Peranan Komisaris Independen Dalam Implementasi Good Corporate Governance Terkait Dengan Integritas Pengelola Perusahaan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya. Dalam perseroan ada organ yang disebut sebagai Organ Perseroan, yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris Perseroan terbatas merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha, yang membatasi tangung jawab pemilik modal, yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki saja sehingga bentuk usaha seperti ini banyak diminati, terutama bagi perusahaan dengan jumlah modal yang besar. Pada perseroan terbatas, pemisahan antara pemilik modal dengan pengurus perusahaan dapat terlihat dengan jelas. Fungsi masing masing pihak tidak dapat dipadukan : pemilik adalah pihak yang menyediakan modal dan pengelola adalah pihak yang memanfaatkan modal untuk menjalankan kegiatan usaha perseroan. Peran masing-masing dapat bergeser sesuai dengan besar, sifat kegiatan dan peraturan yang berlaku. Pada dasarnya, pemodal tidak dapat secara langsung berhubungan dengan pengelola terutama pada perusahaan besar, dalam keadaan inilah hubungan kelembagaan Dewan Komisaris diperlukan, sebagai suatu badan yang melakukan pengawasan terhadap pihak pemilik agar kepentingan perseroan dapat terjamin. Patut disadari, kepentingan pemilik modal tidaklah sama dengan kepentingan perseroan. Pada perkembangannya fungsi perseroan bukan lagi hanya melihat kepentingan pemegang saham dan pengurus saja, karena pemegang saham meskipun sebagai pemilik modal, haknya dapat dipindah-tangankan kepada siapa saja : kedudukannya tidak banyak berbeda dengan pemodal lainnya semisal pemilik obligasi ataupun kreditur lainnya. Oleh karena itu, kepentingan perseroan patut didahulukan di atas kepentingan pemegang saham. Berdasarkan Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD), tidak mengharuskan adanya lembaga komisaris sehingga tidak ada penjelasan bagaimana fungsi dan tugas dewan komisaris, meskipun dalam kenyataan kebanyakan perseroan yang didirikan berdasarkan KUHD selalu ada lembaga komisaris. Undang undang No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas, mengharuskan adanya kelembagaan komisaris sebagai salah satu organ perseroan. 1 Bahkan perseroan terbuka, atau perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan yang melakukan fungsi fidusia, wajib memiliki sekurang-kurangnya 2 orang komisaris. Berdasarkan UUPT sistem kepengurusan perseroan terdiri dari dua jenjang yang masing masing melakukan fungsi kepengurusan dan fungsi pengawasan. Kedudukan sebagai komisaris bukan lagi merupakan kedudukan yang tanpa risiko, karena UUPT menetapkan persyaratan yang cukup ketat bahwa bagi seseorang yang ingin menduduki jabatan sebagai komisaris. Salah satu yang dituntut adalah bahwa komisaris harus memiliki fiduciary duties terhadap perseroan mengenai kepemilikan sahamnya di perseroan. Dengan menyampaikan laporan kepemilikan saham tersebut, diharapkan dapat dicegah terjadinya tindakan mengandung benturan kepentingan yang Merugikan perseroan. Kedudukan Komisaris dalam kaitannya dengan GCG. GCG atau Good Corporate Governance adalah tata kelola perusahaan dengan baik. Sejak Indonesia masuk dalam krisis ekonomi, maka prinsip Good Corporate Governance diharapkan dapat menjadi bagian untuk pembenahan pengelolaan corporasi. Setiap emiten, direksi dan komisaris harus secara ikhlas bersedia mengubah dan menjadikan setiap gerak dari usaha mereka, telah mencerminkan prinsip tersebut. Secara formal, Good Corporate Governance hanya ditujukan bagi perusahaan yang statusnya merupakan perusahaan publik, khususnya emiten yang telah menyerap dana dari masyarakat dan memiliki saham publik yang sifatnya minoritas dan independen. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai bentuk dari pelaksanaan tanggung jawab antara perusahaan sebagai badan hukum, direksi dan komisaris sebagai pengurus dengan para pemegang saham. Caranya dengan menjalankan ketentuan Anggaran Dasar (AD) dalam rangkaian kewajiban untuk transparansi, bertanggung jawan, adil dan akuntabilitas. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance, maka dunia usaha sekarang ini, memerlukan komisaris independen yang duduk dalam jajaran pengurus perseroan. Perkembangan ini patut dapat pujian karena memperlihatkan adanya kesadaran untuk menata ulang keberadaan dan kegiatan usahanya secara baik. Diharapkan kehadiran komisaris independen tidak hanya sekedar simbol, atau hiasan belaka. Mengapa? Karena pada prakteknya, tidak jarang komisaris independen hanya diperlukan sebagai suatu schock terapy bagi orang orang yang bermaksud tidak baik terhadap perseroan. Sebagai contoh, dijaman sebelum orde reformasi, banyak pensiunan perwira tinggi yang diangkat sebagai komisaris, meskipun mereka jarang ke kantor, bahkan mereka tidak mengetahui seluk-beluk dan permasalahan bisnis perseroan. 2 Posisi Komisaris Independen dihadapkan dengan posisi Board Of Director (BOD) Secara teori dan praktek fungsi organ perseroan Board Of Director ( Direksi ) melakukan perbuatan kepengurusan, sedang fungsi Dewan Komisaris (Dekom) atau dalam bahasa asingnya biasa disebut Board Of Commisaris melakukan fungsi pengawasan, mereka melakukan segala kemampuan terbaiknya hanya untuk kepentingan perseroan. Saat ini di dalam suatu perseroan, diwajibkan mempunyai sekurang kurangnya satu orang komisaris independen, yang berasal dari luar perusahaan serta tidak mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan atau afiliasinya. Tujuan menghadirkan seorang komisaris independen adalah sebagai penyeimbang pengambilan keputusan dewan komisaris. Oleh sebab itu, harus ada tolak ukur penilaian kinerja board of director/dewan komisaris. Dalam konstruksi hukum Perseroan Terbatas, kinerja perseroan adalah indikator performa Board of Director. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa BOD menjalankan fungsi kepengurusan. Board of Directors adalah diangkat oleh pemegang saham untuk mewakili kepentingan mereka. Dengan demikian badan ini bukanlah independen, tetapi dalam setiap masalah berpihak kepada pemegang saham. Konsep ini berdasarkan pemikiran bahwa perseroan didirikan oleh pemilik sebagai pemegang saham terutama untuk kepentingannya. Kedudukan pemegang saham minoritas yang jumlahnya besar dan tersebar tidak dapat dipersatukan dan sering tidak terwakili dalam pengambilan keputusan, sehingga menyebabkan kedudukan dan kewenangannya juga kurang penting, dalam mengangkat dan menentukan siapa yang akan menjadi board of directors. Akhirnya yang menentukan keanggotan badan tersebut adalah pemegang saham mayoritas. Dalam hal ini fungsi dan efektifitas dari komisaris independen berperan, namun demikian efektifitasnya sangat tergantung dari desain, kualitas pengawasan yang patut diterapkan secara terus menerus, serta perilaku dan tanggung jawab hukum terhadap komisaris. Kedudukan komisaris independen didesain dan dituangkan dalam anggaran dasar perseroan. Keterkaitan antara aspek pengawasan dan tanggung jawab secara yuridis dalam setiap langkah usaha yang dilakukan oleh manajemen akan sangat mempengaruhi kemandirian dan keputusan yang dibuat oleh komisaris independen. Hendaknya setiap komisaris independen juga harus senantiasa memahami prinsip-prinsip dalam melaksanakan GCG / Tata Kelola Perusahaan yang baik meliputi: (1) keadilan; antara lain adanya perlindungan dan perlakuan sama kepada para pemegang saham minoritas dan juga asing. Kemudian melarang untuk pembagian pihak sendiri dan kecurangan insider trading, dan sistem remunerasi yang adil; (2) transparansi; antara lain pengungkapan informasi yang benar dan tepat tentang kondisi perusahaan secara terbuka ke semua pemangku kepentingan agar mereka tahu pasti apa yang 3 telah dan bisa terjadi. Diperlukan sistem audit yang terbuka, sistem informasi manajemen, mengembangkan teknologi informasi, dan pelaporan tahunan perusahaan bermutu yang memuat berbagai informasi yang diperlukan; (3) akuntabilitas; antara lain ada pengawasan yang efektif terhadap manajemen perusahaan yang merupakan pertanggungjawaban kepada perusahaan dan pemegang saham. Diperlukan keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, dan direksi. Ada pelaporan keuangan dengan cara dan waktu yang tepat, pertanggung-jawaban dari komisaris dan direksi, penangan konflik, dan audit efektif.; (4) tanggung jawab yakni yang mencerminkan adanya kepatuhan perusahaan pada peraturan dan undang-undang yang berlaku, penegakkan etika dan lingkungan bisnis, kedisiplinan, kesadaran dan keterlibatan sosial. Dan; (5) etika dan budaya kerja; sebagai landasan moral dan nilai-nilai integritas yang mengatur komisaris dan direksi serta pihak karyawan (manajemen dan non-manajemen). Prinsip-prinsip GCG diterjemahkan ke dalam perilaku kerja karyawan perusahaan. Dalam prakteknya, keberhasilan penerapan GCG tidaklah semudah memahami batasan atau konsepnya. Sebaik-baik prinsip-prinsip GCG dan peraturan bukanlah jaminan tidak akan timbul penyimpangan kalau tanpa adanya integritas termasuk moralitas yang baik dari individunya. Tidak jarang terjadi fenomena kesalahpahaman, kekurang-taatan (ketidakpatuhan), dan konflik peran dan fungsi pengambilan keputusan diantara para pengelola perusahaan. Kalau sudah seperti itu keberhasilan GCG sangatlah bergantung pada integritas dari para pengelola perusahaan bersangkutan. Disusun Oleh : Antonius Ketut.D.SH,MH,MKn (Pengamat Perbankan) Sumber : Berbagai Peraturan, Seminar dan Pemahaman/Pandangan Penyusun. 4