BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IMD 1. Pengertian Menurut Roesli (2008), Inisiasi Menyusu Dini (IMD) (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain yang mempunyai kemampuan menyusu sendiri, asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Cara bayi melakukan IMD dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara sendiri. 2. IMD yang dianjurkan Menurut Roesli (2008), langkah-langkah melakukan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan : a. Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering. b. Seluruh tubuh bayi dikeringkan termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangarnya. c. Tali pusat dipotong lalu diikat. d. Vernix (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan terlebih dahulu karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. 7 8 e. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau di perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersamasama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. 3. IMD yang kurang tepat Menurut Roesli (2008), umumnya praktek inisiasi menyusu dini yang kurang tepat tetapi masih dilaksanakan adalah sebagai berikut : a. Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering. b. Bayi segera dikeringkan dengan kain kering tali pusat lalu dipotong dan diikat. c. Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi. d. Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan didada ibu (tidak terjadi kontak kulit). e. Setelah bayi dibedong kemudian diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukan puting susu ibu ke mulut bayi. f. Setelah itu, bayi ditimbang, diukur, diazankan oleh ayahnya, diberi suntikan vitamin K, dan kadang-kadang diberi tetes mata. 4. Tata laksana melakukan IMD a. Menganjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan. b. Menyarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi. 9 c. Mempersilahkan ibu untuk menentukan cara melahirkan yang diinginkannya, misalkan melahirkan normal, di dalam air, atau dengan jongkok. d. Mengeringkan seluruh badan dan kepala bayi sebaiknya dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. e. Menengkurapkan bayi di dada atau di atas perut ibu, dan biarkan bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit dipertahankan minimal satu jam setelah menyusu awal selesai dan keduanya diselimuti. f. Membiarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu, ibu dapat saja merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu. g. Memberikan dukungan pada ayah agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau prilaku bayi sebelum menyusu. h. Menganjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Caesar. i. Memisahkan bayi dari ibu untuk ditimbang ,diukur, dan dicap setelah satu jam atau menyusu awal selesai. j. Merawat gabung, ibu dan bayi dalam satu kamar. Menurut Roesli (2008), dalam Inisiasi Menyusu Dini melalui 5 (lima) tahapan prilaku sebelum bayi menyusu, yakni : a. Dalam 30 menit pertama, stadium istirahat / diam dalam keadaan siaga. Bayi diam tidak bergerak, sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. 10 Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke luar kandungan. b. Antara 30-40 menit, mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium, menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan air ketuban yang ada ditangannya. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu. c. Mengeluarkan air liur, saat menyadari ada makanan disekitarnya bayi mulai mengeluarkan air liurnya. d. Bayi mulai bergerak kearah payudara. Areola (kalang payudara) sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangan yang mungil. e. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan melekat dengan baik. 5. Tujuan Inisiasi Menyusu Dini Menurut Affandi (2008), inisiasi menyusu dini dapat mengurangi 22% kematian 28 hari. Sekitar 40 % kematian tiap satu bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi menyusu dini meningkatkan keberhasilan menyusu ekslusif dan lamanya menyusu sampai dua tahun. Dengan demikian dapat menurunkan angka kematian anak secara menyeluruh. Menurut Roesli (2008), Inisiasi menyusu dini juga berperan dalam pencapaian Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yakni : 11 a. Membantu mengurangi kemiskinanan. Jika seluruh bayi di Indonesia dalam setahun disusui secara esklusif 6 bulan, berarti biaya pembelian susu formula selama 6 bulan tidak ada. b. Membantu mengurangi kelaparan Pemberian ASI membantu memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai 2 tahun juga mengurangi angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan yang terhenti yang umumnya terjadi pada usia ini. c. Membantu mengurangi angka kematian anak 6. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini Menurut Roesli (2008) manfaat inisiasi menyusu dini adalah : a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia). b. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. c. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu, memakan bakteri ‘baik’ dikulit ibu. Bakteri ‘baik’ ini akan berkembang biak membentuk koloni dikulit dan usus bayi, menyaingi bakteri ‘jahat’ dari lingkungan. 12 d. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. e. Memberikan pada bayi kesempatan untuk menyusu dini maka akan lebih berhasil menyusu esklusif dan akan lebih lama disusui. f. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, dan pijatan bayi pada puting ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitoksin. g. Hormon oksitoksin akan bekerja sama dengan hormon prolaktin yang akan menyebabkan otot kecil di sekeliling alveoli mengerut sehingga mengalirkan air susu ke puting, pengeluaran oksitoksin juga menyebabkan rahim berkontaksi dan membantu pengeluaran plasenta serta mengurangi perdarahan. h. Bayi dengan Inisiasi Menyusu Dini akan mendapatkan ASI kolostrum atau ASI yang pertama kali keluar. Kolostrum atau ASI istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus. i. Ibu dan ayah akan merasa bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi Inisiasi Menyusu Dini ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah. 13 B. Konsep Dasar ASI 1. Pengertian ASI Air susu ibu adalah makanan terbaik dan sempurna untuk bayi karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes. RI, 2010). Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam- garam anorganik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamma dari ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang mudah didapat, selalu tersedia, siap diminum tanpa adanya persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai dengan bayi. Air Susu Ibu (ASI) memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta mengandung zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta mengandung zat anti infeksi. Oleh karenanya Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan terbaik dan paling cocok untuk bayi (Perinasia, 2009). 2. Stadium ASI a. ASI stadium I ASI stadium satu adalah kolostrum. Kolostrum merupakan cairan yang pertama dikeluarkan / disekresi oleh kelenjar payudara pada 4 hari pertama setelah persalinan. Komposisi kolostrum ASI setelah persalinan mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum merupakan 14 pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mikonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi sering defekasi dan feces berwarna hitam. Jumlah energi dalam kolostrum hanya 56 Kal /100 ml kolostrum dan pada hari pertama bayi memerlukan 20–30 CC. Kandungan protein pada kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein dalam susu matur, Sedangkan kandungan karbohidratnya lebih rendah dibandingkan ASI matur. b. ASI stadium 2 ASI stadium 2 adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-5 sampai hari ke-10. jumlah volume ASI semakin meningkat tetapi komposisi protein semakin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang semakin tinggi, Hal ini untuk memenuhi kebutuhan bayi karena aktifitas bayi yang mulai aktif dan bayi sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan. Pada masa ini pengeluaran ASI mulai stabil. c. ASI stadium 3 ASI stadium 3 adalah ASI matur. Yaitu ASI yang desekresi pada hari ke –10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan pendamping selain ASI (Prasetyono, 2009). 15 3. Komposisi Zat Gizi Dalam Kolostrum, ASI dan PASI Kandungan zat gizi dalam kolostrum, ASI dan PASI (pendamping air susu ibu) memiliki komposisi yang berbeda. Kandungan protein dalam kolostrum jauh lebih tinggi dari pada ASI. Hal ini menguntungkan bayi yang baru lahir karena dengan mendapat sedikit kolostrum ia sudah mendapat cukup protein yang dapat memenuhi kebutuhan bayi pada minggu pertama. a. Karbohidrat Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya berubah-ubah setiap hari menurut kebutuhan tumbuh kembang bayi. Rasio jumlah laktosa dalam ASI dan PASI adalah 7: 4 sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan PASI. Hal ini menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik cenderung tidak mau minum PASI. Dengan demikian pemberian ASI akan semakin sukses. Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan sel syaraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel syaraf. Selain itu karbohidrat memudahkan penyerapan kalsium mempertahankan factor bifidus di dalam usus (faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi (Irawati, 2007). 16 b. Protein Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI. Namun demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein didalamnya hampir seluruhnya terserap oleh sistem pencernan bayi yaitu protein unsur whey. Perbandingan protein unsur whey dan casein adalam ASI adalah 80:40, sedangkan dalam PASI 20:80. Artinya protein pada PASI hanya sepertiganya protein ASI yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan harus membuang dua kali lebih banyak protein yang sukar diabsorpsi. Hal ini yang memungkinkan bayi akan sering menderita diare dan defekasi dengan feces berbentuk biji cabe yang menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap bila bayi diberikan PASI (Irawati, 2007). c. Lemak Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada lima menit pertama isapan akan berbeda dengan 10 menit kemudian, Kadar lemak pada hari pertama berbeda dengan hari kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan bayi dan kebutuhan energi yang diperlukan. Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna karena mengandung enzim lipase (Irawati, 2007). 17 Lemak dalam bentuk Omega 3, Omega 6, dan DHA (Docosa Hexaenoic Acid) yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel jaringan otak. Susu formula tidak mengandung enzim, karena enzim akan mudah rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim, bayi akan sulit menyerap lemak PASI (Pendamping Air Susu Ibu)I sehingga menyebabkan bayi lebih mudah terkena diare. Jumlah asam linoleat dalam ASI sangat tinggi dan perbandingannya dengan PASI yaitu: 6:1. Asam linoleat adalah jenis asam lemak yang tidak dapat dibuat oleh tubuh yang berfungsi untuk memacu perkembangan sel syaraf otak bayi (Irawati, 2007). d. Mineral ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Dalam PASI kandungan mineral jumlahnya tinggi, tetapi sebagian besar tidak dapat diserap hal ini akan memperberat kerja usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalam usus dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga mengakibatkan kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan kembung, gelisah karena obstipasi atau gangguan metabolisme (Irawati, 2007). 18 e. Vitamin. ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K (Irawati, 2007). 4. Manfaat ASI a. Manfaat utama ASI 1) Sebagai nutrisi terbaik ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhan.pada ASI terdapat nutrien-nutrien khusus dalam ASI yang tidak terdapat pada susu sapi, nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan otak antar lain taurin, suatu zat putih telur khusus dalam ASI , laktosa merupakan hidrat arang utama dari ASI dan hanya sedikit sekali terdapat dalam susu sapi. 2) Meningkatkan daya tahan tubuh Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat kekebalan/daya tahan tubuh dari ibunya melalui plasenta dan ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus dan jamur 19 3) Meningkatkan kecerdasan 4) Meningkatkan jalinan kasih sayang, bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya pada waktu menyusui akan merasakan kasih sayang ibu. b. Manfaat ASI Untuk Ibu 1) Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi 2) Mengurangi perdarahan setelah persalinan 3) Mempercepat pemulihan kesehatan ibu 4) Menunda kehamilan berikutnya 5) Mengurangi resiko terkena kanker payudara 6) Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada saat bayi membutuhkan 7) Menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui c. Manfaat ASI Bagi Keluarga 1) Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan perlengkapannya 2) Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu formula, misalnya merebus air dan pencucian peralatan 3) Tidak perlu biaya dan waktu untuk merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena pemberian susu formula 4) Mengurangi biaya dan waktu untuk pemeliharaan kesehatan ibu (Depkes. RI, 2010) 20 5. Manfaat pemberian ASI 1 jam pertama. Berkaitan dengan pentingnya ASI dalam 1 jam pertama maka dianjurkan sesegera mungkin meletakkan bayi yang baru dilahirkan pada dada ibunya dan membiarkannya selama 30 – 60 menit. Kontak dari kulit ke kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri setelah satu jam pertama kehidupan itu sangat penting karena pada jam pertama bayi menemukan payudara ibunya merupakan awal suatu life sustaining breastfeeding relationship antara ibu dan bayi menyusui (Prasetyono, 2009). Ibu tidak perlu takut bayi akan kedinginan, karena saat bayi berada di dada ibu, dada ibu akan menstransfer kehangatan pada sang bayi. Namun suhu ruangan tidak kurang dari 27o C , mereka akan saling menghangatkan. Bayi berkurang stres, lebih tenang, pernafasan dan detak jantung lebih stabil ; bayi memperoleh kolostrum sebagai minuman pertama; dan sentuhan tangan, mulut dan kepala bayi serta isapan pada payudara merangsang produksi Oxytocin. Oxytocin menyebabkan kontraksi rahim, merangsang hormon lain yang menyebabkan ibu merasa senang dan relaks, serta merangsang aliran ASI dalam payudara ke mulut bayi (Prasetyono, 2009). 21 C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan IMD 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budidaya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarok, 2009). Pengetahuan atau kognitif merupakan dominant yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini 22 merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (comprehenship) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan utnuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 23 b. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkam dan sebagainya. c. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang ada. d. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justivikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitianpenelitian itu didasarkan terhadap suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang 24 isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2010). Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi : 1) Pengetahuan Tentang Sakit dan Penyakit yang meliputi : a. Penyebab penyakit b. Gejala atau tanda-tanda penyakit c. Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan d. Bagaimana cara penularannya e. Bagaimana cara pencegahannya 2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi : a. Jenis-jenis makanan yang begizi b. Manfaat makanan yang bergizi c. Pentingnya olahraga bagi kesehatan d. Penyakit-penyaktit atau bahaya-bahaya minuman keras, narkoba, dsb e. Pentingnya istirahat cukup 3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan : a. Manfaat air bersih merokok, minum 25 b. Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk cara pembuangan kotoran yang sehat, dan sampah c. Manfaaat penerangan dan pencahayaan rumah yang sehat d. Akibat polusi (air, udara, dan tanah) bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Variabel pengetahuan dikategorikan berdasarkan nilai mean, untuk pengetahuan baik jika nilai pengetahuannya ≥ mean dan pengetahuannya buruk (kurang baik) jika nilai pengetahuannya < mean (Khomsan, 2005). Kurangnya pengetahuan dari orang tua, pihak medis maupun keengganan untuk melakukannya membuat Inisiasi Menyusu Dini masih jarang dipraktikkan. Banyak orang tua yang merasa kasihan dan tidak percaya seorang bayi yang baru lahir dapat mencari sendiri susu ibunya. Ataupun rasa malu untuk meminta dokter yang membantu persalinan untuk melakukannya (Roesli, 2008). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anita (dalam Nilasari, 2010), bahwa antara pengetahuan ibu tentang IMD dengan prakteknya terdapat hubungan yang signifikan. Sedangkan menurut Boedihardjo (2007), ketidakmampuan menyusui erat hubungannya dengan situasi ibu-ibu yang kurang atau tidak mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan menyusui, kurangnya pengalaman dan pengetahuan tentang mekanisme laktasi, kurang percaya diri atau tidak yakin akan kemampuannya untuk menyusui. Jadi keberhasilan 26 pemberian ASI tergantung pada perilaku dari ibu yang memberikan ASI secara dini. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat di Puskesmas Halmahera dan Puskesmas Ngesrep selama Maret-Juni 2012 menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD pada kelompok dengan tingkat pengetahuan baik lebih tinggi dibanding kelompok dengan tingkat pengetahuan kurang yaitu sebesar 1,615 kali dengan p value 0,004. Hal ini artinya bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap pelaksanaan IMD. Semakin baik pengetahuan ibu semakin baik pula tindakan ibu dalam pelaksanaan IMD. 2. Sikap a. Pengertian Sikap Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan. Konsep itu kemudian berkembang semakin luas dan digunakan untuk menggambarkan adanya suatu niat yang khusus atau umum, berkaitan dengan kontrol terhadap respon pada keadaan tertentu. Sikap sebagai kesediaan yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu. Allfort (dalam Notoatmodjo, 2010) mendefinisikan sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau menolak (unfavorable). Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap 27 senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap yang tanpa obyek (Purwanto, 2009). Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk respons evaluatif yaitu suatu respons yang sudah dalam pertimbangan oleh individu bersangkutan. Sikap mempunyai karakteristik selalu ada objeknya, biasanya sifat evaluatif relatif mantap (menetap) dan dapat berubah (Notoatmodjo, 2010). b. Indikator Sikap Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni : 1) Sikap Terhadap Sakit Dan Penyakit Adalah bagaimana penilaian atau penapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda suatu penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit, dan sebagainya. 2) Sikap Cara Pemeliharaan Dan Cara Hidup Sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. 28 3) Sikap Terhadap Kesehatan Lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang tehadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbahpolusi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Notoatmodjo menjelaskan bahwa Allport (1954) mengatakan sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni : 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek . 3) Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini bersama–sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Penelitian yang dilakukan oleh Yunus di wilayah kerja puskesmas Abeli Kota Kendari tahun 2013 menunjukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki sikap negatif terkait IMD tidak melaksanakan IMD. Sedangkan pada responden yang memiliki sikap positif terkait IMD sebagian besar melaksanakan IMD, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan pelaksanaan IMD dengan p value 0,000. 29 3. Dukungan Keluarga Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 2008). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2006). Menurut Setyowati (2007) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan IMD dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah ibu bersalin menghadapi banyak hambatan untuk melakukan IMD terhadap bayi yang diperoleh di tempat persalinan, kurangnya dukungan yang diberikan keluarga, serta banyaknya ibu yang belum dibekali pengetahuan yang cukup tentang manfaat dari pelaksanaan IMD (Roesli, 2008). Penelitian Fatmah (2009) mengenai IMD dengan beberapa bidan yang bekerja di Puskesmas wilayah kerja Banjarmasin Timur, mereka mengatakan “mengetahui tentang IMD dan bagaimana melaksanakannya”. Namun, dari beberapa bidan tersebut mengatakan “jarang sekali melakukan IMD, sebab dari orang tuanya sendiri tidak ingin melaksanakan karena merasa khawatir dan kasihan melihat bayinya”. Ada juga orang tua yang mengatakan “nanti saja karena masih agak takut setelah melalui masa persalinan”. Walaupun, 30 sudah dijelaskan keuntungan dari IMD tersebut. Kondisi emosi yang stabil menentukan sikap yang positif dari ibu. Kestabilan emosi tersebut, bisa diraih bila sang suami atau keluarga memberikan dukungan dan motivasinya secara maksimal. Dukungan memberikan suatu kesan bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai. Sehingga dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap emosional ibu dimana ia lebih tenang, nyaman, percaya diri dalam melakukan proses IMD pada bayinya. Proses menyusui bayi melibatkan tiga hubungan insani. Ibu yang memberikan ASI, si anak yang diberikan dan suami/keluarga sebagai penyeimbang hubungan. Namun pada kenyataannya, banyak kaum suami maupun keluarganya yang merasa tidak terlibat dalam proses sosial ini dan cenderung menyerahkan segala urusan pemberian ASI pada ibunya saja, serta merasa tidak perlu ikut campur dalam proses ini. Keterlibatan seorang suami dalam pelaksanaan IMD ini akan memberi motivasi ibu untuk menyusui. Jika ibu sudah memiliki motivasi dan optimistis bisa menyusui, air susu pun akan berhamburan (Paramita, 2010). Hasil penelitian (Mularsih dkk, 2011), membuktikan bahwa responden yang mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini, 77,8% menyatakan bahwa bayi mereka berhasil melakukan IMD. Hal ini memberikan gambaran bahwa pelaksanaan IMD sangat memerlukan dukungan dari suami ataupun keluarganya dimana dukungan tersebut sangat dibutuhkan oleh ibu menyusui. 4. Dukungan Petugas Kesehatan 31 Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud Petugas/Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Suraatmaja, 2007). Sumber daya masyarakat kesehatan (SDM Kesehatan) atau tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Beberapa tenaga kesehatan yang dapat berpengaruh terhadap perlakuan IMD adalah perawat, bidan dan dokter. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Bidan adalah wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Dokter adalah tenaga kesehatan yang berkerja yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan kepada Masyarakat pada sarana pelayanan kesehatan (Sardjono, 2008). Kondisi fisik ibu setelah melahirkan membuat beberapa tenaga medis yang membantu persalinan pada saat itu merasa kasihan dan tidak segera melakukan atau memberikan bayinya. Hal ini sangatlah tidak dianjurkan, dalam kondisi ibu yang cukup lelah tetapi bayi tetap diberikan pada ibu dan 32 segera dilakukan proses IMD. Keluarnya oksitoksin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibunya (Prasetyono, 2009). Bayi baru lahir nampak kotor dan penuh dengan darah, terkadang tenaga medis lupa untuk meletakkan bayinya ke dada ibu terlebih dahulu tetapi membersihkannya dahulu baru dilakukan IMD. Hal ini sangatlah tidak tepat karena sebelum bayi dibersihkan dan ditimbang sebaikya bayi mengalami proses IMD karena dapat mempengaruhi perkembangan bayi dan memberikan keuntungan untuk ibunya (Prasetyono, 2009). Bidan merupakan yang pertama dan utama dalam menentukkan keberhasilan pelaksanaan IMD. Karena frekuensi kontak antara ibu dan bidan lebih sering dibandingkan dengan nakes lainnya. Sehingga Peran bidan dalam memberikan suatu informasi, konseling, serta tindakan yang nyata sangat menentukkan keberhasilan pelaksanaan IMD itu sendiri. Tindakan nyata bidan memberi kesan terhadap ibu dan keluarganya, bahwa kegiatan IMD ini benar-benar bermanfaat untuk ibu dan bayinya (Sofyan, 2008). Hasil penelitian (Anita 2010), di Rumah Bersalin Harapan Bunda Pajang Surakarta menunjukkan hubungan yang signifikan antara tindakan IMD oleh bidan dengan pelaksnaan IMD. Artinya tindakan bidan terhadap pelaksanaan IMD akan memberikan peluang besar terhadap ibu untuk melakukan IMD pada bayinya. Tindakan tersebut berupa dukungan melaksanakan IMD, dan petugas tidak mau memberikan susu botol kepada 33 bayi. Penelitian Lumula (2012) di Puskesmas Tilamuta, Kabupaten Boalemo menemukan tindakan petugas kesehatan berhubungan dengan pelaksanaan IMD oleh Ibu bersalin. Tindakan bidan memberi pengaruh 2,6 kali lebih besar terhadap pelaksanaan IMD dibandingkan dengan bidan yang tidak melakukan tindakan IMD. D. Kerangka Teori Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: a. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors) Faktor ini terwujud dalam pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang di anut masyarakat, tingkat pendidikan,tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. b. Faktor-faktor Pendukung (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya fasilitas pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan praktek swasta dan sebagainya. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini di sebut faktor pendukung. c. Faktor-faktor Pendorong (reinforcing factors) 34 Faktor-faktor ini meliputi sikap dan tindakan tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan tindakan para petugas kesehatan termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari daerah yang terkait dengan kesehatan. Faktor presdiposisi a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Umur Jenis Kelamin Pengetahuan Pendidikan Sikap Pekerjaan Penghasilan Kepercayaan Keyakinan Nilai dan Kebiasaan Faktor pendukung Perilaku a. b. c. d. Lingkungan fisik Fasilitas pelayanan kesehatan Sumber Daya Sarana Penunjang Kesehatan Kesehatan Faktor pendorong a. Sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lain b. Sikap dan Perilaku Masyarakat Gambar 2.1. Teori L. Green dalam Notoatmodjo (2010)