Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2017 Vol. 2, No. 1, Hal 5-7 Internet, Membangun Kesadaran akan Ruang Publik Baru Subhan El Hafiz Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA [email protected] Abstrak Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan banyaknya terjadi pelanggaran etika dan moral di ruang publik dikarenakan kurangnya kesadaran akan munculnya ruang publik baru dengan sarana yang umumnya ada dalam ruang privat. Dengan demikian, perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kemunculan ruang publik baru ini. Kata Kunci: Ruang Publik, Internet, Pelanggaran Moral, Teknologi Informasi Hal yang cukup menarik dalam era informasi ini, pada saat individu memberikan informasi pribadinya ke publik, seperti men-“jual diri”. Beberapa informasi justru sangat sensitif dan dapat menyebabkan seseorang menghadapi masalah hukum atau gugatan moral. Sementara informasi lain justru dapat merugikan dirinya karena dapat merusak interaksi sosial didunia nyata. Pendahuluan Teknologi Informasi ini telah menciptakan mata uang baru berupa “informasi”. Setiap orang yang memiliki informasi yang penting dan signifikan akan memperoleh keuntungan dari informasi yang dimilikinya namun disisi lain memiliki ancaman terhadap kepemilikan informasi tersebut. Kasus wikileaks dan Julian Assagne sebagai salah seorang pendiri wikileaks merupakan contoh bagaimana informasi saat ini dapat menjadi nilai tukar yang signifikan. Adapun media lain seperti Google, Yahoo, Facebook, Instragram, Whatsapp, Line, dsb adalah pedagang dari transaksi informasi. Para provider ini mengumpulkan “recehan” informasi dari para penggunanya yang kemudian menjualnya pada para pengusaha dan pebisnis dalam bentuk iklan. Para pembeli ini pun cukup membayar dari banyaknya “klik” pada iklan yang ditempatkan dibagian tertentu pada laman yang ditampilkan. Sedangkan berita bohong, atau Hoax, merupakan “uang palsu” yang beredar di dunia maya. Beberapa orang ikut menggunakan uang palsu ini dengan menyebarkan kembali berita hoax. Tentu saja yang mendapat keuntungan paling besar adalah pembuat berita bohong alias hoax tersebut apapun motif dibalik pembuatan berita palsu tersebut. Beberapa Permasalahan Akibat Teknologi Informasi Pada oktober 2011, Detik.com melaporkan 4 kejadian penculikan akibat perkenalan melalui media sosial facebook, begitu juga dengan tempo.com pada Maret 2013 melaporkan penculikan lainnya yang juga dimulai dengan aktifitas perkenalan dalam facebook (Detik.com, 2012; Tempo, 2013). Tentu saja hal ini bisa terjadi karena adanya tukar menukar informasi dalam dunia maya yang melebihi kewajaran dimana korban merasa tidak memiliki batasan untuk memberikan informasi kepada orang lain dalam ranah publik. Lain lagi masalah F pada Agustus 2017 yang menghadapi masalah tuntutan hukum akibat status yang dipasangnya dalam media sosial instagram. F dianggap melakukan penghinaan yang bernuansa sara melalui status yang dilayangkannya pada media sosial. Selain itu, masalah lain juga dihadapi D karena mengunggah foto [5] dirinya yang menembak kucing ke dalam media sosial (El Hafiz, 2016). Begitu juga masalah yang terkait dengan hoax atau berita bohong dalam dunia maya yang semakin gencar dilakukan ketika mendekati pemilu. Situasi yang dirasakan menjadi sangat mencekam sehingga tidak lagi dapat dipastikan mana berita asli dan berita palsu. Akibatnya kondisi sosial dan politik nasional menjadi penuh dengan ketidakpastian yang sangat parah. Sebagai pembanding untuk melihat kegoncangan sosial, masyarakat akan semakin khawatir manakala uang yang dikuasainya tidak dapat ditentukan keasliannya karena, baik yang asli dan yang palsu, tidak dapat dikonfirmasi. Akibatnya transaksi ekonomi akan terhambat dan masalah sosial akan berkembang ketika masing-masing pihak mengklaim bahwa hanya uang yang dimilikinya yang asli. diluar diri kita. Sehingga kita dapat melihat bahwa status, profil, dan postingan yang dilakukan oleh seseorang melalui berbagai media informasi adalah gambaran dari yang nyata diri orang tersebut. Disinilah masalah muncul terkait dengan ruang publik. Adakah seseorang melakukan sesuatu di berbagai media informasi sadar bahwa dirinya sedang menyebarkan informasi pribadi ke ranah publik? Tentunya jika melihat beberapa kasus yang terjadi hingga saat ini, dapat disimpulkan bahwa masih banyak pengguna TI tidak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam ruang publik baru pada saat memposting, memasang status, atau mengomentari status orang lain termasuk pada saat seseorang ikut meneruskan informasi hoax. Berdasarkan kondisi inilah, upaya untuk terus menyadarkan semua pihak pengguna akan adanya ruang publik baru disaku baju atau celananya perlu dikampanyekan. Hingga saat ini, sangat sulit menemukan dan melihat orang-orang dengan senang hati berteriak-teriak di pasar, bis, halte tentang siapa dirinya. Terlebih kita sulit menemukan orang yang dengan senang hati menghina orang lain yang tidak dikenal saat di bis, halte, atau bandara namun semua itu bisa sangat mudah dilakukan di media sosial dan internet. Apakah moralitas manusia berubah? Rasanya jawaban yang lebih tepat adalah rendahnya kesadaran akan munculnya ruang publik baru. Internet: Apakah Psikologis Seseorang Bermakna? Back dkk. (2010) melakukan penelitian terkait dengan penggunaan facebook dengan diri nyata (actual self) orang tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa profil facebook seseorang secara umum merupakan gambaran diri nyata orang tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa profil tersebut tidak menunjukkan diri ideal (ideal self) dari pengguna facebook. Penelitian ini dilakukan dengan men-copy laman profil partisipan yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian kemudian meminta orang lain menilai profil tersebut. Sedangkan partisipan penelitian diberikan serangkaian instrumen penelitian untuk melihat gambaran diri ideal dan diri nyata. Kedua hasil tersebut, penilaian orang lain dan penilaian instrumen, kemudian dibandingkan hingga mendapatkan hasil sebagaimana yang dijelaskan diatas. Hasil penelitian ini sesungguhnya menggambarkan bahwa internet adalah bagian dari diri seseorang bukan diluar orang tersebut. Diri kita dalam dunia maya adalah diri kita yang nyata dan bukan objek Cara Menghadapi Ruang Publik Baru Barnes (2006) menyampaikan tiga pendekatan terkait permasalahan yang ada dalam penggunaan internet atau sosial media. Pendekatan ini juga dapat dikembangkan dalam rangka mengatasi permasalahan akibat kurangnya kesadaran akan ruang publik baru. Pendekatan tersebut adalah (1) pendekatan sosial, (2) pendekatan teknis, dan (3) pendekatan hukum. Pendekatan sosial berkaitan dengan kesadaran akan privasi pada ranah publik [6] yang terkait teknologi informasi. Walaupun privasi bergerak secara dinamis, yaitu batasanya kadang meluas dan disaat lain menyempit namun banyak masyarakat yang masih merasakan bahwa telepon genggam yang dimilikinya adalah ruang pribadi sehingga pergerakan dinamika ruang publiknya menjadi terhambat karena menganggap bahwa perangkat dalam genggamannya semata-mata hanya ruang pribadi. Pendekatan teknis berkaitan dengan perangkat yang disediakan dalam mediamedia sosial atau media publik. Perangkat tersebut harus dengan jelas menujukkan apakah informasi yang akan kita berikan merupakan informasi publik atau informasi pribadi. Perangkat ini tentu saja harus ramah pengguna (user friendly) sehingga tidak sulit bagi pemberi informasi untuk membatasi informasi yang diberikannya. Pendekatan terakhir adalah pendekatan hukum yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk menolak agar informasi yang disampaikannya disampaikan kepada pihak lain (pihak ketiga). Foto atau video, bahkan informasi tentang seseorang walaupun bersama diri kita, memiliki keterbatasan hak untuk disebarkan kepada orang lain jika tidak disetujui oleh orang tersebut. Daftar Pustaka Back, M. D. (2010). Facebook profiles reflect actual personality, not selfidealization. Psychological science, 21(3) , 372-374. Barnes, S. B. (2006). A privacy paradox: Social networking in the United States. First Monday , http://firstmonday.org/ojs/index.php/f m/article/viewArticle/1394/1312%25 23. Detik.com. (2012, 10 11). Ini 4 Penculikan Remaja Putri oleh Kenalan di Facebook. Retrieved 4 15, 2017, from Detik.com: https://news.detik.com/berita/d2060296/ini-4-penculikan-remajaputri-oleh-kenalan-di-facebook/2 El Hafiz, S. (2016). Moralitas di Internet: Kegagapan akan Ruang Publik Baru. In Psikologi dan Teknologi Informasi (pp. 119-125). Jakarta: Himpunan Psikologi Indonesia. Tempo. (2013, 3 25). Remaja Jadi Korban Penculikan Kenalan di Facebook. Retrieved 4 15, 2017, from Tempo.co: https://m.tempo.co/read/news/2013/0 3/25/064469247/remaja-jadi-korbanpenculikan-kenalan-di-facebook Penutup Sebagai penutup, kita perlu bekerja dalam ranah masing-masing dan tentunya dalam ranah psikologi pendekatan pertama sangat mungkin dilakukan yaitu menyadarkan semua pihak bahwa teknologi informasi adalah ruang publik. Dengan demikian, individu yang berinteraksi dengan teknologi informasi harus dengan sadar membatasi informasinya hanya pada informasi publik. Begitu juga dengan aktivitas lainnnya, seperti komentar, status, dan sebagainya perlu menunjukkan kesadaran bahwa semua akan dapat diakses oleh publik kecuali individu tersebut memang ingin membaginya dengan publik. [7] [8]