Kamus sebagai Sumber Rujukan

advertisement
Kamus sebagai Sumber Rujukan
dalam Pengajaran Kosakata
Kasno
Pusat Bahasa
I. Pendahuluan
Prinsip pengajaran bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, yaitu
terampil berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, tidak dapat kita
pungkiri lagi bahwa keterampilan berbahasa membutuhkan penguasaan kosakata yang
memadai. Penguasaan kosakata yang memadai itu akan dapat menentukan kualitas orang
seorang dalam berbahasa. Untuk mencapai tujuan itu, salah satu alternatif untuk
meningkatkan kemampuan itu diharapkan siswa dapat menggunakan kamus sebagai
sumber rujukan dengan bimbingan pengajar. Dengan demikian, pengajar dapat
mengarahkan para siswa untuk melihat persamaan dan perbedaan kata yang belum pernah
siswa pahami atau belum pernah dilihat sebelumnya. Sebagai contoh kata petatar dan
penatar mempunyai hubungan yang erat dan kedua kata itu nomina, tetapi yang perlu kita
cermati adalah kedua kata itu mempunyai makna yang berbeda. Petatar berarti orang
yang bertatar; peserta penataran, sedangkan penatar adalah orang yang menatar atau
orang yang membimbing (mengajar) dalam penataran. Sehubungan dengan itu, untuk
membedakan makna kata petatar dan penatar dapat kita lihat contoh berikut.
(1) Para petatar diharapkan menjadi penatar di daerah masing-masing.
(2) Para penatar memberi pelajaran menurut keahlian masing-masing.
Kedua contoh kalimat di atas telah memperlihatkan perbedaan makna antara
petatar dan penatar. Kehadiran kata-kata seperti itu jika tidak kita cermati akan
menyulitkan para siswa untuk menerapkan kata itu dalam pembuatan kalimat. Berkaitan
dengan hal itu, penulis menawarkan suatu ancangan alternatif pengajaran kosakata adalah
"Kamus sebagai sumber Rujukan dalam Pengajaran Kosakata". Ancangan itu kita
tawarkan karena berdasarkan pengalaman, penulis telah mendapat masukan dari kesulitan
para siswa ketika menulis kata-kata yang belum mereka pahami. Untuk memecahkan
masalah seperti itu, salah satu jalan terbaik adalah menggunakan kamus sebagai bahan
rujukan. Jika kata-kata yang dimaksud tidak dapat ditemukan alternatif lain
menganjurkan para siswa untuk melihat kata-kata itu dalam kamus istilah yang
bersangkutan. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan pengajar selain menggunakan
kamus juga harus menggunakan atau menyediakan kamus istilah. Kamus istilah ini
bermanfaat apabila kosakata yang kita inginkan tidak dapat kita temukan dalam kamus
umum.
Makalah ini disajikan dalam KIPBIPA IV, Denpasar, Bali, Tanggal 1--3 Oktober 2001.
Paparan di atas menunjukkan bahwa dengan adanya penguasaan kosakata yang
memadai akan dapat meningkatkan kualitas orang seorang dalam menyikapi bahasa. Hal
itu selaras dengan pandangan Dale dalam Tarigan (1985:3) yang memberikan pandangan
tentang pentingnya memahami kosa kata sebagai berikut.
(1) Kuantitas dan kualitas penguasaan kosakata seseorang merupakan indeks pribadi
yang terbaik bagi perkembangan mentalnya,
(2) Perkembangan kosakata merupakan perkembangan konseptual,
(3) Semua pendidikan pada prinsipnya merupakan pengembangan kosakata,
(4) Program yang sistematis bagi pengembangan kosakata akan dipengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, kemampuan, dan status sosial.
(5) Faktor geografis mempengaruhi perkembangan kosakata, dan
(6) Penelaahan kosakata yang efektif hendaknya beranjak dari kata-kata yang sudah
diketahui menuju kata-kata yang belum atau tidak diketahui.
II. Bahasa Baku
Berbicara tentang orang yang berpendidikan tidak lepas dari bahasa dunia
pendidikan yang tentu menyangkut masalah ragam bahasa. Ragam bahasa yang dimaksud
adalah ragam bahasa baku atau bahasa standar. Oleh karena itu, ada dua ciri yang melatari
berbahasa baku. Pertama, ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis, berupa
kaidah dan aturan yang tetap. Selain itu, baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat.
Oleh karena itu, bentuk peran dan perumus dengan taat asas dapat menghasilkan perajin
dan perusak, bukan pengrajin dan pengrusak. Dengan kata lain, kebakuan itu cukup
luwes memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di bidang kosakata dan
peristilahan. Ciri kedua, yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaan.
Perwujudan dari kecendekiaan itu ialah dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain
yang dapat mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
Oleh karena itu, sangat tepat jika proses pembakuan bahasa yang dimaksud adalah proses
penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman variasi
bahasa.
Paparan di atas menunjukkan bahwa pembakuan kosakata sangat penting untuk
direalisasikan. Hal itu perlu dilakukan karena dengan adanya pembakuan kosakata itu
dapat memberikan pandangan berikut.
(1) fungsi pemersatu,
(2) fungsi pemberi kekhasan,
(3) fungsi pembawa wibawa, dan
(4) fungsi sebagai kerangka acuan.
Bahasa baku berfungsi pemersatu yang dimaksud adalah bahwa bahasa baku
mempersatukan makna menjadi satu masyarakat bahasa dan dapat meningkatkan proses
identifikasi penutur orang seorang. Fungsi yang dimaksud sebagai berikut.
(1) Fungsi pemberi kekhasan yang dimaksud adalah membedakan bahasa itu dari bahasa
yang lain. Misalnya bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Malaysia atau bahasa
Melayu Singapura dan Brunei Darussalam. Dengan kata lain, bahasa Indonesia
dianggap sudah jauh berbeda dari bahasa Melayu Riau, Johor yang menjadi
induknya.
(2) Pemilihan bahasa baku membawa satu wibawa atau prestasi seseorang. Fungsi pembawa
wibawa berkaitan dengan usaha orang seorang untuk mencapai kesederajatan dengan
peradaban lain.
(3) Bahasa baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa. Untuk
menerapkan pemakaiannya itu, dan kaidah menjadi dasar benar tidaknya pemakaian
bahasa itu. Oleh karena itu, kumpulan unsur bahasa yang disebut kosakata perlu adanya
pembakuan, misalnya cewek, nggak, dan entar. Kata-kata itu sudah menjadi bagian
kosakata Indonesia, tetapi tidak termasuk ke dalam kelompok yang baku. (Tata bahasa
Baku, 1993:13--21)
Butir ketiga pada paparan di atas itu menjadi dasar pemikiran penulis untuk
merealisasikan satu alternatif pengajaran kosakata. Dengan demikian, pembakuan kosakata
sangatlah penting. Dengan adanya pembakuan kosakata, sekurang-kurangnya tidak akan
menyesatkan peserta ajar ketika menemukan kosakata yang memang belum dimengerti.
Pengajar dalam hal ini dituntut untuk memahami dan menguasai kosakata baku dan tidak
baku. Berkenaan dengan itu, kamus dan kamus istilah sangat penting untuk mendukung
pengajaran kosakata.
III. Kosakata
Seperti telah dikemukakan di awal pembicaraan ini bahwa tujuan pengajaran bahasa
adalah agar para siswa terampil berbahasa, menyimak, berbicara, dan menulis. Untuk itu,
para siswa yang ingin mempelajari kosakata secara umum kita perkenalkan kosakata dasar.
Kosakata dasar adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali
kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Adapun yang termasuk kategori kosakata dasar
seperti berikut ini:
a) istilah kekerabatan misalnya ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi,
menantu, dan mertua;
b) nama-nama bagian tubuh, misalnya kepala, rambut, mata, telinga
c) kata ganti (diri, penunjuk), misalnya saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sini,
situ, dan sana;
d) kata bilangan pokok, misalnya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan,
sembilan, sepuluh, duapuluh, sebelas, dua belas, seratus, dua ratus, seribu, dua ribu,
sejuta, dan dua juta;
e) kata kerja pokok misalnya makan, minum, tidur, bangun, berbicara, melihat, mendengar,
menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, dan menangkap.
f) kata keadaan pokok, misalnya suka, duka, senang, susah, lapar, kenyang, haus, sakit,
sehat, bersih, kotor jauh, dekat, cepat, lambat, besar, kecil, banyak, sedikit, terang, gelap,
siang, malam, rajin, malas, kaya, miskin, tua, muda, hidup, dan mati;
g) benda-benda universal, misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang, matahari,
dan tumbuh-tumbuhan (Tarigan, 1985:3--4).
Sesuai dengan unsur kategori kosakata dasar, lalu bagaimana caranya agar siswa
dapat mempelajari kata-kata yang dimaksud? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita kembali
ke masalah awal yaitu pengajar hendaknya menganjurkan para siswa untuk menggunakan
kamus, dalam hal ini Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai rujukan untuk membuktikan
bahwa kosakata dasar itu dapat siswa temukan di dalam entri kamus, misalnya kata ibu,
untuk memahami apa sebenarnya makna kata ibu, siswa kita ajak untuk mencoba membuka
kamus yang sudah dibawa masing-masing. Selain siswa kita ajak untuk melihat kata ibu yang
ada di dalam entri kamus. Sebelumnya siswa beranggapan bahwa kata ibu hanya mempunyai
pengertian orang yang melahirkan kita. Akan tetapi, setelah kita buktikan sesuai dengan apa
yang ada di dalam entri ibu, ternyata mempunyai kata ibu bermakna 1) wanita yang telah
melahirkan seseorang, 2) sebutan untuk orang yang sudah bersuami, 3) panggilan yang
takzim1 kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum, 4) bagian yang pokok
(besar, asal, dsb.), dan 5) yang utama di antara beberapa hal lain.
Contoh:
a) Anak harus menyayangi ibu.
b) Ibu jari anak itu tertusuk jarum.
c) Ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta.
Dari ketiga contoh kalimat di atas, kata dasar ibu setelah kita buktikan dalam kamus
ternyata tidak hanya memiliki satu makna. Bahkan lebih dari itu kata ibu dapat berkembang
menjadi ibu angkat, ibu ayam (induk ayam), ibu bapak, ibu jari, ibu kaki (jempol, empu
kaki), ibu kandung, ibu kota, ibu kota kabupaten, ibu kotamadya, ibu kosa propinsi, ibu kota
negara, ibu negeri, ibu pertiwi, ibu pungut, ibu rumah tangga, ibu sungai. Bahkan kota ibu
berkembang menjadi beribu dan keibuan. Dengan demikian, siswa dapat memahami bahwa
kata dasar kadang-kadang mempunyai lebih dari satu makna. Dengan latihan membuat
kalimat melalui kata dasar ibu misalnya, siswa dapat memahami kata ibu ternyata setelah
dikembangkan ternyata mempunyai makna lebih dari satu makna.
IV. Penggunaan Kamus
Sebelum penulis memaparkan masalah penggunaan kamus, lebih tepat jika
memberikan batasan tentang kamus. Kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan
ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian
atau terjemahannya (KBBI, 2001:499).
Selain itu kamus tidak hanya sekadar pencatatan atau perekam makna kata, tetapi
mempunyai makna lebih dari itu. Dalam beberapa hal kamus merupakan tempat
penyimpanan pengalaman manusia yang telah diberi nama. Kamus merupakan sarana penting
bagi pengajaran kosakata. Dengan kata lain "Kamus sebagai Sumber Rujukan dalam
Pengajaran Kosakata".
Kamus memberikan informasi mengenai makna kata, ejaan, dan ucapan. Dengan
merujuk pada kamus jelas meningkatkan pengertian para siswa akan istilah umum, istilah
1
takzim amat hormat dan sopan: Sampaikan salam takzim kami kepada Bapak dan
Ibumu.
khusus, dan teknik. Selain itu, kamus juga mengungkapkan informasi mengenai penggunaan
baca formal dan nonformal, ungkapan kata asing yang ada padanannya bahasa Indonesia,
kata ganti diri, dan singkatan dan obsesi.
Ternyata setelah kita amati, masih banyak para siswa yang belum mengetahui benar
bagaimana cara mempergunakan kamus dengan cara yang efektif. Oleh karena itu, sebelum
kita memulai mengajar kosakata yang perlu kita sampaikan bagaimana hubungan antara
kamus dan kosakata. Kosakata selalu ada dalam kamus, baik dalam kamus umum maupun
kamus istilah.
Berikut akan penulis paparkan keterangan singkat mengenai jenis kamus agar kita
mendapat gambaran umum.
(1) Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. 1993. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. XXXIII, 1277 halaman; 26 cm.
Kamus ini memuat 72.100 entri termasuk ungkapan disusun secara alpabetis dan
tiap-tiap entri2 diberi makna singkatan dan padat. Kamus ini merupakan perluasan kamus
edisi pertama dengan penambahan 10.000 entri. Di samping itu, ada perbedaan yang tampak
pada penanggalan kata, pemberian label kelas kata, label bidang ilmu, label semantik
regional dan label-label lain yang dianggap perlu. Juga mendapat penambahan terdiri atas
pedoman pemenggalan kata, imbuhan bahasa Indonesia, bentuk terikat bahasa asing, kata dan
ungkapan bahasa daerah dan bahasa asing, aksara Kerinci, bintang dan tanda kehormatan,
jumlah penduduk kabupaten/kotamadya menurut sensus penduduk tahun 1990, nama-nama
negara nomor kendaraan bermotor di Indonesia, lambang fisik, dan lambang komunikasi.
Sehubungan dengan paparan sekilas tentang kamus umum, pengajar sudah dapat
memberikan gambaran tentang kosakata yang dicakup dalam kamus umum. Untuk itu, siswa
dapat diberi tugas membuat kalimat dengan kata membawahi dan membawahkan.
Berdasarkan pengalaman yang pernah penulis amati kedua bentuk kata membawahi
dan membawahkan akan diterapkan pada konteks kalimat yang sama.
Contoh:
1) Direktur utama membawahi staf.
2) Staf membawahkan direktur utama.
Kedua contoh kalimat (1) dan (2) memperlihatkan bahwa penerapan kata pada kedua
kalimat tersebut kurang tepat, sehingga menimbulkan makna yang kurang tepat.
Untuk mengatasi hal itu, pengajar harus dapat membimbing siswanya untuk mencoba
memulai membuka kamus yang telah diucapkan sebelumnya. Setelah menemukan entri
bawah untuk bentuk membawahi berarti menempatkan diri di bawah perintah seseorang,
sedangkan bentuk kata membawahkan berarti menempatkan (sesuatu) di bawah; memegang
pimpinan; mengepalai. Dengan demikian, kalimat a dan b seharusnya seperti berikut.
1a) Staf membawahi direktur utama.
2
entri; 1. kata atau frasa dalam kamus beserta penjelasan maknanya dengan tambahan
penjelasan maknanya dengan tambahan penjelasan berupa kelas kata, lafal,
etimologi, dan contoh pemakaian; 2. lema
1b) Direktur utama membawahkan staf .
(2) Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum. 1994.
Oleh Salinan dan Sudarsono. Jakarta: Rineka Cipta. VI. 238 hlm; 21 cm.
Kamus ini telah memuat bidang pendidikan dan pengajaran. Berkaitan dengan itu,
penulis kamus ini telah menyajikan istilah-istilah yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran dan umum. Istilah-istilah yang tersaji itu disusun dengan sistem alfabetis yang
didefinisikan secara singkat dan padat. Selain itu, istilah yang tercakup dalam kamus ini
terdiri atas singkatan, akronim, dan kata yang berkaitan dengan bahasa daerah, Indonesia, dan
asing.
Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum kita pakai sebagai rujukan apabila siswa
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan pengajaran. Hal itu
jangan sampai terjadi masalah pendidikan kita kaitkan dengan masalah umum.
(3) Kamus Antologi. 1985. Ariyono Suyono dan Aminuddin Siregar. Jakarta: Akademika
Presindo. VI, 454 halaman; 21 cm.
Kamus yang terdiri atas 3200 entri istilah ini cakupannya cukup luas yakni pertanian,
agama, sejarah, dan politik. Beberapa tokoh antropologi juga termuat dalam buku ini. Istilah
yang digunakan meliputi berbagai bahasa dari beragam golongan etnis. Di samping itu,
tokoh-tokoh seperti tokoh antropologi, tokoh politik, dan tokoh sejarah juga terdapat dalam
kamus ini. Kamus ini disusun berdasarkan kata demi kata, sedangkan istilah yang berasal
dari bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya diletakkan dalam tanda kurung.
(4) Kamus Istilah Sastra, 1990. Panuti Sudjiman. Jakarta: UI Press. XIII. 94 halaman; 23
cm.
Istilah yang terhimpun lebih kurang 1.000 entri istilah dalam pengkajian prosa, puisi,
drama, teori, sejarah, dan kritik sastra. Dalam hal drama, istilah yang berkenaan dengan
pementasan tidak disertakan. Beberapa istilah Filologi tercakup dalam kamus ini dengan
pertimbangan bahwa filologi dikaitkan dengan sastra lama. Sejumlah istilah linguistik yang
relevan juga dimuat. Istilah yang ditampilkan dalam urutan abjad. Jika sebuah istilah
memiliki sinonim, batasan atau uraian singkat mengikuti istilah yang memiliki sinonim,
batasan menurut abjad muncul lebih dahulu. Sinonim dan antonim jika dianggap perlu,
dicatat untuk memudahkan rujuk silang, misalnya aliterasi, dan uraian.
(5) Kamus Pariwisata dan Perhotelan. 1992. Kodhyat dan Ramini. Jakarta: Grasindo XI.
145 halaman; 21 cm.
Kamus ini memuat istilah dan singkatan yang digunakan dalam dunia pariwisata dan
perhotelan berisi lebih kurang 1.500 entri disusun dengan sistem alfabet dan tiap-tiap entri
diberi makna singkat dan padat serta apabila ada padanannya dalam bahasa Indonesia,
diletakkan dalam kurung. Kamus ini diperuntukkan bagi siswa SMP, siswa SMEA jurusan
perjalanan wisata, mahasiswa akademi perhotelan, dan orang yang berkecimpung dalam
dunia pariwisata dan perhotelan. Di samping itu, terdapat petunjuk pemakaian secara singkat,
daftar pustaka, dan daftar tipe pesawat terbang dan kode perusahaan penerbangan.
(6) Kamus Pertanian. 1993. Sjamsoe'oed Sadjad. Jakarta: Grasindo. XIII. 173 halaman; 21
cm.
Aspek yang dibicarakan dalam kamus ini meliputi budidaya tanaman, sosialekonomi-politik pertanian, dan biologi-biokimia. Teknologi pertanian yang dikhususkan
dalam istilah yang berhubungan dengan pengelolaan tanaman. Kamus ini terdiri atas 1.350
entri yang susunannya berdasar pada KBBI, tetapi penyusunannya merupakan perpaduan
antara penulisan kamus dan glosari dengan penekanan lebih memberikan suatu pengertian
terhadap istilah. Istilah yang dikumpulkan dalam kamus ini berupa nomina, verba, adjektiva,
proses, serapan bahasa asing, karena sama pembaca adalah sekolah menengah atau perguruan
tinggi, maka pengertian yang diberikan bersifat sederhana dan umum.
(7) Kamus istilah lingkungan. 1994. Imam Hendargo Ismoyo dan Rijaluzzaman.
Penyunting. Jakarta: Bina Rena Pariwara. 206 halaman; 21 cm.
Kamus ini merupakan rangkuman istilah yang bersumber dari berbagai peraturan
perundang-undangan, istilah baku dari beberapa disiplin ilmu pengetahuan serta dari
beberapa sumber lain. Batasan istilah baku yang termuat dalam lingkup disiplin pengetahuan
lingkungan tampaknya memang cenderung begitu luas, mengingat pengetahuan lingkungan
mencakup berbagai disiplin seperti biologi, geografi, ekonomi, dan kimia. Di samping itu
setiap lema didefinisikan secara jelas. Kamus ini terdiri atas 1.132 entri dan ada beberapa
entri yang disertai dengan istilah asingnya. Ada beberapa pula yang istilah (di dalam tanda
kurung) yang menjelaskan bahwa kata tersebut dipakai dalam bidang tumbuhan. Kamus ini
sangat bermanfaat bagi masyarakat khususnya kalangan mahasiswa, birokrat, pengusaha, dan
lembaga swadaya masyarakat dalam upaya meningkatkan pengetahuan di bidang lingkungan
hidup.
Dari tujuh contoh kamus dan kamus istilah yang penulis paparkan itu, sekurangkurangnya dapat memberikan gambaran kita bahwa kamus dan kamus istilah merupakan
rujukan utama dalam proses pengajaran kosakata. Dengan kata lain, bukan berarti tidak ada
cara lain untuk mengefektifkan pengajaran kosakata. Akan tetapi, penulis hanya
menyampaikan pandangan atau gagasan tentang "Kamus sebagai Sumber Rujukan dalam
Pengajaran Kosakata".
V. Kesimpulan
Setelah penulis memaparkan ancangan sederhana tentang keefektifan khususnya yang
berkaitan dengan "Kamus sebagai Sumber Rujukan dalam Pengajaran Kosakata", penulis
dapat menyimpulkan sebagai berikut.
1) Pengajaran kosakata melalui sumber rujukan kamus akan dapat menambah wawasan
para siswa untuk memahami kata, khususnya yang berkaiatan dengan kata dasar, kata
jadian, dan kata ulang;
2) Pemakaian kamus sebagai sumber rujukan dapat meningkatkan konsentrasi pada data
leksikal secara tepat;
3) Pemakaian kamus dan kamus istilah sebagai sumber rujukan akan membangkitkan
percaya diri.
4) Para siswa semakin banyak menggunakan kamus dalam menghadapi kata-kata yang sulit
dimengerti, maka semakin paham pula dalam menyikapi makna kata.
DAFTAR PUSTAKA
Dale, Edgor et al. 1971. Techniques of Teaching Vocabulary. Palo Alto, California: Field
Educational. Publication, Incorporated.
Indrastuti, Aloysia, Mariamah; Kasno. 1996. "Bibliograf Analisis Kamus Ekabahasa Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Ismoyo, Imam Hendargo dan Rijakzzaman. 1994. Kamus Istilah Lingkungan. Jakarta: Bina
Rena Pariwara.
Kodhyat dan Ramini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta: Grasindo.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. 2001. Jakarta: Balai Pustaka.
Sadjad, Sjamsoe oed. 1993. Kamus Pertanian. Jakarta: Grasindo.
Saliman dan Sudarsono. 1994. Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.
Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta. Akademika Pressindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1983. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.
Download