ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997, pemerintah memutuskan untuk menggunakan managed floating exchange rate untuk melepas beban depresiasi rupiah terhadap mata uang asing pada saat itu. Hingga saat ini, managed floating exchange rate masih digunakan. Akibatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sangat tergantung pada demand dan supplay pasar. Seperti halnya yang terjadi sejak pertengahan tahun 2013 hingga mei 2014, rupiah kembali terdepresiasi terhadap dollar Amerika hingga mencapai + 13,9%. Banyak faktor yang mempengaruhi depresiasi ini, diantaranya adalah wacana tapering off yang dilakukan Amerika Serikat tahun 2014 serta dampak lanjutan dari tapering off tersebut, yaitu diperkirakan The FED akan menaikkan suku bunga. Kemudian faktor selanjutnya adalah nilai subsidi bahan bakar yang terus membengkak akibat dari peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor di Indonesia terutama kendaraan roda dua, sehingga defisit APBN 2014 terus meningkat. Faktor lainnya yang memiliki andil dalam depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika yaitu Indonesia saat ini mulai menjadi net importir. Hal ini dapat dilihat dari neraca transaksi berjalan Indonesia yang negatif yang mengindikasikan bahwa Indonesia akhir-akhir ini lebih banyak melakukan impor, baik barang jadi maupun impor bahan baku. Melemahnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika akan berakibat perubahan asumsi dasar ekonomi makro untuk nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dalam asumsi dasar ekonomi makro. Hal ini perlu dilakukan karena nilai yang digunakan pada APBN 2014 lalu nilainya terlalu jauh dengan harga pasar. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Depresiasi Rupiah Terhadap Dollar Amerika A. Tapering Off Pasca krisis Subrpime-Mortgage pada tahun 2008, Amerika Serikat telah melakukan kebijakan quantitative easing. Quantitative easing pada dasarnya tidak mencetak uang riil namun hanya mengkreditkan sejumlah dana pada pasar uang dan pasar modal yang kemudian digunakan untuk membeli obligasi. Sejak dilakukannya quantitative easing oleh The FED, maka banyak dana yang masuk ke emerging market, seperti Indonesia. Pasar uang di Indonesia memiliki gejolak yang positif seperti yang terlihat pada tabel berikut ini: Tabel Kondisi Pasar Uang TAHUN 2013 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 Q1 INVESTASI PORTOFOLIO Q2 Q3 2014 Q4 JAN FEB MAR 101,136,790 136,718,866 144,865,333 12,013,070 12,518,549 12,685,052 12,992,191 12,187,094 11,796,224 10,489,587 TABUNGAN (Rp dan Valas) 630,156 905,700 957,793 1,063,957 1,070,935 1,115,401 1,166,091 1,184,419 1,182,661 1,164,775 Rp 582,993 722,653 895,918 993,556 998,404 1,037,888 1,081,496 1,097,917 1,096,871 1,078,613 Valas 47,163 56,888 61,875 70,402 72,531 77,513 84,595 86,501 85,790 86,162 Simpanan Berjangka (Rp & Valas) 963,251 1,225,630 1,306,841 1,395,894 1,445,420 1,483,061 1,525,943 1,565,006 1,570,279 1,599,983 Rp 827,559 1,069,447 1,122,819 1,201,491 1,235,634 1,241,370 1,282,456 1,319,066 1,334,077 1,364,061 Valas 135,693 156,183 184,022 194,403 209,786 241,691 243,487 245,940 236,201 235,923 Sumber: Bank Indonesia (diolah) Sejak tahun 2010, investasi portofolio di Indonesia mengalami peningkatan hinga tahun 2012. Pada kuartal pertama ditahun 2013, investasi portofolio mulai mengalami penurunan yang cukup drastis, hal ini mengindikasikan adanya capital outflow dari Indonesia. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 2 Grafik IHSG Sumber: IDX Pertengahan tahun 2013, The FED mengumumkan rencana pengetatan moneter akibat dari membaiknya perekonomian Amerika Serikat yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran, Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia mengalami penurunan hingga bulan Agustus 2013 sebagaimana terlihat pada tabel IHSG. Efek limpahan (Spillover effect) dari rencana percepatan penghentian quantitative easing III terlihat semakin menekan ekonomi negara-negara berkembang khususnya di Asia. Sejak awal Juni 2013 indeks pasar saham Indonesia telah turun 10 persen, Filipina 12 persen, Thailand 11 persen, China 10 persen, dan Korea Selatan 9 persen. Aksi jual saham dan surat utang secara besar-besaran di Asia menyebabkan penguatan dollar terhadap sejumlah mata uang Asia. Dollar AS menguat terhadap Rupee India, Peso Filipina, Baht Thailand, tidak terkecuali Rupiah1. 1 Prof. Firmanzah, PhD, Staf Khusu Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan (Setkab.go.id Selasa, 06 Agustus 2013) Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 3 Grafik Kurs Tengah Rupiah Terhadap Dollar Amerik Sumber: Bank Indonesia Berdasarkan grafik kurs tengah rupiah terhadap dollar Amerika, maka dapat dilihat pergerakan rupiah melemah sejak bulan Juli 2013 hingga Maret 2014. Bulan April 2014 mulai terjadi penguatan ke posisi sebelas ribuan rupiah, hal ini bukan disebabkan oleh fundamental ekonomi Indonesia yang membaik, melainkan dikarenakan oleh adanya kesepakatan bilateral swap yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank of Japan serta kesepakatan bilateral swap yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank of Korea. Kesepakatan antara BI dengan BoJ hanya sampai bulan Juni 2014, sedangkan kesepakatan antara BI dengan BoK selama tiga tahun dan dapat diperpanjang atas kesepakatan kedua belah pihak. Kerja sama ini memungkinkan swap mata uang rupiah dan yen serta mata uang rupiah dan won dapat dipergunakan dalam transaksi kedua negara. Perjanjian ini juga menjamin penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata uang lokal diantara kedua negara swap mata uang tersebut.2 Kebijakan Quantitative easing yang dilakukan Amerika Serikaat inilah yang seharusnya sejak awal diantisipasi oleh pemerintah karena dampaknya ke nilai tukar rupiah terhadap dollar sangat besar. Kebijakan pemerintah yang strategis, efektif, dan efisien sangat segera dibutuhkan, terutama di peraturan perundangundangan yang masih belum mengatur cara menahan hot money 2 Tempo.co.id (6 Maret 2014) Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 4 yang masuk dan rezim devisa bebas juga perlu dikaji ulang guna stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar Amerika dapat tercapai. Tahun 2014, kondisi ekonomi Amerika semakin membaik, sesuai dengan laporan Departemen Tenaga Kerja AS mengenai angka pengangguran yang turun menjadi 6,3 persen pada April dari catatan bulan sebelumnya 6,7 persen, sekaligus merupakan level terendah sejak September 2008. Laporan tersebut juga lebih rendah dari estimasi para ekonom yang memperkirakan tingkat pengangguran untuk bulan April adalah 6,6 persen. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh di kisaran 3,0–4,0 persen pada periode AprilJuni 2014, lebih baik ketimbang catatan pertumbuhan kuartal pertama 0,1 persen. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat memperkuat kepercayaan The FED untuk melaksanakan rezim pelonggaran moneter ke pengetatan moneter. Awal bulan Mei 2014, The FED kembali memangkas program quantitative easing tahap II sebesar 10 miliar dollar AS menjadi 45 miliar dollar AS per bulan. 3 Setelah tapering off dilakukan oleh The FED, langkah selanjutnya adalah menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan ini untuk menarik dana yang selama ini parkir di emerging market kembali ke Amerika Serikat. Sehingga dapat diperkirakan trend nilai suku bunga ke depan akan mengalami peningkatan. Peningkatan suku bunga dilakukan untuk mengantisipasi capital outflow dari Indonesia. Jika dilihat dari sisi sektor riil, peningkatan suku bunga memilliki dampak yang kurang menguntungkan karena akan menambah biaya bunga pinjaman. Kondisi ini akan berakibat pada melambatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia maupun pengurangan tingkat produksi barang di Indonesia. Untuk mengatasi trend suku bunga yang akan mengalami peningkatan, pemerintah perlu memiliki kebijakan yang ramah pada sektor riil, diantaranya pemberian subsidi bunga, tax holiday, dan lainnya. Hal ini dilakukan agar dapat menjaga keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang. 3 Koran Jakarta 5-05-2014 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 5 B. Impor BBM Yang Meningkat Faktor lain yang turut berperan dalam melemahnya nilai tukar rupiah Pada Januari dan Februari tahun 2014, impor migas mengalami penurunan, namun kembali meningkat pada bulan Maret 2014. Jika dibandingkan peningkatan volume impor migas Januari-Maret 2014 dengan Januari-Maret 2013, mengalami peningkatan sebesar 9,74%. Grafik Ekspor-Impor Migas Maret 2013-Maret 2014 (Juta Ton) Sumber: BPS (diolah) Peningkatan jumlah impor migas ini menyebabkan tingginya demand terhadap dollar Amerika, sehingga menggiring rupiah terdepresiasi terhadap dollar Amerika. Banyak faktor yang menyebabkan impor BBM meningkat, diantaranya belum adanya kilang baru yang berproduksi, infrastruktur penerima, transmisi, dan distribusi gas dalam rangka mendorong diversifikasi energi belum optimal dikembangkan, belum adanya alternatif energi sebagai substitusi bahan bakar yang digunakan saat ini, belum adanya suatu kebijakan yang mengatur penggunaan BBM secara efektif dan efisien sehingga pemborosan energi saat ini masih tinggi serta Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 6 meningkatnya jumlah kendaraan bermotor terutama kendaraan roda dua di Indonesia. 4 C. Net Importir Selain kedua faktor penyebab terdepresiasinya rupiah terhadap dollar Amerika di atas, terdapat faktor yang cukup besar perannya yaitu Indonesia sudah mulai menjadi net importir. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut: Nilai Perdagangan Indonesia Maret 2013 – Maret 2014 (Miliar US$) Ekspor Impor Total Bulan Migas Mar-13 2.93 Apr-13 2.45 Mei 2013 2.93 Jun-13 2.8 Jul-13 2.28 Agus 2013 2.72 Sep-13 2.41 Okt 2013 2.72 Nov-13 2.77 Des 3.41 Jan-Des 32.63 Jan-14 2.5 Feb-14 2.73 Mar-14 2.64 Jan-mar 7.87 Sumber: BPS (diolah) Non migas 12.1 12.31 13.21 11.96 12.81 10.36 12.29 12.98 13.17 13.56 149.92 11.97 11.9 12.58 36.45 Total 15.03 14.76 16.14 14.76 15.09 13.08 14.7 15.7 15.94 16.97 182.55 14.47 14.63 15.22 44.32 Migas 3.9 3.63 3.44 3.53 4.14 3.67 3.72 3.47 3.94 4.22 45.27 3.55 3.46 4.01 11.02 Non Migas 10.99 12.83 13.22 12.11 13.28 9.34 11.79 12 11.21 11.24 141.36 11.37 10.33 10.53 32.23 14.89 16.46 16.66 15.64 17.42 13.01 15.51 15.47 15.15 15.46 186.63 14.92 13.79 14.54 43.25 Sejak April tahun 2013 hingga Juli tahun 2013, nilai impor Indonesia selalu lebih besar dari ekspor. Hal ini mengindikasikan Indonesia menjadi negara net importir, sehingga pada saat yang 4 katadata.co.id/04092013 Di Indonesia, rata-rata konsumsi minyak naik sekitar 3 persen per tahun, yakni dari 1,184 juta barel per hari pada 2002 menjadi 1,565 juta barel per hari pada 2012. Peningkatan konsumsi minyak ini sejalan dengan pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 7 bersamaan nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika karena besarnya demand dollar Amerika dibanding supplay dollar Amerika. Nilai impor lebih kecil dari nilai ekspor mulai terjadi bulan Oktober 2013 sampai bulan Desemeber. Januari 2014 nilai impor kembali lebih besar dari nilai ekspor, namun pada bulan Februari hingga Maret 2014 kembali nilai impor lebih kecil dari nilai ekspor. Peningkatan ekspor tidak mempengaruhi nilai tukar rupiah menjadi menguat terhadap dollar Amerika, hal ini dapat disebabkan oleh tidak kembalinya hasil ekspor ke Indonesia sehingga tidak dapat meningkatkan supplay dollar di pasar. Sumber: BPS Berdasarkan pie chart di atas, impor bahan baku/penolong baik Januari – Maret di tahun 2013 maupun Januari – Maret di tahun 2014 memiliki porsi yang sangat besar, walaupun nilai impor pada tahun 2014 mengalami penurunan. Kondisi ini menjelaskan bahwa Indonesia masih sangat tergantung untuk bahan baku/penolong dalam memproduksi barang. Perlu kebijakan terkait peningkatan industri substitusi impor sehingga diharapkan ke depan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan bahan baku/penolong sendiri atau minimal dapat meminimalisir ketergantungan Indonesia akan produk impor. Hal ini akan Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 8 sangat membantu kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dalam jangka panjang. Saat ini, Indonesia masih mementingkan stabilitas perekonomian, sehingga fokus dari kebijakan masih pada tahapan bagaimana persediaan pangan stabil, ketersediaan energi stabil, sehingga untuk mencapai kestabilan ini pemerintah umumnya melakukan impor. Hal itu yang merupakan salah satu penyebab Indonesia menjadi net importir. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mulai membuat suatu kebijakan yang mendukung kemandirian atau swasembada di segala bidang, sehingga bisa mengurangi ketergantungan bangsa ini pada produk impor. Jika Indonesia mampu meningkatkan produksi barang dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka nilai tukar rupiah akan relatif stabil nilainya. Karena dengan mengurangi impor maka otomatis akan berpengaruh berkurangnya demand terhadap dollar Amerika, sehingga dapat diprediksi nilai rupiah akan mengalami apresiasi terhadap dollar Amerika. Penutup Akibat depresiasi rupiah terhadap dollar sejak pertengahan tahun 2013 mengakibatkan nilai tukar rupiah di pasar uang kurang stabil nilainya dan cenderung melemah. Terdapat tiga faktor mendasar yang melandasi perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar, yaitu faktor tapering off oleh Amerika Serikat sehingga menyebabkan capital outflow dari Indonesia dan meningkatnya suku bunga di masa yang akan datang, membengkaknya impor BBM yang disebabkan oleh belum adanya kilang baru yang berproduksi, infrastruktur penerima, transmisi, dan distribusi gas dalam rangka mendorong diversifikasi energi belum optimal dikembangkan, belum adanya alternatif energi sebagai substitusi bahan bakar yang digunakan saat ini, belum adanya suatu kebijakan yang mengatur penggunaan BBM secara efektif dan efisien sehingga pemborosan energi saat ini masih tinggi. Faktor terakhir yang mempengaruhi depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika adalah Indonesia saat ini sudah menjadi negara net importir. Walaupun nilai impor mulai mengalami penurunan, namun ketergantungan bahan baku/penolong impor masih tinggi, sehingga masih mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 9 Oleh karena itu dibutuhkan perbaikan fundamental ekonomi yang cepat agar kemandirian bangsa ini dapat segera terwujud sehingga nilai tukar rupiah tidak lagi tergantung atau dikontrol oleh pihak luar. Perbaikan kebijakan ini juga harus mempertimbangkan keseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil, atau antara pasar uang dan pasar barang. (RP) Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR RI | 10