BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah mendorong melemahnya permintaan global terhadap komoditas dan berimplikasi pada penurunan harga komoditas. Kombinasi penguatan Dollar AS dan pelemahan harga komoditas memberi implikasi meningkatnya tekanan terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah. Kondisi tersebut menyebabkan depresiasi Rupiah yang berkepanjangan yang berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Penyebab melemahnya nilai Rupiah terhadap Dollar AS secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal maupun internal perekonomian. Faktor eksternal yang paling mempengaruhi pelemahan Rupiah adalah kondisi perekonomian Amerika Serikat yang semakin membaik yang ditandai dengan pemberhentian stimulus (tapering off) ke negara-negara berkembang. Rencana yang dikemukakan oleh Gubernur The Fed Ben Bernanke sejak Mei 2013 tersebut menjadi awal melemahnya mata uang global terhadap Dollar AS. Membaiknya perekonomian AS tersebut juga diikuti dengan kebijakan dinaikkannya Fed Fund Rate atau suku bunga oleh bank sentral AS. Akibatnya, dana segar yang semula disimpan di negara lain kembali lagi ke Amerika Serikat. Negara-negara berkembang seperti Indonesia yang mendapat dana investasi dari Amerika Serikat 1 harus kehilangan dana tersebut karena penarikan modal oleh investor secara besar-besaran. Oleh karena itu jumlah Dollar di Indonesia semakin menipis yang menyebabkan Rupiah terus terkoreksi dari nilai fundamentalnya. Rp/US tahun Gambar 1.1 Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Tahun 20062015 Sumber: Bank Indonesia, 2015, data diolah. Berdasarkan Gambar 1.1, nilai Rupiah telah terdepresiasi sejak pertengahan tahun 2014. Kondisi ini terus berlanjut hingga akhirnya Rupiah terapresiasi pada bulan Oktober 2015. Akan tetapi, Rupiah kembali melemah pada akhir tahun 2015 dan menyentuh angka Rp 13.795,00 per Dollarnya. Di sisi lain, adanya devaluasi Yuan pada tanggal 11 Agustus 2015 juga menimbulkan gejolak pada pasar keuangan dunia. Mata uang negara-negara berkembang secara serentak melemah terhadap Dollar AS. Sejak Juli 2015, mata uang negara-negara berkembang menunjukkan tren pelemahan. Sampai pada tanggal 14 Agustus 2015, depresiasi terbesar terjadi pada nilai tukar Ringgit dan Rubel. Sementara itu nilai tukar Rupiah mengalami pelemahan sebesar 1,83% 2 ke level 13.787 per Dollar AS. Selain itu, devaluasi Yuan dikhawatirkan akan memicu terjadinya currency war atau perang kurs antar negara. Sebagai respon dari devaluasi Yuan, setiap negara akan ikut melemahkan mata uangnya agar daya saing ekspornya tetap kompetitif di pasar global. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan perang mata uang akibat adanya persaingan yang dapat membuat nilai tukar Rupiah terus melemah dalam jangka panjang. Sementara itu salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi nilai tukar Rupiah adalah neraca pembayaran. Komponen utama dalam neraca pembayaran meliputi neraca transaksi berjalan, neraca transaksi modal dan perubahan cadangan devisa. Kondisi neraca transaksi modal yang buruk seringkali dikaitkan dengan menurunnya aliran modal. Sementara itu kondisi neraca transaksi berjalan yang buruk biasanya dikaitkan dengan adanya peningkatan impor dan atau penurunan kinerja ekspor. Pelemahan Rupiah ikut didorong oleh menurunnya kinerja ekspor Indonesia selama empat tahun terakhir. Ketika Rupiah melemah, seharusnya ekspor mengalami kenaikan. Namun karena produk ekspor Indonesia didominasi oleh barang komoditas yang harga dan permintaannya sedang anjlok, maka kontribusi terhadap neraca perdagangan tidak signifikan, sehingga mendorong pelemahan Rupiah. Sementara itu, sejak enam tahun terakhir impor barang modal dan konsumsi melonjak sehingga menekan neraca perdagangan Indonesia. Hal ini ikut mendorong pelemahan Rupiah terhadap Dollar yang terjadi sejak tahun 2013. Meskipun terjadi penurunan impor pada satu tahun terakhir, hal ini tidak cukup signifikan untuk menahan laju pelemahan Rupiah. 3 Romelli dan Teraa (2015) melakukan penelitian mengenai hubungan antara nilai tukar dengan neraca transaksi berjalan dalam kurun waktu 1970-2011. Hasilnya ketika terjadi depresiasi terhadap mata uang domestik, perekonomian yang lebih terbuka terhadap perdagangan bebas mengalami perubahan neraca transaksi berjalan yang cukup besar. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perbaikan dalam neraca transaksi berjalan akan diikuti dengan terapresiasinya mata uang domestik. Faktor lain yang mempengaruhi nilai mata uang suatu negara adalah tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga menentukan nilai tambah mata uang suatu negara. Tingkat suku bunga diatur oleh bank sentral, apabila dalam jangka panjang bank sentral cenderung menaikkan suku bunga maka tren nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara lain akan cenderung terapresiasi. Hal ini akan terus berlangsung sampai ada faktor lain yang mempengaruhi atau bank sentral kembali menurunkan suku bunganya. Namun dari studi yang dilakukan oleh Triyono (2008) menggunakan Error Correction Model (ECM) diperoleh hasil yang berbeda. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa dalam jangka panjang apabila tingkat suku bunga SBI naik, nilai tukar Rupiah justru akan terdepresiasi. Kenaikan tingkat suku bunga di suatu negara juga dapat mendorong terjadinya pengalihan dana atau instrumen keuangan dari mata uang dengan tingkat bunga rendah ke mata uang dengan tingkat bunga yang lebih tinggi. Para pelaku pasar valuta asing selalu berusaha memanfaatkan tingkat bunga untuk mendapatkan keuntungan. 4 Jumlah uang beredar (JUB) juga mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, Bank Indonesia melakukan intervensi dengan cara mengurangi jumlah uang beredar. Sehingga pada kuartal akhir tahun 2015, jumlah uang beredar semakin menurun. Fluktuasi nilai tukar dianggap sebagai salah satu penyebab krisis di Indonesia. Ketika terjadi krisis, Rupiah akan cenderung terdepresiasi dan menyebabkan kondisi Indonesia melemah. Ketidakstabilan nilai tukar Rupiah akan mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional. Mengingat besarnya dampak dari fluktuasi kurs terhadap perekonomian diperlukan suatu manajemen kurs yang baik, sehingga kurs dapat stabil dan dapat diprediksi fluktuasinya, sehingga pasar dan otoritas moneter dapat melakukan langkah-langkah untuk meredam dampak negatif dari flktuasi kurs terhadap perekonomian. Penelitian sebelumnya yang menganalisa pergerakan kurs Rupiah belum banyak yang memasukkan variabel pembalikan modal didalam penelitian. Penelitian ini akan menganalisa pengaruh pembalikan modal (kinerja neraca transaksi modal dan finansial), kinerja neraca transaksi berjalan, suku bunga SBI, dan juga jumlah uang beredar dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tukar. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 5 1. Bagaimana pengaruh pembalikan modal terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS? 2. Bagaimana pengaruh defisit neraca transaksi berjalan terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS? 3. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS? 4. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh pembalikan modal terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS. 2. Menganalisis pengaruh defisit neraca transaksi berjalan terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS. 3. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS. 4. Menganalisis pengaruh jumlah uang beredar terhadap Kurs Rupiah per Dollar AS. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak pemerintah, perusahaan, investor, kalangan akademik dan juga 6 masyarakat luas untuk memprediksi fluktuasi nilai tukar Rupiah per Dollar AS yang akhirnya bisa digunakan untuk memaksimalkan keputusan investasi dan juga pendanaan untuk menjaga stabilitas perekonomian. 2. Memberikan masukan kepada pihak pengambil kebijakan sebagai acuan untuk menentukan tujuan yang tepat untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah. 3. Menjadi bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian sebelum dan selanjutnya. 7