PERBEDAAN ANTARA STRATEGI PERIKLANAN AFEKTIF DAN STRATEGI PERIKLANAN RASIONAL TERHADAP MINAT MEMBELI KONSUMEN Eka Oktaviana Drs. Sumaryono, M.Si INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apa ada perbedaan strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli konsumen. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli konsumen. Minat membeli konsumen yang melihat tayangan iklan dengan menggunakan strategi periklanan afektif lebih tinggi daripada minat membeli konsumen yang melihat tayangan iklan dengan menggunakan strategi periklanan rasional. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa wanita Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia, dengan kriteria berumur 18-23 tahun. Adapun skala yang digunakan adalah skala minat membeli yang penulis susun sendiri berdasarkan berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Howard (1994). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,5 untuk menguji apakah terdapat perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli konsumen. Komparasi uji-t menunjukkan perbedaan sebesar t= -1,286 dengan p=0,076 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli. Jadi hipotesis penulis ditolak. Kata kunci : Strategi Periklanan Afektif, Strategi Periklanan Rasional dan Minat Membeli Konsumen Pengantar Kebutuhan manusia sangat bermacam-macam. Apalagi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari saat ini memiliki banyak pilihan yang dapat dipergunakan. Konsumen sering dibuat bingung dengan banyaknya pilihan barang atau jasa yang memiliki keunggulan-keunggulan masing-masing. Barang atau jasa yang memiliki keunggulan yang lebih dibanding saingannya mampu menarik minat konsumen, sehingga terjadilah dalam perusahaan menyusun strategi persaingan agar konsumen tertarik untuk mengkonsumsi produk yang mereka produksi dibanding produk saingannya. Persaingan antar perusahaan terjadi agar produk mereka laku di pasaran. Berbagai cara perusahaan dilakukan untuk menarik minat beli konsumen sehingga mampu mengembangkan tingkat penjualan mereka. Jika tingkat penjualan produk mereka besar artinya banyak konsumen yang berminat membeli dan akhirnya membeli produk tersebut. Salah satunya yaitu melalui periklanan. Salah satu aspek dari bauran promosi ini dikenal cukup efektif dalam membangun minat konsumen, baik itu melalui media elektronik, media cetak dan lain sebagainya. Penanaman suatu informasi dan mempersuasi konsumen untuk berminat dalam membeli suatu produk merupakan hal yang penting apakah iklan yang digunakan efektif atau tidak. Strategi dalam periklanan yang melibatkan suatu keputusan konsumen dalam membeli suatu produk bisa dijadikan dua kategori, yaitu : afektif atau emosional dan rasional. Strategi periklanan afektif atau secara emosional lebih mendasarkan aspek emosi, seperti kebanggaan, eksklusif, keinginan untuk selalu dihargai, prestisius dan sebagainya. Sedangkan strategi periklanan rasional mendasarkan alasan logis dan rasional, apakah karena nilai gunanya atau waktu penggunaan yang tepat (Agustrijanto, 2001). Penggunaan testimoni dalam suatu iklan dapat dikatakan sebagai strategi periklanan afektif, karena disini konsumen dilibatkan secara emosional tentang pendapat orang lain mengenai halnya produk yang diiklankan. Seperti dalam iklan Dove, baik itu dalam produk sabun, pembersih wajah dan shampoo. Kebanyakan iklan yang dibuat untuk produk ini menggunakan bukan seorang Ad women (wanita yang hanya ada dalam iklan) tetapi wanita biasa. Disebutkan sebagai wanita biasa karena mereka yang tampil dalam iklan ini bukanlah seorang artis yang biasa di dalam dunia hiburan, tetapi seorang ibu rumah tangga, mahasiswa, wanita karier dan profesi lainnya. Dengan harapan tidak hanya model iklan saja yang bisa mendapatkan hasil yang bagus setelah menggunakan produk ini, tetapi wanita mana saja dengan profesi apa saja pun akan mendapat hasil yang sama dengan model iklan mereka. Berbeda dengan strategi periklanan rasional, dimana iklan ini menunjukkan hanya pada keunggulan produk saja, biasanya disertai dengan desain teknis atau cara penggunaan dan keuntungan yang didapat setelah menggunakan produk. Sebagai salah satu contoh dalam produk pelembab wanita yaitu iklan produk Pond’s. Iklan Pond’s selama ini selalu menggunakan ad women yang menggambarkan sosok wanita cantik, putih, mulus dan menarik. Mereka tidak pernah menggunakan model yang asal dalam mempresentasikan produk mereka ini, dengan anggapan konsumen akan lebih percaya bahwa dengan menggunakan produk Pond’ s akan seperti model yang ada dalam iklan tersebut. Maka tak heran dalam beberapa tahun ini Pond’s selalu berada dalam jajaran lima besar untuk kategori produk pelembab wajah sebagai salah satu produk yang berhasil mendapatkan ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award) (Swa, 2001). Selain iklan Dove, yang menggunakan strategi periklanan afektif yaitu iklan produk Olay. Produk yang bisa dibilang cukup tua karena sudah ada sejak tahun 70-an yang lebih dikenal dengan Oil Of Ulan ini menjadi salah satu pesaing produk pelembab wajah Pond’s. Disini penulis membandingkan kedua produk ini karena iklan produk Pond’ s menggunakan strategi periklanan rasional dan iklan produk Olay menggunakan strategi periklanan afektif dan rasional juga. Menurut data dari Nielsen Media Research, tahun 2002 merek Pond’ s mengeluarkan dana tak kurang dari Rp.46 milliar, lalu tahun 2003 meningkat menjadi Rp.97 milliar, dan pada tahun 2004 mengeluarkan dana untuk iklan sebesar Rp. 133 milliar. Pond’s mengeluarkan dana yang tidak kecil itu untuk mengkomunikasikan pesan agar konsumen berminat terhadap produknya. Karena media televisi dianggap media yang paling efektif maka tak heran mereka beriklan untuk menjangkau target yang besar (www.kompas.com/marketing/news/). Berbeda dengan Olay, menurut data Nielsen Media Research pada tahun 2002 merek ini hanya mengeluarkan dana sekitar Rp.4,6 milliar, kemudian pada tahun 2003 meningkat sedikit menjadi Rp.5,4 milliar. Namun pada tahun 2004 dana promosinya turun menjadi Rp.5,3 milliar. Josy Rizka, Assistant Brand Manager Olay menguraikan bahwa Olay meyakinkan konsumen yang memiliki perceived quality yang bagus. Salah satunya dengan mengadakan semacam testimony dengan mengundang selebriti dan beauty editors untuk membuktikan kualitas pelembab Olay. Olay memberikan semacam edukasi dalam promosi iklannya yaitu dengan meyakinkan dan menyadarkan konsumen bahwa secara alamiah setiap manusia itu bertambah tua, yang mungkin bisa dilakukan adalah membuat tanda-tanda penuaan datang lebih lambat dengan memiliki kulit yang sehat (www.kompas.com/marketing/news/). Periklanan yang memperkenalkan produk yang diperkenalkan oleh para produsen melalui berbagai media, akan menyebabkan konsumen menuntut adanya kulaitas. Jika kualitas dan persepsi terhadap produk rendah dibandingkan dengan produk sejenis dari pihak saingannya, maka besar kemungkinan konsumen akan beralih pada produk saingan tersebut. Untuk itu, dengan memberikan testimoni dalam suatu produk dengan maksud mampu menjangkau konsumen untuk berminat membeli produk yang ditawarkan dan dapat memberikan satu nilai lebih apabila dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Hal ini diasumsikan akan dapat lebih menarik minat membeli konsumen. Minat membeli menurut Markin (1972) adalah suatu aktivitas psikis yang timbul karena perasaan senang terhadap suatu objek yang diinginkan. Perasaan senang akan sesuatu yang menarik perhatian akan mendorong untuk berusaha melibatkan diri atau melakukan aktivitas tertentu terhadap objek secara wajar dan tanpa paksaan yang kemudian akan direalisasikan dengan adanya pembelian. Hadipranata (1989) menyebutkan bahwa minat ini dalam dinamika perilaku konsumen diartikan sebagai kepentingan yang komposisinya terdiri dari kebutuhan perorangan (individual needs) dan tuntutan masyarakat (social demands). Dinamika dan intensitas kepentingan tersebut ditentukan oleh jangkauan cakrawala wawasan seseorang. Bobot jangkauan ini dipengaruhi oleh pembentukan persepsi dalam proses pemberian informasi. Definisi lain mengenai minat membeli yang dikemukakan oleh Howard (1989) menyebutkan bahwa minat membeli atau intention to buy merupakan suatu keadaan mental yang mencerminkan rencana konsumen untuk membeli sejumlah produk dengan merek tertentu dalam periode tertentu pula. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (1994) menyebutkan bahwa minat membeli merupakan salah satu tahapan aktivitas psikis dalam proses pembentukan perilaku membeli yaitu : a. Mengetahui. Pada tahap awal ini individu mengetahui adanya informasi tetapi masih sangat terbatas mengenai suatu tertentu yang bersifat baru. b. Minat. Individu merasa tertarik akan suatu produk dan berusaha mendapatkan informasi lebih lanjut. Pada tahap ini individu mulai terlibat secara psikologis dengan produk. c. Evaluasi. Berdasar informasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya individu akan mengambil keputusan dengan melakukan mental trial yaitu mengkaji keuntungan dan kerugian yang akan diperolehnya dengan membeli produk. Jika mental trial ini hasilnya positif individu akan melakukan pembelian. Sebaliknya jika dirasa merugikan, individu akan menolak membeli produk. d. Mencoba. Pada tahap ini individu membeli dan mencoba menggunakan produk sesuai dengan konsep yang terbentuk dalam tahap evaluasi. Pengalaman dari percobaan ini akan menghasilkan tahap selanjutnya yaitu adopsi atau penolakan. e. Adopsi atau penolakan. Jika individu merasa puas dengan produk, ia akan secara tetap menggunakan produk tersebut. Sebaliknya jika individu merasa tidak puas, ia akan menolak untuk menggunakan produk lebih lanjut. Howard (1994) mengemukakan bahwa minat membeli dibentuk melalui sikap (attitude) dan kepercayaan diri (confidence) dengan melibatkan aspekaspek sebagai berikut : a. Aspek sikap merupakan evaluasi perasaan dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu obyek atau gagasan. Terdiri dari tiga dimensi yaitu : kognisi, afeksi dan konasi. Yang dimaksudkan kognisi dalam aspek sikap ini yaitu proses pembelajaran konsumen dalam memahami keuntungan yang didapat dari suatu produk. Sedangkan afeksi dalam aspek sikap diartikan suatu sikap atau perasaan yang ditunjukkan konsumen terhadap produk yang dituju. Konasi yaitu hubungan konsumen dengan lingkungan masyarakat sekitarnya yang mempengaruhinya terhadap produk yang dituju. b. Aspek kepercayaan adalah gambaran tentang apa yang dipikirkan seseorang tentang sesuatu. Terdiri dari tiga dimensi, yaitu : kualitas, harga dan ketersediaan. Kepercayaan konsumen bahwa kualitas yang bagus, harga yang bersaing dan adanya ketersediaan produk merupakan penentu dari produk yang akan dibeli atau tidak. Sedangkan menurut Dharmmesta (1984) aspek-aspek yang membentuk minat membeli adalah : a. Aspek produk, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap tindakan memebli suatu produk ditinjau dari segi mutu, ciri, desain, merek dan kemasan produk. b. Aspek harga, yaitu penilaian individu terhadap perbandingan antara nilai yang harus dibayar dengan manfaat yang akan diperoleh dalam tindakan pembelian suatu produk. c. Aspek promosi, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap informasi keberadaan suatu produk dan usaha mempengaruhi individu untuk membelinya. d. Aspek distribusi, yaitu penilaian individu terhadap tindakan membeli ditinjau dari kontinuitas keberadaan suatu produk dan kemudahan untuk memperolehnya. Dinamika keempat aspek tersebut akan menjadi bahan pertimbangan individu dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk. Minat membeli dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : personal selling (penjualan pribadi), promosi penjualan, publisitas dan iklan. Dalam penelitian ini akan dilihat lebih jauh timbulnya minat beli karena strategi periklanan. Setiadi (2003) mengemukakan definisi standar dari periklanan biasanya mengandung enam elemen yang terkandung dalam pendapat para ahli sebelumnya, yaitu : 1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, 2. Alam iklan terjadi proses identifikasi sponsor, 3. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen, 4. Periklanan memerlukan elemen media massa merupakan sarana untuk menyampaikan pesan kepada audiens sasaran, 5. Bersifat non-personal, 6. Audiens, kelompok konsumen yang akan dijadikan sasaran pesan. Iklan juga mempunyai dampak psikologis tertentu terhadap konsumen, hal ini dapat ditinjau dari aspek fungsi periklanan dan aspek terjadinya arus informasi dari iklan yang diterima konsumen (Rotzoll, 1986). Lebih lanjut dikemukakan bahwa fungsi dasar iklan ada empat yaitu : precipitation, persuation, reinforcement dan reminder (Rotzoll, 1986). Precipitation adalah suatu fungsi yang dapat mengakibatkan percepatan perubahan suatu kondisi konsumen dari keadaan yang semula tidak dapat mengambil keputusan (tidak berminat) terhadap suatu produk menjadi dapat mengambil keputusan (berminat) terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini menyebabkan konsumen menjadi lebih sadar dan lebih tahu terhadap produk dan membuat konsumen menjadi lebih meningkatkan kebutuhan terhadap produk tersebut. Fungsi dasar kedua yaitu persuation menjelaskan bahwa dampak iklan terasa pada pembangkitan emosi konsumen, karena iklan dapat memenuhi kebutuhan akan menolong orang lain, seperti konsumen menjadi senang, suka, cinta, karena menggunakan produk tersebut. Setelah itu, dengan membagi informasi tentang produk tersebut dapat mempengaruhi orang lain untuk menggunakan produk yang sama. Akibat terakhir orang lain akan ikut membeli dan memakai produk yang ditawarkan secara tetap. Fungsi dasar iklan ketiga yaitu reinforcement adalah dampak yang meneguhkan para konsumen pada suatu keputusan yang telah diambil sebelumnya. Meskipun ada informasi lain yang masuk tentang produk yang sama namun pesan iklan dirasakan melegitimasi keberadaan pembeli terhadap produk tersebut dan meyakinkan keputusan yang telah dibuatnya. Fungsi terakhir yaitu reminder, merupakan fungsi dasar iklan yang mempunyai dampak semakin meneguhkan keputusan terhadap suatu merek produk yang telah dipakai. Hal ini akan menyebabkan konsumen tetap bertahan terhadap produk tersebut, produk yang telah menjadi bagian dari kesehariannya dan tidak boleh diganti dengan produk yang lain jika produk tersebut masih beredar di pasaran. Keempat fungsi dasar periklanan tersebut menjelaskan bahwa pesanpesan iklan akan mempersuasi konsumen dengan mengubah perasaan, Hal ini mengakibatkan konsumen membagi informasi kepada orang lain sehingga ikut membeli. Karena konsumen sudah berstatus pembeli maka pesan dapat mengakibatkan seorang konsumen diteguhkan dan selalu diperingatkan agar selalu loyal terhadap produk yang dipilihnya tersebut. Menurut Wells dkk (1993) strategi periklanan mengarah pada perkembangan dari perencanaan komunikasi persuasif. Berbeda dengan pendapat Assael (1992) yang menyatakan strategi periklanan didasarkan pada komunikasi yang bermanfaat tentang keinginan konsumen (dalam pandangan portabilitas dan resolusi yang tinggi). Dalam Kamus Psikologi (Chaplin, 2002) mendefinisikan afeksi sebagai kasih sayang, kesayangan, cinta; perasaaan yang sangat kuat; satu kelas yang luas dari proses-proses mental, termasuk perasaan, emosi, suasana hati, dan temperamen. Jadi dapat disimpulkan bahwa, strategi periklanan afektif adalah strategi perencanaan dalam komunikasi persuasif guna mencapai target sasaran yaitu konsumen dengan melibatkan perasaan, emosi, suasana hati dan temperamen mereka. Dalam Kamus Psikologi (Chaplin, 2002) mendefinisikan rasional yaitu menyinggung penalaran; atau dicirikan oleh adanya penalaran; dipengaruhi oleh nalar, dan tidak oleh emosi. Strategi periklanan rasional, adalah strategi perencanaan dalam komunikasi persuasif guna mencapai target sasaran yaitu konsumen dengan melibatkan kognitif, penalaran logikal mereka. Untuk dapat menimbulkan minat membeli konsumen salah satunya adalah dengan pemberian informasi yang menarik tentang produk yang ditawarkan. Cara-cara untuk memberikan informasi yang menarik adalah iklan yang merupakan salah satu sumber informasi konsumen (Kotler, 2001). Fred, dkk (1983) menyatakan bahwa sekali sebuah iklan telah menarik perhatian pembaca, pendengar atau pemirsa, pasti dapat membangun minat konsumen. Pokok berita dari sebuah iklan harus berhubungan dengan kebutuhan, permasalahan atau urusan pembaca iklan itu sendiri. Ada beberapa teknik yang dapat melibatkan target pemirsa dalam sebuah material iklan : 1. Menanyakan sebuah pertanyaan. Pertanyaan yang sederhana dan cerdas dalam kepala berita atau pokok berita dalam sebuah iklan dapat melibatkan konsumen dengan menimbulkan respon. Pikiran konsumen secara aktif akan ikut serta dengan pesan iklan. Ketika sebuah pertanyaan iklan diajukan maka juga harus ada jawaban atau menyediakan sumber jawaban yang dapat ditemukan untuk menghindari frustrasi terhadap iklan. Hal ini sesuai dengan strategi periklanan rasional, dimana terdapat proses kognitif sehingga menghasilkan suatu pemikiran yang logis/masuk akal. 2. Menggunakan hal yang disukai. Kepribadian yang baik, ingatan yang membuat perasaan menjadi hangat, peristiwa yang menyenangkan mampu membantu dalam mempertahankan minat. Sesuai dengan strategi periklanan afektif, karena di dalamnya mengandung unsur-unsur emosional yaitu tentang hal-hal yang menyenangkan/disukai. 3. Menarik perhatian panca indera. Penarik perhatian yang kuat untuk seluruh panca indera melalui kata-kata yang menarik atau tampilan visual yang impresif mampu membangun minat konsumen dalam membeli suatu produk atau jasa. 4. Mampu menarik emosi. Tayangan atau gambaran seseorang, suatu objek atau suatu pikiran yang dapat memanggil ingatan dari pengalaman tertentu yang mampu diidentifikasi oleh konsumen. Hal seperti itulah yang mampu membangkitkan minat seperti bentuk yang jelas dari gambaran mental pengalaman yang diasosiasikan dan perhatian yang besar oleh konsumen. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa suatu iklan harus mampu menarik dan membangun minat membeli konsumen baik iklan itu menggunakan strategi periklanan afektif maupun strategi periklanan rasional. Namun dari keempat poin yang disebutkan terdapat dua poin yang menyatakan bahwa minat dapat muncul atas dasar rasa emosional (afeksi) konsumen, sedangkan hanya satu poin yang menyatakan konsumen akan berminat terhadap suatu produk berdasarkan iklan yang menggunakan sisi rasionalnya. Menurut Chaffe (dalam Rakhmat, 1991) efek komunikasi meliputi : efek kognitif, afektif dan behavioral. Efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsi sehingga berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsi sehingga berkaitan dengan emosi, sikap dan nilai. Efek behavioral menunjuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan afektif atau iklan yang memasukkan unsur perasaan atau emosi cenderung lebih efektif dalam membangun minat membeli konsumen, dimana adanya keterlibatan emosi tersebut yang membuat konsumen merasa bahwa produk atau jasa yang ditawarkan dalam iklan itu ada kaitannya dengan mereka sehingga ada keinginan atau minat konsumen untuk membeli produk atau jasa tersebut. Berbeda jika dibandingkan dengan iklan yang menggunakan proses penalaran atau rasional terlebih dahulu, dimana keunggulan produk lebih ditonjolkan. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa, dengan subyek penelitian mahasiswa wanita Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan skala minat membeli. 1. Eksperimen Metode eksperimen adalah metode pengumpulan data yang mencari hubungan sebab akibat atau untuk menyelidiki suatu kondisi terhadap gejala (Hadi, 1988). Desain eksperimen yang digunakan adalah desain praeksperimen (pre-experimental) adalah eksperimen yang dilakukan dengan tanpa melakukan pengendalian terhadap variabel-variabel yang berpengaruh, dalam penelitian ini yang diutamakan adalah perlakuan saja, tanpa ada kelompok kontrol (Latipun, 2004). Eksperimen dilakukan dengan memberikan tayangan iklan sebagai perlakuan yang berbentuk iklan audiovisual. Perlakuan ini terdiri dari dua iklan. Iklan pertama merupakan iklan yang menggunakan strategi periklanan afektif, yaitu dengan menampilkan model yaitu keluarga Haque (artis Marissa Haque, Soraya Haque dan Shahnaz Haque) berada dalam ruangan dimana mereka membicarakan tentang produk Olay dengan pendapat mereka masing-masing. Disebutkan sebagai iklan yang menggunakan strategi periklanan afektif karena, model memaparkan pendapat mereka pribadi tentang produk. Sedangkan iklan kedua merupakan iklan dengan menggunakan strategi periklanan rasional, yaitu dengan menampilkan dua orang model yang digambarkan sedang berbincangbincang tentang produk Olay dan narator memaparkan keuntungan dari produk Olay tersebut. Disebutkan sebagai iklan yang menggunakan strategi periklanan rasional karena, model hanya berpura-pura membincangkan tentang kulit wajah mereka dan yang memaparkan tentang produk adalah sang narator. 2. Skala Minat Membeli Dalam menggali minat membeli subjek penelitian digunakan skala minat membeli yang merupakan sejumlah pernyataan yang harus dipilih oleh responden. Skala minat membeli yang merupakan sejumlah pernyataan yang harus dipilih oleh responden. Skala minat membeli ini memuat aitem-aitem yang disusun peneliti berdasarkan aspek sikap yaitu kognisi, afeksi dan konasi; dan aspek kepercayaan yaitu kualitas, harga dan ketersediaan. Skala minat membeli ini digunakan untuk mengungkap bagaimana minat membeli konsumen terhadap suatu produk yang ditampilkan dalam iklan. Skala ini disusun berdasarkan aspek minat membeli sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Howard (1994), yang terdiri dari dua aspek yaitu aspek sikap : kognitif, afektif dan konatif, serta aspek kepercayaan : kualitas, harga dan ketersediaan. Skala ini terdiri dari 57 aitem, 30 aitem fovourabel dan 27 aitem unfavourabel. Semua butir dalam skala ini terdiri dari dua kelompok pernyataan yang mendukung minat membeli. Penilaian untuk pernyataan yang favorabel yaitu pernyataan yang mendukung minat membeli dan yang bersifat unfavorabel yaitu pernyataan yang tidak mendukung minat membeli. Penilaian untuk pernyataan yang favorabel secara berurutan diberi nilai empat untuk jawaban Sangat Setuju, tiga untuk jawaban Setuju, dua untuk jawaban Tidak Setuju, dan satu untuk jawaban Sangat Tidak Setuju. Penilaian pernyataan yang unfavorabel digunakan kebalikan dari cara penilaian pernyataan yang favorabel, yaitu nilai satu untuk jawaban Sangat Setuju, dua untuk jawaban Setuju, tiga untuk jawaban Tidak setuju, dan empat untuk jawaban Sangat Tidak Setuju. Penghitungan statistik dilakukan dengan komputer menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) for Windows versi 11.5 dengan metode t-test (uji-t). Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli. Hasil Penelitian Gambaran tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian dibawah ini, dimana dari data tersebut dapat diketahui fungsi-fungsi statistik dasar yang dapat dilihat secara lengkap pada tabel 1 berikut: Tabel 1 : Deskripsi hasil penelitian Minat Membeli Hipotetik Variabel X Max X Min Mean Minat Membeli 228 57 142,5 SD X Max 28,5 192 Empirik X Min Mean 48 120 SD 24 Kemudian dilakukan uji asumsi sebelum pengolahan data atau uji hipotesis. Uji asumsi mencakup uji normalitas dan uji homogenitas. Uji asumsi merupakan syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai perbandingan agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. Uji normalitas dengan menggunakan teknik one sample kolmogorovsmirnov test dari program SPSS 11.5 for windows. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2 : Hasil Uji Asumsi Normalitas Variabel Skor KS-Z Minat Membeli 0.89 P 0.40 Keterangan Normal Syarat agar data memiliki sebaran normal adalah p > 0,05. Hasil uji normalitas yang tertera pada tabel 5 diketahui bahwa variabel minat membeli memiliki p = 0,40 (P>0,05) sehingga minat membeli memiliki sebaran normal atau setiap data terdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 11.5 for windows yaitu untuk statistic compare means. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel minat membeli diperoleh nilai t (uji Levene) sebesar 4,66 dan p = 0,04 (p < 0,05). Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3 : Hasil Uji Asumsi Homogenitas Variabel Uji Levene P Keterangan Minat Membeli 4,66 0.04 Tidak homogen Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat membeli konsumen yang melihat tayangan iklan afektif ada beda dengan konsumen yang melihat tayangan iklan rasional. Analisis statistik menggunakan bantuan program SPSS 11.5 for windows. Hasil analisis menunjukan t = -1,29 dengan p = 0,08. Hasil perhitungan dapat dilihat pada table 4 berikut ini : Tabel 4 : Hasil Uji Hipotesis t-test Variabel t P Keterangan Minat Membeli -1,29 0.08 Hipotesis ditolak dengan demikian hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan antara strategi periklanan rasional dan strategi periklanan afektif dengan minat membeli konsumen” ditolak. Pembahasan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara strategi periklanan rasional dan strategi periklanan afektif dengan minat membeli konsumen. Hasil analisis t-test dari penelitian ini menunjukan bahwa angka t = -1,286 dengan p = 0,076 (p > 0,05), sehingga diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli konsumen. Penelitian ini menggambarkan bahwa strategi periklanan afektif tidak berbeda dengan strategi periklanan rasional ditinjau dari minat membeli konsumen, dimana strategi periklanan afektif dianggap lebih mampu menarik minat membeli konsumen daripada strategi periklanan rasional. Hal ini disebabkan oleh karena tidak semua penyampaian informasi secara emosional mampu menggerakkan minat membeli konsumen terhadap produk tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena adanya tidak ada perbedaan minat membeli antara konsumen yang melihat tayangan iklan afektif dan konsumen yang melihat tayangan iklan rasional. Strategi periklanan afektif yang lebih menonjolkan sisi emosional dalam meraih hati konsumen untuk membeli suatu produk dianggap lebih efektif daripada strategi periklanan rasional yang hanya menonjolkan keunikan dan keuntungan dari produk itu sendiri. Karena adanya anggapan bahwa iklan yang menonjolkan keunikan dan kelebihan produk dalam perkembangan dunia periklanan masa kini, aturan tersebut sudah dianggap konvensional. Tetapi strategi periklanan afektif mungkin belum dapat menjaring konsumen yang selama ini selalu diperlihatkan iklan-iklan yang hanya menayangkan keuntungan dari pemakaian produk, hasil setelah menggunakan produk tersebut, dan bukan pada sisi emosionalnya, bahwa jika menggunakan produk tersebut akan memberikan perasaan puas yang berbeda jika hanya diperlihatkan keunikan suatu produk. Banyak praktisi iklan dan dan akademisi menyadari bahwa produk-produk kerapkali dibeli karena faktor emosional serta daya tarik emosi bisa sangat sukses bila digunakan secara pantas serta pada produk-produk yang tepat. Penggunaan emosi dalam periklanan memainkan daya tarik positif dan negatif, termasuk daya tarik roman, nostalgia, gairah, kesenangan, kegembiraan, rasa takut, dan penyesalan (Shimp, 2000). Hipotesis dalam penelitian ini ditolak, dikarenakan adanya faktor dari adanya desain eksperimen yang kurang diperhatikan oleh peneliti. Latipun (2004) mengemukakan bahwa desain eksperimen berguna untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimal mengenai proses perencanaan dan pelaksanaan eksperimen yang dilakukan. Menurut Nazir (1988) (dalam Latipun, 2004) ada tiga prinsip dasar yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan validitas eksperimen yaitu : pertama, replikasi, merupakan pengulangan perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang sama atau kelompok berbeda dalam satu rangkaian eksperimen. Kedua, randomisasi, dengan tujuan mengurangi bias yang disebabkan oleh kesalahan sistematis yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti di dalam menentukan subjek-subjek yang akan diteliti. Ketiga, kontrol internal, adalah upaya pengendalian kondisi lapangan dari yang heterogen menjadi homogen. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa strategi periklanan afektif tidak berbeda dengan strategi periklanan rasional, faktor yang dapat mempengaruhi salah satunya adalah dari factor kontrol internal yang kurang diperhatikan peneliti yaitu dari pelaksanaan penelitian eksperimen ini dilakukan di dua kelas yang berbeda, sehingga dapat dimungkinkan bahwa karena adanya perbedaan kelas ini membuat hasil penelitian tidak berbeda. Selain perbedaan kelas dimana ruang kelas pertama ukurannya lebih kecil daripada kelas kedua sehingga dapat mempengaruhi kualitas suara pada saat penayangan iklan, kualitas pada saat penayangan juga berbeda, yaitu pada saat menayangkan iklan afektif menggunakan fasilitas notebook, sedangkan di kelas lain menggunakan fasilitas komputer (bukan notebook). Serta dari factor replikasi, dimana pengulangan perlakuan yaitu penayangan iklan pada kela yang ditayangkan iklan afektif sebanyak empat kali, sedangkan pada kelas yang ditayangkan iklan rasional sebanyak 6 kali. Hal ini dikarenakan suara yang kurang jelas dari sumber penayangan yaitu suara speaker komputer dan notebook kadang-kadang terdengar kurang bagus dan kadang-kadang terdengar jelas. Selain hal tersebut, yang dapat mempengaruhi penelitian ini yaitu tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu iklan cenderung berbeda-beda. Ada konsumen yang hanya sekedar mencari informasi tentang suatu produk yang diiklankan, tetapi ada pula konsumen yang mudah terpengaruh oleh isi iklan karena rasa penasaran terhadap produk tersebut. Selain itu juga ada konsumen yang hanya mau menerima iklan yang mampu mengangkat keunggulan dari suatu produk dan bukan dari rasa emosionalnya, ada pula konsumen yang hanya melihat iklan dengan sebelah mata, karena ada banyak hal yang mungkin mempengaruhinya. Apakah produk tersebut tidak sesuai dengan keadaan dirinya, atau memang iklan itu tidak dapat membangun minatnya terhadap produk yang diiklankan. Jika dilihat dari sudut pandang iklan yang ditayangkan, durasi penayangan, suara, serta teknik visualnya sudah cukup bagus dalam memperlihatkan strategi periklanan yang dipakai. Tetapi model yang digunakan dalam iklan tersebut mungkin kurang mampu dalam menuntun konsumen untuk berminat membeli produk tersebut. Meski tidak menutup adanya kemungkinan bahwa ada beberapa responden yang berminat dengan produk tersebut karena model atau artis tersebut telah merasakan manfaat dari keunggulan produk tersebut. Kesimpulan Hasil analisis t-test dari penelitian ini menunjukan bahwa angka t = -1,286 dengan p = 0,076 (p > 0,05), sehingga diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli konsumen. Maka tidak adanya perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli konsumen dapat dipengaruhi dari sisi konsumen itu sendiri, yaitu tingkat penerimaan konsumen terhadap isi iklan produk tersebut, serta dari sisi iklan yang ditayangkan mungkin kurang mampu menuntun konsumen untuk berminat membeli produk yang ditampilkan dalam iklan tersebut, serta tidak terpenuhinya desain eksperimen. Dari kesimpulan hasil penelitian, penulis mempunyai beberapa saran, yaitu sebagai berikut : 1. Bagi praktisi periklanan dapat mengangkat keunggulan atau kelebihan dari suatu produk baik dari sisi rasional maupun dari sisi afeksi atau emosional. Karena dibutuhkan lebih dari satu strategi periklanan dalam menarik perhatian serta minat konsumen dalam menerima suatu iklan. 2. Bagi peneliti selanjutnya, untuk memperdalam penelitian eksperimen semacam ini dengan : a. Memperluas ruang lingkup penelitian ini dengan memperluas populasi, misalnya dengan meneliti konsumen dari berbagai profesi, usia, dan lain sebagainya. b. Memperdalam penelitian ini dengan mengadakan penelitian pada beberapa jenis periklanan dan beberapa jenis produk. c. Memperkaya penelitian dengan meneliti pengaruh strategi periklanan terhadap konsumen wanita dan konsumen dari beberapa tingkatan usia, status sosial ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya DAFTAR PUSTAKA Agustrijanto. 2001. Copywriting. Bandung : Penerbit PT Remaja Rosda Karya Andy.2004. http://www.markplus.com/discussion_view.php?tid=28 Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :PT Bina Aksara Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. 4th Edition. Boston : PWS-KENT Publishing Company Azwar, S. 1997. Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar _______. 1999. Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Bergendorff, Fred L., dkk. 1983. Broadcast, Advertising & Promotion!. New York : Communication Arts Books Britt, S.H., 1966. Consumer Behavior and The Behavior Sciences : Theories and Application. New York : John Wiley and Sons, Inc Chaplin, P. James. 2002. Kamus Lengkap Psikologi , Penerjemah : Dr.Kartini Kartono.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Crow, L.D And Crow, A. 1973. General Psychology. New Jersey : Littlefield, Adams and co Dewanto, Krisno. 1994. Perbedaan Efektivitas Jenis Naskah Iklan Terhadap Minat Membeli Remaja. Skripsi.(Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Dharmmesta, Basu Swastha. 1986. Azas-azas Marketing. Yogyakarta : Penerbit Liberty Engel, F.J., Blackwell, R.D dan Miniard, P.W. 1990. Consumer Behavior. 6th Edition. Chicago : The Dryden Press Farbey, A.D., 1997. How To Produce Succesfull Advertising. Jakarta : Gramedia Hadi, S. 1995. Metodologi Research jilid 2. Yogyakarta : Penerbit Andi ______. 2000. Metodologi Research jilid 3. Yogyakarta : Penerbit Andi ______. 2004. Metodologi Research jilid 4. Yogyakarta : Penerbit Andi Jefkins, F.F., 1996. Introduction to Marketing Advertising and Public Relation. London : McMillan Press Ltd Jewler, A. Jerome. 1992. Creative Strategy In Advertising, 4th Edition. Belmont, California. Wadsworth Publishing Company Howard, John A. 1994. Buyer Behavior In Marketing Strategy, Second Edtion. Prentice Hall International Kasali, R. 1995. Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta : PT Temprint Kotler, P. 1988. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. New Jersey : Prentice Hall Kotler, P. dan Armstrong, G. 199 . Principles of Marketing. Pearson Education Int Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen. Edisi Kedua. Malang : UMM Press Rahmat, J. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya Rotzoll, Haetner. 1986. Advetising in Contemporary Society : Perspectives Toward Understanding. Cincinnati West Chicago : South Western Publishing Company Sciffman, L.G. & Kanuk, L.L. 1997. Consumer Behavior. New Jersey : Prentice Hall International Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Penerbit Kencana Shimp, Terence A. 2000. Periklanan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu Jilid 1, Edisi Ke-5. Jakarta : Penerbit Erlangga Swa Sembada. 2004.ICSA Index 2004, Peringkat Merek-Merek Paling Memuaskan. Jakarta : Penerbit Yayasan Sembada Swakarya Wahjubroto, Sigit. 1994. Perbedaan Efektivitas Antara Iklan Yang Menggunakan Model Wanita Seksi Dengan Iklan Yang Menggunakan Model Wanita Sopan Terhadap Minat Membeli Pakaian Pada Siswa Laki-laki SMA di Purworejo. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Wells, William dkk. 1993. Advertising : Principles and Practice. Prentice Hall Winardi. 1986. Manajemen Pemasaran. Bandung : Penerbit C.V. Sinar Baru Witherington, H.C. 1976. Psikologi Pendidikan. Penerjemah : M. Buchori. Jakarta : Rineka Cipta www.kompas.com/marketing/news/0507/05/103957.htm