Edisi II 16 April 2016 Daftar Isi 2 ASMIHA Ke-25: Mendorong Upaya Pencegahan dan Promosi Penyakit Kardiovaskular Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA memimpin diskusi bersama dr. A. Sunarya Soerianata, SpJP, FIHA, dr. Pasi P. Karjalainen, dan Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC dalam joint symposium IHA-ESC. Perkembangan Panduan Tatalaksana Penyakit Katup Jantung di Indonesia Menuju Penanganan Sindrom Koroner Akut yang Lebih Unggul Pentingnya Diagnosis Tepat Hipertensi Pulmonal 3 A New Perspective on Hypertension, the Most Common Risk Factor of Global Death Workshop: Meningkatkan kualitas Pelayanan Kardiovaskular di Indonesia Kontroversi Tatalaksana Syok Kardiogenik Pentingnya Peran Modalitas CCTA dan MRI dalam Revaskularisasi 4 Galeri Foto Testimoni Sekilas Hari Ini S esi pertama simposium gabungan Indonesia Heart Association (IHA) dan European Society of Cardiology (ESC) pada tanggal 15 April 2016 diawali dengan penyampaian topik “Myocardial Revascularization Challenges of Acute Coronary Syndrome in Indonesia” oleh dr. Sunarya Soerianata, SPJP(K). Sunarya mengungkapkan angka persebaran kardiologis dan lab kateterisasi jantung tahun 2016 yang masih terpusat di wilayah barat dan tengah Indonesia. Tantangan pertama datang dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyakit tertinggi yang harus dibayarkan oleh JKN untuk kasus rawat inap adalah kasus jantung, yaitu mencapai 134.821.667 USD. Padahal, pada tahun 2015, JKN masih mengalami defisit likuiditas 433 juta USD. Tantangan telah dicoba diatasi dengan program iSTEMI. iSTEMI, sebuah proyek pilot di Jakarta Barat, ditujukan untuk agar semua pasien STEMI bisa segera mendapatkan reperfusi. Telah dilaksanakan sejak 2014, proyek ini membawa hasil yang baik S Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC Networking, kecepatan reperfusi, dan ketepatan diagnosis menentukan keberhasilan penanganan pasien sindrom koroner akut. sehingga angka reperfusi bisa meningkat. Ke depannya, iSTEMI diharapkan untuk diperluas ke wilayah lainnya. Prof. Pasi Karjalainen, MD, PhD membawakan topik berikutnya mengenai “Non ST segment Elevation in Myocardial Infarction: Revascularization for Everyone”. Kardiolog Finland ini menekankan bahwa pendekatan invasif infark miokardium harus dilakukan dalam waktu 2 jam untuk pasien dengan kriteria risiko sangat tinggi, 24 jam untuk pasien dengan risiko tinggi, dan 72 jam untuk kriteria sedang. Stent yang ideal harus dapat mengurangi restenosis tanpa membutuhkan obat toksik, bebas trombosis jangka pendek dan panjang, tidak membutuhkan dual antiplatelet therapy (DAPT), dan kemampuan biomekanikal superior. Topik terakhir bertajuk “Challenge of Application in the New ESC Guidelines on NSTEMI” dibawakan oleh Prof José López-Sendón, MD, PhD, FESC. Kardiologis asal Spanyol ini menyorot pedoman ESC tahun 2015 untuk penanganan sindrom koroner akut (ACS) pada pasien tanpa elevasi segmen ST persisten. Ada sepuluh hal penting yang harus dipertimbangkan dalam guideline ACS yang baru, yaitu EKG, hs-Troponin, antiplatelet, antikoagulan, stratifikasi risiko, pemilihan rumah sakit, strategi invasif atau konservatif, jalur pungsi arteri radialis, revaskularisasi komplit, dan prevensi sekunder. Langkah awal utama untuk diagnosis adalah EKG. HsTroponin adalah poin diagnosis penting lainnya. Penanda enzim jantung ini sensitif karena memiliki negatif palsu rendah, namun positif palsu terbilang tinggi. Jose juga turut menekankan akan pemilihan antiplatelet. Selain aspirin, inhibitor P2Y12 direkomendasikan diberikan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi risiko perdarahan. Untuk stratifikasi risiko, ESC menggunakan skoring GRACE dan CRUSADE. Terakhir adalah pemilihan rumah sakit. Apabila diagnosis memang mengarah ke NSTEACS, sebaiknya pasien langsung dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas PCI. Professor Jose: Emphasize on New ESC NSTEMI Guideline ince new research data keeps on emerging, the guidelines used by health professional in diagnosing and treating their patients also need to be renewed. Professor José López-Sendón, MD, PhD, FESC, the chief of cardiology department at La Paz University Hospital in Madrid, was one of the contributor of 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. According to Jose, the rate of NSTEMI has increased due to the overall longer life expectancy, so that the atherosclerotic plaque has enough time to develop and produce NSTEMI. Jose emphasized several major changes in the new guideline compared to the previous one. First, all cases of acute coronary syndrome with presentation of poor condition, ventricular arrythmia, or unmanagable chest pain should be immediately sent to cath-lab. Secondly, radial aproach becomes more promising than the femoral one. Radial artery-catheterization may arise some manipulation obstacles due to smaller vessel’s diameter and more complicated route to reach the heart, hence makes it unsuitable for patients with small body size. However, this method significantly lowers mortality rate by reducing risk of bleeding and results in better outcomes. Lastly, secondary preventions such as healthy diet and physical exercises should be extensively promoted. These two approaches combined with the use of certain medications such as statin is recommended for patients with chronic ischemic heart disease. There will surely be many challenges in implementing this new guideline, but Jose hoped that this guideline can be applied, especially in Indonesia, where the prevalence of acute coronary syndrome is very high. Edisi II 25th ASMIHA 1 ASMIHA ke-25: Mendorong Upaya Pencegahan dan Promosi Penyakit Kardiovaskular A nnual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA) kembali diadakan untuk yang ke-25 pada tanggal 14-16 April 2016. Pembukaan acara yang dihadiri oleh 1575 peserta dari kalangan dokter umum, spesialis jantung, dan spesialis lainnya ini dilangsungkan di Ballroom 2, Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta. Pembukaan ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Kesehatan Republik Indonesia, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ketua Perhimpunan Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Ketua Kolegium Kardiovaskular Indonesia, dan Ketua ASHIMA ke-25. Di awal upacara pembukaan, hadirin bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya dan MARS PERKI, dipandu oleh Pacemaker Choir dengan dr. Radityo Prakoso, SpJP(K) sebagai konduktor. “ASMIHA merupakan acara kesehatan yang terbesar dan prestigious di Indonesia yang dengan fokus di kesehatan jantung dan pembuluh darah yang melibatkan dokter dan dokter spesialis jantung, penyakit dalam, dan bedah jantung, serta ilmuwan dari berbagai Indonesia,” terang dr. Daniel PL Tobing, SpJP, FIHA dalam sambutannya selaku ketua panitia ASMIHA ke-25. Beliau menambahkan bahwa terdapat 198 abstrak diterima yang dipublikasikan di European Heart Journal. Selain itu, terdapat 210 pembicara, moderator, dan panelis dari Indonesia serta tujuh puluh pembicara dari luar negeri pada ASMIHA tahun ini. Acara kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan oleh Ketua PERKI, dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA. Dalam sambutannya, dr. Anwar mengingatkan bahwa sudah seharusnya pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular menjadi kesadaran seluruh dokter terutama di layanan kesehatan primer. “Sebanyak 17,3 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular”, tambah dr. Anwar. Sambutan terakhir dibawakan oleh dr. Ina Rosalina, SpA(K), M.Kes, M.H.Kes, mewakili Direktur Jenderal Kesehatan Republik Indonesia. Di awal sambutannya, Ina memberikan apresiasi kepada penyelenggara ASMIHA dan berharap pertemuan ini dapat memberikan rekomendasi terhadap perkembangan layanan kesehatan di bidang jantung dan pembuluh darah di Indonesia. Dr. Ina berkata bahwa diperlukan kerja sama yang baik antara Kementerian Kesehatan dan organisasi kesehatan seperti PERKI, PAPDI, dan IDAI untuk memberikan usaha promosi dan pencegahan di bidang kardiovaskular. Ia berharap agar organisasi profesi menjadi lini utama dalam perkembangan terkini di bidang kesehatan. Dengan bergemanya pukulan gong oleh perwakilan Dirjen Kesehatan RI, ketua PERKI, dan ASMIHA, symposium ASMIHA ke-25 resmi dibuka. Akhirnya, acara pembukaan ASMIHA ke-25 ditutup dengan dua buah lagu merdu, Angin Mamiri dan Di Bawah Sinar Bulan Purnama oleh Pacemaker Choir. dr. Ina Rosalina, SpA(K), M.Kes, M.H.Kes dan dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA membunyikan gong dalam pembukaan ASMIHA ke-25 S Sesi tanya jawab dalam Joint Symposium Indonesian Heart Association - ASEAN federation of Cardiology G uideline atau panduan seringkali dipakai dokter untuk menentukan tata laksana seorang pasien. Panduan yang digunakan biasanya berasal dari luar negeri. Namun, adanya perbedaan karakteristik populasi masyarakat Indonesia dengan negara lainnya menyebabkan panduan tersebut terkadang kurang cocok untuk diaplikasikan di Indonesia. Masalah ini diangkat oleh Dr. dr. Amiliana M.S, SpJP(K) dalam simposium berjudul “Valvular Heart Disease in Indonesia: Do We Need Our Own Guidelines?”. Penyakit jantung reumatik di Indonesia memiliki predominansi di mitral. Fakta ini berbeda dengan pasien di Eropa yang lebih sering mengalami gangguan di katup aorta terkait proses degenerasi. Sistem skoring penyakit katup jantung yang digunakan Amerika Serikat yaitu STS dan Eropa yaitu EURO SCORE, tidak dapat memprediksi angka mortalitas pasien di Indonesia. Kedua sistem skoring tersebut tidak memasukan poin Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) sebagai indikator fungsi ventrikel kanan. Sementara itu, sistem skoring di Indonesia memasukan TAPSE untuk populasinya. Masalah lainnya adalah distribusi fasilitas kesehatan yang tidak merata. Heart Valve Clinic (HVC) merupakan solusi yang dapat dicoba untuk diaplikasikan di Indonesia. HVC merupakan klinik khusus untuk menangani pasien dengan kelainan katup jantung. Klinik ini memiliki heart team, tim yang tersusun atas kardiologis, spesia- Pentingnya Diagnosis Tepat Hipertensi Pulmonal imposium tujuh yang diadakan di Ballroom 1 pada hari kedua ASMIHA memiliki tema “Current evidence in diagnosis and management of pulmonary hypertension”. Pembicara pertama adalah Prof. dr. Noriaki Emoto dari Universitas Kobe, Jepang, yang membawakan mengenai cara diagnosis dan tata laksana hipertensi pulmonal. Prof. Noriaki mengatakan bahwa pasien yang menderita hipertensi pulmonal seringkali terlambat didiagnosis. Manifestasi klinis dari penyakit hipertensi pulmonal antara lain dispnea, nyeri dada, pusing, dan 2 Perkembangan Panduan Tatalaksana Penyakit Katup Jantung di Indonesia Edisi II 25th ASMIHA sinkop. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah pemeriksaan EKG, radiologi, ekokardiografi, scan paru, dan angiografi pulmonal. Selanjutnya, Dr. Lucia Kris Dinarti SpPD, SpJP (K) menyampaikan mengenai hipertensi pulmonal idiopatik, dengan patogenesis berupa adanya vasokonstriksi dan adanya thrombosis in situ. Hipertensi pulmonal pada penyakit jantung bawaan (PJB) dibawakan oleh Prof. dr. Ganesja M. Harimurti SpJP (K). “Di Indonesia ada sekitar 40.000 bayi lahir dengan PJB, namun yang ditata laksana hanya 1000. Jadi, kemungkinan besar insidensi PJB dengan hipertensi pulmonal di Indonesia cukup tinggi.” tutur Prof. Ganesja. Diperlukan diagnosis dini dan tatalaksana secara cepat dan tepat untuk mencegah progresi PJB agar tidak berkembang menjadi hipertensi pulmonal. dr. Lucia Kris Dinarti, SpPD, SpJP(K) dalam simposium Current Evidence in Diagnosis and Management of Pulmonary Hypertension lis bedah jantung, dan disiplin lainnya yang berkaitan. Adanya heart team ini diharapkan dapat menjadi pengambil keputusan terakhir untuk pedoman tata laksana pasien katup jantung di Indonesia yang masih membutuhkan validasi. Sayangnya, HVC belum bisa diwujudkan. Sebelum HVC dapat terealisasi, dokter masih menjadi pemegang keputusan terakhir dalam memilih intervensi, yaitu antara teknik perkutan atau teknik bedah konvensional. MitraClip merupakan alat yang dimasukkan secara perkutan dan dapat menjepit katup mitral sehingga mengurangi derajat regurgitasi mitral. Menurut dr. Dafsah A. Juzar SpJP(K), FIHA, teknik perkutan tidak inferior dibandingkan dengan teknik bedah, namun data menunjukkan bahwa penggunaan MitraClip tidak menurunkan permintaan akan operasi. Hal ini dikarenakan rasio cost-benefit teknik perkutan tidak sepadan dengan teknik bedah. Selain itu, teknik perkutan memiliki risiko stroke akibat kalsifikasi annulus yang tergeser oleh katup prostetik. Oleh sebab itu, MitraClip diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat dioperasi. Di sisi lain, teknik bedah sudah mengembangkan metode jahitan minimal dengan sayatan hanya 4 cm. Dr. Arianto Bono Adji, SpBTKV menjelaskan bahwa metode ini dapat mengangkat kalsium sehingga tidak berisiko menyebabkan stroke. Meskipun demikian, risiko perdarahan meningkat dan rawat inap menjadi lebih lama. B A New Perspective on Hypertension, the Most Common Risk Factor of Global Death eing the most common condition seen in the medical care, hypertension becomes the ultimate risk factors in causing various complications including stroke, myocardial infarction, renal failure and death. Focusing on this topic, three inspirational speakers shared their knowledge in the joint symposium between Indonesian Heart Association (IHA) and ASEAN Federation of Cardiology (AFC) held on Friday 15th April 2016. dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP opened the symposium with the encouraging topic, “What is the ‘True’ Blood Pressure Parameter?” Blood pressure is a non-static parameters of cardiovascular risks. Several methods have been established such as Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) and Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM). Ario emphasized the 5 category of night vs noon BP which are extreme dipper, dipper, slight dipper, Discussion Session from Joint Symposium Indonesian Heart Association - ASEAN federation of Cardiology no change, and riser where people with highest increase at night has the higher chance to cardiovascular disease. Nevertheless, there is still no specific guideline addressed to these new parameters yet. Dr. Achmad Fauzi Yahya, Sp.JP(K), as the second speaker presented the attractive topic about resistant hypertension, Obstructive Sleep Apnea (OSA), and cardiovascular Disease. People with resistant hypertension is unrespon- sive to combination of appropriate lifestyle modification, diuretic, and two other antihypertensive drugs. True resistant hypertension may originate from some causes, one of which is OSA. Resistant hypertension found in people with OSA is primarily systolic and has a higher chance to worsen at night. This condition can be managed by antihypertensive drugs, spironoloactone, and continuous positive airway pressure (CPAP). “Challenge in Hypertension: Intensive vs Standard Hypertension Treatment” as the last session was given by Prof. dr. Wan Azman Wan Ahmad, the representative of AFC. He shared the latest news of the conflicting hypertension management according to SPRINT trial (2015) in 9361 hypertensive adults ≥50 years of age. The main finding was primary composite outcome of cardiovascular disease and death was reduced by approximately 25% in the intensive treatment (SBP target of <120 mmHg) group compared to the standard treatment (SBP target of <140 mmHg) group. Nevertheless, the serious adverse events are more common in the intensive group. This result shows that the benefits of intensive therapy outweigh its adverse effects. The whole symposium gave us new perspective and knowledge regarding diagnosis and management of hypertension. It did remind us that hypertension, if not detected early and treated appro- Workshop: Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kardiovaskular di Indonesia B eberapa tahun belakangan, animo peserta terhadap workshop yang diadakan oleh ASMIHA meningkat. Hal ini membuat hari pertama pelaksanaan ASMIHA ke-25 berakhir sukses. Sebanyak dua belas workshop yang dilaksanakan hari Kamis, 14 April 2016 mendapatkan respons yang baik dari peserta. Bercita-cita menciptakan pelayanan kardiovaskular yang efektif dan efisien, workshop tahun ini banyak ditujukan untuk melatih dokter umum sebagai ujung tombak pelayanan kardiovaskular. Dr. dr. Amiliana M.S, SpJP(K), selaku PIC Workshop ASMIHA ke25, mengatakan bahwa menciptakan pelayanan kardiovaskular yang baik merupakan peran semua pihak, bukan Workshop Penyakit Jantung Bawaan S Kontroversi Tatalaksana Syok Kardiogenik imposium enam pada tanggal 15 April 2016 yang berjudul Controversies in The Management of Cardiogenic Shock dilaksanakan di Mutiara Ballroom. Dr. Siska Suridanda Danny, SpJP(K), menyampaikan bahwa kestabilan hemodinamik merupakan hal terpenting untuk mempertahankan suplai oksigen dalam jaringan dalam sesi menarik berjudul “How to optimize hemodynamic management.” Revaskularisasi merupakan tujuan utama pada tata laksana syok kardiogenik. “Pemberian vasopresor tidak menciptakan kondisi reperfusi yang membaik, justru membuat kondisi infark miokard akut jika digunakan secara tidak bijak,” tutur Siska. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kondisi hemodinamik pada syok kardiogenik, dapat dilaku- kan dukungan mekanik dimana Intra Aortic Balloon Pump (IABP). Sesi kedua dilanjutkan dengan presentasi berjudul “Intra Aortic Balloon Pump: Still useful or should we bury it?” yang dibawakan oleh dr. Sunanto Ng, MSc, PhD, FIHA. Penggunaan IABP menguntungkan pada kasus syok dan pasien dengan komplikasi mekanik. Oleh karena itu, penggunaan IABP sangat dianjurkan namun harus mengikuti algoritma penggunaan IABP. Secara garis besar, kemampuan untuk mendeteksi dan mengklasifikasi syok merupakan modal penting untuk keberhasilan tatalaksana syok. Pemelihan modalitas untuk revaskularisasi segera menjadi penentu utama untuk mengembalikan stabilitas hemodinamik. S hanya kardiolog, sehingga penting untuk meningkatkan kompetensi dokter umum sebagai lini pertama pelayanan kesehatan. Respons positif dari peserta menjadi alasan bagi ASMIHA untuk menggunakan konsep yang sama tahun depan. Akhir kata, dr. Amiliana berharap workshop tahun ini memberikan dampak positif bagi peserta. Tujuannya satu : meningkatkan kaliber pelayanan kardiovaskular di Indonesia. Beliau berharap pada penyelenggaraan selanjutnya peserta tidak mendaftar terlalu dekat dengan deadline untuk menjaga mutu dari workshop. Beliau juga menantikan evaluasi dari peserta demi peningkatan kualitas pelaksanaan tahun depan. Pentingnya Peran Modalitas CCTA dan MRI dalam Revaskularisasi imposium 9 diselenggarakan oleh Working Group Tract on Cardiac Imaging di Mutiara Ballroom. Pada symposium ini, dr. Jeffrey Wirianta, SpJP menyampaikan tentang Coronary CT Angiography (CCTA) sebelum revaskularisasi dapat memberikan informasi anatomi arteri koroner. Beberapa kelainan anatomi seperti kalsifikasi yang ekstensif atau chronic total occlusion (CTO) membutuhkan alat dan strategi intervensi yang spesifik. Oleh karena itu, dalam beberapa kasus, CCTA sangat bermanfaat dalam membantu interventionist mempersiapkan strategi revaskularisasi. Pada sesi selanjutnya, dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP memaparkan pentingnya MRI dalam memastikan iskemi dan viability miokardium, sehingga dapat memprediksi apakah revaskularisasi akan memberikan keuntungan bagi pasien. Pemeriksaan iskemia dilakukan dengan sequence perfusion CMR dan pemeriksaan viability dengan LGE CMR. Pada LGE CMR dinilai transmurality yaitu persentase tebal area infark terhadap tebal total dinding miokardium. Transmurality dibagi menjadi 4 tingkat, 25, 50, 75 dan 100%. Transmurality dibawah 25%, merupakan indikasi kuat untuk dilakukan revaskularisasi, sementara diatas 75% sudah tidak layak dilakukan revaskularisasi, sedangkan antara 25-75% mungkin perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dobutamine stress cine CMR. Edisi II 25th ASMIHA 3 Galeri Foto Editor-In-Chief dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP, FIHA Sub-Editors Hiradipta Ardining Patria Wardana Yuswar Paulina Livia Tandijono Medical Writers Clara Gunawan Felix Kurniawan Heryanto Khiputra Novitasari Suryaningjati Tiroy Junita Tommy Toar Graphic Design Andreas Michael Annisaa Yuneva Anyta Pinasthika Arlinda Eraria Hemasari Robby Hertanto 1. 2. 3. 4. 5. ASMIHA ke-25 dibuka oleh dr. Daniel PL Tobing, SpJP(K), FIHA, selaku ketua ASMIHA ke-25 dr. Anwar Santoso, PhD, SpJP(K), FIHA, presiden PERKI memberikan sambutan dalam upacara pembukaan ASMIHA ke-25 Joint symposium IHA-ESC bersama dr. Pasi Karjalainen dr. Radityo Prakoso, SpJP, FIHA, konduktor Pacemaker Choir Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA memimpin diskusi bersama Dr. A. Sunarya Soerianata, SpJP, FIHA, Dr. Pasi P. Karjalainen, dan Prof. José López-Sendón, MD, PhD, FESC 6. Penampilan dari Pacemaker Choir pada upacara pembukaan ASMIHA ke-25 Photography Annisaa Yuneva Anyta Pinasthika Bagus Radityo Amien Robby Hertanto Project Management Media Aesculapius (medaesculapius@gmail. com) Testimoni Topiknya menarik: concern pelayanan kardiovaskular di berbagai daerah. Hari ini banyak joint simposium yang tidak membahas terapi tapi guideline yang mendalam dan menarik. Sangat tertarik dengan simposium besok. - dr. Eka Adip Pradipta, Jakarta Secara umum berlangsung bagus. Presentasi up to date mengenai berbagai bidang baru Bermanfaat untuk spesialis jantung dan dokter umum contohnya pulmonary hypertension saat partus yang dapat menyebabkan tromboemboli dan gagal jantung kanan. - dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K) Sekilas Hari Ini BREAKFAST SYMPOSIUM 2 Ballroom 2 (08.00 - 08.20) Current Condition HG in Indonesia: Still a Challenge forNew Beta Blocker? Nani Hersunarti PLENARY SESSION 2 Ballroom 1 (09.00 - 09.30) Pharmacoinvasive strategy in STelevation myocardial infarction management John K 4 Edisi II 25th ASMIHA PLENARY SESSION 3 Ballroom 2 (09.00 - 09.30) SYMPOSIUM 14 Ballroom 2 (12.00 - 12.20) Novel biomarkers in cardiovascular disease: Updates in 2016 Alan S Maisel LpPLA2 in development and progression atherosclerosis: Newest original findings SYMPOSIUM 19 Ballroom 2 (15.20 - 15.40) The leadless pacemaker, where are we? Dicky Hanafy SYMPOSIUM 12 Ballroom 2 (10.40 - 12.00) SYMPOSIUM 16 Ballroom 2 (14.00 - 15.20) Joint Symposium IHA-APSC Chai Ping FELLOWSHIP OF INDONESIAN HEART ASSOSIATION CONVOCATION Ballroom 2 (18.20) Joint Symposium IHA-ACC SYMPOSIUM 13 Ballroom 2 (10.40 - 11.00) Myocardial aging in women: Silent killer SYMPOSIUM 18 Ballroom 1 (16.00 - 16.20) Use of BNP in heart failure