BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum diundang-undangkannya Undang-undang yang mengatur tentang Yayasan yaitu Nomor 16 Tahun 2001 di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2001 dalam Lembaran Negara (LN) tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4132 dan telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan LN No. 115 TLN 4430, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang yayasan di Indonesia.1 Pendirian Yayasan di Indonesia pada saat itu hanya berdasar pada kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas.2 1 Anwar Borahima, 2010, Kedudukan Yayasan di Indonesia: Eksistensi, Tujuan dan Tanggung Jawab Yayasan, edisi kesatu, Kencana, Jakarta, hlm.1 2 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan 1 Keberadaan Yayasan sebelum Undang-undang Yayasan Tahun 2001, landasan hukumnya tidak begitu jelas karena belum adanya aturan secara tertulis. Belum adanya peraturan tertulis mengenai yayasan berakibat tidak adanya keseragaman hukum yang dijadikan dasar bagi sebuah yayasan dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.3 Pendaftaran yayasan sebelum diberlakukannya Undang Undang tentang Yayasan pada umumnya dilakukan dengan akta Notaris. Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai akta notaris disebabkan belum adanya undang-undang yang mengatur secara khusus tentang keharusan mendirikan yayasan dengan akta tertulis, namun untuk memudahkan pembuktian, biasanya pendirian yayasan dilakukan di hadapan notaris.4 Yayasan selama ini lebih dipahami sebagai suatu organisasi sosial nirlaba atau tidak mencari keuntungan dalam kegiatannya bila seseorang atau beberapa orang akan melakukan kegiatan yang penuh idealisme serta bertujuan sosial dan kemanusiaan, biasanya bentuk organisasi yang dipilih adalah yayasan. Kegiatan sosial yang dipilih terutama menyangkut bidang kesehatan, pendidikan dan panti-panti sosial. Wadah yayasan dipergunakan oleh para pendirinya untuk melakukan berbagai kegiatan sosial untuk kepentingan umum. 3 Gatot Supramono, 2008, Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 4 Rudhi Prasetya dan A. Oemar Wongsodiwiryo, 1976. Dasar-Dasar Hukum Persekutuan, Departemen Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 65-66 4 2 Undang-undang Yayasan (UU Yayasan) isinya selain bersifat mengatur juga bersifat memaksa. Undang-Undang ini bukan hanya berlaku terhadap yayasan yang didirikan setelah Undang-undang Yayasan berlaku, melainkan berlaku pula terhadap yayasan yang lahir sebelumnya. Yayasan yang sebelum berlakunya Undang-undang Yayasan, pernah didaftarkan tetap diakui sebagai badan hukum. Hal ini merupakan hak yang telah diperoleh yayasan sebelumnya, oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku, hak tersebut tidak dapat hilang begitu saja.5 Sedangkan untuk yayasan yang tidak pernah melakukan pendaftaran ke Pengadilan Negeri dapat memperoleh status badan hukum, juga dengan syarat wajib menyesuaikan anggaran dasarnya.6 Yayasan yang telah terdaftar, oleh Undang-undang diberi jangka waktu paling lama tiga tahun sejak diberlakukannya Undang-undang Yayasan. Penyesuaian anggaran dimaksudkan agar yayasan mengikuti kaidah-kaidah Undang-undang Yayasan karena di dalam anggaran dasar akan memuat penerapan undang-undang tersebut. Penyesuaian itu wajib diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam tempo satu tahun pelaksanaan penyesuaian. Sedangkan untuk yayasan yang tidak pernah mendaftarkan, tetap wajib menyesuaikan anggaran dasarnya. Selain itu wajib pula mengajukan permohonan pengesahan 5 6 Ibid, hlm. 19 Ibid, hlm. 19 3 anggaran dasar kepada Menteri dengan waktu paling lambat satu tahun sejak Undang-undang Yayasan mulai berlaku. Sehubungan dengan itu pemerintah telah memberitahukan kepada notaris di seluruh Indonesia melalui pemberitahuan Direktorat Jenderal Administrasi Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 4 Oktober 2006 bahwa batas akhir permohonan status badan hukum yayasan dengan cara penyesuaian anggaran dasar dengan Undang-undang No. 28 tahun 2004 adalah tanggal 6 Oktober 2006.7 memenuhi persyaratan tersebut, Untuk yayasan yang tidak mendapatkan sanksi yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Yayasan itu didirikan dengan maksud idiil dan tidak untuk mencari keuntungan. Bidang Pendidikan juga salah satu bidang yang dapat dimasuki oleh bentuk Yayasan. Tujuan yayasan sekolah adalah untuk mencerdaskan bangsa, memajukan pendidikan dan atau meningkatkan mutu pendidikan.8 Sehubungan dengan tumbuh berkembangnya yayasan tanpa adanya aturan yang jelas mengatur tentang eksistensi dari yayasan sebelum diberlakukannya Undang-undang Yayasan timbul juga berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan 7 Ibid, hlm. 20 Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Cetakan Pertama, Eresco, Bandung, hlm. 176 8 4 yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum.9 Seperti halnya sengketa yayasan dengan Nomor Register No.09/Pdt.G/2004/PN.Pol yang terdaftar pada Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Polewali tanggal 2 Agustus 2004 dimana terjadi sengketa antara Pendiri dan Pengurus Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat DDI di Polman, Sulawesi Selatan dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Polewali bahwa Pengurus sebagai pihak tergugat yaitu Sahabuddin, Alif Pindi, Arif Liwa di dalam persidangan telah memenangkan sengketa yayasan tersebut dan Pendiri sebagai pihak penggugat yaitu Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi nawawi dinyatakan kalah dalam sengketa. Organisasi Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat DDI didirikan pada hari jum’at tanggal 16 Rabi’ul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 7 Februari 1947 sebagai hasil musyawarah Alim Ulama Ahlusunnah WalJamaah se-Sulawesi Selatan di Watansoppeng Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan yang disahkan berdasarkan Penetapan Menteri Kehakiman RI tanggal 15 Mei 1956 No. J.A.5/33/11. yang dimuat dalam tambahan Berita Negara RI tanggal 10 Agustus 1956 No. 64 (No. 1111956).10 DDI di dalam pengesahan tersebut berhak menjalankan penyelenggaraan pendidikan yang dilindungi oleh hukum11. 9 C.S.T Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2002, Pokok-Pokok Badan Hukum Yayasan – Perguruan Tinggi – Koperasi – Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm.30 10 Pasal 1 Anggaran Dasar Darud Da’wah Wal-Irsyad 11 Putusan Pengadilan Negeri Polewali No. 09/Pdt.G/2004/PN.Pol 5 Atas dasar penetapan Menteri Kehakiman tersebut, para pendiri dan beberapa Ulama Besar di Sulawesi Selatan, bersepakat untuk mengembangkan program pendidikan di Kabupaten Polmas dengan membuka Perguruan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Polmas dan Akademi Ilmu Pengembangan Pembangunan (AIPP) DDI Polmas dan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pengurus Besar Darud Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI) No. PB/B-II/14/XI/1981 tanggal 1 Desember 1981 memutuskan mengangkat Drs. H. Sahabuddin sebagai Dekan STKIP DDI Polmas dan Alis Pindi, BA sebagai Kepala Bidang Keuangan STKIP DDI Polmas12. Dalam memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan oleh rapat Tim Evaluasi dan Supervisi Kopertis Wilayah VII, maka pengurus menyepakati dan memutuskan untuk membuat Yayasan yang mewadahi beberapa kegiatan pendidikan sekolah dan perguruan tinggi. Pada tanggal 19 Maret 1987, Drs. H. Sahabuddin menghadap kepada Notaris Hasan Zaini Zainal, S.H. di Ujung Pandang untuk membuat akta Yayasan dengan nama Yayasan Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat YADDI yang berkedudukan di Polewali13. Dalam perjalanannya menjalankan kepengurusan mengelola kegiatan pendidikan dan perguruan tinggi di bawah YADDI berjalan dengan baik sampai ketika Drs. H. Sahabuddin menghadap di hadapan 12 13 Ibid. Ibid. 6 Puspawati, S.H. selaku Notaris di daerah Polewali Mamasa membuat suatu akta Yayasan pada tanggal 8 Desember 1993 dengan nama Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang disingkat YSTKIP yang juga berkedudukan di Polewali Mamasa. Dalam kepengurusan YSTKIP sama sekali tidak mengikut sertakan lagi nama DDI Polmas. Setelah itu, Drs. H. Sahabuddin dan Drs. H. Alis Pindi bersama-sama menghadap lagi ke Notaris Puspawati, S.H. untuk membuat akta perubahan YSTKIP menjadi Yayasan Asy’Ariyah Polewali Mandar dan terakhir berubah menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) berdasarkan SK. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas nama Menteri Pendidikan Nasional tanggal 27 April 200414. Berdasarkan akta perubahan yayasan dari Yayasan Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat YADDI kemudian menjadi Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang disingkat YSTKIP dan berubah lagi menjadi Yayasan Asy’Ariyah Polewali Mandar dan terakhir berubah menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) yang menghilangkan jejak nama Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) membuat Pengurus Besar Darud Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI), Abd. Muiz Kabri selaku Ketua Umum PB DDI dan M. Alwi Nawawi, selaku Sekretaris Jendral PB DDI menggugat kepengurusan UNASMAN ke Pengadilan Negeri Polewali. Gugatan tersebut telah melewati proses Pengadilan Negeri sampai pada 14 Ibid. 7 tingkat peninjauan kembali perkara perdata pada tingkat Mahkamah Agung (MA)15. Setelah adanya Undang-undang Yayasan yang mengatur tentang Yayasan, dan setelah yayasan yang terbentuk atau berdiri sebelum adanya Undang-undang Yayasan menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-undang Yayasan maka perlu diketahui sejauh mana hubungan antara Pengurus Besar DDI dengan Pengurus Yayasan Asy’Ariyah Polewali Mandar yang berubah menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN)16. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, penulis merumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kedudukan Pengurus Besar DDI sebagai pendiri pada Universitas Asy’Ariah Mandar (UNASMAN)? 2. Bagaimana kewenangan pengurus yayasan dalam mengubah nama yayasan STKIP DDI menjadi UNASMAN? 15 16 Ibid. Ibid. 8 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Pengurus Besar DDI sebagai pendiri pada Universitas Asy’Ariyah Mandar. 2. Untuk mengetahui kewenangan pengurus yayasan dalam mengubah nama yayasan STKIP DDI menjadi UNASMAN. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka penerapan ketentuan Undang-undang Yayasan, guna terwujudnya tanggung jawab yayasan kepada masyarakat. 2. Sebagai sumbangsih dan masukan pemikiran kepada pembaca baik dari kalangan teoritis maupun praktisi hukum, untuk penegakan undang-undang yayasan sebagaimana mestinya. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ormas (Organisasi Masyarakat) Organisasi massa atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang digunakan di Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis massa yang tidak bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. Ormas dapat dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya agama, pendidikan, sosial. 17 Pasca reformasi muncul banyak organisasi kemasyarakatan. Hal tersebut diakibatkan karena di dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-undang Dasar 1945 amandemen keempat. Pasal mengenai Hak Asasi Manusia menjiwai ketetapan-ketepan Pasal 28 C tentang hak memajukan diri dan memperjuangkan haknya secara kolektif untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Pasal 28E (2) tentang kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan bersikap seusai hati nurani, (2) hak berserikat, berkumpul dan berpendapat. Pasal 28F tentang hak berkomunikasi untuk mengembangkan pribadi & lingkungan18. 17 http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik diakses pada tanggal 26 Agustus 2012, pada jam 10.26 pm 18 http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_massa diakses pada tanggal 26 Agustus 2012, pada jam 10.30 pm 10 1. Pengertian Organisasi Masyarakat Pengertian organisasi masyarakat menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang terdapat pada Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Adapun pengertian dari organisasi masyarakat di dalam rancangan perundang-undangan tentang organisasi masyarakat adalah Organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan dan kegiatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Organisasi Masyarakat adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Manusia sebagai makhluk yang 11 selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri19. 2. Tujuan, Fungsi, dan Ruang Lingkup Organisasi Masyarakat Di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan tepatnya pada Pasal 3 ditetapkan bahwa organisasi masyarakat menentukan tujuan kemasyarakatan tersebut sesuai rangka mencapai Pembukaan tujuan masing-masing dengan nasional Undang-Undang Dasar dari organisasi sifat kekhususannya dalam sebagaimana 1945 dalam termaktub dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun tujuan organisasi masyarakat yang lebih terperinci terdapat pada rancangan perundang-undangan bahwa Organisasi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat, menjaga nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, melestarikan budaya, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, memperkuat persatuan bangsa; dan/atau mewujudkan tujuan negara. Organisasi kemasyarakatan ini juga mempunyai fungsi di dalam pembentukannya sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Adapun fungsi dari organisasi masyarakat ini yaitu organisasi masyarakat berfungsi sebagai wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya, sebagai wadah 19 http://bowandy.blogspot.com/2012/01/organisasi-masyarakat.html diakses pada tanggal 13 September 2012, pada jam 05.50 pm 12 pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi, sebagai wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional, sebagai sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah. Untuk itu, di dalam mencapai sebuah tujuan dan fungsi dari organisasi masyarakat, maka organisasi masyarakat tersebut harus memiliki ruang lingkup kegiatan dan wilayah kerja dimana wilayah kerja organisasi masyarakat mencakup nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota seperti yang terdapat pada rancangan perundangundangan tentang organisasi masyarakat tepatnya pada Pasal 7 Ayat 2. Adapun ruang lingkup kegiatan organisasi masyarakat mencakup antara lain bidang : a. Agama b. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa c. Hukum d. Sosial e. Ekonomi f. Kesehatan g. Pendidikan h. Sumber daya manusia 13 i. Penguatan demokrasi Pancasila j. Pemberdayaan perempuan k. Lingkungan hidup dan sumber daya alam l. Kepemudaan m. Olahraga n. Profesi o. Hobi; dan/atau p. Seni dan budaya. 3. Hak dan Kewajiban Organisasi Masyarakat Organisasi Kemasyarakatan memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Adapun hak dari organisasi masyarakat sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah untuk melaksanakan kegiatan demi mencapai tujuan organisasi, serta berhak untuk mempertahankan hak hidupnya sesuai dengan tujuan organisasi. Sedangkan Organisasi Kemasyarakatan berkewajiban sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah untuk mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, berkewajiban untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta berkewajiban untuk menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. 14 B. Yayasan Dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah Yayasan adalah badan atau organisasi yang bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan pendidikan yang bertujuan tidak untuk mencari keuntungan. Dalam Bahasa Belanda istilah yayasan disebut dengan (Stichtingen), adalah suatu badan hukum yang berbeda dengan badan hukum perkumpulan atau Perseroan Terbatas, dimana dalam Yayasan tidak mempunyai anggota atau persero, Yayasan adalah badan hukum tanpa diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Menurut Scholten20, Yayasan adalah badan hukum yang mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan, mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai organ yayasan. Menurutnya, yayasan adalah badan hukum yang memenuhi unsur-unsur : a. Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan hukum pemisahan. b. Mempunyai tujuan sendiri (tertentu). c. Mempunyai alat perlengkapan (organisasi). 20 Hanri Raharjo, 2009, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm.18. 15 Menurut Ultrecht dan Wirjono Prodjodikoro21, pengertian yayasan terkandung beberapa esensialnya, yaitu : a. Adanya suatu harta kekayaan b. Harta kekayaan itu merupakan harta kekayaan tersendiri tanpa ada yang memilikinya melainkan dianggap sebagai milik dari yayasan c. Atas harta kekayaan itu diberi suatu tujuan tertentu d. Adanya pengurus yang melaksanakan tujuan dari diadakannya harta kekayaan itu. Pengertian Yayasan di dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tepatnya pada Pasal 1 Ayat 1 adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Menurut Rudhi Prasetya 22, pengertian dari yayasan dari para pakar hukum maupun yang berada pada Undang-undang tidak ditemukan rumusan definisi dari yayasan itu sendiri, yang ada hanyalah esensial serta penunjukan unsur-unsur dari suatu yayasan. Dengan kata lain apa yang dirumuskan oleh undang-undang yayasan, tidak banyak berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh para pakar tersebut, hanya saja dalam undang-undang ditegaskan bahwa harta kekayaan tersebut hanya sekedar diperuntukkan untuk tujuan-tujuan di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. 21 Rudhi prasetya, 2012, Yayasan Dalam Teori dan Praktik, Cetakan pertama, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.2 22 Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 3 16 1. Cara Mendirikan Yayasan Sebelum berlakunya Undang-undang Yayasan, belum ada keseragaman tentang cara mendirikan yayasan. Pendirian yayasan hanya didasarkan pada kebiasaan di dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang cara pendirian yayasan, serta keharusan pembentukan yayasan melalui akta notaris. Akibatnya perdebatan mengenai status yayasan sebagai badan hukum atau bukan, masih terus berlangsung. Lebih parah lagi karena tidak ada suatu kententuan yang menyebutkan bahwa yayasan konkordan mengikuti hukum Belanda, apalagi di Belanda sendiri pengaturan yayasan sudah mengalami perubahan setelah Indonesia merdeka.23 Adapun beberapa syarat agar perkumpulan atau badan/badan usaha disebut sebagai badan hukum. Hal ini berkaitan dengan sumber hukum, khususnya dalam kaitannya dengan sumber hukum formal tentang syarat badan hukum yang dikaji dari sumber hukum formal memberikan beberapa kemungkinan, bahwa badan hukum tersebut telah memenuhi24 : a. Syarat berdasarkan ketentuan perundang-undangan b. Syarat berdasarkan pada hukum kebiasaan dan yurisprudensi c. Syarat berdasarkan pada pandangan doktrin 23 24 Anwar Borahima, Op. Cit., hlm.22 Chidir Ali, 1991, Badan Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 79-98 17 Namun, setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, di dalamnya telah dicantumkan dengan jelas syarat untuk mendirikan yayasan. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:25 a. Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih Setiap orang dapat mendirikan yayasan baik secara sendiri atau bersama. Orang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah perorangan maupun badan hukum. Pendirian yayasan juga tidak memandang kewarganegaraan seseorang, sehingga baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing dapat mendirikan yayasan. Namun ada perbedaan persyaratan jika yayasan didirikan oleh pihak asing. Dalam hal yayasan yang didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing maka syarat dan tata cara pendirian yayasan tersebut diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan Undang-undang tentang Yayasan dibedakan antara yayasan yang didirikan oleh orang perseorangan asing dan badan hukum asing. Bagi yayasan yang didirikan oleh orang perseorangan asing dipersyaratkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan Undang-undang tentang Yayasan sebagai berikut : 25 Anwar Borahima, Loc.Cit. hlm.38 18 1) Identitas pendiri yang dibuktikan dengan paspor yang sah 2) Yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang asing bersama dengan orang Indonesia, salah satu anggota pengurus yang menjabat sebagai ketua, sekretaris, atau bendahara wajib dijabat oleh warna negara Indonesia. 3) Anggota pengurus yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang asing bersama orang Indonesia wajib bertempat tinggal di Indonesia. 4) Anggota pengurus yayasan yang berkewarganegaraan asing harus memegang izin melakukan kegiatan atau usaha di Wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara. Ketentuan ini tidak berlaku bagi pejabat corps diplomatik beserta keluarganya yang ditempatkan di Indonesia. b. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya Perbuatan hukum atau badan hukum sebagai pendiri suatu yayasan untuk memisahkan kekayaan yang kemudian dijadikan sebagai kekayaan awal yayasan merupakan elemen penting dalam pendirian yayasan. Dengan pemisahan kekayaan, maka hubungan antara pendiri dengan kekayaan terputus. Oleh karena itu, pendiri yayasan bukanlah pemilik yayasan yang didirikan, sehingga di dalam Undang-undang yayasan tidak dikenal dengan istilah pemilik. 19 c. Harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Pembuatan akta untuk mendirikan yayasan telah lama dilakukan jauh sebelum Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan diundangkan. Pembuatan akta pendirian yayasan dilakukan oleh pendiri atau orang lain yang mendapatkan kuasa dari pendiri. Akta pendirian yayasan memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu, seperti nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan pendiri, pembina, pengurus, dan pengawas. d. Harus memperoleh pengesahan Menteri. Yayasan memperoleh dapat memperoleh status badan hukum setelah status badan hukum mendapatkan pengesahan dari setelah akta pendirian Menteri, dimana Pengesahan Menteri yang dimaksudkan disini adalah pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus secara tanggung renteng. 20 e. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Permohonan untuk pengumuman diajukan oleh pengurus yayasan atau kuasanya26. Selama pengumuman belum dilakukan, maka pengurus yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian yayasan. f. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain, atau bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesamaan nama dengan yayasan lain, hal ini berkaitan dengan perlindungan merek. Larangan ini dimaksudkan agar tidak menyesatkan masyarakat atau pihak lain yang berkepentingan atau berhubungan dengan yayasan. Yang dimana selama ini sering kali dijumpai persamaan nama beberapa yayasan walaupun kegiatan dan tujuannya berbeda. g. Nama yayasan harus didahului dengan kata yayasan. Persyaratan ini dimaksudkan untuk lebih memberikan penegasan identitas bagi yayasan. Ketentuan ini sama dengan penyebutan untuk Perseroan Terbatas (PT), Firma (Fa), atau Perseroan Komanditer (CV). 26 Pasal 24 Ayat 1 Undang-undang yayasan 21 2. Anggaran Dasar Yayasan Anggaran dasar adalah seperangkat peraturan-peraturan yang diadakan waktu pendirian yayasan, yang dipakai sebagai acuan aturan permainan yang harus dipatuhi dalam gerak dan kegiatan yayasan.27 Anggaran dasar merupakan bagian dari isi akta pendirian yayasan (Pasal 14 Ayat (1) Undang-undang Yayasan). Anggaran dasar itu sendiri sebagai aturan dasar yayasan yang wajib dipatuhi oleh Organ Yayasan, yaitu Pembina, Pengurus dan Pengawas. Anggaran dasar baru berlaku setelah akta pendirian yayasan disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.28 Anggaran dasar pada awalnya dibuat oleh pendiri yayasan, dibuat bukan mengikuti kemauan dari oendirinya, melainkan harus dibuat mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Yayasan. Begitupun notaris dalam menuangkan dalam akta mengenai anggaran dasar ini, juga tidak terlepas dari ketentuan Undang-undang Yayasan dan Undang-undang Jabatan Notaris.29 Mengenai apa saja yang harus dimuat di dalam anggaran dasar sebuah yayasan, Pasal 14 Ayat (2) 27 Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 13 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 48 29 Ibid, hlm. 48 28 22 UU Yayasan mengatur bahwa isinya paling kurang memuat tentang halhal sebagai berikut:30 a. Nama dan tempat kedudukan. b. Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. c. Jangka waktu pendirian. d. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda. e. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan. f. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, pengurus dan Pengawas. g. Hak dan kewajiban anggota Pembina, pengurus, dan pengawas. h. Tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan. i. ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar. j. Penggabungan dan pembubaran yayasan. k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan setelah pembubaran. 30 Ibid, hlm. 48-49 23 3. Organ Yayasan Yayasan tergolong sebagai subjek hukum, hanya saja ia bukan subjek hukum dalam wujud manusia alamiah, melainkan ia merupakan subjek hukum yang berwujud badan yaitu badan hukum. Maka sudah tentu subjek hukum yang berwujud badan ini, tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Sebagai subjek hukum badan, ia tidak dapat menjalankan sendiri apa yang harus dilakukan oleh badan tersebut. Maka dengan demikian diperlukan alat perlengkapan (yang dinamakan organ) yang berwujud manusia alamiah untuk mengurus dan bertindak mewakili badan ini.31 Yayasan sebagai sebuah badan hukum dapat dibebani hak dan kewajiban, sehingga untuk bisa dibebani hak dan kewajiban, yayasan memerlukan perangkat yang disebut dengan organ yang mengurus dan bertindak atas nama yayasan. Seperti halnya badan hukum Perseroan Terbatas (PT), di dalamnya terdapat 3 (tiga) organ yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris yang masing-masing memiliki fungsi dan kewajiban dan saling berkerja sama mengurus perseroan terbatas sesuai denga tugasnya masing-masing. Untuk yayasan, alat perlengkapannya atau organnya telah ditentukan dalam Pasal 28 - Pasal 47 Undang-undang Yayasan yaitu Pembina, Pengurus dan Pengawas. 31 Rudhi Prasetya, Loc.Cit., hlm. 11. 24 a. Pembina Sama halnya dengan perseroan dan koperasi, pada yayasan alat perlengkapannya yang bernama Pembina merupakan organ tertinggi seperti Pembina pada Rapat Umum Pemegang Saham di dalam perseroan. merupakan organ tertinggi dibandingkan dengan alat perlengkapan yayasan lainnya yaitu pengurus dan pengawas. 32 Kedudukan Pembina sebagai organ tertinggi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 Ayat (1) Undang-undang Yayasan, bahwa Pembina mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus dan pengawas oleh Undang-undang Yayasan atau anggaran dasar. Dengan ketentuan tersebut, kewenangan itu harus dilakukan oleh Pembina itu sendiri karena tidak mungkin dapat diserahkan oleh organ yayasan lain seperti untuk mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas33. Selaku organ tertinggi memiliki kewenangan untuk menilai hasil pekerjaan pengurus dan pengawas setiap tahun, hal ini tampak dalam laporan tahunan yang ditandatangani oleh pengurus dan pengawas, kemudian disahkan dalam Rapat Pembina. Rapat Pembina dapat saja menolak pengesahan jika laporan tersebut isinya ternyata tidak benar. 34 32 Gatot Supramono, Loc.Cit., hlm. 75 Ibid, hlm. 75-76 34 Ibid, hlm. 76 33 25 Untuk menjadi anggota Pembina tidak dilakukan pemilihan tetapi pengangkatan. Pengangkatan anggota Pembina dilakukan dengan berdasarkan rapat anggota Pembina. Adapun orang-orang yang dapat diangkat menjadi anggota pembina diatur di dalam Pasal 28 ayat 3 undang-undang yayasan adalah orang perseorangan sebagai pendiri yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Mengenai siapa yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina, menurut UU terdapat alternative sebagai berikut:35 1) Pendiri yayasan selaku pribadi, atau 2) Orang yang bukan pendiri yayasan, atau 3) Pendiri yayasan selaku peribadi dan orang yang bukan pendiri yayasan. Orang yang bukan pendiri yayasan dapat diangkat sebagai anggota pembina, diseleksi dulu dalam rapat anggota pembina dengan melakukan penilaian bahwa mereka mempunyai dedikasi yang tinggi dalam memperhatikan maksud dan tujuan yayasan36. Adapun kewenangan pembina yang diatur di dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Yayasan adalah sebagai berikut : 1) Mengambil keputusan mengenai perubahan anggaran dasar 35 36 Ibid, hlm. 76 Ibid, hlm. 76 26 2) Melakukan pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas 3) Memberikan penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan 4) Mengesahkan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan 5) Mengambil keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan Kelima kewenangan tersebut di atas dilakukan dengan cara melalui rapat anggota pembinaa, karena pembina merupakan lembaga yang tidak mungkin setiap anggotanya dapat dilakukan sendiri-sendiri. Adapun rapat pembina yang ditetapkan di dalam Pasal 30 ayat 1 Undang-undang Yayasan adalah sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dimana di dalam Undang-undang tidak membatasi rapat yang diadakan dalam setahun, hal tersebut diserahkan kepada itikad baik para anggota pembina yayasan. b. Pengurus Pengurus merupakan organ eksekutif dalam yayasan, karena pengurus yang melakukan pengurusan baik di dalam dan di luar yayasan. 27 pengurus menjalankan roda yayasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.37 Di dalam undang-undang yayasan tidak banyak menetapkan mengenai persyaratan seseorang untuk menjadi pengurus yayasan, undang-undang hanya memberikan satu syarat saja, yaitu pada ketentuan Pasal 31 ayat 2 menetapkan bahwa yang dapat diangkat sebagai pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.38 Orang yang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum dalam Pasal 1330 KUH Perdata dilihat dari segi usia dan dari segi kesehatan jiwa. Mengenai segi usia sudah jelas telah dewasa. Menurut Undang-undang adalah telah dewasa adalah yang telah berusia 18 tahun. Dengan sudah menginjak umur tersebut, maka dianggap seseorang itu telah cakap bertindak secara hukum.39 Kemudian tentang kesehatan jiwa, bahwa yang bersangkutan harus sehat rohaninya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya secra hukum, yang apabila orangorang yang sakit ingatan, lemah pikirannya, sehingga jika mereka bertindak di dalam hukum, perbuatannya sulit dipertanggungjawabkan. Orang yang demikian tidak cakap untuk bertindak dan berada di bawah pengampuan.40 37 Ibid, hlm. 82 Ibid, hlm. 82-83 39 Ibid, hlm. 83 40 Ibid, hlm. 83 38 28 Menurut Gatot Supramono, syarat tersebut masihlah kurang. Menurutnya, jika dilihat dari kehendak Undang-undang yayasan itu sendiri menginginkan agar yayasan dapat dikelola secara profesional maka dari itu dibutuhkan orang yang berkualitas sehingga syarat-syarat tersebut dinilai masih kurang dan perlu ditambah sehingga orang yang diangkat menjadi pengurus benar-benar mampu mengurus yayasan dengan baik. Beberapa syarat yang kiranya dapat dijadikan sebagai tambahan antara lain yaitu pendidikan. Latar belakang pendidikan merupakan salah satu syarat yang tergolong banyak mempengaruhi cara dan keberhasilan suatu pekerjaan yang dilakukannya. Semakin tinggi pendidikannya mempengaruhi seseorang terhadap cara pandang yang semakin luas dan cara berpikir logis, memiliki kecepatan untuk mengatasi masalah, serta bertanggung jawab yang tinggi pula41. Anggota pengurus yang telah diangkat dalam rapat pembina, memiliki masa jabatan yang terbatas seperti pada umumnya yang berlaku pada pejabat negara/pemerintah maupun pejabat perusahaan (perseroan terbatas). Di dalam Pasal 32 ayat 1 ditetapkan bahwa pengurus yayasan mempunyai masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat kembali. Akan tetapi setelah terjadi perubahan undang0undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 teryata Pasal 32 ayat 2 tidak 41 Ibid, hlm. 83-84 29 membatasi lagi hal tersebut dan diserahkan kepada ketentuan anggaran dasar yayasan.42 Selama pengurus dapat menjalankan tugasnya dengan baik, mungkin tidak ada permasalahan, sebaliknya jika pengurus di dalam menjalankan tugasnya ternyata dinilai pembina dapat merugikan yayasan, maka anggota yang berangkutan dapat diberhentikan dalam rapat pembina sebelum masa jabatan pengurus berakhir.43 Adapun di susunan kepengurusan yayasan di dalam Pasal 32 ayat 2 undang-undang yayasan telah jelas mengatur bahwa susunan pengurus yayasan minimal harus ada tiga orang yang menduduki jabatan yaitu seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara. Adapun apabila terjadi pengembangan susunan pengurus tersebut dapat dituangkan dalam anggaran dasar yayasan agar semua perangkat yayasan menjadi terikat. c. Pengawas Pengertian pengawas di dalam Pasal 40 Undang-undang nomor 16 tahun 2001 dan Pasal 24 anggaran dasar bahwa organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Jadi dalam pemikirannya, perlu ada suatu mekanisme dimana pengurus dalam menjalankan kegiatannya 42 43 Ibid, hlm. 86 Ibid, hlm. 87 30 terkontrol hingga pengurus tidak bertindak sewenang-wenang dan atau merugikan yayasan. Dalam hubungan inilah maka perlu adanya pengawas tersebut sebagai organ pengontrol pengurus44. Oleh karena itu, adanya pengawas ini mutlak adanya. Dalam hubungan apa yang terurai di atas, dalam Pasal 27 Anggaran Dasar dirumuskan wewenang dan atau kekuasaan pengawas, yaitu 45 : 1) Pengawas berwenang untuk a) memasuki bangunan, halaman, atau tempat lain yang dipergunakan yayasan; b) memeriksa dokumen; c) memeriksa pembukuan dan mencocokkannya dengan uang kas atau d) mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh pengurus; e) memberi peringatan kepada pengurus. 2) Pengawas dapat memberhentikan untuk sementara satu orang atau lebih pengurus apabila pengurus tersebut bertindak bertentangan dengan anggaran dasar dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keberadaan organ pengawas dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan yayasan. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa motif pendirian yayasan bermacam-macam, diantaranya sebagai alat untuk menghindari pajak. Di samping itu semakin banyak yayasan yang 44 45 Rudhi prasetya, Loc.Cit., hlm 20 Ibid, hlm. 20 31 melakukan kegiatan usaha yang mengejar laba, dan semakin seringnya penipuan berkedok yayasan. Tidak dapat disangsikan bahwa ada beberapa yayasan didirikan untuk kepentingan pendirinya dan dalam beberapa kasus memperlihatkan adanya penipuan atau kecurangan. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan landasan bahwa yayasan merupakan alat untuk melakukan kecurangan/penipuan karena jauh lebih banyak yayasan yang sungguh-sungguh bertujuan sosial dan kemanusiaan.46 Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi pengawas yaitu sebagai berikut47 : 1) Orang perorangan 2) Mampu melakukan perbuatan hukum 3) Bukan pembina atau pengurus yayasan tersebut 4) Tidak pernah dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, masyarakat, dan negara berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap 5) Anggota pengawas yayasan yang berkewarganegaraan asing harus memegang izin melakukankegiatan atau usaha di 46 47 Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 234 Ibid, hlm. 214 32 wilayahnegara Republik Indonesia dan memegang Kartu Izin Tinggal Sementara Pengawas yayasan diangkat dan diberhentikan berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka waktu 5 tahun dan kemungkinan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama berakhir untuk masa jabatan berikutnya, apabila ditentukan dalam anggaran dasar. Dari syarat yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa persyaratan untuk organ yayasan dibagi atas dua yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum yaitu orang perorangan, tanpa persoalan apakah seseorang tersebut warga negara Indonesia atau bukan. Sedangkan syarat khusus yaitu mempunyai dedikasi tinggi, mampu melakukan perbuatan hukum, dan tidak pernah dihukum dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap48. C. Sejarah Lahirnya DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) Darud Da’wah Wal Irsyad atau yang dikenal dengan sebutan DDI adalah suatu Organisasi Masyarakat Islam yang dibentuk oleh beberapa Alim Ulama di Indonesia, yang memberi peranan dalam fungsi mengajak manusia ke jalan yang benar dan membimbingnya menurut ajaran Islam ke arah kebaikan dan mendapatkan keselamatan Dunia Akhirat. Berdasarkan namanya, DDI merupakan singkatan dari Darud Da’wah Wal Irsyad yang berarti pemberian nama demikian adalah 48 Ibid, hlm 217 33 merupakan tafawul dalam rangka menyebarluaskan dakwah dan pendidikan dengan pengertian, darud = Rumah, artinya tempat atau setrum penyiaran, Da’wah = Ajakan, artinya panggilan memasuki rumah tersebut. Al Irsyad = petunjuk, artinya petunjuk itu akan di dapat melalui proses berdakwah lebih dahulu di suatu daerah kemudian diusul pendidikan pesantren atau madrasah49. 1. Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang. Salah satu Madrasah (Lembaga Pendidikan) tertua dan dikenal masyarakat di Sulawesi Selatan adalah Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang Wajo yang didirikan pada bulan Zulkaeddah 1348 H atau bertepatan bulan Mei 1930 M oleh Anregurutta K.H.M. As’ad yang baru saja kembali dari Mekah pada tahun 1928 setelah menyelesaikan masa belajarnya pada Madrasah Al Falah Mekah.50 Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang Wajo mula berdirinya hanya merupakan pengajian pesantren yang pelaksanaannya mengambil tempat di rumah kediaman beliau. Setelah santrinya bertambah banyak tempat pelaksanaan pengajiannya dipindahkan ke Mesjid Jami Sengkang dan dalam perkembangan lebih lanjut didirikan pula dalam bentuk 49 http://achie88yazid.blogspot.com/2012/07/sejarah-kebangkitan-dan-perkembangan.html diakses pada tanggal 27 Agustus 2012 pada pukul 1.31 am 50 Ibid 34 pendidikan formal yakni sistem Madrasah yang pengaturannya dipercayakan kepada K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle.51 Madrasah Arabiyah Islamiyah Sengkang tidak berkembang secara meluas sebab oleh pendirinya tidak dibenarkan membuka cabang di daerah-daerah. Hal disebabkan oleh kehawatiran beliau terahadap ketidak mampuan mengkordinirnya sehingga dapat memberikan citra yang kurang baik terhadap MAI Sengkang termasuk dalam hal ini menjaga mutunya. Namuan demikian berkat pembinaan yang dilakukan oleh K.H. M.As’ad baik, maka dari MAI Sengkang inilah lahir ulama-ulama penting di Sulawesi Selatan, misalnya K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle, K.H.M. Daud Ismail, K.H. Muh. Abduh Pabbajah, K.H.M.Yunus Maratan dan lainlainnya.52 Setelah berselang beberapa saat lamanya setelah K.H.M. As’ad meninggal yaitu pada hari Senin 12 Rabiul Akhir 1372 H yang bertepatan dengan 29 Desember 1952 dalam usia 45 tahun maka untuk mengenang jasa-jasa beliau, MAI Sengkang diintegrasikan menjadi Perguruan As’adiyah. Ini terjadi pada tanggal 25 Sya’ban 1372 H yang bertepatan dengan 9 Mei 1953 berdasarkan hasil mufakat dari musyawarah yang dilakukan oleh kalangan warga MAI Sengkang pada waktu itu.53 Pada masa setelah perubahan nama inilah As’adiyah mengalami perkembangan lebih meluas karena pembukaan cabang-cabang di daerah 51 Ibid Ibid 53 Ibid 52 35 sudah ditensifkan yang semula tidak dibenarkan. Kini As’adiyah sudah memiliki madrasah dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai pada tingkat Perguruan Tinggi.54 2. Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso Diantara yang berulang kali mengajukan permohonan kepada K.H. M. As’ad selaku pimpinan MAI Sengkang agar dapat didirikan pesantren Madrasah MAI di daerahnya adalah H.Andi Muh.Yusuf Andi Dagong Kepala Pemerintahan Swapraja Soppeng Riaja bersama kadhinya yang bernama H.Kittab dengan mengajukan usul calon pimpinan perguruan yang akan didirikan adalah K.H. Abd.Rahman Ambo Dalle. Terdapat pula daerah lain yang sering mengajukan usul yang serupa yaitu Pare-pare dan Palopo.55 Permohonan ini pada mulanya selalu ditolak oleh K.H. M.As’ad karena menurut beliau kepindahan K.H. Abdul Rahman Ambo Dalle, sebagai pembantu terdekatnya dalam membina pesantren madrasah dapat menghambat kemajuan MAI Sengkang yang merupakan sentral pendidikan dan pengajaran Islam di Sulawesi Selatan pada waktu itu. Oleh karena permohonan terus-menerus oleh mereka, maka dengan hati berat pada akhirnya K.H. M As’ad menyerahkan masalahnya kepada K.H. Abd Rahman Ambo Dalle, apakah permintaan Arung Soppeng Riaja dan masyarakatnya itu dipenuhi atau ditolak. Dengan pertimbangan demi 54 55 Ibid Ibid 36 untuk kepentingan pendidikan ummat Islam permohonan tersebut diterima oleh K.H. Abd Rahman Ambo Dalle.56 Setelah K.H. Abd Rahman Ambo Dalle berada di Mangkoso ibukota Swapraja Soppeng Riaja sebagai tempat tugasnya yang baru, maka setelah diadakan seleksi/testing terhadap calon santri pada tanggal 11 Januari 1938 bertepatan dengan hari Rabu 20 Zulkaedah 1357 H. Berdasarkan hasil evaluasi testing itu, dibuatlah tiga tingkatan sekaligus yaitu tingkatan Tahdiriyah, Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. 57 Hal ini dimungkinkan karena beberapa santri senior beralih juga ke Mangkoso disamping adanya santri-santri yang dahulunya terpusat ke MAI Sengkang sekarang sebahagian beralih ke Mangkoso. Disini terlihat bahwa apa yang menjadi kehawatiran K.H.M. As’ad atas kepindahan K.H.Abd Rahman Ambo Dalle akan membawa pengaruh atas perkembangan MAI Sengkang bener-benar terbukti.58 Adapun nama pesantren Madrasah yang didirikan ini diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) identik dengan nama pesantren madrasah yang diasuh oleh K.H.M.As’ad di Sengkang Wajo, sekalipun bila dilihat dari sudut organisatoris dan administratif antara keduanya tidak ada hubungan struktural yang formil. Ini disebabkan oleh kepemimpinan 56 Ibid Ibid 58 Ibid 57 37 K.H.M.As’ad yang tetap tidak mau membenarkan adanya cabang MAI Sengkang di daerah-daerah.59 Pembina utama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso pada awal berdirinya adalah H.Andi Tobo petta Gowa dan H.M.Yusuf Andi Dagong yang telah menyediakan dana logistik untuk pembiayaan MAI dalam rangka menjamin perkembangannya. Sedangkan pimpinan pesantren/madrasah sekaligus juga sebagai penanggung jawab penuh berada di tengah K.H.Abd Rahman Ambo Dalle.60 Dalam perkembangan MAI selanjutnya dengan melihat melimpahnya santri dan telah banyaknya tamatan Tsanawiyah MAI, maka pada tahun 1947 dibukalah Aliyah Lil Banin MAI khusus untuk laki-laki dan dalam pengembangan selanjutnnya pada tahun 1944 didirikan pula Aliyah Lil Banat MAI khusus untuk putri.61 Dalam pengembangan MAI Mangkoso terdapat peluang yang cukup baik sebab kebijaksanaan K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle adalah membenarkan berdirinya MAI di daerah-dearah. Maka berdirilah MAI di daerah tertentu atas permintaan masyarakat setempat yang tercermin pada tiga komponen penunjangnya yaitu rakyat, pegawai syara’ dan unsur pemerintahan. Diantaranya cabang tertua itu adalah cabang Bonto-bonto Pangkep, Paria Wajo, Kulo Sidrap dan Soppeng. Hal ini erat kaitannya 59 Ibid Ibid 61 Ibid 60 38 dengan muballigh-muballigh MAI yang dikirim ke daerah-daerah atas permintaan masyarakat setempat baik untuk menjadi da’i maupun untuk menjadi qurra’/huffatz yang dijadikan imam shalat tarwih selama bulan Ramadhan berlangsung.62 Pada saat pendudukan Jepang dimana sekolah-sekolah berada dalam pengawasan Jepang, maka pada saat itu pesantren/madrasah MAI Mangkoso tetap berjalan dengan merobah tempat belajarnya. Kalau dahulunya sebelum ada pengawasan pemerintah pendudukan Jepang, tempat belajar dilakukan di kelas-kelas, maka dalam keadaan darurat ini pelaksanaan pelajaran dilakukan di mesjid-mesjid dan rumah-rumah di mana guru itu berada. Semua kelas dibagi-bagi kemudian diserahkan kepada seorang guru untuk bertanggung jawab terhadap kelas yang merupakan kelompok studi itu dan dapat memilih tempat belajar dimana di rasa aman dan dapat memuat kelompoknya.63 3. Peralihan MAI Mangkoso menjadi DDI Sebagai realisasi dari keputusan musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah se Sulawesi Selatan tentang perlunya di bentuk suatu Organisasi guna lebih meningkatkan fungsi dan peranan MAI Mangkoso, maka muncullah beberapa usul tantang nama bagi organisasi yang akan di bentuk itu. Antara lain usul dari K.H. Muh.Abdullah Pabbajah dengan 62 63 nama “Nasrul Haq” dari Ustadz H.Muh.Thaarir Usman Ibid Ibid 39 mengusulkan nama “Al-Urwatul wusqa” sementara Syeikh Abd. Rahman Firdaus mengusulkan nama Darud Da’wah Wal Irsyad. Setelah di musyawarahkan, maka yang di sepakati secarah bulat adalah nama Darud Da’wah Wal Irsyad.64 Berdasar pada argument yang di sebut diatas, maka Darud Da’wah Wal Irsyad pada hakekatnya adalah suatu organisasi yang mengambil peran dalam fungsi mengajak manusia ke jalan yang benar dan membimbingnya menurut ajaran Islam kea rah kebaikan dan mendapatkan keselamatan Dunia Akhirat.65 Untuk terwujudnya organisasi ini dan agar dapat segera memulia kegiatan-kegiatannya, maka oleh peserta musywarah Alim Ulama di amanatkan kepada K.H. Abd Rahman Ambo Dalle selaku pimpinan MAI yang telah memiliki cabang di beberapa daerah untuk mengambil prakarsa seperlunya. Segera K.H. Abd Rahman Ambo Dalle segera menjalankan amanah yang diembannya ini dengan mengundang guruguru MAI beserta utusan cabang-cabang MAI dari daerah-daerah agar segera datang ke Mangkoso untuk menghadiri musyawarah yang di adakan pada bulan sya’ban 1366 H. (1947 M.). Musyawarah ini sengaja di adakan untuk menyususn aktivitas (program) yang akan dilakukan untuk 64 Tulisan Darud Da’wah Wal Irsyad ditetapkan demikian, sebagai pengecualian dari tata cara penulisan ejaan Bahsa Indonesia yang disempurnakan yang diberi tanda (‘)mpada kata Da’wah. Alasannya karena ini merupakan sebuah nama (bukan kalimat sapaan biasa) untuk lembaga Islam yang kental dengan nuansa arab sehingga tida perlu mengikuti kaedah ejaan Bahasa Indonesia. 65 Anonim, Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) dalam Simpul Sejarah Kebangkitan dan Perkembangan, hlm. 9 40 mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam musyawarah di watansoppeng. Beberapa waktu sebelumnya. Memperhatikan kedua musyawarah ini, maka dapat dimengerti kalau pada asasnya MAI Mangkoso adalah cikal bakal berdirinya sebuah organisasi yang sampai kini di kenal dengan nama DDI.66 66 Ibid 41 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian adalah salah satu upaya untuk mengetahui lebih jelas mengenai permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan metode ilmiah secara sistematis untuk memberikan pengetahuan yang benar dan objektif mengenai gejala sosial di dalam masyarakat yang ditinjau dari segi hukum yang berlaku. Penelitian ini sangat penting dalam penyusunan karya ilmiah, baik itu di dalam penyusunan skripsi ini karena inti permasalahan akan dianalisis kemudian dibahas sesuai kenyataan yang ada di lapangan. A. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melaksanakan penelitian di Wilayah Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat tepatnya pada Universitas Asy’Ariyah Mandar. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan alasan Universitas Asy’Ariyah Mandar sebagai yayasan perguruan tinggi yang bersengketa dengan Ormas DDI dalam mengubah nama yayasan STKIP DDI. 42 B. 1. Jenis dan Sumber Data Jenis Data. Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli tanpa melalui media perantara yang berupa opini subyek, baik secara individual ataupun kelompok dari responden dengan menggunakan pedoman wawancara b. Data sekunder, yaitu data yang sudah tersaji secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh pihak lain ) yaitu melalui buku-buku, dokumen-dokumen, artikel Internet serta peraturan perundang-undangan yang berlaku). 2. Sumber Data Data yang diperoleh bersumber dari : a. Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap obyek yaitu pada Universitas Asy’Ariyah Mandar. b. Penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca literatur atau kepustakaan yang mempunyai hubungan dengan obyek yang diteliti. c. Penelitian dengan mengkaji Putusan Pengadilan Negeri Polewali Mandar, Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai perkara pihak DDI dengan pihak UNASMAN. 43 C. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulan data yang dibutuhkan di dalam penulisan skripsi ini, dilakukan tehnik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Melakukan observasi lapangan, dengan cara melakukan pengamatan terhadap aktivitas dari obyek yang diteliti. 2. Melakukan wawancara, kegiatan ini penulis lakukan terhadap pihakpihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang terkait dengan permasalahan antara pihak DDI dengan pihak Universitas Asy’Ariyah Mandar, seperti Pengurus besar DDI tepatnya yaitu dengan Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi nawawi sebagai pihak penggugat, Pengurus Universitas Asy’Ariyah Mandar yaitu tepatnya pada Sahabuddin, Alif Pindi, Arif Liwa sebagai pihak tergugat serta Puspawati, S.H. sebagai Notaris yang melakukan pembuatan Akta pergantian nama yayasan, serta pihak-pihak lainnya. D. Analisis Data Dalam menganalisis data yang sudah dikumpulkan, penulis akan menggunakan analisis secara kualitatif dengan cara menganalisis ketentuan perundang-undangan yang ada mengatur yayasan, kemudian didiskripsikan guna menghasilkan pembahasan yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi ilmiah maupun dari segi hukum. 44 BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Pengurus Besar DDI sebagai pendiri pada Universitas Asy’Ariah Mandar (UNASMAN) Lembaga Yayasan adalah suatu pranata sosial yang sangat diperlukan untuk mendukung visi, misi, dan tujuan pembentukan suatu Negara yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu karakteristik yayasan adalah bahwa tujuan yayasan adalah sebagai suatu harta yang ditersendirikan yang merupakan wadah saluran amal para penyandang dana untuk mencapai tujuan yayasan seperti dimuat dalam Anggaran Rumah Tangga. Yayasan sebagai foundation/stichting adalah harta yang ditersendirikan yang meskipun ada pengurus akan tetapi lembaga yayasan sebagai pranata sosial tersebut meski memiliki pengurus akan tetapi badan hukum yayasan sudah tidak memiliki pemilik dan anggota67. Adapun pendapat dari Anwar Borahima, Salah satu Guru Besar di Universitas Hasanuddin bahwa Tujuan dari pembentukan yayasan itu adalah harus Idiil, tidak boleh bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepentingan umum. Tujuan itu tidak boleh diarahkan pada pencapaian keuntungan atau kepentingan kebendaan lainnya bagi pendirinya. Dengan demikian tidak diperkenankan pendirian 67 H.P.Panggabean, 2012, Praktik Pradilan menangani kasus aset yayasan(termasuk aset keagamaan)dan upaya penanganan sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa, Jala Permata, Jakarta, hlm.xix. 45 suatu yayasan yang pada hakikatnya bertujuan sebagai suatu badan usaha perdagangan. Berdagang mengandung bukan hanya harapan untuk mendapatkan kemungkinan dan keuntungan, resiko untuk akan tetapi menderita juga mengandung kerugian, sedangkan memperoleh kerugian bukanlah termasuk kepada hak yayasan. Jadi pada awalnya yayasan ini didirikan dengan tujuan idiil/sosial, dan tidak mencari keuntungan. Para pendiri bebas untuk mengaturnya sesuai dengan kehendaknya, yang harus dijaga adalah yayasan tidak boleh berubah menjadi perkumpulan68. Apapun motif untuk mendirikan yayasan , di dalam Undang-undang Yayasan didalam Pasal 1 angka 1 jelas diatur bahwa tujuan dari yayasan adalah di bidang sosial, keagamaan dan kemanusian. Sudah menjadi pendapat umum bahwa kegiatan pendidikan termasuk di dalam kategori kegiatan sosial, masuk di dalam tujuan sosial kemanusiaan, tanpa mempersoalkan asal penerimaan sumbangan pendidikan, atau dengan kata lain sumber penghasilannya, tetapi yang terpenting adalah tujuannya. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang paling banyak menggunakan bentuk badan hukum yayasan, karena diwajibkan memang dalam bentuk yayasan. Tujuannya adalah untuk mencerdaskan bangsa, memajukan pendidikan, dan/atau meningkatkan mutu pendidikan69. 68 69 Anwar Borahima, Op. Cit., hlm.88 Ibid, hlm 90 46 Untuk melakukan fungsi sehingga yayasan dapat mencapai tujuannya yang filantropis, kama dibutuhkan dana yang cukup. Persoalan dana ini merupakan hal yang paling urgen bagi yayasan, apalagi yayasan tersebut tidak mempunyai sumber penghasilan tetap. Berbeda halnya jika yayasan itu telah mempunyai banyak deposito di Bank, sebab hanya dengan bunga deposito mereka dapat membiayai kegiatannya. Demikian pula jika ada donatur tetap bagi yayasan, maka dana tidak menjadi soal bagi yayasan tersebut70. Di Negara yang sudah maju, pada umumnya yang menjadi sponsor atau yang bertindak sebagai donatur adalah para pengusaha besar (Konglomerat). Hanya saja tidak semua negar menentukan jumlah minimal kekayaan yang harus dipisahkan. Sebelum berlakunya Undangundang Yayasan di Indonesia, tidak ada batas minimal yang ditentukan, tetapi biasanya dalam praktik, besarnya kekayaan dipisahkan dicantumkan di Anggaran Dasarnya. Kekayaan yayasan ini akan berubahubah dan/atau akan bertambah oleh karena71 : 1. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah atau badan-badan lainnya yang tidak mengikat 2. Hibah, baik hibah wasiat, maupun wakaf 3. Hasil usaha yayasan lainnya yang sah dan halal Hasil usaha lainnya yang sah dan halal inilah sebelum lahirnya Undang-undang yayasan yang ditafsirkan oleh pengurus sebagai 70 71 Ibid, hlm 109 Ibid, hlm 110 47 legitimasi bagi yayasan untuk melakukan kegiatan bisnis. Selain itu, kekayaan awal yang dipisahkan tidak mempunyai batas minimum sehingga banyak orang yang dengan mudahnya mendirikan yayasan 72. Seperti halnya sengketa yayasan dengan Nomor Register No.09/Pdt.G/2004/PN.Pol yang terdaftar pada Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Polewali tanggal 2 Agustus 2004 dimana terjadi sengketa antara Pendiri dan Pengurus Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat DDI di Polman, Sulawesi Selatan dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Polewali Sahabuddin, Alif bahwa Pindi, Pengurus Arif Liwa sebagai di pihak dalam tergugat yaitu persidangan telah memenangkan sengketa yayasan tersebut dan Pendiri sebagai pihak penggugat yaitu Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi nawawi dinyatakan kalah dalam sengketa. Adapun Putusan banding di Tingkat Pengadilan Tinggi yang juga telah diputuskan menghasilkan putusan bahwa Pihak dari Penggugat yaitu Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi Nawawi menang atas sengketa yayasan tersebut, begitu pula pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung dan Peninjauan kembali, juga kembali dimenangkan oleh pihak Penggugat. Pokok permasalahanya adalah tidak diikutkan lagi nama Darud Da’wah Wal-Irsyad atau disingkat DDI di dalam nama Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN). Pada awal terbentuk UNASMAN dimulai dari Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan 72 Ibid, hlm 110 48 Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP) dan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pengurus Besar Darud Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI) No. PB/BII/14/XI/1981 tanggal 1 Desember 1981 memutuskan mengangkat Drs. H. Sahabuddin sebagai Dekan STKIP DDI Polmas dan Alis Pindi, BA sebagai Kepala Bidang Keuangan STKIP DDI Polmas. Dalam memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan oleh rapat Tim Evaluasi dan Supervisi Kopertis Wilayah VII maka dibentuklah Yayasan DDI (YADDI) yang mewadahi beberapa kegiatan pendidikan sekolah dan perguruan tinggi yaitu Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP). Seiring dengan berjalannya kepengurusan, Drs.H.Sahabuddin menghadap ke Notaris yaitu Puspawati, S.H. untuk membuat akta yayasan untuk membuat Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (YSTKIP) dari hasil penggabungan Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP) yang dimana tidak lagi mengikutsertakan lagi nama DDI Polmas, setelah itu berubah lagi menjadi Yayasan Asy’Ariyah Polewali Mandar dan terakhir berubah menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) berdasarkan SK. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas nama Menteri Pendidikan Nasional tanggal 27 April 2004 yang menghilangkan jejak nama Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) membuat Pengurus Besar Darud Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI) Abd. Muiz Kabri selaku Ketua Umum PB DDI 49 dan M. Alwi Nawawi, selaku Sekretaris Jenderal PB DDI menggugat kepengurusan UNASMAN ke Pengadilan Negeri Polewali. Hal ini dibenarkan oleh salah satu dosen di Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) yaitu Syaeban pada hasil wawancara yang dilakukan penulis pada hari kamis tanggal 08 November 2012 yang mengatakan bahwa Awalnya Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) itu bukan bernama Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) tetapi STIKIP Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP). Kedua sekolah itulah yang kemudian di Merger menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN), tetapi prosesnya ini, STIKIP Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP) muncul karena pendirinya ini merupakan alumni dari Darud Da’wah WalIrsyad (DDI) juga yaitu Drs. Sahabuddin dan kemudian berkembang dan mendirikan lg sekolah umum dan dimana diharuskan terpisah antar yayasannya yang kemudian Prof. Sahabuddin mendirikan lg Yayasan DDI (YADDI) dimana pendiriannya ini hanya meminta restu dari gurunya saja yaitu pemilik Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) yaitu Ambo Dalle untuk meminta izin mendirikan sekolah dengan menggunakan nama Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI). Sehingga waktu itu orang-orang Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) dibantu dengan memperkerjakan orang-orang Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) disekolah yang dibentuk itu sebagai tenaga pengajar. Nah itulah yang diklaim oleh orang-orang PB DDI bahwa 50 sekolah itu adalah miliknya karena prosesnya yg seperti itu dan hanya diliat berdasarkan restu dari Ambo Dalle,. Setelah pasca meninggalnya Ambo Dalle sebagai pemilik dari Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI), maka diselenggarakanlah Muktamar DDI ke-19 yang dimana dapat dipandang sebagai fase transisional yang strategis untuk mengikis polaritasasi yang selama ini terasa dalam ruang lingkungan DDI dan juga dipergunakan oleh warga DDI untuk merumuskan langkah DDI kedepannya. Momentum Muktamar ke-19 itu cukup strategis karena jika tidak dimanfaatkan secara arif dan bijaksana maka forum muktamar pertama pasca meninggalnya Ambo Dalle akan berpotensi menimbulkan konflik internal yang berkepanjangan dalam DDI73. Tetapi disitulah mulai terjadi perpecahan di tubuh DDI, adapun penyebab dari terpecahnya DDI antara DDI Versi Ambo Dalle dengan DDI Versi Muiz Kabri menurut Syaeban, salah satu dosen di UNASMAN saat diwawancarai pada hari kamis tanggal tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa Terpecahnya DDI dikarenakan Muiz kabri yg dinilai melakukan kecurangan pada saat muktamar ke-19 yang dimana Muiz Kabri pada saat itu terpilih sebagai ketua PB DDI padahal pada waktu itu banyak cabang-cabang DDI sendiri yang dinilainya fiktif. Pada saat Muiz Kabri terpilih sebagai ketua PB DDI, Muiz Kabri menginginkan untuk 73 Al-badar.net/ddi-dan-perkembangan-terkini diakses pada tanggal 11 November 2012 51 merubah Anggaran Dasar dari DDI dimana semua Sekolah yang berlabel atau menggunakan nama DDI harus menjadi aset dari PB DDI. Menurut M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 menjelaskan tentang salah seorang yang dinilai yang paling berperan di dalah terpecahnya DDI dengan UNASMAN dari pihak PB DDI adalah Muiz Kabri. Menurutnya adapun campur tangan Muiz Kabri di dalam awal berdirinya UNASMAN adalah sebagai pengurus di dalam UNASMAN yang tertulis di dalam akta yayasan, tetapi itu hanyalah merupakan pemberian penghargaan terhadap DDI maka dari itu nama dari Muiz kabri dimasukkan ke dalam akta yayasan sebagai pembina. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Syaeban, salah satu dosen di UNASMAN saat diwawancarai pada hari kamis tanggal tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa peranan Muiz kabri di dalam pembentukan UNASMAN ini sama sekali tidak memiliki peranan, adapun alasan yang diberikan karena secara hukum tidak lagi memiliki hubungan hukum antara keduanya, akan tetapi dilihat dari aspek hubungan moral, memang Yayasan masih memiliki hubungan moral dengan DDI. Menurut pendapat Prof.Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September 2012 memberikan pendapat mengenai hubungan moral ditinjau dari aspek hukum mengatakan bahwa seharusnya tidak ada pertimbangan hukum jika hanya 52 hanya memakai aspek hubungan moral antara pihak DDI dengan Yayasan saja, karena hubungan moral tidak dapat menjadi suatu pertimbangan hukum. Prof.Anwar Borahima menganalogikan hal tersebut pada kegiatan sehari-hari bahwa jika ketika saya berjanji untuk menjemput seseorang, maka tidak ada kewajiban hukum yang terjadi terhadap janji yang saya lakukan, itu hanya aspek pertimbangan hubungan moral saja dan apabila ketika saya tidak melaksanakan janji saya kepada orang itu maka saya tidak dapat digugat dipengadilan terhadap apa yang saya lakukan. Itulah kesalahan terbesar apabila alasan tersebut digunakan sebagai pertimbangan hukum hakim di dalam memutus perkara antara DDI dengan UNASMAN, padahal suatu ikatan moral tidak dapat dituntut secara hukum.lanjut menurut Prof. Anwar bahwa adapun mengapa DDI masih diiukutsertakan di dalam Yayasan dikarenakan hanya untuk bentuk penghargaan saja dan untuk lebih mengakrabkan dan mempererat tali silaturahmi antara yayasan dengan pihak DDI. Lanjut penjelasan dari Syaeban, salah satu dosen di UNASMAN saat diwawancarai pada hari kamis tanggal tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa Dari hal Itulah yang menyebabkan pihak-pihak dari Sahabuddin keluar dari DDI versi muiz kabri dan membentuk DDI versi Ambo Dalle. Sahabuddin beranggapan bahwa semua aset yang dimiliki dan diusahakan oleh DDI di daerah merupakan aset dari DDI daerah itu sendiri dan sama sekali tidak berhak untuk diklaim bahwa seluruh aset , harta benda, dan harta kekayaan itu merupakan aset dari PB DDI. 53 Hal yang sama juga dibenarkan oleh M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa pada saat itu, pada saat membangun sekolah ini, pihak UNASMAN memang meminta restu kepada Ambo Dalle karena memang antara DDI dan UNASMAN tidak pernah terpisah, itulah salah satu alasan kami tidak pernah terpisah dari DDI. Akan tetapi setelah Muiz kabri terpilih sebagai ketua pada saat Muktamar, barulah kami memisahkan diri dari DDI versi DDI Muiz Kabri karena pada saat itu Muiz Kabri menginginkan merubah anggaran dasar dimana semua sekolah yang berlabel atau menggunakan nama DDI, itu menjadi aset DDI. Prof. Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September 2012 memberikan pendapat tentang keinginan Muiz Kabri untuk merubah anggaran dasar dimana semua sekolah yang berlabel atau menggunakan nama DDI itu menjadi aset DDI, Prof.Anwar Borahima mengatakan bahwa semua Itu adalah keinginan dari Muiz Kabry, akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa apakah cabang yang berada di daerah mau mengikuti perubahan tersebut. Kenyataannya bahwa sampai sekarang banyak cabang yang berada di bawahnya tersebut belum mau menerima hal tersebut. Keinginan dari Muiz Kabri tidak bisa dipaksakan untuk mempergunakan konsep tersebut. Meskipun Muiz Kabri telah menjabat sebagai ketua PB DDI akan tetapi tidak boleh 54 seenaknya saja memerintahkan cabang-cabang lain untuk bergabung dan menyerahkan seluruh harta mereka yang telah diusahakan apalagi cabang ini telah berbadan hukum yang berdiri sendiri. Salah satu bukti yang nyata adalah yayasan yang berada di pangkep telah membuat akta sendiri. Konsep yang dipergunakan oleh DDI pada awalnya memang tidak mempergunakan konsep Pusat yaitu PB DDI yang membawahi seluruh DDI yang berada di daerah yang dimana konsep ini dipakai oleh Muhammadiyah yang berperan dalam membangun dan membantu muhamadiyah yang berada di daerah. DDI hanya mempergunakan konsep bahwa daerah diberikan kewenangan kepada masing-masing daerah untuk mengembangkan DDI di daerahnya masing-masing tanpa bantuan dari pusat. Hal ini juga diperjelas oleh Syaeban dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis pada Hari kamis tanggal 08 November 2012 diUNASMAN, yang dimana mengatakan bahwa : “Konsep DDI itu tidak sama dengan Konsep Muhammadiyah yang memakai pusat dan daerah. pusat harus membantu daerah untuk mengembangkan dan memberikan bantuan sepenuhnya kepada daerah, DDI itu hanya memakai konsep daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk mengembangkan DDI di daerahnya masing-masing tanpa bantuan dari pusat” Begitupun pendapat dari pendapat Prof.Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September 2012 mengatakan bahwa DDI itu tidak mengenal tentang struktur yang 55 dipergunakan oleh Muhammadiyah yaitu antara pusat dan cabang, memang ada cabang yang dipergunakan di DDI tetapi bukan berarti antara cabang dan pusat adalah suatu struktur ikatan badan hukum, walaupun berada pada tingkatan cabang akan tetapi cabang tersebut merupakan badan hukum yang berdiri sendiri bukan berada di bawah satu badan hukum, sama dalam istilah hukum perusahaan adalah anak perusahaan. Prof Anwar memperjelas tentang posisi DDI apakah sama dengan bentuk yang dipergunakan oleh muhammadiyah bahwa DDI tidak seperti muhammadiyah, muhammadiyah itu merupakan satu badan hukum yang besar yang hanya berada di pusat yang melingkupi seluruh cabang yang berada diseluruh wilayah indonesia, tetapi DDI tidak melingkupi seluruh cabang di daerah karena seluruh cabang di indonesia telah berbadan hukum sendiri yang terpisah dari pusat. Lanjut penjelasan Prof.Anwar Borahima bahwa dalam posisi tersebut UNASMAN tidak dapat diganggu gugat lagi dikarenakan UNASMAN merupakan badan hukum yang berdiri sendiri dan bukan lagi berada posisi di bawah DDI. Prof. Anwar borahima kembali menganalogikan lagi bahwa jika ada dua anak perusahaan maka diantara keduanya tidak boleh saling mempercampuradukkan karena kedua anak perusahaan itu telah berdiri secara sendiri-sendiri. Adapun posisi lain ketika anak perusahaan memiliki aset dalam perusahaan itu, maka wajar ketika perusahaan lain masuk kedalam perusahaan itu. Akan tetapi ketika berbicara tentang 56 yayasan yang tidak punya hubungan ikatan hukum ke atas, maka posisi tersebut tidak bisa mencampuri apa yang terjadi dibawahnya. Pendapat lainpun muncul dari Muiz Kabri untuk memberikan bantahan terhadap penjelasan dari pihak UNASMAN tersebut. Muiz Kabri memberikan penjelasan saat di wawancarai di Pare-pare pada hari Minggu, Tanggal 11 November 2012 yang mengatakan bahwa UNASMAN asalnya merupakan dari STKIP dimana pada saat pembentukan dan pendiriannya resmi didirikan oleh DDI dan pada saat itu yang menjabat sebagai sekretariat jenderal DDI adalah Muiz Kabri. Adapun mengapa Sahabuddin diangkat dan ditunjuk sebagai Ketua STKIP karena pada saat itu kebanyakan yang menjadi pengurus adalah bertempat tinggal di Parepare. Disaat berjalannya kepengurusan STKIP selama tahun pertama memang perjalanan kepengurusan berjalan baik hingga pada saat tahun kedua kepengurusan banyak orang-orang DDI ingin melepaskan diri dari DDI termasuk sekolah STKIP tersebut. Pasca meninggalnya Ambo Dalle, Muiz Kabri menegaskan bahwa semua sekolah ataupun perguruan tinggi yang berada di bawah DDI, tidak boleh melepaskan diri dari DDI atau tetap berada dalam ruang lingkup DDI. Hal tersebut di atas adalah merupakan salah satu penyebab terpicunya sengketa yayasan antara Ormas DDI dengan Yayasan UNASMAN. Akibatnya Ormas DDI menginginkan agar Yayasan UNASMAN menjadi milik Ormas DDI. Seluruh aset kekayaan yang berada di Yayasan UNASMAN juga pun digugat dipengadilan Negeri. Salah 57 satunya adalah tanah yang dipergunakan oleh Yayasan UNASMAN di dalam pengelolaan pendidikannya. Menurut Syaeban, salah satu dosen di UNASMAN saat diwawancarai pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa sebenarnya Tanah yang dipergunakan di UNASMAN sebagai Sekolah adalah tanah yang diberikan oleh HS Mengga dimana pada saat itu HS Mengga merupakan pejabat di pemerintahan. Adapun tanah itu diberikan untuk atas nama pribadi Prof.Sahabuddin bukanlah tanah yang diberikan atau disumbangkan untuk DDI, tetapi karena Prof.Sahabuddin pada saat itu adalah orang yang berasal dari DDI, maka dari itu tanah yang diberikan oleh HS Mengga dipergunakan untuk pengelolaan dan pengembangan sekolah itu. Adapun di dalam surat rekomendasi dalam pemberian tanah tersebut telah jelas tertulis bahwa tanah yang diberikan oleh HS mengga adalah tanah yang direkomendasikan untuk diberikan atas nama Pribadi prof sahabuddin bukan atas nama sekolah itu yaitu STKIP. Adapun pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa Di dalam Surat, Tanah yang diberikan oleh HS Mengga adalah tanah yang tidak diberikan langsung kepada DDI tetapi diberikan kepada pengelola perguruan tinggi dalam hal ini yaitu Prof.Sahabuddin, dimana pemberian itu diberikan secara pribadi terhadap jabatannya sebagai pengelola perguruan tinggi. Itulah bukti yang sangat 58 otentik bahwa tanah yang berada di UNASMAN tersebut bukanlah milik dari DDI tetapi pemberian yang diberikan kepada Prof.Sahabuddin oleh HS Mengga yang pada saat itu sebagai pejabat pemerintahan menganggap bahwa Prof. Sahabuddin adalah pelopor berdirinya Universitas di Polman, maka dari hal itulah yang menyebabkan kami menang di Perguruan Negeri. Pemberian tanah yang dilakukan oleh S.Mengga kepada Sahabuddin dapat dibuktikan dengan perjanjian tertulis pada perjanjian wakaf antara S.Mengga dengan Sahabuddin yang isinya adalah sebagai berikut : 1. S.Mengga, alamat di jalan poros polewali selanjutnya disebut sebagai pihak pertama 2. Drs. Sahabuddin, aalamat Ujung Pandang selanjutnya disebut sebagai pihak kedua Dengan ini melakukan perjanjian wakaf sebagai berikut: 1. Pihak pertama besedia mewakafkan sebidang tanah yang terletak di kelurahan mandatte kecamatan polewali seluas 100x100m(1Ha) kepada pihak kedua untuk digunakan sebagai tempat mendirikan sekolah, kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan. 2. Pihak kedua dapat menggunakan tanah wakaf tersebut pada butir pertama sesuai dengan tujuannya 59 3. Pihak kedua tidak dapat mengalihkan hak yang diperoleh dari pihak pertama, apakah atas nama pribadi, yayasan atau kepada pihak ketiga 4. Pihak kedua dapat secara administrasi memohon sertifikat atas persetujuan pihak pertama, terbatas atau nama penerima wakaf dan perjanjian wakaf ini merupakan satu bagianyang tak terpisahkan 5. Apabila karena kebutuhan tersebut pada butir 4, dibutuhkan rekomendasi dari pemerintah daerah, maka pihak kedua dapat memohon rekomendasi tersebut kepada pihak yang berwenang 6. Apabila di kemudian hari ada pihak ketiga yang merasa berhak atas tanah wakaf selain penerima wakaf, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak pertama atau ahli warisnya dengan ketentuan sebagai berikut: Penerima wakaf (pihak kedua) tetap menjalankan fungsi dan tujuan wakaf Perjanjian wakaf ini batal dengan sendirinya jika tanah wakaf dialihkan, dipindahtangankan atau berubah fungsi dan peruntukannya dan atau diserahkan pengelolaannya kepada pihak ketiga lainnyatanpa persetujuan pemberi wakaf Bilamana perjanjian wakaf batal karena keadaan seperti tersebut diatas, maka dengan sendirinya tanah wakaf dikembalikan kepada pemberi wakaf atau ahli warisnya yang kemudian dapat menunjuk penerima wakaf lainnya. 60 7. Demikianlah perjanjian wakaf ini dibuat dan ditandatangani kedua belah pihak dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun Perjanjian itu ditandatangani oleh S.Mengga dengan Sahabuddin yang dimana menjadi saksinya adalah H.Muchtar dengan H.M.Ridwan. perjanjian yang dilakukan keduanya tersebut adalah bukti yang paling kuat bahwa pemberian tanah itu adalah pemberian dari S.mengga kepada Sahabuddin atas diri pribadinya sendiri. Hak tanah yang diberikan kepada negara tersebut adalah Hak Guna bangunan yang dimana tanah tersebut berada dikelurahan Mandatte Kecamatan Polewali Kabupaten Mamasa yang luasnya adalah 10.000m2 yang hak guna bangunan tersebut mulai dari 17 Juni 2004 sampai dengan 24 September 2034 dimana yang menjadi pemegang hak tersebut adalah Yayasan Al-Asyariah Mandar atas rekomendasi dan keinginan dari Sahabuddin agar tanah tersebut dipergunakan untuk kegiatan yayasan. Adapun permasalah lain yang dituntut oleh Muiz Kabri di dalam gugatan di pengadilan adalah salah satunya tentang seluruh aset dan harta kekayaan yang berada di UNASMAN. Menurut pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa seluruh aset dan harta kekayaan yang berada dan dipergunakan di dalam pengelolaan UNASMAN dari dulu sejak berdirinya UNASMAN hingga sekarang ini, Sedikitpun tidak ada yang berasal baik itu berupa pemberian dan bantuan dari PB DDI dan adapun sumbangsih atau 61 bantuan yg diberikan PB DDI atas berdirinya UNASMAN sedikitpun juga tidak ada. Lanjut pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa dulu sebelum Muiz Kabri memimpin DDI, Ada ketentuan dari PB DDI yang terdahulu bahwa semua aset, harta benda dan harta kekayaan yang dimiliki dan diusahakan oleh daerah tidak untuk PB DDI. Itulah pasal yang dirubah oleh muiz kabri menjadi semua aset dan harta kekayaan itu menjadi PB DDI. Adapun pendapat yang diberikan oleh salah satu Dosen di lingkup UNASMAN saat diwawancarai pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa sebenarnya DDI mengada-ada tentang adanya aset yang diberikan oleh PB DDI atas pengelolaan UNASMAN. Menurut pendapatnya bahwa tidak ada sedikitpun pemberian barang yang diberikan oleh PB DDI, semuanya aset dan harta kekayaan berasal dari hasil usaha yang dilakukan oleh UNASMAN maupun hasil dari Hibah dari Pihak Lain. Tetapi pendapat dari dua pihak yang berasal dari UNASMAN tersebut itu dibantah oleh pendapat dari Muiz Kabri yang merupakan bagian PB DDI. Menurut pendapatnya saat diwawancarai di Pare-pare pada hari Minggu tanggal 11 November 2012 mengatakan bahwa seluruh aset dan harta kekayaan yang berada pada UNASMAN adalah 62 merupakan milik dari DDI. Adapun alasan mengapa Muiz Kabri mengatakan demikian karena UNASMAN sendiri adalah berasal dari STKIP sedangkan STKIP itu sendiri adalah milik dari DDI, dimana awal dari pendirian STKIP adalah niat dari Sahabuddin untuk mendirikan UNASMAN dimana Sahabuddin menginginkan meminjam STIKIP dan AIPP menjadi bagian dari UNASMAN agar diterima menjadi Universitas. Dan pada waktu itu menurut Muiz Kabri bahwa PB DDI menolak keinginan dari Sahabuddin tersebut dikarenakan jikalau STKIP dan AIPP dipinjamkan untuk hal tersebut maka otomatis akan menimbulkan sengketa dikemudian hari. Prof. Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September 2012 memberikan tanggapan mengenai hal tersebut. Menurut Prof.Anwar Borahima bahwa bisa saja memang DDI tidak mempunyai sumbangsih terhadap UNASMAN karena semua yayasan yang berada di daerah mengaku seperti itu. Kalaupun terdapat adanya sumbangsih DDI terhadap UNASMAN,mungkin itu hanya merupakan pemberikan sumbangan tenaga saja. Adapun sejarahnya bahwa DDI hanya menyiapkan sumber daya manusia sebagai tenaga pengajar saja, sedangkan yang menyiapkan dana untuk pengajar beserta sekolah tersebut berasal dan disiapkan DDI dari daerah. Sedangkan mengenai harta kekayaan, serta aset yang diklaim sebagai sumbangsih DDI kepada UNASMAN maka Harus dibuktikan terlebih dahulu bukti 63 penyerahan terhadap seluruh aset dan harta kekayaan tersebut bahwa harta benda yang berada didaerah itu adalah milik dari DDI dan menurut Prof.Anwar Borahima yakin bahwa memang tidak ada bukti-bukti penyerahan tentang apa saja yang telah diberikan DDI kepada yayasan di UNASMAN, karena harta kekayaan tersebut merupakan hasil yang telah diusahakan oleh UNASMAN sendiri. Pendapat dari Muiz Kabri tersebut yang menyatakan bahwa akan terjadi suatu sengketa dikemudian hari apabila STKIP dan AIPP dipinjamkan agar UNASMAN diterima menjadi Universitas benar-benar terjadi pada tahun 2004 yaitu pada saat keluarnya surat keputusan dari Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia terlampir pada tahun 2004 dengan nomor surat 59/D/O/2004 tentang Pendirian Universitas AlAsyariah Mandar Dan Ijin Penyelenggaraan Program Studi Yang Diselenggarakan Oleh Yayasan Al-Asyariah Mandar yang dimana Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia memutuskan bahwa : 1. Memberikan persetujuan pendirian Universitas Al-Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) di Mandar yang diselenggarakan oleh Yayasan AlAsy’Ariyah Mandar di Madar merupakan penggabungan dari Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) DDI Polmas serta Ijin penyelenggaraan program studi. 64 2. Pendirian Universitas Al-Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) di Mandar sebagaimana dimaksud meliputi penyelenggaraan program studi sebagai berikut: a. Program studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (s1) b. Program studi pendidikan bahasa, sastra indonesia dan daerah (s1) c. Program studi pendidikan matematika (s1) d. Program studi produksi ternak (s1) e. Program studi agronomi (s1) f. Program studi agrobisnis (s1) g. Program studi teknik informatika (s1) h. Program studi sistem informasi (s1) i. Program studi ilmu pemerintahan (s1) j. Program studi ilmi komunikasi (s1) k. Program studi kesehatan masyarakat (s1) 3. Ijin penyelenggaraan program-program diatas diberikan untuk jangka waktu 2 (Dua) tahun terhitung sejak tahun akademik pertama setelah ditetapkan keputusan ini 4. Pemrakarsa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan program studi setiap tahun selambat-lambatnya setiap akhir tahun akademik, kepada Direktur Jenderal Perguruan Tinggi untuk dievaluasi. Kelalaian untuk melaksanakan diktum ini dapat menyebabkan dicabutnya ijin penyelenggaraan 65 5. Pemrakarsa menyatakan wajib menandatangani bahwa pemrakarsa surat pernyataan bertanggung jawab yang untuk menyelenggarakan program studi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab terhadap segala akibat sebagai konsekuensi dinyatakannya program studi tidak layak berdasarkan hasil evaluasi selama 2 tahun penyelenggaraan 6. Ijin penyelenggaraan program studi ini tidak dapat dipakai sebagai dasar: a. Permohonan akreditasi BAN-PT b. Untik meminta fasilitas dan sumberdaya kepada Departemen Pendidikan Nasional 7. Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Polmas Dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) DDI Polmas pada diktum pertama tersebut ditutup dan proses pembelajaran bagi mahasiswa program studinya dialihkan ke dalam Universitas Al-Asyariah Mandar di Mandar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keputusan dari Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia itulah yang membuat dari PB DDI yaitu Muiz Kabri untuk mengajukan gugatan kepengadilan untuk menuntut terhadap pengelolaan Universitas Al-Asyariah Mandar (UNASMAN). Dari hasil keputusan di tingkat pengadilan negeri pihak dari UNASMAN memenangkan perkara tersebut sedangkat ditingkat pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, hingga putusan Peninjauan Kembali 66 pihak dari PB DDI lah yang memenangkan perkara tersebut. Adapun permintaan dari Muiz Kabri saat diwawancarai di Pare-pare pada hari Minggu, Tanggal 11 November 2012 adalah pergerakan dari pengadilan negeri untuk mematuhi dan menjalankan putusan peninjauan kembali yang telah ditetapkan Mahkamah Agung Republik Indonesia dimana di dalam putusan tersebut Di dalam putusan di tingkat akhir litigasi dimana tingkat tersebut sudah tidak ada upaya hukum lebih lanjut dan merupakan putusan final. Adapun di dalam putusan tersebut telah ditetapkan bahwa seluruh harta, aset, tanah,dan fasilitas-fasilitas yang berada di UNASMAN telah dimenangkan dan menjadi milik PB DDI B. Kewenangan Pengurus Yayasan Dalam Mengubah Nama Yayasan STKIP DDI Menjadi UNASMAN Masalah awal sebenarnya terletak pada perubahan Nama yang dilakukan oleh Sahabuddin. Pokok permasalahanya adalah tidak diikutkan lagi nama Darud Da’wah Wal-Irsyad atau disingkat DDI di dalam nama Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN). Pada awal terbentuk UNASMAN dimulai dari Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP). Menurut pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan bahwa Hak pergantian nama yang dilakukan UNASMAN adalah merupakan hak dari pihak UNASMAN untuk merubah nama 67 tersebut, karena sebelum mendirikan STKIP, ada suatu badan hukum yang mengelola STKIP ini yaitu yayasan DDI. Yayasan DDI pada awalnya memang menyatu dengan DDI, tetapi setelah terbitnya keputusan yayasan DDI adalah merupakan badan hukum, maka tidak ada lagi penyatuan antara Yayasan DDI dengan DDI tetapi telah terpisah antara yayasan DDI dengan DDI, yayasan DDI berdiri sendiri berdasarkan pasalpasal anggaran dasar. Pendiri dari yayasan ini yaitu prof sahabuddin juga pernah mengatakan hal yang sama bahwa setelah yayasan ini berdiri sendiri menjadi badan hukum, maka tidak ada lagi campur tangan dan intervensi dari pihak lain termasuk semua masalah yang berkaitan dengan yayasan yang berdiri sendiri ini maka tidak boleh lagi ada campur tangan lagi dari PB DDI, Termasuk dengan tidak adanya kewajiban pengurus UNASMAN untuk melaporkan semua kejadian dan peristiwa kepada PB DDI, dan itu sama sekali tidak ada sedikitpun perjanjian tentang hal itu. M.Ridwan menambahkan bahwa berapa kalipun pergantian nama atas sekolah yang dibangun oleh Yayasan DDI tidak ada kewenangan untuk melaporkan perubahan tersebut kepada DDI oleh karena kami mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersendiri yang terpisah dari DDI. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September 2012 bahwa memang tidak ada kewenangan dan kewajiban bagi yayasan 68 untuk melapor kepada DDI untuk merubah nama UNASMAN tersebut karena memang tidak ada perjanjian antara keduanya tentang hal tersebut. Adapun di dalam akta yang ada, memang juga tidak ada perjanjian seperti itu. Menurut pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 menjelaskan bahwa PB DDI itu bukan merupakan badan hukum pendidikan yayasan tetapi Ormas (Organisasi Masyarakat) sehingga tidak boleh dicampuradukkan antara badan hukum pendidikan dibawah yayasan dengan badan hukum Ormas. Adapun yang berhak mengelola badan hukum yayasan bukan badan hukum ormas karena badan hukum ormas tidak diperkenankan untuk mengelola hal tersebut. Ormas DDI itu hanya mengelola sekolah agama sedangkan di STIKIP itu tidak diperkenankan atas teguran Direktorat Pendidikan Tinggi yang akan disebut dengan DIKTI untuk mengelola sekolah agama berdasarkan kiblat badan hukum Ormas maka dari itu dibuatlah yayasan tersendiri yang mengelola STKIP, itulah salah satu mengapa Prof. Sahabuddin membuat yayasan yang berdiri sendiri terpisah dari DDI. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Prof. Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September 2012 mengatakan bahwa suatu yayasan berbadan hukum tidak boleh dicampuradukkan dengan Ormas. 69 Adapun teguran yang diberikan oleh DIKTI surat teguran Departemen Pendidikan Nasional tertulis jelas didalam Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah IX Sulawesi bernomor 1341/009/KL/2003 terlampir tentang status STKIP DDI Polmas yang dimana isinya adalah sebagai berikut: Sehubungan dengan surat saudara nomor 108/009.L.O.035/PP/2003 tanggal 19 maret 2003 tentang mohon petunjuk dalam menyikapi SK PB DDI tentang pergantian pimpinan STKIP DDI Polmas yang tidak prosedural dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa sesuai data yang ada pada kami, STKIP DDI Polmas yang mempunyai izin untuk beroperasi adalah yang berada dibawah Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan 2. Bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi belum pernah mengeluarkan izin operasional kepada STKIP DDI Polmas yang berada diluar Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan 3. Berdasarkan butir 1 dan 2 diatas bahwa status STKIP Polmas berada diluar Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan adalah ilegal 4. Untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan masyarakat, dimohon bantuan saudara untuk mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat Polmas dan sekitarnya 70 Itulah petikan surat teguran Departemen Pendidikan Nasional bahwa status STKIP harus terus berada dibawah Yayasan yaitu pada Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan bukan di bawah Ormas DDI karena memang yang berwenang untuk mengurus sebuah lembaga pendidikan minimal haruslah berbentuk badan hukum yayasan. Proses perdamaian telah banyak dilakukan dalam menengahi sengketa antara pihak UNASMAN dan DD ini. salah satunya adalah turunnya wakil Bupati dari Polewali Mamasa, Wakil ketua DPRD, aparaturaparatur pemerintah daerah lainnya. menurut Syaeban pada hasil wawancara yang dilakukan penulis pada hari kamis tanggal 08 November 2012 dapat diperoleh informasi bahwa UNASMAN sudah berniat untuk melaksanakan proses perdamaian untuk menyelesaikan sengketa ini. salah satunya pertemuan mediasi yang dilakukan antara UNASMAN dengan wakil dari pihak DDI yang diutus kepolman serta pemerintah daerah yang diwakili oleh wakil bupati, DPRD yang diwakili oleh wakil ketua DPRD, Kodim, Dandim, dan Wakapolres sebagai pihak mediator, akan tetapi pihak dari DDI sendiri yaitu Muiz Kabri menolak perjanjian perdamaian tersebut. Muiz kabri menginginkan bahwa putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia itu harus tetap dijalankan. Sebelum proses mediasi tersebut terjadi, pihak dari PB DDI yaitu Muiz Kabri telah memberikan solusi perdamaian kepada pihak UNASMAN yang dimana solusi tersebut adalah UNASMAN disuruh untuk membayar 71 seluruh ganti kerugian yang terjadi kepada DDI terhadap seluruh keuntungan yang diambil oleh UNASMAN akibat dari jalannya proses pendidikan di Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) DDI Polmas. Adapun pilihan yang diberikan oleh Muiz Kabri kepada pihak UNASMAN untuk menjalankan proses perdamaian menurutnya saat diwawancarai di Parepare pada hari Minggu tanggal 11 November 2012 adalah pihak dari UNASMAN diberikan pilihan untuk memilih gedung-gedung mana saja yang ingin diambil kembali oleh pihak-pihak dari UNASMAN sebelum proses eksekusi dilaksanakan, tetapi kedua solusi yang diberikan oleh Muiz Kabri tidak dijawab oleh pihak dari UNASMAN dikarenakan bahwa pihak dari UNASMAN berpendapat bahwa seluruh aspek-aspek yang berada di UNASMAN adalah milik UNASMAN dan bukan milik dari DDI sedikitpun. Lanjut penjelasan menurut Muiz Kabri saat diwawancarai di Parepare pada hari Minggu tanggal 11 November 2012 dapat diperoleh informasi lagi bahwa sebelum masuknya gugatan PB DDI dipengadilan negeri, Muiz Kabri sebagai pihak dari DDI lagi-lagi telah menyodorkan untuk melalui proses perdamaian mengingat proses litigasi membutuhkan waktu yang sangat panjang. Adapun yang diinginkan Muiz Kabri di dalam proses perdamaian tersebut adalah nama Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) harus ditambahkan nama Darud Da’wah Wal-Irsyad di belakang nama UNASMAN tersebut, dan Muiz Kabri menyatakan bahwa 72 tidak akan mengganggu dan tidak butuh lagi proses pengelolaan yayasan tersebut. M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 memberikan tanggapan atas pernyataan dari Muiz kabri tersebut bahwa mengapa UNASMAN tidak dapat dirubah ataupun penambahan nama DDI dibelakang nama UNASMAN karena alasan-alasan yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu DDI dinilai tidak memiliki sedikitpun andil dan bantuan didalam harta kekayaan, aset, serta tanah yang berada di UNASMAN dan UNASMAN sendiri merupakan Yayasan yang dikembangkan sendiri sampai saat ini oleh Almarhum Sahabuddin, maka dari itu tidak ada yang berani untuk mengubahnya dan pihak dari Yayasan sendiri bertahan untuk itu. Banyak proses perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk mengatasi permasalahan ini agar tidak terjadi eksekusi yang dilakukan pengadilan dipolman tepatnya pada UNASMAN. Dan pada akhirnya setelah sekian banyak perdamaian yang ditawarkan oleh Muiz Kabri yang akan tetapi penawaran solusi perdamaian yang diberikan tersebut sama sekali tidak disetujui oleh pihak UNASMAN yang kemudian Muiz Kabry menginginkan untuk putusan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia segera dilaksanakan sebagai jalan terakhir karena tidak ditemuinya solusi perdamaian antara keduanya. 73 Proses eksekusi yang pertama kali dilakukan pada tanggal 13 januari 2011 yang lalu gagal dilaksanakan karena terjadi perlawanan dari civitas akademika UNASMAN. Sekitar 300 aparat kepolisian dikerahkan untuk menjalankan proses eksekusi tersebut. Adapun korban di dalam proses eksekusi tersebut adalah 22 orang dimana empat orang diantaranya luka terkena tembakan termasuk sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNASMAN yaitu sofyan yang nyawanya tidak tertolong akibat terkena tembakan74. Akibat dari jatuhnya banyak korban pada saat proses eksekusi pada tanggal 13 januari 2011 membuat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia turun tangan dengan menyurati Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menegur dan memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Polewali Mandar Sulawesi Barat untuk tidak melakukan pemaksaan eksekusi Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN). Adapun surat dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia bernomor HM.310/28.DPD/I/2011 tentang permohonan penghentian eksekusi Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN) Sulawesi Barat yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dimana isinya adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menegur dan memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Polewali 74 www.seputar-indonesia.com/news/pn-eksekusi-kampus-unasman-hari-ini yang diakses pada tanggal 25 November 2012, pada jam 08.18 pm 74 Mandar Sulawesi Barat untuk tidak melakukan pemaksaan eksekusi Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN) polewali Mandar, Sulawesi barat tanpa memperhatikan rasa kemanusiaan, asas kehati-hatian, kemanfaatan dan kepastian hukum. Adapun alasan mengapa Pimpinan DPD RI menyurati Ketua Mahkamah Agung RI karena Pimpinan DPD RI sangat memperhatikan kasus yang terjadi itu karena pemaksaan eksekusi pada Rabu, Tanggal 13 januari 2011 telah menimbulkan korban yang sangat banyak dan telah meresahkan masyarakat, serta berdampak besar pada lembaga publik Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN) polewali Mandar, Sulawesi barat. 75 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kedudukan Pengurus Besar DDI sebagai pendiri pada Universitas Asy’Ariah Mandar (UNASMAN) sebenarnya tidak memiliki kedudukan sama sekali karena konsep yang dipergunakan dalam struktur tidak sama dengan konsep yang dipergunakan oleh Muhamamadiyah. Yaitu pusat mempunyai kewenangan terhadap seluruh aspek atau kepentingan yang beda dibawah struktur pusat. DDI hanya mempergunakan konsep bahwa daerah diberikan kewenangan kepada masingmasing daerah untuk mengembangkan DDI di daerahnya masing-masing tanpa bantuan dari pusat. DDI juga tidak mempergunakan konsep dimana satu badan hukum yang besar yang hanya berada di pusat yang melingkupi seluruh cabang yang berada diseluruh wilayah indonesia, akan tetapi DDI tidak seperti itu,DDI tidak melingkupi seluruh cabang di daerah karena seluruh cabang di indonesia telah berbadan hukum sendiri yang terpisah dari pusat. 2. Kewenangan pengurus yayasan dalam mengubah nama yayasan STKIP DDI menjadi UNASMAN adalah merupakan hak 76 dari pihak UNASMAN untuk merubah nama tersebut, karena sebelum mendirikan STKIP, ada suatu badan hukum yang mengelola STKIP yaitu yayasan DDI. Yayasan DDI pada awalnya memang menyatu dengan DDI, tetapi setelah terbitnya keputusan yayasan DDI adalah merupakan badan hukum, maka tidak ada lagi penyatuan antara Yayasan DDI dengan DDI tetapi telah terpisah antara yayasan DDI dengan DDI, yayasan DDI berdiri sendiri berdasarkan pasal-pasal anggaran dasar. Setelah yayasan ini berdiri sendiri menjadi badan hukum, maka tidak ada lagi campur tangan dan intervensi dari pihak lain termasuk semua masalah yang berkaitan dengan yayasan yang berdiri sendiri ini maka tidak boleh lagi ada campur tangan lagi dari PB DDI, Termasuk dengan tidak adanya kewajiban pengurus UNASMAN untuk melaporkan semua kejadian dan peristiwa kepada PB DDI, dan itu sama sekali tidak ada sedikitpun perjanjian tentang hal itu. M.Ridwan menambahkan bahwa berapa kalipun pergantian nama atas sekolah yang dibangun oleh Yayasan DDI tidak ada kewenangan untuk melaporkan perubahan tersebut kepada DDI oleh karena kami mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersendiri yang terpisah dari DDI. 77 B. Saran 1. Sebaiknya dari pihak UNASMAN, nama Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) ditambahkan saja nama Darud Da’wah Wal-Irsyad di belakang nama UNASMAN tersebut seperti yang diingikan Muiz Kabri, dan Muiz Kabri juga berjanji menyatakan bahwa tidak akan mengganggu dan tidak butuh lagi proses pengelolaan yayasan tersebut.apabila hal tersebut terjadi 2. Sebaiknya dari pihak DDI yaitu Muiz Kabri menglaha terhadap sengketa yayasan ini karena dilihat dari seluruh aspek, memang peranan DDI di dalam nerdirinya UNASMAN ini memang tidak memiliki peranan sama sekali, meskipun pihak mereka menang di dalam jalur litigasi terakhir yaitu putusan Peninjauan kembali. 3. Sebaiknya apabila memang terjadi proses eksekusi, maka pengadilan negeri harus memperhatikan rasa kemanusiaan, asas kehati-hatian, kemanfaatan dan kepastian hukum agar tidak ada lagi jatuh korban akbita dari pengeksekusian putusan tersebut 78