BELAJAR BERIMAN DARI SAKIT GIGI Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; (Mazmur 37:5) R abu, 22 Juli 2015 Saya merasakan ada yang tidak nyaman di gigi geraham bungsu sebelah kiri. Tetapi Saya biarkan, karena Saya pikir itu sakit sedikit nanti juga akan sembuh sendiri, tetapi Kamis malam gusi Saya semakin bengkak dan Jumat pagi sudah bengkak besar. Lalu Saya dianjurkan untuk periksa ke dokter gigi. Rekan Saya membantu menelepon dokter gigi yang termasuk dalam asuransi kami, tetapi baru bisa ada waktu untuk memeriksa Saya pada Senin, 27 Juli 2015, sedangkan sakit yang Saya rasakan sudah mendesak. Lalu Saya diberikan rekomendasi dokter gigi yang bisa Saya kunjungi hari ini juga. Berbekal alamat yang diberikan Saya mencari alamat tersebut dan puji syukur kepada Tuhan Saya bisa menemukan alamat tersebut, tetapi sayang sekali Saya ditolak, karena Saya tidak membuat janji sebelumnya, padahal rekan Saya pernah membawa teman yang sakit gigi langsung datang tidak ada janji sebelumnya tetapi tetap diterima. Dengan kecewa Saya keluar, tetapi tidak jauh dari dokter pertama ternyata ada dokter gigi lagi. Saya masuk dan suster mengatakan bahwa pasien sudah penuh (padahal yang menunggu hanya satu orang), kalau mau Saya harus daftar untuk kembali nanti sore. Ya suda Saya daftar saja. Lalu Saya berjalan pulang ke rumah. Sambil jalan Saya mencoba mencari-cari kalau-kalau ada dokter gigi yang bisa melayani tanpa harus buat janji, karena memang gusi Saya sudah bengkak dan sakit sekali. Akhirnya Saya menemukannya dan di situ juga tidak ada pasien lain yang mengantri, jadi Saya bisa langsung dilayani. Setelah diperiksa-periksa sebentar lalu Saya diberikan obat dan disuruh kembali setelah tiga hari. Tetapi setelah meminum obat yang diberikan oleh dokter Saya tidak merasakan lebih baik, tetapi semakin memburuk. Gusi Saya semakin bengkak dan semakin sakit. Bukan hanya itu saja, maag Saya juga menjadi sangat sakit, jantung berdebar kencang. Mungkin dosis obat yang diberikan terlalu kuat untuk Saya, padahal Saya sudah meminumnya sesuai anjuran dokter, maka Saya putuskan untuk tidak mengkonsumsi lagi obat tersebut. Sabtu, 25 Juli 2015 Saya putuskan untuk pergi ke RS dengan pertimbangan Saya sebelumnya pernah mengalami hal yang sama, yaitu gusi bengkak, setelah ke RS dan mendapat obat sakitnya jadi sembuh. Ketika Saya sudah di RS Saya mendapat pengalaman yang kurang menyenangkan. Susternya kurang ramah dan berkata dengan ketus supaya gigi Saya dicabut saja, karena kalau tidak akan terus kambuh. Dokternya lebih parah lagi, dia melayani dengan sikap yang sangat ogah1 ogahan. Terlihat dari cara duduknya tidak tegak melainkan agak merosot, cara memeriksanya juga sangat kasar, gusi Saya yang bengkak malah ditusuk dengan keras. Nada bicaranya juga sangat malas sekali meladeni, bahkan juga dengan jutek mengatakan bahwa Saya seharusnya pergi ke dokter gigi sendiri. Saya jawab bahwa Saya sudah ada janji dengan dokter gigi tetapi hari Senin yang akan datang, sedangkan sakitnya sudah begini parah tidak bisa menunggu. Lalu dokter memberikan resep obat sama seperti yang dulu Saya dapatkan. Entah kenapa Saya merasa obatnya tidak terlalu bereaksi. Walaupun Saya sudah minum obat penahan rasa sakit dan anti bengkak, tetapi rasanya lambat sekali reaksinya. Saya mulai tidak sabar dan meragukan obat yang diberikan oleh pihak RS. Lalu ada seorang kawan memberi kesaksian bahwa dia dulu juga pernah mengalami sakit gigi sampai gusi bengkak. Dia membeli obat dari toko obat biasa dan setelah minum obat tersebut sakitnya sembuh. Dia menyarankan Saya untuk membeli obat yang dulu dia beli itu, dia juga mengirimkan gambar contoh obat tersebut. Esok harinya (Minggu, 26 Juli 2015) Saya pergi ke toko obat dan membeli obat yang disarankan kawan tadi. Obat dari dokter dan dari RS Saya sudah tidak mau minum lagi. Sekarang Saya minum obat yang Saya beli di toko obat. Setelah Saya minum dua kali Saya juga tidak merasakan ada perubahan yang signifikan, Saya tetap merasa sakit dan bengkaknya juga tidak berkurang. Saya mulai frustasi. Saya bingung, kenapa obat-obatan yang Saya konsumsi sepertinya tidak berdampak sama sekali? Lalu Saya teringat dengan mantan bos Saya yang adalah seorang dokter gigi. Saya sms beliau menyampaikan apa yang terjadi dengan Saya dan memberitahu obat-obatan yang diberikan kepada Saya. Beliau mengatakan bahwa obat-obatan yang diberikan dari RS itu sudah benar dan beliau juga menyarankan supaya gigi Saya yang sakit itu dilubangi nanti akan sembuh dan tidak akan sakit lagi. Setelah menerima jawaban dari bos Saya itu, hati Saya jadi lega dan tenang. Lalu Saya putuskan untuk tetap melanjutkan obat yang dari RS. Dari kejadian ini Saya tahu bahwa Saya kurang percaya/beriman. Ketika apa yang terjadi tidak sesuai dengan harapan Saya, Saya jadi ragu apakah ini benar. Saya ingin hasil yang cepat, tidak sabar menjalani proses penyembuhan yang kadang membutuhkan waktu. Maka Saya minta ampun kepada Tuhan atas ketidakpercayaan Saya dan Saya memantapkan hati mau percaya bahwa Tuhan akan mampu memakai obat-obatan itu untuk menyembuhkan Saya. Dan benar saja, bengkaknya sudah mulai berkurang demikian juga dengan sakitnya. 2 Senin, 27 Juli 2015 adalah waktunya Saya mengunjungi dokter gigi yang Saya sudah dibuatkan janji. Sebelum berangkat Saya sempat kecil hati kalau-kalau Saya akan mendapat pengalaman yang kurang mengenakkan lagi dari suster maupun dokternya. Terlebih lagi karena ini kali pertama Saya pergi sendiri ke klinik gigi yang tercantum dalam asuransi Saya. Lalu Saya berdoa supaya Tuhan menjamah hati suster dan dokter, supaya mereka baik dan ramah, melayani dengan professional, terlebih lagi supaya Tuhan memakai dokter untuk menjadi sarana kesembuhan Saya. Setiba di sana benar saja, sikap mereka sangat ramah dan baik. Melayani dengan sabar dan teliti, mau menjelaskan dengan rinci. Gigi Saya kemudian juga di X-Ray untuk melihat lebih jelas posisinya. Dari hasil X-Ray Dokter menyarankan gigi Saya harus dicabut, karena posisinya dekat dengan syaraf dan itu bisa berbahaya. Ketika Saya bertanya berapa biaya cabut giginya, dia mengatakan sekitar HKD 5000,-. Saya cukup terperanjat waktu itu, karena sangat tidak murah. Setelah pulang Saya mengabari mantan bos Saya lagi bahwa sebenarnya masalah gigi saya itu seperti yang beliau pernah katakan ketika gigi geraham bungsu Saya baru tumbuh, yaitu gigi geraham bungsu Saya itu tumbuhnya miring jadi harus dicabut, karena kalau tidak dicabut dia nanti akan mendorong gigi yang di depannya dan akan membuat sakit. Waktu itu beliau mengatakan untuk mencabut gigi geraham yang sepert itu perlu seorang yang sudah profesional. Itulah yang membuat Saya malah jadi takut untuk cabut gigi waktu itu. Rabu, 29 Juli 2015 kami ada persekutuan doa seperti biasa. Mereka menanyakan tentang kondisi sakit gigi Saya, maka Saya menceritakan semua yang telah terjadi. Lalu salah seorang teman memberi tahu bahwa temannya ada kenalan dokter gigi yang sangat bagus, mungkin bisa coba pergi ke sana untuk mencari second opinion. Lalu teman itu membantu Saya untuk membuat janji dengan dokter gigi kenalannya dan juga bersedia mengantarkan Saya ke sana. Menurut appointment Saya harus datang ke dokter gigi tersebut pada Rabu, 19 Agustus 2015. Tanggal itu memang tepat, karena waktu itu Saya akan sudah selesai dengan tugas-tugas yang banyak dan event besar perayaan HUT kemerdekaan RI juga sudah selesai. Selama beberapa minggu Saya selalu minta didoakan Saya akan ke dokter gigi dan kemungkinan akan cabut gigi. Beberapa teman yang pernah cabut gigi geraham bungsu berbagi pengalamannya. Mereka mengatakan setelah cabut gigi akan susah makan dan minum, harus menggunakan sedotan untuk makan dan minum. Pulihnya bahkan perlu waktu dua minggu. Saya membayangkan betapa sakitnya dan menderitanya. Tetapi Saya terus minta didoakan temanteman dan berharap dokter mengatakan gigi Saya baik-baik saja dan tidak perlu dicabut. Akhirnya tibalah waktu yang ditetapkan untuk ke dokter gigi. Saya ke sana dengan seorang teman. Setibanya di sana setelah menunggu beberapa waktu tiba giliran Saya untuk diperiksa. Teman itu membantu Saya untuk berkomunikasi, karena takut terjadi kesalahpahaman. Sebelumnya dia tidak percaya kalau untuk cabut gigi perlu biaya HKD 5000,- dia pikir Saya salah mengerti atau salah dengar. Setelah dokter memeriksa dan melihat hasil X-Ray gigi Saya, dia juga mengatakan hal yang sama, yaitu harus cabut cepat atau lambat, baik yang kiri maupun yang kanan. Lalu Saya tanya berapa harganya, dan dokter memberikan keringanan jadinya HKD 3000,-. 3 Akhirnya Saya memutuskan ya sudah cabut sekarang saja, karena sudah tidak tahan sakitnya dan akan dicabut dua sekaligus (atas dan bawah). Sesungguhnya Saya sangat tegang sekali, jantung Saya berdebar kencang. Ini adalah kali pertama dalam seumur hidup Saya mencabut gigi. Teman yang mengantarkan Saya sudah keluar ruangan, karena dia takut melihat proses cabut gigi. Dokter berusaha menenangkan Saya bahwa semuanya akan baik-baik saja tidak perlu takut. Dalam hati Saya berdoa supaya Tuhan tolong, Saya teringat Mazmur 23 dan Saya menghafalkan dalam hati, setelah itu Saya menjadi lebih tenang. Di ruangan dokter itu juga diputar instumen lagu-lagu hymne yang juga membantu memberikan ketenangan. Setelah obat bius sudah bereaksi dokter pun mulai beraksi mencabut gigi Saya. Dan inilah hasilnya. Saya sudah lega karena gigi sudah berhasil dicabut, namun kekuatiran berikutnya datang, yaitu bagaimana nanti kalau obat biusnya sudah habis? Pasti akan sakit sekali. Rupanya apa yang Saya kuatirkan tidak terjadi, setelah bius habis tidak terasa sakit, Saya juga bisa makan nasi tidak perlu makan bubur, pendarahan juga cepat berhenti. Ketika Saya kembali kontrol ke dokter gigi untuk mencabut benang juga, dokter bertanya apakah ada pembengkakan dan sebagainya? Saya jawab tidak ada, dokter mengatakan kalau begitu kondisi fisik kamu sangat bagus. Di dalam hati Saya tahu persis bahwa semua ini berkat dukungan doa dari teman-teman Saya, sehingga pemulihan setelah cabut gigi juga sangat cepat. Dari semua peristiwa ini sekali lagi iman Saya diteguhkan bahwa Tuhan selalu pegang kendali atas segala situasi hidup Saya. Tuhan selalu ada bersama Saya dan tidak pernah meninggalkan Saya, meski dalam situasi menakutkan sekalipun. Tuhan juga menyediakan segala yang Saya perlukan. Itulah yang Saya pelajari dari Mazmur 23, di mana Tuhan digambarkan seperti seorang gembala. Tuhan adalah Gembala Agung kita. 4