menggabungkan pembelajaran berbasis masalah dengan

advertisement
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN
COOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI KARYA SASTRA
Hesti Setya Harini*
Abstrak
Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu
proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses
ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Di pihak lain,
pembelajaran cooperatif, pada dasarnya mengembangkan dua perspektif yaitu
perspektif sosial dan perspektif kognitif. Menggabungkan dua metode pembelajaran
dalam satu KBM bukan hanya berinovasi agar tidak membosankan, tapi juga usaha
untuk menutupi kekurangan yang ada di tiap metode pembelajaran.
Kata kunci: Pembelajran, Problem Based Learning, dan apresiasi sastra.
A. Latar Belakang
Paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru atau teacher center,
nampaknya sudah harus diubah menjadi student center. Hal itu karena, saat ini
ada kecenderungan siswa cepat bosan terhadap sesuatu yang monoton atau tidak
variatif. Oleh karena itu, guru, sebagai pengajar dan motivator harus mampu
berinovasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar.
Selain itu, berdasar hasil penelitian Worker Education and Techniques ILO
(1990), kemampuan mengingat seseorang rata-rata adalah sebagai berikut:
1. Hanya dengan mendengar→ 20%
2. Hanya dengan melihat → 30%
3. Dengan melihat dan mendengan → 50%
4. Dengan melihat, mendengar dan diskusi → 70% dan
5. Dengan melihat, mendengar, diskusi dan menggunakan → 90%
Selain itu, berkembangnya tren pembelajaran aktif yang semakin marak
akhir-akhir ini, harus direspon positif oleh pengajar. Akan tetapi, mengambil
secara utuh metode-metode pembelajaran aktif tersebut tanpa ada variasi-variasi,
juga akan membosankan. Oleh karena itu, akan semakin bijak, jika pengajar
selain menerapkan metode-metode pembelajaran yang sudah ada juga berinovasi
mengembangkannya.
Berdasar hal itu, maka penulis tertarik untuk menawarkan sebuah inovasi
pembelajaran, yang menggabungkan metode pembelajaran berbasis masalah
dengan pembelajaran kooperatif. Dua pembelajaran ini secara esensinya sama,
tetapi dalam penerapannya berbeda. Oleh karena itu, kajian ini akan berusaha
menggabungkan dua hal yang serupa, tetapi tidak sama itu. Persoalannya, apakah
penggabungan metode pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran
cooperatif, efektif digunakan dalam pembelajaran apresiasi karya sastra?
B. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Dilihat dari aspek psikologis, pembelajaran berbasis masalah pada
hakikatnya bersandar pada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa
32
belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang berasal dari pengalaman
(Sanjaya, 2006:211). Dengan begitu, belajar bukan semata-mata proses
menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara
individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit, siswa
akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi
pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui
penghayatan secara internal terhadap problema yang dihadapi.
1. Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, 2006:212). Terdapat tiga ciri utama PBM.
Pertama, PBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam
implementasi PBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBM
tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan, mecatat kemudian
menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBM siswa aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga,
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara
ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif dan induktif. Proses berpikir dilakukan secara sistematis dan empiris.
Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu,
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan
fakta yang jelas.
2. Hakekat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Hakekat masalah dalam PBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi
nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan
apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut, bisa dirasakan dari adanya
keresahan, keluhan, kerisauan atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi
pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari
buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Menurut Sanjaya, (2006:214) ada
beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pelajaran dalam
PBM:
a. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,
sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
b. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan
orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau
kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang
berlaku.
d. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa, sehingga setiap siswa merasa
perlu untuk mempelajarinya.
3. Tahapan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
33
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan PBM, John Dewey (dalam
Sanjaya, 2006:215) seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika
berpendapat, bahwa setidaknya ada 6 langkah PMB yang kemudian dinamakan
sebagai metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
a. Menyadari masalah
Implementasi PBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang
harus dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan
ini adalah siswa dapat menemukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi
dari berbagai fenomena yang ada.
b. Merumuskan masalah
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa
dapat menentukan prioritas masalah.
c. Merumuskan hipotesis
Melalui analisis sebab akibat inilah siswa diharapkan dapat menentukan
berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.
d. Mengumpulkan data
Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa untuk
mengumpulkan dan memilih data, kemudian memetakan dan menyajikan
dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.
e. Menguji hipotesis
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan
menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya
dengan masalah yang dikaji. Di samping itu, diharapkan siswa dapat
mengambil keputusan dan kesimpulan.
f. Menentukan pilihan penyelesaian
Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih
alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat
memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan
alternatif yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan
terjadi pada setiap pilihan.
C. Pembelajaran Kooperatif
1. Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2006:239). Ada empat
unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta dalam
kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap
anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
Sanjaya (2006: 241) mengatakan bahwa startegi pembelajaran
kooperatif ini bisa digunakan manakala:
a. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif, di samping usaha individual
dalam belajar.
b. Jika, guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar
saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.
c. Jika, guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman
lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
34
d. Jika, guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.
e. Jika, guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah
tingkat partisipasi mereka.
f. Jika, guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
2. Karakteristik Strategi Pembelajaran Kooperatif
Abrani Slavin dan Chambers (dalam Sanjaya, 2006: 241) berpendapat,
bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif,
yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perpektif perkembangan kognitif
dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa
penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota
kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap
individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan
mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan
kelompoknya.
Perspektif sosial, artinya bahwa melalui metode kooperatif setiap siswa
akan saling membantu dalam belajar. Karena setiap anggota kelompok
menginginkan memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan
mengevaluasi keberhasilan kelompoknya secara mandiri. Hal ini merupakan
iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan semua
kelompoknya memperoleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif, artinya bahwa dengan adanya
interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa
untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya
bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi
guna menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik
strategi pembelajaran kooperatif adalah: pembelajaran secara tim, didasarkan
pada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerja sama, dan keterampilan
bekerja sama.
3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif (Sanjaya,
2006:244), seperti dijelaskan di bawah ini:
a. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan penyelesaian suatu tugas
sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota
kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari bagi setiap anggota
kelompok bahwa keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan
ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua
anggota dalam suatu kelompok akan merasa saling bergantung antara satu
orang dengan lainnya.
b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Karena
keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap
anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan
tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk
keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu
35
memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian
individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.
c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas
kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka, saling memberi
informasi dan saling memberi pelajaran. Interaksi tatap muka akan
memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok
untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan
kelebihan masing-masing anggota dan mengisi kekurangan masingmasing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara hiterogen, yang
berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik
yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam
proses saling memperkaya antar anggota kelompok.
d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu berpartisipasi aktif
dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka
dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum
melakukan metode kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan
kemampuan berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai kemampuan
berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan
berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi
setiap anggotanya.
Perlu disadari, bahwa keterampilan berkomunikasi memang
memerlukan waktu. Siswa tidak mungkin dapat menguasainya dalam
waktu sekejap. Untuk itu, guru perlu terus melakukan pelatihan, sampai
pada akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk menjadi
komunikator yang baik.
4. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
a. Penjelasan Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokokpokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi
pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang
materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan
memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini
guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya
jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan metode demonstrasi.
Di samping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media
pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik minat siswa.
b. Belajar dalam Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok
materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada
kelompoknya masing-masing yang telah terbentuk sebelumnya.
Pengelompokan dalam pembelajaran kooperatif bersifat hiterogen, artinya
kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya,
baik perbedaan gender, latar belakang agama, sosial-ekonomi, dan etnik,
serta perbedaan akademik.
36
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan
siswa pada suatu permasalahan. Menurut Killen (dalam Sanjaya,
2006:152) tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu
permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami
pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Karena itu,
suatu diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi
lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu
secara bersama-sama.
Dilihat dari pengorganisasian materi pembelajaran, pada metode ini
bahan atau meteri pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya, serta tidak
disajikan secara langsung kepada siswa, materi pembelajaran ditemukan
dan diorganisir oleh siswa sendiri. Oleh karena itu, tujuan utama metode
ini bukan hanya sekedar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah
proses belajarnya.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam
pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga
diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru
dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Sedangkan yang mengatur
jalannya diskusi adalah guru itu sendiri. Kedua, diskusi kelompok kecil.
Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok
terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru
menyajikan masalah dengan beberapa sub masalah. Setiap kelompok
memecahkan sub masalah yang disampaikan guru tersebut. Proses diskusi
diakhiri dengan laporan setiap kelompok.
Jenis apa pun diskusi yang digunakan menurut Bridges (dalam
Sanjaya, 2006:153) dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengatur
kondisi agar: (1) setiap siswa dapat bicara mengeluarkan gagasan dan
pendapatnya; (2) setiap siswa harus saling mendengar pendapat orang
lain; (3) setiap siswa harus saling memberikan respons; (4) setiap siswa
harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide yang dianggap penting;
dan (5) melalui diskusi setiap siswa harus dapat mengembangkan
pengetahuannya, serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam diskusi.
Kondisi tersebut, ditekankan oleh Bridges, menurutnya diskusi
merupakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran berbasis pemecahan
masalah. Strategi ini diharapkan bisa mendorong siswa untuk dapat
meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah, serta dapat mengembangkan
pengetahuan siswa.
Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Langkah persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi diantaranya:
o Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat
umum maupun tujuan khusus.
o Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan
tujuan yang ingin di capai.
o Menetapkan masalah yang akan dibahas.
37
o Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis
pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala
fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis,
dan tim perumus, manakala diperlukan.
2) Pelaksanaan diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi
adalah:
o Memeriksa segala persiapan yang dianggap mempengaruhi
kelancaran diskusi.
o Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya
menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi
sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
o Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah
ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan
suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak
tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya.
o Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi
untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
o Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang
dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian
biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
3) Menutup diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi
hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut:
o Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai
dengan hasil diskusi.
o Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari
seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.
c. Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes
atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara
kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi
kemampuan setiap siswa, dan tes kelompok akan memberikan informasi
kemampuan tiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah
penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki
nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah
nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama
setiap anggota kelompok.
d. Pengakuan Tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang
dianggap paling menonjol atau paling berprestasi untuk kemudian
diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian
penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus
berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu
meningkatkan prestasi mereka.
38
D. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah melalui Kegiatan Pembelajaran
Kelompok
Dalam uraian di atas, telah dibahas konsep dan strategi pembelajaran
berbasis masalah dan pendekatan pembelajaran kooperatif yang dapat dirancang
guru dalam kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Berikut ini akan dipaparkan contoh rancangan
kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah melalui
kegiatan pembelajaran kelompok pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dibuat untuk satu kompetensi dasar (satu KD) yang
alokasi waktunya dapat satu atau lebih dari satu kali pertemuan.
1. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang
disampaikan secara langsung/ melalui rekaman
2. Materi Pembelajaran
Rekaman cerita, tuturan langsung (kaset, CD, buku cerita)
3. Metode Pembelajaran
Problem Based Learning dan Cooperatif
4. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan Pendahuluan
1) Apersepsi tentang karya sastra
2) Menanyakan kepada peserta didik tentang manfaat memahami karya
sastra
3) Memberikan motivasi pentingnya membaca karya sastra
4) Menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Kegiatan Inti
1) Siswa melihat rekaman pertunjukan drama di monitor.
2) Setiap siswa diminta mengamati latar, alur, penokohan, konflik,
amanat dalam drama.
3) Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil.
4) Guru menyampaikan masalah-masalah yang berlawanan dengan yang
ada di dalam cerita..
5) Siswa mendiskusikan dan memecahkan masalah tersebut dengan
kelompknya.
6) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, sedangkan guru
memfasilitasi siswa.
7) Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi.
c. Kegiatan Penutup
Guru menunjuk siswa secara acak untuk mengemukakan pendapatnya
mengenai pengalaman belajar selama menyelesaikan tugas secara
individu maupun kelompok
39
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah. Melalui metode ini, siswa lebih kreatif
dan berani melakukan hal-hal baru serta pengalaman baru dari materi yang
dipecahkan.
2. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Metode pembelajaran ini
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama, saling berpendapat,
dan menerima keputusan bersama. Karakteristik utama dari pembelajaran
model kooperatif ini adalah bahwa siswa saling memberi dan menerima
pembelajaran.
3. Menggabungkan dua metode ini akan membuat siswa semakin banyak
memperoleh pengalaman belajarnya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Lalu Muhammad, Proses Belajar Mengajar Pendidikan,
Nasional, 1993.
Jakarta: Usaha
Daroeso, Bambang, Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila, Semarang:
Aneka Ilmu, 1989.
Djamarah,Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineksa Putra, 2002.
Djamarah,Syaiful Bahri, psikologi belajar, Rineksa Putra, 2002.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana, Prenada Media Group, 2006.
Silberman, Melvin L, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung:
Nusamedia, 2006.
Sudjana, Dkk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK,
Universitas Negeri Malang, 2006.
Sutrisno, Hadi, Statistik Jilid II. Yogyakarta : PT. Cipta Karya, 1992.
Widjaja, Eddy Soewardi Karta.
Bandung, 2002.
Pengukuran dan Hasil Belajar. Sinar Baru,
Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1992.
41
Download