etnobotani tumbuhan obat di desa neglasari kecamatan nyalindung

advertisement
ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT DI DESA NEGLASARI
KECAMATAN NYALINDUNG KABUPATEN SUKABUMI
PROVINSI JAWA BARAT
ELLYF AULANA YATIAS
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, Februari 2015
Ellyf Aulana Yatias
NIM. 1110095000028
ABSTRACT
Ellyf Aulana Yatias. Ethnobotany of Medicinal Plants in Neglasari Village
Nyalindung Distric Sukabumi Regency East Java Province. Essay.
Department of Biology. Faculty of Science and Technology. Syarif
Hidayatullah State Islamic University. Jakarta. 2015.
The use of plants as traditional medicine ( herbs ) has been known for a
long time by the villagers Neglasari . This process has been passed down from
generation to generation . But today there is a tendency of this tradition is
becoming obsolete , therefore it is very important for us to dig up the knowledge
of plant species used as medicine by the people Neglasari . This study aims to
determine the types of medicinal plants , plant parts used , disease treated group ,
and the way of processing . This research was carried out for 5 weeks in June and
July 2014 in four hamlets in Neglasari , namely : Hamlet Baros I, Hamlet Baros II
, Cijureuy Hamlet , and Hamlet Cibodas . This research is descriptive exploratory
survey techniques , semi-structured interviews and questionnaires . The sample of
100 respondents include paraji and communities considered to know about
medicinal plants . Based on the research results , it is known that there are 64
species of plants used as medicine . Plants are the most widely used as a
traditional medicine by Pamekasan community dominated by species of the
family Zingiberaceae . Medicinal plants consists of 7 habitus namely shrubs ( 20
species ) , trees ( 14 species ) , herbs ( 16 species ) , shrubs ( 7 types ) , climbing
plants ( 5 types ) , grass ( 1 species ) , and lianas ( 1 species ) . Medicinal plants
used Neglasari rural communities can treat four groups of diseases with the plant
part used is the leaves ( 33 species ) , fruit ( 22 types ) , roots ( 10 species ) , seeds
( 7 types ) , stem ( 6 types ) , rhizome ( 6 types ) , flowers ( 4 types ) , gum ( 2
types ) , bamboo shoots ( 1 species ) , skin ( 1 species ) , sticks ( 1 species ) ,
tubers ( 1 species ) , and the entire section ( 9 types ) . Based on the processing of
medicinal plants is divided into 9 , which is used in a way eaten directly ( 20 types
) , boiled ( 50 types ) , crushed ( 20 types ) , shredded ( 5 types ) , ground ( 29
species ) , smeared ( 1 species ) , placed on the organ ( 1 species ) , heated ( 6
types ) , and dropped ( 1 species ) .
Keywords: Ethnobotany, Medicinal plants, Neglasari village
ABSTRAK
Ellyf Aulana Yatias. Etnobotani Tumbuhan Obat di Desa Neglasari
Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Skripsi.
Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2015.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional (herbal) telah dikenal
sejak lama oleh masyarakat desa Neglasari. Proses ini sudah diwariskan secara
turun temurun dari generasi ke generasi. Namun saat ini ada kecenderungan
tradisi ini mulai ditinggalkan, oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk
menggali kembali pengetahuan tentang jenis tumbuhan yang dimanfaatkan
sebagai obat oleh masyarakat Neglasari. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat, bagian tumbuhan yang digunakan,
kelompok penyakit yang diobati, dan cara pengolahannya. Penelitian ini
dilaksanakan selama 5 minggu pada bulan Juni hingga Juli 2014 di 4 dusun di
Desa Neglasari, yaitu: Dusun Baros I, Dusun Baros II, Dusun Cijureuy, dan
Dusun Cibodas. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan teknik
survei, wawancara semi terstruktur dan kuisioner. Sampel berjumlah 100
responden meliputi paraji dan masyarakat yang dianggap mengetahui mengenai
tumbuhan obat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui terdapat 64 jenis
tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat. Tumbuhan yang paling banyak
dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional oleh masyarakat Pamekasan
didominasi oleh jenis tumbuhan dari famili Zingiberaceae. Tumbuhan obat terdiri
dari 7 habitus yaitu perdu (20 jenis), pohon (14 jenis), herba (16 jenis), semak (7
jenis), tumbuhan memanjat (5 jenis), rumput (1 jenis), dan liana (1 jenis).
Tumbuhan obat yang digunakan masyarakat desa Neglasari dapat mengobati 4
kelompok jenis penyakit dengan bagian tumbuhan yang digunakan yaitu daun (33
jenis), buah (22 jenis), akar (10 jenis), biji (7 jenis), batang (6 jenis), rimpang (6
jenis), bunga (4 jenis), getah (2 jenis), rebung (1 jenis), kulit (1 jenis), ranting (1
jenis), umbi (1 jenis), dan seluruh bagian (9 jenis). Berdasarkan pengolahannya
tumbuhan obat dibagi menjadi 9, yaitu dimanfaatkan dengan cara dimakan secara
langsung (20 jenis), direbus (50 jenis), dilumat (20 jenis), diparut (5 jenis),
ditumbuk (29 jenis), dioles (1 jenis), diletakkan pada organ (1 jenis), dipanaskan
(6 jenis), dan diteteskan (1 jenis).
Kata Kunci: Etnobotani, Tumbuhan Obat, Desa Neglasari
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
selalu melimpahkan rahmat taufik dan hidayahNya, sehingga penyusunan skripsi
yang berjudul “Etnobotani Tumbuhan Obat di Desa Neglasari Kecamatan
Nyalindung Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat” dapat terselesaikan
dengan baik. Sholawat serta salam selalu teriring kepada nabi Muhammad SAW
atas bimbingan yang diberikan kepada pengikut-pengikutnya, amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tugas akhir ini dapat
terselesaikan berkat bantuan, dukungan, bimbingan, serta arahan dari banyak
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada:
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Kepala Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai pembimbing
II yang telah memberikan pengarahan dan kesempatan dalam pelaksanaan
penelitian.
3. Priyanti, M.Si selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan
laporan penelitian.
4. Bapak Asep Saefudin, selaku Kepala Desa Neglasari yang telah
mengizinkan penulis melaksanakan penelitian.
i
5. Para narasumber dan seluruh warga desa Neglasari yang telah memberikan
banyak informasi kepada penulis.
6. Ayahanda Askad dan Ibunda Nurhayati tersayang, serta adikku Lifya
Aulana Yatias, yang tak pernah henti-hentinya memberi semangat, doa,
dan perhatian baik secara material maupun moral sampai saat ini.
7. Ridlo Mahbub yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada
penulis.
8. Ai Siti Nurhayati, Ega Mulya Putri, Mega Indriyanti Nuris, dan Rachma
Fauziah yang telah memberi motivasi hingga proses penyelesaian laporan
penelitian ini.
9. Segenap dosen Biologi yang telah memberi banyak ilmu kepada penulis.
10. Mahasiswa/i Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
Angkatan 2010, yang telah memberikan semangat seperjuangan dalam
penyelesaian laporan penelitian.
11. Semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya karya ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan oleh penulis. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
bagi semua pihak yang berkompeten. Amin.
Jakarta, Februari 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
Viii
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah................................................................
4
1.3 Tujuan ..................................................................................
4
1.4 Manfaat ................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani ............................................................................
6
2.2 Pelayanan Kesehatan. ..........................................................
11
2.3 Tumbuhan Obat ...................................................................
11
2.4 Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan
Obat .....................................................................................
15
2.5 Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA)………………………..
16
2.6 Profil Desa Neglasari………………………………………
17
2.7 Potensi Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Desa Neglasari…
19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................
20
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................
20
3.3 Cara Kerja ............................................................................
21
3.3.1
Wawancara ..............................................................
21
iii
BAB IV.
3.3.2
Observasi dan Identifikasi.......................................
21
3.3.3
Analisis Data ...........................................................
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden. ....................................................
24
4.1.1 Tingkat Pendidikan. ..................................................
24
4.1.2 Mata Pencaharian. ....................................................
25
4.1.3 Jenis Kelamin ...........................................................
27
4.1.4 Karakteristik Umur ...................................................
28
4.2 Pengetahuan Masyarakat Desa Neglasari tentang
Tumbuhan Obat. ..................................................................
4.3 Pemanfaatan Tumbuhan Obat……………………………
29
31
4.3.1 Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan
Jenisnya. ....................................................................
31
4.3.2 Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Famili. .
33
4.3.3 Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan
Habitusnya ................................................................
37
4.3.4 Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Bagian
yang Digunakan. .......................................................
39
4.3.5 Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Jenis
BAB V.
Penyakit ....................................................................
42
4.3.6 Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Cara
Pengolahan ................................................................
44
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..........................................................................
49
5.2 Saran ....................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
50
LAMPIRAN .................................................................................................
57
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Peta desa Neglasari kecamatan Nyalindung kabupaten
Sukabumi .....................................................................................
20
Gambar 2.
Persentase tipologi responden berdasarkan tingkat pendidikan ..
24
Gambar 3.
Persentase tipologi responden berdasarkan mata pencaharian ....
26
Gambar 4.
Persentase tipologi responden berdasarkan jenis kelamin. ..........
27
Gambar 5.
Persentase tipologi responden berdasarkan umur .......................
28
Gambar 6.
Persentase pengguna tumbuhan obat dari masing-masing
dusun ...........................................................................................
30
Gambar 7.
Persentase jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan famili ........
34
Gambar 8.
Persentase keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus.......
38
Gambar 9.
Persentase jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan bagian
yang digunakan ...........................................................................
39
Gambar 10. Persentase jenis penyakit yang dapat diobati menggunakan
tumbuhan obat. ............................................................................
Gambar 11. Persentase
pengelompokan
tumbuhan
berdasarkan
43
cara
pengolahan……........................................................................
45
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Sepuluh tertinggi nilai guna tumbuhan berdasarkan jenis ................................
32
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Kuisioner responden .........................................................................................
57
Lampiran 2.
Kuisioner paraji…………. ...............................................................................
59
Lampiran 3.
Daftar jenis tumbuhan obat masyarakat desa
Neglasari ..........................................................................................................
61
Lampiran 4.
Nilai guna jenis tumbuhan obat (UVs) .............................................................
70
Lampiran 5.
Gambar jenis tumbuhan obat ............................................................................
71
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah
kesehatan. Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain
cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis
berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Obat
tradisional (obat herbal) banyak digunakan masyarakat menengah ke bawah
terutama dalam upaya pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif)
(Prananingrum, 2007).
Pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan menggunakan tumbuhan obat
diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh
nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu, hal ini terbukti dari adanya
naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura
(Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang
Dalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik
obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Wasito, 2011).
Pembangunan ekonomi baik di negara maju maupun negara yang sedang
berkembang sangat bergantung pada sumber daya alam dan produktivitas sistem
1
2
alami. Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih
dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
aktivitas tersebut adalah penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat oleh berbagai
suku bangsa atau sekelompok masyarakat yang tinggal di pedalaman (Hufschmidt
et al., 1987).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan ramuan obat tradisional oleh
sebagian besar masyarakat adalah salah satu tradisi dan kepercayaan yang sudah
dilakukan secara turun temurun. Tradisi pemanfaatan tersebut sebagian sudah
dibuktikan kebenarannya secara ilmiah, namun masih banyak lagi pemanfaatan
yang sifatnya tradisional belum diungkapkan (Setyowati dan Wardah, 1993).
Pekarangan rumah penduduk di pedesaan biasanya ditanami dengan
beranekaragam jenis tumbuhan musiman maupun tumbuhan keras untuk
keperluan sehari-hari (Danoesatro, 1980). Pekarangan rumah sering juga disebut
sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup (Giono, 2004). Bibit
yang ditanam sebagai tumbuhan obat keluarga biasanya didapatkan dari
masyarakat lain yang juga menanam tumbuhan obat keluarga.
Saat ini, tumbuhan obat di Indonesia mulai dikhawatirkan hilang karena
banyak yang dieksploitasi oleh peneliti asing dan di dalam negeri sendiri
pengobatan tradisional asli Indonesia dianggap kuno, kampungan dan tidak ilmiah
karena tidak dilakukan uji klinis. Pengobatan tradisional di beberapa negara Asia
seperti Singapura, Filipina dan Thailand telah berkembang dan maju, sedangkan
di Indonesia pengobatan tradisional tertinggal jauh. Hal ini ditunjukkan dalam
penulisan pengenalan jenis tumbuhan obat dan makalah ilmiah internasional,
3
Indonesia hanya menyumbang karya ilmiah 0,0012% jauh lebih kecil dari
Singapura, sedangkan Jepang menyumbang 8%, oleh karena itu dalam rangka
pemanfaatan tumbuhan obat dan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat,
beberapa tumbuhan obat yang tumbuh di berbagai daerah perlu diperkenalkan
kepada masyarakat (Wijayakusuma, 2000).
Indonesia yang dikenal sebagai negara mega diversity tidak hanya kaya
akan keanekaragaman flora, fauna dan ekosistemnya tetapi juga memiliki
keanekaragaman suku atau etnis dengan pengetahuan tradisional dan budaya
berbeda dan unik yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Manusia dengan
lingkungan sekitarnya termasuk dengan sumber daya nabati (tumbuhan)
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Salah satu contoh masyarakat tradisional Indonesia yang masih
mempertahankan adat dan tradisi dalam penggunaan sumber daya alam berupa
tumbuhan adalah masyarakat Desa Neglasari Kecamatan Nyalindung Kabupaten
Sukabumi. Lokasi desa yang cukup jauh dari pusat kota serta jarak tempuh yang
panjang antara desa dengan balai kesehatan seperti rumah sakit maupun
Puskesmas membuat sebagian besar masyarakat desa tersebut masih bertahan
mempercayakan pengobatan terhadap paraji di desa tersebut. Hal tersebut juga
yang membuat masyarakat masih memanfaatkan tumbuhan di lingkungan
sekitarnya sebagai alternatif pengobatan, bahkan beberapa keluarga di Desa
Neglasari didapati membudidayakan tumbuhan obat di pekarangan rumahnya.
Masyarakat suku Dayak Iban di Desa Tanjung Sari Kecamatan Ketungau Tengah
Kabupaten Sintang, dimana masyarakat masih memanfaatkan tumbuhan obat
4
untuk kebutuhan sendiri yang diwariskan secara turun temurun (Meliki et al.,
2013).
Saat ini masyarakat sudah jarang menggunakan tumbuhan secara langsung
untuk pengobatan. Sehingga masyarakat tidak mengenali tumbuhan-tumbuhan
yang bermanfaat untuk kesehatan. Oleh karena itu tumbuhan-tumbuhan berkhasiat
obat yang ada di sekitar masyarakat perlu digali kembali dan dikembangkan.
Penelitian dan pengembangan pengetahuan etnobotani penting dilakukan sebelum
jenis-jenis tersebut punah (Mackinnon et al., 2000). Inventarisasi jenis tumbuhan
obat, potensi pemanfaatannya sebagai tumbuhan obat, pengolahan dan cara
memperoleh tumbuhan obat di masyarakat Desa Neglasari belum pernah
dilakukan, oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat mengungkap
pengetahuan masyarakat Desa Neglasari dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai
obat tradisional.
1.2.
Rumusan Masalah
Tumbuhan apa sajakah yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat Desa
Neglasari Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi provinsi Jawa Barat?
1.3.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan
obat, bagian tumbuhan yang digunakan, kelompok penyakit yang dapat diobati,
dan cara pengolahannya.
1.4.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data dan
informasi mengenai pengetahuan masyarakat Desa Neglasari Kecamatan
5
Nyalindung Kabupaten Sukabumi Jawa Barat terhadap tumbuhan obat, sehingga
dapat dikembangkan usaha budidaya serta pelestarian tumbuhan obat guna
membangun masyarakat yang sehat, mandiri, dan sejahtera.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etnobotani
Etnobotani dewasa ini merupakan istilah popular karena ini adalah salah
satu cara pandang orang terhadap sekitar. Apabila digunakan di awal nama satu
disiplin ilmu seperti botani atau farmakologi, kalimat ini menunjukkan bahwa
peneliti sedang meneliti persepsi masyarakat tradisional tentang pengetahuan
budaya dan teknologi. Etnobotani sebagai salah satu jembatan pengetahuan
tradisional dan modern pada saat ini menjadi topik yang berkembang.
Etnobotani tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk interaksi antara
masyarakat dengan lingkungan alamnya. Interaksi pada setiap suku memiliki
karakteristik tersendiri dan bergantung pada karakteristik wilayah dan potensi
kekayaan tumbuhan yang ada. Pengkajian tumbuhan obat menurut etnobotani
suku tertentu dimaksudkan untuk mendokumentasikan potensi sumberdaya
tumbuhan
obat
dan
merupakan
upaya
untuk
mengembangkan
dan
melestarikannya (Hastuti et al, 2002).
Istilah etnobotani pertama kalinya diusulkan oleh Harsberger pada tahun
1985. Etnobotani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu botani
mengenai pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari
dan adat suku bangsa. Etnobotani berasal dari dua kata Yunani yaitu Ethnos dan
botany. Etno berasal dari kata Ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok
dari suatu populasi dengan latar belakang yang sama baik dari adat istiadat,
6
7
karakteristik, bahasa dan sejarahnya, sedangkan botany adalah ilmu yang
mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti kajian
interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi
mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budaya tertentu (Martin, 1998).
Pengertian etnobotani memiliki arti yang bervariasi dikalangan para ahli
etnobotani, diantaranya: 1) Hough (1898) diacu dalam Soekarman (1992),
etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan dalam hubungannya
dengan budaya manusia; 2) Jones (1941) diacu dalam Soekarman (1992),
etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia yang
primitive dengan tumbuh-tumbuhan; 3) Schules (1967) diacu dalam Soekarman
(1992), etnobotani adalah ilmu yang memepelajari hubungan manusia dengan
vegetasi di sekitarnya; 4) Ford (1980) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani
adalah ilmu yangmempelajari penempatan tumbuhan secara keseluruhan di dalam
budaya dan interaksi langsung manusia dengan tumbuhan; 5) Sheng-Ji et al.
(1990) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari
keseluruhan hubungan langsung antara manusia dan tumbuhan untuk apa saja
kegunaannya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan secara singkat bahwa
etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia
dengan tumbuhan dalam pemanfaatannya secara tradisional.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan. Struktur masyarakat terdiri dari beberapa unsur yaitu
manusia yang hidup bersama, berkumpul dalam waktu yang cukup lama sehingga
terjadi sistem komunikasi dan timbul peraturan yang mengatur hubungan manusia
8
dengan kelompok tersebut sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan dan
satu sistem hidup bersama sehingga menimbulkan kebudayaan. Masyarakat
digolongkan menjadi dua yaitu masyarakat desa dan masyarakat kota. Masyarakat
desa adalah kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal dalam wilayah
tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sudah sebagai suatu
kesatuan dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka mencapai
tujuan. Sistem kehidupan masyarakat desa biasanya berkelompok, atas dasar
sistem berkeluarga (Soekanto, 1982).
Masyarakat desa di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu bentuk
masyarakat yang tingkat perekonomiannya lemah sehingga harus ditingkatkan
dengan berbagai cara (Sajogyo, 1978). Ciri-ciri kehidupan masyarakat desa itu
salah satunya yaitu selalu menerapkan aktivitas tolong menolong yang tumbuh
dalam berbagai macam bentuk. Disamping aktivitas tolong menolong antara
warga desa dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial, baik yang
berdasarkan hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau lain-lain
hubungan yang
berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, ada pula aktivitas
bekerjasama lainnya yang secara popular disebut gotong royong.
Dasar-dasar dari aktivitas tolong menolong dan gotong royong sebagai
suatu aktivitas dalam masyarakat desa pertanian telah beberapa kali dianalisa oleh
ahli-ahli ilmu sosial. Selain tolong menolong dan gotong royong, musyawarah
pun merupakan salah satu aktivitas yang ada pada masyarakat pedesaan, artinya
yaitu bahwa keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan
9
suatu mayoritas yang menganut suatu pendirian tertentu melainkan seluruh rapat
seolah-olah menjadi suatu badan (Sajogyo, 1978).
Kehidupan masyarakat tradisional adalah kehidupan yang harmoni dengan
alam sekitar. Masyarakat modern dibentuk oleh jalan pikiran tersendiri. Jalan
pikiran tersebut menyatakan bahwa manusia mempunyai hak untuk memanipulasi
dan mengubah alam meskipun dewasa ini masyarakat modern telah meningkat
kepeduliannya terhadap lingkungan dan alam sekitar (Kusumaatmaja, 1995).
Etnobotani adalah cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang
persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumber daya nabati di lingkungannya.
Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam
mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam
lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga
untuk keperluan spiritual dan nilai budaya lainnya. Dengan demikian termasuk
kedalamnya adalah pemanfaatan tumbuhan oleh penduduk setempat atau suku
bangsa tertentu. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pemanfaatan baik
sebagai bahan obat, sumber pangan, dan sumber kebutuhan hidup manusia
lainnya. Disiplin ilmu lainnya yang terkait dalam penelitian etnobotani adalah
antara lain linguistik, antropologi, sejarah, pertanian, kedokteran, farmasi dan
lingkungan (Suwahyono et al., 1992).
Empat usaha utama yang berkaitan erat dengan etnobotani, yaitu: 1)
pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) penilaian kuantitatif
tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) pendugaan
tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri
10
maupun untuk tujuan komersial; dan 4) proyek yang bermanfaat untuk
memaksimumkan nilai yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan
ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin, 1998).
Istilah-istilah yang berkaitan dengan etnobotani secara lebih lanjut, yaitu :
1) Masyarakat pribumi adalah penduduk satu kawasan yang telah dikaji dan
mendapat pengetahuan ekologi mereka secara turun menurun dalam budaya
mereka sendiri; 2) Penyelidik/peneliti adalah orang yang biasanya terlatih pada
sebuah perguruan tinggi, yang mendokumentasikan pengetahuan tradisional ini
dan bekerjasama dengan masyarakat pribumi; 3) Pengetahuan tradisional atau
pengetahuan lokal adalah apa yang diketahui oleh masyarakat mengenai alam
sekitarnya (Martin, 1998).
Dokumentasi sebagai salah satu usaha utama dalam etnobotani merupakan
pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan. Dokumentasi dapat berupa
dokumen tertulis, rekaman foto, majalah, film dokumenter. Dokumentasi
tumbuhan dilakukan juga dengan cara pengumpulan spesimen. Baru sekitar 3-4
% tumbuhan yang sudah dibudidayakan, sisanya masih tumbuh liar di hutanhutan. Disinilah pentingnya etnobotani guna menggali pengetahuan tradisional
pemanfaatan tumbuhan oleh penduduk setempat. Pengetahuan ini sangat penting
dalam mengungkapkan tumbuhan liar di hutan akan kegunaannya bagi manusia
dalam usaha menanggulangi meningkatnya keperluan akan sandang, papan, dan
pangan yang berkaitan dengan jumlah penduduk di Indonesia (Riswan dalam
Soekarman 1992).
11
2.2. Tumbuhan Obat
Pengertian
Obat
menurut
peraturan
Menteri
Kesehatan
RI.
No.949/MenKes/Per/VI/2000, adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, pengingkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Menurut Departemen
Kesehatan
RI
dalam
surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.149/SK/Menseknes/IV/1978, definisi tumbuhan obat adalah tumbuhan atau
bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku obat (prokursor) atau
tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai
obat.
Tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan baik yang sudah ataupun
belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan
obat juga merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan tradisional
yang telah digunakan sejak lama dan memberikan dampak farmakologi.
Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan
dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumber daya alam hayati, khususnya
tumbuhan obat (Hamid dan Nuryani, 1992).
Zuhud dan Haryanto (1994) mengelompokkan tumbuhan berkhasiat obat
sebagai berikut:
a. Tumbuhan obat tradisional, merupakan jenis tumbuhan yang diketahui
atau dipercaya masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional.
12
b. Tumbuhan obat modern, merupakan jenis tumbuhan yang secara ilmiah
telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat
obat, dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.
c. Tumbuhan obat potensial, merupakan jenis tumbuhan yang diduga
mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif obat, tetapi belum
dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat dan
penggunaannya secara tradisional belum diketahui.
Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai
jenis tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1988) adalah sebagai berikut :
a. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang
yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.
b. Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang
dekat dengan permukaan.
c. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.
d. Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjalar/memanjat pada
tumbuhan lain.
e. Tumbuhan memanjat adalah herba yang memanjat pada tumbuhan lain
atau benda lain.
f. Semak adalah tumbuhan yang tidak seberapa besar, batang berkayu,
bercabang-cabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah.
g. Rumput adalah tumbuhan dengan batang yang tidak keras, mempunyai
ruas-ruas yang nyata dan seringkali berongga.
13
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sediaan obat
tradisional yang digunakan masyarakat saat ini disebut dengan herbal medice atau
Fitofarmaka. Tumbuhan obat mempunyai khasiat yang bekerja sebagai
antioksidan, antiradang, analgesik, dan lain-lain yang digunakan untuk
penyembuhan suatu penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya kandungan bahan
kimia tumbuhan obat yang berasal dari metabolisme sekunder. Setiap tumbuhan
menghasilkan bermacam-macam senyawa kimia yang merupakan bagian dari
proses normal dalam tumbuhan (Zein, 2005).
Kalau kita melihat prospek dari tumbuhan obat untuk dijadikan
fitofarmaka memang cukup besar, asalkan potensi ini dikembangkan seperti yang
dilakukan di Cina dan India misalnya. Namun secara umum tumbuhan obat juga
mempunyai kelemahan. Beberapa kelemahan antara lain:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan, dan berbedanya nama tumbuhan
berdasarkan daerah tempatnya tumbuh.
2. Kurangnya sosialisasi
tentang manfaat tumbuhan obat, terutama
dikalangan profesi dokter.
3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka yang
kurang menarik dan kurang meyakinkan, dibanding dengan penampilan
obat-obat paten.
14
4. Kurangnya penelitian yang komprehensif dan terintegrasi dari tumbuhan
obat ini di kalangan dokter.
5. Belum adanya upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan yang berkhasiat
obat di institusi pendidikan, yang sebaiknya dimulai dari pendidikan dasar.
Upaya untuk menghilangkan/mengurangi kelemahan tersebut yang
mungkin dapat dilakukan adalah:
1. Sosialisasi dini tumbuhan obat di institusi pendidikan.
2. Mengintegrasikan tumbuhan obat didalam sistem pelayanan kesehatan
formal seperti puskesmas dan rumah sakit.
3. Mendukung
setiap
kegiatan
penelitian
ilmiah
bidang
tumbuhan
obat/tumbuhan obat tradisional untuk membuktikan khasiatnya secara
ilmiah, agar kalangan professional dapat memahami secara positif.
4. Peninjauan dan reformasi sistem pendidikan kedokteran/kesehatan dan
pertanian/biologi, dengan memberikan porsi yang seimbang terhadap
tumbuhan obat.
5. Memulai melakukan kegiatan penelitian sekecil apapun terhadap bahan
tumbuhan berkhasiat terhadap penyakit tertentu, mempublikasikannya
serta melakukan penelitian yang berkesinambungan kearah yang lebih baik
dan berorientasi kepada industri fitofarmaka.
2.3. Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Pemanfaatan tumbuhan obat adalah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhtumbuhan yang tumbuh di sekitar kita dan mempunyai khasiat untuk bahan
pengobatan secara tradisional. Dalam pemanfaatan dan penggunaan tumbuhan
15
berkhasiat obat ini, perlu diketahui secara pasti tata cara pengkomposisiannya
dalam memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat. Hal tersebut bertujuan untuk
mengatasi berbagai jenis penyakit secara efektif (Wijayakusuma, 2000).
Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sering diistilahkan dengan
sebutan kearifan tradisional. Kearifan adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis
(Keraf, 2002). Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat
dan kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua
penghuni komunitas ekologis harus dibangun. Keraf (2002) menyebutkan bahwa:
a. Kearifan tradisional adalah milik komunitas bukan individu.
b. Kearifan
tradisional
lebih
bersifat
holistik
karena
menyangkut
pengetahuan dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala
relasinya di alam semesta.
c. Berdasarkan kearifan tradisional, masyarakat juga memahami semua
aktivitasnya sebagai aktivitas moral.
Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara tradisi merupakan
salah satu bagian dari kebudayaan suku bangsa itu sendiri, yang mana melibatkan
hubungan antara manusia dengan lingkungan yang ditentukan oleh kebudayaan
setempat sebagai pengetahuan yang diyakini serta menjadi sistem nilai.
Pengobatan tradisional merupakan salah satu pengetahuan tradisional masyarakat
berupa semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran
berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu dan dilakukan secara
16
turun temurun. Selain itu pengobatan tradisional juga telah teruji memberikan
sumbangsihnya terhadap kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
(Rahayu, 2006).
2.4. Pofil Desa Neglasari
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Neglasari
kecamatan Nyalindung kabupaten Sukabumi provinsi Jawa Barat, luas wilayah
desa tersebut adalah 512 ha dengan ketinggian tempat 700 m di atas permukaan
laut. Desa Neglasari memiliki curah hujan 3000 ml/th dengan suhu udara rata-rata
20-260C.
Batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Kebon Pedes,
sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Gegerbitung dan sebelah selatan
berbatasan dengan kecamatan Nyalindung yang juga berbatasan dengan sebelah
barat. Jarak tempuh yang harus dilalui dari ibu kota kabupaten menuju desa
adalah 109 km. Sedangkan jarak dari ibu kota provinsi adalah sejauh 120 km, dan
melalui 131 km dari ibu kota Negara. Sebagian besar wilayah Nyalindung yaitu
seluas 241,880 ha diperuntukan untuk Ladang dan 70,674 ha untuk perkebunan.
Sedangkan bangunan umum yang dibangun tercatat memakan lahan
seluas
82,196 ha.
Penduduk desa Neglasari secara keseluruhan berjumlah 4.441 jiwa dengan
jenis kelamin laki-laki sebesar 2.230 jiwa dan perempuan 2.211 jiwa. Mayoritas
penduduk desa Neglasari beragama Islam (4.426 jiwa) dan terdapat pula
penduduk dengan pemeluk agama Katholik (15 jiwa). Sebagian besar masyarakat
desa Neglasari berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (2.940 jiwa), kemudian
17
disusul dengan pendidikan SMP (695 jiwa), SMA (156 jiwa), SMK (105 jiwa),
MA (61 jiwa), DI-III (25 jiwa), dan S1-S3 (12 jiwa).
Masyarakat desa Neglasari umumnya bekerja sebagai buruh tani yang
tercatat sebesar 900 jiwa. Selain buruh tani, masyarakat desa juga memiliki mata
pencaharian yang beragam, yaitu karyawan swasta (621 jiwa), jasa (225 jiwa),
tani (120 jiwa), wiraswasta (112 jiwa), transportasi dan pergudangan (107 jiwa),
PNS (5 jiwa), TNI/Polri (2 jiwa), dan juga terdapat pensiunan (21 jiwa).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di empat dusun di Desa Neglasari, Kecamatan
Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Keempat dusun tersebut yaitu Baros II (S
06058’08.1”- E 106056’41.9”), Baros I (S 06058’17.8”- E 106057’02.2”), Cijureuy
(S 06058’34.7”- E 106057’42.8”), dan Cibodas (S 06059’06.1”- E 106059’22.6”).
Waktu penelitian dilakukan selama lima minggu yaitu pada bulan Juni hingga
bulan Juli 2014.
3.2.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting tumbuhan,
kamera digital Canon, GPS (GPSmap Garmin 62s), kertas label, kertas koran, tali,
sasak, plastik, botol semprot, dan selotip. Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah lembar wawancara atau kuisioner untuk koresponden terpilih, alkohol
70%, dan tumbuh-tumbuhan.
3.3.
Cara Kerja
3.3.1. Wawancara
Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan teknik/metode
survei, wawancara semi terstruktur dan kuisioner yang dibuktikan langsung
dengan fakta keberadaan tumbuhan yang dimaksud di lapangan. Tahap awal dari
penelitian ini adalah wawancara dengan 100 orang responden dari 4 dusun di
Desa Neglasari Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Jawa Barat yakni
13
14
dusun Baros II, Baros I, Cijureuy, dan Cibodas. Wawancara berguna untuk
menggali informasi mengenai potensi pemanfaatan tumbuhan obat. Teknik
pemilihan responden yang digunakan dalam observasi awal ini adalah metode
purposive sampling (teknik pemilihan responden dengan pertimbangan memiliki
pengetahuan lebih tentang tumbuhan obat) (Sugiyono, 2007). dan snow ball yaitu
teknik pemilihan responden yang dilakukan berdasarkan rekomendasi dari
responden sebelumnya yang dimulai dari kepala desa (Bernard, 2002). Dari
keempat dusun ini, tiga diantaranya (Baros II, Baros I, dan Cibodas) didapati
paraji, dan satu dusun lainnya (Cijureuy) didapati pembudidaya TOGA.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara semi
terstruktur mengacu pada Martin (1995). Data pendukung dalam penelitian ini
meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan (lampiran 1).
3.3.2. Observasi dan Identifikasi
Setelah diperoleh informasi dari wawancara tentang tumbuhan obat
dilanjutkan dengan tahapan observasi di lapangan. Tahapan observasi dilakukan
untuk mengetahui secara langsung tumbuhan obat yang telah diinformasikan oleh
responden.
Tumbuhan
yang
ditemukan
kemudian
didokumentasikan
dengan
menggunakan kamera digital. Data tumbuhan obat yang diperoleh diidentifikasi
berdasarkan nama lokal, nama ilmiah, famili, habitus, bagian tumbuhan yang
digunakan, cara pengolahan, serta jenis penyakit yang disembuhkan dengan
mengacu pada buku Flora of Java volume I (1963), volume II (1965), dan volume
15
III (1968) karangan Backer dan Backuizen van der Brink Jr, dan Atlas Tumbuhan
Obat Indonesia jilid 1 (Dalimartha, 1999).
3.3.3. Analisis Data
Pengolahan data diuraikan secara deskriptif. Data yang diolah meliputi
data pendukung meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.
Data utama/pokok meliputi nama jenis tumbuhan obat, bagian tumbuhan yang
digunakan, kelompok penyakit yang diobati, serta cara pengolahannya.
Khusus untuk jenis penyakit yang diobati dilakukan pengklasifikasian
lebih lanjut mengacu pada Zaman (2009). Jenis-jenis penyakit yang diobati
menggunakan tumbuhan obat oleh masyarakat desa Neglasari dikelompokkan
menjadi 4 kelompok penyakit yaitu kelompok penyakit kronik, penyakit menular,
penyakit tidak menular, dan lain-lain. Penyakit kronik adalah penyakit yang
berlangsung lama dan sering menyebabkan kematian.
Penyakit menular
merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman (virus, bakteri, amoeba, dan
jamur) yang menjangkiti tubuh manusia. Penyakit tidak menular didefinisikan
sebagai penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi disebabkan karena
adanya masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia.
Kelompok penyakit lain-lain dalam hal ini dimaksudkan sebagai jenis penyakit
yang tidak termasuk kedalam kelompok penyakit kronik, penyakit menular, dan
tidak menular.
16
Tabel 1. Pengelompokan jenis penyakit.
No.
Kelompok Penyakit
1
Penyakit Kronik
2
Penyakit Menular
3
Penyakit tidak
menular
4
Lain-lain
Jenis Penyakit
Batu ginjal, penyakit jantung, kanker, kencing batu,
diabetes, asam urat, demam berdarah dengue,
malaria, beriberi, batu empedu, paruparu, hepatitis.
Disentri, batuk, batuk TBC, bisul, diare, cacar air,
cacingan, gatalgatal.
Demam, panas dalam, keputihan, perut kembung,
pendarahan, hipertensi, hipotensi, luka bakar,
anemia, terlambat haid, keseleo, sakit gigi,
sariawan, nyeri haid, rheumatik, amandel,
ambeyen.
Penyubur rahim, jamu lahir, jamu hamil,
mengurangi bau badan, menambah nafsu makan,
pelancar haid, penyegar badan, penambah berat
badan, pelancar ASI, galian singset, mengurangi
bau mulut, jamu kuat, menguatkan gigi, penyegar
ASI, penetral virus, penetral darah.
Sumber: Modifikasi dari Zaman (2009)
Estimasi kegunaan suatu jenis (use value) untuk tumbuhan obat dilakukan
dengan menggunakan rumus Philips dan Gentry (1993) (Hoffman & Gallaher,
2007):
Catatan: 0= UVs: species not used;
0UVs 3: species less important, not priority species;
3 UVs 6: species important, priority species;
6UVs9: species very important
Dimana:
UVis : nilai kegunaan (manfaat) suatu jenis tertentu (i) yang disampaikan oleh
informan (s)
∑Uis : jumlah seluruh kegunaan jenis (i) yang dijelaskan setiap kali bertanya
nis : jumlah total informan yang diwawancarai untuk nilai guna jenis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Karakteristik Responden
4.1.1. Tingkat pendidikan
Kepercayaan masyarakat Neglasari terhadap pengobatan tradisional
merupakan kepercayaan turun temurun. Hasil wawancara mengungkap bahwa
responden pengguna tumbuhan obat terbanyak adalah responden yang
berpendidikan SD (39%) sedangkan responden pengguna tumbuhan obat paling
sedikit adalah responden dengan pendidikan terakhir tidak tamat SD (1%)
(Gambar 2).
Gambar 2. Persentase tipologi responden berdasarkan tingkat pendidikan
Terdapat keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki responden yang
tidak lulus SD dengan minimnya pengetahuan yang dimiliki mengenai
pemanfaatan tumbuhan obat. Umumnya pengetahuan yang mereka peroleh
17
18
mengenai pemanfaatan tumbuhan obat berasal dari orang tua atau turun temurun
dan hasil tukar pikiran. Pewarisan pengetahuan lokal dapat dilakukan dengan 3
cara berbeda, yaitu (1) dari orang tua (vertical) ; (2) dari teman sebaya
(horizontal); (3) dari generasi yang lebih tua (oblique) (Garcia et al., 2009).
Tingkat pengetahuan lokal dipengaruhi oleh umur, gender atau jenis kelamin,
pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi masyarakat (Case et al., 2005).
Persentase tipologi responden berdasarkan tingkat pendidikan ini
didukung dengan data yang diperoleh dari kantor kepala desa bahwa 2.940 orang
dari total penduduk 4.441 orang atau sekitar 66,20% masyarakat Desa Neglasari
berpendidikan akhir Sekolah Dasar. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan
karena minimnya prasarana yang tersedia di desa tersebut. Data yang yang
diperoleh dari kantor kepala desa menyebutkan bahwa sarana pendidikan yang
tersedia di dalam desa sangat minim yakni 3 kelompok PAUD, 1 unit TKA/RA,
dan 3 unit SD, sehingga untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi,
masyarakat desa membutuhkan jarak tempuh yang cukup jauh. Hasil serupa juga
ditemukan pada masyarakat yang berada di sekitar Taman Nasional Gunung
Merapi yang sebagian besar penduduknya (85%) tidak mengenyam pendidikan
sekolah (Anggana, 2011).
4.1.2. Mata pencaharian
Pengguna tumbuhan obat terbanyak adalah pengguna dengan mata
pencaharian sebagai ibu rumah tangga (0,30%) untuk jenis kelamin perempuan
dan buruh tani (0,09%) untuk jenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan kondisi
alam yang mendukung untuk menjalani profesi tersebut. Pengguna tumbuhan obat
19
dengan mata pencaharian pengangguran atau tidak memiliki pekerjaan tidak
ditemukan pada saat penelitian (Gambar 3).
Gambar 3. Persentase tipologi responden berdasarkan mata pencaharian
Umumnya responden pria bekerja sebagai buruh, dan responden
perempuan adalah ibu rumah tangga. Data tersebut mempengaruhi data jenis
kelamin dari responden, dimana sebagian responden adalah perempuan. Hal ini
dikarenakan waktu dalam pengambilan data berada pada kisaran waktu dimana
para kepala rumah tangga berkerja di luar rumah, sehingga hanya didapati ibu-ibu
dan anaknya yang tinggal di dalam rumah.
Seperti halnya data yang diperoleh dari kantor kepala desa bahwa 900
orang atau 40% penduduk Desa Neglasari adalah bermata pencaharian sebagai
buruh tani. Hal ini dapat dipengaruhi keadaan geografis dari desa yang sebagian
besarnya adalah sawah (106 ha) dan ladang (241,880 ha). Data diatas juga
ditemukan pada hasil penelitian Anggana terhadap masyarakat sekitar Taman
20
Nasional Gunung Merapi, dimana sebagian besar penduduknya (73%) bermata
pencaharian sebagai petani (Anggana, 2011).
4.1.3. Jenis kelamin
Pengguna tumbuhan obat terbanyak adalah pengguna dengan jenis
kelamin perempuan (84%). Pengguna tumbuhan obat dengan jenis kelamin lakilaki (16%) paling sedikit ditemukan di Desa Neglasari (Gambar 4).
Gambar 4. Persentase tipologi responden berdasarkan jenis kelamin
Hubungan antara jenis kelamin dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai
obat dapat dilihat dari interaksi antara masyarakat dalam mengelola atau
membudidayakan tumbuhan obat baik di kebun atau sebatas di halaman rumah.
Umumnya wanita lebih aktif dalam membudidayakan tumbuhan yang berkhasiat
obat dikarenakan seringnya mereka berinteraksi dengan tetangga untuk saling
bertukar informasi mengenai tumbuhan. Tingkat pengetahuan pada wanita
cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Wanita memiliki intensitas yang lebih
tinggi untuk berinteraksi dengan tumbuhan karena bertanggung jawab sebagai ibu
21
rumah tangga, oleh karena itu wanita lebih mengenal banyak tumbuhan
dibandingkan pria (Howard, 2003).
4.1.4. Karakteristik umur
Pengguna tumbuhan obat yang paling banyak adalah pengguna dengan
kisaran umur 30-39 th (20%). Pengguna tumbuhan obat dengan kisaran umur
≤19th (2%) paling sedikit ditemukan (Gambar 5).
Gambar 5. Persentase tipologi responden berdasarkan umur
Tingkat pengetahuan etnobotani masyarakat dengan umur tua lebih tinggi
dibandingkan yang lebih muda (Voeks, 2007). Responden dengan usia yang lebih
tua menggunakan tumbuhan obat karena sudah percaya dan terbiasa
menggunakannya. Generasi muda umumnya percaya dan menggunakan tumbuhan
obat setelah membuktikan khasiat dari tumbuhan obat tersebut. Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa pewarisan pengetahuan lokal terutama pengetahuan
tumbuhan obat tradisional kepada generasi muda tidak berlangsung baik. Faktor
peningkatan kesehatan dari pemerintah, kunjungan dari dinas kesehatan, serta
22
pemberian obat dan vitamin merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi
pengetahuan tumbuhan obat tradisional (Zaman, 2009).
4.2.
Pengetahuan Masyarakat Desa Neglasari tentang Tumbuhan Obat
Masyarakat Desa Neglasari memiliki sistem pengetahuan tentang
pengelolaan keanekaragaman sumberdaya alam dan lingkungan sekitarnya. Salah
satu sistem pengetahuan tersebut adalah pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk
pemenuhan kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai bahan obat tradisional.
Tumbuhan obat dalam penelitian ini adalah semua jenis tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai ramuan obat, baik secara tunggal maupun campuran yang
dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat
memberikan pengaruh terhadap kesehatan.
Masyarakat Neglasari adalah masyarakat yang masih percaya dengan
pengobatan tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Warga yang sakit biasanya
mencari pengobatan dengan cara menggunakan tumbuhan obat, mengkonsumsi
obat-obatan yang dijual bebas atau pergi ke pusat kesehatan desa (PKD),
puskesmas dan rumah sakit. Masyarakat setempat menanyakan cara pengobatan
tradisional menggunakan tumbuhan obat kepada orang yang dianggap mengetahui
tentang tumbuhan obat yaitu paraji.
Pemanfaatan tumbuhan obat umumnya dipercayakan kepada paraji yang
ada di desa tersebut untuk membantu mereka dalam pengobatan tradisional.
Terutama bagi para ibu-ibu yang menjalani proses persalinan serta balita yang
sedang dalam proses tumbuh kembang. Pengguna tumbuhan obat terbanyak
23
ditemukan di dusun Baros I (24%), sedangkan pengguna tumbuhan obat terendah
di dusun Baros II (11%) dan Cibodas (11%) (Gambar 6).
Gambar 6. Persentase pengguna tumbuhan obat dari masing-masing dusun
Masih banyaknya pengguna tumbuhan obat di dusun Baros I dikarenakan
masyarakat dusun tersebut umumnya masih memiliki hubungan ikatan keluarga.
Orang tua atau sesepuh dari dusun tersebut masih menurunkan pengetahuan serta
kebiasaan dalam penggunaan tumbuhan obat terhadap keturunan mereka dalam
membantu proses pengobatan maupun perawatan pra dan pasca persalinan. Selain
itu, dalam dusun Baros I juga masih ditemukan banyak tumbuhan obat yang
ditanam di pekarangan rumah dan sekitarnya (Lampiran 5).
Bukan pengguna tumbuhan obat terbanyak ditemukan di dusun Baros II
(22%), sedangkan bukan pengguna tumbuhan obat terendah ditemukan di dusun
Cibodas (2%).
Sangat jarang ditemukan adanya tumbuhan obat yang masih
dibudidayakan di dusun Baros II. Hal ini dikarenakan kerapatan rumah penduduk
dan sempitnya lahan pekarangan rumah untuk menanam tumbuhan obat.
24
Masyarakat dusun Baros II juga lebih sering berobat menggunakan obat-obatan
hasil racikan pabrik, sehingga sudah tidak banyak lagi yang memanfaatkan
tumbuhan obat secara langsung. Sedangkan bukan pengguna tumbuhan obat
dengan nilai terendah ditemukan di dusun Cibodas. Hal ini dikarenakan lokasi
dusun yang terletak dekat dengan pusat kesehatan desa (PKD) atau puskesmas,
dan terkikisnya pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan obat akibat
kurangnya pengetahuan dari para orang tua atau sesepuh.
4.3.
Pemanfaatan Tumbuhan Obat
4.3.1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Jenisnya
Tumbuhan obat yang masih sering digunakan oleh masyarakat Desa
Neglasari hingga saat ini adalah sebanyak 64 jenis (Gambar 7). Hasil ini serupa
dengan hasil penelitian yang dilakukan pada suku Dayak Iban kabupaten Sintang
yang menemukan 64 jenis tumbuhan obat (Meliki et al., 2013). Hasil tersebut
tidak lebih banyak jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari masyarakat
kabupaten Pamekasan Madura provinsi Jawa Timur yang masih menggunakan
116 jenis tumbuhan obat (Zaman, 2009).
Nilai guna jenis tumbuhan obat tertinggi terdapat pada Strobilanthes
crispus (kibeling) sedangkan nilai guna jenis tumbuhan obat terendah terdapat
pada Myristica fragrans (pala) (Lampiran 4). Nilai UVs Strobilanthes crispus
(kibeling) berada pada angka 8,48 atau masuk kedalam kategori tumbuhan sangat
berguna (6<UVs≤9), sedangkan Myristica fragrans (pala) berada pada angka 0,75
atau masuk kedalam kategori tumbuhan sedikit berguna (0<UVs<3).
25
Gambar 7. Nilai Guna Jenis Tumbuhan Obat (UVs)
26
Lain halnya pada masyarakat subetnis Batak Toba, dimana nilai UVs
tertinggi terdapat pada tumbuhan Arenga pinnata (Anggraeni, 2013). Jenis
tumbuhan dengan nilai UVs tinggi menunjukkan bahwa jenis tumbuhan tersebut
memiliki banyak manfaat dan tingkat pengetahuan bersama tentang manfaat
tumbuhan tersebut di masyarakat tinggi (Albuquerque et al., 2006).
Hasil penghitungan nilai guna jenis didapati 10 jenis tumbuhan dengan
nilai UVs tertinggi. Kesepuluh tanaman dengan nilai UVs tertinggi adalah
Strobilanthes crispus (Kibeling), Allium cepa (Bawang beureum), Anredera
cordifolia (Binahong), Plantago mayor (Kiurat), Vernonia cinerea (Sawi langit),
Ageratum conyzoides (Babadotan), Melastoma candidum (Harenong), Solanum
torvum (Takokak), Persea americana (Alpuket), dan Ricinus communis (Jarak)
(Tabel 2).
Tabel 2. Sepuluh tertinggi nilai guna tumbuhan berdasarkan Jenis
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis Tumbuhan
Strobilanthes crispus (Kibeling)
Allium cepa (Bawang beureum)
Anredera cordifolia (Binahong)
Plantago mayor (Kiurat)
Vernonia cinerea (Sawi langit)
Ageratum conyzoides (Babadotan)
Melastoma candidum (Harenong)
Solanum torvum (Takokak)
Persea americana (Alpuket)
Ricinus communis (Jarak)
UVs
8,48
8
7,54
6,89
6,56
6,5
6,46
6,04
6
5,97
Terlihat bahwa Strobilanthes crispus atau kibeling berada pada tingkat
tertinggi dengan nilai UVs sebesar 8,48. Dari data diatas, peringkat 1 hingga 8
menunjukkan nilai UVs pada kisaran 6UVs 9, hal ini menunjukkan bahwa 8
tumbuhan tersebut memiliki nilai guna yang tinggi atau sangat berguna.
27
Sedangkan untuk 2 tanaman lain, yaitu Persea americana (Alpuket) dan Ricinus
communis (Jarak) menunjukkan nilai UVs pada kisaran 3 UVs 6 yang berarti
bahwa tumbuhan tersebut masih merupakan kategori tumbuhan berguna.
Masyarakat Desa Neglasari menggunakan kibeling untuk mengobati sakit
kuning, maag, dan kolesterol dengan cara dimakan langsung sebagai lalapan.
Kibeling juga digunakan masyarakat untuk mengobati asam urat, hipertensi,
batuk, influenza, demam, masuk angin, sakit kepala, dan meningkatkan daya
tahan tubuh dengan cara menyeduh daun yang sudah dikeringkan kemudian
diminum. Menurut Hariana (2008) bahan kimia yang terkandung dalam kibeling
(Strobilanthes crispus) diantaranya kalium dengan kadar tinggi, natrium, kalsium,
asam silikat, dan beberapa senyawa lainnya. Efek farmakologis kibeling
diantaranya peluruh kencing (diuretic) dan pencahar, sehingga dapat mengobati
batu ginjal, diabetes, wasir, batu kandung empedu, dan sembelit.
4.3.2. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Famili
Jenis tumbuhan obat paling banyak berasal dari famili Zingiberaceae
16,21% (6 jenis). Jenis tumbuhan obat paling sedikit berasal dari 23 famili lainnya
(Annonaceae, Araliaceae, Arecaceae, Bacellaceae, Caricaceae, Compositeae,
Crassulaceae,
Menispermaceae,
Phyllantaceae,
Dilleniaceae,
Morvaceae,
Planfaginaceae,
Gramineae,
Lauraceae,
Myristicaceae,
Rubiaceae,
Melastomaceae,
Myrtaceae,
Ruscaceae,
Palmaceae,
Thymeleceae,
Umbilliferae, dan Verbenaceae). Famili yang paling sedikit tersebut masingmasing terdiri dari 1 jenis tumbuhan (2,7%) (Gambar 8). Hasil serupa ditemukan
dalam penelitian Meliki (2013) pada suku Dayak Iban yang banyak menggunakan
28
tumbuhan obat dari famili Zingiberaceae (12%). Jaini (1994) juga memperoleh
hasil yang sama pada masyarakat Waringin Timur Kalimantan Tengah.
Gambar 8. Persentase jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan famili
Famili Zingiberaceae banyak ditanam oleh masyarakat di pekarangan
rumah karena memiliki banyak manfaat. Selain dapat digunakan sebagai
tumbuhan obat, Zingiberaceae juga banyak dijadikan sebagai bumbu dapur. Jenis
tumbuhan dari famili Zingiberaceae ini juga dapat mengobati penyakit yang
sering didapat masyarakat seperti demam, sakit perut, maag, dan penambah nafsu
makan. Masyarakat Desa Neglasari menggunakan tumbuhan obat yang sangat
variatif. Hasil yang sama juga ditemukan pada masyarakat lokal di kecamatan
Wawonii Sulawesi Tenggara yang menggunakan 73 jenis tumbuhan obat dari 43
famili (Rahayu, 2006).
29
Menurut Septiatin (2008) kandungan kimia dari suku Zingiberaceae
umunya mengandung minyak atsiri, pati, tannin, dan damar. Kandungan dari
minyak atsiri dapat menstabilkan sistem syaraf, menimbulkan perasaan senang,
serta dapat menyembuhkan penyakit. Minyak atsiri bermanfaat bagi kesehatan
karena kandungan senyawanya berfungsi melancarkan peredaran darah, sebagai
penenang
(sedatif),
antiseptik,
antipiretik
(penurun
panas),
karminatif,
memperbaiki pencernaan dan sebagainya. Selain itu, senyawa metabolit sekunder
yang dihasilkan tumbuhan dari suku Zingiberaceae umunya dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan (Wulandari dan Juwita,
2006).
Jenis tumbuhan obat yang masuk kedalam famili Zingiberaceae tersebut
adalah bangle (Zingiber purpureum), jahe beureum (Z. officinale), kapol
(Amomum cardamomum), cikur (Kaempferia galanga), koneng (Curcuma longa),
dan lampuyang (Z. zerumbet). Bagian tumbuhan yang umunya dimanfaatkan dari
famili Zingiberaceae tersebut adalah bagian rimpang. Masing-masing rimpang
tersebut memiliki kandungan kimia dan efek farmakologis yang berpengaruh
terhadap pengobatan penyakit.
Hariana (2004) menjelaskan bahwa bangle (Z. purpureum) memiliki bau
khas yang menyengat, sedikit pahit, dan pedas. Beberapa bahan kimia yang
terkandung dalam rimpang bangle diantaranya damar, pati, tanin, dan minyak
atsiri (sineol dan pinen). Efek farmakologis bangle diantaranya peluruh dahak
(expectorant), peluruh kentut, dan penurun panas. Selain itu bangle juga sebagai
pembersih darah, obat cacing (vermifuge), dan pencahar (laxactive). Pemanfaatan
30
rimpang jahe yang umumnya digunakan oleh masyarakat Desa Neglasari adalah
mengatasi kegemukan. Kegemukan dapat diatasi dengan merebus rimpang bangle
yang telah dicuci bersih, setelah dingin air rebusan tersebut disaring untuk
kemudian diminum (Hariana, 2004).
Rimpang jahe beureum (Z. officinale) juga mengandung beberapa bahan
kimia seperti minyak atsiri, damar, mineral, sineol, fellandren, kamfer, borneol,
zingiberin, lipid, asam amino, vitamin A, dan protein. Efek farmakologis yang
dimiliki oleh jahe beureum diantaranya merangsang ereksi dan meningkatkan
aktivitas kelenjar endokrin. Selain itu jahe beureum juga memiliki efek
farmakologis untuk memperlambat proses penuaan, merangsang regenerasi sel
kulit, dan bahan pewangi (Hariana, 2004).
Kapol (A. cardamomum) memiliki rasa agak pahit dan bersifat hangat.
Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam kapol diantaranya minyak terbang
sineol, terpineol dan alfaborneol, β-kamper, protein, gula, lemak, serta silikat.
Efek farmakologis yang dimiliki oleh kapol diantaranya untuk obat batuk, obat
perut kembung, penurun panas, antitusif, peluruh dahak, dan antimuntah (Hariana,
2004).
Menurut Santoso (2008) rimpang cikur (K. galanga) mengandung minyak
atsiri, cinnamal, aldehid, asam motil p-cumarik, asam cinamat, etil ester, dan
pentadekan. Rimpang cikur juga mengandung sineol, paraeumarin, asam anisic,
gom, pati dan mineral. Kandungan kimia inilah yang menjadikan rimpang kencur
banyak digunakan untuk pengobatan.
31
Dalam pengobatan, rimpang koneng (Curcuma longa) digunakan untuk
memperlancar ASI, obat luka, sakit perut, meningkatkan nafsu makan serta
memperlancar persalinan (Ashari, 1995). Selain itu koneng mengandung zat kimia
yang berfungsi untuk mengobati penyakit yang sebagian besar disebabkan oleh
bakteri/virus atau sejenisnya dan penurunan kekebalan atau daya tahan tubuh.
Koneng mengandung kurkumin yang selain memberi warna kuning juga
merupakan zat anti bakteri (Winarto, 2004). Koneng juga berkhasiat sebagai obat
penurun panas, diabetes mellitus, tifus, usus buntu, haid tidak lancar, keputihan,
nyeri haid, amandel, sesak napas, dan cacar air (Redaksi Agromedia, 2008).
Lampuyang (Z. zerumbet) memiliki rasa pedas, tajam, dan bersifat hangat.
Bahan kimia yang terkandung dalam lampuyang adalah minyak atsiri. Efek
farmakologis lampuyang diantaranya antiradang (anti-inflamasi) dan penambah
nafsu makan (stomachica). Rimpang lampuyang digunakan untuk mengobati
kejang pada anak, sakit perut, diare, disentri, gangguan empedu, kencing batu,
radang ginjal (nephritis), radang usus (enteritis), radang lambung (gastritis),
sembelit, menambah nafsu makan (stomachica), menyegarkan badan, kurang
darah (anemia), meningkatkan stamina, rematik, borok, penyakit kulit, dan bisul
(furunculuss) (Hariana, 2005).
4.3.3. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Habitusnya
Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan habitusnya dapat dibagi menjadi 7
habitus, yaitu habitus pohon, perdu, herba, liana, tumbuhan memanjat, semak, dan
rumput. Jenis tumbuhan yang paling banyak digunakan terdapat pada kelompok
habitus perdu yaitu sebesar 31,25% (20 jenis). Jenis tumbuhan obat yang
32
digunakan paling sedikit terdapat pada kelompok habitus liana dan rumput yang
masing-masing hanya 1,56% (1 jenis) (Gambar 9).
Gambar 9. Persentase keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus
Habitus perdu banyak digunakan oleh masyarakat Desa Neglasari
dikarenakan perdu merupakan tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan
bercabang dekat dengan permukaan. Perdu juga banyak tumbuh di lingkungan
sekitar masyarakat baik itu sengaja dibudidayakan maupun tumbuh secara liar di
alam dan relatif aman untuk digunakan. Lain halnya dengan masyarakat suku
Sougb yang lebih banyak memanfaatkan jenis tumbuhan herba karena tumbuhan
herba umumnya memiliki kulit batang yang lunak dan banyak mengandung cairan
berupa getah, sehingga kelompok tumbuhan herba banyak dijadikan bahan baku
obat tradisional oleh masyarakat setempat (Oagay, 2013).
Terdapatnya keberagaman habitus pada tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Desa Neglasari menunjukkan bahwa daerah tersebut masih memiliki
kealamian dan keaslian ekosistem. Tumbuhan dibiarkan melakukan regenerasi
33
tanpa adanya gangguan kerusakan yang berat dari manusia. Hal ini membuat
kondisi ekosistem di Desa Neglasari masih terjaga kelestariannya sehingga masih
dapat dijumpai habitus tumbuhan yang beranekaragam.
4.3.4. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Bagian yang Digunakan
Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Neglasari terdiri
dari 13 bagian (akar, rimpang, umbi, rebung, batang, ranting, getah, buah, kulit,
daun, bunga, biji, dan seluruh bagian). Bagian tumbuhan yang paling banyak
digunakan adalah bagian daun (32,35%), sedangkan bagian tumbuhan yang paling
sedikit digunakan adalah bagian umbi (0,98%), rebung (0,98%), ranting (0,98%),
dan kulit (0,98%) (Gambar 10).
Gambar 10. Persentase jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan bagian yang
Digunakan
Hasil penelitian serupa juga ditemukan pada masyarakat suku Maybrat di
kampung Sembaro distrik Ayam Maru kabupaten Sorong Selatan dimana bagian
daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai
34
tumbuhan obat (Howay, 2003). Masyarakat suku Dayak Iban juga menunjukkan
bahwa bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai
obat adalah daun (Meliki, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan
tumbuhan oleh masyarakat dilakukan secara lestari. Karena pada umumnya
pengambilan bagian tumbuhan tersebut tidak memberikan dampak yang besar
pada tumbuhan tersebut.
Daun merupakan bagian (organ) tumbuhan yang banyak digunakan
sebagai obat tradisional karena daun umumnya bertekstur lunak. Daun
mempunyai kandungan air yang tinggi (70-80%)
dan
merupakan
tempat
akumulasi fotosintat yang diduga mengandung unsur-unsur (zat organik) yang
memiliki sifat dapat menyembuhkan penyakit. Zat yang banyak terdapat pada
daun adalah minyak atsiri, fenol, senyawa kalium, dan klorofil (Handayani, 2003).
Daun memiliki regenerasi yang tinggi untuk kembali bertunas dan tidak
memberi pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu tumbuhan meskipun
daun merupakan tempat fotosintesis (Fakhrozi, 2009). Selain karena mudah
didapat dan tidak tergantung musim daun juga mudah diramu sebagai obat jika
dibandingkan dengan kulit, batang dan akar tumbuhan (Hamzari, 2008).
Pemanfaatan bagian daun untuk obat lebih mudah cara pengolahannya.
Selain mempunyai khasiat yang lebih baik dibandingkan bagian-bagian tumbuhan
yang lain, penggunaan daun juga tidak merusak organ tumbuhan. Hal ini
dikarenakan bagian daun mudah tumbuh kembali dan bisa dimanfaatkan secara
terus-menerus sampai tumbuhan tersebut tua dan mati (Zuhud dan Haryanto,
1994).
35
Selain daun, buah-buahan juga banyak mengandung zat yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh. Betakaroten dan vitamin C tergolong sebagai zat
antioksidan senyawa yang dapat memberikan perlindungan terhadap kanker
karena dapat menetralkan radikal bebas, kedua senyawa ini banyak terdapat pada
buah (Johani, 2008). Buah banyak mengandung unsur potensial pembersih sisasisa makanan dari usus besar. Buah juga dapat menghemat energi karena tidak
memerlukan proses pencernaan yang panjang, buah memasok energi lebih cepat,
karena zat gulanya bisa langsung diserap oleh tubuh (Gunawan, 2007).
Hasil fotosintesis pada daun menghasilkan senyawa kompleks yang
disebut senyawa metabolit sekunder. Senyawa ini umunya terdapat pada semua
bagian tumbuhan, terutama pada bagian daun. Senyawa metabolit sekunder
tersebut seperti alkaloid, flavonoid, polyfenol, saponin, dan terpenoid. Senyawa
kimia inilah yang berkhasiat sebagai obat untuk mengobati berbagai macam
penyakit (Septiatin, 2008).
Menurut Kartika (2013) senyawa alkaloid bersifat detoksifikasi dan dapat
menetralisir racun dalam tubuh. Kandungan alkaloid juga bersifat antikanker.
Alkaloid yang berpotensi sebagai antikanker yaitu jenis Brucamarine dan
Yatamine. Alkaloid jenis tersebut dapat mengobati kanker saluran pencernaan,
kanker payudara, dan kanker leher Rahim. Flavonoid merupakan metabolit
sekunder yang mempunyai aktivitas biologis cukup beragam sebagai pengendur
otot, diuretik, analgetik, anti-oksidan dan anti inflamasi (Hernani dan Syahid,
2001). Flavonoid juga berfungsi untuk melancarkan peredaran darah ke seluruh
36
tubuh, mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, dan mengurangi
resiko penyakit jantung koroner (Septiatin, 2008).
Senyawa polyfenol berfungsi sebagai antihistamin atau anti alergi.
Senyawa
saponin
berfungsi
sebagai
sumber
antibakteri
dan
antivirus,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar
gula darah, serta mengurangi penggumpalan darah (Septiatin, 2008). Terpenoid
merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat di
isolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Minyak
atsiri adalah bahan yang mudah menguap yang bermanfaat sebagai zat stimulant
bagi tubuh (Lenny, 2006).
Masing-masing bagian tumbuhan memiliki khasiat tersendiri. Bagian
tumbuhan yang digunakan secara ganda atau lebih dari satu bagian bertujuan agar
khasiatnya lebih lengkap. Hal ini dikarenakan masing-masing bagian tumbuhan
memiliki senyawa atau kandungan kimia dan manfaat yang berbeda-beda.
Sehingga apabila digunakan secara keseluruhan sesuai dosis maka khasiat dari
tiap bagian pun akan didapat. Jika satu jenis tumbuhan memiliki beberapa bagian
yang dapat dimanfaatkan, maka kondisi ini lebih menjamin jenis tersebut berada
dalam kondisi baik (Pei et al. 2009).
4.3.5. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Kelompok Penyakit
Pemanfaatan tumbuhan obat yang paling banyak adalah pada kelompok
penyakit tidak menular (46,59%).
Pemanfaatan tumbuhan obat yang paling
rendah adalah pada kelompok penyakit kronik (14,17%) (Gambar 11). Hasil
serupa juga ditemukan pada masyarakat Kabupaten Pamekasan Madura yang
37
menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat paling banyak pada penyakit
tidak menular (59%) (Zaman, 2009).
Gambar 11. Persentase jenis penyakit yang dapat diobati menggunakan
tumbuhan obat
Jenis penyakit yang tergolong kedalam penyakit kronik diantaranya adalah
batu ginjal, penyakit jantung, kanker, kencing batu, diabetes, asam urat, demam
berdarah dengue, malaria, beriberi, batu empedu, paruparu, dan hepatitis. Jenis
penyakit yang tergolong kedalam penyakit menular diantaranya disentri, batuk,
batuk TBC, bisul, diare, cacar air, cacingan, gatal-gatal. Jenis penyakit yang
tergolong kedalam penyakit tidak menular diantaranya Demam, panas dalam,
keputihan, perut kembung, pendarahan, hipertensi, hipotensi, luka bakar, anemia,
terlambat haid, keseleo, sakit gigi, sariawan, nyeri haid, rheumatik, amandel, dan
ambeien. Kemudian jenis penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit lainlain diantaranya penyubur rahim, mengurangi bau badan, menambah nafsu
makan, pelancar haid, penyegar badan, penambah berat badan, pelancar ASI,
38
galian singset, mengurangi bau mulut, obat kuat, menguatkan gigi, penyegar ASI,
penetral virus, dan penetral darah (Zaman, 2009).
Beberapa penyakit tidak menular yang diobati menggunakan tumbuhan
obat oleh masyarakat Desa Neglasari diantaranya adalah demam, panas dalam,
keputihan, dan perut kembung. Pendarahan, hipertensi, hipotensi, luka bakar,
anemia, dan terlambat haid juga umum di diderita oleh masyarakat. Keseleo, sakit
gigi, sariawan, nyeri haid, rheumatik, amandel, dan ambeien juga masih diobati
dengan memanfaatkan tumbuhan obat. Jenis-jenis penyakit tersebut adalah jenis
penyakit yang sering muncul, sehingga pemanfaatan tumbuhannya pun tinggi.
4.3.6. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Berdasarkan Cara Pengolahan
Lain halnya dengan masyarakat suku Sougb yang lebih banyak mengolah
tumbuhan obat dengan cara ditumbuk (Oagay, 2013), pengolahan tumbuhan obat
yang paling sering digunakan oleh masyarakat Desa Neglasari adalah dengan cara
direbus (37,59%). Pengolahan yang paling sedikit digunakan adalah dengan cara
diteteskan (0,75%), diletakkan pada organ (0,75%), dan dioles (0,75%) (Gambar
12).
Hal ini dikarenakan cara perebusan dipercaya masyarakat dapat
membunuh kuman yang ada pada tumbuhan. Perebusan juga dipercaya ampuh
karena umumnya penyakit yang diobati adalah jenis penyakit dalam.
Kemungkinan lainnya terkait dengan cara pengolahan yang biasa dilakukan
masyarakat yang lebih banyak melakukannya dengan cara direbus adalah karena
lebih mudah untuk mengambil sari atau khasiat yang dimiliki tumbuhan tersebut.
39
Gambar 12. Persentase pengelompokan tumbuhan berdasarkan cara pengolahan
Pengolahan yang dilakukan dengan cara berbeda memiliki efek yang
berbeda pula dalam hal mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Tumbuhan obat yang mengandung racun perlu direbus dengan api yang kecil
dalam waktu yang agak lama (3-5 jam) untuk mengurangi kadar racunnya
(Adyana, 2012). Menurut Jonosewo (2013), melalui teknik perebusan maka
kandungan senyawa aktif di dalam daun seperti flavonoid menjadi larut dalam air
sehingga lebih mudah dicerna tubuh.
Pengolahan dengan cara direbus ternyata tidak selalu efektif untuk semua
jenis tumbuhan. Seperti pada rimpang kunyit yang seharusnya diolah tanpa
pemanasan atau perebusan. Menurut Fitoni et al. (2013) filtrat pada rimpang
kunyit mengandung tanin yang merupakan senyawa dalam larutan netral yang
akan membentuk endapan yang tak larut dan kesat. Zat tanin akan menyebabkan
perapatan dan penyempitan lapisan terluar sehingga dapat mengobati penyakit
diare. Namun jika terjadi pemanasan maka senyawa tersebut akan mengalami
40
denaturasi atau kerusakan. Sehingga senyawa tersebut akan bekerja efektif tanpa
adanya pemanasan atau perebusan.
Tumbuhan obat yang diolah dapat berupa bahan tunggal maupun
campuran, baik itu campuran dengan tumbuhan obat lain maupun campuran
dengan bahan lain seperti garam. Salah satu contoh tumbuhan obat yang diolah
dengan campuran garam adalah jahe (Z. officinale) yang diparut dengan
penambahan sedikit garam kemudian dioleskan ke bagian tubuh yang sakit, cara
ini dapat digunakan untuk mengobati sakit pinggang. Tumbuhan dengan
mencampurkan beberapa tumbuhan lain untuk diolah diantaranya adalah
campuran dari daun sembung (Blumea balsamifera), jawer kotok (Coleus
scutellarioides), jahe (Z. officinale), dan cikur (K. galanga) yang kemudian di
tumbuk dan di tumis untuk dimakan. Pengolahan beberapa tumbuhan ini
dipercaya dapat menghilangkan rasa sakit-sakit pada badan.
Penggunaan tumbuhan obat ini jauh lebih baik karena berfungsi sebagai
ramuan alami untuk mengobati penyakit yang seringkali muncul atau sering
kambuh. Umumnya tumbuhan yang digunakan berasal dari pekarangan rumah
masyarakat, baik sengaja di budidayakan maupun tumbuh secara liar. Masyarakat
juga tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar bila dibandingkan dengan obatobatan modern. Penggunaan tumbuhan obat juga tidak memiliki efek samping
bila dibandingkan dengan obat-obatan modern (Thomas, 1989).
Masyarakat juga memahami bahwa selain berguna untuk menyembuhkan
berbagai penyakit, tumbuhan obat juga dapat digunakan untuk bahan pangan atau
bumbu dapur. Tumbuhan obat juga dapat memperindah pemandangan jika
41
digunakan untuk tumbuhan hias dan ditanam didalam pot atau dipekarangan
rumah. Hal ini sesuai menurut Made (2011), tumbuhan obat sebenarnya memiliki
fungsi ganda selain untuk dekorasi halaman, tumbuhan berfungsi sebagai ramuan
alami untuk mengobati berbagai penyakit yang seringkali timbul.
Penduduk cenderung untuk memanfaatkan tumbuhan yang lebih dekat
dengan lokasi pemukiman karena beberapa pertimbangan yaitu (i) adanya
interaksi yang lebih intensif dengan jenis-jenis tumbuhan tersebut, (ii) kekayaan
jenis (richness) tumbuhan berguna yang tinggi di sekitar kawasan pemukiman;
serta (iii) kecenderungan manusia untuk tinggal di dekat vegetasi yang kaya akan
jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat (Salick et al., 1999). Jenis-jenis tumbuhan
obat yang bervariasi di Desa Neglasari Kecamatan Nyalindung Kabupaten
Sukabumi saat ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tujuan komersil.
Masyarakat hanya memanfaatkan tumbuhan tersebut untuk kebutuhan sendiri dan
hal ini dilakukan secara turun-temurun. Oleh karena itu perlu adanya penelitian
lanjutan mengenai kandungan bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan obat.
Upaya konservasi juga perlu ditanamkan agar tidak terjadi kepunahan tradisi
mengenai pemanfaatan tumbuhan obat dari generasi ke generasi berikutnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
5.1.
Masyarakat desa Neglasari menggunakan 64 jenis tumbuhan obat yang
berasal dari 37 famili. Bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah
bagian daun (32,35%). Kelompok penyakit yang dapat diobati menggunakan
tumbuhan obat terdiri dari 4 kelompok penyakit, nilai tertinggi adalah kelompok
penyakit tidak menular (46,59%). Pengolahan tumbuhan obat umunya dilakukan
dengan cara direbus (37,59%).
5.2.
Saran
Hasil penelitian ini memerlukan tindak lanjut berupa:
1. Penelitian lanjutan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil
budidaya tumbuhan obat dan meneliti kandungan bahan aktif yang
terdapat pada tumbuhan obat serta upaya konservasi untuk melindungi
pengetahuan lokal masyarakat tentang tumbuhan obat, guna menghindari
kepunahan tradisi yang telah berlangsung dari generasi ke generasi
berikutnya.
2. Budidaya jenis tumbuhan liar lokal di desa Neglasari dapat dilakukan guna
menjamin ketersediaanya dan menghindarkan kepunahannya.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana M. 2012. Cara Pengolahan Obat Tradisional Baik dan Benar. Diakses
di http://www.herbaltarupramana.com/artikel-18.
Albuquerque UP, Lucena RFP, Motnteiro JM, Florentino ATN, dan Almeida
CBR. 2006. Ethnobotany Research & Aplications Vol 4: 51-60.
Aliadi A, HS Roemantyo. 1994. Kaitan Pengobatan Tradisional dengan
Pemanfaatan Tumbuhan Obat dalam Zuhud, E.A.M. dan Haryanto (eds.).
Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan
Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB-Lembaga
Alam Tropika Indonesia (LATIN). Bogor.
Anggana AF. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional
Gunung Merapi [skripsi]. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan
dan Ekowisata IPB. Bogor.
Anggraeni R. 2013. Etnobotani Masyarakat Subetnis Batak Tobadi Desa
Peadungdung Sumatera Utara [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Departemen Biologi UI. Depok.
Arifin HS. 2005. Tanaman Hias Tampil Prima. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Backer CA dan Bakhuizen van der Brink RC Jr. 1963-1968. Flora of Java Vol. 13. Woolters Noordhoff. Groningen: 761 hlm.
Bernard HR. 2002. Research Methods in Cultural Anthropology: Qualitative and
Quantitative. AltaMitra Press, Walnut Creek, California.
Bodeker G. 2000. Indiginous Medical Knowledge. The Law And Politics Of
Protection. Oxford Intelectual Property Research Center Seminar in St.
Peter’s Collage 25th January 2000, Oxford.
Brush SB. 1994. A non-market approach to proctecting biological research. In:
Greaves, T. (editor). Intelectual Property Right for Indigenous People.
Oklahoma City: Society for Applied Anthropology.
Case RJ, Pauli GF, dan Soejarto DD. 2005. Factors in Maintaning Indigenous
Knowledge Among Ethnic Communities of Manus Island. Economic
Botany 59(4): 356-365.
Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 1. Trubus Agriwidya. Jakarta.
Damayanti EK. 1999. Kajian Tumbuhan Obat Berdasarkan Kelompok Penyakit
Penting pada Berbagai Etnis di Indonesia. [skripsi]. Fakultas kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
43
44
Danoesatro. 1980. Tumbuhan Obat Keluarga. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fakhrozi I. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar
Taman Nasional Bukit Tigapuluh. [skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Fitoni C, Asri M, dan Hidayat M. 2013. Pengaruh Pemanasan Filtrat Rimpang
Kunyit terhadap Pertumbuhan Bakteri Coliform. Jurnal Lentera Bio Vol. 2
No.3 Hal:217-221.
Garcia VR, Broesch J, Calvet-Mir L, Fuentes-Plaez N, McDAde TW, Parsa S,
Tanner S, Huanca T, Leonard WR, dan Martnez-Rodriguez MR. 2009.
Cultural Transmission of Ethnobotanical Knowledge and Skills: an
Empirical Analysis from an Amerindian Society. Evolution and Human
Behavior 30: 374-285.
Giono W. 2004. Budidaya Tumbuhan Obat di Perkarangan. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Gunawan A. 2007. Food Combining, Kombinasi Makanan Serasi Pola Makan
untuk Langsing & Sehat. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hamid A, Nuryani Y. 1992. Pengetahuan Tradisional Tumbuhan Racun di
Indonesia. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani;
Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional
RI, Hal: 72-77. Bogor.
Hamzari. 2008. Identifikasi Tanaman Obat-obatan yang Dimanfaatkan oleh
Masyarakat Sekitar Hutan Tabo-tabo. Hal: 159. Universitas Hasanudin.
Makassar.
Handayani L. 2003. Membedah Rahasia Ramuan Madura.
Jakarta.
Agromedia Pustaka.
Hariana A. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1. Penebar Swadaya.
Depok.
Hariana A. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Penebar Swadaya.
Depok.
Hastuti SD, Tokede MJ dan Maturbongs RA. 2002. Tumbuhan Obat Menurut
Etnobotani Suku Biak. [Traditional medicinal plants of the Biak people].
Beccariana, 4(1):20-40.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia jilid 1-4. Badan Litbang
Kehutanan. Yayasan Wana Jaya. Jakarta.
45
Hoffman B dan Gallaher T. 2007. Importance Indices in Ethnobotany.
Ethnobotany Research & Aplication 5: 201-218.
Howard P. 2003. The Major Impoertance of „Minor‟ Resources: Womwn and
Plant Biodiversity. Gatekeeper 112: 3-24.
Howay M, Sinaga NI, dan Kesaulija EM. 2003. Utilization of Plants as
Traditional Medicines by Maibrat Tribe in Sorong. Beccariana 5(1): 2434.
Hufschmidt, James, Bower, Meister, dan Dixon. 1987. Lingkungan, Sistem Alami
dan Pembangunan. Gajah Mada Universuty Press. Yogyakarta.
Jaini. 1993. Risalah Potensi Tumbuhan Buah-Buahan dan Tumbuhan Sebagai
Obat pada Kebun Plasma Nutfah Di Areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma
Sintang Kal-bar. [Skripsi] Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan UNTAN.
Pontianak.
Jalius dan Muswita. 2013. Eksplorasi Pengetahuan Lokal Tentang Tumbuhan
Obat di Suku Batin Jambi. Jurnal Biospecies (1): 28 – 37.
Johani E. 2008. Tanaman Pekarangan Pilihan. Salamadani. Bandung.
Kartika R. 2013. Aktivitas Anti Kanker yang Terkandung di Dalam Buah dari
Tumbuhan Bawang Hutan (Scorodocarpus borneensis Becc.). Departemen
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Kartikawati SM. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat
Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pengunungan Meratus, Kabupaten
Hulu Sungai tengah [tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Keraf AS. 2002. Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta
Kuntorini EM. 2005. Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae Sebagai Obat
Tradisional oleh Masyarakat di Kota Madya Banjarbaru. Bioscientie. (2):
25-36.
Kusumaatmaja M. 1995. Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional :
Suatu Uraian tentang Landasan Pikiran, Pola dan Mekanisme
Pembaharuan Hukum di Indonesia. Lembaga Penelitian Hukum dan
Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD. Bandung.
Lenny S. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Medan.
MacKinnon K, Hatta G, Halim H, dan Mangalik A. 2000. Ekologi Kalimantan.
Editor: Kartikasari SN. Prenhallindo. Jakarta.
46
Made DD, Kartika E, dan Mukhlis F. 2011. Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Melalui Pemberdayaan Wanita dalam Pemanfaatan Perkarangan dengan
Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di Kecamatan Geragai. Jurnal
Pengabdian pada Masyarakat No.52.
Martin GJ. 1995. Ethnobotany: A „People and Plant‟ Conservation Manual.
Chapman and Hall. London.
Martin GJ. 1998. Etnobotani. M. Mohamed, Penerjemah. Gland Switzerland :
Kerjasama Natural History Publication (Borneo), Kota Kinabalu dan
World Life Fund for Nature.
Martin GJ. 2004. Ethnobotany: a metods manual. Chapman and Hall. London.
Meliki, Riza L dan Irwan L. 2013. Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Suku Dayak
Iban Desa Tanjung Sari Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang.
Jurnal Protobiont, vol 2 (3): 129-135.
Oagay Y. 2013. Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat Tradisional oleh
Masyarakat Suku Sougb di Kampung Warbiadi Distrik Oransbari
Kabupaten Manokwari [skripsi]. Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan
Universitas Negeri Papua. Manokwari.
Pei S, Zhang G, dan Huai H. 2009. Application of Traditional Knowledge in
Forest Management: Ethnobotanical Indicators of Sustainable Forest Use.
Forest Ecology and Management 257: 2017-2021.
Prananingrum. 2007. Etnobotani Tumbuhan Obat Tradisional di Kabupaten
Malang Bagian Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Malang. Malang.
Rahayu M, Sunarti S, Sulistiarini D, dan Prawiroatmodjo S. 2006. Pemanfaatan
Tumbuhan Obat secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau
Wawonii Sulawesi Tenggara. Biodiversitas (7): 245-250.
Redaksi Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Roemantyo HS dan Aliadi A. 1994. Kaitan Pengobatan Tradisional dengan
Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Alam Tropika
Indonesia. Bogor.
Sajogyo. 1978. Lapisan Masyarakat yang Paling Lemah. Prisma. LP3ES. Jakarta.
Salick J, Biun A, Martin G, Apin L, dan Beaman R. 1999. Whence Useful Plant?
A Direct Relationship between Biodiversity and Useful Plants among the
Dusun of Mt. Kinabalu. Biodiversity and Conservations 8:797-818.
47
Santoso HB. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Septiatin. 2008. Seri Tanaman Obat: Apotik Hidup dari Rempah-rempah,
Tanaman Hias dan Tanaman Liar. Yrama Widya. Bandung.
Setyowati FM, dan Wardah. 1993. Berbagai Jenis Tumbuhan di Lahan Gambut
dan Pemanfaatannya oleh Suku Melayu di Kecamatan Sambas,
Kalimantan. Pengembangan Sumberdaya Hayati. Puslitbang Biologi-LIPI
Bogor. Bogor.
Siswanto YW. 1997. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Tradisional. Cet I.
Trubus Agriwidya. Semarang.
Siswoyo, Zuhud EAM, dan Sitepu D. 1994. Perkembangan dan Program
penelitian Tumbuhan Obat di Indonesia dalam Pelestarian Pemanfaatan
Keanekaragaman Tanaman Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB- Lembaga Alam
Tropika Indonesia (LATIN). Bogor.
Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soekarman. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Kerjasama Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI. Departemen Pertanian LIPI dan
Perpustakaan Nasional RI. Bogor.
Soekarman, Riswan S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Di
dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 1920 Februari 1992. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Hal: 1-7.
Bogor.
Sosrokusumo P. 1989. Pelayanan pengobatan tradisional di bidang kesehatan
jiwa. Dalam: Salan, R., Boedihartono, P. Pakan, Z.S. Kuntjoro, dan I.B.I.
Gotama (ed.). Lokakarya tentang Penelitian Praktek Pengobatan
Tradisonal. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Deparetem
Kesehatan Republik Indonesia. Ciawi, 14-17 Desember 1988.
Stepp JR, dan Moerman DE. 2001. The Importance of Weeds in
Ethnopharmacology. Journal of Ethnopharmacology 75:19-23.
Sudarnadi H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.
Suwahyono, N, Sudarsono B, Waluyo EB. 1992. Pengelolaan Data Etnobotani
Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I.
48
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI,
LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 8-15.
Swanson TM. 1995. Intellectual Property Rights and Biodiversity Conservation
„An Interdisciplinary Analysis of the Values of Medicinal Plants.
Cambridge University Press, Cambridge.
Tersono LA. 2006. Tanaman Obat dan Jus Untuk Asam Urat dan Rematik.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Thomas ANS. 1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius. Jakarta.
Tjitrosoepomo G. 1988. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Tjitrosoepomo G. 1993. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Triatmojo YN. 2001. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional pada Masyarakat
Suku Mpur di Desa Atai Kecamatan Kebar Kabupaten Manokwari.
Voeks RA. 2007. Are Woman Reservoir of Traditional Plant Knowledge?
Gender, Ethnobotany and Globalization in Northeast Brazil. Singapore
Journal of Tropical Geography 28: 7-20.
Wasito H. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Wijayakusuma H. 2000. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Jilid I. Prestasi
Insan. Jakarta.
Winarto WP. 2004. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Winarto WP. 2007. Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobatan Herbal Jilid I, II,
& III. Karyasari Herba Media. Jakarta Timur.
Wulandari S dan Juwita WS. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale
Roxb.) dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli
dan Bacillus Subtilis. Jurnal Biogenesis Vol.2(2):64-66.
Zaman MQ. 2009. Etnobotani Tumbuhan Obat di Kabupaten Pamekasan Madura
Provinsi Jawa Timur. [skripsi] Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Zein U. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat dalam Upaya Pemeliharaan
Kesehatan. Penelitian Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara.
Zent S. 2009. Methodology for Developing a Vitality Index of Traditional
Environmental Knowledge (VITEK) for the Project “Global Indicators of
the Status and Trends of Linguistic Diversity and Traditional Knowledge.”
49
Principal Investigator Centro de Antropologia Instituto Venezolano de
Investigaciones Cientificas (IVIC). Venezuela.
Zuhud EAM dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman
Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika
Indonesia (LATIN). Bogor.
50
Lampiran 1 Kuisioner Responden
Nama Responden
:
Status Perkawinan
:
RT/RW/Dusun
:
L/P
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Berapa umur anda?
a). <19 tahun
b). 20-29 tahun
c). 30-39 tahun
d). 40-49 tahun
e). 50-59 tahun
f). >60 tahun
2. Darimana asal daerah anda?
a). Asli suku sunda,
b). Pendatang dari ......................
3. Apa pendidikan terakhir anda?
a). Tidak sekolah/buta huruf
b). Tidak tamat SD
c). Tamat SD sederajat
d). Tamat SLTP/SMP
e). Tamat SLTA/SMA
f). Lain-lain, sebutkan ......
4. Apa pekerjaan anda?
a). Tidak bekerja b). Lain-lain, sebutkan .....................
5. Bila sudah menikah, apa pendidikan terakhir suami/istri anda?
a). Tidak sekolah/buta huruf
b). Tidak tamat SD
c). Tamat SD sederajat
d). Tamat SLTP/SMP
e). Tamat SLTA/SMA
f). Lain-lain, sebutkan ......
6. Bila sudah menikah, apa pekerjaan suami/istri anda?
a). Tidak bekerja b). Lain-lain, sebutkan .....................
7. Berapa jumlah anak anda? ....................... orang
51
8. Berapa anak yang masih menjadi tanggungan anda? ..................... orang
PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL
9. Apakah anda pernah memakai tumbuhan sebagai obat tradisional?
a). Ya
b). Tidak
10. Bila tidak, berusaha berobat kemana?
a). Puskesmas
b). Bidan
e). Mengobati sendiri/Jamu
c). Dokter
d). Mantri
f). Lain-lain
11. Bila ya, darimana anda mendapatkan pengobatan tradisional?
a). Tabib
b). Turun-temurun
c). Lain-lain
12. Jenis penyakit apa saja yang pernah diobati secara tradisional?
a). Demam
f). Kulit : Panu, Kudis, Luka, dll
k). Lainnya ......
b). Batuk/Pilek
g). Sakit perut, Mencret, Cacingan, dll
c). KB
h). Sakit gigi, Tenggorokan
d). Sembelit
i). Perdarahan : Mimisan, Abortus pasca operasi
e).Hati
j). Patah tulang
13. Jenis tumbuhan obat apa saja yang saat ini telah anda tanam/budidayakan?
a). .....
d). …..
g). …..
j). …..
m). …..
b). …..
e). …..
h). …..
k). …..
n). …..
c). .....
f). …..
i). …..
l). …..
o). …..
14. Jenis obat tradisional apa yang saat ini tersimpan di rumah anda?
a). …..
d). …..
g). …..
j). …..
m). …..
b). …..
e). …..
h). …..
k). …..
n). …..
c). …..
f). …..
i). …..
l). …..
o). …..
52
Lampiran 2 Kuisioner Paraji
Nama
:
Umur
: .............. thn
Pendidikan terakhir
:
Pekerjaan
:
RT/RW/Dusun
:
L/P
Penggunaan Tanaman Obat oleh Paraji dalam Pengobatan
1. Sejak kapan anda berprofesi sebagai paraji?
______________________________________________________________
2. Bagaimana anda mengetahui tentang penyakit?
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
3. Apakah anda menggunakan tumbuhan dalam pengobatan?
______________________________________________________________
4. Jika ya, tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai obat? (Lampiran 3)
5. Bagaimana anda mengukur dosis obat pada pasien?
______________________________________________________________
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
6. Apakah dosis obat pada setiap penyakit sama?
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
53
7. Berapa hari biasanya obat digunakan?
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
8. Kapan minum obat dihentikan?
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
9. Apakah ada pantangan-pantangan dalam meminum obat?
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
10. Pada siapa obat tidak boleh diberikan?
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
11. Darimana anda mendapatkan pengetahuan mengenai cara meramu tumbuhan
menjadi obat?
a. Orang tua
b. saudara
c. kerabat
d. lainnya: _________
12. Apakah pengetahuan tentang tata cara pengobatan dan pengolahan tumbuhan
obat dalam penyembuhan pasien ini diturunkan pada anak anda?
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
13. Apakah bahan untuk membuat obat hanya terdiri dari 1 macam atau bermacam
tumbuhan?
_______________________________________________________________
54
Lampiran 3. Daftar jenis tumbuhan obat masyarakat desa Neglasari
1
2
No.
Famili
1
Archantaceae
3
4
Nama Tumbuhan
Lokal
Haneuleum
Kibeling
Ilmiah
Graptophyllum
pictum
Strobilanthes
crispus
5
6
7
8
Habitus
Bagian
Tumbuhan
Cara Pengolahan
Jenis Penyakit
Perdu
Perdu
Daun segar
Bunga
kering
Daun
Ditumbuk, dibalur.
Encok, reumatik.
Dipanaskan, ditempelkan.
Bisul.
Direbus, disaring, diminum.
Haid tidak lancar.
Diolesi minyak, dipanaskan, ditempelkan.
Masuk angin pada bayi, demam pada
bayi.
Sakit kuning, maag, kolesterol.
Dimakan langsung sebagai lalapan.
Dikeringkan, diseduh, diminum.
Sambiloto
2
Annonaceae
3
Araliaceae
4
5
Manalika
Andrographis
paniculata
Annona
muricata
Herba
Perdu
Daun kering
Direbus, disaring, diminum.
Asam urat, hipertensi, batuk, influenza,
demam, masuk angin, sakit kepala,
alergi, menurunkan berat badan,
kolesterol tinggi, meningkatkan daya
tahan tubuh.
Hipertensi, diabetes
Daun segar
Dikunyah (air ditelan, ampas dibalur).
Gigitan ular berbisa.
Direbus,disaring, diminum.
Wasir, anti plak gigi.
Buah
Dilumat, diperas, diminum.
Diare pada bayi, ambeien.
Daun
Ditumbuk, dibalur.
Bisul, nyeri otot.
Direbus, disaring, diminum.
Reumatik, hipertensi.
Nothopanax
Fruticosum
Areca catechu
Perdu
Daun
Ditumbuk, diperas, diminum.
Peluruh air seni, reumatik, sariawan.
Arecaceae
Daun
Kedondong
Jadam / Jambe
Pohon
Buah
Direbus, disaring, diminum.
Cacingan.
Asteraceae
Babadotan
Ageratum
conyzoides
Herba
Seluruh
bagian
Ditumbuk, dibalur.
Luka berdarah, bisul, reumatik,
bengkak karena keseleo, perawatan
rambut.
55
Direbus, disaring, diminum.
Baluntas
Pluchea indica
Perdu
Dilumat, dibalur.
Pendarahan Rahim, sariawan, malaria,
influenza, perut kembung, mulas,
muntah, keputihan.
Bau badan, bau mulut, meningkatkan
nafsu makan.
Gangguan pencernaan pada anak,
demam.
Luka.
Ditumbuk, diseduh, diminum.
Haid tidak teratur.
Akar
Direbus, dimakan.
Reumatik, sakit pinggang.
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Ditumbuk, diperas, dioles.
Pemulih stamina bagi wanita setelah
melahirkan.
Bisul.
Dimakan langsung.
Hipertensi.
Asma, sakit perut, perangsang nafsu
birahi, penghilang rasa sakit, diare.
Sesak nafas, menjaga stamina tubuh,
melancarkan haid, menhilangkan
jerawat, mimisan, gusi berdarah, darah
rendah, batuk, ambeien, lemah syahwat
Mengatasi kelemahan pria.
Daun
Dimakan langsung, sebagai lalap.
Direbus, dicampur ke makanan.
Lampuyung
Sembung
6
7
8
Basellaceae
Caricaceae
Compositae
Binahong
Gedang
Sawi langit
Sonchus
arvensis
Blumea
balsamifera
Anredera
cordifolia
Carica papaya
Vernonia
cinerea
Perdu
Perdu
Akar
Direbus, disaring, diminum.
Tumbuhan
memanjat
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Batang
Direbus, disaring, diminum.
Rimpang
Direbus, disaring, diminum.
Daun
Ditumbuk, diseduh, diminum.
Maag, typus, asam urat, sakit
pinggang.
Demam.
Buah
Dimakan langsung.
Melancarkan BAB.
Seluruh
bagian
Direbus, disaring, diminum.
Demam, batuk, disentri, hepatitis,
memulihkan stamina, susah tidur.
Bisul, digigit ular, luka memar,
keseleo.
Campak, demam, gigitan ular, bisul.
Herba
Terna
Dilumat, dibalur.
Dilumat, dibalur.
9
Crassulaceae
Buntiris/cocor
bebek
Kalanchoe
pinnata
Semak
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Batuk, influenza, menambah nafsu
makan, hipertensi, reumatik, nyeri
haid, asma, sariawan, diabetes,
56
10
Cucurbitaceae
Bonteng
Paria
Cucumis
sativus
Momordica
charantia
Diparut, dibalurkan.
perawatan pasca melahirkan untuk
menghilangkan darah kotor, diare,
cacingan.
Demam pada bayi.
Dimakan langsung
Hipertensi.
Ditumbuk. Dibalur.
Bisul.
Dilumat, dioleskan.
Penyubur rambut anak.
Direbus, disaring, diminum.
Ditumbuk, disaring, diminum.
Batuk, wasir, penyakit kulit, demam
nifas.
Cacing kremi.
Ditumbuk, disaring, dioleskan.
Rabun malam.
Ditumbuk, dioleskan.
Ambeien
Akar
Ditumbuk, disaring, diminum.
Sembelit.
Tumbuhan
memanjat
Pohon
Buah
Ditumbuk, dibalurkan.
Demam, mengencangkan payudara.
Buah
Dimakan langsung.
Perdu
Biji
Dipanaskan, ditempelkan.
Sariawan, obat kuat untuk wanita
hamil, penyegar badan.
Sembelit pada anak.
Daun
Ditumbuk, dioleskan.
Tumbuhan
Memanjat
Semak
Buah
Buah
Daun
Waluh
11
Dilleniaceae
Sempur
12
Euphorbiaceae
Jarak
Kaliki
Memeniran
Lagenaria
siceraria
Dillenia
philippinensis
Ricinus
communis
Jatropha
gossypifolia
Phylantus
niruri
Semak
Herba
Direbus, disaring, diminum.
Ketombe, reumatik, mengencangkan
payudara.
Gusi bengkak.
Diteteskan
Sakit gigi.
Getah
Direbus, disaring, diminum.
Daun
Dikukus/dimakan sebagai lalapan.
Diabetes, sakit paru-paru, sakit
tenggorokan, influenza, gondongan,
pembengkakan buah pelir.
Susah buang air besar.
Dilumat, diseduh, disaring, diminum
Keputihan.
Dimakan langsung.
Meningkatkan gairah, menguatkan gigi
dan gusi.
Seluruh
bagian
57
13
Fabaceae
Asem
Peuteuy
14
Gramineae
Haur koneng
15
Lamiaceae
Jati
Jawer kotok
Kumis ucing
16
17
Lauraceae
Leguminoceae
Alpuket
Kacang suuk
Malaning
18
Liliaceae
Bawang
beureum
Tamarindus
indica
Parkia
speciosa
Bambusa
vulgaris
Tectona
grandis
Coleus
scutellarioides
Orthosiphon
aristatus
Persea
americana
Arachis
hypogaea
Leucanena
leucocephala
Allium cepa
Diparut, dibalur.
Kudis.
Direbus, disaring, diminum.
Pohon
Buah
Dilumat, dibalurkan.
Influenza, diare, reumatik, keputihan,
melangsingkan badan.
Demam pada bayi.
Pohon
Biji
Ditumbuk, direbus, diminum.
Cacingan, bengkak, diabetes.
Diremas, diperas, dioleskan.
Menghaluskan kulit.
Pohon
Rebung
Diparut, disaring, diminum.
Sakit kuning, bengkak.
Pohon
Daun
Ditumbuk, diseduh, diminum.
Diare.
Buah
Direbus, disaring, diminum.
Batuk
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Wasir, telat haid, keputihan
Ditumbuk, dibalur.
Luka dan lecet, sakit kepala.
Ditumbuk, diseduh, diminum.
Batuk.
Direbus, disaring, diminum.
Diabetes, demam, sakit perut.
Terna
Seluruh
bagian
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Pohon
Daun
Direbus, disaring, diminum
Kencing batu, masuk angin, diabetes,
reumatik, sakit pinggang.
Maag, diabetes, sariawan.
Biji
Ditumbuk, dibalur.
Kolesterol tinggi.
Dimakan langsung.
Gigi berlubang.
Buah
Ditumbuk, diseduh, disaring, diminum.
Influenza, sakit kepala, demam.
Semak
Biji
Dimakan untuk lalapan.
Penyegar badan.
Perdu
Biji
(serbuk)
Akar
Direbus, disaring, diminum.
Meluruhkan haid.
Direbus, disaring, diminum.
Pelangsing badan, kolesterol.
Umbi
Dilumat, diperas, dioleskan.
Sariawan, masuk angin, demam.
Herba
Herba
58
Direbus, disaring, diminum.
Lidah buaya
19
Malvaceae
Kadu
Mustajab
Pungpurutan
Rosella
20
21
Melastomaceae
Menispermaceae
Harenong
Paria
Aloe vera
Durio
zibethinus
Abelmoschus
manihot
Urena lobata
Hibiscus
sabdariffa
Melastoma
candidum
Momordica
charantia
Semak
Daun
Ditumbuk, diseduh, disaring, diminum.
Diabetes, tifus, usus buntu, keputihan,
haid tidak lancar.
Ambeien, sembelit.
Batang
Direbus, disaring, diminum.
Diabetes.
Diminum langsung.
Kulit
Dibakar, ditumbuk, dibalur.
Demam berdarah, menghilangkan rasa
lelah, cacingan pada anak-anak, susah
buang air kecil.
Bisul.
Akar
Ditumbuk, dibalur.
Sakit perut, sembelit
Buah
Direbus, disaring, diminum.
Perdu
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Lemah syaraf, hipertensi,
meningkatkan nafsu makan.
Maag.
Perdu
Akar
Dilumat, dibalur.
Koreng berdarah, bisul
Bunga
Ditumbuk, dibalur.
Gigitan ular, keseleo, memar.
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Diare
Perdu
Bunga
Direbus, disaring, diminum.
Perdu
Daun
Ditumbuk, disaring, diminum.
Nyeri haid, mual dan muntah, maag,
cegukan, suara parau, reumatik.
Sariawan, diare.
Direbus, disaring, diminum.
Perdarahan rahim.
Biji
Direbus, disaring, diminum
Buah
Ditumbuk. Dibalur.
Sakit kuning, malaria, demam, ayan,
batuk, disentri, radang dan batu ginjal,
susah buang air kecil, reumatik,
penambah nafsu makan.
Bisul.
Dilumat, dioleskan.
Penyubur rambut anak.
Direbus, disaring, diminum.
Ditumbuk, disaring, diminum.
Batuk, wasir, penyakit kulit, demam
nifas.
Cacing kremi.
Ditumbuk, disaring, dioleskan.
Rabun malam.
Pohon
Semak
Daun
59
22
Morvaceae
Kelewih
23
Myristicaceae
Pala
24
25
26
27
28
Myrtaceae
Palmaceae
Pandanaceae
Phyllantaceae
Piperaceae
Jamu Siki
Kalapa
Pandan
Katuk
Seureuh
Seureuh
beureum
29
Planfaginaceae
Kiurat/daun
sendok
Artocarpus
altilis
Myristica
fragrans
Psidium
guajava
Cocos nucifera
Pandanus
amaryllifolius
Sauropus
androgynous
Piper betle
Piper
crocatum
Plantago
mayor
Ditumbuk, dioleskan.
Ambeien
Akar
Ditumbuk, disaring, diminum.
Sembelit.
Pohon
Bunga
Direbus, disaring, diminum.
Disentri
Pohon
Buah
Ditumbuk, dibalur
Masuk angin, memar.
Ditumbuk, disaring, diminum.
Disentri, diabetes
Ditumbuk, dibalur.
Sakit gigi
Direbus, didinginkan, dibasuhkan.
Keputihan.
Buah
Diblender, diminum.
Demam berdarah.
Air
Dimakan langsung.
Buah
Direbus, dimakan.
Daun
Ditumbuk, digosokkan
Panas dalam, demam, nyeri haid, sakit
gigi.
Pelancar ASI, pembersih darah,
pembangkit vitalitas seks dan
meningkatkan jumlah sperma.
Reumatik, pegal linu.
Direbus, disaring, diminum.
Demam berdarah, kolesterol, diare.
Ditumbuk, dibalur.
Penyembuh luka.
Direbus, dimakan.
Perdu
Pohon
Perdu
Perdu
Liana
Tumbuhan
memanjat
Herba
Daun
Daun
Getah
Dioleskan
Nyeri sendi, memperkuat sperma lakilaki, hipertensi.
Bisul.
Daun
Diletakkan pada lubang hidung.
Mimisan.
Daun
Ditumbuk, dibalur.
Bengkak, kulit kasar.
Direbus, disaring, diminum.
Akar
Direbus, disaring, diminum.
Diabetes, kolesterol tinggi, asam urat,
hipertensi, keputihan, maag, kelelahan,
nyeri haid.
Diare, diabetes, sakit kuning.
Daun
Dilumat, diseduh, disaring, diminum.
Mimisan.
60
Dibakar, ditumbuk, dioleskan.
Sakit gigi.
Ditumbuk, diperas, dibasuhkan.
Direbus, disaring, diminum.
Luka berdarah, gigitan serangga,
gigitan ular, bisul.
Perangsang nafsu birahi.
Direbus, disaring, diminum
Demam, wasir, sakit kepala, batuk.
Seluruh
bagian
Batang dan
akar
Direbus, disaring, diminum.
Keputihan, bisul.
Direbus, disaring, diminum.
Batang
Dilumat, direbus, disaring, diminum.
Pegal linu, menambah nafsu makan,
pengobatan pasca persalinan, sakit
kepala, diare.
Influenza, batuk.
Biji
30
Poaceae
Akar eurih
Sereh
31
32
33
Rubiaceae
Ruscaceae
Solanaceae
Imperata
cylindrical
Cymbopogon
nardus
Terna
Rumput
Kopi
Coffea arabica
Perdu
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Sakit perut, sakit pinggang, hipertensi.
Cangkudu
Morinda
citrifolia
Pohon
Buah
Direbus, disaring, diminum.
Suji
Pleomele
angustifolia
Perdu
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Meningkatkan daya tahan tubuh,
diabetes, melancarkan saluran
pencernaan.
Nyeri haid.
Dilumat, diperas, diminum.
Batuk.
Buah
Dimakan langsung.
Hipertensi.
Seluruh
bagian
Buah
Direbus, dimakan
Ayan.
Ditumbuk, dibalur.
Borok, bisul.
Daun
Ditumbuk, dibalur.
Reumatik
Buah
Ditumbuk, dibalur.
Sakit perut.
Daun
Direbus, disaring, diminum.
Kaki dan tangan lemas.
Daun
Ditumbuk, dibalur.
Bisul.
Buah
Direbus, disaring, diminum.
Wasir, influenza, melancarkan
peredaran darah, pembengkakan.
Asam urat tinggi.
Cecenet
Cengek
Takokak
Physalis
angulata
Capsicum
frutescens
Solanum
torvum
Herba
Perdu
Pohon
Ditumis.
61
Akar
34
Thymeleceae
Kayu garu
35
Umbilliferae
Antanan beurit
36
Verbenaceae
Kicente
37
Zingiberaceae
Bangle/panglai
Jahe beureum
Kapol
Cikur
Direbus, disaring, diminum.
Panas dalam.
Dikeringkan, direbus, disaring, diminum.
Ditumbuk, disaring, diminum.
Pinggang kaku, sakit lambung, tidak
datang haid.
Sakit tenggorokan
Aquilaria
moluccensis
Centella
asiatica
Pohon
Batang
Direbus untuk mandi
Badan pegal.
Herba
Seluruh
bagian
Direbus, disaring, diminum.
Lantana
camara
Perdu
Daun
Direbus, dibasuhkan.
Wasir, mimisan, muntah darah, batuk
darah, cacingan, penambah nafsu
makan, hipertensi.
Bisul, jamur kulit.
Direbus, dioleskan.
Reumatik.
Akar kering
Direbus, disaring, diminum.
Keputihan.
Rimpang
Diparut, dibalur.
Diparut, diperas, diminum.
Demam, sakit kepala, reumatik,
mengecilkan perut setelah melahirkan.
Sakit kuning, masuk angin, cacingan
Direbus, disaring, diminum
Sakit perut, kegemukan.
Direbus, disaring, diminum.
Dibakar, diseduh, diminum.
Batuk, masuk angin, menambah gairah
seks.
Sakit pinggang.
Diparut, diseduh, diminum.
Impotensi/lemah syahwat, cacingan.
Seluruh
bagian
Batang
Direbus, disaring, diminum.
Reumatik.
Direbus, disaring, diminum.
Demam.
Buah
Direbus, disaring, diminum.
Batuk, bau mulut.
Rimpang
Dimakan langsung.
Masuk angin.
Dikunyah (air ditelan, ampas dibuang).
Batuk
Direbus, disaring, diminum
Memperlancar haid, menghilangkan
lelah.
Diabetes, cacingan, bengkak,
meningkatkan gairah seks.
Zingiber
purpureum
Zingiber
officinale
Amomum
cardamomum
Kaempferia
galangal
Herba
Herba
Herba
Semak
Rimpang
Ditumbuk, diseduh, diminum.
62
Koneng
Lampuyang
Curcuma
longa
Zingiber
zerumbet
Semak
Herba
Rimpang
Rimpang
Ditumbuk, dioleskan.
Memperlancar ASI.
Ditumbuk, dibalur.
Influenza pada bayi, diare.
Dilumat, diseduh, diminum.
Kaki bengkak sehabis melahirkan.
Diparut, diseduh, diminum.
Ambeien, menambah nafsu makan,
gatal-gatal.
Anemia.
Diparut, direbus, diminum.
63
Lampiran 4. Gambar jenis tumbuhan obat
Sumber:
Foto pribadi
Akar eurih
(Imperata cylindrical)
Sumber:
Foto pribadi
Babadotan
(Ageratum conyzoides)
Sumber:
Foto pribadi
Waluh
( Lagenaria siceraria)
Sumber:
Foto pribadi
Cecenet
(Physalis angulata)
Sumber:
Foto pribadi
Alpuket
(Persea americana)
Sumber:
Foto pribadi
Baluntas
(Pluchea indica)
Sumber:
Foto pribadi
Bonteng
( Cucumis sativus)
Sumber:
Foto pribadi
Cengek
(Capsicum frutescens)
Sumber: Google
Antanan beurit
(Centella asiatica)
Sumber:
Foto pribadi
Bangle
(Zingiber purpureum)
Sumber:
Foto pribadi
Binahong
(Anredera cordifolia)
Sumber: Google
Kadu
(Durio zibethinus)
Sumber:
Foto pribadi
Asem
( Tamarindus indica)
Sumber: Google
Bawang beureum
(Alium cepa)
Sumber:
Foto pribadi
Buntiris
(Kalanchoe pinnata)
Sumber:
Foto pribadi
Gedang
(Carica papaya)
64
Sumber:
Foto pribadi
Haneuleum
(Graptophyllum pictum)
Sumber:
Foto pribadi
Jahe beureum
(Zingiber officinale)
Sumber:
Foto pribadi
Jawer kotok
(Coleus scutellarioides)
Sumber: Google
Kopi
(Coffea Arabica)
Sumber:
Foto pribadi
Harenong
(Melastoma candidum)
Sumber:
Foto pribadi
Jamu siki
(Psidium guajava)
Sumber:
Foto pribadi
Kacang suuk
(Arachis hypogaea)
Sumber:
Foto pribadi
Kapol
(Amomum cardamomum)
Sumber:
Foto pribadi
Haur koneng
(Bambusa vulgaris)
Sumber:
Foto pribadi
Jarak
(Ricinus communis)
Sumber:
Foto pribadi
Kalapa
(Cocos nucifera)
Sumber: Google
Jadam / Jambe
(Arecha catechu)
Sumber:
Foto pribadi
Jati
(Tectona grandis)
Sumber:
Foto pribadi
Kaliki
(Jatropha gossypifolia)
Sumber:
Foto pribadi
Sumber: Google
Katuk
(Sauropus
androgynous)
Kayu garu
(Aquilaria
moluccensis)
65
Sumber:
Foto pribadi
Daun Kedondong
(Nothopanax fruticosum)
Sumber:
Foto pribadi
Kicente
(Lantana camara)
Sumber: Google
Lampuyang
(Zingiber zerumbet)
Sumber:
Foto pribadi
Manalika
(Annona muricata)
Sumber:
Foto pribadi
Kelewih
(Artocarpus altilis)
Sumber:
Foto pribadi
Kiurat
(Plantago mayor)
Sumber:
Foto pribadi
Lampuyung
(Sonchus arvensis)
Sumber:
Foto pribadi
Memeniran
(Phylantus niruri)
Sumber: Google
Sumber:
Foto pribadi
Cikur
Kibeling
(Kaempferia galanga) (Strobilanthes crispus)
Sumber:
Foto pribadi
Kumis ucing
( Orthosiphon
aristatus)
Sumber:
Foto pribadi
Koneng
(Curcuma longa)
Sumber:
Foto pribadi
Sumber:
Foto pribadi
Lidah buaya
(Aloe vera)
Malaning
(Leucanena
leucocephala)
Sumber:
Foto pribadi
Sumber:
Foto pribadi
Cangkudu
Mustajab
(Morinda citrifolia) (Abelmoschus manihot)
66
Sumber:
Foto pribadi
Pala
(Myristica fragrans)
Sumber: Google
Peuteuy
(Parkia speciosa)
Sumber:
Foto pribadi
Sawi langit
(Vernonia cinerea)
Sumber:
Foto pribadi
Seureuh
(Piper betle)
Sumber:
Foto pribadi
Pandan
(Pandanus
amaryllifolius)
Sumber:
Foto pribadi
Pungpurutan
(Urena lobata)
Sumber:
Foto pribadi
Sembung
(Blumea balsamifera)
Sumber:
Foto pribadi
Seureuh beureum
(Piper crocatum)
Sumber:
Foto pribadi
Paria
(Momordica
charantia)
Sumber:
Foto pribadi
Rosella
(Hibiscus sabdariffa)
Sumber:
Foto pribadi
Sempur
(Dillenea
philippinensis)
Sumber:
Foto pribadi
Suji
(Pleomele angustifolia)
Sumber:
Foto pribadi
Patrawali
(Tinospora
tuberculata)
Sumber: Google
Sambiloto
(Andrographis
paniculata)
Sumber:
Foto pribadi
Sereh
(Cymbopogon nardus)
Sumber:
Foto pribadi
Takokak
(Solanum torvum)
67
Download