View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
KARAKTERISASI KLON REKOMBINAN pGEM-T-Rv 1980c SEBAGAI
ANTIGEN UNTUK IMUNODIAGNOSTIK TUBERKULOSIS LATEN
Hilwah Fathiyah 1, Rosana Agus 2, Muh Nasrum Massi 3 A. Arfan Sabran2
1
Mahasiswa Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar
2
Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar
3
Dosen Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRACT
Gen Rv 1980c merupakan gen pengkode protein MPT64, protein ini tidak ditemukan
pada strain BCG dan spesies Mycobacterium lainnya sehingga dapat dijadikan
sebagai kandidat antigen untuk diagnostik TB spesifik. Kloning gen Rv 1980c
pengkode ptotein MPT64 dilakukan sebagai dasar untuk imunodiagnostik TB laten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi klon rekombinan pGEM-TRv1980c yang merupakan hasil kloning. Sampel yang digunakan adalah koloni putih
yang tumbuh sebagai hasil transformasi penelitian sebelumnya. Metode yang
digunakan dengan cara karakterisasi gen Rv 1980c pada koloni putih dan
karakterisasi gen RV 1980c pada plasmid rekombinan yang telah diisolasi. Pada hasil
penelitian ini diperoleh ukuran pita DNA sebesar 671 bp yang merupakan ukuran
gen Rv 1980c, sedangkan pada elektroforesis hasil isolasi plasmid diperoleh ukuran
3686 bp yang membuktikan bahwa vektor pGEM-T (3015 bp) dan gen insert Rv
1980c (671 bp) berhasil terligasi membentuk plasmid rekombinan yang sesuai.
Kata Kunci : Karakterisasi, Rv1980c, Antigen MPT64, Tuberkulosis Laten.
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah
suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan bakteri Mycobacterium
tuberculosis, yang dapat menyerang
berbagai organ terutama paru-paru.
Penyakit ini dapat menyebabkan
komplikasi
berbahaya
hingga
kematian (Kemenkes RI, 2014).
Tuberkulosis masih menjadi
salah satu masalah terbesar di dunia
internasional. Penyakit ini menduduki
posisi kedua sebagai penyebab
kematian terbesar setelah HIV.
Diperkirakan terdapat 6 juta kasus
baru TB dan 1,5 juta orang meninggal
disebabkan oleh kasus tuberculosis
(WHO, 2014).
Menurut Kemenkes (2015)
jumlah kasus baru TB Paru BTA
positif mencapai 176.677 orang di
Indonesia. Di provinsi Sulawesi
Selatan kasus TB paru sebanyak
8.297, adapun di Kota Makassar,
berdasarkan data yang diperoleh dari
Bidang Bina Pencegahan Penyakit dan
Penyehatan
Lingkungan
Dinas
Kesehatan Kota Makassar, angka
penemuan penderita baru TB Paru
BTA (+) tahun 2013 sebanyak 72,44
% (ditemukan 1.811 penderita dari
sebanyak 2.500 sasaran), jumlah ini
meningkat dari tahun 2012 dengan
jumlah penderita sebanyak 1.324 dari
1.641 sasaran.
Blumberg (2006) menyatakan
bahwa
infeksi TB terjadi karena
inhalasi
droplet
nuclei
yang
mengandung kuman tuberkulosis.
Menurut American Thoracic Society
Documents (2005) infeksi TB laten
didefinisikan
sebagai
kondisi
seseorang
yang
terinfeksi
M.tuberculosis tetapi orang tersebut
tidak sakit, tidak mempunyai gejala
atau asymptomatic dan gambaran foto
toraks normal. Kira–kira 5% - 10%
dari orang dengan infeksi laten, akan
terjadi reaktivasi dan menjadi TB aktif
(Flynn, 2001).
Saat ini metode standar yang
digunakan untuk mendeteksi infeksi
Mycobacterium tuberculosis dilakukan
dengan uji tuberkulin, metode ini
kurang
sensitif,
karena
baru
memberikan hasil positif bila terdapat
>103 organisme/ml sputum (Muzaffar,
2002).
Prinsip uji tuberkulin adalah
timbulnya
hipersensitivitas
pada
seseorang
yang
terinfeksi
M.
tuberculosis
terhadap
komponen
tuberkulin dari bakteri tersebut yaitu
purified protein derivative (PPD). PPD
mengandung 200 antigen mikobakteri,
antara lain M.tuberculosis kompleks
(M. tuberculosis, M. bovis dan
M.africanum), mikobakteri bukan
tuberkulosa (NTM) dan M. bovis BCG
( Pinxteren et.al, 2000). Akibatnya uji
tuberkulin
mempunyai
beberapa
keterbatasan yaitu terjadi reaksi positif
palsu karena adanya reaksi silang
antara PPD dan antibodi yang
dihasilkan oleh vaksinasi BCG atau
infeksi dengan mikobakteria bukan TB
(Diel et al., 2009). Sehingga
diperlukan teknik diagnosis baru yang
dapat mendiagnosis TB dengan lebih
cepat dan akurat.
Pada Uji imunodiagnostik
dikembangkan untuk mendeteksi
respon antibodi yang signifikan
terhadap antigen M. tuberculosis
(Rini, 1998).Salah satu antigen
spesifik dari bakteri TB
adalah
MPT64 yang
merupakan protein
sekretori 24 kDa yang disandi oleh
gen
Rv1980c.
MPT64
telah
ditunjukkan
untuk
membedakan
Mycobacterium tuberculosis Complex
(MTC) dari spesies bakteri lainnya
(Tomiyama, 1997). Protein ini
disekresikan oleh strain MTB yang
sedang tumbuh. Antigen MPT64 tidak
ada
dalam
strain
BCG,
Mycobacterium bovis, Mycobacterium
leprae dan spesies mikobakteri
lainnya. Hal ini telah dikonfirmasi
oleh kloning dan sekuensing gen Rv
1980c dari H37Rv filtrat kultur
(Oettinger,1994; Gennaro,2000).
MPT64
sebagai
protein
imunogenik yang terdapat pada
Mycobacterium tuberculosis dapat
memberikan
pendekatan
untuk
imunodiagnostik TB laten dengan cara
mengkloning gen penyandi protein
MPT64 yaitu Rv 1980c. Hasil kloning
kemudian
dikarakterisasi
untuk
menguji keberhasilan terbentuknya
klon rekombinan Rv 1980c.
Oleh karena DNA yang
dimasukkan ke dalam sel inang bukan
hanya DNA rekombinan, maka harus
dilakukan seleksi untuk memilih sel
inang transforman yang membawa
DNA rekombinan. Selanjutnya, di
antara sel-sel transforman yang
membawa DNA rekombinan masih
harus
dilakukan
seleksi
untuk
mendapatkan
sel
yang
DNA
rekombinannya membawa fragmen
sisipan atau gen yang diinginkan
(Rifa’i, 2010).
Pada dasarnya ada tiga
kemungkinan yang dapat terjadi
setelah transformasi dilakukan, yaitu
sel inang tidak dimasuki DNA apa pun
atau berarti transformasi gagal, sel
inang dimasuki vektor religasi atau
berarti ligasi gagal, dan sel inang
dimasuki vektor rekombinan dengan
atau tanpa fragmen sisipan atau gen
yang
diinginkan.
Seleksi
sel
rekombinan yang membawa fragmen
yang diinginkan dilakukan dengan
mencari
fragmen
tersebut
menggunakan fragmen pelacak yang
pembuatannya dilakukan secara in
vitro menggunakan teknik reaksi
polimerisasi berantai atau polymerase
chain reaction (Muhaimin, 2010).
Adanya pita DNA dari gambar hasil
elektroforesis dengan ukuran ban yang
sesuai merupakan indikasi bahwa klon
yang
diamplifikasi
mengandung
plasmid rekombinan, oleh karena itu
untuk mengetahui kebenaran DNA
sisipan, peneliti bermaksud melakukan
uji karakterisasi klon rekombinan
pGEMT-Rv 1980 pengkode MPT64
sebagai
antigen
untuk
imunodiagnostik tuberkulosis laten.
larutan dapar P1, larutan dapar P2
(pelisis),
larutan
dapar
N3
(netralisasi), larutan dapar pencuci,
larutan dapar elusi, primer forward,
primer reverse Rv1980c, air Deion
steril, air, KIT Go Taq Green Master
Mix, kertas parafilm, enzim Amplitag
Gold 360 Master Mix, buffer 360 EC
Enchancer.
Kriteria Sampel
Sampel
yang
digunakan
merupakan koloni putih yang tumbuh
sebagai hasil transformasi ke dalam
sel host JM109 pada media LB padat
yang mengandung ampicilin, IPTG,
dan X-Gal yang juga terdapat koloni
biru nya.
Prosedur Kerja
Peremajaan Koloni Putih
Peremajaan koloni bakteri
E.coli JM109 hasil transformasi
dilakukan dengan cara menyiapkan 5
tabung reaksi yang berisi 2 mL media
LB cair yang ditambahkan dengan 2
µL ampicilin, kemudian ditambahkan
sampel koloni putih dari hasil kloning,
kemudian diinkubasi ke dalam shaker
incubator selama ±12 jam.
BAHAN DAN METODE
Alat
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu Laminar Air Flow,
cawan petridish, tabung reaksi, tabung
ependorf, sentrifus, mikro pipet,
inkubator, elektroforesis gel agarosa,
timbangan digital, shaker inkubator,
microwave, stopwatch, Elisa Reader
dan mesin PCR.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu koloni putih E.coli
hasil transformasi plasmid pGEMTRv1980c, media LB cair, ampisilin,
Karakterisasi Gen Rv 1980c pada
Koloni Putih
PCR Koloni
Sebanyak 5 tabung ependorf
disiapkan, kemudian diisi dengan
20µL air Deion steril dan ke dalam
masing-masing 5 tabung dimasukkan
koloni putih tersebut sebagai sampel.
PCR
mix
dibuat
dengan
mencampurkan Go Taq Green Master
Mix 12 µL, Forward primer MPT64 1
µL, Reverse primer MPT64 1µL, H2O
6µL, serta sampel sebanyak 5 µL ke
dalam
masing-masing
tabung
ependorf. Digunakan H2O sebagai
kontrol negatif, dan untuk kontrol
positif digunakan strain H37Rv
Mycobacterium tuberculosis yang
telah dikloning, setelah itu semua
tabung ependorf tersebut dimasukkan
ke dalam mesin PCR.
Elektroforesis hasil PCR Koloni
Sebanyak 5 µL tiap sampel
hasil PCR ditambahkan dengan
loading dye sebanyak 2 µL, lalu
dimasukkan ke dalam sumur gel
agarosa, selanjutnya dielektroforesis.
Hasil
elektroforesis
dibaca
menggunakan mesin Elisa reader.
Karakterisasi Gen Rv 1980c pada
Plasmid Rekombinan pGEM-TRv1980c
Isolasi Plasmid
Isolasi plasmid dilakukan
dengan cara biakan bakteri E.coli hasil
kultur ulang dimasukkan ke dalam
tabung ependorf kecil lalu disentrifus
14000 rpm selama 5 menit, kemudian
ditambahkan 250 µL larutan buffer
P1, setelah itu ditambahkan 250 µL
buffer P2 (dibolak-balik), kemudian
ditambahkan ±350 µL buffer N3
(dibolak-balik), sentrifus 13000 rpm
selama 10 menit, lalu supernatant
dipindahkan ke dalam kolom tube,
disentrifus kembali 13000 rpm selama
1 menit. Hasil sentrifus ditambahkan
buffer PE 750 µL, setelah itu kembali
disentrifus 13000 rpm selama 1 menit,
kemudian cairannya dibuang lalu
sentrifus
kering,
setelah
itu
ditambahkan buffer EB ±30-50 µL
lalu didiamkan selama 2 menit
kemudian disentrifus selama 1 menit.
Elektroforesis Hasil Isolasi Plasmid
Sebanyak 5 µL hasil isolasi
plasmid ditambahkan loading dye
sebanyak 2 µL kemudian dimasukkan
ke dalam sumur gel agarosa yang telah
dibuat, selanjutnya dielektroforesis.
Hasil
elektroforesis
dibaca
menggunakan mesin Elisa reader.
PCR Hasil Isolasi Plasmid
Sebanyak 3 µL sampel hasil
isolasi plasmid dicampurkan dengan
PCR mix yang terdiri atas; 10 µL
Ampli Taq Gold 360 Master Mix, 4 µL
360 EC Enhancer, 1 µL Primer
Forward MPT64, 1 µL Primer
Reverse MPT64, dan 4 µL ddH2O,
sampel dan PCR mix dicampurkan ke
dalam tabung ependorf, selanjutnya
dimasukkan ke dalam mesin PCR.
Elektroforesis Hasil PCR
Sebanyak 5 µL hasil PCR
plasmid
yang
telah
diisolasi
ditambahkan 2 µL loading dye
kemudian dimasukkan ke dalam
sumur gel agarosa yang telah dibuat,
selanjutnya dielektroforesis. Hasil
elektroforesis dibaca menggunakan
mesin Elisa reader
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Koloni Putih
Pada media yang mengandung
ampicilin, IPTG, dan X-Gal tumbuh
dua jenis koloni, yakni koloni putih
dan biru sebagai hasil kloning. Koloni
putih diindikasikan merupakan koloni
dengan plasmid pGEM-T yang
berhasil tersisipi insert (MPT64),
koloni yang tumbuh adalah koloni
yang resisten ampisilin atau koloni
E.coli yang benar terdapat vektor
pGEM-T Easy.
PCR koloni putih dilakukan
untuk mengetahui kebenaran DNA
insert MPT64 pada sel transforman
dari koloni putih, PCR bertujuan
untuk
mengamplifikasi
atau
memperbanyak fragmen DNA dalam
hal ini MPT64 sehingga menghasilkan
jutaan salinan fragmen DNA MPT64
dalam waktu yang cepat. Amplifikasi
fragmen DNA MPT64 dimulai dengan
peristiwa denaturasi DNA, dimana dua
untai dari cetakan DNA terpisah
antara satu dan yang lainnnya pada
temperatur 94°C, selanjutnya primer
MPT64 berhibridisasi dengan cetakan
DNA, temperatur pada tahap ini
disesuaikan
dengan
TM
atau
temperature melting dari primer yakni
60°C, selanjutnya adalah pemanjangan
DNA insert, pada tahap ini digunakan
temperatur yang optimal bagi enzim
polimerase untuk mensintesis untai
DNA MPT64 yang kedua (72°C)
(Sambrook & Russell, 2001; Chen &
Janes, 2002) begitu setiap siklusnya
sehingga dapat dihasilkan jutaan DNA
MPT64.
Selain mengkarakterisasi 5
sampel hasil transforman untuk diuji
kebenaran DNA insert MPT64 nya,
karakterisasi
juga
menggunakan
kontrol positif dan negatif serta
marker.
Kontrol
positif
yang
digunakan adalah Mycobacterium
tuberculosis strain H37RV yang
positif mengandung antigen MPT64
sebagaimana Jesuraj (2015) juga telah
mengkonfirmasi hal tersebut pada
penelitiannya.Kontrol negatif yang
digunakan merupakan air H2O.
Gambar 1. Hasil Elektroforesis dari PCR Koloni
Ket M : Marker dengan ukuran 100 bp, 1 : Sampel koloni 1, 2 : Sampel Koloni 2, 3 : Sampel Koloni
3, 4 : Sampel Koloni 4, 5 : Sampel Koloni 5, K+ : Kontrol Positif / H37RV, K- : Kontrol Negatif /
H2O.
Pada
gambar
tersebut
terbentuk beberapa pita DNA pada gel
agarosa. Pita DNA dapat terbentuk
pada proses elektroforesis dengan
adanya muatan listrik yang dialirkan
pada DNA, sehingga DNA bergerak
dari muatan negatif ke muatan positif
yang kemudian akan memisahkan
fragmen DNA berdasarkan ukurannya
(Sambrook & Russell, 2001; Brown,
2006).
Mobilitas fragmen DNA pada
gel elektroforesis sangat dipengaruhi
oleh komposisi dan kelarutan ion
buffer elektroforesis. Jika konsentrasi
ion-ion
sangat
sedikit
maka
konduktifitas listrik sangat kecil dan
migrasi DNA menjadi lambat.
Konsentrasi ion yang berlebih akan
mengakibatkan gel mencair dan DNA
terdenaturasi. Pergerakan sampel ke
anoda juga dibantu dengan adanya
fungsi penambahan loading buffer
yang berfungsi meningkatkan densitas
sampel sehingga fragmen tersebut
berada di dasar well dan tidak
menyebar atau dengan kata lain
memiliki fungsi sebagai pemberat.
Fungsi lainnya adalah memberi warna
pada
fragmen
DNA
sehingga
mempermudah pengamatan proses
elektroforesis.
Hasil visualisasi verifikasi
insert hasil PCR koloni menunjukkan
kelima sampel membawa fragmen
DNA insert MPT64 dengan ukuran
671 bp, ukuran fragmen tersebut
merupakan ukuran insert MPT64 yang
memiliki orientasi benar pada vektor,
hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ruiling Fu dkk pada
tahun 2009.
Pada lajur 2 dan 4, pita DNA
yang terbentuk nampak tipis dibanding
lajur lainnya, hal ini disebabkan
karena konstentrasi DNA sampel pada
lajur ini jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan 3 sampel pada lajur
lainnya, sehingga visualisasi pita DNA
yang terbentuk pada gel agarosa juga
tidak nampak jelas, pita DNA dari
sampel 1, 3 dan 5 tebal dan terang
disebabkan
banyaknya
jumlah
konsentrasi DNA yang diujikan.
Hasil yang didapatkan kontrol
positif pita DNA yang terbentuk tebal
dan berukuran 671 bp, hal ini
disebabkan karena pada kontrol positif
yang diujikan adalah strain H37RV
dari Mycobacterium tuberculosis yang
positif mengandung antigen MPT64.
Pada kontrol negatif tidak
terdapat pita DNA karena template
DNA yang digunakan dalam PCR
adalah aquades atau H2O yang tidak
mengandung DNA insert. Kontrol
tersebut diperlukan untuk memastikan
bahwa proses PCR berjalan dengan
baik (Yuwono, 2006).
Gambar 10 menunjukkan
bahwa tiap sampel koloni putih yang
merupakan
hasil
transformasi
membuktikan kebenaran DNA insert
(MPT64) hasil kloning, sebagaimana
ukuran pita DNA yang terbentuk
adalah 671 bp yang merupakan ukuran
DNA Rv 1980c yang mengkode
antigen MPT64.
Karakterisasi Plasmid Rekombinan
pGEM-T-Rv1980c
Kebenaran plasmid rekombinan
pada koloni putih dikarakterisasi
setelah plasmid berhasil diisolasi.
Prinsip kerja isolasi plasmid dengan
melisiskan dinding sel E.coli sebagai
sel transforman juga memisahkan
DNA plasmid dari DNA kromosom
sel E.coli. Isolasi DNA ini dilakukan
dengan
serangkaian
proses
sentrifugasi yang berulang seiring
dengan penambahan reagen-reagen
tertentu.
Hasil isolasi kemudian ada
yang
dielektroforesis
langsung,
adapula yang diamplifikasi dengan
PCR
terlebih
dahulu
untuk
memperbanyak
dan
mengetahui
kebenaran DNA sisipan MPT64 pada
plasmid tersebut.
Gambar 2. Elektroforesis Plasmid Rekombinan dan Hasil PCR Plasmid
Ket. M : Marker dengan ukuran 100 bp, 1 : Plasmid rekombinan, 2 : Hasil PCR MPT64 pada
plasmid.
Hasil
pada
elektroforesis
menunjukkan adanya pita-pita DNA
yang terbentuk. Pada sumur 1 yang
dikarakterisasi adalah sampel hasil
isolasi plasmid dari koloni putih. Pada
gel terdapat pita DNA dengan ukuran
3686 bp, ukuran ini terbentuk sebagai
hasil ligasi atau pelekatan antaravektor
pGEM-T yang berukuran 3015 bp
dengan DNA insert MPT64 berukuran
671 bp yang dikloning. Gambar IV.3
menunjukkan skema hasil ligasi yang
menyebabkan terjadinya penambahan
ukuran plasmid.
Gambar 3. Skema Ukuran Plasmid Rekombinan yang Dielektroforesis
Pada sumur 2 yang diujikan
adalah hasil PCR gen MPT 64 pada
plasmid rekombinan yang telah
diisolasi menunjukkan adanya pita
DNA sesuai ukuran DNA insert
MPT64 yakni 671 bp, pita DNA yang
terbentuk hanya mengindikasikan
keberadaan DNA insert namun tidak
menunjukkan keberadaan ukuran
plasmidnya, hal ini disebabkan karena
adanya proses PCR pada plasmid
rekombinan yang diujikan, PCR yang
dilakukan hanya mengamplifikasi
daerah DNA insert MPT64 sebab
primer yang digunakan spesifik atau
hanya mengenali daerah
yang
mengkode antigen MPT64 saja,
sehingga
visualisasi
hasil
elektroforesis hanya terbentuk ukuran
DNA insert saja. Hal ini membuktikan
kebenaran DNA sisipan MPT64 pada
koloni putih hasil transformasi.
MPT64 merupakan antigen
yang dikode dari daerah RD2 yang
ditemukan
pada
Mycobacterium
tuberculosis complex. Antigen MPT64
tidak ditemukan pada strain BCG,
Mycobacterium bovis, Mycobacterium
leprae, dan spesies Mycobacterium
lainnya.
Hal
tersebut
telah
dikonfirmasi melalui kloning dan
sekuensing gen MPT64 pada filtrate
kultur
H37Rv
Mycobacterium
tuberculosis (Kumar, 2015 dan
Gennaro, 2000), dengan demikian
MPT64 dapat dijadikan kandidat
untuk spesifik diagnostik tuberkulosis.
Imunodiagnostik
memiliki
peluang sebagai metode yang lebih
spesifik dalam mengenali infeksi TB
tersebut, dengan menggunakan antigen
yang dimurnikan untuk mendeteksi
adanya antibodi terhadap kuman TB di
tubuh pasien.
Keberhasilan kloning gen
Rv1980 c yang menyandikan MPT64
sebagai antigen yang spesifik pada
Mycobacterium
tuberculosis
memberikan peluang untuk melakukan
serangkaian pengujian lebih lanjut
dalam imunodiagnostik, selain itu
dapat pula dilakukan rekombinasi
antigen (protein) spesifik untuk
meningkatkan
spesifitas
uji
imunodiagnostik terhadap penderita
tuberculosis laten.
KESIMPULAN
Karakterisasi klon rekombinan
pGEM-T-Rv 1980c membuktikan
kebenaran gen yang dikloning, hal ini
ditandai dengan adanya ukuran 671 bp
yang terbentuk sebagai ukuran gen
Rv1980c.
DAFTAR PUSTAKA
American
Thoracic
Society
Documents, 2005. American
thoracic society / centers for
disease control and prevention /
infectious diseases society of
America : controlling tuberculosis
in the united states. Amj J Respir
Crit Care Med ; 172: 1169 – 227.
Blumberg HM, Leonard MK., 2006.
Tuberculosis : Pathogenesis.
Available
from
:
http://www.medscape.com/viewar
ticle/534782 Accessed on March.
Brown, T., 2006. Gene Cloning and
DNA Analysis an Introduction,
5th edition. Australia: Blackwell
Publishing Asia Pty Ltd.
Chen, B., Janes, H., 2002. PCR
Cloning
Protocols,
Second
Edition. New Jersey: Humana
Press Inc.
Diel R., Robert Loddenkemper, Karen
Meywald-Walter,
Rene
Gottschalk, and Albert Nienhaus,
2009. Comparative Performance
of
Tuberculin
Skin
Test,
QuantiFERON-TB-Gold In Tube
Assay, and T-Spot. TB Test in
contact
Investigations
for
Tuberculosis, American College
of Chest Physicians, Chest, 135
:1010-1018.
Flynn JL, Chan J., 2001. Tuberculosis
: latency and reactivation.
Infection and Immunity. 69 : 4195
– 201.
Gennaro ML., 2000. Immunologic
Diagnosis of Tuberculosis. J
Infect Dis. Proceedings of
International Symposium on
Tuberculosis
Vaccine
Development and Evaluation. 30
(3): 243–246.
Jasmer RM, Nahid P, Hopewell PC.,
2002. Clinical practice. Latent
tuberculosis infection. N Engl J
Med. 347(23): p.1860-6.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan Lingkungan, 2014.
Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015. Tuberkulosis.
InfoDATIN (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia 2014).
Kresno, S.B., 1996. Imunologi :
Diagnosis
dan
Prosedur
Laboratorium. Jakarta: Fakultas
Kedoktean Universitas Indonesia.
Kumar, A.J.U. dan Srinivasa, H.,
2015.
Fast
and
Accurate
Identification of M. tuberculosis
Complex
Using
an
Immunochromatographic MPT64
Antigen Detection Test. Journal
of Tuberculosis Research, 3: 149156.
Muzaffar R, Batool S, Azis A, Naqvi
A, Rizvi A., 2002. Evaluation of
the FASTPLAQUETB Assay for
Direct
Detect
ion
of
Mycobacterium tuberculosis in
Sputum Specimens. Int J Tuberc
Lung Dis. 6(7): 635-40.
Oettinger, T. and A.B. Andersen,
1994. Cloning and B-cell-epitope
mapping of
MPT64
from
Mycobacterium
tuberculosis
H37Rv. Infect Immun. 62(5): p.
2058-2064.
Pinxteren L.A.H, Pernille R., Else M.
A., John P. dan Peter A., 2000
Diagnosis of Tuberculosis Based
on the Two Specific Antigens
ESAT-6 and CFP10, Clinical and
Diagnostic
Laboratory
Immunology. 7 (2) : 155-160.
Rini, S.N., 1998. Pemeriksaan tes uji
serap
imun
rapid
immunocromatography.
Pekan
Ilmiah FK Universitas Pajajaran
Bandung.
Sambrook, J., Russell, D., 2001.
Molecular Cloning: A Laboratory
Manual 3rd edition. New York :
Cold Spring Harbor Laboratory
Press, Cold Spring Harbor.
Tomiyama T, Matsuo K, Abe C.,
1997. Rapid identification of
Mycobacterium tuberculosis by
an immunochromatography using
anti
MPB64
monoclonal
antibodies. Int J Tuberc Lung
Dis.1:59.
WHO, 2014. Global Tuberculosis
Report 2014. France.
Download