kondisi perekonomian global

advertisement
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
KONDISI PEREKONOMIAN DAN OUTLOOK 2011
Jakarta, 23 Desember 2010
PEREKONOMIAN GLOBAL
Pada tahun 2010 secara keseluruhan perekonomian global menunjukkan pertumbuhan yang posistif.
Amerika Serikat sebagai pusat krisis ekonomi tahun 2008, pada tahun 2010 mengalami
pertumbuhan sekitar 2,7 persen, setelah mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,6 persen pada
tahun 2009. Begitu juga dengan Jepang, yang pada tahun 2009 mengalami kontraksi ekonomi
sebesar 5,2 persen, pada tahun 2010 mencatat pertumbuhan sebesar 3,1 persen,
Namun menghadapi tahun 2011 perekonomian dunia kembali menghadapi ketidakpastian,
khususnya di Amerika Serikat dan Zona Eropa. Bahkan akibat dipicu oleh ketidakstabilan ekonomi di
Spanyol, Protugal, Irlandia dan Yunani, perekonomian Eropa berpeluang menimbulkan
ketidakstabilan yang lebih besar dibandingkan perekonomian Amerika Serikat. Ada kekhawatiran
bahwa ketidakstabilan tersebut berpotensi menimbulkan Double Dip Recessions pada tahun 2011.
Sumber : Anton Gunawan, Ekonom Bank Danamon
Penyebab ketidakstabilan ekonomi didunia antara lain disebabkan oleh :
1. Perang Kurs antara Amerika Serikat dan China
Perang kurs dipicu oleh negosiasi USA yang gagal mendorong China membiarkan mata uang
Yuan menguat dalam rangka menciptakan keseimbangan perdagangan dunia. Dalam hal ini
China tetap memilih kebijakan untuk mempertahankan keunggulan produk ekspornya dan
memperkuat cadangan devisa yang sudah mencapai USD 2,6 triliun (terbesar didunia dan
sebuah rekor). Sebagai sebuah bentuk frustasi karena tidak mampu melobi China, maka
dilakukan kebijakan membuat mata uang dollar USA melemah, dengan cara bank sentral USA
mencetak uang sebesar USD 600 milyar. Jumlah uang yang tidak terserap di dalam negeri
Amerika Serikat pada gilirannya telah membanjiri negara emerging market, termasuk Indonesia.
1
2. Defisit anggaran yang berlebihan di negara maju.
Negara maju memiliki defisit anggaran yang sangat berlebihan dan mencapai lebih dari 10
persen yang dibiayai dari hutang. Defisit anggaran ini pada akhirnya membebani negara dalam
pembayaran hutang.
3. Posisi bond (obligasi) yang melebihi batas toleransi
Zona Eropa telah menetapkan batas toleransi adalah 60 persen bond terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) sebuah negara. Namun kenyataannya negara Yunani lebih dari 130 persen, dan
negara Zona Eropa lainnya rata-rata adalah 80 persen, sedang posisi Amerika Serikat adalah 90
persen. Sementara itu secara rata-rata negara emerging market hanya sekitar 40 persen, dimana
Korea 35%, China 20%, Indonesia 27% dan Australia 18%. Kebijakan menutup anggaran dengan
hutang ini pada akhirnya akan menciptakan krisis baru. Penerbitan obligasi terus menerus akan
menyebabkan pasar obligasi dunia menjadi penuh sesak, dan pada akhirnya akan menawarkan
Yield yang lebih tinggi lagi. Ini menyebabkan beban hutang negara akan menjadi semakin tinggi
lagi.
Meskipun menghadapi ketidakstabilkan ekonomi, pada tahun 2011 mendatang perekonomian dunia
diperkirakan tetap dapat mencapai pertumbuhan yang positif, yaitu sebesar 3,4 persen. Cukup
moderatnya pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan akan dipicu oleh pertumbuhan negaranegara Asia yang akan mencapai sekitar 6 persen, dimana China dan India masing-masing
diperkirakan tumbuh sebesar 9 persen dan 8,4 persen.
Ancaman “krisis ekonomi” pada beberapa negara Eropa dan Amerika, serta adanya potensi Double
Dip Recression, diyakini akan dapat diatasi secara bersama-sama oleh seluruh negara di dunia. Hal
ini terkait dengan kondisi perekonomian dunia yang telah menjadi sebuah rantai ketergantungan
yang tidak terpisahkan. Sementara itu kecenderungan suku bunga dunia yang akan tetap rendah
pada tahun 2011, tentunya memberikan keuntungan secara makro ekonomi bagi Indonesia, karena
memberikan harapan bahwa suku bunga perbankan dapat turun lebih rendah lagi.
Overview Perekonomian Indonesia Tahun 2010
Setelah mampu menghadapi krisis ekonomi global dengan cukup baik pada tahun 2009,
perekonomian Indonesia terus tumbuh secara mengesankan. Pada triwulan III 2010, pertumbuhan
ekonomi Indonesia mencapai sebesar 5,8 persen (secara year on year), surplus neraca pembayaran
tercatat sebesar US$ 6,9 miliar pada triwulan III 2010, cadangan devisa per akhir November 2010
mencapai sebesar US$ 92,76 miliar, inflasi mampu dikendalikan di angka 5,98 persen hingga bulan
November 2010, dan BI rate berada di angka 6,5 persen. Meskipun suku bunga riil pembiayaan
masih berada di kisaran 11% - 18%, namun banyak kalangan meyakini angka ini akan segera turun
sejalan dengan membaiknya stabilitas kebijakan moneter nasional.
Sentimen positif dari investor asing atas cerahnya prospek ekonomi juga menandai kinerja ekonomi
Indonesia di tahun 2010. Kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sepanjang tahun ini
rata-rata tercatat sekitar Rp 9.130 per dollar AS. Indeks Harga Saham Gabungan sempat mencatat
rekor tertingginya sepanjang sejarah, yaitu pada angka 3.769,993.
Perkembangan positif juga terlihat dari kinerja ekspor Indonesia, di mana selama periode Januari Oktober 2010, nilai ekspor mencapai US$ 125,1 miliar, atau naik sekitar 35,5 persen terhadap nilai
ekspor pada periode yang sama tahun 2009. Sementara itu pada Triwulan III 2010 jumlah
penanaman modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$ 3,4 miliar, yang naik sebesar
244,1 persen terhadap PMA sebesar US$ 987 juta pada triwulan III 2009.
2
Meningkatnya gairah investasi di Indonesia juga ditunjukkan oleh pertumbuhan investasi fisik
(Pembentukan Modal Tetap Bruto) dalam Produk Domestik Bruto, yang pada triwulan III 2010
mencatat pertumbuhan sebesar 8,9 persen terhadap investasi fisik pada triwulan yang sama tahun
2009. Angka pertumbuhan ini tidak saja jauh lebih tinggi dari pertumbuhan investasi pada tahun
2009 yang hanya sebesar 3,3 persen, tetapi juga dibandingkan dengan pertumbuhannya pada dua
triwulan sebelumnya, yaitu triwulan I dan triwulan II 2010 yang masing-masing mencatat
pertumbuhan sebesar 8% dan 7,8%. Hal ini menunjukkan bahwa sejalan dengan membaiknya
kinerja perekonomian Indonesia, gairah investasi dalam negeri juga mengalami peningkatan yang
cukup berarti.
Jika dilihat dari tingkat pertumbuhan per sektor ekonomi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor
pengangkutan dan komunikasi, yang tumbuh sebesar 13,3 persen pada triwulan III 2010
dibandingkan triwulan III 2009. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan sektor perdagangan yang
tumbuh sebesar 8,8 persen pada periode yang sama, dan kemudian sektor konstruksi dan jasa-jasa
yang masing-masing tumbuh sebesar 6,4 persen. Sedangkan pertumbuhan sektor industri
pengolahan tercatat sebesar 4,1 persen, yang sudah jauh lebih baik dari pertumbuhannya pada
tahun 2009 yang hanya sebesar 2,1 persen.
Lebih baiknya pertumbuhan sektor industri tentu tidak lepas dari iklim investasi yang sudah lebih
baik dewasa ini. Meskipun iklim investasi belum dapat dikatakan memadai, namun dinilai sudah
cukup kondusif bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi dalam negeri belakangan ini.
Fondasi perekonomian Indonesia yang relatif baik dewasa ini, juga dilengkapi oleh naiknya peringkat
daya saing Indonesia secara drastis, baik menurut World Competitiveness Yearbook maupun versi
terbaru The Global Competitiveness Report.
Forum Ekonomi Dunia dalam The Global
Competitiveness Report 2010-2011 telah menempatkan Indonesia di peringkat ke-44 dari 139
negara yang disurvei. Sehingga dibandingkan dengan laporan tahun lalu, yang menempatkan
Indonesia di urutan ke-54, maka Indonesia mengalami kenaikan peringkat daya saing yang cukup
tajam.
Hal ini juga sejalan dengan laporan International Institute for Management Development (IMD) yang
mempublikasikan World Competitiveness Yearbook. Berdasarkan versi lembaga ini, peringkat daya
saing Indonesia naik tajam dalam dua tahun terakhir ini. Jika hingga tahun 2008, posisi daya saing
Indonesia hampir selalu berada nomor dua terbawah, namun pada tahun 2009 posisi Indonesia
meningkat tajam dari urutan ke-51 ke urutan 42, dan pada tahun 2010 meningkat lagi ke urutan ke35 dari 58 negara yang disurvei.
Meskipun harus diakui bahwa kenaikan yang spektakuler dari peringkat daya saing Indonesia
tersebut lebih disebabkan oleh keterpurukan negara-negara Eropa yang selama ini lebih baik dari
Indonesia, namun hal tersebut tetap menggembirakan kita. Apalagi kita juga mengalami
peningkatan peringkat kredit (credit rating) dari lembaga pemeringkat S&P yang meningkatkan
peringkat Indonesia menjadi BB, yang sangat berpotensi menuju status investment grade.
Namun, tetap harus diakui bahwa sesungguhnya daya saing perekonomian Indonesia belum bisa
dikatakan membaik secara berarti. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh peranan ekspor di dalam
Produk Domestik Bruto, yang hanya tinggal sekitar 23,2 persen pada triwulan III 2010, dibandingkan
peranannya yang sebesar 41 persen pada tahun 2000, meskipun dengan struktur ekonomi seperti itu
perekonomian Indonesia menjadi cukup kuat dalam menahan imbas krisis keuangan global pada
tahun lalu. Rendahnya daya saing produk Indonesia juga terlihat jelas dari neraca perdagangan
Indonesia dengan beberapa mitra dagang Indonesia, seperti China, Thailand, dan Singapura, yang
menunjukkan cukup besarnya net impor non migas Indonesia terhadap ketiga negara tersebut.
3
Dalam hal ini masalah infrastruktur, ketersediaan listrik yang memadai, dan persoalan logistik masih
merupakan faktor-faktor penting, masih dianggap sebagai sumber persoalan dalam upaya
meningkatkan daya saing produk Indonesia. Padahal suatu perekonomian baru bisa dikatakan
berdaya saing tinggi jika sektor industri manufakturnya berkembang secara berarti dan menjadi basis
ekspor dalam perekonomiannya.
Prospek Perekonomian Tahun 2011
Relatif baiknya kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2010, yang didukung oleh terjaganya
stabilitas sektor keuangan, diharapkan akan terus memberi dampak positif pada perekonomian
Indonesia di tahun-tahun mendatang. Membaiknya minat investasi di Indonesia dan terus
berkembangnya pasar modal nasional secara amat moderat, sebagai refleksi dari meningkatnya
kredibilitas perekonomian nasional, telah menjadi pendorong utama bagi perbaikan ekonomi
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan asumsi tidak kembali terjadi gejolak pada
perekonomian dunia, dan relatif stabilnya kondisi politik dalam negeri, pada tahun 2011
perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh di sekitar 5,8% – 6,5%.
Bahkan pertumbuhan ini diperkirakan bisa lebih tinggi lagi jika terus diikuti oleh membaiknya tingkat
investasi dan terjaganya kredibilitas Pemerintah di mata investor asing dan dunia usaha. Semakin
membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan, dan berlangsungnya diversifikasi pasar
ekspor secara berarti ke negara-negara non-tradisional diperkirakan akan menjaga tetap baiknya
kinerja ekspor Indonesia di tahun 2011 mendatang.
Dalam hal ini jika pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi bisa mencapai sekitar 4,5%, dan tahun
2010 diperkirakan bisa mencapai sekitar 6 persen, maka sangat besar peluang bagi Indonesia untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di tahun 2011. Selain akan didukung oleh
pertumbuhan investasi fisik dan pertumbuhan ekspor yang moderat, peningkatan daya beli
masyarakat diperkirakan akan tetap menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dari sisi
permintaan.
Sedangkan dari sisi produksi, peranan sektor industri manufaktur non migas dan sektor
pertambangan non migas diperkirakan akan terus meningkat dan memainkan peranan penting
dalam perekonomian Indonesia pada tahun 2011 mendatang. Di samping itu berkembangnya
kembali sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor konstruksi, dan sektor keuangan juga akan
sangat mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun 2011.
A. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Permintaan
Pengeluaran konsumsi rumah tangga, yang dalam tiga tahun belakangan ini selalu menjadi motor
perumbuhan ekonomi, diperkirakan akan kembali mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada
tahun 2011. Pertumbuhan konsumsi sektor swasta ini akan ditopang oleh membaiknya pendapatan
masyarakat sejalan dengan perkiraan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2011
tertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan berada dalam kisaran 4,8% - 5,3%.
Sementara pada tahun yang sama pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan hanya akan
mencapai sekitar 4% - 4,6%.
4
Tabel 1
Proyeksi Produk Domestik Bruto Menurut Penggunaan
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%)
Jenis Pengeluaran
2007
2008
2009
2010*)
2011**)
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
5.0
5.3
4.9
5.2
4.8 - 5.3
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
3.9
10.4
15.7
3.0
4.0 - 4.6
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
9.4
11.7
3.4
8.9
8.4 - 9.3
Ekspor Barang dan Jasa
8.5
9.5
-9.7
11.3
9.7 - 10.8
Dikurangi: Impor Barang dan Jasa
9.0
10.0
-14.9
11.0
10.4 - 11.5
PRODUK DOMESTIK BRUTO
6.32
6.06
4.56
5.8
5.82 - 6.49
Sumber: BPS
*) Triwulan III (year on year)
**) Proyeksi
Sejalan dengan pulihnya perekonomian dunia, kenaikan ekspor barang dan jasa pada tahun 2011
diperkirakan akan berada di sekitar 9,7% - 10,8%. Meskipun menghadapi ACFTA, untuk mencapai
pertumbuhan sebesar ini nampaknya tidak akan sulit dicapai Indonesia, karena berdasarkan data
empiris, pertumbuhan ekspor barang dan jasa Indonesia rata-rata mencapai di atas 10 persen dalam
periode tahun 2004 - 2008. Apalagi jika diikuti oleh meluasnya diversifkasi ekspor, baik dari jenis
produk maupun negara tujuan ekspor.
Namun hal tersebut dapat tercapai jika terjadi perluasan investasi dan peningkatan kapasitas
produksi yang cukup berarti pada tahun 2011 nanti, terutama pada sektor industri manufaktur.
Pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) diharapkan akan menjadi prioritas pemerintah jika
ingin peningkatan ekspor yang moderat tersebut dapat dicapai. Tetapi yang lebih penting lagi
adalah adanya upaya pemerintah untuk terus berusaha menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Oleh karena itu, pada tahun 2011 mendatang Pemerintah diharapkan mampu mengatasi berbagai
kendala investasi yang selama ini menghambat kegiatan di sektor riil, sehingga pertumbuhan
investasi dapat dipacu lebih cepat lagi pada tahun 2011. Pada tahun 2011 pertumbuhan investasi
diperkirakan akan berada di sekitar 8,4% - 9,3%, yang masih berada berada di bawah pertumbuhan
investasi tahun 2008 yang mencapai sebesar 11,7 persen. Pertumbuhan ini sebenarnya berpeluang
bisa lebih tinggi jika Pemerintah berhasil merancang sebuah kebijakan ekonomi yang bisa
merangsang minat investasi dan minat berproduksi di setiap daerah.
B. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat kembali didukung oleh pertumbuhan di
sektor industri manufaktur, meskipun dalam tingkatan yang masih terbatas. Jika pada tahun 2010
pertumbuhan sektor industri diperkirakan akan berhasil mencapai sekitar 4,6 persen, maka pada
tahun 2011 diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi, yaitu sekitar 5 persen. Pertumbuhan yang lebih
tinggi ini tidak akan sulit dicapai, jika ada keinginan politik (political will) dari pemerintah untuk
memacu pertumbuhan ekonomi seperti pada masa sebelum krisis tahun 1997/1998. Dan untuk itu
diperlukan kerja keras Departemen Perindustrian untuk mencapai target pertumbuhan sektor
5
industri, dengan menggunakan strategi-strategi yang dipersiapkan secara serius untuk mencapai
sasaran pertumbuhan tersebut.
Bahkan jika upaya-upaya maksimal bisa dilakukan, industri manufaktur diperkirakan bisa tumbuh di
atas 5 persen, dimana dalam hal ini industri otomotif, industri semen, dan industri makanan &
minuman diharapkan bisa menjadi ujung tombak pertumbuhan industri manufaktur. Dalam hal ini
peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan lebih mudah dicapai dengan mulai sedikit teratasinya
persoalan listrik dan pembenahan logistik dalam negeri, karena selama ini persoalan logistik
memegang peranan cukup penting dalam kegiatan produksi sektor industri manufaktur.
Tabel 2
Proyeksi Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Ekonomi
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%)
2007
2008
2009
2010*)
2011**)
1. AGRICULTURE, LIVESTOCK
FORESTRY AND FISHERY
3.5
4.7
4.2
1.8
3.3 - 3.8
2. MINING AND QUARRYING
2.0
0.5
4.5
2.8
2.6 - 3.7
3. MANUFACTURING INDUSTRY
4.7
3.7
2.1
4.1
4.5 - 5.0
10.4
10.9
13.8
3.2
6.6 - 8.5
5. CONSTRUCTION
8.6
7.3
7.2
6.4
6.5 - 7.5
6. TRADE, HOTEL, AND RESTAURANT
8.5
7.2
1.3
8.8
6.7 - 7.3
7. TRANSPORT AND COMMUNICATION
14.4
16.7
15.4
13.3
13..0 - 14.3
8. FINANCIAL, OWNERSHIP, AND BUS. SERVICE
8.0
8.2
5.0
6.3
6.4 - 6.8
9. SERVICES
6.6
6.4
6.0
6.4
5.5 - 5.9
6.32
6.06
4.56
5.8
5.82 - 6.49
Sektor Ekonomi
4. ELECTRICITY, GAS, AND WATER SUPPLY
GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)
Sumber: BPS
*) Triwulan III (year on year)
**) Proyeksi
Seiring dengan pulihnya perekonomian global, sektor perdagangan diperkirakan juga dapat tumbuh
secara berarti pada tahun 2011 nanti. Jika pada tahun 2009 pertumbuhan sektor perdagangan hanya
mencapai sekitar 1,3 persen, yang kemudian melonjak tumbuh menjadi sebesar 8,8 persen pada
triwulan III 2010, maka pada tahun 2011 diperkirakan akan berkisar 6,7% – 7,3%. Selain dipengaruhi
oleh membaiknya perekonomian global, pertumbuhan sektor ini diperkirakan searah dengan
pertumbuhan sektor industri manufaktur dan meningkatnya kinerja ekspor dan impor Indonesia.
Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan tetap mencatat pertumbuhan tertinggi
dibandingkan sektor lainnya. Pada tahun 2011 pertumbuhan sektor ini diperkirakan akan mencapai
sekitar 13% – 14,3%. Subsektor komunikasi yang mencatat pertumbuhan sebesar 17,4 persen pada
Triwulan III 2010 diperkirakan akan memegang peranan penting dalam pertumbuhan yang tinggi di
sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2011 mendatang. Perkiraan ini dilihat tidak saja
dari masih terbukanya peluang pasar di bidang telekomunikasi, tetapi juga dengan adanya investasi
yang terus meningkat pada subsektor ini pada tahun-tahun terakhir ini.
Masalah-Masalah Krusial yang Masih Dihadapi Dunia Usaha
Beberapa pekerjaan rumah yang masih belum terselesaikan hingga penghujung tahun 2010 adalah
konektivitas domestic. Meski kebijakan Sistem Logistik Nasional dan Indonesia Single Window telah
6
dibuat, Kadin Indonesia melihat hal ini belum menyentuh tataran yang lebih operatif sehingga
mampu menghasilkan dampak secara langsung. Padahal, solusi atas isu inter-konektivitas domestic
adalah sesuatu yang amat ditunggu-tunggu oleh kalangan dunia usaha.
Hal kedua yang menjadi sorotan Kadin Indonesia adalah realiasasi Pembiayaan Perbankan 2010 yang
meskipun mencatat angka pertumbuhan yang tinggi, namun pertumbuhan ini masih didorong oleh
Kredit Konsumsi, dan bukan pada Kredit Investasi maupun Kredit Modal Kerja, sehingga trickle-down
effect-nya belum cukup terasa pada sektor riil.
Hal terakhir yang membayang-bayangi prospek ekonomi Indonesia ke depan adalah isu perang mata
uang (currency wars), krisis pangan nasional, dan krisis utang Eropa.
Usulan Kebijakan dan Usulan Program Aksi dari KADIN Indonesia
1. Selama ini pemerintah sangat berhati-hati dalam menentukan rasio defisit terhadap PDB,
yang pada saat ini hanya mencapai 1,7% defisitnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi
fiskal yang mementingkan pendekatan kehati-hatian. Namun, upaya ini tidak dibarengi
dengan intensivitas realisasi anggaran untuk proyek-proyek pembangunan. Akibatnya, upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pendekatan defisit yang ditekan rendah, tidak
tercapai.
Terkait dengan hal tersebut, sebaiknya pemerintah meningkatkan level defisit lebih tinggi
lagi (minimal 2,5%), sehingga tersedia dana yang dapat digunakan untuk memacu
pergerakan sektor riil. Dana tersebut hendaknya diprioritaskan untuk pembangunan
infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, kereta api, dan penyediaan lahan untuk kawasan
industri.
2. Orientasi pembangunan hendaknya difokuskan pada manufaktur yang bernilai tambah
tinggi, baik untuk sektor Industri, sektor pangan, maupun sektor pertambangan, sehingga
Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor bahan baku mentah.
3. Kadin Indonesia mengusulkan agar pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan berupa
insentif fiskal maupun moneter dalam rangka mempercepat upaya kemandirian bangsa
terutama untuk mewujudkan swasembada energi maupun pangan.
4. Pada saat ini perbankan lebih cenderung menempatkan dana mereka pada instrumen SBI.
Sebaiknya pemerintah mendorong perbankan untuk mengarahkan dana mereka untuk
diinvestasikan di sektor riil, terutama untuk membiayai projek-projek infrastruktur yang
dijamin pemerintah, mengingat infrastruktur menjadi isu paling krusial yang menjadi
penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
5. Perlu upaya untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan makro Indonesia secara menyeluruh,
baik kebijakan di bidang investasi, bidang perdagangan, bidang perbankan, dan lain lain,
yang selama ini dinilai telah memasung upaya meningkatkan daya saing korporasi Indonesia.
6.
Pemerintah seharusnya menetapkan sedini mungkin jenis industri yang akan dikembangkan,
dan memberikan perlakuan-perlakuan khusus untuk pertumbuhan industri yang telah
difokuskan tersebut.
7. Pemerintah harus berkomitmen untuk mengupayakan penurunan tingkat suku bunga di
bawah 10% di tahun 2011 mendatang sebagaimana kondisi di negara-negara pesaing kita.
7
Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan daya saing dunia usaha kita serta memacu
pertumbuhan sektor riil yang selama ini berjalan sangat lambat.
8. Perlu upaya menumbuhkan dan meningkatkan kembali nasionalisme cinta produk dalam
negeri, guna mendukung keberlangsungan industri di Indonesia.
9. Perlu adanya konsistensi penetapan pengupahan minimum di tingkat nasional sebagai salah
satu upaya meningkatkan daya saing Indonesia, tanpa dicampuri kebijakan pengupahan di
tingkat lokal/daerah.
10. Kunci utama untuk pembangunan ekonomi 2011 adalah: peningkatan investasi di daerah,
percepatan pembangunan infrastruktur serta pengembangan industri padat karya.
Dewan Pengurus
Kamar Dagang dan Industri Indonesia
Ketua Umum
Suryo B. Sulisto
8
Download