(CLOSED CHAMBER) I. PENDAHULUAN Gas Rumah Kaca adalah

advertisement
PENGAMBILAN CONTOH GAS RUMAH KACA DENGAN MOTODE SUNGKUP
TERTUTUP (CLOSED CHAMBER)
Anggri Hervani, SP., Cicik Oktasari H, S. Si
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
Jl. Raya Jakenan-Jaken Km 05 Kotak Pos 5 Jakenan-Pati 59182 Telepon/faximili 62-(0295) 381592
website : www.balingtan.litbang.deptan.go.id, email : [email protected]
I. PENDAHULUAN
Gas Rumah Kaca adalah gas-gas pembentuk suatu lapisan perangkap panas di atmosfer
bumi yang dapat memantulkan kembali panas yang dipancarkan oleh permukaan bumi.
Penumpukan gas-gas ini akan menyebabkan sinar inframerah yang dipantulkan kembali ke
bumi semakin besar dan berakibat pada peningkatan suhu bumi (Cicerone, 1987). Gas yang
dikategorikan sebagai GRK akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap efek rumah kaca yang akan menyebabkan perubahan iklim (Rahman, 2007).
Beberapa GRK yang utama adalah Karbondioksida (CO2), metana (CH4), Dinitrous Oksida
(N2O).
Kemampuan gas-gas di atmosfer untuk meneruskan radiasi gelombang pendek atau
cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang (infra merah)
yang dipancarkan bumi disebut dengan gas rumah kaca (Murdiyarso, 2003). Energi yang
dipancarkan tersebut menyebabkan pemanasan permukaan bumi. Akan tetapi apabila
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer meningkat akan terjadi pemanasan global.
Berdasarkan IPCC, 2007 emisi GRK yang tinggi diperkirakan berpotensi menaikkan suhu
bumi 1.31-2.320C pada pertengahan abad 21. Pemanasan global akan menyebabkan
perubahan pola iklim secara global. Efektivitas pemanasan gas (global warming potential)
dari CH4 di atmosfir 21 kali lebih besar dibandingkan gas CO2, sedangkan N2O adalah 296
kali dari CO2. Emisi gas CO2, CH4 dan N2O masing-masing menyumbang 55%, 15% dan
6% dari total efek rumah kaca (Mosier et al. 1994). Walaupun sumbangan gas N2O terhadap
atmosfer rendah, namun gas N2O di atmosfer sangat stabil dan mempunyai waktu tinggal
sampai 150 tahun (Cicerone, 1989).
1 Konsentrasi CO2 terus meningkat, saat ini konsentrasinya mencapai 365-375 ppm (Dalal
et al., 2003; Wihardjaka dan Setyanto, 2007). Peningkatan konsentrasi CO2 tersebut
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara besarnya sumber emisi (source) dengan daya
rosotnya (sink). Tanah dapat berperan sebagai sink utama C yang dapat digunakan sebagai
upaya meitigasi peningkatan CO2 di atmosfer.
Metana (CH4) adalah salah satu gas rumah kaca yang dihasilkan melalui dekomposisi
anaerobik bahan organic. Menurut Wang dan Adachi (1998), lahan pertanian merupakan
sumber metana dan berkontribusi 10-15% dari emisi metana secara global yang
konsentrasinya di atmosfer meningkat 1 %/tahun (Parashar et al., 1993). Yagi dan Minami
(1998), menduga bahwa emisi metana secara global ddari lahan pertanian sebesar 31± 10
Tg/tahun. Total emisi dari gas CH4 diperkirakan 320-590 tetragrams per tahun (Tg/tahun)
dengan sumbangan dari lahan padi sebanyak 25-100 Tg/tahun (Neue dan Roger, 1994;
Setyanto et al., 2000; Wihardjaka et al., 1999).
Gas N2O merupakan gas di atmosfer yang memilki peranan penting dalam pemanasan
global yaitu dalam penurunan lapisan ozon stratosfer yang diketahui melindungi biosfer dari
efek radiasi ultraviolet langsung. Jika dibandingkan dengan metana dan karbondioksida
jumlahnya memang relatif lebih rendah. Namun, poetensialnya dalam pemanasan rumah kaca
250 kali lebih kuat dari pada CO2 dan telah berlangsung di atmosfer selama 100-175 tahun
(Erikson dan Keller dalam Hutabarat, 2001; Wihardjaka dan Setyanto, 2007; Beuchamp,
1997). Konsentrasi N2O diatmosfer telah meningkat 16% sejak 1750. Konsentrasi tersebut
diperkirakan sebesar 310-314 ppb dengan laju peningkatan 0.2-0.3 % setiap tahun (Dalal et
al., 2003; Rennenberg et al., 1992 dalam Wihardjaka dan Setyanto, 2007; Partohardjono,
1999; Erickson dan Keller dalam Hutabarat, 2001; Teepe et al., 2004; Beuchamp, 1997). Pada
kenyataannya, 60-80% dari total emisi N2O di atmosfer adalah berasal dari tanah sawah
(IPCC, 2001 dalam Dalal et al., 2003; Yan et al., 2000).
2 II.
EMISI GAS RUMAH KACA DARI LAHAN PERTANIAN
2.1 Gas Metana (CH4)
Terjadinya gas emisi gas metana dari padi sawah ke atmosfer didasarkan atas
tiga proses yaitu : (a) pelepasan gas metana dalam bentuk gelembung-gelembung
udara (eubulisi), mekanisme pelepasan gas metana ini terjadi dapat menyebabkan
kehilangan metana sekitar 49 % - 70 % dari total emisi (Barlett et al., 1988), (b)
proses difusi, yang ditentukan oleh adanya perbedaan konsentrasi metana dalam air,
kecepatan mensuplai metana kepermukaan air, dan (c) pelepasan metana melalui
aerenchyma, pada tanaman padi dapat mencapai sekitar 90 % (Holzapfel-Pschom et
al., 1986).
Terbentuknya gas metana jika kondisi tanah dalam keadaan anaerob, sehingga
tanah mengalami proses reduksi yakni terjadi proses perombakan bahan organik yang
berasal dari eksudat dan degradasi akar menjadi asetat dan reaksi CO2 dengan H2
akan menghasilkan CH4 yang akan dilepaskan melalui proses difusi, ebulisi, dan
arenchyma. (Nouchi, 1994), jika udara diinjeksi ke dalam rongga medullary dengan
memotong batang utama dekat perakaran dan memasukkan ke dalam air termasuk
daun paling atas, maka udara yang diinjeksi tersebut akan terlepas dan nampak
seperti gelembung-gelembung udara yang dilepaskan melalui dua saluran yakni
epidermis bawah dan epidermis atas dekan culm pada pelepah daun bagian bawah.
Ukuran gelembung-gelembung yang relatif keci dilepaskan melalui epidermis bawah
dan sebaliknya gelembung-gelembung dengan ukuran yang relatif besar akan
dilepaskan melalui batas node yang berdekatan dengan epidermis atas.
3 Gambar 1. Skema produksi dan emisi metana dari padi sawah
(http://silver.emerson.u98.k12.me.us diakses tanggal 8 Februari 2012)
Mekanisme pelepasan gas metana dengan cara difusi dibagi berdasarkan dua
fase (Nouchi, 1994) yaitu : (a) larutan metana dalam air tanah di sekitar perakaran
akan berdifusi masuk kepermukaan air di dalam akar dan melewati dinding sel (cellwall) pada akar korteks yang dikontrol oleh perbedaan konsentrasi antara air tanah di
sekitar akar dengan ruang intersellular lysigenous di dalam akar. (b) metana di dalam
akar korteks akan dialirkan ke luar melalui ruang intersellular lysigenous dan
aerenchyma. Dengan kata lain banyaknya gas metana yang dialirkan pada korteks
akar seiring dengan serapan air ke atas melalui xylem pada akar. Akhirnya gas metana
yang dilepaskan melalui ruang micropoe dari pelepah daun dengan posisi pada daun
paling bawah.
Menurut Seiler et al., (1984), sekitar 90% dari total metana yang dilepaskan
melalui arenchyma, sebalikanya hanya sedikit melalui proses difusi dan ebulisi.
Proses pelepasan gas metana meningkat selama pertumbuhan vegetatif, kemudian
menurun saat memasuki fase generatif dan meningkat lagi pada pematangan.
4 2.2
Gas Karbondioksida (CO2)
Besarnya emisi CO2 dari tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah, tingkat kesuburan
dan rotasi tanaman. Pada tanah sawah emisi CO2.dipengaruhi oleh aktifitas respirasi
tanaman padi. Selain itu, terjadi oksidasi bahan organik pada daerah rizosfer karena
tanaman padi mampu mengalirkan oksigen dari atmosfer ke perakaran melalui jaringan
aeranchyma. Semakin tinggi akumulasi biomasa di atas tanah meningkat pula
kemampuan respirasi dan daya oksidasi akar (Murdiyarso dan Husin, 1994).
Bahan organik yang mudah terdekomposisi merupakan bahan baku utama bagi
bakteri metanogenik dalam membentuk CO2 di lahan sawah. Neue (1984), menghitung
total emisi CO2 dari lahan sawah dari total biomassa kalau dikembalikan ke dalam
tanah. Dengan asumsi rata-rata 15% jerami, 50% gulma tanah dan seluruh akar
tanaman ditambah biomassa aquatik (algae dan gulma); jumlah yang dikembalikan itu
setiap tahun (kurang lebih setara 390 juta t-1 biomassa atau setara 156 juta t-1 karbon),
dan 30% karbon yang dikembalikan tersebut diubah menjadi CO2.
Gambar 2. Skema produksi dan emisi gas karbondioksida
(http://tiee.esa.org/vol/v6/experiment/soil_raspiration/description.html)
5 2.3
Gas Nitrous Oksida (N2O)
Pengangkutan oksigen dari dalam tanaman ke akar dan lepas dari permukaan
akar memberikan lingkungan aerobik yang diperlukan untuk pertumbuhan
mikroorganisme yang mengkonsumsi gas yang dihasilkan oleh bagian tanah yang
aerobik (Schutz et al., 1991 cit Rennenberg et al., 1992). Selanjutnya dikemukakan
bahwa tanaman padi merupakan lintasan pertukaran gas antara tanah dan atmosfir.
Proses-proses mikrobiologis penting yang menghasilkan gas nitrous oksida
meliputi denitrifikasi, nitrifikasi kemolitotropik, dan nitrifikasi heterotropik. Pada
denitrifikasi, ion NO3/NO2 direduksi pada kondisi anaerobik menjadi gas NO2 dan
N2. Diduga, dalam proses nitrifikasi kemolitropik, oksidasi amonia menjadi nitrit (ion
NO2) terbentuk gas NO2. Jenis-jenis bakteri dan cendawan berperan sebagai katalis
dalam proses nirifikasi heterotropik dalam pembentukan gas N2O. Peranan masingmasing proses dalam keseluruhan pembentukan gas N2O masih belum diketahui
dengan pasti (Rennnberg et al., 1992).
Gambar 3. Emisi Gas Rumah Kaca(http://ww.nature.com/nature/journal.)
6 III.
ALAT
3.1 Alat Penangkap Gas Rumah Kaca.
A. Sungkup (Chamber) berbentuk balok
Sungkup terbuat dari bahan polikarbonat dan dibuat secara “knock down” sehingga
dapat dibawa dengan mudah untuk lokasi pengambilan contoh gas yang jauh dan pada
saat akan digunakan dapat dengan mudah dirakit. Sungkup memiliki ukuran yang
berbeda untuk tiap kebutuhan di lapangan. Jenis sungkup berdasarkan ukuran dan
fungsinya yaitu :
a. Sungkup besar dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 103 cm berfungsi untuk
menangkap contoh gas pada lahan sawah. Bagian-bagiannya adalah :
1. Headspace yaitu skala ketinggian, berfungsi untuk mengetahui tinggi ruang
udara pada sungkup.
2. Penampang, berfungsi sebagai tempat air agar udara tidak bocor.
3. Tutup sungkup, dilengkapi dengan kipas angin untuk menghomogenkan gas
dalam sungkup, dilengkapi juga dengan lubang yang ditutup dengan septum
untuk mengabil contoh gas.
Gambar 4. Bagian-bagian sungkup besar ukuran 50 cm x 50 cm x 103 cm.
7 b. Sungkup sedang dengan ukuran
60 cm x 60 cm x 30 cm berfungsi untuk
menangkap contoh gas pada lahan perkebunan (tanah gambut). Bagian-bagiannya
adalah :
1. Headspace, berfungsi untuk mengetahui tinggi ruang udara pada sungkup.
2. Pada
bagian
atas
sungkup
dilengkapi
dengan
kipas
angin
untuk
menghomogenkan gas dalam sungkup, dilengkapi juga dengan lubang yang
ditutup dengan septum untuk mengabil contoh gas.
Gambar 5. Bagian-bagian sungkup sedang ukuran 60 cm x 60 cm x 30 cm
c. Sungkup kecil ukuran 40 cm x 15 cm x 20 cm berfungsi untuk menangkap contoh
gas pada lahan sawah dan lahan gambut . Bagian-bagiannya adalah :
1. Headspace, berfungsi untuk mengetahui tinggi ruang udara pada sungkup.
2. Pada bagian atas sungkup dilengkapi dengan lubang yang ditutup dengan
septum untuk mengabil contoh gas.
8 Gambar 6. Bagian-bagian sungkup kecil ukuran 40 cm x 15 cm x 20 cm.
B. Sungkup (Chamber) Berbentuk Tabung
Tabung penangkap udara terbuat dari pipa, jenis tabung berdasarkan ukuran dan
fungsinya yaitu ;
a. Tabung dengan diameter 20 cm dan tinggi 75 cm berfungsi untuk mengambil
contoh gas pada kegiatan inkubasi tanah gambut. Bagian-bagiannya adalah :
1. Ember, berfungsi sebagai tempat air untuk menjaga kadar air tanah gambut.
2. Penampang, berfungsi sebagai tempat air agar gas tidak bocor.
3. Tutup sungkup dilengkapi dengan lubang yang ditutup dengan septum untuk
mengambil contoh gas.
Gambar 7. Bagian-bagian sungkup untuk inkubasi gambut.
9 b. Tabung dengan tinggi 105 cm dan diameter 20 cm berfungsi untuk mengambil
sampel udara pada lahan tanah sawah. Bagian-bagiannya adalah :
1. Headspace, berfungsi untuk mengetahui tinggi ruang udara pada sungkup.
2. Penampang, berfungsi sebagai tempat air agar gas tidak bocor
3. Tutup sungkup dilengkapi dengan lubang yang ditutup dengan septum untuk
mengabil contoh gas.
Gambar 8. Bagian-bagian sungkup tabung ukuran tinggi 105 cm dan diameter 20 cm.
c. Tabung dengan tinggi 40 cm dan diameter 15 cm berfungsi untuk mengambil
contoh gas pada lahan tanah sawah. Bagian-bagiannya adalah :
1. Headspace, berfungsi untuk mengetahui tinggi ruang udara pada sungkup.
2. Penampang, berfungsi sebagai tempat air agar gas tidak bocor
3. Tutup sungkup dilengkapi dengan lubang yang ditutup dengan septum untuk
mengabil contoh gas.
10 Gambar 9. Bagian-bagian sungkup tabung ukuran tinggi 40 cm dan diameter 15 cm.
d. Tabung dengan diameter 20 cm, tinggi 80 cm dengan ketebalan gabus (styrofoam)
30 cm (sebagai pelampung). Pada bagian bawah tabung setinggi 5 cm diberi
lubang melingkar. Tabung ini digunakan pada waduk/perairan berfungsi untuk
mengambil contoh gas. Bagian-bagiannya adalah :
1. Pelampung dari bahan gabus (steoroform) yang terletak pada bagian bawah
sungkup, berfungsi untuk menjaga agar sungkup tetap terapung.
2. Penampang, berfungsi sebagai tempat air agar gas tidak bocor
3. Tutup sungkup dilengkapi dengan lubang yang ditutup dengan septum untuk
mengabil contoh gas.
Gambar 10. Bagian-bagian sungkup tabung untuk mengambil contoh gas pada
waduk/perairan.
2.2 Alat Penyimpan Contoh Gas Rumah Kaca
a. Syringe BD ukuran 10 ml dengan jarum ukuran 23 G ¼ TW (0.6 mm x 32 mm).
Syringe dilengkapi dengan :
1. kertas perak untuk pembungkus. Fungsi kertas perak adalah untuk mengurangi
adanya pengaruh sinar matahari terhadap konsentrasi contoh dalam syringe
2. kertas label
3. penutup jarum berupa karet septum agar contoh gas dalam syringe tidak bocor.
11 b. Vial/ampul yang sudah di vacuum. Vial/ampul ini satu paket dengan tutup karet dan
logam.
c. Vacumblood/vacumtainer 10ml (16 x 100 mm). Vacumblood/vacumtainer ini satu
paket dengan tutup karet.
Gambar 11. Alat penyimpan contoh gas.
2.3 Alat Pendukung
a. Termometer
Termometer dipasang pada lubang bagian atas sungkup penangkap gas yang
berfungsi untuk mengukur perubahan suhu dalam sungkup. Data suhu tersebut akan
digunakan dalam perhitungan besarnya fluks dan emisi GRK
b. Batere
Dipasang pada sungkup penangkap contoh gas berfungsi sebagai sumber energi untuk
kipas angin yang terpasang pada tutup sungkup penangkap udara.
c. Bangku
Bangku terbuat dari kayu yang digunakan untuk tempat
berpijak kaki petugas
pengambil contoh gas di lapangan. Tujuannya agar tidak mengganggu tanaman
selama proses pengambilan contoh gas. Selain itu untuk menghindari konsentrasi
GRK berlebih akibat tekanan kaki secara langsung di lapangan. Tekanan tersebut
akan mengakibatkan lepasnya gas yang ada dalam ruang pori tanah secara berlebihan.
d. Alat Tulis dan Blangko Pengamatan
12 Blanko pengamatan digunakan untuk mencatat perubahan suhu dalam sungkup dan
ketinggian air (head space). Perubahan tersebut digunakan dalam proses perhitungan
emisi GRK.
e. Stop watch
Sebagai penanda interval waktu pengambilan contoh gas.
Gambar 12. Alat-alat pendukung
13 IV. CARA PENGAMBILAN CONTOH GAS
4.1 Cara pengambilan contoh gas metana (CH4)
Pengambilan contoh gas CH4 menggunakan beberapa jenins sungkup penangkap
contoh gas yang penggunaanya tergantung pada jenis lahan yang akan diambil contoh
gasnya.
Sungkup yang digunakan pada pengambilan contoh gas CH4 yaitu :
1. Pada lahan sawah sungkup yang digunakan berukuran 50 cm x 50 cm x 103 cm dan
menyungkupi 4 rumpun padi (disesuaikan dengan jarak tanam).
2. Sungkup berbentuk tabung dengan ukuran diameter 20 cm dan tinggi 105 cm
digunakan pada lahan sawah untuk menyungkupi 1 rumpun padi.
3. Pada pada lahan perkebunan (tanah gambut) , sungkup yang digunakan berukuran
60 cm x 60 cm x 30 cm.
4. Untuk kegiatan inkubasi tanah gambut, digunakan tabung dengan diameter 20 cm
dan tinggi 75 cm, sungkup berbentuk tabung yang telah diisi tanah gambut
(disesuaikan dengan kebutuhan pertabung) dimasukkan ke dalam ember yang telah
diisi air sesuai dengan metodologi yang digunakan.
5. Pengambilan contoh gas CH4 pada waduk/perairan menggunakan tabung dengan
diameter 20 cm, tinggi 80 cm dengan ketebalan styrofoam 30 cm (sebagai
pelampung).
Cara pengambilan contoh gas metana (CH4) adalah sebagai berikut :
1. Setiap petak percobaan yang akan diambil contoh gasnya dipasang satu bangku dan
pemasangan bangku dilakukan paling lambat satu hari sebelum pengambilan sampel
gas.
2. Pada pengambilan contoh gas metana di lahan sawah dan gambut diambil kurang
lebih 1 (satu) minggu sekali (bisa lebih atau kurang dari interval waktu tersebut),
pada kegiatan inkubasi tanah gambut diambil kurang lebih 1 (satu) bulan sekali.
Untuk pengambilan contoh gas metana di waduk/perairan dilakukan kurang lebih 2
kali dalam 1 tahun mewakili musim hujan dan musim kemarau. Waktu pengambilan
terbaik adalah pagi hari (06.00-08.00), namun pengambilan sampel juga dapat
dilakukan pada siang atau sore hari.
14 3. Sungkup diatur pada posisi rata dan terjaga agar gas yang tertampung dalam
sungkup tidak bocor. Pada lokasi pengambilan sampel gas di waduk/perairan,
tabung diletakkan pada permukaan air dan dibiarkan terapung.
4. Pada pengambilan contoh gas metana di lahan sawah dan inkubasi tanah gambut
penampang diisi air agar tidak terjadi kebocoran gas,
5. Termometer dipasang pada lubang yang ada pada bagian tutup/atas sungkup.
6. Batere dihubungkan ke kipas angin, pada sungkup berbentuk balok untuk
pengambilan contoh gas di lahan sawah dan perkebunan (lahan gambut). Pada
pengambilan contoh gas dengan sungkup berbentuk tabung dan untuk inkubasi
tanah gambut tidak menggunakan baterai dan kipas angin.
7. Sebelum pengambilan sampel gas, penutup sungkup dibiarkan terbuka selama
kurang lebih 2-3 menit untuk menstabilkan konsentrasi gas dalam sungkup.
8. Sungkup ditutup, penutup karet/septum pada tempat pengambilan sampel udara di
buka kurang lebih 2-3 menit agar konsentrasi udara dalam sungkup menjadi stabil.
9. Setelah 2-3 menit, tutup karet ditutupkan. Gas diambil dengan menggunakan jarum
suntik yang dipasang pada posisi tegak lurus disuntikkan pada karet septum tempat
mengambil contoh gas. Interval waktu pengambilan sampel adalah 3, 6, 9, 12, 15,
18, 21, 24 menit dalam satu rangkaian pengambilan contoh gas. Jarum suntik
ditutup dengan septum sesegera mungkin untuk menghindari kebocoran.
10. Ketinggian air dari permukaan tanah dan perubahan suhu dalam boks selalu dicatat
saat pengambilan contoh gas.
11. Sampel gas segera dibawa ke laboratorium gas rumah kaca untuk analisa
konsentrasi gas CH4-nya.
15 Gambar 13. Cara pengambilan contoh gas CH4 pada lahan sawah
Gambar 14. Pengambilan contoh gas CH4 pada tanah sawah (tabung dengan tinggi 105 cm
dan diameter 20 cm).
16 Gambar 15. Pengambilan contoh gas CH4 pada pada lahan perkebunan (tanah gambut)
(sungkup sedang dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 30 cm).
Gambar 16. Pengambilan contoh gas CH4 pada kegiatan inkubasi tanah gambut (tabung
dengan diameter 20 cm dan tinggi 75 cm).
17 Gambar 17. Pengambilan contoh gas CH4 pada waduk/perairan menggunakan tabung
dengan diameter 20 cm, tinggi 80 cm dengan ketebalan styrofoam 30 cm (sebagai
pelampung).
4.2
Cara pengambilan contoh gas karbondioksida (CO2) dan dinitrous Oksida (N2O).
Pengambilan contoh gas CO2
dan N2O menggunakan beberapa jenins sungkup
penangkap contoh gas yang penggunaanya tergantung pada jenis lahan yang akan
diambil contoh gasnya.
Sungkup yang digunakan pada pengambilan contoh gas CO2 dan N2O yaitu :
1. Pada lahan sawah dan pada lahan perkebunan (tanah gambut) digunakan sungkup
kecil ukuran 40 cm x 15 cm x 20 cm.
2. Pengambilan contoh gas CO2 dan N2O pada lahan sawah menggunakan sungkup
berbentuk tabung dengan diameter 15 cm dan tinggi 40 cm.
3. Untuk kegiatan inkubasi tanah gambut, digunakan tabung dengan diameter 20 cm
dan tinggi 75 cm, sungkup berbentuk tabung yang telah diisi tanah gambut
(disesuaikan dengan kebutuhan pertabung) dimasukkan ke dalam ember yang telah
diisi air sesuai dengan metodologi yang digunakan.
4. Pengambilan contoh gas CO2 dan N2O pada waduk/perairan menggunakan tabung
dengan diameter 20 cm, tinggi 80 cm dengan ketebalan styrofoam 30 cm (sebagai
pelampung).
Cara pengambilan contoh gas untuk analisa karbondioksida (CO2) dan Dinitrous Oksida
(N2O) adalah sebagai berikut :
18 1. Setiap petak percobaan yang akan diambil contoh gasnya dipasang satu bangku dan
pemasangan bangku dilakukan paling lambat satu hari sebelum pengambilan sampel
gas.
2. Pada pengambilan contoh gas CO2 dan N2O di lahan sawah dan gambut diambil
kurang lebih 1 (satu) minggu sekali (bisa lebih atau kurang dari interval waktu
tersebut), pada kegiatan inkubasi tanah gambut diambil kurang lebih 1 (satu) bulan
sekali. Untuk pengambilan contoh gas CO2 dan N2O di waduk/perairan dilakukan
kurang lebih 2 kali dalam 1 tahun mewakili musim hujan dan musim kemarau
Waktu pengambilan terbaik adalah pagi hari (06.00-08.00), namun pengambilan
sampel juga dapat dilakukan pada siang atau sore hari.
3. Sungkup diletakkan pada sela tanaman dan diatur pada posisi rata agar gas yang
tertampung dalam sungkup tidak bocor. Pada lokasi pengambilan sampel gas di
waduk/perairan, tabung diletakkan pada permukaan air dan dibiarkan terapung.
4. Pada pengambilan contoh gas CO2 dan N2O di lahan sawah dengan menggunakan
sungkup berbentuk tabung, inkubasi tanah gambut dan pada lokasi perairan/waduk,
penampang diisi air agar tidak terjadi kebocoran gas.
5. Termometer dipasang pada lubang yang ada pada bagian tutup/atas sungkup.
6. Sebelum pengambilan sampel gas, penutup sungkup dibiarkan terbuka selama
kurang lebih 2-3 menit untuk menstabilkan konsentrasi gas dalam sungkup.
7. Sungkup ditutup, penutup karet/septum pada tempat pengambilan sampel udara di
buka kurang lebih 2-3 menit agar konsentrasi udara dalam sungkup menjadi stabil.
8. Setelah 2-3 menit, tutup karet ditutupkan. Gas diambil dengan menggunakan jarum
suntik yang dipasang pada posisi tegak lurus disuntikkan pada karet septum tempat
mengambil contoh gas. Interval waktu pengambilan sampel adalah 3, 6, 9, 12, 15,
18, 21, 24 menit jika contoh gas yang diambil nantinya akan digunakan untuk
analisa penetapan emisi gas CO2 sedangkan jika contoh gas yang diambil nantinya
akan digunakan untuk penetapan emisi gas N2O maka interval waktu yang
digunakan 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 menit (disesuaikan dengan metodologi
penelitian) dalam satu rangkaian pengambilan contoh gas. Jarum suntik ditutup
dengan septum sesegera mungkin untuk menghindari kebocoran.
19 9. Ketinggian air dari permukaan tanah dan perubahan suhu dalam boks selalu dicatat
saat pengambilan contoh gas.
10. Sampel gas segera dibawa ke laboratorium gas rumah kaca untuk analisa
konsentrasi gas CO2 dan N2Onya.
Gambar 18. Pengambilan contoh gas CO2 dan N2O pada lahan sawah dan lahan gambut
Gambar 19. Pengambilan contoh gas CO2 dan N2O pada lahan sawah (tabung dengan
tinggi 40 cm dan diameter 15 cm).
20 Gambar 20. Pengambilan contoh gas CO2 dan N2O pada kegiatan inkubasi tanah gambut
(tabung dengan diameter 20 cm dan tinggi 75 cm).
Gambar 21. Pengambilan contoh gas CO2 dan N2O pada waduk/perairan menggunakan
tabung dengan diameter 20 cm, tinggi 80 cm dengan ketebalan styrofoam 30 cm (sebagai
pelampung).
21 IV. PENUTUP
Tehnik pengambilan contoh gas rumah kaca dengan metode sungkup tertutup memiliki
perbedaan dalam penggunaan di lapangan. Pengambilan contoh gas menggunakan alat
penyimpan udara yaitu syringe BD ukuran 10 ml dengan jarum ukuran 23 G ¼ TW (0.6 mm
x 32 mm), vacuum blood atau vacumtainer 10 ml (16 x 100 mm), vial atau ampul. Perbedaan
penggunaan sungkup tergantung pada kondisi dan metodologi. Untuk pengukuran gas pada
lahan sawah digunakan sungkup berbentuk balok dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 100 cm
dan menyungkupi 4 rumpun padi, untuk sungkup berbentuk tabung dengan diameter 20 cm
dan tinggi 105 cm digunakan pada lahan sawah dan menyungkupi 1 rumpun padi.
Pengambilan contoh gas dari lahan sawah disela tanaman padi dan pada lahan perkebunan
(tanah gambut) menggunakan sungkup ukuran 60 cm x 60 cm x 30 cm. pengambilan contoh
gas pada sela tanaman menggunakan sungkup ukran 40 cm x 15 cm x 20 cm dan sungkup
berbentuk tabung dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 40 cm. pengambilan contoh gas
pada perairan menggunakan sungkup berbentuk tabung yang bagian bawahnya diberi gabus
sebagai pelampung, ukuran sungkupnya adalah diameter 20 cm dan tinggi 80 cm. pada
pengambilan udara tanah gambut yang diinkubasi, menggunakan sungkup ukuran diameter
20 cm dan tinggi 75 cm, dimana sungkup diletakkan dalam ember yang diisi air.
22 DAFTAR PUSTAKA
Barlett, K. B., P. M. Crill, D. I. Sebacher, R. C. Harris, J. O. Wilson, and J. M Wilson, and J. M.
Melack. 1988. Metana Flux from the Central Amazonian Flood Plain. J. Geopys. Res.
93:1571-1578.
Beuchamp, E. G. 1997. Nitrous Oxide Emissions from Agricultural Soils. Canadian Journal of
Soil Science : 113-123
Cicerone, R. J. 1987. Changes in Stratospheric. Ozone. Sciences 237 : 35 – 42.
------------------. 1989. Analysis of sources and sink of atmospheric nitrous oxide (N2O). J.
Geophys. Res. 94: 1825 –1827
Dalal, R. C., W. Wang, G. P. Robertson dan W. J. Parson, 2003. Nitrous Oxide Emission from
Australian Agricultural Lands and Mitigation Options: a review. Australian Journal of
Soil Research (41) : 165 – 195.
Holzapfel-Pischorn, A., A. R. Conrad, and W. Seiler. 1986. Effects of Vegetaion on the emission
of Metane from Submerged Paddy Soil. Plant and Soil. 92:223-233.
Hutabarat, Lusida. 2001. Emisi Nitrous Oksida (N2O) pada BErbagai Tipe Penggunaan Lahan di
Kuamang Kuning, Provinsi Jambi. Skripsi S1. Program Sarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Mosier, A.R., K.F. Bronson, J.R. Freney, and D.G. Keerthisinghe. 1994. Use nitrification
inhibitors to reduce nitrous oxide emission from urea fertilized soils. In CH4 and N2O:
Global Emissions and Controls from Rice Field and Other Agricultural and Industrial
Sources. NIAES. Pp. 187 – 196.
Mudiyarso, D. 2003b. CDM: Mekanisme pembangunan bersih. Wetland International, Institut
Pertanian Bogor, hal 1-5.
Neue, H. U. And Scharpenseel. 1984. Gases Produst of Decomposition of Organis Matter in
Submerged Soils. In Organic Matter and Rice. IRRI.
Neue, H. U., P. A. Roger. 1994. Potential of Methane Emission in Major Rice Ecologies. Climate
Biosphere Interaction: Biogenic Emission dan Enviromental Effect of Climate Change
: 65-93.
Nouchi, I. 1992. Mechanism of Metanae Transport Through Rice Plants. In : K. Minami, A.
Mosier and R. L. Sass (eds). CH4 and N2O : Global Emission and Controls from Rice
Fields and Other agricultural and Industrial Sources. Proc. Of an International
Workshop: Metanae anh Nitrous Oxide Emission from Natural and Anthropogenic
23 Sources and Their Reduction Reseach Plan. Tsukuba, Japan. March 25-26, 1992.
NIAES. Pp. 87-104.
Parashar, D. C., Prabhat K. Gupta, J. Rai, R.C. Sarma, and N. Singh. 1993. Effect of Soil
Temperature on Methane Emissionfrom Paddy Fields. Chemosphere, vol.26,Nos.1-4,
pp. 247-250
Partoharjono, S. 1999. Upaya Peningkatan Efisiensi PEnggunaan Pupuk Nitrogen Untuk
Menekan Emisi Gas N2O dari Lahan Sawah. Dalam : Partohardjono, S., J. Soejitno
dan Hermanto (eds). Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan
Peningkatan Produktifitas Padi di Lahan Sawah. Bogor, 24 April 1999. Puslitbangtan.
Bogor. Pp. 1-11
Rachman, Chairul. 2007. Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Rennenberg, H., R. Wassman, H. Papen, and W. Seiler. 1992. Trace Gas Exchage in Rice
Cultivation. Ecology Bulletin 42:164-173.
Seiler, W., A. Holzapfel-Pschorn, R. Conrad, and D. Scharffe. 1984. Metanae Emission from
Rice Paddies. Journal of Atmospheric Chem. 1:241-248.
Setyanto, P., A. K. Makarim, A. M. Fagi, R. Wassmann dan L. V. Buendia. 2000. Crop
management Affecting Methane Emissions from Irrigated and Rainfed Rice in Central
Java (Indonesia). Dalam : Wassman, R., R. S. Lanthin, H. U. Neue (eds). Nutrient
Cycling in Agroecosystem 5. Kluwer Academic Publisher. hlm : 85-93
Teepe, R., a. Vor, F. Breese, dan B. Ludwig. 2004. Emissions of N2O from Soils During Cycles
of Freezing and Thawing and The Effects of Soil Water, Texture and Duration of
freezing . European Journal of Soil Science (55) : 357-365
Wang, Bujun and Katsuki Adachi. 1998. Association of Methane Emission with Methanogenic
and Methanotrophic Bacteria in Flooded Soil as Affected by Rice Cultivars. Dalam
IRRI-UNDP Final Workshop. Beijing & Hangzhou. 10-13 August 1998
Wihardjaka, A., P. Setyanto, dan A. K. Makarim. 1999. Pengaruh Penggunaan Bahan Organik
Terhadap HAsil Padi dan Emisi Gas Metan pada Lahan Sawah. Dalam : Partohardjono,
S., J. Soejitno dan Hermanto (eds). Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah
KAca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Bogor, 24 April 1999.
Puslitbangtan. Bogor. Pp. 44-53
Wihardjaka, A. Dan P. Setyanto. 2007. Emisi dan Mitigasi Gas Rumah Kaca dari Lahan Sawah
dan Tadah Hujan. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Jakenan.
24 Yagi, Kazuyuki and Katsuyuki Minami. 1998. Methane Emission from Paddy Fields as affected
by Soil Properties and Its Implication to the Global Estimation. Dalam IRRI-UNDP
Final Workshop. Beijing & Hangzhou. 10-13 August 1998
Yan, X., S. shi, L. Du, dan G. Xing. 2000. Pathways of N2O Emission from Rice Paddy Soil. Soil
and Biochemistry (32) : 437-440
http://silver.emerson.u98.k12.me.us diakses tanggal 8 Februari 2012
http://ww.nature.com/nature/journal diakses tanggal 9 Februari 2012
http://tiee.esa.org/vol/v6/experiment/soil_raspiration/description.html diakses tanggal 9 Februari
2012
25 
Download