perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 5 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB)
MDR-TB merupakan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama
yang paling efektif, yaitu rifampisin dan isoniazid (WHO, 2015). Infeksi
MDR-TB dapat ditularkan dengan cara yang sama seperti pada Drug
Susceptible-TB (DS-TB), yaitu melalui udara (airborne transmission)
oleh pasien yang mengalami infeksi aktif TB paru (Sia dan Wieland,
2011; WHO, 2013). Terdapat tiga tipe resistensi infeksi MDR-TB, yaitu:
resistensi natural (natural resistance), primer (primary resistance), dan
didapat (acquired resistance) (Lemos dan Matos, 2013).
Resistensi didapat (acquired resistance) pada MDR-TB terjadi
akibat mutasi spontan Mycobacterium tuberculosis (Lemos dan Matos,
2013; Müller et al., 2013). Setiap 105 - 106 bakteri terdapat bakteri yang
resisten terhadap isoniazid dan setiap 107 - 108 bakteri terdapat bakteri
yang resisten terhadap rifampisin (Lemos dan Matos, 2013). Adanya
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap setiap OAT
yang diberikan menjadi alasan pemberian kombinasi beberapa OAT pada
pengobatan TB (Müller et al., 2013). Pengobatan yang tidak adekuat
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
menyebabkan sejumlah kecil Mycobacterium tuberculosis yang resisten
tersebut dapat bertahan dan semakin bertambah jumlahnya hingga
terbentuk populasi bakteri yang resisten terhadap lebih dari satu jenis
OAT (hetero-resistant) (Lemos dan Matos, 2013; Müller et al., 2013).
2. Respons Imunitas terhadap Infeksi Mycobacterium tuberculosis
Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam paru
akan terdeposit di dalam ruang alveolar (Shaler et al., 2012). Sel
makrofag alveolar setempat akan mengenali dan memfagositosis bakteri
Mycobacterium tuberculosis tersebut (Kleinnijenhuis et al., 2011; Shaler
et al., 2012). Sel makrofag alveolar mampu mengenali komponen
Mycobacterium tuberculosis melalui berbagai Pattern Recognition
Receptors (PRR) seperti Mannose-Binding Lectin (MBL), Mannose
Receptor (MR), Toll-Like Receptor (TLR)-2, TLR-4, dan TLR-9 (Sia et
al., 2015). Interaksi antara PRR dengan Mycobacterium tuberculosis akan
mengaktifkan jalur Nuclear Factor Kappa B (NF-κB) dan Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARγ) sehingga akan
diproduksi sitokin proinflamasi seperti Tumor Necrosis Factor (TNF)-α,
Interleukin (IL)-1β, IL-18, IL-12, serta kemokin seperti Chemokine (C-C
motif) Ligand (CCL)-22 dan CCL-3 (Sia et al, 2015; Yuk dan Jo, 2014).
Sitokin dan kemokin tersebut berkontribusi menarik sel dendritik, sel T,
sel neutrofil, sel makrofag, dan sel Natural Killer (NK) ke tempat infeksi
(Sia et al., 2015).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Sel dendritik berperan menjembatani respons imunitas alami
(innate
immunity)
dan
didapat
(adaptive
immunity)
melalui
kemampuannya bermigrasi dari tempat infeksi ke nodus limfatikus
regional dan menampilkan antigen Mycobacterium tuberculosis ke sel T
naïve CD4+ (Sia et al., 2015). Sel dendritik menangkap dan melakukan
endositosis antigen Mycobacterium tuberculosis melalui pengenalan
antigen Mycobacterium tuberculosis dengan reseptor seperti TLR, MR,
CD11b, CD11c, Dendritic Cell-Specific Intercellular Adhesion Molecule3-Grabbing Non-Integrin (DC-SIGN), dan reseptor Fc (Mihret, 2012;
Shaler et al., 2012; Sia et al., 2015). Pengenalan sel dendritik dengan
antigen Mycobacterium tuberculosis dan stimulasi sel dendritik oleh
sitokin proinflamasi seperti TNF-α menginduksi maturasi sel dendritik
yang ditandai dengan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility
Complex (MHC) kelas II dipermukaan sel, peningkatan molekul
costimulatory CD80, CD86, dan CD40, serta peningkatan ekspresi
Chemokine (C-C motif) Receptor (CCR)7 (Mihret, 2012; Sia et al., 2015).
Peningkatan ekspresi CCR7 membantu sel dendritik bermigasi ke Nodus
Limfatikus Mediastinal (NLM) melalui gradien kemokin CCL19/21
(Shaler et al., 2012).
Di NLM, sel dendritik mengaktivasi sel T naïve CD4+ menjadi sel
Th CD4+ dan mensekresikan sitokin yang berperan dalam polarisasi sel
Th CD4+ (Mihret, 2012). Sekresi sitokin IL-12, IL-23, IL-27, IL-18, IFNα, dan IFN-β oleh sel dendritik memacu polarisasi sel Th CD4+ menjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
sel Th1 yang menghasilkan sitokin IL-2, IFN-γ, dan TNF-α (Cooper et
al., 2011; de Jong et al., 2005; Fallahi et al., 2012). Sitokin IFN-γ akan
mengaktivasi sel makrofag yang terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis dan menginduksi maturasi fagosom-lisosom, peningkatan
ekspresi MHC kelas II, dan produksi substansi toksik seperti Reactive
Oxygen Substances (ROS) dan Reactive Nitrogen Intermediates (RNI)
(Shaler et al., 2012). Sel makrofag yang teraktivasi akan menghasilkan
sitokin IL-12 yang menginduksi sel Th1 untuk memproduksi lebih banyak
sitokin IFN-γ (Flynn et al., 2011). Sekresi sitokin IL-4 dan CCL-2 oleh
sel dendritik akan menyebabkan polarisasi sel Th CD4+ menjadi sel Th2
yang menghasilkan sitokin IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13 (de Jong et
al., 2005; Fallahi et al., 2012). Sel Th 2 pada infeksi TB menyebabkan
penurunan repons sel Th1 sehingga mengganggu imunitas seluler
melawan bakteri Mycobacterium tuberculosis (da Silva et al., 2015).
Sel dendritik juga memiliki kemampuan untuk presentasi silang
(cross-presentation) antigen dari luar melalui molekul MHC kelas I
(Klechevsky, 2015). Proses tersebut berperan penting dalam aktivasi sel T
naïve CD8+ menjadi sel T cytotoxic CD8+ (Klechevsky, 2015). Sel T
cytotoxic CD8+ mampu membunuh secara langsung sel makrofag yang
terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis melalui sekresi granul yang
mengandung molekul sitotoksik seperti perforin, granzymes, dan
granulysin (Saeidi et al., 2015; Yasui, 2014). Sel T cytotoxic CD8+ dapat
menginduksi apoptosis sel yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
melalui interaksi Fas ligand (FasL) - Fas receptor (FasR) (Etna et al.,
2014). Sel T cytotoxic CD8+ juga memproduksi sitokin IFN-γ namun
dalam jumlah sedikit (Etna et al., 2014).
3. Peran Sitokin Interferon-Gamma (IFN-γ) pada Infeksi Tuberculosis (TB)
Sitokin IFN-γ merupakan salah satu sitokin yang berkontribusi
penting dalam respons imunitas terhadap infeksi intraseluler bakteri
Mycobacterium tuberculosis terutama dalam aktivasi sel makrofag dan
induksi fungsi microbicidal sel makrofag (Cavalcanti et al., 2012).
Sitokin IFN-γ dihasilkan terutama oleh sel Th1 CD4+ (Jurado et al.,
2012). Sitokin IFN-γ memacu polarisasi fenotip M1 sel makrofag
(classical M1 activation) yang ditandai dengan ekspresi yang tinggi dari
sitokin proinflamasi, produksi yang tinggi dari RNI dan ROS,
peningkatan respons sel Th1, dan peningkatan aktivitas microbicidal sel
makrofag (Shaler et al., 2012; Sica dan Mantovani, 2012). Fenotip M1 sel
makrofag tersebut dilaporkan berkontribusi dalam pertahanan terhadap
infeksi intraseluler seperti pada fase awal infeksi Mycobacterium
tuberculosis (Sica dan Mantovani, 2012). Sitokin IFN-γ mampu
meningkatkan presentasi antigen MHC kelas I dan kelas II sehingga
meningkatkan kemampuan sel imun untuk mengenali dan merespons
patogen (Smith dan Denning, 2014). Sitokin IFN-γ juga berkontribusi
dalam diferensiasi sel T CD4+ menjadi sel T efektor Th1 yang berperan
sebagai mediator dalam infeksi intraseluler (Cavalcanti et al., 2012; Smith
dan Denning, 2014).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Secara umum, respons spesifik produksi sitokin IFN-γ terhadap
stimulasi antigen Mycobacterium tuberculosis digunakan sebagai penanda
proteksi sistem imun melawan infeksi Mycobacterium tuberculosis
(Mzinza et al., 2015). Respons produksi sitokin IFN-γ PBMC dilaporkan
meningkat selama awal pengobatan pada pasien dengan infeksi TB yang
menandakan adanya peningkatan respons imunitas seluler (Mensah et al.,
2014). Produksi sitokin IFN-γ pasien TB dapat diamati pada pengukuran
sitokin IFN-γ di serum pasien limfadenitis TB dimana sitokin IFN-γ
dilaporkan lebih tinggi pada pasien TB dibandingkan dengan kontrol
sehat (Mustafa et al., 2015).
4. Produksi Sitokin Interferon-Gamma (IFN-γ) pada Pasien MultidrugResistant Tuberculosis (MDR-TB)
Produksi sitokin IFN-γ PBMC dilaporkan mengalami penurunan
pada pasien dengan infeksi MDR-TB (Tan et al., 2012). Infeksi MDR-TB
diketahui menyebabkan peningkatan populasi sel T regulatori (Treg)
CD8+ (sel CD8+ CD25+ Foxp3+) dan sel Treg CD4+ (sel CD4+ CD25+
Foxp3+) di PBMC (Geffner et al., 2009). Sel Treg tersebut, pada pasien
TB, dilaporkan menekan fungsi efektor PBMC dengan meningkatkan
ekspresi sitokin IL-10, menghambat ekspresi sitokin IFN-γ, dan
menghambat degranulasi sel T cytotoxic CD8+ (Geffner et al., 2009).
Peningkatan level IL-10, peningkatan frekuensi sel CD4+ CD25+
FoxP3+, dan gangguan produksi sitokin IFN-γ juga dilaporkan pada
PBMC pasien MDR-TB yang diinduksi early secreted antigenic target 6
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
(ESAT-6) (Pinheiro et al., 2013). Selain itu, jumlah populasi sel CD4+
IFN-γ+ di PBMC mengalami penurunan pada infeksi MDR-TB (Pinheiro
et al., 2013). Peningkatan level sitokin IL-10 dan sel CD4+ CD25+
FoxP3+, serta penurunan sel CD4+ IFN-γ+ diduga berperan dalam
gangguan produksi sitokin IFN-γ pada pasien MDR-TB (Pinheiro et al.,
2013).
5. Gambaran Klinis Infeksi Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB)
Kavitas paru terbentuk sebagai akibat dari proses imunopatologi
post primary TB (Bolursaz et al., 2014; Hunter, 2011; Hunter et al.,
2014). Kavitas paru berawal dari suatu area caseous pneumonia yang
mengalami perlunakan dan fragmentasi (Hunter, 2011; Hunter et al.,
2014). Jaringan yang mengalami perlunakan dan fragmentasi tersebut
dibatukkan sehingga terbentuk suatu lesi kavitas (Hunter, 2011; Hunter et
al., 2014). Setelah mengalami proses maturasi, kavitas paru menjadi
tempat yang ideal untuk berkembangnya bakteri Mycobacterium
tuberculosis dalam jumlah yang besar (Hunter, 2011; Hunter et al., 2014).
Kavitas paru yang telah matur dilaporkan berkaitan dengan kegagalan sel
imun dalam eradikasi bakteri yang ditunjukkan dengan peningkatan sel
Treg Foxp3+ dalam kavitas paru (Hunter, 2011).
Kavitas paru dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya infeksi
MDR-TB (Mulu et al., 2015). Adanya kavitas paru juga dilaporkan
meningkatkan risiko terjadinya resistensi didapat (acquired resistance)
pasien MDR-TB selama pengobatan dengan OAT lini kedua (Kempker et
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
al., 2015). Tingginya bacterial load di dalam kavitas paru, replikasi
Mycobacterium tuberculosis yang cepat akibat tingginya oksigenasi
dalam kavitas paru, berkurangnya paparan terhadap respons imunitas
pasien, dan rendahnya penetrasi OAT ke dalam jaringan fibrosis dinding
kavitas menjadikan kavitas paru sebagai tempat yang ideal untuk
terjadinya resistensi didapat (acquired resistance) (Kempker et al., 2015,
Mulu et al., 2015). Adanya kavitas paru berkaitan dengan waktu konversi
kultur yang lebih lama (Basit et al., 2014; Brust et al., 2013) dan
penurunan kemungkinan sembuh (Siqueira et al., 2009).
Pada pasien MDR-TB dengan kavitas paru, terdapat proporsi sel
Treg CD4+ CD25+ FoxP3+ yang lebih tinggi pada sirkulasi darah perifer
dibanding dengan kelompok kontrol sehat, sehingga menurunkan
produksi sitokin IFN-γ (Wu et al., 2010). Keparahan kavitas pada pasien
TB paru dilaporkan berkaitan dengan penurunan respons produksi sitokin
IFN-γ di sirkulasi darah perifer (Fan et al., 2015). Pasien dengan lesi
kavitas paru yang berat (diameter kavitas > 3 cm atau jumlah kavitas > 3)
dilaporkan mengalami penurunan respons produksi IFN-γ PBMC yang
signifikan dibanding dengan kelompok pasien yang memiliki lesi paru
ringan dan tanpa kavitas paru (Fan et al., 2015).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
B. Kerangka Pemikiran
Post primary TB
Kavitas paru
− Peningkatan mycobacterial load dalam kavitas
− Peningkatan replikasi bakteri Mycobacterium tuberculosis
− Penurunan penetrasi obat ke dalam dinding kavitas paru
− Penurunan paparan terhadap respons imunitas pasien
Infeksi MDR-TB
− Peningkatan populasi sel Treg CD4+ di PBMC
− Peningkatan produksi sitokin IL-10 PBMC
− Penurunan populasi sel CD4+ IFN-γ+ di PBMC
Penurunan produksi sitokin IFN-γ plasma
− Mycobacterial load dalam sputum meningkat
− Peningkatan keparahan kavitas paru
Waktu konversi
sputum lebih lama
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Level Sitokin IFN-γ dan Gambaran
Klinis Pasien MDR-TB RSUD Dr. Moewardi di Surakarta
commit to user
Download