View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebelum diundang-undangkannya Undang-undang yang mengatur
tentang Yayasan yaitu Nomor 16 Tahun 2001 di Jakarta pada tanggal 6
Agustus 2001 dalam Lembaran Negara (LN) tahun 2001 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4132 dan telah direvisi
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan LN No. 115 TLN
4430, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang mengatur
secara khusus tentang yayasan di Indonesia.1 Pendirian Yayasan di
Indonesia pada saat itu hanya berdasar pada kebiasaan dalam
masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada
undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan
masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik
status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai
wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan,
melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri,
Pengurus, dan Pengawas.2
1
Anwar Borahima, 2010, Kedudukan Yayasan di Indonesia: Eksistensi, Tujuan dan Tanggung
Jawab Yayasan, edisi kesatu, Kencana, Jakarta, hlm.1
2
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
1
Keberadaan Yayasan sebelum Undang-undang Yayasan Tahun
2001, landasan hukumnya tidak begitu jelas karena belum adanya aturan
secara tertulis. Belum adanya peraturan tertulis mengenai yayasan
berakibat tidak adanya keseragaman hukum yang dijadikan dasar bagi
sebuah yayasan dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai tujuan
yang dicita-citakan.3 Pendaftaran yayasan sebelum diberlakukannya
Undang Undang tentang Yayasan pada umumnya dilakukan dengan akta
Notaris. Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai akta notaris
disebabkan belum adanya undang-undang yang mengatur secara khusus
tentang keharusan mendirikan yayasan dengan akta tertulis, namun untuk
memudahkan pembuktian, biasanya pendirian yayasan dilakukan di
hadapan notaris.4
Yayasan selama ini lebih dipahami sebagai suatu organisasi sosial
nirlaba atau tidak mencari keuntungan dalam kegiatannya bila seseorang
atau beberapa orang akan melakukan kegiatan yang penuh idealisme
serta bertujuan sosial dan kemanusiaan, biasanya bentuk organisasi yang
dipilih adalah yayasan. Kegiatan sosial yang dipilih terutama menyangkut
bidang kesehatan, pendidikan dan panti-panti sosial. Wadah yayasan
dipergunakan oleh para pendirinya untuk melakukan berbagai kegiatan
sosial untuk kepentingan umum.
3
Gatot Supramono, 2008, Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 4
Rudhi Prasetya dan A. Oemar Wongsodiwiryo, 1976. Dasar-Dasar Hukum Persekutuan,
Departemen Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 65-66
4
2
Undang-undang Yayasan (UU Yayasan) isinya selain bersifat
mengatur juga bersifat memaksa. Undang-Undang ini bukan hanya
berlaku terhadap yayasan yang didirikan setelah Undang-undang
Yayasan berlaku, melainkan berlaku pula terhadap yayasan yang lahir
sebelumnya.
Yayasan yang sebelum berlakunya Undang-undang Yayasan,
pernah didaftarkan tetap diakui sebagai badan hukum. Hal ini merupakan
hak yang telah diperoleh yayasan sebelumnya, oleh karena itu sesuai
dengan prinsip hukum yang berlaku, hak tersebut tidak dapat hilang begitu
saja.5
Sedangkan
untuk
yayasan
yang
tidak
pernah
melakukan
pendaftaran ke Pengadilan Negeri dapat memperoleh status badan
hukum, juga dengan syarat wajib menyesuaikan anggaran dasarnya.6
Yayasan yang telah terdaftar, oleh Undang-undang diberi jangka
waktu paling lama tiga tahun sejak diberlakukannya Undang-undang
Yayasan. Penyesuaian anggaran dimaksudkan agar yayasan mengikuti
kaidah-kaidah Undang-undang Yayasan karena di dalam anggaran dasar
akan memuat penerapan undang-undang tersebut. Penyesuaian itu wajib
diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam
tempo satu tahun pelaksanaan penyesuaian. Sedangkan untuk yayasan
yang tidak pernah mendaftarkan, tetap wajib menyesuaikan anggaran
dasarnya. Selain itu wajib pula mengajukan permohonan pengesahan
5
6
Ibid, hlm. 19
Ibid, hlm. 19
3
anggaran dasar kepada Menteri dengan waktu paling lambat satu tahun
sejak Undang-undang Yayasan mulai berlaku. Sehubungan dengan itu
pemerintah telah memberitahukan kepada notaris di seluruh Indonesia
melalui
pemberitahuan
Direktorat
Jenderal
Administrasi
Umum
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 4 Oktober 2006
bahwa batas akhir permohonan status badan hukum yayasan dengan
cara penyesuaian anggaran dasar dengan Undang-undang No. 28 tahun
2004 adalah tanggal 6 Oktober 2006.7
memenuhi persyaratan
tersebut,
Untuk yayasan yang tidak
mendapatkan
sanksi yang
telah
ditetapkan oleh undang-undang.
Yayasan itu didirikan dengan maksud idiil dan tidak untuk mencari
keuntungan. Bidang Pendidikan juga salah satu bidang yang dapat
dimasuki oleh bentuk Yayasan. Tujuan yayasan sekolah adalah untuk
mencerdaskan bangsa, memajukan pendidikan dan atau meningkatkan
mutu pendidikan.8 Sehubungan dengan tumbuh berkembangnya yayasan
tanpa adanya aturan yang jelas mengatur tentang eksistensi dari yayasan
sebelum diberlakukannya Undang-undang Yayasan timbul juga berbagai
masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang
tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran
Dasar, sengketa antara Pengurus dan Pendiri atau pihak lain, maupun
adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan
7
Ibid, hlm. 20
Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Cetakan Pertama,
Eresco, Bandung, hlm. 176
8
4
yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara
melawan hukum.9 Seperti halnya sengketa yayasan dengan Nomor
Register No.09/Pdt.G/2004/PN.Pol yang terdaftar pada Kepaniteraan
Perdata Pengadilan Negeri Polewali tanggal 2 Agustus 2004 dimana
terjadi sengketa antara Pendiri dan Pengurus Darud Da’wah Wal-Irsyad
disingkat DDI di Polman, Sulawesi Selatan dan telah diputus oleh
Pengadilan Negeri Polewali bahwa Pengurus sebagai pihak tergugat yaitu
Sahabuddin,
Alif
Pindi,
Arif
Liwa
di
dalam
persidangan
telah
memenangkan sengketa yayasan tersebut dan Pendiri sebagai pihak
penggugat yaitu Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi nawawi dinyatakan kalah
dalam sengketa.
Organisasi Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat DDI didirikan pada
hari jum’at tanggal 16 Rabi’ul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 7
Februari 1947 sebagai hasil musyawarah Alim Ulama Ahlusunnah WalJamaah se-Sulawesi Selatan di Watansoppeng Kabupaten Soppeng,
Sulawesi Selatan yang disahkan berdasarkan Penetapan Menteri
Kehakiman RI tanggal 15 Mei 1956 No. J.A.5/33/11. yang dimuat dalam
tambahan Berita Negara RI tanggal 10 Agustus 1956 No. 64 (No. 1111956).10 DDI di dalam pengesahan tersebut berhak menjalankan
penyelenggaraan pendidikan yang dilindungi oleh hukum11.
9
C.S.T Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2002, Pokok-Pokok Badan Hukum Yayasan – Perguruan
Tinggi – Koperasi – Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm.30
10
Pasal 1 Anggaran Dasar Darud Da’wah Wal-Irsyad
11
Putusan Pengadilan Negeri Polewali No. 09/Pdt.G/2004/PN.Pol
5
Atas dasar penetapan Menteri Kehakiman tersebut, para pendiri dan
beberapa
Ulama
Besar
di
Sulawesi
Selatan,
bersepakat
untuk
mengembangkan program pendidikan di Kabupaten Polmas dengan
membuka Perguruan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) DDI Polmas dan Akademi Ilmu Pengembangan Pembangunan
(AIPP) DDI Polmas dan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pengurus
Besar Darud Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI) No. PB/B-II/14/XI/1981 tanggal
1 Desember 1981 memutuskan mengangkat Drs. H. Sahabuddin sebagai
Dekan STKIP DDI Polmas dan Alis Pindi, BA sebagai Kepala Bidang
Keuangan STKIP DDI Polmas12.
Dalam memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan oleh rapat Tim
Evaluasi dan Supervisi Kopertis Wilayah VII, maka pengurus menyepakati
dan memutuskan untuk membuat Yayasan yang mewadahi beberapa
kegiatan pendidikan sekolah dan perguruan tinggi. Pada tanggal 19 Maret
1987, Drs. H. Sahabuddin menghadap kepada Notaris Hasan Zaini Zainal,
S.H. di Ujung Pandang untuk membuat akta Yayasan dengan nama
Yayasan Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat YADDI yang berkedudukan
di Polewali13.
Dalam
perjalanannya
menjalankan
kepengurusan
mengelola
kegiatan pendidikan dan perguruan tinggi di bawah YADDI berjalan
dengan baik sampai ketika Drs. H. Sahabuddin menghadap di hadapan
12
13
Ibid.
Ibid.
6
Puspawati, S.H. selaku Notaris di daerah Polewali Mamasa membuat
suatu akta Yayasan pada tanggal 8 Desember 1993 dengan nama
Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang disingkat
YSTKIP
yang
juga
berkedudukan
di
Polewali
Mamasa.
Dalam
kepengurusan YSTKIP sama sekali tidak mengikut sertakan lagi nama
DDI Polmas. Setelah itu, Drs. H. Sahabuddin dan Drs. H. Alis Pindi
bersama-sama menghadap lagi ke Notaris Puspawati, S.H. untuk
membuat akta perubahan YSTKIP menjadi Yayasan Asy’Ariyah Polewali
Mandar dan terakhir berubah menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar
(UNASMAN) berdasarkan SK. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas
nama Menteri Pendidikan Nasional tanggal 27 April 200414.
Berdasarkan akta perubahan yayasan dari Yayasan Darud Da’wah
Wal-Irsyad disingkat YADDI kemudian menjadi Yayasan Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang disingkat YSTKIP dan berubah lagi
menjadi Yayasan Asy’Ariyah Polewali Mandar dan terakhir berubah
menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) yang menghilangkan
jejak nama Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) membuat Pengurus Besar
Darud Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI), Abd. Muiz Kabri selaku Ketua Umum
PB DDI dan M. Alwi Nawawi, selaku Sekretaris Jendral PB DDI
menggugat kepengurusan UNASMAN ke Pengadilan Negeri Polewali.
Gugatan tersebut telah melewati proses Pengadilan Negeri sampai pada
14
Ibid.
7
tingkat peninjauan kembali perkara perdata pada tingkat Mahkamah
Agung (MA)15.
Setelah adanya Undang-undang Yayasan yang mengatur tentang
Yayasan, dan setelah yayasan yang terbentuk atau berdiri sebelum
adanya Undang-undang Yayasan menyesuaikan anggaran dasarnya
dengan Undang-undang Yayasan maka perlu diketahui sejauh mana
hubungan antara Pengurus Besar DDI dengan Pengurus Yayasan
Asy’Ariyah Polewali Mandar yang berubah menjadi Universitas Asy’Ariyah
Mandar (UNASMAN)16.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, penulis
merumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan Pengurus Besar DDI sebagai pendiri pada
Universitas Asy’Ariah Mandar (UNASMAN)?
2. Bagaimana kewenangan pengurus yayasan dalam mengubah nama
yayasan STKIP DDI menjadi UNASMAN?
15
16
Ibid.
Ibid.
8
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin diperoleh dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Pengurus Besar DDI
sebagai pendiri pada Universitas Asy’Ariyah Mandar.
2. Untuk mengetahui kewenangan pengurus yayasan dalam mengubah
nama yayasan STKIP DDI menjadi UNASMAN.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diharapkan dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka penerapan ketentuan
Undang-undang Yayasan, guna terwujudnya tanggung jawab
yayasan kepada masyarakat.
2. Sebagai sumbangsih dan masukan pemikiran kepada pembaca
baik
dari
kalangan
teoritis
maupun
praktisi
hukum,
untuk
penegakan undang-undang yayasan sebagaimana mestinya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Ormas (Organisasi Masyarakat)
Organisasi massa atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang
digunakan di Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis massa yang
tidak bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari
istilah partai politik. Ormas dapat dibentuk berdasarkan beberapa
kesamaan atau tujuan, misalnya agama, pendidikan, sosial. 17
Pasca reformasi muncul banyak organisasi kemasyarakatan. Hal
tersebut diakibatkan karena di dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia yaitu Undang-undang Dasar 1945 amandemen keempat. Pasal
mengenai Hak Asasi Manusia menjiwai ketetapan-ketepan Pasal 28 C
tentang hak memajukan diri dan memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Pasal 28E (2) tentang
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan bersikap
seusai hati nurani, (2) hak berserikat, berkumpul dan berpendapat. Pasal
28F tentang hak berkomunikasi untuk mengembangkan pribadi &
lingkungan18.
17
http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik diakses pada tanggal 26 Agustus 2012, pada jam
10.26 pm
18
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_massa diakses pada tanggal 26 Agustus 2012, pada jam
10.30 pm
10
1.
Pengertian Organisasi Masyarakat
Pengertian organisasi masyarakat menurut Undang-undang Nomor 8
tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang terdapat
pada Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan
adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan,
profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai
tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila. Adapun pengertian dari organisasi masyarakat di
dalam rancangan perundang-undangan tentang organisasi masyarakat
adalah Organisasi yang
didirikan dengan sukarela oleh warga negara
Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan dan
kegiatan
untuk
dapat
berpartisipasi
dalam
pembangunan
demi
tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Organisasi Masyarakat adalah perkumpulan sosial yang dibentuk
oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat
dalam pembangunan bangsa dan negara. Manusia sebagai makhluk yang
11
selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri19.
2.
Tujuan, Fungsi, dan Ruang Lingkup Organisasi Masyarakat
Di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan tepatnya pada Pasal 3 ditetapkan bahwa organisasi
masyarakat menentukan tujuan
kemasyarakatan tersebut sesuai
rangka
mencapai
Pembukaan
tujuan
masing-masing
dengan
nasional
Undang-Undang
Dasar
dari organisasi
sifat kekhususannya dalam
sebagaimana
1945
dalam
termaktub
dalam
wadah
Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Adapun tujuan organisasi masyarakat yang
lebih terperinci terdapat pada rancangan perundang-undangan bahwa
Organisasi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan
keberdayaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat,
menjaga nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, melestarikan budaya, sumber daya alam, dan lingkungan hidup,
memperkuat persatuan bangsa; dan/atau mewujudkan tujuan negara.
Organisasi kemasyarakatan ini juga mempunyai fungsi di dalam
pembentukannya sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 tahun
1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Adapun fungsi dari organisasi
masyarakat ini yaitu organisasi masyarakat berfungsi sebagai wadah
penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya, sebagai wadah
19
http://bowandy.blogspot.com/2012/01/organisasi-masyarakat.html diakses pada tanggal 13
September 2012, pada jam 05.50 pm
12
pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan
tujuan organisasi, sebagai wadah peranserta dalam usaha menyukseskan
pembangunan nasional, sebagai sarana penyalur aspirasi anggota, dan
sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau
antar
Organisasi
Kemasyarakatan,
dan
antara
Organisasi
Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.
Untuk itu, di dalam mencapai sebuah tujuan dan fungsi dari
organisasi masyarakat, maka organisasi masyarakat tersebut harus
memiliki ruang lingkup kegiatan dan wilayah kerja dimana wilayah kerja
organisasi
masyarakat
mencakup
nasional,
provinsi,
dan/atau
kabupaten/kota seperti yang terdapat pada rancangan perundangundangan tentang organisasi masyarakat tepatnya pada Pasal 7 Ayat 2.
Adapun ruang lingkup kegiatan organisasi masyarakat mencakup antara
lain bidang :
a. Agama
b. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. Hukum
d. Sosial
e. Ekonomi
f. Kesehatan
g. Pendidikan
h. Sumber daya manusia
13
i.
Penguatan demokrasi Pancasila
j.
Pemberdayaan perempuan
k. Lingkungan hidup dan sumber daya alam
l.
Kepemudaan
m. Olahraga
n. Profesi
o. Hobi; dan/atau
p. Seni dan budaya.
3.
Hak dan Kewajiban Organisasi Masyarakat
Organisasi Kemasyarakatan memiliki hak dan kewajiban sesuai
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Adapun hak dari organisasi masyarakat sesuai dengan
Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan adalah untuk melaksanakan kegiatan demi mencapai
tujuan organisasi, serta berhak untuk mempertahankan hak hidupnya
sesuai dengan tujuan organisasi. Sedangkan Organisasi Kemasyarakatan
berkewajiban sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun
1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah untuk mempunyai
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, berkewajiban untuk
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta berkewajiban untuk
menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.
14
B.
Yayasan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah Yayasan adalah badan
atau organisasi yang bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan
pendidikan yang bertujuan tidak untuk mencari keuntungan. Dalam
Bahasa Belanda istilah yayasan disebut dengan (Stichtingen), adalah
suatu badan hukum yang berbeda dengan badan hukum perkumpulan
atau Perseroan Terbatas, dimana dalam Yayasan tidak mempunyai
anggota atau persero, Yayasan adalah badan hukum tanpa diperlukan
adanya campur tangan pemerintah.
Menurut
Scholten20,
Yayasan
adalah
badan
hukum
yang
mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan
pemisahan, mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai organ yayasan.
Menurutnya, yayasan adalah badan hukum yang memenuhi unsur-unsur :
a. Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu
perbuatan hukum pemisahan.
b. Mempunyai tujuan sendiri (tertentu).
c. Mempunyai alat perlengkapan (organisasi).
20
Hanri Raharjo, 2009, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm.18.
15
Menurut Ultrecht dan Wirjono Prodjodikoro21, pengertian yayasan
terkandung beberapa esensialnya, yaitu :
a. Adanya suatu harta kekayaan
b. Harta kekayaan itu merupakan harta kekayaan tersendiri tanpa ada
yang memilikinya melainkan dianggap sebagai milik dari yayasan
c. Atas harta kekayaan itu diberi suatu tujuan tertentu
d. Adanya pengurus yang melaksanakan tujuan dari diadakannya harta
kekayaan itu.
Pengertian Yayasan di dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan tepatnya pada Pasal 1 Ayat 1 adalah badan hukum
yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan,
yang tidak mempunyai anggota.
Menurut Rudhi Prasetya
22,
pengertian dari yayasan dari para pakar
hukum maupun yang berada pada Undang-undang tidak ditemukan
rumusan definisi dari yayasan itu sendiri, yang ada hanyalah esensial
serta penunjukan unsur-unsur dari suatu yayasan. Dengan kata lain apa
yang dirumuskan oleh undang-undang yayasan, tidak banyak berbeda
dengan apa yang diungkapkan oleh para pakar tersebut, hanya saja
dalam undang-undang ditegaskan bahwa harta kekayaan tersebut hanya
sekedar diperuntukkan untuk tujuan-tujuan di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan.
21
Rudhi prasetya, 2012, Yayasan Dalam Teori dan Praktik, Cetakan pertama, Sinar Grafika,
Jakarta, Hal.2
22
Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 3
16
1.
Cara Mendirikan Yayasan
Sebelum
berlakunya
Undang-undang
Yayasan,
belum
ada
keseragaman tentang cara mendirikan yayasan. Pendirian yayasan hanya
didasarkan pada kebiasaan di dalam masyarakat, karena belum ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang cara pendirian
yayasan, serta keharusan pembentukan yayasan melalui akta notaris.
Akibatnya perdebatan mengenai status yayasan sebagai badan hukum
atau bukan, masih terus berlangsung. Lebih parah lagi karena tidak ada
suatu
kententuan
yang
menyebutkan
bahwa
yayasan
konkordan
mengikuti hukum Belanda, apalagi di Belanda sendiri pengaturan yayasan
sudah mengalami perubahan setelah Indonesia merdeka.23
Adapun beberapa syarat agar perkumpulan atau badan/badan usaha
disebut sebagai badan hukum. Hal ini berkaitan dengan sumber hukum,
khususnya dalam kaitannya dengan sumber hukum formal tentang syarat
badan hukum yang dikaji dari sumber hukum formal memberikan
beberapa kemungkinan, bahwa badan hukum tersebut telah memenuhi24 :
a. Syarat berdasarkan ketentuan perundang-undangan
b. Syarat berdasarkan pada hukum kebiasaan dan yurisprudensi
c. Syarat berdasarkan pada pandangan doktrin
23
24
Anwar Borahima, Op. Cit., hlm.22
Chidir Ali, 1991, Badan Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 79-98
17
Namun, setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan Nomor 16
Tahun 2001, di dalamnya telah dicantumkan dengan jelas syarat untuk
mendirikan yayasan. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut:25
a. Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih
Setiap orang dapat mendirikan yayasan baik secara sendiri
atau bersama. Orang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
perorangan maupun badan hukum. Pendirian yayasan juga tidak
memandang kewarganegaraan seseorang, sehingga baik warga
negara Indonesia maupun warga negara asing dapat mendirikan
yayasan. Namun ada perbedaan persyaratan jika yayasan didirikan
oleh pihak asing. Dalam hal yayasan yang didirikan oleh orang asing
atau bersama-sama orang asing maka syarat dan tata cara pendirian
yayasan tersebut diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam
peraturan pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2008 tentang
pelaksanaan Undang-undang tentang Yayasan dibedakan antara
yayasan yang didirikan oleh orang perseorangan asing dan badan
hukum asing. Bagi yayasan yang didirikan oleh orang perseorangan
asing dipersyaratkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang
terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang
pelaksanaan Undang-undang tentang Yayasan sebagai berikut :
25
Anwar Borahima, Loc.Cit. hlm.38
18
1) Identitas pendiri yang dibuktikan dengan paspor yang sah
2) Yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang asing
bersama
dengan
orang
Indonesia,
salah
satu
anggota
pengurus yang menjabat sebagai ketua, sekretaris, atau
bendahara wajib dijabat oleh warna negara Indonesia.
3) Anggota pengurus yayasan yang didirikan oleh orang asing
atau orang asing bersama orang Indonesia wajib bertempat
tinggal di Indonesia.
4) Anggota pengurus yayasan yang berkewarganegaraan asing
harus memegang izin melakukan kegiatan atau usaha di
Wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu Izin
Tinggal Sementara. Ketentuan ini tidak berlaku bagi pejabat
corps diplomatik beserta keluarganya yang ditempatkan di
Indonesia.
b. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya
Perbuatan hukum atau badan hukum sebagai pendiri suatu
yayasan untuk memisahkan kekayaan yang kemudian dijadikan
sebagai kekayaan awal yayasan merupakan elemen penting dalam
pendirian yayasan. Dengan pemisahan kekayaan, maka hubungan
antara pendiri dengan kekayaan terputus. Oleh karena itu, pendiri
yayasan bukanlah pemilik yayasan yang didirikan, sehingga di dalam
Undang-undang yayasan tidak dikenal dengan istilah pemilik.
19
c. Harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa
Indonesia.
Pembuatan akta untuk mendirikan
yayasan telah lama
dilakukan jauh sebelum Undang-undang Nomor 16 tahun 2001
tentang Yayasan diundangkan. Pembuatan akta pendirian yayasan
dilakukan oleh pendiri atau orang lain yang mendapatkan kuasa dari
pendiri. Akta pendirian yayasan memuat anggaran dasar dan
keterangan lain yang dianggap perlu, seperti nama, alamat,
pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan pendiri,
pembina, pengurus, dan pengawas.
d. Harus memperoleh pengesahan Menteri.
Yayasan
memperoleh
dapat memperoleh status badan hukum setelah
status
badan
hukum
mendapatkan pengesahan dari
setelah
akta
pendirian
Menteri, dimana Pengesahan
Menteri yang dimaksudkan disini adalah pengesahan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Segala perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan
memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus
secara tanggung renteng.
20
e. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
Permohonan untuk pengumuman diajukan oleh pengurus
yayasan atau kuasanya26. Selama pengumuman belum dilakukan,
maka pengurus yayasan bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas seluruh kerugian yayasan.
f. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh
yayasan lain, atau bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau
kesusilaan.
Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesamaan nama
dengan yayasan lain, hal ini berkaitan dengan perlindungan merek.
Larangan ini dimaksudkan agar tidak menyesatkan masyarakat atau
pihak lain yang berkepentingan atau berhubungan dengan yayasan.
Yang dimana selama ini sering kali dijumpai persamaan nama
beberapa yayasan walaupun kegiatan dan tujuannya berbeda.
g. Nama yayasan harus didahului dengan kata yayasan.
Persyaratan
ini
dimaksudkan
untuk
lebih
memberikan
penegasan identitas bagi yayasan. Ketentuan ini sama dengan
penyebutan untuk Perseroan Terbatas (PT), Firma (Fa), atau
Perseroan Komanditer (CV).
26
Pasal 24 Ayat 1 Undang-undang yayasan
21
2.
Anggaran Dasar Yayasan
Anggaran dasar adalah seperangkat peraturan-peraturan yang
diadakan waktu pendirian yayasan, yang dipakai sebagai acuan aturan
permainan yang harus dipatuhi dalam gerak dan kegiatan yayasan.27
Anggaran dasar merupakan bagian dari isi akta pendirian yayasan (Pasal
14 Ayat (1) Undang-undang Yayasan). Anggaran dasar itu sendiri sebagai
aturan dasar yayasan yang wajib dipatuhi oleh Organ Yayasan, yaitu
Pembina, Pengurus dan Pengawas. Anggaran dasar baru berlaku setelah
akta pendirian yayasan disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.28
Anggaran dasar pada awalnya dibuat oleh pendiri yayasan, dibuat
bukan mengikuti kemauan dari oendirinya, melainkan harus dibuat
mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang
Yayasan. Begitupun notaris dalam menuangkan dalam akta mengenai
anggaran dasar ini, juga tidak terlepas dari ketentuan Undang-undang
Yayasan dan Undang-undang Jabatan Notaris.29 Mengenai apa saja yang
harus dimuat di dalam anggaran dasar sebuah yayasan, Pasal 14 Ayat (2)
27
Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 13
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 48
29
Ibid, hlm. 48
28
22
UU Yayasan mengatur bahwa isinya paling kurang memuat tentang halhal sebagai berikut:30
a. Nama dan tempat kedudukan.
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan
tujuan tersebut.
c. Jangka waktu pendirian.
d. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri
dalam bentuk uang atau benda.
e. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan.
f. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota
Pembina, pengurus dan Pengawas.
g. Hak dan kewajiban anggota Pembina, pengurus, dan pengawas.
h. Tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan.
i.
ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar.
j.
Penggabungan dan pembubaran yayasan.
k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan
setelah pembubaran.
30
Ibid, hlm. 48-49
23
3.
Organ Yayasan
Yayasan tergolong sebagai subjek hukum, hanya saja ia bukan
subjek hukum dalam wujud manusia alamiah, melainkan ia merupakan
subjek hukum yang berwujud badan yaitu badan hukum. Maka sudah
tentu subjek hukum yang berwujud badan ini, tidak dapat mengurus
dirinya sendiri. Sebagai subjek hukum badan, ia tidak dapat menjalankan
sendiri apa yang harus dilakukan oleh badan tersebut. Maka dengan
demikian diperlukan alat perlengkapan (yang dinamakan organ) yang
berwujud manusia alamiah untuk mengurus dan bertindak mewakili badan
ini.31
Yayasan sebagai sebuah badan hukum dapat dibebani hak dan
kewajiban, sehingga untuk bisa dibebani hak dan kewajiban, yayasan
memerlukan perangkat yang disebut dengan organ yang mengurus dan
bertindak atas nama yayasan. Seperti halnya badan hukum Perseroan
Terbatas (PT), di dalamnya terdapat 3 (tiga) organ yaitu Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris yang masing-masing
memiliki fungsi dan kewajiban dan saling berkerja sama mengurus
perseroan terbatas sesuai denga tugasnya masing-masing. Untuk
yayasan, alat perlengkapannya atau organnya telah ditentukan dalam
Pasal 28 - Pasal 47 Undang-undang Yayasan yaitu Pembina, Pengurus
dan Pengawas.
31
Rudhi Prasetya, Loc.Cit., hlm. 11.
24
a. Pembina
Sama halnya dengan perseroan dan koperasi, pada yayasan alat
perlengkapannya yang bernama Pembina merupakan organ tertinggi
seperti
Pembina
pada Rapat Umum Pemegang Saham di dalam perseroan.
merupakan
organ
tertinggi
dibandingkan
dengan
alat
perlengkapan yayasan lainnya yaitu pengurus dan pengawas. 32
Kedudukan Pembina sebagai organ tertinggi dapat dilihat dalam
ketentuan Pasal 28 Ayat (1) Undang-undang Yayasan, bahwa Pembina
mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus dan
pengawas oleh Undang-undang Yayasan atau anggaran dasar. Dengan
ketentuan tersebut, kewenangan itu harus dilakukan oleh Pembina itu
sendiri karena tidak mungkin dapat diserahkan oleh organ yayasan lain
seperti
untuk
mengangkat
dan
memberhentikan
pengurus
dan
pengawas33.
Selaku organ tertinggi memiliki kewenangan untuk menilai hasil
pekerjaan pengurus dan pengawas setiap tahun, hal ini tampak dalam
laporan tahunan yang ditandatangani oleh pengurus dan pengawas,
kemudian disahkan dalam Rapat Pembina. Rapat Pembina dapat saja
menolak pengesahan jika laporan tersebut isinya ternyata tidak benar. 34
32
Gatot Supramono, Loc.Cit., hlm. 75
Ibid, hlm. 75-76
34
Ibid, hlm. 76
33
25
Untuk menjadi anggota Pembina tidak dilakukan pemilihan tetapi
pengangkatan. Pengangkatan anggota Pembina dilakukan dengan
berdasarkan rapat anggota Pembina. Adapun orang-orang yang dapat
diangkat menjadi anggota pembina diatur di dalam Pasal 28 ayat 3
undang-undang yayasan adalah orang perseorangan sebagai pendiri
yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota
pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud
dan tujuan yayasan. Mengenai siapa yang dapat diangkat menjadi
anggota Pembina, menurut UU terdapat alternative sebagai berikut:35
1) Pendiri yayasan selaku pribadi, atau
2) Orang yang bukan pendiri yayasan, atau
3) Pendiri yayasan selaku peribadi dan orang yang bukan pendiri
yayasan.
Orang yang bukan pendiri yayasan dapat diangkat sebagai anggota
pembina, diseleksi dulu dalam rapat anggota pembina dengan melakukan
penilaian bahwa mereka mempunyai dedikasi yang tinggi dalam
memperhatikan maksud dan tujuan yayasan36.
Adapun kewenangan pembina yang diatur di dalam Pasal 28 ayat 2
Undang-undang Yayasan adalah sebagai berikut :
1) Mengambil keputusan mengenai perubahan anggaran dasar
35
36
Ibid, hlm. 76
Ibid, hlm. 76
26
2) Melakukan
pengangkatan
dan
pemberhentian
anggota
pengurus dan anggota pengawas
3) Memberikan penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan
anggaran dasar yayasan
4) Mengesahkan program kerja dan rancangan anggaran tahunan
yayasan
5) Mengambil
keputusan
mengenai
penggabungan
atau
pembubaran yayasan
Kelima kewenangan tersebut di atas dilakukan dengan cara melalui
rapat anggota pembinaa, karena pembina merupakan lembaga yang tidak
mungkin setiap anggotanya dapat dilakukan sendiri-sendiri. Adapun rapat
pembina yang ditetapkan di dalam Pasal 30 ayat 1 Undang-undang
Yayasan adalah sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dimana di
dalam Undang-undang tidak membatasi rapat yang diadakan dalam
setahun, hal tersebut diserahkan kepada itikad baik para anggota
pembina yayasan.
b. Pengurus
Pengurus merupakan organ eksekutif dalam yayasan, karena
pengurus yang melakukan pengurusan baik di dalam dan di luar yayasan.
27
pengurus menjalankan roda yayasan untuk mencapai maksud dan
tujuannya.37
Di dalam undang-undang yayasan tidak banyak menetapkan
mengenai persyaratan seseorang untuk menjadi pengurus yayasan,
undang-undang hanya memberikan satu syarat saja, yaitu pada ketentuan
Pasal 31 ayat 2 menetapkan bahwa yang dapat diangkat sebagai
pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan
hukum.38 Orang yang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum
dalam Pasal 1330 KUH Perdata dilihat dari segi usia dan dari segi
kesehatan jiwa. Mengenai segi usia sudah jelas telah dewasa. Menurut
Undang-undang adalah telah dewasa adalah yang telah berusia 18 tahun.
Dengan sudah menginjak umur tersebut, maka dianggap seseorang itu
telah cakap bertindak secara hukum.39 Kemudian tentang kesehatan jiwa,
bahwa yang bersangkutan harus sehat rohaninya, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya secra hukum, yang apabila orangorang yang sakit ingatan, lemah pikirannya, sehingga jika mereka
bertindak di dalam hukum, perbuatannya sulit dipertanggungjawabkan.
Orang yang demikian tidak cakap untuk bertindak dan berada di bawah
pengampuan.40
37
Ibid, hlm. 82
Ibid, hlm. 82-83
39
Ibid, hlm. 83
40
Ibid, hlm. 83
38
28
Menurut Gatot Supramono, syarat tersebut masihlah kurang.
Menurutnya, jika dilihat dari kehendak Undang-undang yayasan itu sendiri
menginginkan agar yayasan dapat dikelola secara profesional maka dari
itu dibutuhkan orang yang berkualitas sehingga syarat-syarat tersebut
dinilai masih kurang dan perlu ditambah sehingga orang yang diangkat
menjadi pengurus benar-benar mampu mengurus yayasan dengan baik.
Beberapa syarat yang kiranya dapat dijadikan sebagai tambahan antara
lain yaitu pendidikan. Latar belakang pendidikan merupakan salah satu
syarat yang tergolong banyak mempengaruhi cara dan keberhasilan suatu
pekerjaan
yang
dilakukannya.
Semakin
tinggi
pendidikannya
mempengaruhi seseorang terhadap cara pandang yang semakin luas dan
cara berpikir logis, memiliki kecepatan untuk mengatasi masalah, serta
bertanggung jawab yang tinggi pula41.
Anggota pengurus yang telah diangkat dalam rapat pembina,
memiliki masa jabatan yang terbatas seperti pada umumnya yang berlaku
pada pejabat negara/pemerintah maupun pejabat perusahaan (perseroan
terbatas). Di dalam Pasal 32 ayat 1 ditetapkan bahwa pengurus yayasan
mempunyai masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat kembali. Akan
tetapi setelah terjadi perubahan undang0undang tersebut dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 teryata Pasal 32 ayat 2 tidak
41
Ibid, hlm. 83-84
29
membatasi lagi hal tersebut dan diserahkan kepada ketentuan anggaran
dasar yayasan.42
Selama pengurus dapat menjalankan tugasnya dengan baik,
mungkin tidak ada permasalahan, sebaliknya jika pengurus di dalam
menjalankan tugasnya ternyata dinilai pembina dapat merugikan yayasan,
maka anggota yang berangkutan dapat diberhentikan dalam rapat
pembina sebelum masa jabatan pengurus berakhir.43
Adapun di susunan kepengurusan yayasan di dalam Pasal 32 ayat 2
undang-undang yayasan telah jelas mengatur bahwa susunan pengurus
yayasan minimal harus ada tiga orang yang menduduki jabatan yaitu
seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara. Adapun
apabila
terjadi
pengembangan
susunan
pengurus
tersebut
dapat
dituangkan dalam anggaran dasar yayasan agar semua perangkat
yayasan menjadi terikat.
c. Pengawas
Pengertian pengawas di dalam Pasal 40 Undang-undang nomor 16
tahun 2001 dan Pasal 24 anggaran dasar bahwa organ yayasan yang
bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasehat kepada pengurus
dalam menjalankan kegiatan yayasan. Jadi dalam pemikirannya, perlu
ada suatu mekanisme dimana pengurus dalam menjalankan kegiatannya
42
43
Ibid, hlm. 86
Ibid, hlm. 87
30
terkontrol hingga pengurus tidak bertindak sewenang-wenang dan atau
merugikan yayasan. Dalam hubungan inilah maka perlu adanya
pengawas tersebut sebagai organ pengontrol pengurus44. Oleh karena itu,
adanya pengawas ini mutlak adanya.
Dalam hubungan apa yang terurai di atas, dalam Pasal 27 Anggaran
Dasar dirumuskan wewenang dan atau kekuasaan pengawas, yaitu 45 :
1) Pengawas berwenang untuk a) memasuki bangunan, halaman,
atau tempat lain yang dipergunakan yayasan; b) memeriksa
dokumen; c) memeriksa pembukuan dan mencocokkannya
dengan uang kas atau d) mengetahui segala tindakan yang
telah dijalankan oleh pengurus; e) memberi peringatan kepada
pengurus.
2) Pengawas dapat memberhentikan untuk sementara satu orang
atau lebih pengurus apabila pengurus tersebut bertindak
bertentangan dengan anggaran dasar dan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Keberadaan
organ
pengawas
dimaksudkan
untuk
mencegah
penyalahgunaan yayasan. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa motif
pendirian yayasan bermacam-macam, diantaranya sebagai alat untuk
menghindari pajak. Di samping itu semakin banyak yayasan yang
44
45
Rudhi prasetya, Loc.Cit., hlm 20
Ibid, hlm. 20
31
melakukan kegiatan usaha yang mengejar laba, dan semakin seringnya
penipuan berkedok yayasan. Tidak dapat disangsikan bahwa ada
beberapa yayasan didirikan untuk kepentingan pendirinya dan dalam
beberapa kasus memperlihatkan adanya penipuan atau kecurangan.
Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan landasan bahwa yayasan
merupakan alat untuk melakukan kecurangan/penipuan karena jauh lebih
banyak
yayasan
yang
sungguh-sungguh
bertujuan
sosial
dan
kemanusiaan.46
Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi pengawas
yaitu sebagai berikut47 :
1) Orang perorangan
2) Mampu melakukan perbuatan hukum
3) Bukan pembina atau pengurus yayasan tersebut
4) Tidak
pernah
dinyatakan
bersalah
dalam
melakukan
pengawasan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi
yayasan,
masyarakat,
dan negara
berdasarkan putusan
pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap
5) Anggota pengawas yayasan yang berkewarganegaraan asing
harus memegang izin melakukankegiatan atau usaha di
46
47
Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 234
Ibid, hlm. 214
32
wilayahnegara Republik Indonesia dan memegang Kartu Izin
Tinggal Sementara
Pengawas
yayasan
diangkat
dan
diberhentikan
berdasarkan
keputusan rapat pembina untuk jangka waktu 5 tahun dan kemungkinan
dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama berakhir untuk
masa jabatan berikutnya, apabila ditentukan dalam anggaran dasar.
Dari syarat yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa persyaratan
untuk organ yayasan dibagi atas dua yaitu syarat umum dan syarat
khusus. Syarat umum yaitu orang perorangan, tanpa persoalan apakah
seseorang tersebut warga negara Indonesia atau bukan. Sedangkan
syarat khusus yaitu mempunyai dedikasi tinggi, mampu melakukan
perbuatan hukum, dan tidak pernah dihukum dalam jangka waktu 5 tahun
sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap48.
C.
Sejarah Lahirnya DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad)
Darud Da’wah Wal Irsyad atau yang dikenal dengan sebutan DDI
adalah suatu Organisasi Masyarakat Islam yang dibentuk oleh beberapa
Alim Ulama di Indonesia, yang memberi peranan dalam fungsi mengajak
manusia ke jalan yang benar dan membimbingnya menurut ajaran Islam
ke arah kebaikan dan mendapatkan keselamatan Dunia Akhirat.
Berdasarkan namanya, DDI merupakan singkatan dari Darud
Da’wah Wal Irsyad yang berarti pemberian nama demikian adalah
48
Ibid, hlm 217
33
merupakan
tafawul
dalam
rangka
menyebarluaskan
dakwah
dan
pendidikan dengan pengertian, darud = Rumah, artinya tempat atau
setrum penyiaran, Da’wah = Ajakan, artinya panggilan memasuki rumah
tersebut. Al Irsyad = petunjuk, artinya petunjuk itu akan di dapat melalui
proses berdakwah lebih dahulu di suatu daerah kemudian diusul
pendidikan pesantren atau madrasah49.
1.
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang.
Salah satu Madrasah (Lembaga Pendidikan) tertua dan dikenal
masyarakat di Sulawesi Selatan adalah Madrasah Arabiyah Islamiyah
(MAI) Sengkang Wajo yang didirikan pada bulan Zulkaeddah 1348 H atau
bertepatan bulan Mei 1930 M oleh Anregurutta K.H.M. As’ad yang baru
saja kembali dari Mekah pada tahun 1928 setelah menyelesaikan masa
belajarnya pada Madrasah Al Falah Mekah.50
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang Wajo mula berdirinya
hanya merupakan pengajian pesantren yang pelaksanaannya mengambil
tempat di rumah kediaman beliau. Setelah santrinya bertambah banyak
tempat pelaksanaan pengajiannya dipindahkan ke Mesjid Jami Sengkang
dan dalam perkembangan lebih lanjut didirikan pula dalam bentuk
49
http://achie88yazid.blogspot.com/2012/07/sejarah-kebangkitan-dan-perkembangan.html
diakses pada tanggal 27 Agustus 2012 pada pukul 1.31 am
50
Ibid
34
pendidikan
formal
yakni
sistem
Madrasah
yang
pengaturannya
dipercayakan kepada K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle.51
Madrasah Arabiyah Islamiyah Sengkang tidak berkembang secara
meluas sebab oleh pendirinya tidak dibenarkan membuka cabang di
daerah-daerah. Hal disebabkan oleh kehawatiran beliau terahadap ketidak
mampuan mengkordinirnya sehingga dapat memberikan citra yang kurang
baik terhadap MAI Sengkang termasuk dalam hal ini menjaga mutunya.
Namuan demikian berkat pembinaan yang dilakukan oleh K.H. M.As’ad
baik, maka dari MAI Sengkang inilah lahir ulama-ulama penting di
Sulawesi Selatan, misalnya K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle, K.H.M. Daud
Ismail, K.H. Muh. Abduh Pabbajah, K.H.M.Yunus Maratan dan lainlainnya.52
Setelah berselang beberapa saat lamanya setelah K.H.M. As’ad
meninggal yaitu pada hari Senin 12 Rabiul Akhir 1372 H yang bertepatan
dengan 29 Desember 1952 dalam usia 45 tahun maka untuk mengenang
jasa-jasa beliau, MAI Sengkang diintegrasikan menjadi Perguruan
As’adiyah. Ini terjadi pada tanggal 25 Sya’ban 1372 H yang bertepatan
dengan 9 Mei 1953 berdasarkan hasil mufakat dari musyawarah yang
dilakukan oleh kalangan warga MAI Sengkang pada waktu itu.53
Pada masa setelah perubahan nama inilah As’adiyah mengalami
perkembangan lebih meluas karena pembukaan cabang-cabang di daerah
51
Ibid
Ibid
53
Ibid
52
35
sudah ditensifkan yang semula tidak dibenarkan. Kini As’adiyah sudah
memiliki madrasah dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai pada tingkat
Perguruan Tinggi.54
2.
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso
Diantara yang berulang kali mengajukan permohonan kepada K.H.
M. As’ad selaku pimpinan MAI Sengkang agar dapat didirikan pesantren
Madrasah MAI di daerahnya adalah H.Andi Muh.Yusuf Andi Dagong
Kepala Pemerintahan Swapraja Soppeng Riaja bersama kadhinya yang
bernama H.Kittab dengan mengajukan usul calon pimpinan perguruan
yang akan didirikan adalah K.H. Abd.Rahman Ambo Dalle. Terdapat pula
daerah lain yang sering mengajukan usul yang serupa yaitu Pare-pare
dan Palopo.55
Permohonan ini pada mulanya selalu ditolak oleh K.H. M.As’ad
karena menurut beliau kepindahan K.H. Abdul Rahman Ambo Dalle,
sebagai pembantu terdekatnya dalam membina pesantren madrasah
dapat menghambat kemajuan MAI Sengkang yang merupakan sentral
pendidikan dan pengajaran Islam di Sulawesi Selatan pada waktu itu.
Oleh karena permohonan terus-menerus oleh mereka, maka dengan hati
berat pada akhirnya K.H. M As’ad menyerahkan masalahnya kepada K.H.
Abd Rahman Ambo Dalle, apakah permintaan Arung Soppeng Riaja dan
masyarakatnya itu dipenuhi atau ditolak. Dengan pertimbangan demi
54
55
Ibid
Ibid
36
untuk kepentingan pendidikan ummat Islam permohonan tersebut diterima
oleh K.H. Abd Rahman Ambo Dalle.56
Setelah K.H. Abd Rahman Ambo Dalle berada di Mangkoso ibukota
Swapraja Soppeng Riaja sebagai tempat tugasnya yang baru, maka
setelah diadakan seleksi/testing terhadap calon santri pada tanggal 11
Januari 1938 bertepatan dengan hari Rabu 20 Zulkaedah 1357 H.
Berdasarkan hasil evaluasi testing itu, dibuatlah tiga tingkatan sekaligus
yaitu tingkatan Tahdiriyah, Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. 57
Hal ini dimungkinkan karena beberapa santri senior beralih juga ke
Mangkoso disamping adanya santri-santri yang dahulunya terpusat ke
MAI Sengkang sekarang sebahagian beralih ke Mangkoso. Disini terlihat
bahwa apa yang menjadi kehawatiran K.H.M. As’ad atas kepindahan
K.H.Abd
Rahman
Ambo
Dalle
akan
membawa
pengaruh
atas
perkembangan MAI Sengkang bener-benar terbukti.58
Adapun nama pesantren Madrasah yang didirikan ini diberi nama
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) identik dengan nama pesantren
madrasah yang diasuh oleh K.H.M.As’ad di Sengkang Wajo, sekalipun
bila dilihat dari sudut organisatoris dan administratif antara keduanya tidak
ada hubungan struktural yang formil. Ini disebabkan oleh kepemimpinan
56
Ibid
Ibid
58
Ibid
57
37
K.H.M.As’ad yang tetap tidak mau membenarkan adanya cabang MAI
Sengkang di daerah-daerah.59
Pembina utama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso pada
awal berdirinya adalah H.Andi Tobo petta Gowa dan H.M.Yusuf Andi
Dagong yang telah menyediakan dana logistik untuk pembiayaan MAI
dalam
rangka
menjamin
perkembangannya.
Sedangkan
pimpinan
pesantren/madrasah sekaligus juga sebagai penanggung jawab penuh
berada di tengah K.H.Abd Rahman Ambo Dalle.60
Dalam perkembangan MAI selanjutnya dengan melihat melimpahnya
santri dan telah banyaknya tamatan Tsanawiyah MAI, maka pada tahun
1947 dibukalah Aliyah Lil Banin MAI khusus untuk laki-laki dan dalam
pengembangan selanjutnnya pada tahun 1944 didirikan pula Aliyah Lil
Banat MAI khusus untuk putri.61
Dalam pengembangan MAI Mangkoso terdapat peluang yang cukup
baik
sebab
kebijaksanaan
K.H.Abd.Rahman
Ambo
Dalle
adalah
membenarkan berdirinya MAI di daerah-dearah. Maka berdirilah MAI di
daerah tertentu atas permintaan masyarakat setempat yang tercermin
pada tiga komponen penunjangnya yaitu rakyat, pegawai syara’ dan unsur
pemerintahan. Diantaranya cabang tertua itu adalah cabang Bonto-bonto
Pangkep, Paria Wajo, Kulo Sidrap dan Soppeng. Hal ini erat kaitannya
59
Ibid
Ibid
61
Ibid
60
38
dengan muballigh-muballigh MAI yang dikirim ke daerah-daerah atas
permintaan masyarakat setempat baik untuk menjadi da’i maupun untuk
menjadi qurra’/huffatz yang dijadikan imam shalat tarwih selama bulan
Ramadhan berlangsung.62
Pada saat pendudukan Jepang dimana sekolah-sekolah berada
dalam pengawasan Jepang, maka pada saat itu pesantren/madrasah MAI
Mangkoso tetap berjalan dengan merobah tempat belajarnya. Kalau
dahulunya sebelum ada pengawasan pemerintah pendudukan Jepang,
tempat belajar dilakukan di kelas-kelas, maka dalam keadaan darurat ini
pelaksanaan pelajaran dilakukan di mesjid-mesjid dan rumah-rumah di
mana guru itu berada. Semua kelas dibagi-bagi kemudian diserahkan
kepada seorang guru untuk bertanggung jawab terhadap kelas yang
merupakan kelompok studi itu dan dapat memilih tempat belajar dimana di
rasa aman dan dapat memuat kelompoknya.63
3.
Peralihan MAI Mangkoso menjadi DDI
Sebagai
realisasi
dari
keputusan
musyawarah
Alim
Ulama
Ahlussunnah Wal Jamaah se Sulawesi Selatan tentang perlunya di bentuk
suatu Organisasi guna lebih meningkatkan fungsi dan peranan MAI
Mangkoso, maka muncullah beberapa usul tantang nama bagi organisasi
yang akan di bentuk itu. Antara lain usul dari K.H. Muh.Abdullah Pabbajah
dengan
62
63
nama
“Nasrul
Haq”
dari
Ustadz
H.Muh.Thaarir
Usman
Ibid
Ibid
39
mengusulkan nama “Al-Urwatul wusqa” sementara Syeikh Abd. Rahman
Firdaus mengusulkan nama Darud Da’wah Wal Irsyad. Setelah di
musyawarahkan, maka yang di sepakati secarah bulat adalah nama
Darud Da’wah Wal Irsyad.64
Berdasar pada argument yang di sebut diatas, maka Darud Da’wah
Wal Irsyad pada hakekatnya adalah suatu organisasi yang mengambil
peran dalam fungsi mengajak manusia ke jalan yang benar dan
membimbingnya
menurut
ajaran
Islam
kea
rah
kebaikan
dan
mendapatkan keselamatan Dunia Akhirat.65
Untuk terwujudnya organisasi ini dan agar dapat segera memulia
kegiatan-kegiatannya, maka oleh peserta musywarah Alim Ulama di
amanatkan kepada K.H. Abd Rahman Ambo Dalle selaku pimpinan MAI
yang telah memiliki cabang di beberapa daerah untuk mengambil
prakarsa seperlunya. Segera K.H. Abd Rahman Ambo Dalle segera
menjalankan amanah yang diembannya ini dengan mengundang guruguru MAI beserta utusan cabang-cabang MAI dari daerah-daerah agar
segera datang ke Mangkoso untuk menghadiri musyawarah yang di
adakan pada bulan sya’ban 1366 H. (1947 M.). Musyawarah ini sengaja di
adakan untuk menyususn aktivitas (program) yang akan dilakukan untuk
64
Tulisan Darud Da’wah Wal Irsyad ditetapkan demikian, sebagai pengecualian dari tata cara
penulisan ejaan Bahsa Indonesia yang disempurnakan yang diberi tanda (‘)mpada kata Da’wah.
Alasannya karena ini merupakan sebuah nama (bukan kalimat sapaan biasa) untuk lembaga Islam
yang kental dengan nuansa arab sehingga tida perlu mengikuti kaedah ejaan Bahasa Indonesia.
65
Anonim, Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) dalam Simpul Sejarah Kebangkitan dan
Perkembangan, hlm. 9
40
mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam musyawarah di
watansoppeng. Beberapa waktu sebelumnya. Memperhatikan kedua
musyawarah ini, maka dapat dimengerti kalau pada asasnya MAI
Mangkoso adalah cikal bakal berdirinya sebuah organisasi yang sampai
kini di kenal dengan nama DDI.66
66
Ibid
41
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian adalah salah satu upaya untuk mengetahui lebih jelas
mengenai permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan metode
ilmiah secara sistematis untuk memberikan pengetahuan yang benar dan
objektif mengenai gejala sosial di dalam masyarakat yang ditinjau dari
segi hukum yang berlaku. Penelitian ini sangat penting dalam penyusunan
karya ilmiah, baik itu di dalam penyusunan skripsi ini karena inti
permasalahan akan dianalisis kemudian dibahas sesuai kenyataan yang
ada di lapangan.
A.
Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melaksanakan penelitian di
Wilayah Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat tepatnya pada
Universitas Asy’Ariyah Mandar. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan
dengan
alasan
Universitas
Asy’Ariyah
Mandar
sebagai
yayasan
perguruan tinggi yang bersengketa dengan Ormas DDI dalam mengubah
nama yayasan STKIP DDI.
42
B.
1.
Jenis dan Sumber Data
Jenis Data.
Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini,
adalah sebagai berikut :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli tanpa melalui media perantara yang berupa opini
subyek,
baik
secara
individual
ataupun
kelompok
dari
responden dengan menggunakan pedoman wawancara
b. Data sekunder, yaitu data yang sudah tersaji secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh
pihak lain ) yaitu melalui buku-buku, dokumen-dokumen, artikel
Internet serta peraturan perundang-undangan yang berlaku).
2.
Sumber Data
Data yang diperoleh bersumber dari :
a. Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap
obyek yaitu pada Universitas Asy’Ariyah Mandar.
b. Penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
membaca
literatur
atau
kepustakaan
yang
mempunyai
hubungan dengan obyek yang diteliti.
c. Penelitian
dengan
mengkaji
Putusan
Pengadilan
Negeri
Polewali Mandar, Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, dan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai
perkara pihak DDI dengan pihak UNASMAN.
43
C.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulan data yang dibutuhkan di dalam penulisan
skripsi ini, dilakukan tehnik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Melakukan
observasi
lapangan,
dengan
cara
melakukan
pengamatan terhadap aktivitas dari obyek yang diteliti.
2. Melakukan wawancara, kegiatan ini penulis lakukan terhadap pihakpihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang terkait
dengan permasalahan antara pihak DDI dengan pihak Universitas
Asy’Ariyah Mandar, seperti Pengurus besar DDI tepatnya yaitu
dengan Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi nawawi sebagai pihak
penggugat, Pengurus Universitas Asy’Ariyah Mandar yaitu tepatnya
pada Sahabuddin, Alif Pindi, Arif Liwa sebagai pihak tergugat serta
Puspawati, S.H. sebagai Notaris yang melakukan pembuatan Akta
pergantian nama yayasan, serta pihak-pihak lainnya.
D.
Analisis Data
Dalam menganalisis data yang sudah dikumpulkan, penulis akan
menggunakan analisis secara kualitatif dengan cara menganalisis
ketentuan perundang-undangan yang ada mengatur yayasan, kemudian
didiskripsikan
guna
menghasilkan
pembahasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi ilmiah maupun dari segi hukum.
44
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan
Pengurus
Besar
DDI
sebagai
pendiri
pada
Universitas Asy’Ariah Mandar (UNASMAN)
Lembaga Yayasan adalah suatu pranata sosial yang sangat
diperlukan untuk mendukung visi, misi, dan tujuan pembentukan suatu
Negara yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu
karakteristik yayasan adalah bahwa tujuan yayasan adalah sebagai suatu
harta yang ditersendirikan yang merupakan wadah saluran amal para
penyandang dana untuk mencapai tujuan yayasan seperti dimuat dalam
Anggaran Rumah Tangga. Yayasan sebagai foundation/stichting adalah
harta yang ditersendirikan yang meskipun ada pengurus akan tetapi
lembaga yayasan sebagai pranata sosial tersebut meski memiliki
pengurus akan tetapi badan hukum yayasan sudah tidak memiliki pemilik
dan anggota67.
Adapun pendapat dari Anwar Borahima, Salah satu Guru Besar di
Universitas Hasanuddin bahwa Tujuan dari pembentukan yayasan itu
adalah harus Idiil, tidak boleh bertentangan dengan hukum, ketertiban
umum, kesusilaan, dan kepentingan umum. Tujuan itu tidak boleh
diarahkan pada pencapaian keuntungan
atau kepentingan kebendaan
lainnya bagi pendirinya. Dengan demikian tidak diperkenankan pendirian
67
H.P.Panggabean, 2012, Praktik Pradilan menangani kasus aset yayasan(termasuk aset
keagamaan)dan upaya penanganan sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa, Jala
Permata, Jakarta, hlm.xix.
45
suatu yayasan yang pada hakikatnya bertujuan sebagai suatu badan
usaha perdagangan. Berdagang mengandung bukan hanya harapan
untuk
mendapatkan
kemungkinan
dan
keuntungan,
resiko
untuk
akan
tetapi
menderita
juga
mengandung
kerugian,
sedangkan
memperoleh kerugian bukanlah termasuk kepada hak yayasan. Jadi pada
awalnya yayasan ini didirikan dengan tujuan idiil/sosial, dan tidak mencari
keuntungan. Para pendiri bebas untuk mengaturnya sesuai dengan
kehendaknya, yang harus dijaga adalah yayasan tidak boleh berubah
menjadi perkumpulan68. Apapun motif untuk mendirikan yayasan , di
dalam Undang-undang Yayasan didalam Pasal 1 angka 1 jelas diatur
bahwa tujuan dari yayasan adalah di bidang sosial, keagamaan dan
kemanusian.
Sudah menjadi pendapat umum bahwa kegiatan pendidikan
termasuk di dalam kategori kegiatan sosial, masuk di dalam tujuan sosial
kemanusiaan, tanpa mempersoalkan asal penerimaan sumbangan
pendidikan, atau dengan kata lain sumber penghasilannya, tetapi yang
terpenting adalah tujuannya. Bidang pendidikan merupakan salah satu
bidang yang paling banyak menggunakan bentuk badan hukum yayasan,
karena diwajibkan memang dalam bentuk yayasan. Tujuannya adalah
untuk
mencerdaskan
bangsa,
memajukan
pendidikan,
dan/atau
meningkatkan mutu pendidikan69.
68
69
Anwar Borahima, Op. Cit., hlm.88
Ibid, hlm 90
46
Untuk melakukan fungsi sehingga
yayasan dapat mencapai
tujuannya yang filantropis, kama dibutuhkan dana yang cukup. Persoalan
dana ini merupakan hal yang paling urgen bagi yayasan, apalagi yayasan
tersebut tidak mempunyai sumber penghasilan tetap. Berbeda halnya jika
yayasan itu telah mempunyai banyak deposito di Bank, sebab hanya
dengan bunga deposito mereka dapat membiayai kegiatannya. Demikian
pula jika ada donatur tetap bagi yayasan, maka dana tidak menjadi soal
bagi yayasan tersebut70.
Di Negara yang sudah maju, pada umumnya yang menjadi sponsor
atau yang bertindak sebagai donatur adalah para pengusaha besar
(Konglomerat). Hanya saja tidak semua negar menentukan jumlah
minimal kekayaan yang harus dipisahkan. Sebelum berlakunya Undangundang Yayasan di Indonesia, tidak ada batas minimal yang ditentukan,
tetapi
biasanya
dalam
praktik,
besarnya
kekayaan
dipisahkan
dicantumkan di Anggaran Dasarnya. Kekayaan yayasan ini akan berubahubah dan/atau akan bertambah oleh karena71 :
1. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah atau badan-badan lainnya
yang tidak mengikat
2. Hibah, baik hibah wasiat, maupun wakaf
3. Hasil usaha yayasan lainnya yang sah dan halal
Hasil usaha lainnya yang sah dan halal inilah sebelum lahirnya
Undang-undang yayasan yang ditafsirkan oleh pengurus sebagai
70
71
Ibid, hlm 109
Ibid, hlm 110
47
legitimasi bagi yayasan untuk melakukan kegiatan bisnis. Selain itu,
kekayaan awal yang dipisahkan tidak mempunyai batas minimum
sehingga banyak orang yang dengan mudahnya mendirikan yayasan 72.
Seperti
halnya
sengketa
yayasan
dengan
Nomor
Register
No.09/Pdt.G/2004/PN.Pol yang terdaftar pada Kepaniteraan Perdata
Pengadilan Negeri Polewali tanggal 2 Agustus 2004 dimana terjadi
sengketa antara Pendiri dan Pengurus Darud Da’wah Wal-Irsyad disingkat
DDI di Polman, Sulawesi Selatan dan telah diputus oleh Pengadilan
Negeri
Polewali
Sahabuddin,
Alif
bahwa
Pindi,
Pengurus
Arif
Liwa
sebagai
di
pihak
dalam
tergugat
yaitu
persidangan
telah
memenangkan sengketa yayasan tersebut dan Pendiri sebagai pihak
penggugat yaitu Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi nawawi dinyatakan kalah
dalam sengketa. Adapun Putusan banding di Tingkat Pengadilan Tinggi
yang juga telah diputuskan menghasilkan putusan bahwa Pihak dari
Penggugat yaitu Abd. Muiz Kabri dan M. Alwi Nawawi menang atas
sengketa yayasan tersebut, begitu pula pada tingkat Kasasi di Mahkamah
Agung dan Peninjauan kembali, juga kembali dimenangkan oleh pihak
Penggugat.
Pokok permasalahanya adalah tidak diikutkan lagi nama Darud
Da’wah Wal-Irsyad atau disingkat DDI di dalam nama Universitas
Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN). Pada awal terbentuk UNASMAN dimulai
dari Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan
72
Ibid, hlm 110
48
Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP) dan berdasarkan Surat Keputusan
(SK) Pengurus Besar Darud Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI) No. PB/BII/14/XI/1981 tanggal 1 Desember 1981 memutuskan mengangkat Drs. H.
Sahabuddin sebagai Dekan STKIP DDI Polmas dan Alis Pindi, BA
sebagai Kepala Bidang Keuangan STKIP DDI Polmas. Dalam memenuhi
persyaratan teknis yang ditentukan oleh rapat Tim Evaluasi dan Supervisi
Kopertis Wilayah VII maka dibentuklah Yayasan DDI (YADDI) yang
mewadahi beberapa kegiatan pendidikan sekolah dan perguruan tinggi
yaitu Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan
Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP).
Seiring
dengan
berjalannya
kepengurusan,
Drs.H.Sahabuddin
menghadap ke Notaris yaitu Puspawati, S.H. untuk membuat akta
yayasan untuk membuat Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (YSTKIP) dari hasil penggabungan Sekolah Tinggi Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan
(AIPP) yang dimana tidak lagi mengikutsertakan lagi nama DDI Polmas,
setelah itu berubah lagi menjadi Yayasan Asy’Ariyah Polewali Mandar dan
terakhir berubah menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN)
berdasarkan SK. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas nama Menteri
Pendidikan Nasional tanggal 27 April 2004 yang menghilangkan jejak
nama Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) membuat Pengurus Besar Darud
Da’wah Wal-Irsyad (PB DDI) Abd. Muiz Kabri selaku Ketua Umum PB DDI
49
dan M. Alwi Nawawi, selaku Sekretaris Jenderal PB DDI menggugat
kepengurusan UNASMAN ke Pengadilan Negeri Polewali.
Hal ini dibenarkan oleh salah satu dosen di Universitas Asy’Ariyah
Mandar (UNASMAN) yaitu Syaeban pada hasil wawancara yang
dilakukan penulis pada hari kamis tanggal 08 November 2012 yang
mengatakan bahwa Awalnya Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN)
itu bukan bernama Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) tetapi
STIKIP Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan
Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP). Kedua sekolah itulah yang
kemudian di Merger menjadi Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN),
tetapi prosesnya ini, STIKIP Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP)
muncul karena pendirinya ini merupakan alumni dari Darud Da’wah WalIrsyad (DDI) juga yaitu Drs. Sahabuddin dan kemudian berkembang dan
mendirikan lg sekolah umum dan dimana diharuskan terpisah antar
yayasannya yang kemudian Prof. Sahabuddin mendirikan lg Yayasan DDI
(YADDI) dimana pendiriannya ini hanya meminta restu dari gurunya saja
yaitu pemilik Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) yaitu Ambo Dalle untuk
meminta izin mendirikan sekolah dengan menggunakan nama Darud
Da’wah Wal-Irsyad (DDI). Sehingga waktu itu orang-orang Darud Da’wah
Wal-Irsyad (DDI) dibantu dengan memperkerjakan orang-orang Darud
Da’wah Wal-Irsyad (DDI) disekolah yang dibentuk itu sebagai tenaga
pengajar. Nah itulah yang diklaim oleh orang-orang PB DDI bahwa
50
sekolah itu adalah miliknya karena prosesnya yg seperti itu dan hanya
diliat berdasarkan restu dari Ambo Dalle,.
Setelah pasca meninggalnya Ambo Dalle sebagai pemilik dari Darud
Da’wah Wal-Irsyad (DDI), maka diselenggarakanlah Muktamar DDI ke-19
yang dimana dapat dipandang sebagai fase transisional yang strategis
untuk mengikis polaritasasi yang selama ini terasa dalam ruang
lingkungan
DDI
dan
juga
dipergunakan
oleh
warga
DDI
untuk
merumuskan langkah DDI kedepannya. Momentum Muktamar ke-19 itu
cukup strategis karena jika tidak dimanfaatkan secara arif dan bijaksana
maka forum muktamar pertama pasca meninggalnya Ambo Dalle akan
berpotensi menimbulkan konflik internal yang berkepanjangan dalam
DDI73.
Tetapi disitulah mulai terjadi perpecahan di tubuh DDI, adapun
penyebab dari terpecahnya DDI antara DDI Versi Ambo Dalle dengan DDI
Versi Muiz Kabri menurut Syaeban, salah satu dosen di UNASMAN saat
diwawancarai pada hari kamis tanggal tanggal 08 November 2012
mengatakan bahwa Terpecahnya DDI dikarenakan Muiz kabri yg dinilai
melakukan kecurangan pada saat muktamar ke-19 yang dimana Muiz
Kabri pada saat itu terpilih sebagai ketua PB DDI padahal pada waktu itu
banyak cabang-cabang DDI sendiri yang dinilainya fiktif. Pada saat Muiz
Kabri terpilih sebagai ketua PB DDI, Muiz Kabri menginginkan untuk
73
Al-badar.net/ddi-dan-perkembangan-terkini diakses pada tanggal 11 November 2012
51
merubah Anggaran Dasar dari DDI dimana semua Sekolah yang berlabel
atau menggunakan nama DDI harus menjadi aset dari PB DDI.
Menurut
M.Ridwan,
Sekretaris
Yayasan
UNASMAN
saat
diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012
menjelaskan tentang salah seorang yang dinilai yang paling berperan di
dalah terpecahnya DDI dengan UNASMAN dari pihak PB DDI adalah Muiz
Kabri. Menurutnya adapun campur tangan Muiz Kabri di dalam awal
berdirinya UNASMAN adalah sebagai pengurus di dalam UNASMAN yang
tertulis di dalam akta yayasan, tetapi itu hanyalah merupakan pemberian
penghargaan terhadap DDI maka dari itu nama dari Muiz kabri
dimasukkan ke dalam akta yayasan sebagai pembina. Hal yang sama
juga dikemukakan oleh Syaeban, salah satu dosen di UNASMAN saat
diwawancarai pada hari kamis tanggal tanggal 08 November 2012
mengatakan
bahwa
peranan
Muiz
kabri
di
dalam
pembentukan
UNASMAN ini sama sekali tidak memiliki peranan, adapun alasan yang
diberikan karena secara hukum tidak lagi memiliki hubungan hukum
antara keduanya, akan tetapi dilihat dari aspek hubungan moral, memang
Yayasan masih memiliki hubungan moral dengan DDI.
Menurut pendapat Prof.Anwar Borahima, salah satu Guru besar di
Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas
Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September 2012 memberikan
pendapat
mengenai hubungan
moral ditinjau
dari
aspek hukum
mengatakan bahwa seharusnya tidak ada pertimbangan hukum jika hanya
52
hanya memakai aspek hubungan moral antara pihak DDI dengan
Yayasan saja, karena hubungan moral tidak dapat menjadi suatu
pertimbangan hukum. Prof.Anwar Borahima menganalogikan hal tersebut
pada kegiatan sehari-hari bahwa jika ketika saya berjanji untuk menjemput
seseorang, maka tidak ada kewajiban hukum yang terjadi terhadap janji
yang saya lakukan, itu hanya aspek pertimbangan hubungan moral saja
dan apabila ketika saya tidak melaksanakan janji saya kepada orang itu
maka saya tidak dapat digugat dipengadilan terhadap apa yang saya
lakukan. Itulah kesalahan terbesar apabila alasan tersebut digunakan
sebagai pertimbangan hukum hakim di dalam memutus perkara antara
DDI dengan UNASMAN, padahal suatu ikatan moral tidak dapat dituntut
secara hukum.lanjut menurut Prof. Anwar bahwa adapun mengapa DDI
masih diiukutsertakan di dalam Yayasan dikarenakan hanya untuk bentuk
penghargaan saja dan untuk lebih mengakrabkan dan mempererat tali
silaturahmi antara yayasan dengan pihak DDI.
Lanjut penjelasan dari Syaeban, salah satu dosen di UNASMAN saat
diwawancarai pada hari kamis tanggal tanggal 08 November 2012
mengatakan bahwa Dari hal Itulah yang menyebabkan pihak-pihak dari
Sahabuddin keluar dari DDI versi muiz kabri dan membentuk DDI versi
Ambo Dalle. Sahabuddin beranggapan bahwa semua aset yang dimiliki
dan diusahakan oleh DDI di daerah merupakan aset dari DDI daerah itu
sendiri dan sama sekali tidak berhak untuk diklaim bahwa seluruh aset ,
harta benda, dan harta kekayaan itu merupakan aset dari PB DDI.
53
Hal yang sama juga dibenarkan oleh M.Ridwan, Sekretaris Yayasan
UNASMAN saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08
November 2012 mengatakan bahwa pada saat itu, pada saat membangun
sekolah ini, pihak UNASMAN memang meminta restu kepada Ambo Dalle
karena memang antara DDI dan UNASMAN tidak pernah terpisah, itulah
salah satu alasan kami tidak pernah terpisah dari DDI. Akan
tetapi
setelah Muiz kabri terpilih sebagai ketua pada saat Muktamar, barulah
kami memisahkan diri dari DDI versi DDI Muiz Kabri karena pada saat itu
Muiz Kabri menginginkan merubah anggaran dasar dimana semua
sekolah yang berlabel atau menggunakan nama DDI, itu menjadi aset
DDI.
Prof. Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum
Unhas di bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas
pada hari Senin, 19 September 2012 memberikan pendapat tentang
keinginan Muiz Kabri untuk merubah anggaran dasar dimana semua
sekolah yang berlabel atau menggunakan nama DDI itu menjadi aset DDI,
Prof.Anwar Borahima mengatakan bahwa semua Itu adalah keinginan dari
Muiz Kabry, akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa apakah cabang yang
berada di daerah mau mengikuti perubahan tersebut. Kenyataannya
bahwa sampai sekarang banyak cabang yang berada di bawahnya
tersebut belum mau menerima hal tersebut. Keinginan dari Muiz Kabri
tidak bisa dipaksakan untuk mempergunakan konsep tersebut. Meskipun
Muiz Kabri telah menjabat sebagai ketua PB DDI akan tetapi tidak boleh
54
seenaknya saja memerintahkan cabang-cabang lain untuk bergabung dan
menyerahkan seluruh harta mereka yang telah diusahakan apalagi
cabang ini telah berbadan hukum yang berdiri sendiri. Salah satu bukti
yang nyata adalah yayasan yang berada di pangkep telah membuat akta
sendiri.
Konsep yang dipergunakan oleh DDI pada awalnya memang tidak
mempergunakan konsep Pusat yaitu PB DDI yang membawahi seluruh
DDI yang berada di daerah yang dimana konsep ini dipakai oleh
Muhammadiyah yang berperan dalam membangun dan membantu
muhamadiyah yang berada di daerah. DDI hanya mempergunakan
konsep bahwa daerah diberikan kewenangan kepada masing-masing
daerah untuk mengembangkan DDI di daerahnya masing-masing tanpa
bantuan dari pusat. Hal ini juga diperjelas oleh Syaeban dalam
wawancara yang dilakukan oleh penulis pada Hari kamis tanggal 08
November 2012 diUNASMAN, yang dimana mengatakan bahwa :
“Konsep DDI itu tidak sama dengan Konsep Muhammadiyah yang
memakai pusat dan daerah. pusat harus membantu daerah untuk
mengembangkan dan memberikan bantuan sepenuhnya kepada
daerah, DDI itu hanya memakai konsep daerah diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk mengembangkan DDI di daerahnya
masing-masing tanpa bantuan dari pusat”
Begitupun pendapat dari pendapat Prof.Anwar Borahima, salah satu
Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat
diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September
2012 mengatakan bahwa DDI itu tidak mengenal tentang struktur yang
55
dipergunakan oleh Muhammadiyah yaitu antara pusat dan cabang,
memang ada cabang yang dipergunakan di DDI tetapi bukan berarti
antara cabang dan pusat adalah suatu struktur ikatan badan hukum,
walaupun berada pada tingkatan cabang akan tetapi cabang tersebut
merupakan badan hukum yang berdiri sendiri bukan berada di bawah satu
badan hukum, sama dalam istilah
hukum perusahaan adalah anak
perusahaan. Prof Anwar memperjelas tentang posisi DDI apakah sama
dengan bentuk yang dipergunakan oleh muhammadiyah bahwa DDI tidak
seperti muhammadiyah, muhammadiyah itu merupakan satu badan
hukum yang besar yang hanya berada di pusat yang melingkupi seluruh
cabang yang berada diseluruh wilayah indonesia, tetapi DDI tidak
melingkupi seluruh cabang di daerah karena seluruh cabang di indonesia
telah berbadan hukum sendiri yang terpisah dari pusat.
Lanjut penjelasan Prof.Anwar Borahima bahwa dalam posisi tersebut
UNASMAN tidak dapat diganggu gugat lagi dikarenakan UNASMAN
merupakan badan hukum yang berdiri sendiri dan bukan lagi berada
posisi di bawah DDI. Prof. Anwar borahima kembali menganalogikan lagi
bahwa jika ada dua anak perusahaan maka diantara keduanya tidak boleh
saling mempercampuradukkan karena kedua anak perusahaan itu telah
berdiri secara sendiri-sendiri. Adapun posisi lain ketika anak perusahaan
memiliki aset dalam perusahaan itu, maka wajar ketika perusahaan lain
masuk kedalam perusahaan itu. Akan tetapi ketika berbicara tentang
56
yayasan yang tidak punya hubungan ikatan hukum ke atas, maka posisi
tersebut tidak bisa mencampuri apa yang terjadi dibawahnya.
Pendapat lainpun muncul dari Muiz Kabri untuk memberikan
bantahan terhadap penjelasan dari pihak UNASMAN tersebut. Muiz Kabri
memberikan penjelasan saat di wawancarai di Pare-pare pada hari
Minggu, Tanggal 11 November 2012 yang mengatakan bahwa UNASMAN
asalnya merupakan dari STKIP dimana pada saat pembentukan dan
pendiriannya resmi didirikan oleh DDI dan pada saat itu yang menjabat
sebagai sekretariat jenderal DDI adalah Muiz Kabri. Adapun mengapa
Sahabuddin diangkat dan ditunjuk sebagai Ketua STKIP karena pada saat
itu kebanyakan yang menjadi pengurus adalah bertempat tinggal di Parepare. Disaat berjalannya kepengurusan STKIP selama tahun pertama
memang perjalanan kepengurusan berjalan baik hingga pada saat tahun
kedua kepengurusan banyak orang-orang DDI ingin melepaskan diri dari
DDI termasuk sekolah STKIP tersebut. Pasca meninggalnya Ambo Dalle,
Muiz Kabri menegaskan bahwa semua sekolah ataupun perguruan tinggi
yang berada di bawah DDI, tidak boleh melepaskan diri dari DDI atau
tetap berada dalam ruang lingkup DDI.
Hal tersebut di atas adalah merupakan salah satu penyebab
terpicunya sengketa yayasan antara Ormas DDI dengan Yayasan
UNASMAN.
Akibatnya
Ormas
DDI
menginginkan
agar
Yayasan
UNASMAN menjadi milik Ormas DDI. Seluruh aset kekayaan yang berada
di Yayasan UNASMAN juga pun digugat dipengadilan Negeri. Salah
57
satunya adalah tanah yang dipergunakan oleh Yayasan UNASMAN di
dalam pengelolaan pendidikannya.
Menurut
Syaeban,
salah
satu
dosen
di
UNASMAN
saat
diwawancarai pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan
bahwa sebenarnya Tanah yang dipergunakan di UNASMAN sebagai
Sekolah adalah tanah yang diberikan oleh HS Mengga dimana pada saat
itu HS Mengga merupakan pejabat di pemerintahan. Adapun tanah itu
diberikan untuk atas nama pribadi Prof.Sahabuddin bukanlah tanah yang
diberikan atau disumbangkan untuk DDI, tetapi karena Prof.Sahabuddin
pada saat itu adalah orang yang berasal dari DDI, maka dari itu tanah
yang diberikan oleh HS Mengga dipergunakan untuk pengelolaan dan
pengembangan sekolah itu. Adapun di dalam surat rekomendasi dalam
pemberian tanah tersebut telah jelas tertulis bahwa tanah yang diberikan
oleh HS mengga adalah tanah yang direkomendasikan untuk diberikan
atas nama Pribadi prof sahabuddin bukan atas nama sekolah itu yaitu
STKIP.
Adapun pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN
saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November
2012 mengatakan bahwa Di dalam Surat, Tanah yang diberikan oleh HS
Mengga adalah tanah yang tidak diberikan langsung kepada DDI tetapi
diberikan kepada pengelola perguruan tinggi dalam hal ini yaitu
Prof.Sahabuddin, dimana pemberian itu diberikan secara pribadi terhadap
jabatannya sebagai pengelola perguruan tinggi. Itulah bukti yang sangat
58
otentik bahwa tanah yang berada di UNASMAN tersebut bukanlah milik
dari DDI tetapi pemberian yang diberikan kepada Prof.Sahabuddin oleh
HS Mengga yang pada saat itu sebagai pejabat pemerintahan
menganggap
bahwa
Prof.
Sahabuddin
adalah
pelopor
berdirinya
Universitas di Polman, maka dari hal itulah yang menyebabkan kami
menang di Perguruan Negeri.
Pemberian
tanah
yang
dilakukan
oleh
S.Mengga
kepada
Sahabuddin dapat dibuktikan dengan perjanjian tertulis pada perjanjian
wakaf antara S.Mengga dengan Sahabuddin yang isinya adalah sebagai
berikut :
1. S.Mengga, alamat di jalan poros polewali selanjutnya disebut
sebagai pihak pertama
2. Drs. Sahabuddin, aalamat Ujung Pandang selanjutnya disebut
sebagai pihak kedua
Dengan ini melakukan perjanjian wakaf sebagai berikut:
1. Pihak pertama besedia mewakafkan sebidang tanah yang terletak di
kelurahan mandatte kecamatan polewali seluas 100x100m(1Ha)
kepada pihak kedua untuk digunakan sebagai tempat mendirikan
sekolah, kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan.
2. Pihak kedua dapat menggunakan tanah wakaf tersebut pada butir
pertama sesuai dengan tujuannya
59
3. Pihak kedua tidak dapat mengalihkan hak yang diperoleh dari pihak
pertama, apakah atas nama pribadi, yayasan atau kepada pihak
ketiga
4. Pihak kedua dapat secara administrasi memohon sertifikat atas
persetujuan pihak pertama, terbatas atau nama penerima wakaf dan
perjanjian wakaf ini merupakan satu bagianyang tak terpisahkan
5. Apabila karena kebutuhan tersebut pada butir 4, dibutuhkan
rekomendasi dari pemerintah daerah, maka pihak kedua dapat
memohon rekomendasi tersebut kepada pihak yang berwenang
6. Apabila di kemudian hari ada pihak ketiga yang merasa berhak atas
tanah wakaf selain penerima wakaf, maka sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pihak pertama atau ahli warisnya dengan ketentuan
sebagai berikut:
 Penerima wakaf (pihak kedua) tetap menjalankan fungsi dan
tujuan wakaf
 Perjanjian wakaf ini batal dengan sendirinya jika tanah wakaf
dialihkan,
dipindahtangankan
atau
berubah
fungsi
dan
peruntukannya dan atau diserahkan pengelolaannya kepada
pihak ketiga lainnyatanpa persetujuan pemberi wakaf
 Bilamana perjanjian wakaf batal karena keadaan seperti tersebut
diatas, maka dengan sendirinya tanah wakaf dikembalikan
kepada pemberi wakaf atau ahli warisnya yang kemudian dapat
menunjuk penerima wakaf lainnya.
60
7. Demikianlah perjanjian wakaf ini dibuat dan ditandatangani kedua
belah pihak dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun
Perjanjian itu ditandatangani oleh S.Mengga dengan Sahabuddin
yang dimana menjadi saksinya adalah H.Muchtar dengan H.M.Ridwan.
perjanjian yang dilakukan keduanya tersebut adalah bukti yang paling kuat
bahwa pemberian tanah itu adalah pemberian dari S.mengga kepada
Sahabuddin atas diri pribadinya sendiri. Hak tanah yang diberikan kepada
negara tersebut adalah Hak Guna bangunan yang dimana tanah tersebut
berada dikelurahan Mandatte Kecamatan Polewali Kabupaten Mamasa
yang luasnya adalah 10.000m2 yang hak guna bangunan tersebut mulai
dari 17 Juni 2004 sampai dengan 24 September 2034 dimana yang
menjadi pemegang hak tersebut adalah Yayasan Al-Asyariah Mandar atas
rekomendasi dan keinginan dari Sahabuddin agar tanah tersebut
dipergunakan untuk kegiatan yayasan.
Adapun permasalah lain yang dituntut oleh Muiz Kabri di dalam
gugatan di pengadilan adalah salah satunya tentang seluruh aset dan
harta kekayaan yang berada di UNASMAN. Menurut pendapat dari
M.Ridwan,
Sekretaris
Yayasan
UNASMAN
saat
diwawancarai
di
UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 mengatakan
bahwa seluruh aset dan harta kekayaan yang berada dan dipergunakan di
dalam pengelolaan UNASMAN dari dulu sejak berdirinya UNASMAN
hingga sekarang ini, Sedikitpun tidak ada yang berasal baik itu berupa
pemberian dan bantuan dari PB DDI dan adapun sumbangsih atau
61
bantuan yg diberikan PB DDI atas berdirinya UNASMAN sedikitpun juga
tidak ada.
Lanjut pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat
diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012
mengatakan bahwa dulu sebelum Muiz Kabri memimpin DDI, Ada
ketentuan dari PB DDI yang terdahulu bahwa semua aset, harta benda
dan harta kekayaan yang dimiliki dan diusahakan oleh daerah tidak untuk
PB DDI. Itulah pasal yang dirubah oleh muiz kabri menjadi semua aset
dan harta kekayaan itu menjadi PB DDI.
Adapun pendapat yang diberikan oleh salah satu Dosen di lingkup
UNASMAN saat diwawancarai pada hari kamis tanggal 08 November
2012 mengatakan bahwa sebenarnya DDI mengada-ada tentang adanya
aset yang diberikan oleh PB DDI atas pengelolaan UNASMAN. Menurut
pendapatnya bahwa tidak ada sedikitpun pemberian barang yang
diberikan oleh PB DDI, semuanya aset dan harta kekayaan berasal dari
hasil usaha yang dilakukan oleh UNASMAN maupun hasil dari Hibah dari
Pihak Lain.
Tetapi pendapat dari dua pihak yang berasal dari UNASMAN
tersebut itu dibantah oleh pendapat dari Muiz Kabri yang merupakan
bagian PB DDI. Menurut pendapatnya saat diwawancarai di Pare-pare
pada hari Minggu tanggal 11 November 2012 mengatakan bahwa seluruh
aset dan harta kekayaan yang berada pada UNASMAN adalah
62
merupakan milik dari DDI. Adapun alasan mengapa Muiz Kabri
mengatakan demikian karena UNASMAN sendiri adalah berasal dari
STKIP sedangkan STKIP itu sendiri adalah milik dari DDI, dimana awal
dari pendirian STKIP adalah niat dari Sahabuddin untuk mendirikan
UNASMAN dimana Sahabuddin menginginkan meminjam STIKIP dan
AIPP menjadi bagian dari UNASMAN agar diterima menjadi Universitas.
Dan pada waktu itu menurut Muiz Kabri bahwa PB DDI menolak keinginan
dari
Sahabuddin
tersebut
dikarenakan
jikalau
STKIP
dan
AIPP
dipinjamkan untuk hal tersebut maka otomatis akan menimbulkan
sengketa dikemudian hari.
Prof. Anwar Borahima, salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di
bidang Yayasan saat diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari
Senin, 19 September 2012 memberikan tanggapan mengenai hal
tersebut. Menurut Prof.Anwar Borahima bahwa bisa saja memang DDI
tidak mempunyai sumbangsih terhadap UNASMAN karena semua
yayasan yang berada di daerah mengaku seperti itu. Kalaupun terdapat
adanya sumbangsih DDI terhadap UNASMAN,mungkin itu hanya
merupakan pemberikan sumbangan tenaga saja. Adapun sejarahnya
bahwa DDI hanya menyiapkan sumber daya manusia sebagai tenaga
pengajar saja, sedangkan yang menyiapkan dana untuk pengajar beserta
sekolah tersebut berasal dan disiapkan DDI dari daerah. Sedangkan
mengenai harta kekayaan, serta aset yang diklaim sebagai sumbangsih
DDI kepada UNASMAN maka Harus dibuktikan terlebih dahulu bukti
63
penyerahan terhadap seluruh aset dan harta kekayaan tersebut bahwa
harta benda yang berada didaerah itu adalah milik dari DDI dan menurut
Prof.Anwar Borahima yakin bahwa memang tidak ada bukti-bukti
penyerahan tentang apa saja yang telah diberikan DDI kepada yayasan di
UNASMAN, karena harta kekayaan tersebut merupakan hasil yang telah
diusahakan oleh UNASMAN sendiri.
Pendapat dari Muiz Kabri tersebut yang menyatakan bahwa akan
terjadi suatu sengketa dikemudian hari apabila STKIP dan AIPP
dipinjamkan agar UNASMAN diterima menjadi Universitas benar-benar
terjadi pada tahun 2004 yaitu pada saat keluarnya surat keputusan dari
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia terlampir pada tahun
2004 dengan nomor surat 59/D/O/2004 tentang Pendirian Universitas AlAsyariah Mandar Dan Ijin Penyelenggaraan Program Studi Yang
Diselenggarakan Oleh Yayasan Al-Asyariah Mandar yang dimana Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia memutuskan bahwa :
1. Memberikan persetujuan pendirian Universitas Al-Asy’Ariyah Mandar
(UNASMAN) di Mandar yang diselenggarakan oleh Yayasan AlAsy’Ariyah Mandar di Madar merupakan penggabungan dari Sekolah
Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Dan Sekolah
Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) DDI Polmas serta Ijin penyelenggaraan
program studi.
64
2. Pendirian Universitas Al-Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN) di Mandar
sebagaimana dimaksud meliputi penyelenggaraan program studi
sebagai berikut:
a. Program studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (s1)
b. Program studi pendidikan bahasa, sastra indonesia dan daerah
(s1)
c. Program studi pendidikan matematika (s1)
d. Program studi produksi ternak (s1)
e. Program studi agronomi (s1)
f. Program studi agrobisnis (s1)
g. Program studi teknik informatika (s1)
h. Program studi sistem informasi (s1)
i. Program studi ilmu pemerintahan (s1)
j. Program studi ilmi komunikasi (s1)
k. Program studi kesehatan masyarakat (s1)
3. Ijin penyelenggaraan program-program diatas diberikan untuk jangka
waktu 2 (Dua) tahun terhitung sejak tahun akademik pertama setelah
ditetapkan keputusan ini
4. Pemrakarsa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan program
studi setiap tahun selambat-lambatnya setiap akhir tahun akademik,
kepada Direktur Jenderal Perguruan Tinggi untuk dievaluasi.
Kelalaian untuk melaksanakan diktum ini dapat menyebabkan
dicabutnya ijin penyelenggaraan
65
5. Pemrakarsa
menyatakan
wajib
menandatangani
bahwa
pemrakarsa
surat
pernyataan
bertanggung
jawab
yang
untuk
menyelenggarakan program studi sesuai dengan peraturan yang
berlaku dan bertanggung jawab terhadap segala akibat sebagai
konsekuensi dinyatakannya program studi tidak layak berdasarkan
hasil evaluasi selama 2 tahun penyelenggaraan
6. Ijin penyelenggaraan program studi ini tidak dapat dipakai sebagai
dasar:
a. Permohonan akreditasi BAN-PT
b. Untik meminta fasilitas dan sumberdaya kepada Departemen
Pendidikan Nasional
7. Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI Polmas
Dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) DDI Polmas pada diktum
pertama tersebut ditutup dan proses pembelajaran bagi mahasiswa
program studinya dialihkan ke dalam Universitas Al-Asyariah Mandar
di Mandar.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keputusan dari
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia itulah yang membuat dari
PB DDI yaitu Muiz Kabri untuk mengajukan gugatan kepengadilan untuk
menuntut
terhadap
pengelolaan
Universitas
Al-Asyariah
Mandar
(UNASMAN). Dari hasil keputusan di tingkat pengadilan negeri pihak dari
UNASMAN
memenangkan
perkara
tersebut
sedangkat
ditingkat
pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, hingga putusan Peninjauan Kembali
66
pihak dari PB DDI lah yang memenangkan perkara tersebut. Adapun
permintaan dari Muiz Kabri saat diwawancarai di Pare-pare pada hari
Minggu, Tanggal 11 November 2012 adalah pergerakan dari pengadilan
negeri untuk mematuhi dan menjalankan putusan peninjauan kembali
yang telah ditetapkan Mahkamah Agung Republik Indonesia dimana di
dalam putusan tersebut Di dalam putusan di tingkat akhir litigasi dimana
tingkat tersebut sudah tidak ada upaya hukum lebih lanjut dan merupakan
putusan final. Adapun di dalam putusan tersebut telah ditetapkan bahwa
seluruh harta, aset, tanah,dan fasilitas-fasilitas yang berada di UNASMAN
telah dimenangkan dan menjadi milik PB DDI
B.
Kewenangan
Pengurus
Yayasan
Dalam
Mengubah
Nama
Yayasan STKIP DDI Menjadi UNASMAN
Masalah awal sebenarnya terletak pada perubahan Nama yang
dilakukan oleh Sahabuddin. Pokok permasalahanya adalah tidak diikutkan
lagi nama Darud Da’wah Wal-Irsyad atau disingkat DDI di dalam nama
Universitas Asy’Ariyah Mandar (UNASMAN). Pada awal terbentuk
UNASMAN dimulai dari Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) DDI Dan Akademi Ilmu Pengembangan (AIPP). Menurut
pendapat
dari
M.Ridwan,
Sekretaris
Yayasan
UNASMAN
saat
diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012
mengatakan bahwa Hak pergantian nama yang dilakukan UNASMAN
adalah merupakan hak dari pihak UNASMAN untuk merubah nama
67
tersebut, karena sebelum mendirikan STKIP, ada suatu badan hukum
yang mengelola STKIP ini yaitu yayasan DDI. Yayasan DDI pada awalnya
memang menyatu dengan DDI, tetapi setelah terbitnya keputusan
yayasan DDI adalah merupakan badan hukum, maka tidak ada lagi
penyatuan antara Yayasan DDI dengan DDI tetapi telah terpisah antara
yayasan DDI dengan DDI, yayasan DDI berdiri sendiri berdasarkan pasalpasal anggaran dasar. Pendiri dari yayasan ini yaitu prof sahabuddin juga
pernah mengatakan hal yang sama bahwa setelah yayasan ini berdiri
sendiri menjadi badan hukum, maka tidak ada lagi campur tangan dan
intervensi dari pihak lain termasuk semua masalah yang berkaitan dengan
yayasan yang berdiri sendiri ini maka tidak boleh lagi ada campur tangan
lagi dari PB DDI, Termasuk dengan tidak adanya kewajiban pengurus
UNASMAN untuk melaporkan semua kejadian dan peristiwa kepada PB
DDI, dan itu sama sekali tidak ada sedikitpun perjanjian tentang hal itu.
M.Ridwan menambahkan bahwa berapa kalipun pergantian nama atas
sekolah yang dibangun oleh Yayasan DDI tidak ada kewenangan untuk
melaporkan
perubahan
tersebut
kepada
DDI
oleh
karena
kami
mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersendiri yang
terpisah dari DDI.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. Anwar Borahima, salah
satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat
diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September
2012 bahwa memang tidak ada kewenangan dan kewajiban bagi yayasan
68
untuk melapor kepada DDI untuk merubah nama UNASMAN tersebut
karena memang tidak ada perjanjian antara keduanya tentang hal
tersebut. Adapun di dalam akta yang ada, memang juga tidak ada
perjanjian seperti itu.
Menurut pendapat dari M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN
saat diwawancarai di UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November
2012 menjelaskan bahwa PB DDI itu bukan merupakan badan hukum
pendidikan yayasan tetapi Ormas (Organisasi Masyarakat) sehingga tidak
boleh dicampuradukkan antara badan hukum pendidikan dibawah
yayasan dengan badan hukum Ormas. Adapun yang berhak mengelola
badan hukum yayasan bukan badan hukum ormas karena badan hukum
ormas tidak diperkenankan untuk mengelola hal tersebut. Ormas DDI itu
hanya mengelola sekolah agama sedangkan di STIKIP itu tidak
diperkenankan atas teguran Direktorat Pendidikan Tinggi yang akan
disebut dengan DIKTI untuk mengelola sekolah agama berdasarkan kiblat
badan hukum Ormas maka dari itu dibuatlah yayasan tersendiri yang
mengelola STKIP, itulah salah satu mengapa Prof. Sahabuddin membuat
yayasan yang berdiri sendiri terpisah dari DDI.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Prof. Anwar Borahima,
salah satu Guru besar di Fakultas Hukum Unhas di bidang Yayasan saat
diwawancarai di Fakultas Hukum Unhas pada hari Senin, 19 September
2012 mengatakan bahwa suatu yayasan berbadan hukum tidak boleh
dicampuradukkan dengan Ormas.
69
Adapun teguran yang diberikan oleh DIKTI
surat teguran Departemen Pendidikan Nasional
tertulis jelas didalam
Koordinasi Perguruan
Tinggi Swasta Wilayah IX Sulawesi bernomor 1341/009/KL/2003 terlampir
tentang status STKIP DDI Polmas yang dimana isinya adalah sebagai
berikut:
Sehubungan dengan surat saudara nomor 108/009.L.O.035/PP/2003
tanggal 19 maret 2003 tentang mohon petunjuk dalam menyikapi SK PB
DDI tentang pergantian pimpinan STKIP DDI Polmas yang tidak
prosedural dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa sesuai data yang ada pada kami, STKIP DDI Polmas yang
mempunyai izin untuk beroperasi adalah yang berada dibawah
Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
2. Bahwa
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi belum pernah
mengeluarkan izin operasional kepada STKIP DDI Polmas yang
berada
diluar Yayasan
Sekolah Tinggi
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan
3. Berdasarkan butir 1 dan 2 diatas bahwa status STKIP Polmas
berada
diluar Yayasan
Sekolah Tinggi
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan adalah ilegal
4. Untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan masyarakat,
dimohon bantuan saudara untuk mensosialisasikan hal ini kepada
masyarakat Polmas dan sekitarnya
70
Itulah petikan surat teguran Departemen Pendidikan Nasional bahwa
status STKIP harus terus berada dibawah Yayasan yaitu pada Yayasan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan bukan di bawah Ormas DDI
karena memang yang berwenang untuk mengurus sebuah lembaga
pendidikan minimal haruslah berbentuk badan hukum yayasan.
Proses perdamaian telah banyak dilakukan dalam menengahi
sengketa antara pihak UNASMAN dan DD ini. salah satunya adalah
turunnya wakil Bupati dari Polewali Mamasa, Wakil ketua DPRD, aparaturaparatur pemerintah daerah lainnya. menurut Syaeban pada hasil
wawancara yang dilakukan penulis pada hari kamis tanggal 08 November
2012 dapat diperoleh informasi bahwa UNASMAN sudah berniat untuk
melaksanakan proses perdamaian untuk menyelesaikan sengketa ini.
salah satunya pertemuan mediasi yang dilakukan antara UNASMAN
dengan wakil dari pihak DDI yang diutus kepolman serta pemerintah
daerah yang diwakili oleh wakil bupati, DPRD yang diwakili oleh wakil
ketua DPRD, Kodim, Dandim, dan Wakapolres sebagai pihak mediator,
akan tetapi pihak dari DDI sendiri yaitu Muiz Kabri menolak perjanjian
perdamaian tersebut. Muiz kabri menginginkan bahwa putusan yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia itu harus tetap
dijalankan.
Sebelum proses mediasi tersebut terjadi, pihak dari PB DDI yaitu
Muiz Kabri telah memberikan solusi perdamaian kepada pihak UNASMAN
yang dimana solusi tersebut adalah UNASMAN disuruh untuk membayar
71
seluruh ganti kerugian yang terjadi kepada DDI terhadap seluruh
keuntungan yang diambil oleh UNASMAN akibat dari jalannya proses
pendidikan di Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) DDI
Dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) DDI Polmas. Adapun pilihan
yang diberikan oleh Muiz Kabri kepada pihak UNASMAN untuk
menjalankan proses perdamaian menurutnya saat diwawancarai di Parepare pada hari Minggu tanggal 11 November 2012 adalah pihak dari
UNASMAN diberikan pilihan untuk memilih gedung-gedung mana saja
yang ingin diambil kembali oleh pihak-pihak dari UNASMAN sebelum
proses eksekusi dilaksanakan, tetapi kedua solusi yang diberikan oleh
Muiz Kabri tidak dijawab oleh pihak dari UNASMAN dikarenakan bahwa
pihak dari UNASMAN berpendapat bahwa seluruh aspek-aspek yang
berada di UNASMAN adalah milik UNASMAN dan bukan milik dari DDI
sedikitpun.
Lanjut penjelasan menurut Muiz Kabri saat diwawancarai di Parepare pada hari Minggu tanggal 11 November 2012 dapat diperoleh
informasi lagi bahwa sebelum masuknya gugatan PB DDI dipengadilan
negeri, Muiz Kabri sebagai pihak dari DDI lagi-lagi telah menyodorkan
untuk melalui proses perdamaian mengingat proses litigasi membutuhkan
waktu yang sangat panjang. Adapun yang diinginkan Muiz Kabri di dalam
proses perdamaian tersebut adalah nama Universitas Asy’Ariyah Mandar
(UNASMAN) harus ditambahkan nama Darud Da’wah Wal-Irsyad di
belakang nama UNASMAN tersebut, dan Muiz Kabri menyatakan bahwa
72
tidak akan mengganggu dan tidak butuh lagi proses pengelolaan yayasan
tersebut.
M.Ridwan, Sekretaris Yayasan UNASMAN saat diwawancarai di
UNASMAN pada hari kamis tanggal 08 November 2012 memberikan
tanggapan atas pernyataan dari Muiz kabri tersebut bahwa mengapa
UNASMAN tidak dapat dirubah ataupun penambahan nama DDI
dibelakang nama UNASMAN karena alasan-alasan yang telah dijelaskan
sebelumnya yaitu DDI dinilai tidak memiliki sedikitpun andil dan bantuan
didalam harta kekayaan, aset, serta tanah yang berada di UNASMAN dan
UNASMAN sendiri merupakan Yayasan yang dikembangkan sendiri
sampai saat ini oleh Almarhum Sahabuddin, maka dari itu tidak ada yang
berani untuk mengubahnya dan pihak dari Yayasan sendiri bertahan untuk
itu.
Banyak proses perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak
untuk mengatasi permasalahan ini agar tidak terjadi eksekusi yang
dilakukan pengadilan dipolman tepatnya pada UNASMAN. Dan pada
akhirnya setelah sekian banyak perdamaian yang ditawarkan oleh Muiz
Kabri yang akan tetapi penawaran solusi perdamaian yang diberikan
tersebut sama sekali tidak disetujui oleh pihak UNASMAN yang kemudian
Muiz Kabry menginginkan untuk putusan dari Mahkamah Agung Republik
Indonesia segera dilaksanakan sebagai jalan terakhir karena tidak
ditemuinya solusi perdamaian antara keduanya.
73
Proses eksekusi yang pertama kali dilakukan pada tanggal 13 januari
2011 yang lalu gagal dilaksanakan karena terjadi perlawanan dari civitas
akademika UNASMAN. Sekitar 300 aparat kepolisian dikerahkan untuk
menjalankan proses eksekusi tersebut. Adapun korban di dalam proses
eksekusi tersebut adalah 22 orang dimana empat orang diantaranya luka
terkena tembakan termasuk sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNASMAN yaitu sofyan yang
nyawanya tidak tertolong akibat terkena tembakan74. Akibat dari jatuhnya
banyak korban pada saat proses eksekusi pada tanggal 13 januari 2011
membuat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia turun tangan
dengan menyurati Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk
menegur dan memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Polewali
Mandar Sulawesi Barat untuk tidak melakukan pemaksaan eksekusi
Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN).
Adapun surat dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
bernomor HM.310/28.DPD/I/2011 tentang permohonan
penghentian
eksekusi Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN) Sulawesi Barat
yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
dimana isinya adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
meminta kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk
menegur dan memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Polewali
74
www.seputar-indonesia.com/news/pn-eksekusi-kampus-unasman-hari-ini yang diakses pada
tanggal 25 November 2012, pada jam 08.18 pm
74
Mandar Sulawesi Barat untuk tidak melakukan pemaksaan eksekusi
Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN) polewali Mandar, Sulawesi
barat tanpa memperhatikan rasa kemanusiaan, asas kehati-hatian,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Adapun alasan mengapa Pimpinan
DPD RI menyurati Ketua Mahkamah Agung RI karena Pimpinan DPD RI
sangat memperhatikan kasus yang terjadi itu karena pemaksaan eksekusi
pada Rabu, Tanggal 13 januari 2011 telah menimbulkan korban yang
sangat banyak dan telah meresahkan masyarakat, serta berdampak besar
pada lembaga publik Universitas Al-Asy’ariah Mandar (UNASMAN)
polewali Mandar, Sulawesi barat.
75
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kedudukan
Pengurus
Besar
DDI
sebagai
pendiri
pada
Universitas Asy’Ariah Mandar (UNASMAN) sebenarnya tidak
memiliki
kedudukan
sama
sekali
karena
konsep
yang
dipergunakan dalam struktur tidak sama dengan konsep yang
dipergunakan oleh Muhamamadiyah. Yaitu pusat mempunyai
kewenangan terhadap seluruh aspek atau kepentingan yang
beda dibawah struktur pusat. DDI hanya mempergunakan
konsep bahwa daerah diberikan kewenangan kepada masingmasing daerah untuk mengembangkan DDI di daerahnya
masing-masing tanpa bantuan dari pusat. DDI juga tidak
mempergunakan konsep dimana satu badan hukum yang besar
yang hanya berada di pusat yang melingkupi seluruh cabang
yang berada diseluruh wilayah indonesia, akan tetapi DDI tidak
seperti itu,DDI tidak melingkupi seluruh cabang di daerah karena
seluruh cabang di indonesia telah berbadan hukum sendiri yang
terpisah dari pusat.
2. Kewenangan
pengurus
yayasan
dalam
mengubah
nama
yayasan STKIP DDI menjadi UNASMAN adalah merupakan hak
76
dari pihak UNASMAN untuk merubah nama tersebut, karena
sebelum mendirikan STKIP, ada suatu badan hukum yang
mengelola STKIP yaitu yayasan DDI. Yayasan DDI pada
awalnya memang menyatu dengan DDI, tetapi setelah terbitnya
keputusan yayasan DDI adalah merupakan badan hukum, maka
tidak ada lagi penyatuan antara Yayasan DDI dengan DDI tetapi
telah terpisah antara yayasan DDI dengan DDI, yayasan DDI
berdiri sendiri berdasarkan pasal-pasal anggaran dasar. Setelah
yayasan ini berdiri sendiri menjadi badan hukum, maka tidak ada
lagi campur tangan dan intervensi dari pihak lain termasuk
semua masalah yang berkaitan dengan yayasan yang berdiri
sendiri ini maka tidak boleh lagi ada campur tangan lagi dari PB
DDI, Termasuk dengan tidak adanya kewajiban pengurus
UNASMAN
untuk melaporkan semua kejadian dan peristiwa
kepada PB DDI, dan itu sama sekali tidak ada sedikitpun
perjanjian tentang hal itu. M.Ridwan menambahkan bahwa
berapa kalipun pergantian nama atas sekolah yang dibangun
oleh Yayasan DDI tidak ada kewenangan untuk melaporkan
perubahan tersebut kepada DDI oleh karena kami mempunyai
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersendiri yang
terpisah dari DDI.
77
B.
Saran
1. Sebaiknya dari pihak UNASMAN, nama Universitas Asy’Ariyah
Mandar (UNASMAN) ditambahkan saja nama Darud Da’wah
Wal-Irsyad di belakang nama UNASMAN tersebut seperti yang
diingikan Muiz Kabri, dan Muiz Kabri juga berjanji menyatakan
bahwa tidak akan mengganggu dan tidak butuh lagi proses
pengelolaan yayasan tersebut.apabila hal tersebut terjadi
2. Sebaiknya dari pihak DDI yaitu Muiz Kabri menglaha terhadap
sengketa yayasan ini karena dilihat dari seluruh aspek, memang
peranan DDI di dalam nerdirinya UNASMAN ini memang tidak
memiliki peranan sama sekali, meskipun pihak mereka menang
di dalam jalur litigasi terakhir yaitu putusan Peninjauan kembali.
3. Sebaiknya apabila memang terjadi proses eksekusi, maka
pengadilan negeri harus memperhatikan rasa kemanusiaan,
asas kehati-hatian, kemanfaatan dan kepastian hukum agar tidak
ada lagi jatuh korban akbita dari pengeksekusian putusan
tersebut
78
Download