BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Robbin dan Coutler (2012:36) menyatakan bahwa manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintregrasikan kegiatan – kegiatan secara efisien dan efektif. Dyck dan Neubert (2009:7) menyatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan sumber daya manusia dan sumber daya organisasi lainnya agar secara efektif dapat mencapai tujuan organisasi. Adapun 4 fungsi maanajemen itu adalah : 1. Perencanaan (planning) Memiliki arti yaitu mengidentifikasi tujuan organisasi dan strategi serta mengalokasikan sumber daya organisasi yang tepat dan diperlukan untuk mencapainya. 2. Pengorganisasian (organizing) Memiliki arti yaitu memastikan bahwa tugas – tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. 3. Memimpin (leading) Memiliki arti yaitu berhubungan dengan membawa orang lain untuk menghasilkan pencapaian tujuan – tujuan dari organisasi. 4. Mengendalikan (controlling) Memiliki arti yaitu memastikan bahwa tindakan – tindakan anggota organisasi sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses rangkaian pengendalian dari seluruh sumber daya manusia dan sumber daya organisasi sesuai 4 fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi. 2.1.2 Manajemen Operasional Heizer dan Render (2010), manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. 7 8 Reid (2007: 2), manajemen operasi adalah fungsi bisnis yang bertanggung jawab atas perencanaan, pengorganisasian, dan pengontrolan sumberdaya yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa. Dan juga merupakan sebuah fungsi manajemen yang mana di dalamnya termasuk mengatur sumberdaya manusia, peralatan, teknologi, informasi, dan sumberdaya lainnya. Manajemen operasi merupakan fungsi pusat untuk setiap perusahaan, baik perusahaan besar atau kecil, perusahaan profit atau non-profit, perusahaan barang ataupun jasa, karena itu setiap perusahaan memiliki sebuah fungsi manajemen operasi, tanpa operasi maka tidak ada barang atau jasa yang dihasilkan. Prasetya dan Lukiastuti (2009:35), manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa berlangsung di semua organisasi, baik perusahaan manufaktur maupun jasa. Schroeder (2008: 23) memberikan penekanan terhadap definisi kegiatan produksi dan operasi pada 3 hal, yaitu : 1. Pengelolaan fungsi organisasi dalam menghasilkan barang dan jasa. 2. Adanya sistem transformasi yang menghasilkan barang dan jasa. 3. Adanya pengambilan keputusan sebagai elemen penting dari manajemen operasi. 2.2 Supply Chain 2.2.1 Pengertian Supply Chain Jurnal dari Giri, Mkhopadhayay, dan Bhattacharya (2014) menyatakan bahwa supply chain adalah jaringan dalam suatu organisasi yang melibatkan hubungan dari hulu ke hilir, dalam proses yang menghasilkan kegiatan barang dalam bentuk produk maupun jasa sampai ke konsumen. Jurnal dari Msimangira dan Ventkatraman (2014) menyatakan bahwa supply chain adalah arus produk, jasa, serta informasi keuangan dari sumber ke pelanggan. Dapat disimpulkan bahwa supply chain adalah jaringan terintegrasi didalam suatu organisasi yang melibatkan proses yang menghasilkan barang atau jasa hingga sampai ke tangan pelanggan. 9 2.2.2 Pengertian Supply Chain Management Chopra dan meindl (2013:13) Supply chain management adalah sebuah rantai pasok yang melibatkan pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan. Supply chain tidak hanya mencakup pemasok dan pembuat, tetapi juga termasuk pengiriman, gudang, pengecer, dan pelanggan itu sendiri. Didalam setiap organisasi rantai pasok seeprti produsen, mencakup semua fungsi yang terlibat dalam menerima dan memenuhi permintaan pelanggan. Fungsi ini tidak terbatas dalam pengembangan produk baru, pemasaran, operasional, distribusi, keuangan dan pelayanan pelanggan. Heizer dan Render (2010:4) menyatakan bahwa supply chain management adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan pengalihdayaan (outsourching), ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor. I Nyoman Pujawan (2010:7) menyatakan bahwa supply chain management merupakan metode atau pendekatan integrative untuk mengelola aliran produk, informasi dan uang secara terintegrasi yang melibatkan pihak – pihak mulai dari hulu ke hilir yang terdiri dari supplier, pabrik, jaringan distribusi maupun jasa – jasa logistik. Turban (2010:289) menyatakan bahwa supply chain management adalah sebuah proses rumit yang membutuhkan koordinasi dari banyak kegiatan sehingga pengiriman barang dan jasa dari pemasok ke pelanggan secara langsung dilakukan dengan efisien dan efektif dengan mempertimbangkan semua pihak. Dapat disimplukan bahwa supply chain management adalah suatu metode pemdekatan integrative jaringan – jaringan distribusi dari aktivitas pengadaan bahan sampai barang jadi dan fungsi – fungsi lainnya yang penting antara pemasok dengan perusahaan. 2.2.3 Tujuan Supply Chain Management Chopra dan Meindl (2013:15) menyatakan bahwa tujuan dari setiap supply chain harus untuk memaksimalkan nilai keseluruhan yang dihasilkan. Nilai ini juga dikenal sebagai kelebihan supply chain yang menghasilkan perbedaan antara nilai produk akhir kepada pelanggan dan biaya yang ditimbulkan dalam rantai pasokan untuk memenuhi permintaan pelanggan. 10 Turban (2010:289) menyatakan bahwa supply chain management bertujuan untuk meminimalkan persediaan, meminimalkan waktu produksi, mengoptimalkan segala hal yang berhubungan dengan aktivitas – aktivitas tersebut secara umum. 2.2.4 Manfaat Supply Chain Management James A O’Brien (2006:334) menyatakan bahwa manfaat dari supply chain management adalah pemrosesan yang lebih cepat dan akurat, pengurangan tingkat persediaan, waktu yang lebih cepat untuk mencapai pasar, biaya transaksi dan bahan baku yang lebih rendah, serta hubungan strategis dengan para pemasok. 2.2.5 Komponen Supply Chain Management Turban (2010:288) menyatakan bahwa supply chain terbagi menjadi 3 komponen utama, yaitu : 1. Upstream supply chain Bagian hulu dari supply chain, kegitan utamanya adalah pengadaan seperti memproduksi, merakit dan penyedia layanan dan berkoneksi dengan para penyalur. 2. Internal supply chain Proses pemasukan produk ke gudang, mengubah input dari penyalur menjadi output dari organisasi. Perhatian utama tertuju pada manajemen produksi, produksi dan pengendalian persediaan. 3. Downstream supply chain segment Bagian hilir dari supply chain, kegiatannya memberikan produk ke pelanggan akhir. Perhatiannya diarahkan distribusi, pergudangan dan transportasi dan layanan purna jual. 2.2.6 Area Cakupan Supply Chain Management Menurut I Nyoman Pujawan (2010:9), klasifikasi dari kegiatan supply chain management pada sebuah produksi antara lain: Kegiatan merancang produk baru (product development) Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement, purchasing atau supply) Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning and control) Kegiatan melakukan produksi (production) 11 Kegiatan melakukan pengiriman (distribution) Kegiatan pengembalian produk (return) Tabel 2.1 Area Cakupan SCM Bagian Cakupan Kegiatan Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, Merancang produk baru, Melibatkan supplier dalam perancangan produk baru. Pengadaan Memilih supplier, Mengevaluasi kinerja supplier, Melakukan pembelian bahan baku dan komponen, Memonitor supply risk, Membina dan memelihara hubungan baik dengan supplier Perencanaan dan Pengendalian Demand Planning, Peramalan permintaan, Perencanaan kapasitas, Perencanaan produksi dan persediaan Produksi Eksekusi produksi, Pengendalian kualitas Distribusi Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level ditiap pusat distribusi. Sumber: I Nyoman Pujawan (2010:10) 2.2.7 Kegiatan – Kegiatan Supply Chain Management I Nyoman Pujawan (2010:17) menyatakan bahwa kegiatan dari supply chain management terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Kegiatan Mediasi Pasar Kegiatan mediasi pasar bertujuan agar produk yang dikirim sesuai dengan keinginan pelanggan. Kegiatan tersebut meliputi: Riset pasar Pengembangan produk Penetapan harga diskon Pelayanan purna jual 12 2. Kegiatan Fisik Kegiatan fisik merupakan kegiatan mengubah bahan baku menjadi sebuah produk dan mengirimkannya sampai ke tangan pelanggan. Kegiatan tersebut meliputi: Mencari bahan baku (sourcing) Produksi (production) Penyimpanan produk (storage product) Distribusi (distribution) Pengembalian produk (return) 2.2.8 Permasalahan Supply Chain Management Barry Render dan Jay Hezer (2010:16) menyatakan bahwa pengembangan supply chain yang efisien dan terintegrasi dapat menjadi rumit dengan adanya tiga permasalahan dalam supply chain, yaitu: 1. Optimasi Lokal Para anggota supply chain harus memusatkan perhatian mereka untuk memaksimalkan keuntungan lokal atau meminimalkan biaya langsung berdasarkan pengetahuan mereka yang terbatas 2. Insentif (Insentif penjualan, potongan karena kuantitas, kuota dan promosi) Insentif memasukan barang dagangan ke supply chain yang belum terjadi. Hal ini menimbulkan fluktuasi yang mahal bagi semua anggota rantai pasok. 3. Lot Besar Penyimpanan dalam lot berukuran besar sering terjadi karena hal ini cenderung mengurangi biaya per unit. 2.2.9 Arus Material dan Informasi dalam Supply Chain Management I Nyoman Pujawan (2010:5) menyatakan bahwa ada tiga macam aliran yang harus dikelola dalam supply chain, yaitu: 1. Aliran produk dari hulu (upstream) ke hlir (downtstream) Bahan baku yang dikirim dari pemasok (supplier) ke pabrik kemudian di produksi. Hasil dari produksi tersebut dikirim ke distributor, kemudian ke pengecer / ritel dan bermuara di pengguna akhir. 13 2. Aliran uang yang mengalir dari hilir ke hulu 3. Aliran informasi yang mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya Dampak dari kesulitan melihat sifat arus “akhir ke akhir” dalam supply chain adalah terjadinya penumpukan persediaan dan produknya tidak sesuai dengan permintaan pengguna akhir. Oleh karena itu, dibutuhkan peninjauan secara keseluruhan pada hubungan pasokan. Gambar 2.1 Proses Supply Chain Sumber: I Nyoman Pujawan (2010:5) Pada gambar diatas, terlihat bahwa supply chain management merupakan koordinasi dari arus keuangan, material dan informasi diantara perusahaan yang ada. Arus Keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran, penetapan kepemilikan dan pengiriman. Arus Material meliputi perjalanan produk dari pemasok ke pengguna akhir. Begitu juga sebaliknya dari pengguna akhir ke distributor atau pabrik dalam pengembalian produk yang rusak. Arus Informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan. 14 2.2.10 Mencapai Kesesuaian Strategis Chopra and meindl (2013:33) menyatakan bahwa terdapat 3 langkah dalam mencapai kesesuaian strategis, yaitu : Step 1 : Understanding the costumer and supply chain uncertainty, pada tahap ini perusahaan harus mengetahui kebutuhan konsumen dan ketidakpastian supply chain guna memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhankebutuhan ini membantu perusahaan dalam menetapkan biaya yang diinginkan dan persyaratan layanan. Ketidakpastian supply chain membantu perusahaan mengidentifikasi dampak dari gangguan dan keterlambatan yang harus dipersiapkan oleh supply chain. Step 2 : Understanding the supply chain capabilities, ketanggapan supply chain meliputi kemampuan sebuah supply chain untuk melakukan hal-hal berikut: tanggapan pada jangkauan yang luas dari kuantitas yang diminta, memenuhi waktu tunggu (lead time) yang pendek, menanggapi variasi yang besar dari produk, membuat produk-produk yang berinovasi tinggi, memenuhi tingkat layanan yang sangat tinggi dan menangani ketidakpastian supply. Step 3 : Achieving strategic fit, pada tahap akhir ini adalah untuk memastikan bahwa apa yang telah dilakukan dengan baik oleh supply chain akan konsisten dengan kebutuhan-kebutuhan konsumen dan ketidakpastian dari supply chain tersebut. Tingkat dari ketanggapan supply chain harus konsisten dengan ketidakpastian yang tersirat. 2.2.11 Penggerak Supply Chain Management Chopra and meindl (2013:53-69) menyatakan bahwa terdapat 4 komponen utama yang menjadi penggerak dalam supply chain management, yaitu : 1. Facilities , adalah tempat - tempat dalam jaringan supply chain dimana produk itu dibuat, dirakit, dan disimpan. Terdapat 2 jenis utama dari fasilitas ini, yaitu fasilitas untuk produksi dan fasilitas untuk penyimpanan. Keputusan dalam menentukan berdampak signifikan terhadap kinerja supply chain. Ada 3 komponen keputusan facilities, yaitu: Role, perusahaan harus memutuskan apakah kapasitas itu akan fleksibel atau khusus. Kapasitas fleksibel bisa digunakan untuk berbagai macam 15 jenis produk tetapi sering tidak efisien. Kapasitas khusus hanya dapat digunakan untuk sejumlah produk, tetapi lebih efisien. Perusahaan harus memutuskan apakah akan membuat sebuah fasilitas dengan fokus produksi atau fokus secara fungsional. Location, adalah suatu keputusan penentuan yang akan berpengaruh besar terhadap kinerja supply chain. Perusahaan juga harus mempertimbangkan isu dan karakteristik dari tempat dimana fasilitas itu didirikan. Capacity , perusahaan juga harus menentukan seberapa kapasitas dari fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Kapasitas dalam jumlah besar akan menjadikan perusahaan tersebut menjadi lebih responsif, demikian pula sebaliknya. 2. Inventory , mencakup semua kebutuhan produksi, bisa berupa bahan baku atau barang jadi didalam sebuah supply chain. Inventory didalam sebuah perusahaan disebut sebagai aset dari perusahaan. Keputusan dari inventory persediaan secara signifikan dapat mengubah efisiensi dari supply chain. Komponen dari inventory, yaitu : Cycle inventory adalah jumlah rata-rata dari inventory yang digunakan untuk memenuhi permintaan dalam suatu waktu. Misalnya dalam sebulan memerlukan 10 buah truk bahan baku, perusahaan bisa saja memesan 10 truk bahan baku dalam sekali pesan atau bisa memesan 1 truk bahan baku yang dipesan tiap 3 hari. Ini tergantung dari strategi supply chain apa yang mereka terapkan (responsif atau efisiensi) dengan memperhitungkan ordering cost (biaya pesan) dan holding cost (biaya penyimpanan). Safety inventory adalah inventory yang dibuat untuk berjaga-jaga terhadap perkiraan akan kelebihan permintaan. Ini digunakan untuk mengatasi ketidakpastian atas permintaan yang tinggi. Seasonal inventory adalah adalah inventory yang dibuat untuk mengatasi keragaman yang dapat diprediksi dalam permintaan. Perusahaan yang menggunakan seasonal inventory akan membangun persediaan mereka pada permintaan barang rendah dan menyimpannya untuk periode permintaan menjadi tinggi, dimana pada saat permintaan tinggi mereka tidak dapat memproduksi semua barang untuk memenuhi permintaan. 16 3. Transportation, adalah hal yang diperlukan untuk memindahkann dari satu titik ke titik lain didalam supply chain. Terdapat banyak cara dan rute didalan sebuah transportation. Pemilihan didalam sebuah transportation memiliki dampak besar terhadap efisiensi transportation didalam supply chain. Terdapat beberapa cara dialam sebuah transportation, yaitu : a. Modes of transportation Modes of transportation adalah cara-cara dimana sebuah produk dipindahkan dari satu lokasi dalam jaringan supply chain ke tempat lainnya. Terdapat 5 cara dasar transportasi yang dapat dipilih yaitu: Pesawat udara Udara merupakan cara transportasi yang paling cepat, tetapi tidak memiliki biaya yang mahal. Truk Truk adalah cara yang relatif cepat dan murah dengan fleksibilitas tinggi. Kereta Kereta cara yang mudah yang digunakan untuk jumlah barang yang besar. Kapal laut Kapal cara yang paling lambat tetapi sering menjadi pilihan yang paling ekonomis untuk pengiriman dalam jumlah yang besar ke luar negeri. Pipa saluran Pipa saluran biasanya digunakan untuk menyalurkan minyak dan gas. b. Route and network selection Route adalah jalur jalan dimana sebuah produk dikirimkan dan network adalah sebuah kumpulan lokasi dan route kemana produk dapat dikirimkan. Perusahaan membuat beberapa keputusan mengenai route pada tahap desain supply chain. 17 c. In house or outsource Secara tradisional, banyak fungsi transportasi dilakukan oleh perusahaan sendiri, namun pada saat ini banyak yang telah dilimpahkan ke perusahaan lain (outsourch). 4. Information, terdiri dari data dan analisis yang berkaitan dengan inventory, transportation, facilites dan pelanggan diseluruh supply chain. Information menyajikan pihak manajemen kesempatan untuk membuat supply chain lebih responsif dan efisien. Information secara potensial adalah penggerak terbesar dari performa supply chain. Komponen dari keputusan mengenai information yaitu : a. Push versus Pull Sistem push biasanya menggunakn MRP untuk jadwal produksi, jadwal kepada pemasoknya untuk menentukan kapan, jenis dan banyak barang yang dikirimkan ke perusahaan, sedangkan tipe pull menggunakan informasi atas permintaan aktual konsumen, sehingga perusahaan dapat dengan tepat memenuhi permintaan tersebut. b. Cordinating and Information sharing Koordinasi dari supply chain terjadi pada semua tingkatan dari supply chain yang bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan total supply chain dibandingkan dengan bekerja sendiri-sendiri. Kekurangan koordinasi berpengaruh pada kerugian atau keuntungan supply chain. Hal ini bisa dicegah dengan melakukan pertukaran data antara tiap-tiap bagian dalam supply chain itu sendiri. c. Forecasting and Aggregate Planning Peramalan adalah ilmu pengetahuan dan seni untuk membuat rencana mengenai kebutuhan masa depan dan kondisinya. Peramalan digunakan dalam pengambilan keputusan. Setelah menciptakan peramalan, maka perusahaan mengubah menjadi rencana aktivitas untuk memenuhi permintaan yang telah diperhitungkan. d. Enabling Technologies Untuk mencapai komunikasi yang terintegrasi dalam supply chain, maka terdapat teknologi-teknologi yang digunakan yaitu: 18 Electronic Data Interchange (EDI). EDI memungkinkan perusahaan menjadi lebih efisien, juga menurunkan waktu yang dibutuhkan produk untuk sampai ke konsumen, transaksi menjadi lebih akurat dan lebih cepat dibandingkan tanpa EDI. Internet Internet sendiri mendukung penggunaan EDI. Internet akan menjadi sebuah faktor yang penting dalam supply chain. Enterprise Resource Planning (ERP). Sistem ERP ini menyediakan pelacakan transaksi dan kemampuan melihat secara keseluruhan atas informasi dari tiap-tiap bagian perusahaan dan memungkinkan supply chain membuat keputsan yang ‘cerdas’. Supply Chain Management (SCM) Software. Yaitu program yang menyediakan dukungan terhadap analisis keputusan adalah penambahan kemampuan melihat secara keseluruhan terhadap informasi. 2.2.12 Tantangan Supply chain I Nyoman Pujawan (2010:19) menyatakan bahwa ada beberapa tantangan dalam mengelola supply chain, yaitu: 1. Kompleksitas struktur supply chain Konflik yang terjadi antara pihak dalam maupun pihak luar perusahaan sering terjadi. Konflik tersebut disebabkan adanya perbedaan kepentingan, perbedaan bahasa, perbedaan zona waktu dan budaya antara perusahaan yang satu dan yang lainnya. Konflik ini menjadi suatu tantangan dalam mengelola supply chain. 2. Ketidakpastian Berdasarkan sumbernya ketidakpastian dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: Effect Bullwhip Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari hilir ke hulu pada supply chain. 19 Ketidakpastian pada leadtime pengiriman, harga bahan baku atau komponen, kualitas dan kuantitas material yang dikirim. Ketidakpastian ini terjadi pada bagian hulu (supplier) dalam supply chain. Ketidakpastian internal misalnya kerusakan mesin, kinerja mesin tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, ketidakpasitan waktu dan kualitas produksi. Ketidakpastian merupakan sumber utama pengolahan suatu supply chain. Akibat ketidakpastian antara lain dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri dalam membuat rencana, customer service level lebih rendah saat ketidakpastian yang tinggi karena janji tidak bisa terpenuhi, perusahaan lebih sering membuat pengaman seperti safety stock, safety time, kapasitas produksi maupun transportasi. 2.2.13 Pengukuran Kinerja Supply Chain Management I Nyoman Pujawan (2010:235) menyatakan bahwa salah satu aspek dasar dalam supply chain management yaitu manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja supply chain secara keseluruhan. Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk: Melakukan monitoring dan pengendalian Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi supply chain Mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing 2.3 SCOR Model 2.3.1 Pengertian SCOR Model Model Supply Chain Operations Reference (SCOR) disahkan oleh Supply Chain Council (SCC). SCC, yang terbentuk pada tahun 1996, adalah asosiasi non profit internasional dan independen dengan keanggotaan yang terbuka bagi semua perusahaan atau organisasi. Asosiasi ini berfokus pada riset, aplikasi serta upaya memajukan kecanggihan sistem dan praktik manajemen rantai supply (supply chain management). Dengan menggunakan metode diagnostik dan alat tolok ukur (benchmarking) miliknya, SCC membantu perusahaan-perusahaan melakukan 20 perbaikan nyata pada proses supply chain mereka. Cabang SCC tersebar di seluruh Amerika Utara, Eropa, Jepang, Afrika Selatan, Amerika Latin, Australia/Selandia Baru, Asia Tenggara dan Cina Daratan, dengan dua cabang yang sedang berkembang yaitu India dan Timur Tengah. Model SCOR diciptakan oleh SCC dalam rangka menyediakan suatu metode penilaian mandiri dan perbandingan aktivitas-aktivitas dan kinerja supply chain sebagai suatu standar supply chain management lintas industri. Model ini menyajikan kerangka proses bisnis, indikator kinerja, praktik-praktik terbaik (best practices) serta teknologi yang unik untuk mendukung komunikasi dan kolaborasi antar mitra supply chain, sehingga dapat meningkatkan efektivitas supply chain management dan efektifitas penyempurnaan supply chain. John Paul (2014: xii) menyatakan bahwa Model Supply Cyahain Operations Reference (SCOR) adalah sebuah bahasa supply chain, yang dapat digunakan dalam berbagai konteks untuk merancang, mendeskripsikan, mengkonfigurasi dan mengkonfigurasi ulang berbagai jenis aktivitas komersial/bisnis. Penerapan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) dalam batas-batas tertentu cukup fleksibel dan dapat disesuaikan untuk meningkatkan produktivitas demi memenuhi kebutuhan konsumen. Jurnal dari Georgise, Thoben dan Seifert (2012) menyatakan bahwa, SCOR Model mencakup semua kegiatan pemasok, pelanggan, aliran material dan semua interaksi pasar. Model SCOR terdiri dari lima proses dasar, Plan (P), Source (S), Make (M), Deliver(D) dan Return (R). Pendekatan Model SCOR dimulai dengan asumsi bahwa setiap proses supply chain dapat direpresentasikan sebagai kombinasi dari Plan (P), Source (S), Make (M), Deliver(D) dan Return (R). Jurnal dari Salazar, Caro dan Cavazos (2012) menyatakan bahwa, SCOR adalah suatu Model yang tidak mempertimbangkan model matematika atau heuristik. Didasarkan pada penggunaan indikator untuk menganalisis, membandingkan, dan mendapatkan strategi terbaik yang bertujuan untuk peningkatan, pedoman atau standar dari suatu perusahaan. Tujuan utama dari SCOR Model adalah untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan daru suatu perusahaan. Jurnal SCOR Model dari Jaime Palma (2014) menyatakan bahwa, The Supply Chain Council (SCC) mengembangkan model SCOR pada tahun 1996, untuk memahami, menjelaskan dan mengevaluasi rantai pasokan. Ini menyediakan kerangka kerja umum, terminologi standar, metrik yang umum, dan praktik terbaik 21 (Huan et al., 2004). Model SCOR mengikuti struktur hirarki dengan berbagai tingkat dekomposisi. Komposisi hirarkis dasar dari model SCOR adalah sebagai berikut: SCOR Model Tingkat I Proses jenis: Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi menggunakan lima jenis proses: Rencana, Sumber, Membuat, Pengiriman dan Kembali SCOR Model Tingkat II Proses kategori:. Ini tingkat mendefinisikan tingkat con-figurasi, di mana rantai pasokan dapat didefinisikan dengan menggunakan proses inti categories. SCOR Model tingkat III kegiatan proses: tingkat ini terurai proses dalam elemen proses, menggambarkan input dan output, metrik kinerja proses dan direkomendasikan praktik terbaik. SCOR Model adalah suatu model rantai suplai yang mencakup dari plan, source, make, deliver return dan dirancang untuk mengetahui kinerja dari rantai pasok suatu perusahaan dengan perusahaan lain dan dapat disesuaikan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dari perusahaan tersebut. 2.3.2 Objektif SCOR Model John Paul (2014: xv) Model SCOR berperan sebagai basis dalam memahami cara mengoperasikan supply chain, mengidentifikasi semua pihak yang terkait, serta menganalisis kinerja supply chain. Model SCOR mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Model ini juga berperan sebagai basis bagi proyek perbaikan manajemen supply chain, dengan cara: Mengidentifikasi proses-proses dalam bahasa yang dapat dikomunikasikan ke seluruh elemen organisasi dan fungsional. Menggunakan terminologi dan notasi standar Menghubungkan berbagai aktivitas dengan ukuran/ metrik yang tepat SCOR mencakup setidaknya empat bidang: 1. Interaksi antara seluruh penyuplai dan konsumen, mulai dari penerimaan pesanan hingga pembayaran tagihan 2. Seluruh transaksi material fisik, dari pihak penyuplai hingga konsumen pihak pelanggan, termasuk peralatan, bahan-bahan pendukung, suku cadang, produk curah (bulk), perangkat lunak. 22 3. Seluruh transaksi pasar, dari pemahaman akan permintaan agregat hingga pemenuhan setiap pesanan. 4. Proses pengembalian Meski demikian, terdapat beberapa keterbatasan SCOR. Model ini tidak mencakup proses administrasi penjualan, proses pengembangan teknologi, proses desain dan pengembangan produk dan proses, serta beberapa proses pendukung teknis pasca-pengiriman, SCOR mengasumsikan namun tidak menyebutkan secara eksplisit-kualitas dan administrasi teknologi informasi (IT) (non SCM). SCOR terstruktur ke dalam lima proses manajemen berbeda : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return dari penyuplainya penyuplai hingga konsumen pihak pelanggan. Pendekatan dalam membangun SCOR terdiri atas Proses, Praktik, Kinerja dan Keterampilan Orang/ SDM. Gambar 2.2 Struktur SCOR Sumber : John Paul (2014,xvii) Berdasarkan Supply Chain Operations Reference (SCOR) model versi 10.0, model referensi proses SCOR mengandung komponen sebagai berikut: Performance Metric adalah standar metrik untuk mengukur proses kinerja. Processes adalah standar deskripsi pada manajemen proses dan kerangka proses hubungan. Practices adalah praktek manajemen yang menghasilkan kinerja terbaik di kelasnya. People adalah pelatihan dan keterampilan yang sesuai dengan persyaratan proses, best practices dan metric 23 2.3.3 Tahap Pemetaan dalam SCOR Model 2.3.3.1 Pemetaan Level 1 Jurnal Olefume Adetunji (2014) menyatakan bahwa, SCOR Model mendefinisikan lima atribut kinerja (Reliability, Responsiveness, Agility, Costs dan Assets). Dari 2 atribut kinerja tersebut, dua diantaranya bersifat internal (cost dan assets) dan tiga diantaranya bersifat eksternal (Reliability, Responsiveness, dan Agility). Berdasarkan penjelasan dari John Paul (2014:129), metrik level 1 mendefinisikan lima atribut kinerja model SCOR (Reliability, Responsiveness, Agility, Costs dan Assets). Tiga atribut bersifat ‘Eksternal’ dan menunjukkan perspektif dari kinerja supply chain eksternal. Dua atribut bersifat ‘Internal’ dan mewakili organisasi internal perusahaan. Kartu SCOR terdiri dari sepuluh metrik kinerja. Setiap metrik terhubung dengan atribut kinerja supply chain. Misalnya, Perfect Order Fulfillment merepresentasikan keandalan supply chain; Upside supply chain flexibility mengukur ketangkasan supply chain, dan lain-lain. Kartu SCOR generik untuk pengukuran kinerja supply chain dan tolok banding ditampilkan sebagai berikut. Tabel 2.2 Kartu SCOR Generik Metrik Kinerja Level 1 Perfect Order Fulfillment (POF) Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) Upside Supply Chain Flexibility (USCF) Upside Supply Chain Adaptability (USCA) Downside Supply Chain Adaptability (DSCA) Supply Chain Value at Risk (VAR) Total Cost to Serve (TCTS) Cash to Cash Cycle Time (CTCCT) Return on Fixed Assets (ROF) Return on Working Capital (ROW) Sumber : John Paul (2014:130) Reliability Atribut Kinerja External Responsiveness Flexibility Internal Cost Asset 24 Definisi dari setiap metrik kinerja level 1 dikelompokkan berdasarkan atribut kinerja sebagai berikut: Tabel 2.3 Sistem Metrik Kinerja SCOR Model Atribut Kinerja Supply Chain Reliability: Kinerja supply chain dalam mengirimkan produk yang tepat, ke tempat yang tepat, pada saat yang tepat, dalam kondisi dan kemasan yang tepat, dalam jumlah yang tepat dengan dokumentasi yang tepat, kepada konsumen yang tepat. Supply Chain Responsiveness: Kecepatan supply chain dalam menyediakan produk bagi konsumen. Metrik Level 1 Persentase pesanan yang memenuhi kinerja pengiriman dengan Perfect Order Fulfillment dokumentasi yang utuh dan akurat dan tanpa kerusakan pengiriman. Order Fulfillment Cycle Time Upside Supply Chain Flexibility Supply Chain Agility: Ketangkasan supply chain dalam merespon perubahan pasar demi mendapatkan atau mempertahankan daya bersaing. Upside Supply Chain Adaptability Downside Supply Chain Adaptability Supply Chain Costs: Biaya-biaya terkait pengoperasian supply chain. Supply Chain Asset Management Cost : Efektivitas suatu organisasi dalam manajemen asset untuk mendukung pemenuhan permintaan. Mencakup manajemen Definisi Total Cost to Serve Cash-to-cash cycle time Return on Supply Chain Waktu siklus aktual ratarata yang secara konsisten diterima untuk memenuhi pesanan konsumen. Jumlah hari yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan tak terencana secara berkelanjutan sebanyak 20% dari jumlah produk yang dikirim. Peningkatan maksimal persentase jumlah produk yang dikirim secara berkelanjutan yang dapat dicapai dalam 30 hari Pengurangan kuantitas pesanan berkelanjutan 30 hari sebelum pengiriman tanpa menimbulkan penalti biaya. Jumlah biaya supply chain untuk mengirimkan produk dan jasa ke konsumen. Waktu yang dibutuhkan bagi sebuah investasi untuk mengalir kembali ke perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Pengembalian yang 25 semua asset: modal tetap dan modal kerja. Fixed Assets Return on Working Capital diterima suatu organisasi dari modal yang diinvestasikan dalam assetaset tetap supply chain yang digunakan proses Plan, Source, Make, Deliver dan Return Besarnya investasi relatif terhadap posisi modal kerja perusahaan versus penghasilan yang dihasilkan oleh sebuah supply chain. Sumber : John Paul (2014) Adapun indikator dari kelima performance atribut, yaitu : A. POF (Perfect Order Fulfillment) POF adalah persentase pesanan yang memenuhi kinerja pengiriman dengan dokumentasi yang utuh dan akurat dan tanpa kerusakan pengiriman. Penghitungan : [Jumlah pesanan yang sempurna] x 100% / [Jumlah pesanan total] B. OFCT (Order Fulfillment Cycle Time) OFCT adalah waktu siklus aktual rata-rata yang secara konsisten diterima untuk memenuhi pesanan konsumen. Untuk setiap pesanan, waktu siklus dimulai dari penerimaan pesanan dan berakhir saat konsumen menerima pesanan tersebut. C. USCF (Upside Supply Chain Flexibility) USCF adalah jumlah hari yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan tak terencana secara berkelanjutan sebanyak 20% dari jumlah produk yang dikirim. D. USCA (Upside Supply Chain Adaptability) USCA adalah peningkatan maksimal persentase jumlah produk yang dikirim secara berkelanjutan yang dapat dicapai dalam 30 hari. E. DSCA (Downside Supply Chain Adaptability) DSCA adalah pengurangan kuantitas pesanan berkelanjutan 30 hari sebelum pengiriman tanpa menimbulkan sediaan atau penalti biaya. 26 F. VAR (Supply Chain Value at Risk) VAR adalah jumlah peluang kejadian beresiko dikalikan dampak moneter dari kejadian tersebut untuk semua fungsi rantai suplai. G. TCTS (Total Cost to Serve) TCTS adalah total biaya yang dibutuhkan untuk mengirimkan produk dan jasa kepada konsumen. Perhitungan : biaya perencanaan + biaya pengadaan + biaya bahan baku + biaya produksi + biaya manajemen pesanan + biaya pemenuhan / pengiriman + biaya pengembalian + cost of good sold H. CTCCT (Cash-to-cash cycle time) CTCCT adalah jumlah waktu yang dibutuhkan bagi investasi untuk mengalir kembali keperusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. I. ROF (Return on Supply Chain Fixed Assets) ROF adalah pengembalian yang diterima suatu organisasi dari modal yang diinvestasikan dalam aset – aset rantai suplai. J. ROW (Return on Working Capital) ROW adalah besarnya investasi relatif terhadap posisi modal kerja perusahaan dengan penghasilan yang dihasilkan oleh sebuah rantai suplai. Tabel 2.4 Atribut Kinerja SCOR Model Atribut Kinerja Metrik Level 1 Supply Chain Reliability POF Supply Chain Responsiveness OFCT Supply Chain Flexibility USCF USCA DSCA VAR Supply Chain Cost TCTS Supply Chain Asset CTCCT Management ROF ROW Sumber : John Paul (2014:148) Data Aktual % Hari Hari % % N/A % Hari Data Benchmark Superior Advantage Parity % % % Hari Hari Hari Hari Hari Hari % % % % % % N/A N/A N/A % % % Hari Hari Hari % % % % % % % % 2.2.3.2 Pemetaan Level 2 Supply chain council (2010 : 8) menyatakan bahwa, level 2 merupakan penurunan dari level 1 yang terdapat 3 tipe proses, yaitu planning, execution, dan enable. Dibawah ini adalah penjelasan dari ketiga proses tersebut : 27 Planning, adalah suatu proses yang selaras dengan sumber daya yang ada dan diharapkan dapat memenuhi pesanan sesuai dengan permintaan yang diharapkan. Proses planning : - Menyeimbangkan agregat permintaan dan penawaran. - Umumnya terjadi teratur secara periodik. - Mempertimbangkan horizon perencanaan yang konsisten. - Dapat berkontribusi dalam merespon supply chain. Execution, adalah suatu proses yang dipicu oleh permintaan yang direncanakan dan dapat mengubah dari bahan baku. Proses execution melibatkan : 1. Penjadwalan 2. Dan atau mengubah produk 3. Menggerakan produk ke proses selanjutnya Enable, adalah suatu proses mempersiapkan, mempertahankan dan mengelola informasi agar hubungan antara perencanaan dan proses saling terkait Jurnal SCOR Model dari Persson, Bartoll, Ganovic, Lidberg, Nilsson, Wibaeus, and Winge (2012) menyatakan bahwa Pada level 2 memperkenalkan the process type level dalam model SCOR. Pada level 2, model membedakan antara make-to-stock (MTS) produk, make-to-order (MTO) produk, dan Engineered-toorder (ETO) produk. Setiap level 1 proses dibagi menjadi subkategori tergantung pada komoditasnya. The Make process (sM) misalnya dibagi menjadi Make-to-stock (SM1), Make-to-order (SM2), dan Engineered-to-order (SM3). Source dan Deliver mengikuti terminologi yang sama, dengan proses tambahan : Deliver Retail Product (SD4). Proses plan mengandung Plan Supply Chain (SP1) dan satu proses perencanaan untuk masing-masing lain level 1 proses source, make, deliver dan return. Proses return sebenarnya mengandung dua proses : Source return dan Deliver return. Kedua proses diturunkan menjadi tiga sub proses; return of defective product, return of MRO (maintenance, repair dan overhaul) produk, dan return on excess product. Bersama dengan semua level 2 proses ini, Model SCOR juga mencakup proses - proses yang memungkinkan. Proses yang memungkinkan yang mendukung proses - proses lain dan mendefinisikan sebagian besar metodologi dan menentukan perencanaan dan pengendalian kebijakan. Contoh gambar pemetaan level 2 yang menjelaskan proses dari suppliers sampai customers : 28 Gambar 2.3 Pemetaan Level 2 Sumber : http://www.slideshare.net/melodis/scor100-for-supply-chain-optimization8362098 2.3.3.3 Pemetaan Level 3 Jurnal SCOR Model dari Jaime Palma (2014) menyatakan bahwa, SCOR level 3 terurai proses didalam elemen proses. Tingkat ini menggambarkan kegianat input dan output, metrik kinerja dan merekomendasikan praktik terbaik. Jurnal SCOR Model dari Persson, Bartoll, Ganovic, Lidberg, Nilsson, Wibaeus, and Winge (2012) menyatakan bahwa Level 3 adalah kategori proses yang menjelaskan proses yang didasari pemetaan Level 2. Hal ini tersirat oleh model SCOR bahwa Level 3 adalah proses yang umum untuk semua perusahaan. Sebagai contoh level 2 Source stocked product (sS1). Dari situ akan diturunkan ke level 3, sebagai contoh : schedule product deliveries (sS1.1), Receive product (sS1.2), verify product (sS1.3), transfer product (sS1.4), authorize suppliers payment (sS1.5). Untuk melihat hasil pemetaan level 3 ada pada gambar 2.4. 29 Gambar 2.4 Pemetaan Level 3 Sumber : http://courses.ischool.berkeley.edu/i243/s06/lectures/20060206/present24320060206NotesPrivate.htm 2.3.4 Gap Analysis Jurnal Olefume Adetunji (2014) menyatakan bahwa, SCOR Model menghubungkan proses dalam lintas organisasi, memungkinkan untuk benchmarking terhadap industri dan pesaing, membantu untuk melakukan gap analisis yang diperlukan oleh perusahaan. SCOR Model juga memberikan solusi untuk menutupi gap dari hasil identifikasi dengan cara menggambarkan dari report terbaik yang dimiliki perusahaan yang terintegrasi dengan proses tersebut, hal ini tidak hanya memberikan pengukuran atau hasil analisa, tetapi juga perbaikan secara berkelanjutan. Tujuan dari penghitungan gap analysis adalah jika ada metrik yang lebih kecil dari data benchmark. Tujuan lain dari gap analysis adalah agar perusahaan dapat mengantisipasi pendapatan melalui perbaikan reliability, responsiveness dan flexibility. Contoh dari gap analysis : 30 Tabel 2.5 Gap Analysis Technology products group Atribut Aktua Superio Level 1 kinerja l r Perfect Supply chain Order 30,2% 88% reliability Fulfillmen t (POF) Order Supply chain Fulfillmen 11 responsiven t Cycle 3 hari hari ess Time (OFCT) Upside Supply Supply chain 91,5 Chain 29 hari flexibility hari Flexibility (USCF) Total Supply chain Cost to 63,6% 26% cost Serve (TCTS) Supply chain Iventory asset days of 60,5% 0 hari management supply Sumber : Peter Bolstroff (2012:90) Advanta ge Data benchmark Competiti Parity ve gap Parity gap Competitive gap analysis 81% 74% -57,8% 43,8% 6,5 hari 10 hari -4,5 hari -1 hari 45 hari 60 hari -46,5 hari -31,5 hari 44,3% 54,7% n/a -8,9% $ 40.050.000 8,9 hari 20,4 hari -40,1 hari -40,1 hari $ 31.442.000 $ 6.750.000 Gap analysis dilakukan jika ada gap antara data aktual dengan data benchmark, Gap disini dimaksudkan jika gap itu hasilnya negative yang berarti pemetaan selanjutnya harus dilakukan. Menurut Peter Bolstroff (2012:92) terdapat 3 metode dalam gap analysis, yaitu : The Lost Opportunity Measure Menghitung pendapatan yang hilang sebelum order entry karena kurangnya ketersediaan produk. The Canceled Order Measure Menghitung pendapatan yang hilang sesudah order entry karena pesanan yang dibatalkan akibat dari kinerja pengiriman yang buruk. The Market Share Measure Upaya untuk memproyeksikan kenaikan pendapatan berdasarkan pada pencapaian keunggulan kompetitif dalam kategori metrik customer-facing. 31 2.4 Kerangka Pemikiran PT Huda Rachma Groupindo Produk Garuda Indonesia SCOR Model Pemetaan Level 1 Gap Analysis Pemetaan Level 2 Pemetaan Level 3 Hasil SCOR Model Job Order Hasil SCOR Model Manufaktur Perbandingan SCOR Model Job Order dengan SCOR Model Distributor dan Manufaktur Hasil Penelitian Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis (2015) Hasil SCOR Model Distributor 32