KARAKTERISASI KLON REKOMBINAN pGEM-T-Rv 1980c SEBAGAI ANTIGEN UNTUK IMUNODIAGNOSTIK TUBERKULOSIS LATEN Hilwah Fathiyah 1, Rosana Agus 2, Muh Nasrum Massi 3 A. Arfan Sabran2 1 Mahasiswa Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar 3 Dosen Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRACT Gen Rv 1980c merupakan gen pengkode protein MPT64, protein ini tidak ditemukan pada strain BCG dan spesies Mycobacterium lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai kandidat antigen untuk diagnostik TB spesifik. Kloning gen Rv 1980c pengkode ptotein MPT64 dilakukan sebagai dasar untuk imunodiagnostik TB laten. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi klon rekombinan pGEM-TRv1980c yang merupakan hasil kloning. Sampel yang digunakan adalah koloni putih yang tumbuh sebagai hasil transformasi penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan dengan cara karakterisasi gen Rv 1980c pada koloni putih dan karakterisasi gen RV 1980c pada plasmid rekombinan yang telah diisolasi. Pada hasil penelitian ini diperoleh ukuran pita DNA sebesar 671 bp yang merupakan ukuran gen Rv 1980c, sedangkan pada elektroforesis hasil isolasi plasmid diperoleh ukuran 3686 bp yang membuktikan bahwa vektor pGEM-T (3015 bp) dan gen insert Rv 1980c (671 bp) berhasil terligasi membentuk plasmid rekombinan yang sesuai. Kata Kunci : Karakterisasi, Rv1980c, Antigen MPT64, Tuberkulosis Laten. PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-paru. Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2014). Tuberkulosis masih menjadi salah satu masalah terbesar di dunia internasional. Penyakit ini menduduki posisi kedua sebagai penyebab kematian terbesar setelah HIV. Diperkirakan terdapat 6 juta kasus baru TB dan 1,5 juta orang meninggal disebabkan oleh kasus tuberculosis (WHO, 2014). Menurut Kemenkes (2015) jumlah kasus baru TB Paru BTA positif mencapai 176.677 orang di Indonesia. Di provinsi Sulawesi Selatan kasus TB paru sebanyak 8.297, adapun di Kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka penemuan penderita baru TB Paru BTA (+) tahun 2013 sebanyak 72,44 % (ditemukan 1.811 penderita dari sebanyak 2.500 sasaran), jumlah ini meningkat dari tahun 2012 dengan jumlah penderita sebanyak 1.324 dari 1.641 sasaran. Blumberg (2006) menyatakan bahwa infeksi TB terjadi karena inhalasi droplet nuclei yang mengandung kuman tuberkulosis. Menurut American Thoracic Society Documents (2005) infeksi TB laten didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang terinfeksi M.tuberculosis tetapi orang tersebut tidak sakit, tidak mempunyai gejala atau asymptomatic dan gambaran foto toraks normal. Kira–kira 5% - 10% dari orang dengan infeksi laten, akan terjadi reaktivasi dan menjadi TB aktif (Flynn, 2001). Saat ini metode standar yang digunakan untuk mendeteksi infeksi Mycobacterium tuberculosis dilakukan dengan uji tuberkulin, metode ini kurang sensitif, karena baru memberikan hasil positif bila terdapat >103 organisme/ml sputum (Muzaffar, 2002). Prinsip uji tuberkulin adalah timbulnya hipersensitivitas pada seseorang yang terinfeksi M. tuberculosis terhadap komponen tuberkulin dari bakteri tersebut yaitu purified protein derivative (PPD). PPD mengandung 200 antigen mikobakteri, antara lain M.tuberculosis kompleks (M. tuberculosis, M. bovis dan M.africanum), mikobakteri bukan tuberkulosa (NTM) dan M. bovis BCG ( Pinxteren et.al, 2000). Akibatnya uji tuberkulin mempunyai beberapa keterbatasan yaitu terjadi reaksi positif palsu karena adanya reaksi silang antara PPD dan antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi BCG atau infeksi dengan mikobakteria bukan TB (Diel et al., 2009). Sehingga diperlukan teknik diagnosis baru yang dapat mendiagnosis TB dengan lebih cepat dan akurat. Pada Uji imunodiagnostik dikembangkan untuk mendeteksi respon antibodi yang signifikan terhadap antigen M. tuberculosis (Rini, 1998).Salah satu antigen spesifik dari bakteri TB adalah MPT64 yang merupakan protein sekretori 24 kDa yang disandi oleh gen Rv1980c. MPT64 telah ditunjukkan untuk membedakan Mycobacterium tuberculosis Complex (MTC) dari spesies bakteri lainnya (Tomiyama, 1997). Protein ini disekresikan oleh strain MTB yang sedang tumbuh. Antigen MPT64 tidak ada dalam strain BCG, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae dan spesies mikobakteri lainnya. Hal ini telah dikonfirmasi oleh kloning dan sekuensing gen Rv 1980c dari H37Rv filtrat kultur (Oettinger,1994; Gennaro,2000). MPT64 sebagai protein imunogenik yang terdapat pada Mycobacterium tuberculosis dapat memberikan pendekatan untuk imunodiagnostik TB laten dengan cara mengkloning gen penyandi protein MPT64 yaitu Rv 1980c. Hasil kloning kemudian dikarakterisasi untuk menguji keberhasilan terbentuknya klon rekombinan Rv 1980c. Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka harus dilakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan (Rifa’i, 2010). Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan atau tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (Muhaimin, 2010). Adanya pita DNA dari gambar hasil elektroforesis dengan ukuran ban yang sesuai merupakan indikasi bahwa klon yang diamplifikasi mengandung plasmid rekombinan, oleh karena itu untuk mengetahui kebenaran DNA sisipan, peneliti bermaksud melakukan uji karakterisasi klon rekombinan pGEMT-Rv 1980 pengkode MPT64 sebagai antigen untuk imunodiagnostik tuberkulosis laten. larutan dapar P1, larutan dapar P2 (pelisis), larutan dapar N3 (netralisasi), larutan dapar pencuci, larutan dapar elusi, primer forward, primer reverse Rv1980c, air Deion steril, air, KIT Go Taq Green Master Mix, kertas parafilm, enzim Amplitag Gold 360 Master Mix, buffer 360 EC Enchancer. Kriteria Sampel Sampel yang digunakan merupakan koloni putih yang tumbuh sebagai hasil transformasi ke dalam sel host JM109 pada media LB padat yang mengandung ampicilin, IPTG, dan X-Gal yang juga terdapat koloni biru nya. Prosedur Kerja Peremajaan Koloni Putih Peremajaan koloni bakteri E.coli JM109 hasil transformasi dilakukan dengan cara menyiapkan 5 tabung reaksi yang berisi 2 mL media LB cair yang ditambahkan dengan 2 µL ampicilin, kemudian ditambahkan sampel koloni putih dari hasil kloning, kemudian diinkubasi ke dalam shaker incubator selama ±12 jam. BAHAN DAN METODE Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Laminar Air Flow, cawan petridish, tabung reaksi, tabung ependorf, sentrifus, mikro pipet, inkubator, elektroforesis gel agarosa, timbangan digital, shaker inkubator, microwave, stopwatch, Elisa Reader dan mesin PCR. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu koloni putih E.coli hasil transformasi plasmid pGEMTRv1980c, media LB cair, ampisilin, Karakterisasi Gen Rv 1980c pada Koloni Putih PCR Koloni Sebanyak 5 tabung ependorf disiapkan, kemudian diisi dengan 20µL air Deion steril dan ke dalam masing-masing 5 tabung dimasukkan koloni putih tersebut sebagai sampel. PCR mix dibuat dengan mencampurkan Go Taq Green Master Mix 12 µL, Forward primer MPT64 1 µL, Reverse primer MPT64 1µL, H2O 6µL, serta sampel sebanyak 5 µL ke dalam masing-masing tabung ependorf. Digunakan H2O sebagai kontrol negatif, dan untuk kontrol positif digunakan strain H37Rv Mycobacterium tuberculosis yang telah dikloning, setelah itu semua tabung ependorf tersebut dimasukkan ke dalam mesin PCR. Elektroforesis hasil PCR Koloni Sebanyak 5 µL tiap sampel hasil PCR ditambahkan dengan loading dye sebanyak 2 µL, lalu dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa, selanjutnya dielektroforesis. Hasil elektroforesis dibaca menggunakan mesin Elisa reader. Karakterisasi Gen Rv 1980c pada Plasmid Rekombinan pGEM-TRv1980c Isolasi Plasmid Isolasi plasmid dilakukan dengan cara biakan bakteri E.coli hasil kultur ulang dimasukkan ke dalam tabung ependorf kecil lalu disentrifus 14000 rpm selama 5 menit, kemudian ditambahkan 250 µL larutan buffer P1, setelah itu ditambahkan 250 µL buffer P2 (dibolak-balik), kemudian ditambahkan ±350 µL buffer N3 (dibolak-balik), sentrifus 13000 rpm selama 10 menit, lalu supernatant dipindahkan ke dalam kolom tube, disentrifus kembali 13000 rpm selama 1 menit. Hasil sentrifus ditambahkan buffer PE 750 µL, setelah itu kembali disentrifus 13000 rpm selama 1 menit, kemudian cairannya dibuang lalu sentrifus kering, setelah itu ditambahkan buffer EB ±30-50 µL lalu didiamkan selama 2 menit kemudian disentrifus selama 1 menit. Elektroforesis Hasil Isolasi Plasmid Sebanyak 5 µL hasil isolasi plasmid ditambahkan loading dye sebanyak 2 µL kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa yang telah dibuat, selanjutnya dielektroforesis. Hasil elektroforesis dibaca menggunakan mesin Elisa reader. PCR Hasil Isolasi Plasmid Sebanyak 3 µL sampel hasil isolasi plasmid dicampurkan dengan PCR mix yang terdiri atas; 10 µL Ampli Taq Gold 360 Master Mix, 4 µL 360 EC Enhancer, 1 µL Primer Forward MPT64, 1 µL Primer Reverse MPT64, dan 4 µL ddH2O, sampel dan PCR mix dicampurkan ke dalam tabung ependorf, selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin PCR. Elektroforesis Hasil PCR Sebanyak 5 µL hasil PCR plasmid yang telah diisolasi ditambahkan 2 µL loading dye kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa yang telah dibuat, selanjutnya dielektroforesis. Hasil elektroforesis dibaca menggunakan mesin Elisa reader . HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Koloni Putih Pada media yang mengandung ampicilin, IPTG, dan X-Gal tumbuh dua jenis koloni, yakni koloni putih dan biru sebagai hasil kloning. Koloni putih diindikasikan merupakan koloni dengan plasmid pGEM-T yang berhasil tersisipi insert (MPT64), koloni yang tumbuh adalah koloni yang resisten ampisilin atau koloni E.coli yang benar terdapat vektor pGEM-T Easy. PCR koloni putih dilakukan untuk mengetahui kebenaran DNA insert MPT64 pada sel transforman dari koloni putih, PCR bertujuan untuk mengamplifikasi atau memperbanyak fragmen DNA dalam hal ini MPT64 sehingga menghasilkan jutaan salinan fragmen DNA MPT64 dalam waktu yang cepat. Amplifikasi fragmen DNA MPT64 dimulai dengan peristiwa denaturasi DNA, dimana dua untai dari cetakan DNA terpisah antara satu dan yang lainnnya pada temperatur 94°C, selanjutnya primer MPT64 berhibridisasi dengan cetakan DNA, temperatur pada tahap ini disesuaikan dengan TM atau temperature melting dari primer yakni 60°C, selanjutnya adalah pemanjangan DNA insert, pada tahap ini digunakan temperatur yang optimal bagi enzim polimerase untuk mensintesis untai DNA MPT64 yang kedua (72°C) (Sambrook & Russell, 2001; Chen & Janes, 2002) begitu setiap siklusnya sehingga dapat dihasilkan jutaan DNA MPT64. Selain mengkarakterisasi 5 sampel hasil transforman untuk diuji kebenaran DNA insert MPT64 nya, karakterisasi juga menggunakan kontrol positif dan negatif serta marker. Kontrol positif yang digunakan adalah Mycobacterium tuberculosis strain H37RV yang positif mengandung antigen MPT64 sebagaimana Jesuraj (2015) juga telah mengkonfirmasi hal tersebut pada penelitiannya.Kontrol negatif yang digunakan merupakan air H2O. Gambar 1. Hasil Elektroforesis dari PCR Koloni Ket M : Marker dengan ukuran 100 bp, 1 : Sampel koloni 1, 2 : Sampel Koloni 2, 3 : Sampel Koloni 3, 4 : Sampel Koloni 4, 5 : Sampel Koloni 5, K+ : Kontrol Positif / H37RV, K- : Kontrol Negatif / H2O. Pada gambar tersebut terbentuk beberapa pita DNA pada gel agarosa. Pita DNA dapat terbentuk pada proses elektroforesis dengan adanya muatan listrik yang dialirkan pada DNA, sehingga DNA bergerak dari muatan negatif ke muatan positif yang kemudian akan memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukurannya (Sambrook & Russell, 2001; Brown, 2006). Mobilitas fragmen DNA pada gel elektroforesis sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kelarutan ion buffer elektroforesis. Jika konsentrasi ion-ion sangat sedikit maka konduktifitas listrik sangat kecil dan migrasi DNA menjadi lambat. Konsentrasi ion yang berlebih akan mengakibatkan gel mencair dan DNA terdenaturasi. Pergerakan sampel ke anoda juga dibantu dengan adanya fungsi penambahan loading buffer yang berfungsi meningkatkan densitas sampel sehingga fragmen tersebut berada di dasar well dan tidak menyebar atau dengan kata lain memiliki fungsi sebagai pemberat. Fungsi lainnya adalah memberi warna pada fragmen DNA sehingga mempermudah pengamatan proses elektroforesis. Hasil visualisasi verifikasi insert hasil PCR koloni menunjukkan kelima sampel membawa fragmen DNA insert MPT64 dengan ukuran 671 bp, ukuran fragmen tersebut merupakan ukuran insert MPT64 yang memiliki orientasi benar pada vektor, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruiling Fu dkk pada tahun 2009. Pada lajur 2 dan 4, pita DNA yang terbentuk nampak tipis dibanding lajur lainnya, hal ini disebabkan karena konstentrasi DNA sampel pada lajur ini jumlahnya lebih sedikit dibandingkan 3 sampel pada lajur lainnya, sehingga visualisasi pita DNA yang terbentuk pada gel agarosa juga tidak nampak jelas, pita DNA dari sampel 1, 3 dan 5 tebal dan terang disebabkan banyaknya jumlah konsentrasi DNA yang diujikan. Hasil yang didapatkan kontrol positif pita DNA yang terbentuk tebal dan berukuran 671 bp, hal ini disebabkan karena pada kontrol positif yang diujikan adalah strain H37RV dari Mycobacterium tuberculosis yang positif mengandung antigen MPT64. Pada kontrol negatif tidak terdapat pita DNA karena template DNA yang digunakan dalam PCR adalah aquades atau H2O yang tidak mengandung DNA insert. Kontrol tersebut diperlukan untuk memastikan bahwa proses PCR berjalan dengan baik (Yuwono, 2006). Gambar 10 menunjukkan bahwa tiap sampel koloni putih yang merupakan hasil transformasi membuktikan kebenaran DNA insert (MPT64) hasil kloning, sebagaimana ukuran pita DNA yang terbentuk adalah 671 bp yang merupakan ukuran DNA Rv 1980c yang mengkode antigen MPT64. Karakterisasi Plasmid Rekombinan pGEM-T-Rv1980c Kebenaran plasmid rekombinan pada koloni putih dikarakterisasi setelah plasmid berhasil diisolasi. Prinsip kerja isolasi plasmid dengan melisiskan dinding sel E.coli sebagai sel transforman juga memisahkan DNA plasmid dari DNA kromosom sel E.coli. Isolasi DNA ini dilakukan dengan serangkaian proses sentrifugasi yang berulang seiring dengan penambahan reagen-reagen tertentu. Hasil isolasi kemudian ada yang dielektroforesis langsung, adapula yang diamplifikasi dengan PCR terlebih dahulu untuk memperbanyak dan mengetahui kebenaran DNA sisipan MPT64 pada plasmid tersebut. Gambar 2. Elektroforesis Plasmid Rekombinan dan Hasil PCR Plasmid Ket. M : Marker dengan ukuran 100 bp, 1 : Plasmid rekombinan, 2 : Hasil PCR MPT64 pada plasmid. Hasil pada elektroforesis menunjukkan adanya pita-pita DNA yang terbentuk. Pada sumur 1 yang dikarakterisasi adalah sampel hasil isolasi plasmid dari koloni putih. Pada gel terdapat pita DNA dengan ukuran 3686 bp, ukuran ini terbentuk sebagai hasil ligasi atau pelekatan antaravektor pGEM-T yang berukuran 3015 bp dengan DNA insert MPT64 berukuran 671 bp yang dikloning. Gambar IV.3 menunjukkan skema hasil ligasi yang menyebabkan terjadinya penambahan ukuran plasmid. Gambar 3. Skema Ukuran Plasmid Rekombinan yang Dielektroforesis Pada sumur 2 yang diujikan adalah hasil PCR gen MPT 64 pada plasmid rekombinan yang telah diisolasi menunjukkan adanya pita DNA sesuai ukuran DNA insert MPT64 yakni 671 bp, pita DNA yang terbentuk hanya mengindikasikan keberadaan DNA insert namun tidak menunjukkan keberadaan ukuran plasmidnya, hal ini disebabkan karena adanya proses PCR pada plasmid rekombinan yang diujikan, PCR yang dilakukan hanya mengamplifikasi daerah DNA insert MPT64 sebab primer yang digunakan spesifik atau hanya mengenali daerah yang mengkode antigen MPT64 saja, sehingga visualisasi hasil elektroforesis hanya terbentuk ukuran DNA insert saja. Hal ini membuktikan kebenaran DNA sisipan MPT64 pada koloni putih hasil transformasi. MPT64 merupakan antigen yang dikode dari daerah RD2 yang ditemukan pada Mycobacterium tuberculosis complex. Antigen MPT64 tidak ditemukan pada strain BCG, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, dan spesies Mycobacterium lainnya. Hal tersebut telah dikonfirmasi melalui kloning dan sekuensing gen MPT64 pada filtrate kultur H37Rv Mycobacterium tuberculosis (Kumar, 2015 dan Gennaro, 2000), dengan demikian MPT64 dapat dijadikan kandidat untuk spesifik diagnostik tuberkulosis. Imunodiagnostik memiliki peluang sebagai metode yang lebih spesifik dalam mengenali infeksi TB tersebut, dengan menggunakan antigen yang dimurnikan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman TB di tubuh pasien. Keberhasilan kloning gen Rv1980 c yang menyandikan MPT64 sebagai antigen yang spesifik pada Mycobacterium tuberculosis memberikan peluang untuk melakukan serangkaian pengujian lebih lanjut dalam imunodiagnostik, selain itu dapat pula dilakukan rekombinasi antigen (protein) spesifik untuk meningkatkan spesifitas uji imunodiagnostik terhadap penderita tuberculosis laten. KESIMPULAN Karakterisasi klon rekombinan pGEM-T-Rv 1980c membuktikan kebenaran gen yang dikloning, hal ini ditandai dengan adanya ukuran 671 bp yang terbentuk sebagai ukuran gen Rv1980c. DAFTAR PUSTAKA American Thoracic Society Documents, 2005. American thoracic society / centers for disease control and prevention / infectious diseases society of America : controlling tuberculosis in the united states. Amj J Respir Crit Care Med ; 172: 1169 – 227. Blumberg HM, Leonard MK., 2006. Tuberculosis : Pathogenesis. Available from : http://www.medscape.com/viewar ticle/534782 Accessed on March. Brown, T., 2006. Gene Cloning and DNA Analysis an Introduction, 5th edition. Australia: Blackwell Publishing Asia Pty Ltd. Chen, B., Janes, H., 2002. PCR Cloning Protocols, Second Edition. New Jersey: Humana Press Inc. Diel R., Robert Loddenkemper, Karen Meywald-Walter, Rene Gottschalk, and Albert Nienhaus, 2009. Comparative Performance of Tuberculin Skin Test, QuantiFERON-TB-Gold In Tube Assay, and T-Spot. TB Test in contact Investigations for Tuberculosis, American College of Chest Physicians, Chest, 135 :1010-1018. Flynn JL, Chan J., 2001. Tuberculosis : latency and reactivation. Infection and Immunity. 69 : 4195 – 201. Gennaro ML., 2000. Immunologic Diagnosis of Tuberculosis. J Infect Dis. Proceedings of International Symposium on Tuberculosis Vaccine Development and Evaluation. 30 (3): 243–246. Jasmer RM, Nahid P, Hopewell PC., 2002. Clinical practice. Latent tuberculosis infection. N Engl J Med. 347(23): p.1860-6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Tuberkulosis. InfoDATIN (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2014). Kresno, S.B., 1996. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Fakultas Kedoktean Universitas Indonesia. Kumar, A.J.U. dan Srinivasa, H., 2015. Fast and Accurate Identification of M. tuberculosis Complex Using an Immunochromatographic MPT64 Antigen Detection Test. Journal of Tuberculosis Research, 3: 149156. Muzaffar R, Batool S, Azis A, Naqvi A, Rizvi A., 2002. Evaluation of the FASTPLAQUETB Assay for Direct Detect ion of Mycobacterium tuberculosis in Sputum Specimens. Int J Tuberc Lung Dis. 6(7): 635-40. Oettinger, T. and A.B. Andersen, 1994. Cloning and B-cell-epitope mapping of MPT64 from Mycobacterium tuberculosis H37Rv. Infect Immun. 62(5): p. 2058-2064. Pinxteren L.A.H, Pernille R., Else M. A., John P. dan Peter A., 2000 Diagnosis of Tuberculosis Based on the Two Specific Antigens ESAT-6 and CFP10, Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology. 7 (2) : 155-160. Rini, S.N., 1998. Pemeriksaan tes uji serap imun rapid immunocromatography. Pekan Ilmiah FK Universitas Pajajaran Bandung. Sambrook, J., Russell, D., 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3rd edition. New York : Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor. Tomiyama T, Matsuo K, Abe C., 1997. Rapid identification of Mycobacterium tuberculosis by an immunochromatography using anti MPB64 monoclonal antibodies. Int J Tuberc Lung Dis.1:59. WHO, 2014. Global Tuberculosis Report 2014. France.