Kamus sebagai Sumber Rujukan dalam Pengajaran Kosakata Kasno Pusat Bahasa I. Pendahuluan Prinsip pengajaran bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, yaitu terampil berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa keterampilan berbahasa membutuhkan penguasaan kosakata yang memadai. Penguasaan kosakata yang memadai itu akan dapat menentukan kualitas orang seorang dalam berbahasa. Untuk mencapai tujuan itu, salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan itu diharapkan siswa dapat menggunakan kamus sebagai sumber rujukan dengan bimbingan pengajar. Dengan demikian, pengajar dapat mengarahkan para siswa untuk melihat persamaan dan perbedaan kata yang belum pernah siswa pahami atau belum pernah dilihat sebelumnya. Sebagai contoh kata petatar dan penatar mempunyai hubungan yang erat dan kedua kata itu nomina, tetapi yang perlu kita cermati adalah kedua kata itu mempunyai makna yang berbeda. Petatar berarti orang yang bertatar; peserta penataran, sedangkan penatar adalah orang yang menatar atau orang yang membimbing (mengajar) dalam penataran. Sehubungan dengan itu, untuk membedakan makna kata petatar dan penatar dapat kita lihat contoh berikut. (1) Para petatar diharapkan menjadi penatar di daerah masing-masing. (2) Para penatar memberi pelajaran menurut keahlian masing-masing. Kedua contoh kalimat di atas telah memperlihatkan perbedaan makna antara petatar dan penatar. Kehadiran kata-kata seperti itu jika tidak kita cermati akan menyulitkan para siswa untuk menerapkan kata itu dalam pembuatan kalimat. Berkaitan dengan hal itu, penulis menawarkan suatu ancangan alternatif pengajaran kosakata adalah "Kamus sebagai sumber Rujukan dalam Pengajaran Kosakata". Ancangan itu kita tawarkan karena berdasarkan pengalaman, penulis telah mendapat masukan dari kesulitan para siswa ketika menulis kata-kata yang belum mereka pahami. Untuk memecahkan masalah seperti itu, salah satu jalan terbaik adalah menggunakan kamus sebagai bahan rujukan. Jika kata-kata yang dimaksud tidak dapat ditemukan alternatif lain menganjurkan para siswa untuk melihat kata-kata itu dalam kamus istilah yang bersangkutan. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan pengajar selain menggunakan kamus juga harus menggunakan atau menyediakan kamus istilah. Kamus istilah ini bermanfaat apabila kosakata yang kita inginkan tidak dapat kita temukan dalam kamus umum. Makalah ini disajikan dalam KIPBIPA IV, Denpasar, Bali, Tanggal 1--3 Oktober 2001. Paparan di atas menunjukkan bahwa dengan adanya penguasaan kosakata yang memadai akan dapat meningkatkan kualitas orang seorang dalam menyikapi bahasa. Hal itu selaras dengan pandangan Dale dalam Tarigan (1985:3) yang memberikan pandangan tentang pentingnya memahami kosa kata sebagai berikut. (1) Kuantitas dan kualitas penguasaan kosakata seseorang merupakan indeks pribadi yang terbaik bagi perkembangan mentalnya, (2) Perkembangan kosakata merupakan perkembangan konseptual, (3) Semua pendidikan pada prinsipnya merupakan pengembangan kosakata, (4) Program yang sistematis bagi pengembangan kosakata akan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kemampuan, dan status sosial. (5) Faktor geografis mempengaruhi perkembangan kosakata, dan (6) Penelaahan kosakata yang efektif hendaknya beranjak dari kata-kata yang sudah diketahui menuju kata-kata yang belum atau tidak diketahui. II. Bahasa Baku Berbicara tentang orang yang berpendidikan tidak lepas dari bahasa dunia pendidikan yang tentu menyangkut masalah ragam bahasa. Ragam bahasa yang dimaksud adalah ragam bahasa baku atau bahasa standar. Oleh karena itu, ada dua ciri yang melatari berbahasa baku. Pertama, ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis, berupa kaidah dan aturan yang tetap. Selain itu, baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Oleh karena itu, bentuk peran dan perumus dengan taat asas dapat menghasilkan perajin dan perusak, bukan pengrajin dan pengrusak. Dengan kata lain, kebakuan itu cukup luwes memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di bidang kosakata dan peristilahan. Ciri kedua, yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaan. Perwujudan dari kecendekiaan itu ialah dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang dapat mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Oleh karena itu, sangat tepat jika proses pembakuan bahasa yang dimaksud adalah proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman variasi bahasa. Paparan di atas menunjukkan bahwa pembakuan kosakata sangat penting untuk direalisasikan. Hal itu perlu dilakukan karena dengan adanya pembakuan kosakata itu dapat memberikan pandangan berikut. (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan. Bahasa baku berfungsi pemersatu yang dimaksud adalah bahwa bahasa baku mempersatukan makna menjadi satu masyarakat bahasa dan dapat meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang. Fungsi yang dimaksud sebagai berikut. (1) Fungsi pemberi kekhasan yang dimaksud adalah membedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Misalnya bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Malaysia atau bahasa Melayu Singapura dan Brunei Darussalam. Dengan kata lain, bahasa Indonesia dianggap sudah jauh berbeda dari bahasa Melayu Riau, Johor yang menjadi induknya. (2) Pemilihan bahasa baku membawa satu wibawa atau prestasi seseorang. Fungsi pembawa wibawa berkaitan dengan usaha orang seorang untuk mencapai kesederajatan dengan peradaban lain. (3) Bahasa baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa. Untuk menerapkan pemakaiannya itu, dan kaidah menjadi dasar benar tidaknya pemakaian bahasa itu. Oleh karena itu, kumpulan unsur bahasa yang disebut kosakata perlu adanya pembakuan, misalnya cewek, nggak, dan entar. Kata-kata itu sudah menjadi bagian kosakata Indonesia, tetapi tidak termasuk ke dalam kelompok yang baku. (Tata bahasa Baku, 1993:13--21) Butir ketiga pada paparan di atas itu menjadi dasar pemikiran penulis untuk merealisasikan satu alternatif pengajaran kosakata. Dengan demikian, pembakuan kosakata sangatlah penting. Dengan adanya pembakuan kosakata, sekurang-kurangnya tidak akan menyesatkan peserta ajar ketika menemukan kosakata yang memang belum dimengerti. Pengajar dalam hal ini dituntut untuk memahami dan menguasai kosakata baku dan tidak baku. Berkenaan dengan itu, kamus dan kamus istilah sangat penting untuk mendukung pengajaran kosakata. III. Kosakata Seperti telah dikemukakan di awal pembicaraan ini bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, menyimak, berbicara, dan menulis. Untuk itu, para siswa yang ingin mempelajari kosakata secara umum kita perkenalkan kosakata dasar. Kosakata dasar adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Adapun yang termasuk kategori kosakata dasar seperti berikut ini: a) istilah kekerabatan misalnya ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi, menantu, dan mertua; b) nama-nama bagian tubuh, misalnya kepala, rambut, mata, telinga c) kata ganti (diri, penunjuk), misalnya saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sini, situ, dan sana; d) kata bilangan pokok, misalnya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, duapuluh, sebelas, dua belas, seratus, dua ratus, seribu, dua ribu, sejuta, dan dua juta; e) kata kerja pokok misalnya makan, minum, tidur, bangun, berbicara, melihat, mendengar, menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, dan menangkap. f) kata keadaan pokok, misalnya suka, duka, senang, susah, lapar, kenyang, haus, sakit, sehat, bersih, kotor jauh, dekat, cepat, lambat, besar, kecil, banyak, sedikit, terang, gelap, siang, malam, rajin, malas, kaya, miskin, tua, muda, hidup, dan mati; g) benda-benda universal, misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang, matahari, dan tumbuh-tumbuhan (Tarigan, 1985:3--4). Sesuai dengan unsur kategori kosakata dasar, lalu bagaimana caranya agar siswa dapat mempelajari kata-kata yang dimaksud? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita kembali ke masalah awal yaitu pengajar hendaknya menganjurkan para siswa untuk menggunakan kamus, dalam hal ini Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai rujukan untuk membuktikan bahwa kosakata dasar itu dapat siswa temukan di dalam entri kamus, misalnya kata ibu, untuk memahami apa sebenarnya makna kata ibu, siswa kita ajak untuk mencoba membuka kamus yang sudah dibawa masing-masing. Selain siswa kita ajak untuk melihat kata ibu yang ada di dalam entri kamus. Sebelumnya siswa beranggapan bahwa kata ibu hanya mempunyai pengertian orang yang melahirkan kita. Akan tetapi, setelah kita buktikan sesuai dengan apa yang ada di dalam entri ibu, ternyata mempunyai kata ibu bermakna 1) wanita yang telah melahirkan seseorang, 2) sebutan untuk orang yang sudah bersuami, 3) panggilan yang takzim1 kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum, 4) bagian yang pokok (besar, asal, dsb.), dan 5) yang utama di antara beberapa hal lain. Contoh: a) Anak harus menyayangi ibu. b) Ibu jari anak itu tertusuk jarum. c) Ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta. Dari ketiga contoh kalimat di atas, kata dasar ibu setelah kita buktikan dalam kamus ternyata tidak hanya memiliki satu makna. Bahkan lebih dari itu kata ibu dapat berkembang menjadi ibu angkat, ibu ayam (induk ayam), ibu bapak, ibu jari, ibu kaki (jempol, empu kaki), ibu kandung, ibu kota, ibu kota kabupaten, ibu kotamadya, ibu kosa propinsi, ibu kota negara, ibu negeri, ibu pertiwi, ibu pungut, ibu rumah tangga, ibu sungai. Bahkan kota ibu berkembang menjadi beribu dan keibuan. Dengan demikian, siswa dapat memahami bahwa kata dasar kadang-kadang mempunyai lebih dari satu makna. Dengan latihan membuat kalimat melalui kata dasar ibu misalnya, siswa dapat memahami kata ibu ternyata setelah dikembangkan ternyata mempunyai makna lebih dari satu makna. IV. Penggunaan Kamus Sebelum penulis memaparkan masalah penggunaan kamus, lebih tepat jika memberikan batasan tentang kamus. Kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian atau terjemahannya (KBBI, 2001:499). Selain itu kamus tidak hanya sekadar pencatatan atau perekam makna kata, tetapi mempunyai makna lebih dari itu. Dalam beberapa hal kamus merupakan tempat penyimpanan pengalaman manusia yang telah diberi nama. Kamus merupakan sarana penting bagi pengajaran kosakata. Dengan kata lain "Kamus sebagai Sumber Rujukan dalam Pengajaran Kosakata". Kamus memberikan informasi mengenai makna kata, ejaan, dan ucapan. Dengan merujuk pada kamus jelas meningkatkan pengertian para siswa akan istilah umum, istilah 1 takzim amat hormat dan sopan: Sampaikan salam takzim kami kepada Bapak dan Ibumu. khusus, dan teknik. Selain itu, kamus juga mengungkapkan informasi mengenai penggunaan baca formal dan nonformal, ungkapan kata asing yang ada padanannya bahasa Indonesia, kata ganti diri, dan singkatan dan obsesi. Ternyata setelah kita amati, masih banyak para siswa yang belum mengetahui benar bagaimana cara mempergunakan kamus dengan cara yang efektif. Oleh karena itu, sebelum kita memulai mengajar kosakata yang perlu kita sampaikan bagaimana hubungan antara kamus dan kosakata. Kosakata selalu ada dalam kamus, baik dalam kamus umum maupun kamus istilah. Berikut akan penulis paparkan keterangan singkat mengenai jenis kamus agar kita mendapat gambaran umum. (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. 1993. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. XXXIII, 1277 halaman; 26 cm. Kamus ini memuat 72.100 entri termasuk ungkapan disusun secara alpabetis dan tiap-tiap entri2 diberi makna singkatan dan padat. Kamus ini merupakan perluasan kamus edisi pertama dengan penambahan 10.000 entri. Di samping itu, ada perbedaan yang tampak pada penanggalan kata, pemberian label kelas kata, label bidang ilmu, label semantik regional dan label-label lain yang dianggap perlu. Juga mendapat penambahan terdiri atas pedoman pemenggalan kata, imbuhan bahasa Indonesia, bentuk terikat bahasa asing, kata dan ungkapan bahasa daerah dan bahasa asing, aksara Kerinci, bintang dan tanda kehormatan, jumlah penduduk kabupaten/kotamadya menurut sensus penduduk tahun 1990, nama-nama negara nomor kendaraan bermotor di Indonesia, lambang fisik, dan lambang komunikasi. Sehubungan dengan paparan sekilas tentang kamus umum, pengajar sudah dapat memberikan gambaran tentang kosakata yang dicakup dalam kamus umum. Untuk itu, siswa dapat diberi tugas membuat kalimat dengan kata membawahi dan membawahkan. Berdasarkan pengalaman yang pernah penulis amati kedua bentuk kata membawahi dan membawahkan akan diterapkan pada konteks kalimat yang sama. Contoh: 1) Direktur utama membawahi staf. 2) Staf membawahkan direktur utama. Kedua contoh kalimat (1) dan (2) memperlihatkan bahwa penerapan kata pada kedua kalimat tersebut kurang tepat, sehingga menimbulkan makna yang kurang tepat. Untuk mengatasi hal itu, pengajar harus dapat membimbing siswanya untuk mencoba memulai membuka kamus yang telah diucapkan sebelumnya. Setelah menemukan entri bawah untuk bentuk membawahi berarti menempatkan diri di bawah perintah seseorang, sedangkan bentuk kata membawahkan berarti menempatkan (sesuatu) di bawah; memegang pimpinan; mengepalai. Dengan demikian, kalimat a dan b seharusnya seperti berikut. 1a) Staf membawahi direktur utama. 2 entri; 1. kata atau frasa dalam kamus beserta penjelasan maknanya dengan tambahan penjelasan maknanya dengan tambahan penjelasan berupa kelas kata, lafal, etimologi, dan contoh pemakaian; 2. lema 1b) Direktur utama membawahkan staf . (2) Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum. 1994. Oleh Salinan dan Sudarsono. Jakarta: Rineka Cipta. VI. 238 hlm; 21 cm. Kamus ini telah memuat bidang pendidikan dan pengajaran. Berkaitan dengan itu, penulis kamus ini telah menyajikan istilah-istilah yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran dan umum. Istilah-istilah yang tersaji itu disusun dengan sistem alfabetis yang didefinisikan secara singkat dan padat. Selain itu, istilah yang tercakup dalam kamus ini terdiri atas singkatan, akronim, dan kata yang berkaitan dengan bahasa daerah, Indonesia, dan asing. Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum kita pakai sebagai rujukan apabila siswa menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan pengajaran. Hal itu jangan sampai terjadi masalah pendidikan kita kaitkan dengan masalah umum. (3) Kamus Antologi. 1985. Ariyono Suyono dan Aminuddin Siregar. Jakarta: Akademika Presindo. VI, 454 halaman; 21 cm. Kamus yang terdiri atas 3200 entri istilah ini cakupannya cukup luas yakni pertanian, agama, sejarah, dan politik. Beberapa tokoh antropologi juga termuat dalam buku ini. Istilah yang digunakan meliputi berbagai bahasa dari beragam golongan etnis. Di samping itu, tokoh-tokoh seperti tokoh antropologi, tokoh politik, dan tokoh sejarah juga terdapat dalam kamus ini. Kamus ini disusun berdasarkan kata demi kata, sedangkan istilah yang berasal dari bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya diletakkan dalam tanda kurung. (4) Kamus Istilah Sastra, 1990. Panuti Sudjiman. Jakarta: UI Press. XIII. 94 halaman; 23 cm. Istilah yang terhimpun lebih kurang 1.000 entri istilah dalam pengkajian prosa, puisi, drama, teori, sejarah, dan kritik sastra. Dalam hal drama, istilah yang berkenaan dengan pementasan tidak disertakan. Beberapa istilah Filologi tercakup dalam kamus ini dengan pertimbangan bahwa filologi dikaitkan dengan sastra lama. Sejumlah istilah linguistik yang relevan juga dimuat. Istilah yang ditampilkan dalam urutan abjad. Jika sebuah istilah memiliki sinonim, batasan atau uraian singkat mengikuti istilah yang memiliki sinonim, batasan menurut abjad muncul lebih dahulu. Sinonim dan antonim jika dianggap perlu, dicatat untuk memudahkan rujuk silang, misalnya aliterasi, dan uraian. (5) Kamus Pariwisata dan Perhotelan. 1992. Kodhyat dan Ramini. Jakarta: Grasindo XI. 145 halaman; 21 cm. Kamus ini memuat istilah dan singkatan yang digunakan dalam dunia pariwisata dan perhotelan berisi lebih kurang 1.500 entri disusun dengan sistem alfabet dan tiap-tiap entri diberi makna singkat dan padat serta apabila ada padanannya dalam bahasa Indonesia, diletakkan dalam kurung. Kamus ini diperuntukkan bagi siswa SMP, siswa SMEA jurusan perjalanan wisata, mahasiswa akademi perhotelan, dan orang yang berkecimpung dalam dunia pariwisata dan perhotelan. Di samping itu, terdapat petunjuk pemakaian secara singkat, daftar pustaka, dan daftar tipe pesawat terbang dan kode perusahaan penerbangan. (6) Kamus Pertanian. 1993. Sjamsoe'oed Sadjad. Jakarta: Grasindo. XIII. 173 halaman; 21 cm. Aspek yang dibicarakan dalam kamus ini meliputi budidaya tanaman, sosialekonomi-politik pertanian, dan biologi-biokimia. Teknologi pertanian yang dikhususkan dalam istilah yang berhubungan dengan pengelolaan tanaman. Kamus ini terdiri atas 1.350 entri yang susunannya berdasar pada KBBI, tetapi penyusunannya merupakan perpaduan antara penulisan kamus dan glosari dengan penekanan lebih memberikan suatu pengertian terhadap istilah. Istilah yang dikumpulkan dalam kamus ini berupa nomina, verba, adjektiva, proses, serapan bahasa asing, karena sama pembaca adalah sekolah menengah atau perguruan tinggi, maka pengertian yang diberikan bersifat sederhana dan umum. (7) Kamus istilah lingkungan. 1994. Imam Hendargo Ismoyo dan Rijaluzzaman. Penyunting. Jakarta: Bina Rena Pariwara. 206 halaman; 21 cm. Kamus ini merupakan rangkuman istilah yang bersumber dari berbagai peraturan perundang-undangan, istilah baku dari beberapa disiplin ilmu pengetahuan serta dari beberapa sumber lain. Batasan istilah baku yang termuat dalam lingkup disiplin pengetahuan lingkungan tampaknya memang cenderung begitu luas, mengingat pengetahuan lingkungan mencakup berbagai disiplin seperti biologi, geografi, ekonomi, dan kimia. Di samping itu setiap lema didefinisikan secara jelas. Kamus ini terdiri atas 1.132 entri dan ada beberapa entri yang disertai dengan istilah asingnya. Ada beberapa pula yang istilah (di dalam tanda kurung) yang menjelaskan bahwa kata tersebut dipakai dalam bidang tumbuhan. Kamus ini sangat bermanfaat bagi masyarakat khususnya kalangan mahasiswa, birokrat, pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat dalam upaya meningkatkan pengetahuan di bidang lingkungan hidup. Dari tujuh contoh kamus dan kamus istilah yang penulis paparkan itu, sekurangkurangnya dapat memberikan gambaran kita bahwa kamus dan kamus istilah merupakan rujukan utama dalam proses pengajaran kosakata. Dengan kata lain, bukan berarti tidak ada cara lain untuk mengefektifkan pengajaran kosakata. Akan tetapi, penulis hanya menyampaikan pandangan atau gagasan tentang "Kamus sebagai Sumber Rujukan dalam Pengajaran Kosakata". V. Kesimpulan Setelah penulis memaparkan ancangan sederhana tentang keefektifan khususnya yang berkaitan dengan "Kamus sebagai Sumber Rujukan dalam Pengajaran Kosakata", penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut. 1) Pengajaran kosakata melalui sumber rujukan kamus akan dapat menambah wawasan para siswa untuk memahami kata, khususnya yang berkaiatan dengan kata dasar, kata jadian, dan kata ulang; 2) Pemakaian kamus sebagai sumber rujukan dapat meningkatkan konsentrasi pada data leksikal secara tepat; 3) Pemakaian kamus dan kamus istilah sebagai sumber rujukan akan membangkitkan percaya diri. 4) Para siswa semakin banyak menggunakan kamus dalam menghadapi kata-kata yang sulit dimengerti, maka semakin paham pula dalam menyikapi makna kata. DAFTAR PUSTAKA Dale, Edgor et al. 1971. Techniques of Teaching Vocabulary. Palo Alto, California: Field Educational. Publication, Incorporated. Indrastuti, Aloysia, Mariamah; Kasno. 1996. "Bibliograf Analisis Kamus Ekabahasa Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Ismoyo, Imam Hendargo dan Rijakzzaman. 1994. Kamus Istilah Lingkungan. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Kodhyat dan Ramini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta: Grasindo. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. 2001. Jakarta: Balai Pustaka. Sadjad, Sjamsoe oed. 1993. Kamus Pertanian. Jakarta: Grasindo. Saliman dan Sudarsono. 1994. Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press. Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta. Akademika Pressindo. Tarigan, Henry Guntur. 1983. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.