kekurangan nitrogen, daun
6
tanaman menjadi kuning sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Lazureanu et
al., 2007). Selain itu, Follet dan Muphy (1989) menyatakan bahwa nitrogen dapat
memicu pertumbuhan daun kedelai dan dari hasil fotosintesis akan menghasilkan
gula melalui proses respirasi di sel. Percobaan Pian (1981) menunjukkan bahwa
pemupukan N dapat meningkatkan kandungan protein kasar dalam biji sehingga
berat jenis biji akan meningkat. Peningkatan berat jenis tersebut akan menaikkan
mutu benih yang diukur berdasarkan daya kecambah dan kekuatan tumbuhnya.
Hara nitrogen tidak hanya diperoleh dari tanah secara langsung, tetapi
juga dapat diperoleh melalui proses simbiosis antara tanaman dengan bakteri
tertentu. Bakteri Rizhobium mampu mengikat nitrogen bebas dari udara sehingga
menyebabkan terbentuknya bintil-bintil akar pada tanaman kedelai. Bakteri
Rizhobium akan memperoleh makanan dari tanaman kacang-kacangan itu dan
sebagai gantinya organisme ini menyediakan nitrogen bagi tanaman kacangkacangan tersebut. Diperkirakan hampir 2 juta ton nitrogen ditambat setiap tahun
oleh bakteri kacang-kacangan di Amerika Serikat (Foth, 1994)
Pupuk urea merupakan pupuk buatan senyawa organik dari CO(NH2)2 dan
berbentuk butiran bulat kecil yang mengandung kadar N sekitar 45%-46%. Urea
larut sempurna dalam air dan tidak mengasamkan tanah. Pupuk urea mampu
meningkatkan kandungan klorofil daun, sehingga mampu meningkatkan hasil
fotosintesis. Pupuk urea juga berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman
(tinggi tanaman dan jumlah cabang), namun penggunaan pupuk urea yang
berlebih mengakibatkan dominasi fase vegetatif sehingga fase generatif biasanya
berjalan lambat. Pada kondisi tersebut, umur tanaman menjadi lebih lama
sehingga waktu panen tanaman juga menjadi lebih lama (Hasibuan, 2008).
Engelstad (1985) menyatakan bahwa pengaruh N dalam tanaman terutama pada
biji-bijian serealia merupakan hal yang sangat penting
dalam pembentukan
protein. Sebagian dari protein disimpan dalam biji untuk digunakan oleh bibit
baru setelah berkecambah.
Percobaan pemakaian pupuk urea yang dilakukan di Jepang dengan
kedalaman pemupukan 5–15 cm mempunyai pengaruh baik terhadap produksi.
Hal ini diduga bahwa pada kedalaman tersebut penguapan unsur-unsur nitrogen
dapat dikurangi (Hasibuan, 2008).
7
Pupuk Pospor (P)
Pada umumnya tanaman menyerap unsur pospor dalam bentuk senyawa
pospat H2PO4 dan PO4-.. Pospat di dalam tanah mudah tersedia pada pH tanah
antara 5.5-7.0. Jika pH tanah lebih atau kurang dari kisaran tersebut maka serapan
P akan menyusut (Hasibuan, 2006).
Salah satu pupuk yang mengandung unsur P adalah SP-36, yang
mengandung 36% P2O5 (Lukiwati et al., 2000). Pengaruh pospor dalam
pembentukan pigmen hijau pada daun tanaman dipengaruhi oleh faktor
konsentrasi. Pospor mempengaruhi stabilitas klorofil pada tanaman, terutama pada
kondisi cuaca yang kurang menguntungkan (Bojović dan Stojanović, 2005).
Selain itu, unsur P juga diperlukan untuk pembentukan dan aktivitas bintil akar
yang maksimal. Pada leguminosae unsur P diperlukan lebih banyak bagi
pertumbuhan bintil akar dibandingkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan hasil uji tanaman leguminosae yang maksimal diperlukan
penambahan unsur P dalam bentuk pupuk yang cukup (Islami dan Hadi, 1995).
Menurut Lowe dalam Mugnisyah dan Nakamura (1986), unsur P dapat
meningkatkan kandungan protein dan bobot biji yang selanjutnya meningkatkan
vigor dan ketahanan simpan benih.
Tanaman
kedelai
memerlukan
unsur
P
dalam
setiap
masa
pertumbuhannya. Periode penggunaan P terbesar dimulai pada pembentukan
polong sampai kira-kira 10 hari biji berkembang penuh. Hal ini disebabkan karena
P banyak terdapat di dalam sel-sel tanaman yang berperan dalam metabolisme sel,
terutama pengisian buah (Lakitan, 2004). Defisiensi fospor dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, pemasakan buah dan biosintesis klorofil, yang
menyebabkan tanaman itu mengalami perubahan warna gelap-hijau dan pengisian
polong yang kurang maksimal (Bojović dan Stojanović, 2005).
Pupuk Kalium (K)
Kalium merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi
tanaman, karena unsur ini terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis yaitu
aspek biofisik dan aspek biokimia (Marschner, 1995). Unsur K dalam tanaman
berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium juga berperan
8
dalam memperkuat bagian-bagian tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak
mudah gugur. Fungsi kalium dalam berbagai reakasi biokimia meliputi: sebagai
aktivator metabolisme, aktivator enzim, dan aktivator transportasi metabolisme
(Lingga dan Marsono, 2004). Selain itu, kalium dapat mengurangi kepekaan
tanaman terhadap keterbatasan air. Secara fisiologi, ion K
berfungsi untuk
mengatur pergerakan stomata pada guide cells dalam aktivitas transpirasi yang
berhubungan dengan cairan sel. Bila kandungan ion K disekitar stomata tinggi,
maka sel-sel stomata akan menutup. Melalui fungsi K+ disekitar stomata tersebut,
laju transpirasi dapat dikendalikan sehingga keseimbangan cairan tanaman dapat
terjaga dengan baik (Wuryaningsih et al., 1997)
Kadar K total dalam tanah tergantung pada jenis tanah yaitu berkisar
antara 0,01% sampai 4%. Namun, hanya 2% dari jumlah tersebut dalam bentuk
larutan maupun K yang dapat dipertukarkan, sedangkan 98% sisanya berbentuk
mineral atau K struktural yang tidak tersedia bagi tanaman (Blake et al., 1999).
Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Ion K didalam tanah sangat
dinamis, karena itu mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH
rendah (Novizan, 2002).
Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal saat ini
adalah Kalium
Klorida (KCl). Kalium klorida merupakan salah satu jenis pupuk kalium yang
juga termasuk pupuk tunggal. KCl bersifat higroskopis dan bereaksi agak asam.
(Novizan, 2002). Pupuk kalium yang banyak digunakan di Indonesia saat ini
adalah KCl dengan kadar 60% K2O dan khlor.
Vigor Daya Simpan Benih
Salah satu kendala yang dihadapi dalam penyediaan benih bermutu adalah
masalah penyimpanan. Penyimpanan benih dimaksudkan untuk menjaga viabilitas
benih agar tetap baik untuk ditanam pada musim tanam yang direncanakan.
Selama penyimpanan, benih mengalami kemunduran karena faktor internal benih
maupun lingkungan penyimpanan.
Daya simpan merupakan kemampuan maksimum lamanya suatu lot benih
dapat disimpan dalam suatu kondisi simpan tertentu (Sadjad, 1989). Daya simpan
benih dipengaruhi oleh genetik (innate), lingkungan tumbuh (induced), serta
9
kondisi penyimpanan benih (enforced). Menurut Sadjad et al. (1999), vigor daya
simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan
benih untuk dapat disimpan dalam keadaan sub optimum. Vigor benih saat
disimpan merupakan faktor
penting yang mempengaruhi umur simpannya
(Justice dan Bass, 2002).
Benih yang bermutu memiliki daya simpan yang tinggi, sehingga mampu
disimpan dalam periode waktu yang panjang. Benih kedelai cepat mengalami
kemunduran di dalam penyimpanan, disebabkan kandungan lemak dan proteinnya
relatif tinggi (Tatipata et al., 2004). Kemunduran benih kedelai tersebut secara
langsung berpengaruh terhadap vigor benih. Benih kedelai yang telah mengalami
penurunan vigor akan menunjukkan jumlah perkecambahan di lapangan yang
rendah. Sukarman dan Raharjo (2000) mengemukakan bahwa verietas kedelai
berbiji kecil dan berkulit gelap lebih toleran terhadap deraan fisik dibanding
verietas yang berbiji besar dan berkulit terang.
Pemupukan N, P, dan K pada benih Rosela berpengaruh pada ketahanan
benih terhadap penyakit dan daya simpan benih. Benih rosella dengan daya
simpan terbaik dihasilkan dari pertanaman rosela dengan dosis pemupukan
40 kg N/ha, 92 kg P2O/ha dan 100 kg K2O/ha (Hasanah, 1982).
Pengusangan Benih Secara Kimia
Pian (1981) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar etanol dalam benih,
maka aktivitas enzim semakin menurun. Akibatnya, terjadi denaturasi protein
yang menyebabkan menurunnya integritas membran. Oleh karena itu, kebocoran
membran meningkat seiring meningkatnya kadar etanol dalam benih.
Etanol merupakan senyawa organik non polar yang bersifat dehidrasi.
Etanol mampu menyerap air yang meliputi koloid protein yang selanjutnya
mengalami denaturasi (Harrow dan Muzur dalam Saenong dan Sadjad, 1984).
Etanol dapat mendenaturasi protein dalam konsentrasi tertentu. Mekanisme
denaturasi
protein tersebut disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen pada
molekul protein dan terikatnya ion hidrogen (H+) oleh etanol. Protein yang telah
terdenaturasi akan kehilangan aktifitas biologisnya, sehingga metabolisme sel
10
terganggu. Proses ini akan menyebabkan hilangnya integritas dan meningkatkan
permeabilitas membran (Yudkin dan Offord dalam Saenong, 1986).
Klorofil
Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan
bakteri fotosintetik. Pada daun, senyawa ini berperan dalam proses fotosintesis
tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia.
Dalam proses fotosintesis, klorofil mampu memanfaatkan energi matahari dan
memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat. Karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis
melalui proses anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat dan
molekul organik lainnya.
Jackson dan Volk dalam Osman (2010) menyatakan bahwa unsur kalium
diperlukan untuk pembentukan klorofil a dan mengaktifkan enzim yang terlibat
dalam sintesis klorofil a. Menurut Castelfranco dan Beale (1983), peningkatan
klorofil b mungkin dipengaruhi adanya peningkatan klorofil a, karena klorofil a
merupakan prekursor untuk sintesis klorofil b. Aly (2005) mengemukakan bahwa
perlakuan tanah nutrisi N, P, K, dan Mg dapat meningkatkan klorofil a dan
karoten daun. Menurut Bojović dan Stojanović (2005), kandungan klorofil
tertinggi diperoleh pada daun dan biji gandum yang dipupuk dengan N dan P.
Aktifitas klorofil juga berperan dalam organogenesis karena berpengaruh
saat fase generatif tanaman (Simova et al., 2001). Kandungan klorofil tertinggi
pada tanaman terjadi pada awal fase pembungaan. Klorofil benih sangat
berpengaruh dalam masa pengisian dan pembentukan benih (Bewley dan Black
dalam Suhartanto, 2002). Menurut Sugimoto et al. (2002), pada benih kedelai
yang sedang berkembang (belum mencapai masak fisiologi) klorofil dalam
kotiledon melakukan aktifitas fotosintesis. Singa et al. dan Asokanthan et al.
dalam Suhartanto (2003) menyatakan bahwa pada benih Canola (Brassica
campestris) yang sedang berkembang, klorofil berguna dalam proses fotosintesis
untuk menghasilkan ATP dan NADPH, yaitu energi yang dibutuhkan untuk
mengkonversi suplai sukrosa dari tanaman menjadi asam lemak yang berguna
dalam sintesis dan penyimpanan minyak dalam benih. Oleh karena itu, klorofil
11
yang terkandung dalam biji kedelai hijau memiliki peran yang menguntungkan
untuk menghasilkan benih kedelai yang baik.
Apuya dalam Suhartanto (2003) mengemukakan bahwa pertumbuhan
normal embrio Arabidopsis thaliana membutuhkan kloroplas yang normal pula.
Mutasi pada gen chaperonin-60α, gen pengatur perkembangan kloroplas, akan
menghasilkan menghasilkan embrio yang abnormal yang akan berkembang
menjadi kecambah yang abnormal pula. Pada benih kedelai, kandungan klorofil
dalam benih mencapai maksimal saat 40 hari setelah proses pembungaan.
Kandungan klorofil ini akan menurun setelah 45 hingga 50 hari setelah
pembungaan (Saio et al. dalam Suhartanto, 2002).
Kandungan klorofil pada benih menurun seiring kematangan benih.
Penurunan kandungan klorofil tersebut dapat menjadi kriteria kemasakan benih.
Kandungan klorofil dan kemasakan benih dipandang berkorelasi negatif.
Kandungan klorofil yang terlalu tinggi pada benih yang disimpan menyebabkan
penurunan viabilitas benih secara cepat. Hal ini dikarenakan klorofil merupakan
sumber primer oksigen singlet yang berperan dalam proses oksidasi. Proses
oksidasi ini akan menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak membran dan
makromolekul benih lainnya sehingga menyebabkan penurunan viabilitas benih
(Suhartanto,
2002).
Penurunan
klorofil
pada
masa
simpan
dipandang
menguntungkan.
Karoten
Karoten merupakan pigmen alami yang terdapat pada tanaman, alga dan
sintesia mikrooorganisme. Kandungan karoten mengalami peningkatan seiring
kematangan buah. Pepkowitz (2006) melaporkan bahwa kandungan karoten pada
bawang merah meningkat dari 0.4 mg pada bawang yang masih berwarna hijau,
meningkat menjadi 13.1 mg pada bawang yang sudah berwarna merah (masak
fisiologi), meningkat sebesar 3 175 persen dari kandungan awal.
Mortensen et al. (1997) menyatakan bahwa karoten merupakan salah satu
jenis antioksidan golongan karotenoid selain likopen yang banyak terdapat pada
buah dan sayuran. Karoten mampu memerangkap radikal bebas melalui donor
12
elektron, tanpa menjadi radikal bebas yang aktif. Kehadiran radikal bebas ditandai
dengan adanya penyakit degeneratif dan dapat mematikan sel. Apabila dalam
proses fisiologi melibatkan antioksidan, maka kerusakan sel dapat diminimalkan.
Miller et al. (1996) menambahkan bahwa kemampuan karoten untuk menetralkan
radikal bebas disebabkan adanya dua kutub polar (carbonyl dan hydroxyl).
Karoten dengan sebelas ikatan conjugate ganda adalah penangkap yang lebih aktif
daripada xanthophyll.
Keberadaan karoten dalam benih kedelai dimungkinkan dapat menjaga
viabilitas benih kedelai selama penyimpanan. Karoten mampu mengikat radikal
bebas yang merusak sel benih akibat proses oksidasi, sehingga kerusakan benih
yang mengakibatkan penurunan viabilitas benih dapat diminimalkan. Howard et
al. (2000) menyatakan bahwa pada cabe, kandungan pigmen karoten dan
ß-karoten berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi benih dari radikal bebas.
Kehadiran antioksidan pada benih dipandang sebagai suatu zat yang dapat
menghambat/memperlambat proses deteorasi. Penelitian sebelumnya menyatakan
bahwa golongan karotenoid yang paling efektif dalam mengendalikan radikal
bebas adalah likopen (Di Mascio et al.1989).
Sinuraya (2007) menyatakan bahwa masak fisiologi cabai rawit varietas
Rama tercapai pada tingkat kemasakan 50 HSBM (hari setelah bunga mekar).
Pada fase tersebut, benih mengalami perubahan dan perkembangan fisiologi
seperti kadar air minimum, bobot kering benih maksimum, dan total kandungan
karotenoid benih maksimum. Selanjutnya Alan dan Eser (2008) menyatakan
bahwa daya berkecambah dan vigor benih maksimum cabai rawit merah dan cabai
rawit pedas tercapai pada tingkat kemasakan 60 HSBM (saat masak fisiologi).
Setelah lewat tingkat kemasakan (80 HSBM) kualitas benih mengalami penurunan
yang signifikan.
Kandungan karoten tertinggi pada gandum diperolah dari pemupukan
dengan variasi N dan K (Bojović dan Stojanović, 2005). Aly (2005) menyatakan
bahwa perlakuan penambahan nutrisi N, P dan K terhadap tanah mampu
meningkatkan kandungan klorofil dam karoten, sedangkan penambahan kalium
dan magnesium menghasilkan kandungan karoten tertinggi.
Download