PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM • Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional • Setelah PD I mulai ada kajian hubungan internasional secara komprehensif dan sistematik • Selama PD I – PD II terdapat perbedaan pendapat antara kelompok realis dan idealis. Paradigma Realism • Realisme memandang ilmu pengetahuan untuk menjelaskan apa yang terjadi dan bagaimana sebenarnya itu ada. • Realisme muncul sebagai reaksi atas kegagalan kaum idealisme-liberalis. • Tokoh realis seperti E.H. Carr, Daniel Bernhard, dan Hans J Morgenthou berpendapat bahwa negara sebagai aktor tunggal harus bisa menjaga keamanan di negaranya sendiri dan mendapatkan kekuasaan untuk kepentingan negara itu sendiri (self interested). • Bagi kaum realis, negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional sekaligus menekankan pada hubungan antarnegara. Negara dalam hal ini memiliki sifat tunggal dan rasional. • Realisme klasik dikemukakan oleh ilmuan sosial dan politik, seperti Thucydides, Niccolo Maciavelli dan Thomas Hobbes. • Thucydides menyatakan perang sebagai langkah yang efektif dan rasional untuk stabilitas karena negara tidak mempunyai pilihan lain kecuali menjalankan pemerintahan yang anarkis (tidak ada yang mengontrol atau tidak ada yang yang mengatur dan tanpa aturan). • Realis menganggap sistem internasional anarkis karena tidak ada aturan-aturan secara global (global governance). • Realisme lebih mengutamakan kepentingan dibandingkan idealisme. • Thomas Hobbes dalam bukunya yang berjudul Leviathon (1651), menyatakan ada tiga asumsi dasar realisme, yaitu manusia adalah sama, manusia berinteraksi dalam lingkungan yang anarkis, dan manusia diarahkan oleh kompetisi, rasa ketidakpercayaan diri, dan kemuliaan. • Kemudian muncul konsep war of all against all, pada dasarnya manusia berkompetisi demi kepentingannya sendiri. • Dapat disimpulkan bahwa Hobbes menekankan pada kekuatan politik dan hukum internasional. Pemikiran Hobbes tersebut didasari oleh realitas dilema keamanan (security dilemma) • Perspektif realis berdasar pada pendapat tentang pesimisme dan skeptisme yang menjadi sifat dasar manusia. • Peranglah yang dijadikan solusi untuk menyelesaikan konflik antarnegara. • Kaum realis menggunakan keamanan nasional dan kelangsungan hidup dalam mengambil kebijakan luar negeri. • Para tokoh realis menggambarkan politik internasional sebagai “power politics”, yaitu sebuah arena rivalitas, konflik, dan perang antarnegara dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya dan menjamin kelangsungan hidup negara. • Dalam pandangan realis, negara merupakan aktor utama di panggung internasional. • Sebagai aktor utama, negara berkepentingan untuk menjaga dan mempertahankan kepentingan nasionalnya dalam politik internasional. • Pencapaian national power merupakan dorongan ilmiah dari setiap negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya • Berusaha mencapai balance of power (keseimbangan kekuatan) • Kepentingan nasional (national interest) adalah kepentingan negara seperti yang dipersepsikan oleh para pembuat keputusan atau kebijakan. • Kepentingan nasional yang vital adalah menyangkut masalah eksistensi sebagai negara berdaulat atau kelangsungan hidup rakyat. • Kepentingan nasional non vital tidak menyangkut eksistensi negara tetapi kepentingan yang bersifat sekunder. Tipe-Tipe Realisme • Pandangan realis terdiri dari beberapa tipe. • Pertama, structural realism. Pandangan ini melihat realisme sebagai kondisi konflik yang permanen dan persiapan menghadapi konflik yang mungkin muncul di masa depan. Structural realism dibagi menjadi dua bagian, yaitu structural realism I (human nature), dan structural realism II (international system). Structural realism I menitikberatkan sifat dasar manusia sebagai strukturnya. Menurut pandangan ini, politik internasional dikendalikan melalui perjuangan meraih kekuasaan (struggle for power) dengan menempatkan sifat dasar manusia sebagai struktur penentu. Sementara, structural realism II menyatakan bahwa perilaku negara dibentuk oleh suatu struktur yang anarki. Sistem anarki, menurut pandangan ini, menimbulkan adanya ketakutan, kecurigaan, dan ketidakamanan antarnegara. • Kedua, historical realism. Pandangan ini melihat realisme sebagai semacam izin/lisensi untuk melakukan tindakan apapun demi menjaga kelangsungan hidup negara. \ • Ketiga, liberal realism. Berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, liberal realism menolak adanya sikap pesimistik dalam mencegah konflik dan peperangan. Menurut pandangan ini, anarki internasional dapat diredam oleh negara yang mempunyai kemampuan untuk mencegah agresi suatu negara terhadap negara lain. Di samping itu, anarki juga dapat dikendalikan dengan selalu membangun hubungan diplomatik antarnegara. Esensi Realisme • Setidaknya, terdapat tiga esensi yang mendasari realisme. • Pertama, statism. Statism memiliki dua klaim; Pertama, negara adalah aktor utama yang memiliki posisi penting dalam politik dunia. Aktor yang lain memiliki signifikansi yang lebih kecil dibanding negara. Kedua, kedaulatan negara berarti adanya eksistensi dari komunitas politik yang merdeka dan memiliki otoritas yuridiksi di wilayah teritorialnya. Kritikan yang muncul terhadap esensi ini adalah ketidakmampuan negara yang berdaulat untuk merespon masalah-masalah global seperti kelaparan, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia. • Kedua, survival. Tujuan utama dari semua negara adalah menjaga kelangsungan hidupnya. • Ketiga, self-help. Bagi suatu negara, tidak ada jaminan yang pasti bahwa negara yang lain dapat menjamin eksistensi negara tersebut. Dalam politik internasional, struktur dan sistem yang dibangun tidak menjamin adanya persahabatan, kepercayaan, dan saling menghormati antarnegara. Kehidupan bersama yang tentram dan damai hanya dapat dicapai apabila ada keseimbangan kekuatan. Paradigma Neorealis • Beberapa tokoh utama neorealisme antara lain Kenneth Waltz, Stephen Krasner, Robert Gilpin, Barry Buzan, Richard Little dan Charles Jones. • Merupakan jawaban dari kelemahan pendekatan realis yang tidak bisa menjelaskan variasi perilaku negaranegara dalam sejarah politik internasional • Neorealis bisa menjelaskan variasi perilaku unit-unit sistem internasional karena perilaku mereka tidak hanya dipengaruhi dorongan internal untuk mencapai kekuatan tetapi juga distribusi kekuatan dalam sistem internasional • Bebeda dengan realisme, neorealisme merupakan teori yang menginginkan adanya kesetaraan dan peningkatan melalui kerjasama. Neorealisme berusaha ilmiah dan lebih positivis. • Kenneth Waltz berpendapat bahwa sistem internasionallah yang menentukan perilaku negara. Sistem internasional bersifat anarkis maka negara akan menjadi egois. Negara akan bersaing dalam peningkatan senjata militer dan strategi militer untuk memperluas dan mempertahankan kekuasaannya. • Neorealisme berpandangan bahwa konflik terjadi akibat perilaku negara yang ingin mempertahankan atau memperluas kekuasaanya. • Aktor yang berperan dalam neorealisme adalah sistem internasional • Pandangan neorealisme cenderung melihat segala sesuatu dari kacamata struktur dan unit-unitnya. • Dua karakteristik lain yang membentuk pemikiran neorealis adalah karakter unit dalam sistem dan distribusi kapasitas unit dalam sistem (Waltz, 1979). Karakter unit dalam sistem mengacu pada fungsi yang dijalankan oleh unit-unit dalam sistem, yakni negara. • Dalam pandangan neorealis, semua unit memiliki fungsi yang sama yakni menjamin kelangsungan hidupnya. • Tetapi, sekalipun semua negara memiliki fungsi yang sama, negara-negara tersebut berbeda dalam kemampuan, sebagaimana tercermin dalam distribusi kekuasaan yang seringkali tidak seimbang dan sering berubah. • Singkatnya, seperti ditulis oleh Waltz, semua negara memiliki kesamaan tugas, tetapi tidak dalam kemampuan untuk menjalankannya. Perbedaannya terletak pada kapabilitas, bukan pada fungsi mereka. • Neo-realisme mengasumsikan sistem internasional yang anarki memberikan pengaruh terhadap perilaku negara. • Neo-realisme berpandangan bahwa dimungkinkan adanya kerjasama didalam sistem yang anarki namun relative gain adalah tujuan dari negara-negara yang terlibat di dalamnya. • Maka dengan demikian negara yang terlibat dalam kerjasama tersebut tidak akan rela apabila negara lain mengambil keuntungan yang lebih besar dari apa yang ia dapatkan • Bagi realisme struktural, penjelasan terhadap endemiknya perebutan kekuasaan dalam politik internasional bukan berasal dari hakekat manusia (negara), melainkan dari struktur yang menjadi konteks dari perilaku negara-negara. • Dalam sebuah sistem yang secara struktural anarkhi, negara harus bertindak semata-mata berdasarkan kepentingannya sendiri, yang berarti mengejar kekuasaan sebesar-besarnya. Negara menggantungkan pada kemampuannya sendiri (self-help), yakni mengumpulkan berbagai sarana terutama (tetapi bukan satu-satunya) militer untuk berperang melawan negara lain. • Tetapi, kebutuhan sebuah negara untuk mempertahankan diri dengan memperkuat kekekuatan militernya, bagi negara lain merupakan sumber acaman dan menuntut negara lain tersebut melakukan hal yang sama, dan dikenal sebagai dilema keamanan (security dilemma). • Negara berusaha secara internal seperti meningkatkan kemampuan ekonomi, kekuatan militer, mengembangkan strategi yang lebih pintar serta usaha eksternal seperti memperkuat dan memperluas aliansi atau memperlemah dan membubarkan aliansi musuhnya. • Keseimbangan kekuatan (balance of power) muncul lebih kurang secara otomatis dari instink untuk bertahan. • Kencenderungan keseimbangan kekuatan untuk membentuk apakah sejumlah negara atau semua negara secara sadar bertujuan membentuk dan mempertahankan keseimbangan atau apakah sejumlah atau beberapa negara bertujuan dominasi universal (Waltz (1979)). Realism VS Neorealism • Persamaan neo-realisme dan realisme klasik adalah menjadikan negara dan perilaku negara sebagai fokusnya serta berusaha menjawab pertanyaan mengapa perilaku negara selalu terkait dengan kekerasan. Dalam pemikiran kedua realis ini pula, perilaku negara yang keras dan amoral merupakan konsekuensi dari endemiknya kekuasaan dalam politik internasional • Tetapi neo-realisme dan realisme klasik memiliki perbedaan mengenai mengapa politik internasional memiliki karakter endemik yang ditandai dengan perebutan kekuasaan. • Bagi realis klasik, perebutan kekuasaan yang berlangsung terus menerus dalam politik internasional bersumber pada hakekat manusia. Seperti pemikiranpemikiran yang dikembangkan Thucydides, Machiavelli dan Hobbes, pemikiran yang melihat hakikat manusia bersifat self-interested dan dalam kondisi state of nature akan berperang satu sama lain, realis klasik memandang negara akan memiliki karakter yang sama, karena politik internasional pada dasarnya adalah gambaran dari state of nature dalam arti yang sebenarnya. • Adapun bagi neo-realisme, perebutan kekuasaan dalam politik internasional bukan berasal dari hakekat manusia (negara), melainkan dari struktur yang menjadi konteks dari perilaku negara-negara yang bersifat anarkhi. • Realis menjadikan power sebagai tujuan yang paling penting (the ultimate aim) dalam politik global. Neorealis menganggap power sebagai instrumen menciptakan rasa aman. Setiap unit dalam sistem berusaha mengontrol instrumen tersebut dalam jumlah dan kualitas yang memadai • Pendekatan neorealis untuk menjawab fenomena politik internasional pasca perang dingin, khususnya hadirnya isu regionalisasi di kawasan Asia Pasifik. • Jika bagi realis manusia adalah jahat, maka bisa jadi menurut neorealis yang jahat adalah sistem. • Kelebihan pemikiran realism dan nonrealisme dibanding pemikiran lainnya adalah bahwa realism dapat menjamin tercapainya kepentingan nasional tanpa harus mereduksi kedaulatan dengan bergabung menuju organisasi internasional secara ‘penuh’. • Namun kekurangan yang paling dikawatirkan adalah begitu mudahnya realis memutuskan penyelesaian konflik dengan jalan militer yang notabene mahal dan destruksif. TERIMA KASIH