PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN COOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI KARYA SASTRA Hesti Setya Harini* Abstrak Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Di pihak lain, pembelajaran cooperatif, pada dasarnya mengembangkan dua perspektif yaitu perspektif sosial dan perspektif kognitif. Menggabungkan dua metode pembelajaran dalam satu KBM bukan hanya berinovasi agar tidak membosankan, tapi juga usaha untuk menutupi kekurangan yang ada di tiap metode pembelajaran. Kata kunci: Pembelajran, Problem Based Learning, dan apresiasi sastra. A. Latar Belakang Paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru atau teacher center, nampaknya sudah harus diubah menjadi student center. Hal itu karena, saat ini ada kecenderungan siswa cepat bosan terhadap sesuatu yang monoton atau tidak variatif. Oleh karena itu, guru, sebagai pengajar dan motivator harus mampu berinovasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Selain itu, berdasar hasil penelitian Worker Education and Techniques ILO (1990), kemampuan mengingat seseorang rata-rata adalah sebagai berikut: 1. Hanya dengan mendengar→ 20% 2. Hanya dengan melihat → 30% 3. Dengan melihat dan mendengan → 50% 4. Dengan melihat, mendengar dan diskusi → 70% dan 5. Dengan melihat, mendengar, diskusi dan menggunakan → 90% Selain itu, berkembangnya tren pembelajaran aktif yang semakin marak akhir-akhir ini, harus direspon positif oleh pengajar. Akan tetapi, mengambil secara utuh metode-metode pembelajaran aktif tersebut tanpa ada variasi-variasi, juga akan membosankan. Oleh karena itu, akan semakin bijak, jika pengajar selain menerapkan metode-metode pembelajaran yang sudah ada juga berinovasi mengembangkannya. Berdasar hal itu, maka penulis tertarik untuk menawarkan sebuah inovasi pembelajaran, yang menggabungkan metode pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran kooperatif. Dua pembelajaran ini secara esensinya sama, tetapi dalam penerapannya berbeda. Oleh karena itu, kajian ini akan berusaha menggabungkan dua hal yang serupa, tetapi tidak sama itu. Persoalannya, apakah penggabungan metode pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran cooperatif, efektif digunakan dalam pembelajaran apresiasi karya sastra? B. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dilihat dari aspek psikologis, pembelajaran berbasis masalah pada hakikatnya bersandar pada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa 32 belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang berasal dari pengalaman (Sanjaya, 2006:211). Dengan begitu, belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit, siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal terhadap problema yang dihadapi. 1. Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, 2006:212). Terdapat tiga ciri utama PBM. Pertama, PBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBM tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan, mecatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBM siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. 2. Hakekat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Hakekat masalah dalam PBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut, bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Menurut Sanjaya, (2006:214) ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pelajaran dalam PBM: a. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik. b. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya. c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku. d. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa, sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya. 3. Tahapan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah 33 Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan PBM, John Dewey (dalam Sanjaya, 2006:215) seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika berpendapat, bahwa setidaknya ada 6 langkah PMB yang kemudian dinamakan sebagai metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu: a. Menyadari masalah Implementasi PBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menemukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. b. Merumuskan masalah Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan prioritas masalah. c. Merumuskan hipotesis Melalui analisis sebab akibat inilah siswa diharapkan dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah. d. Mengumpulkan data Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilih data, kemudian memetakan dan menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami. e. Menguji hipotesis Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Di samping itu, diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan kesimpulan. f. Menentukan pilihan penyelesaian Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan. C. Pembelajaran Kooperatif 1. Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2006:239). Ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Sanjaya (2006: 241) mengatakan bahwa startegi pembelajaran kooperatif ini bisa digunakan manakala: a. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif, di samping usaha individual dalam belajar. b. Jika, guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar. c. Jika, guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain. 34 d. Jika, guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum. e. Jika, guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah tingkat partisipasi mereka. f. Jika, guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan. 2. Karakteristik Strategi Pembelajaran Kooperatif Abrani Slavin dan Chambers (dalam Sanjaya, 2006: 241) berpendapat, bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perpektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Perspektif sosial, artinya bahwa melalui metode kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar. Karena setiap anggota kelompok menginginkan memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan kelompoknya secara mandiri. Hal ini merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan semua kelompoknya memperoleh keberhasilan. Perspektif perkembangan kognitif, artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi guna menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik strategi pembelajaran kooperatif adalah: pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerja sama, dan keterampilan bekerja sama. 3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif (Sanjaya, 2006:244), seperti dijelaskan di bawah ini: a. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence) Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan penyelesaian suatu tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari bagi setiap anggota kelompok bahwa keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam suatu kelompok akan merasa saling bergantung antara satu orang dengan lainnya. b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability) Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu 35 memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama. c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction) Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka, saling memberi informasi dan saling memberi pelajaran. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota dan mengisi kekurangan masingmasing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara hiterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication) Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan metode kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya. Perlu disadari, bahwa keterampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu. Siswa tidak mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap. Untuk itu, guru perlu terus melakukan pelatihan, sampai pada akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk menjadi komunikator yang baik. 4. Prosedur Pembelajaran Kooperatif a. Penjelasan Materi Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokokpokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan metode demonstrasi. Di samping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik minat siswa. b. Belajar dalam Kelompok Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah terbentuk sebelumnya. Pengelompokan dalam pembelajaran kooperatif bersifat hiterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar belakang agama, sosial-ekonomi, dan etnik, serta perbedaan akademik. 36 Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Menurut Killen (dalam Sanjaya, 2006:152) tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Karena itu, suatu diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Dilihat dari pengorganisasian materi pembelajaran, pada metode ini bahan atau meteri pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya, serta tidak disajikan secara langsung kepada siswa, materi pembelajaran ditemukan dan diorganisir oleh siswa sendiri. Oleh karena itu, tujuan utama metode ini bukan hanya sekedar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses belajarnya. Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Sedangkan yang mengatur jalannya diskusi adalah guru itu sendiri. Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa sub masalah. Setiap kelompok memecahkan sub masalah yang disampaikan guru tersebut. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok. Jenis apa pun diskusi yang digunakan menurut Bridges (dalam Sanjaya, 2006:153) dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengatur kondisi agar: (1) setiap siswa dapat bicara mengeluarkan gagasan dan pendapatnya; (2) setiap siswa harus saling mendengar pendapat orang lain; (3) setiap siswa harus saling memberikan respons; (4) setiap siswa harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide yang dianggap penting; dan (5) melalui diskusi setiap siswa harus dapat mengembangkan pengetahuannya, serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam diskusi. Kondisi tersebut, ditekankan oleh Bridges, menurutnya diskusi merupakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran berbasis pemecahan masalah. Strategi ini diharapkan bisa mendorong siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah, serta dapat mengembangkan pengetahuan siswa. Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Langkah persiapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi diantaranya: o Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus. o Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. o Menetapkan masalah yang akan dibahas. 37 o Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan. 2) Pelaksanaan diskusi Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah: o Memeriksa segala persiapan yang dianggap mempengaruhi kelancaran diskusi. o Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan. o Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya. o Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya. o Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus. 3) Menutup diskusi Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut: o Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi. o Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya. c. Penilaian Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan tiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok. d. Pengakuan Tim Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka. 38 D. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah melalui Kegiatan Pembelajaran Kelompok Dalam uraian di atas, telah dibahas konsep dan strategi pembelajaran berbasis masalah dan pendekatan pembelajaran kooperatif yang dapat dirancang guru dalam kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Berikut ini akan dipaparkan contoh rancangan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah melalui kegiatan pembelajaran kelompok pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dibuat untuk satu kompetensi dasar (satu KD) yang alokasi waktunya dapat satu atau lebih dari satu kali pertemuan. 1. Kompetensi Dasar Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/ melalui rekaman 2. Materi Pembelajaran Rekaman cerita, tuturan langsung (kaset, CD, buku cerita) 3. Metode Pembelajaran Problem Based Learning dan Cooperatif 4. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran a. Kegiatan Pendahuluan 1) Apersepsi tentang karya sastra 2) Menanyakan kepada peserta didik tentang manfaat memahami karya sastra 3) Memberikan motivasi pentingnya membaca karya sastra 4) Menyampaikan tujuan pembelajaran b. Kegiatan Inti 1) Siswa melihat rekaman pertunjukan drama di monitor. 2) Setiap siswa diminta mengamati latar, alur, penokohan, konflik, amanat dalam drama. 3) Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. 4) Guru menyampaikan masalah-masalah yang berlawanan dengan yang ada di dalam cerita.. 5) Siswa mendiskusikan dan memecahkan masalah tersebut dengan kelompknya. 6) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, sedangkan guru memfasilitasi siswa. 7) Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi. c. Kegiatan Penutup Guru menunjuk siswa secara acak untuk mengemukakan pendapatnya mengenai pengalaman belajar selama menyelesaikan tugas secara individu maupun kelompok 39 E. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Melalui metode ini, siswa lebih kreatif dan berani melakukan hal-hal baru serta pengalaman baru dari materi yang dipecahkan. 2. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Metode pembelajaran ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama, saling berpendapat, dan menerima keputusan bersama. Karakteristik utama dari pembelajaran model kooperatif ini adalah bahwa siswa saling memberi dan menerima pembelajaran. 3. Menggabungkan dua metode ini akan membuat siswa semakin banyak memperoleh pengalaman belajarnya. 40 DAFTAR PUSTAKA Azhar, Lalu Muhammad, Proses Belajar Mengajar Pendidikan, Nasional, 1993. Jakarta: Usaha Daroeso, Bambang, Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila, Semarang: Aneka Ilmu, 1989. Djamarah,Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineksa Putra, 2002. Djamarah,Syaiful Bahri, psikologi belajar, Rineksa Putra, 2002. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, Prenada Media Group, 2006. Silberman, Melvin L, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia, 2006. Sudjana, Dkk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Universitas Negeri Malang, 2006. Sutrisno, Hadi, Statistik Jilid II. Yogyakarta : PT. Cipta Karya, 1992. Widjaja, Eddy Soewardi Karta. Bandung, 2002. Pengukuran dan Hasil Belajar. Sinar Baru, Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1992. 41