PERBEDAAN ANTARA STRATEGI PERIKLANAN AFEKTIF DAN

advertisement
PERBEDAAN ANTARA STRATEGI PERIKLANAN AFEKTIF DAN
STRATEGI PERIKLANAN RASIONAL TERHADAP MINAT MEMBELI
KONSUMEN
Eka Oktaviana
Drs. Sumaryono, M.Si
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apa ada perbedaan strategi
periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli
konsumen. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada
perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional
terhadap minat membeli konsumen. Minat membeli konsumen yang melihat
tayangan iklan dengan menggunakan strategi periklanan afektif lebih tinggi
daripada minat membeli konsumen yang melihat tayangan iklan dengan
menggunakan strategi periklanan rasional.
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa wanita Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia, dengan kriteria berumur 18-23 tahun. Adapun skala
yang digunakan adalah skala minat membeli yang penulis susun sendiri
berdasarkan berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Howard (1994).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
fasilitas program SPSS versi 11,5 untuk menguji apakah terdapat perbedaan
antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat
membeli konsumen. Komparasi uji-t menunjukkan perbedaan sebesar t= -1,286
dengan p=0,076 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara strategi
periklanan afektif dan strategi periklanan rasional terhadap minat membeli. Jadi
hipotesis penulis ditolak.
Kata kunci : Strategi Periklanan Afektif, Strategi Periklanan Rasional dan Minat
Membeli Konsumen
Pengantar
Kebutuhan manusia sangat bermacam-macam. Apalagi dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari saat ini memiliki banyak pilihan yang dapat dipergunakan.
Konsumen sering dibuat bingung dengan banyaknya pilihan barang atau jasa
yang memiliki keunggulan-keunggulan masing-masing. Barang atau jasa yang
memiliki keunggulan yang lebih dibanding saingannya mampu menarik minat
konsumen, sehingga terjadilah dalam perusahaan menyusun strategi persaingan
agar konsumen tertarik untuk mengkonsumsi produk yang mereka produksi
dibanding produk saingannya.
Persaingan antar perusahaan terjadi agar produk mereka laku di pasaran.
Berbagai cara perusahaan dilakukan untuk menarik minat beli konsumen
sehingga mampu mengembangkan tingkat penjualan mereka. Jika tingkat
penjualan produk mereka besar artinya banyak konsumen yang berminat
membeli dan akhirnya membeli produk tersebut.
Salah satunya yaitu melalui periklanan. Salah satu aspek dari bauran
promosi ini dikenal cukup efektif dalam membangun minat konsumen, baik itu
melalui media elektronik, media cetak dan lain sebagainya. Penanaman suatu
informasi dan mempersuasi konsumen untuk berminat dalam membeli suatu
produk merupakan hal yang penting apakah iklan yang digunakan efektif atau
tidak.
Strategi dalam periklanan yang melibatkan suatu keputusan konsumen
dalam membeli suatu produk bisa dijadikan dua kategori, yaitu : afektif atau
emosional dan rasional. Strategi periklanan afektif atau secara emosional lebih
mendasarkan aspek emosi, seperti kebanggaan, eksklusif, keinginan untuk selalu
dihargai, prestisius dan sebagainya. Sedangkan strategi periklanan rasional
mendasarkan alasan logis dan rasional, apakah karena nilai gunanya atau waktu
penggunaan yang tepat (Agustrijanto, 2001).
Penggunaan testimoni dalam suatu iklan dapat dikatakan sebagai strategi
periklanan afektif, karena disini konsumen dilibatkan secara emosional tentang
pendapat orang lain mengenai halnya produk yang diiklankan. Seperti dalam
iklan Dove, baik itu dalam produk sabun, pembersih wajah dan shampoo.
Kebanyakan iklan yang dibuat untuk produk ini menggunakan bukan seorang Ad
women (wanita yang hanya ada dalam iklan) tetapi wanita biasa. Disebutkan
sebagai wanita biasa karena mereka yang tampil dalam iklan ini bukanlah
seorang artis yang biasa di dalam dunia hiburan, tetapi seorang ibu rumah
tangga, mahasiswa, wanita karier dan profesi lainnya. Dengan harapan tidak
hanya model iklan saja yang bisa mendapatkan hasil yang bagus setelah
menggunakan produk ini, tetapi wanita mana saja dengan profesi apa saja pun
akan mendapat hasil yang sama dengan model iklan mereka.
Berbeda
dengan
strategi
periklanan
rasional,
dimana
iklan
ini
menunjukkan hanya pada keunggulan produk saja, biasanya disertai dengan
desain teknis atau cara penggunaan dan keuntungan yang didapat setelah
menggunakan produk. Sebagai salah satu contoh dalam produk pelembab wanita
yaitu iklan produk Pond’s. Iklan Pond’s selama ini selalu menggunakan ad women
yang menggambarkan sosok wanita cantik, putih, mulus dan menarik. Mereka
tidak pernah menggunakan model yang asal dalam mempresentasikan produk
mereka ini, dengan anggapan konsumen akan lebih percaya bahwa dengan
menggunakan produk Pond’
s akan seperti model yang ada dalam iklan tersebut.
Maka tak heran dalam beberapa tahun ini Pond’s selalu berada dalam jajaran
lima besar untuk kategori produk pelembab wajah sebagai salah satu produk
yang berhasil mendapatkan ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award)
(Swa, 2001).
Selain iklan Dove, yang menggunakan strategi periklanan afektif yaitu
iklan produk Olay. Produk yang bisa dibilang cukup tua karena sudah ada sejak
tahun 70-an yang lebih dikenal dengan Oil Of Ulan ini menjadi salah satu pesaing
produk pelembab wajah Pond’s. Disini penulis membandingkan kedua produk ini
karena iklan produk Pond’
s menggunakan strategi periklanan rasional dan iklan
produk Olay menggunakan strategi periklanan afektif dan rasional juga. Menurut
data dari Nielsen Media Research, tahun 2002 merek Pond’
s mengeluarkan dana
tak kurang dari Rp.46 milliar, lalu tahun 2003 meningkat menjadi Rp.97 milliar,
dan pada tahun 2004 mengeluarkan dana untuk iklan sebesar Rp. 133 milliar.
Pond’s mengeluarkan dana yang tidak kecil itu untuk mengkomunikasikan pesan
agar konsumen berminat terhadap produknya. Karena media televisi dianggap
media yang paling efektif maka tak heran mereka beriklan untuk menjangkau
target yang besar (www.kompas.com/marketing/news/).
Berbeda dengan Olay, menurut data Nielsen Media Research pada tahun
2002 merek ini hanya mengeluarkan dana sekitar Rp.4,6 milliar, kemudian pada
tahun 2003 meningkat sedikit menjadi Rp.5,4 milliar. Namun pada tahun 2004
dana promosinya turun menjadi Rp.5,3 milliar. Josy Rizka, Assistant Brand
Manager Olay menguraikan bahwa Olay meyakinkan konsumen yang memiliki
perceived quality yang bagus. Salah satunya dengan mengadakan semacam
testimony dengan mengundang selebriti dan beauty editors untuk membuktikan
kualitas pelembab Olay. Olay memberikan semacam edukasi dalam promosi
iklannya yaitu dengan meyakinkan dan menyadarkan konsumen bahwa secara
alamiah setiap manusia itu bertambah tua, yang mungkin bisa dilakukan adalah
membuat tanda-tanda penuaan datang lebih lambat dengan memiliki kulit yang
sehat (www.kompas.com/marketing/news/).
Periklanan yang memperkenalkan produk yang diperkenalkan oleh para
produsen melalui berbagai media, akan menyebabkan konsumen menuntut
adanya kulaitas. Jika kualitas dan persepsi terhadap produk rendah dibandingkan
dengan produk sejenis dari pihak saingannya, maka besar kemungkinan
konsumen akan beralih pada produk saingan tersebut. Untuk itu, dengan
memberikan testimoni dalam suatu produk dengan maksud mampu menjangkau
konsumen untuk berminat membeli produk yang ditawarkan dan dapat
memberikan satu nilai lebih apabila dibandingkan dengan produk lain yang
sejenis. Hal ini diasumsikan akan dapat lebih menarik minat membeli konsumen.
Minat membeli menurut Markin (1972) adalah suatu aktivitas psikis yang
timbul karena perasaan senang terhadap suatu objek yang diinginkan. Perasaan
senang akan sesuatu yang menarik perhatian akan mendorong untuk berusaha
melibatkan diri atau melakukan aktivitas tertentu terhadap objek secara wajar
dan tanpa paksaan yang kemudian akan direalisasikan dengan adanya
pembelian. Hadipranata (1989) menyebutkan bahwa minat ini dalam dinamika
perilaku konsumen diartikan sebagai kepentingan yang komposisinya terdiri dari
kebutuhan perorangan (individual needs) dan tuntutan masyarakat (social
demands). Dinamika dan intensitas kepentingan tersebut ditentukan oleh
jangkauan cakrawala wawasan seseorang. Bobot jangkauan ini dipengaruhi oleh
pembentukan persepsi dalam proses pemberian informasi.
Definisi lain mengenai minat membeli yang dikemukakan oleh Howard
(1989) menyebutkan bahwa minat membeli atau intention to buy merupakan
suatu keadaan mental yang mencerminkan rencana konsumen untuk membeli
sejumlah produk dengan merek tertentu dalam periode tertentu pula. Sedangkan
Schiffman dan Kanuk (1994) menyebutkan bahwa minat membeli merupakan
salah satu tahapan aktivitas psikis dalam proses pembentukan perilaku membeli
yaitu :
a. Mengetahui. Pada tahap awal ini individu mengetahui adanya informasi
tetapi masih sangat terbatas mengenai suatu tertentu yang bersifat baru.
b. Minat. Individu merasa tertarik akan suatu produk dan berusaha
mendapatkan informasi lebih lanjut. Pada tahap ini individu mulai terlibat
secara psikologis dengan produk.
c. Evaluasi. Berdasar informasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya
individu akan mengambil keputusan dengan melakukan mental trial yaitu
mengkaji keuntungan dan kerugian yang akan diperolehnya dengan
membeli produk. Jika mental trial ini hasilnya positif individu akan
melakukan pembelian. Sebaliknya jika dirasa merugikan, individu akan
menolak membeli produk.
d. Mencoba. Pada tahap ini individu membeli dan mencoba menggunakan
produk sesuai dengan konsep yang terbentuk dalam tahap evaluasi.
Pengalaman dari percobaan ini akan menghasilkan tahap selanjutnya
yaitu adopsi atau penolakan.
e. Adopsi atau penolakan. Jika individu merasa puas dengan produk, ia akan
secara tetap menggunakan produk tersebut. Sebaliknya jika individu
merasa tidak puas, ia akan menolak untuk menggunakan produk lebih
lanjut.
Howard (1994) mengemukakan bahwa minat membeli dibentuk melalui
sikap (attitude) dan kepercayaan diri (confidence) dengan melibatkan aspekaspek sebagai berikut :
a. Aspek sikap merupakan evaluasi perasaan dan kecenderungan seseorang
yang relatif konsisten terhadap suatu obyek atau gagasan. Terdiri dari tiga
dimensi yaitu : kognisi, afeksi dan konasi.
Yang
dimaksudkan
kognisi
dalam
aspek
sikap
ini
yaitu
proses
pembelajaran konsumen dalam memahami keuntungan yang didapat dari suatu
produk. Sedangkan afeksi dalam aspek sikap diartikan suatu sikap atau perasaan
yang ditunjukkan konsumen terhadap produk yang dituju. Konasi yaitu hubungan
konsumen dengan lingkungan masyarakat sekitarnya yang mempengaruhinya
terhadap produk yang dituju.
b. Aspek kepercayaan adalah gambaran tentang apa yang dipikirkan seseorang
tentang sesuatu. Terdiri dari tiga dimensi, yaitu : kualitas, harga dan
ketersediaan.
Kepercayaan konsumen bahwa kualitas yang bagus, harga yang bersaing
dan adanya ketersediaan produk merupakan penentu dari produk yang akan
dibeli atau tidak.
Sedangkan menurut Dharmmesta (1984) aspek-aspek yang membentuk
minat membeli adalah :
a. Aspek produk, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap tindakan
memebli suatu produk ditinjau dari segi mutu, ciri, desain, merek dan
kemasan produk.
b. Aspek harga, yaitu penilaian individu terhadap perbandingan antara nilai
yang harus dibayar dengan manfaat yang akan diperoleh dalam tindakan
pembelian suatu produk.
c. Aspek promosi, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap informasi
keberadaan suatu produk dan usaha mempengaruhi individu untuk
membelinya.
d. Aspek distribusi, yaitu penilaian individu terhadap tindakan membeli
ditinjau dari kontinuitas keberadaan suatu produk dan kemudahan untuk
memperolehnya.
Dinamika keempat aspek tersebut akan menjadi bahan pertimbangan individu
dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk.
Minat membeli dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain :
personal
selling (penjualan pribadi), promosi penjualan, publisitas dan iklan. Dalam
penelitian ini akan dilihat lebih jauh timbulnya minat beli karena strategi
periklanan.
Setiadi (2003) mengemukakan definisi standar dari periklanan biasanya
mengandung enam elemen yang terkandung dalam pendapat para ahli
sebelumnya, yaitu :
1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar,
2. Alam iklan terjadi proses identifikasi sponsor,
3. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen,
4. Periklanan memerlukan elemen media massa merupakan sarana untuk
menyampaikan pesan kepada audiens sasaran,
5. Bersifat non-personal,
6. Audiens, kelompok konsumen yang akan dijadikan sasaran pesan.
Iklan juga mempunyai dampak psikologis tertentu terhadap konsumen,
hal ini dapat ditinjau dari aspek fungsi periklanan dan aspek terjadinya arus
informasi dari iklan yang diterima konsumen (Rotzoll, 1986). Lebih lanjut
dikemukakan bahwa fungsi dasar iklan ada empat yaitu : precipitation,
persuation, reinforcement dan reminder (Rotzoll, 1986).
Precipitation adalah suatu fungsi yang dapat mengakibatkan percepatan
perubahan suatu kondisi konsumen dari keadaan yang semula tidak dapat
mengambil keputusan (tidak berminat) terhadap suatu produk menjadi dapat
mengambil keputusan (berminat) terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini
menyebabkan konsumen menjadi lebih sadar dan lebih tahu terhadap produk
dan membuat konsumen menjadi lebih meningkatkan kebutuhan terhadap
produk tersebut.
Fungsi dasar kedua yaitu persuation menjelaskan bahwa dampak iklan
terasa pada pembangkitan emosi konsumen, karena iklan dapat memenuhi
kebutuhan akan menolong orang lain, seperti konsumen menjadi senang, suka,
cinta, karena menggunakan produk tersebut. Setelah itu, dengan membagi
informasi tentang produk tersebut dapat mempengaruhi orang lain untuk
menggunakan produk yang sama. Akibat terakhir orang lain akan ikut membeli
dan memakai produk yang ditawarkan secara tetap.
Fungsi dasar iklan ketiga yaitu reinforcement adalah dampak yang
meneguhkan para konsumen pada suatu keputusan yang telah diambil
sebelumnya. Meskipun ada informasi lain yang masuk tentang produk yang sama
namun pesan iklan dirasakan melegitimasi keberadaan pembeli terhadap produk
tersebut dan meyakinkan keputusan yang telah dibuatnya.
Fungsi terakhir yaitu reminder, merupakan fungsi dasar iklan yang
mempunyai dampak semakin meneguhkan keputusan terhadap suatu merek
produk yang telah dipakai. Hal ini akan menyebabkan konsumen tetap bertahan
terhadap produk tersebut, produk yang telah menjadi bagian dari kesehariannya
dan tidak boleh diganti dengan produk yang lain jika produk tersebut masih
beredar di pasaran.
Keempat fungsi dasar periklanan tersebut menjelaskan bahwa pesanpesan iklan akan mempersuasi konsumen dengan mengubah perasaan, Hal ini
mengakibatkan konsumen membagi informasi kepada orang lain sehingga ikut
membeli. Karena konsumen sudah berstatus pembeli maka pesan dapat
mengakibatkan seorang konsumen diteguhkan dan selalu diperingatkan agar
selalu loyal terhadap produk yang dipilihnya tersebut.
Menurut
Wells
dkk
(1993)
strategi
periklanan
mengarah
pada
perkembangan dari perencanaan komunikasi persuasif. Berbeda dengan
pendapat Assael (1992) yang menyatakan strategi periklanan didasarkan pada
komunikasi yang bermanfaat tentang keinginan konsumen (dalam pandangan
portabilitas dan resolusi yang tinggi).
Dalam Kamus Psikologi (Chaplin, 2002) mendefinisikan afeksi sebagai
kasih sayang, kesayangan, cinta; perasaaan yang sangat kuat; satu kelas yang
luas dari proses-proses mental, termasuk perasaan, emosi, suasana hati, dan
temperamen.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, strategi periklanan afektif adalah strategi
perencanaan dalam komunikasi persuasif guna mencapai target sasaran yaitu
konsumen dengan melibatkan perasaan, emosi, suasana hati dan temperamen
mereka.
Dalam Kamus Psikologi (Chaplin, 2002) mendefinisikan rasional yaitu
menyinggung penalaran; atau dicirikan oleh adanya penalaran; dipengaruhi oleh
nalar, dan tidak oleh emosi.
Strategi
periklanan
rasional,
adalah
strategi
perencanaan
dalam
komunikasi persuasif guna mencapai target sasaran yaitu konsumen dengan
melibatkan kognitif, penalaran logikal mereka.
Untuk dapat menimbulkan minat membeli konsumen salah satunya
adalah dengan pemberian informasi yang menarik tentang produk yang
ditawarkan. Cara-cara untuk memberikan informasi yang menarik adalah iklan
yang merupakan salah satu sumber informasi konsumen (Kotler, 2001).
Fred, dkk (1983) menyatakan bahwa sekali sebuah iklan telah menarik
perhatian pembaca, pendengar atau pemirsa, pasti dapat membangun minat
konsumen. Pokok berita dari sebuah iklan harus berhubungan dengan
kebutuhan, permasalahan atau urusan pembaca iklan itu sendiri. Ada beberapa
teknik yang dapat melibatkan target pemirsa dalam sebuah material iklan :
1. Menanyakan sebuah pertanyaan. Pertanyaan yang sederhana dan cerdas
dalam kepala berita atau pokok berita dalam sebuah iklan dapat melibatkan
konsumen dengan menimbulkan respon. Pikiran konsumen secara aktif akan
ikut serta dengan pesan iklan. Ketika sebuah pertanyaan iklan diajukan maka
juga harus ada jawaban atau menyediakan sumber jawaban yang dapat
ditemukan untuk menghindari frustrasi terhadap iklan.
Hal ini sesuai dengan strategi periklanan rasional, dimana terdapat proses
kognitif sehingga menghasilkan suatu pemikiran yang logis/masuk akal.
2. Menggunakan hal yang disukai. Kepribadian yang baik, ingatan yang
membuat perasaan menjadi hangat, peristiwa yang menyenangkan mampu
membantu dalam mempertahankan minat.
Sesuai dengan strategi periklanan afektif, karena di dalamnya mengandung
unsur-unsur emosional yaitu tentang hal-hal yang menyenangkan/disukai.
3. Menarik perhatian panca indera. Penarik perhatian yang kuat untuk seluruh
panca indera melalui kata-kata yang menarik atau tampilan visual yang
impresif mampu membangun minat konsumen dalam membeli suatu produk
atau jasa.
4. Mampu menarik emosi. Tayangan atau gambaran seseorang, suatu objek
atau suatu pikiran yang dapat memanggil ingatan dari pengalaman tertentu
yang mampu diidentifikasi oleh konsumen. Hal seperti itulah yang mampu
membangkitkan minat seperti bentuk yang jelas dari gambaran mental
pengalaman yang diasosiasikan dan perhatian yang besar oleh konsumen.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa suatu iklan harus mampu
menarik dan membangun minat membeli konsumen baik iklan itu menggunakan
strategi periklanan afektif maupun strategi periklanan rasional. Namun dari keempat poin yang disebutkan terdapat dua poin yang menyatakan bahwa minat
dapat muncul atas dasar rasa emosional (afeksi) konsumen, sedangkan hanya
satu poin yang menyatakan konsumen akan berminat terhadap suatu produk
berdasarkan iklan yang menggunakan sisi rasionalnya.
Menurut Chaffe (dalam Rakhmat, 1991) efek komunikasi meliputi : efek
kognitif, afektif dan behavioral. Efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada
apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsi sehingga berkaitan dengan
transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif
terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsi
sehingga berkaitan dengan emosi, sikap dan nilai. Efek behavioral menunjuk
pada perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi pola-pola tindakan, kegiatan
atau kebiasaan berperilaku.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan afektif
atau iklan yang memasukkan unsur perasaan atau emosi cenderung lebih efektif
dalam membangun minat membeli konsumen, dimana adanya keterlibatan emosi
tersebut yang membuat konsumen merasa bahwa produk atau jasa yang
ditawarkan dalam iklan itu ada kaitannya dengan mereka sehingga ada keinginan
atau minat konsumen untuk membeli produk atau jasa tersebut. Berbeda jika
dibandingkan dengan iklan yang menggunakan proses penalaran atau rasional
terlebih dahulu, dimana keunggulan produk lebih ditonjolkan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa, dengan subyek penelitian
mahasiswa wanita Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Dalam
penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan skala minat membeli.
1. Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode pengumpulan data yang mencari
hubungan sebab akibat atau untuk menyelidiki suatu kondisi terhadap gejala
(Hadi, 1988). Desain eksperimen yang digunakan adalah desain praeksperimen
(pre-experimental) adalah eksperimen yang dilakukan dengan tanpa melakukan
pengendalian terhadap variabel-variabel yang berpengaruh, dalam penelitian ini
yang diutamakan adalah perlakuan saja, tanpa ada kelompok kontrol (Latipun,
2004). Eksperimen dilakukan dengan memberikan tayangan iklan sebagai
perlakuan yang berbentuk iklan audiovisual. Perlakuan ini terdiri dari dua iklan.
Iklan pertama merupakan iklan yang menggunakan strategi periklanan afektif,
yaitu dengan menampilkan model yaitu keluarga Haque (artis Marissa Haque,
Soraya Haque dan Shahnaz Haque) berada dalam ruangan dimana mereka
membicarakan tentang produk Olay dengan pendapat mereka masing-masing.
Disebutkan sebagai iklan yang menggunakan strategi periklanan afektif karena,
model memaparkan pendapat mereka pribadi tentang produk. Sedangkan iklan
kedua merupakan iklan dengan menggunakan strategi periklanan rasional, yaitu
dengan menampilkan dua orang model yang digambarkan sedang berbincangbincang tentang produk Olay dan narator memaparkan keuntungan dari produk
Olay tersebut. Disebutkan sebagai iklan yang menggunakan strategi periklanan
rasional karena, model hanya berpura-pura membincangkan tentang kulit wajah
mereka dan yang memaparkan tentang produk adalah sang narator.
2. Skala Minat Membeli
Dalam menggali minat membeli subjek penelitian digunakan skala minat
membeli yang merupakan sejumlah pernyataan yang harus dipilih oleh
responden. Skala minat membeli yang merupakan sejumlah pernyataan yang
harus dipilih oleh responden. Skala minat membeli ini memuat aitem-aitem yang
disusun peneliti berdasarkan aspek sikap yaitu kognisi, afeksi dan konasi; dan
aspek kepercayaan yaitu kualitas, harga dan ketersediaan.
Skala minat membeli ini digunakan untuk mengungkap bagaimana minat
membeli konsumen terhadap suatu produk yang ditampilkan dalam iklan. Skala
ini disusun berdasarkan aspek minat membeli sesuai dengan konsep yang
dikemukakan oleh Howard (1994), yang terdiri dari dua aspek yaitu aspek sikap :
kognitif, afektif dan konatif, serta aspek kepercayaan : kualitas, harga dan
ketersediaan. Skala ini terdiri dari 57 aitem, 30 aitem fovourabel dan 27 aitem
unfavourabel.
Semua butir dalam skala ini terdiri dari dua kelompok pernyataan yang
mendukung minat membeli. Penilaian untuk pernyataan yang favorabel yaitu
pernyataan yang mendukung minat membeli dan yang bersifat unfavorabel yaitu
pernyataan yang tidak mendukung minat membeli. Penilaian untuk pernyataan
yang favorabel secara berurutan diberi nilai empat untuk jawaban Sangat Setuju,
tiga untuk jawaban Setuju, dua untuk jawaban Tidak Setuju, dan satu untuk
jawaban Sangat Tidak Setuju. Penilaian pernyataan yang unfavorabel digunakan
kebalikan dari cara penilaian pernyataan yang favorabel, yaitu nilai satu untuk
jawaban Sangat Setuju, dua untuk jawaban Setuju, tiga untuk jawaban Tidak
setuju, dan empat untuk jawaban Sangat Tidak Setuju.
Penghitungan
statistik
dilakukan
dengan
komputer
menggunakan
program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) for Windows versi 11.5
dengan metode t-test (uji-t). Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui
adanya perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan
rasional terhadap minat membeli.
Hasil Penelitian
Gambaran tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel
deskripsi data penelitian dibawah ini, dimana dari data tersebut dapat diketahui
fungsi-fungsi statistik dasar yang dapat dilihat secara lengkap pada tabel 1
berikut:
Tabel 1 :
Deskripsi hasil penelitian Minat Membeli
Hipotetik
Variabel
X Max X Min Mean
Minat
Membeli
228
57
142,5
SD
X Max
28,5
192
Empirik
X Min Mean
48
120
SD
24
Kemudian dilakukan uji asumsi sebelum pengolahan data atau uji
hipotesis. Uji asumsi mencakup uji normalitas dan uji homogenitas. Uji asumsi
merupakan syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai perbandingan agar
kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya.
Uji normalitas dengan menggunakan teknik one sample kolmogorovsmirnov test dari program SPSS 11.5 for windows. Hasil perhitungan dapat dilihat
pada tabel 2 berikut :
Tabel 2 :
Hasil Uji Asumsi Normalitas
Variabel
Skor KS-Z
Minat Membeli
0.89
P
0.40
Keterangan
Normal
Syarat agar data memiliki sebaran normal adalah p > 0,05. Hasil uji normalitas
yang tertera pada tabel 5 diketahui bahwa variabel minat membeli memiliki p =
0,40 (P>0,05) sehingga minat membeli memiliki sebaran normal atau setiap data
terdistribusi normal.
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan program komputer
SPSS 11.5 for windows yaitu untuk statistic compare means. Berdasarkan hasil
perhitungan untuk variabel minat membeli diperoleh nilai t (uji Levene) sebesar
4,66 dan p = 0,04 (p < 0,05). Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini :
Tabel 3 :
Hasil Uji Asumsi Homogenitas
Variabel
Uji Levene
P
Keterangan
Minat Membeli
4,66
0.04
Tidak homogen
Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat membeli konsumen yang melihat
tayangan iklan afektif ada beda dengan konsumen yang melihat tayangan iklan
rasional.
Analisis statistik menggunakan bantuan program SPSS 11.5 for windows.
Hasil analisis menunjukan t = -1,29 dengan p = 0,08. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada table 4 berikut ini :
Tabel 4 :
Hasil Uji Hipotesis t-test
Variabel
t
P
Keterangan
Minat Membeli
-1,29
0.08
Hipotesis ditolak
dengan demikian hipotesis yang berbunyi “ada perbedaan antara strategi
periklanan rasional dan strategi periklanan afektif dengan minat membeli
konsumen” ditolak.
Pembahasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
antara strategi periklanan rasional dan strategi periklanan afektif dengan minat
membeli konsumen. Hasil analisis t-test dari penelitian ini menunjukan bahwa
angka t = -1,286 dengan p = 0,076 (p > 0,05), sehingga diperoleh hasil bahwa
tidak ada perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan
rasional terhadap minat membeli konsumen.
Penelitian ini menggambarkan bahwa strategi periklanan afektif tidak
berbeda dengan strategi periklanan rasional ditinjau dari minat membeli
konsumen, dimana strategi periklanan afektif dianggap lebih mampu menarik
minat membeli konsumen daripada strategi periklanan rasional. Hal ini
disebabkan oleh karena tidak semua penyampaian informasi secara emosional
mampu menggerakkan minat membeli konsumen terhadap produk tersebut. Hal
ini disebabkan oleh karena adanya tidak ada perbedaan minat membeli antara
konsumen yang melihat tayangan iklan afektif dan konsumen yang melihat
tayangan iklan rasional. Strategi periklanan afektif yang lebih menonjolkan sisi
emosional dalam meraih hati konsumen untuk membeli suatu produk dianggap
lebih efektif daripada strategi periklanan rasional yang hanya menonjolkan
keunikan dan keuntungan dari produk itu sendiri. Karena adanya anggapan
bahwa iklan yang menonjolkan keunikan dan kelebihan produk dalam
perkembangan dunia periklanan masa kini, aturan tersebut sudah dianggap
konvensional. Tetapi strategi periklanan afektif mungkin belum dapat menjaring
konsumen yang selama ini selalu diperlihatkan iklan-iklan yang hanya
menayangkan keuntungan dari pemakaian produk, hasil setelah menggunakan
produk tersebut, dan bukan pada sisi emosionalnya, bahwa jika menggunakan
produk tersebut akan memberikan perasaan puas yang berbeda jika hanya
diperlihatkan keunikan suatu produk.
Banyak praktisi iklan dan dan akademisi menyadari bahwa produk-produk
kerapkali dibeli karena faktor emosional serta daya tarik emosi bisa sangat
sukses bila digunakan secara pantas serta pada produk-produk yang tepat.
Penggunaan emosi dalam periklanan memainkan daya tarik positif dan negatif,
termasuk daya tarik roman, nostalgia, gairah, kesenangan, kegembiraan, rasa
takut, dan penyesalan (Shimp, 2000).
Hipotesis dalam penelitian ini ditolak, dikarenakan adanya faktor dari
adanya desain eksperimen yang kurang diperhatikan oleh peneliti. Latipun (2004)
mengemukakan bahwa desain eksperimen berguna untuk memperoleh suatu
keterangan yang maksimal mengenai proses perencanaan dan pelaksanaan
eksperimen yang dilakukan. Menurut Nazir (1988) (dalam Latipun, 2004) ada tiga
prinsip dasar yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan validitas eksperimen
yaitu : pertama, replikasi, merupakan pengulangan perlakuan yang diberikan
kepada kelompok eksperimen yang sama atau kelompok berbeda dalam satu
rangkaian eksperimen. Kedua, randomisasi, dengan tujuan mengurangi bias yang
disebabkan oleh kesalahan sistematis yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti
di dalam menentukan subjek-subjek yang akan diteliti. Ketiga, kontrol internal,
adalah upaya pengendalian kondisi lapangan dari yang heterogen menjadi
homogen.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa strategi periklanan afektif tidak
berbeda dengan strategi periklanan rasional, faktor yang dapat mempengaruhi
salah satunya adalah dari factor kontrol internal yang kurang diperhatikan
peneliti yaitu dari pelaksanaan penelitian eksperimen ini dilakukan di dua kelas
yang berbeda, sehingga dapat dimungkinkan bahwa karena adanya perbedaan
kelas ini membuat hasil penelitian tidak berbeda. Selain perbedaan kelas dimana
ruang kelas pertama ukurannya lebih kecil daripada kelas kedua sehingga dapat
mempengaruhi kualitas suara pada saat penayangan iklan, kualitas pada saat
penayangan juga berbeda, yaitu pada saat menayangkan iklan afektif
menggunakan fasilitas notebook, sedangkan di kelas lain menggunakan fasilitas
komputer (bukan notebook). Serta dari factor replikasi, dimana pengulangan
perlakuan yaitu penayangan iklan pada kela yang ditayangkan iklan afektif
sebanyak empat kali, sedangkan pada kelas yang ditayangkan iklan rasional
sebanyak 6 kali. Hal ini dikarenakan suara yang kurang jelas dari sumber
penayangan yaitu suara speaker komputer dan notebook kadang-kadang
terdengar kurang bagus dan kadang-kadang terdengar jelas.
Selain hal tersebut, yang dapat mempengaruhi penelitian ini yaitu tingkat
penerimaan konsumen terhadap suatu iklan cenderung berbeda-beda. Ada
konsumen yang hanya sekedar mencari informasi tentang suatu produk yang
diiklankan, tetapi ada pula konsumen yang mudah terpengaruh oleh isi iklan
karena rasa penasaran terhadap produk tersebut. Selain itu juga ada konsumen
yang hanya mau menerima iklan yang mampu mengangkat keunggulan dari
suatu produk dan bukan dari rasa emosionalnya, ada pula konsumen yang hanya
melihat iklan dengan sebelah mata, karena ada banyak hal yang mungkin
mempengaruhinya. Apakah produk tersebut tidak sesuai dengan keadaan dirinya,
atau memang iklan itu tidak dapat membangun minatnya terhadap produk yang
diiklankan.
Jika dilihat dari sudut pandang iklan yang ditayangkan, durasi
penayangan,
suara,
serta
teknik
visualnya
sudah
cukup
bagus
dalam
memperlihatkan strategi periklanan yang dipakai. Tetapi model yang digunakan
dalam iklan tersebut mungkin kurang mampu dalam menuntun konsumen untuk
berminat membeli produk tersebut. Meski tidak menutup adanya kemungkinan
bahwa ada beberapa responden yang berminat dengan produk tersebut karena
model atau artis tersebut telah merasakan manfaat dari keunggulan produk
tersebut.
Kesimpulan
Hasil analisis t-test dari penelitian ini menunjukan bahwa angka t = -1,286
dengan p = 0,076
(p > 0,05), sehingga diperoleh hasil bahwa tidak ada
perbedaan antara strategi periklanan afektif dan strategi periklanan rasional
terhadap minat membeli konsumen.
Maka tidak adanya perbedaan antara strategi periklanan afektif dan
strategi
periklanan
rasional
terhadap
minat
membeli
konsumen
dapat
dipengaruhi dari sisi konsumen itu sendiri, yaitu tingkat penerimaan konsumen
terhadap isi iklan produk tersebut, serta dari sisi iklan yang ditayangkan mungkin
kurang mampu menuntun konsumen untuk berminat membeli produk yang
ditampilkan dalam iklan tersebut, serta tidak terpenuhinya desain eksperimen.
Dari kesimpulan hasil penelitian, penulis mempunyai beberapa saran,
yaitu sebagai berikut :
1. Bagi praktisi periklanan dapat mengangkat keunggulan atau kelebihan dari
suatu produk baik dari sisi rasional maupun dari sisi afeksi atau emosional.
Karena dibutuhkan lebih dari satu strategi periklanan dalam menarik
perhatian serta minat konsumen dalam menerima suatu iklan.
2. Bagi peneliti selanjutnya, untuk memperdalam penelitian eksperimen
semacam ini dengan :
a. Memperluas ruang lingkup penelitian ini dengan memperluas populasi,
misalnya dengan meneliti konsumen dari berbagai profesi, usia, dan lain
sebagainya.
b. Memperdalam penelitian ini dengan mengadakan penelitian pada
beberapa jenis periklanan dan beberapa jenis produk.
c. Memperkaya penelitian dengan meneliti pengaruh strategi periklanan
terhadap konsumen wanita dan konsumen dari beberapa tingkatan usia,
status sosial ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Agustrijanto. 2001. Copywriting. Bandung : Penerbit PT Remaja Rosda Karya
Andy.2004. http://www.markplus.com/discussion_view.php?tid=28
Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta :PT Bina Aksara
Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. 4th Edition. Boston :
PWS-KENT Publishing Company
Azwar, S. 1997. Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
_______. 1999. Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bergendorff, Fred L., dkk. 1983. Broadcast, Advertising & Promotion!. New York :
Communication Arts Books
Britt, S.H., 1966. Consumer Behavior and The Behavior Sciences : Theories and
Application. New York : John Wiley and Sons, Inc
Chaplin, P. James. 2002. Kamus Lengkap Psikologi , Penerjemah : Dr.Kartini
Kartono.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Crow, L.D And Crow, A. 1973. General Psychology. New Jersey : Littlefield,
Adams and co
Dewanto, Krisno. 1994. Perbedaan Efektivitas Jenis Naskah Iklan Terhadap Minat
Membeli Remaja. Skripsi.(Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada
Dharmmesta, Basu Swastha. 1986. Azas-azas Marketing. Yogyakarta : Penerbit
Liberty
Engel, F.J., Blackwell, R.D dan Miniard, P.W. 1990. Consumer Behavior. 6th
Edition. Chicago : The Dryden Press
Farbey, A.D., 1997. How To Produce Succesfull Advertising. Jakarta : Gramedia
Hadi, S. 1995. Metodologi Research jilid 2. Yogyakarta : Penerbit Andi
______. 2000. Metodologi Research jilid 3. Yogyakarta : Penerbit Andi
______. 2004. Metodologi Research jilid 4. Yogyakarta : Penerbit Andi
Jefkins, F.F., 1996. Introduction to Marketing Advertising and Public Relation.
London : McMillan Press Ltd
Jewler, A. Jerome. 1992. Creative Strategy In Advertising, 4th Edition. Belmont,
California. Wadsworth Publishing Company
Howard, John A. 1994. Buyer Behavior In Marketing Strategy, Second Edtion.
Prentice Hall International
Kasali, R. 1995. Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta : PT Temprint
Kotler, P. 1988. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi
dan Kontrol. New Jersey : Prentice Hall
Kotler, P. dan Armstrong, G. 199 . Principles of Marketing. Pearson Education Int
Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen. Edisi Kedua. Malang : UMM Press
Rahmat, J. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Rotzoll, Haetner. 1986. Advetising in Contemporary Society : Perspectives
Toward Understanding. Cincinnati West Chicago : South Western
Publishing Company
Sciffman, L.G. & Kanuk, L.L. 1997. Consumer Behavior. New Jersey : Prentice
Hall International
Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi Untuk
Strategi dan Penelitian Pemasaran. Penerbit Kencana
Shimp, Terence A. 2000. Periklanan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi
Pemasaran Terpadu Jilid 1, Edisi Ke-5. Jakarta : Penerbit Erlangga
Swa Sembada. 2004.ICSA Index 2004, Peringkat Merek-Merek Paling
Memuaskan. Jakarta : Penerbit Yayasan Sembada Swakarya
Wahjubroto, Sigit. 1994. Perbedaan Efektivitas Antara Iklan Yang Menggunakan
Model Wanita Seksi Dengan Iklan Yang Menggunakan Model Wanita
Sopan Terhadap Minat Membeli Pakaian Pada Siswa Laki-laki SMA di
Purworejo. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada
Wells, William dkk. 1993. Advertising : Principles and Practice. Prentice Hall
Winardi. 1986. Manajemen Pemasaran. Bandung : Penerbit C.V. Sinar Baru
Witherington, H.C. 1976. Psikologi Pendidikan. Penerjemah : M. Buchori. Jakarta
: Rineka Cipta
www.kompas.com/marketing/news/0507/05/103957.htm
Download