Silahkan Direnungkan - jurnal lingkungan hidup

advertisement
PELESTARIAN HUTAN UNTUK MENJAGA SISTEM TATA AIR
Oleh : Mubarakkan
ABSTRAK
Hutan sebagai sumber daya alam memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam
mengatur keseimbangan alam sekitarnya. Tingginya keanekaragaman hayati dan
sumberdaya mineral dalam kawasan hutan membuat manusia menjadikannya sebagai
objek eksplorasi dan eksploitasi bagi bebagai kepentingan manusia. Aktivitas manusia
yang tidak memperhatian kaedah-kaedah ekologi, konservasi dan kelestrian telah
membuat rusaknya fungsi hutan tersebut. Karya ilmiah ini bertujuan untuk
memberikan gambaran betapa pentingnya kegiatan pelestarian hutan sebagai
penyangga kehidupan terutama dalam upaya melestarikan fungsi hutan sebagai
pengatur sistem tata air (hidrologi). Bahan penulisan ini dirangkum dari leteratur dan
studi pustaka yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian hutan. Rusaknya
hutan akan menyebabkan rusaknya ekosistem dan lingkungan. Melestarikan hutan
berarti menyelamatkan semua komponen kehidupan, hutan yang terjaga akan
memberikan tata air yang baik pada daerah hilirnya sehingga akan menyelamatkan
semua kegiatan manusia umumnya. Hutan yang lestari akan memberikan manfaat
sangat besar bagi lingkungan, hutan sebagai paru-paru dunia akan menyerap
karbondioksida di udara dan melepaskan oksigen yang lebih banyak yang sangat
bermanfaat bagi makhluk hidup di dunia, mengurangi pemanasan bumi, mengurangi
kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko erosi, longsor dan banjir saat
musim hujan.
Kata kunci: hutan, pelestarian, tata air.
A. PENDAHULUAN
Air adalah kebutuhan dasar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
Sebagai sumber kehidupan, keberadaan dan ketersediaan air dalam jumlah dan
kualitas yang cukup adalah mutlak adanya. Proses metabolisme dalam tubuh kita
sangat tergantung pada air, kekurangan cairan akan menyebabkan kita mengalami
dehidrasi yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan. sebagian besar biomassa
tumbuhan dan hewan terdiri dari air. Air menentukan sebagian besar proses fisiologis
tumbuhan. Fotosintesis yang merupakan proses terpenting dalam ekosistem sangat
tergantung pada air.
Jika ketersediaan air berkurang maka semua proses fisiologis tumbuhan dan
hewan akan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Wiryono, 2009). Dalam
skala yang lebih besar air diperlukan manusia untuk mendukung berbagai aktivitas
kehidupan manusia. Sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan,
sarana transportasi, dan sumber energi pada berbagai turbin pembangkit listrik
tenaga air. Pada beberapa kota yang berada dipinggir sungai besar transportasi air
mempunyai perananan yang sangat penting dalam mendukung pergerakan roda
perekonomian setempat. Hutan sebagai pengatur sistem hidrologis menjadi kunci
utama dalam menjaga kelestarian dan ketersediaan sumber air di muka bumi ini.
1
B. PERMASALAHAN
1. Aktivitas manusia yang memanfaatkan hutan secara berlebihan tanpa
memperhatikan azas-azas ekologi, konservasi, keseimbangan dan kelestarian
hutan menyebabkan rusaknya fungsi hutan sebagai pengatur sistem tata air.
2. Illegal logging dan pola perladangan berpindah menyebabkan terjadinya lahan
kritis.
3. Minimnya informasi dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya
pelestarian sumberdaya hutan.
C. PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA
1.
Pengertian
Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan, hutan
didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Berdasarkan fungsi dan keadaannya, hutan dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya adalah :
1.1.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang perlu dibina dan
dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap
untuk kepentingan hidrologis yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan
memelihara kesuburan tanah baik dalam kawasan hutan bersangkutan
maupun kawasan yang dipengaruhi di sekitarnya;
1.2. Kawasan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai
fungsi
pokok
sebagai
kawasan
pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan yang perlu
dipertahankan dan dibina keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma
nutfah dan pengetahuan, wisata dan lingkungan;
1.3. Lahan Kritis adalah lahan didalam maupun diluar kawasan hutan yang
telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang
fungsinya sampai pada batas yang ditentukan.
1.4. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas di
darat merupakan pemisah tofografis dan batas dilaut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
2
1.5. Daerah Tangkapan Air (DTA) atau Cathment Area adalah suatu
wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, dan
mengalirkannya melalui satu outlet, tempat, peruntukan, dan lain-lain.
1.6. Tata Air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur
hidrologis yang meliputi hujan, aliran sungai, peresapan dan
evapotranspirasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca iar
suatu DAS.
2. Manfaat Hutan bagi Kehidupan
Sebagai karunia dari tuhan yang maha esa, hutan memiliki kekayaan sumber
daya hayati dan non hayati yang tak terhingga. Hal ini menjadi karunia dan harus
dikelola secara bijak agar tetap dapat berfungsi secara lestari. Saat ini aktivitas
manusia yang berlebihan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, daya
dukung lahan dan kelestarian lingkungan telah membuat hutan menjadi rusak.
Sungai-sungai menjadi dangkal dan kering serta lahan kritis yang terus bertambah.
Sebagai sumber daya alam, hutan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
kehidupan. Tajuk pohon yang banyak dan berlapis-lapis pada tanaman yang ada di
hutan akan sangat membantu untuk menahan energi potensial air hujan yang jatuh
sehingga aliran air permukaan tidak terlalu besar , hal ini akan mengurangi kerusakan
tanah , baik erosi percikan maupun erosi alur. Kondisi ini akan membantu kesuburan
tanah dan penyerapan air tanah. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan di
Indonesia menghasilkan lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada
negara negara lain di Asia, dan setara dengan sekitar dua puluh persen biomassa di
seluruh hutan tropis di Afrika.
Secara global hutan adalah paru-paru dunia karena akan menyerap
karbondioksida di udara dan melepaskan oksigen yang lebih banyak yang sangat
bermanfaat bagi makhluk hidup di dunia. Hutan dalam fungsinya sebagai suatu sistem
penyangga kehidupan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga
ketersediaan air tanah. Kerusakan hutan akibat perbuatan manusia membuat fungsi
tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Rusaknya daerah tangkapan hujan
(cathment area) pada Daerah Aliran Sungai (DAS) membuat rusaknya sistem tata air
tanah. Pada musim penghujan air tidak lagi dapat diserap oleh tanah karena tidak
adanya biomassa hutan yang dapat menahan laju aliran permukaan meresapkan, air
kedalam tanah, sehingga air langsung menuju ke sungai yang mengakibatkan terjadi
banjir. Sebaliknya pada musim panas sungai-sungai cepat sekali menjadi kering
karena tidak ada lagi mata air yang mengalir ke sungai. Berbagai manfaat yang
disediakan oleh hutan Indonesia jauh melebihi nilai yang didapatkan dari hasil-hasil
hutan. Lima belas Daerah Aliran Sungai (DAS) terbesar di Indonesia merupakan
sumber air bagi lebih dari 16 juta orang yang tinggal disekitarnya. Hutan di DAS ini
membantu melindungi pasokan air dengan menstabilkan tanah di lereng-lereng bukit
dan mengatur laju dan kecepatan aliran sungai.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam
berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya
oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai suatu
ekosistem hutan juga sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air,
3
penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang
lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai sumber plasma
nutfah hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting dipertahankan
keberadaannya karena merupakan habitat dari berjuta jenis tanaman.
2. Kondisi Hutan Saat ini
Hutan sebagai sumberdaya alam saat ini keberadaannya terus mengalami
penurunan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Maraknya kegiatan
pembalakan liar dan budaya ladang berpindah pada sebagian masyarakat kita menjadi
penyebab utama rusaknya hutan.
Tingginya permintaan pasar akan kayu sebagai bahan bangunan yang bernilai
ekonomis tinggi, kebutuhan hidup yang terus meningkat menyebabkan banyak
masyarakat yang melakukan penebangan hutan secara liar tanpa menghiraukan
kaedah-kaedah konservasi. Padahal kemampuan hutan sebagai sumber daya alam
dalam menerima tekanan dari masyarakat sekitarnya sangat terbatas. Tekanan yang
berlebihan menyebabkan laju kerusakan hutan jauh lebih tinggi daripada kemampuan
hutan untuk memulihkan dirinya. Rusaknya vegetasi hutan menyebabkan hutan
menjadi rusak dan berubah menjadi lahan kritis.
Sebagai negara dengan hutan tropis terluas ketiga didunia setelah Brazil dan
Republik Kongo (Sugiarto, B dan Triwilaida, 2005), Indonesia memiliki peran
strategis yang sangat penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim global yang
saat ini menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan semua species yang
ada dimuka bumi ini. Hutan Indonesia yang kaya akan kandungan mineral dan
keanekaragamanan hayati menjadi modal dasar yang tak ternilai bila dapat dikelola
dengan baik dan tetap terjaga kelestriannya.
Dari beberapa vegetasi hutan dunia yang terdiri dari : hutan Hujan tropis, hutan
tropis musiman, hutan iklim sedang gugur daun, Hutan iklim sedang selalu hijau,
hutan boreal, belukar, savanna, padang rumput iklim sedang, tundra dan alpin, gurun
dan semi gurun serta gurun ekstrem, hutan tropis basah menjadi salah satu ekosistem
yang paling produktif didunia. Hal ini dikarenakan ketersediaan air yang cukup dan
suhu yang hangat sepanjang tahun (Wiryono, 2010).
Pada tahun 1950, luas total lahan di Indonesia tercatat 193.700.000 ha yang
sebagian besarnya seluas 162.290.000 ha (84%) merupakan hutan produktif. Namun
dalam kurun waktu kurang dari 50 tahun luas hutan menjadi hanya 100.000.000 ha
atau mengalami pengurangan luas hutan mencapai 39% dibandingkan dengan luas
pada tahun 1950, sementara luas lahan secara keseluruhan hanya berkurang sekitar
2%. Pada tahun 1997 luas lahan di Indonesia tercatat seluas 189.702.068 ha. Badan
Planologi Kehutanan tahun 2003 melaporkan bahwa sampai bulan Juni 2003, luas
lahan dan hutan terus berkurang, dimana luas lahan dan hutan secara berturut-turut
menjadi 187.783.000 ha dan 90.907.000 ha (Dephut, 2006). Dalam lima tahun terakhir
Indonesia kehilangan rata-rata 2,8 juta hektar hutan setiap tahun. Pada tahun 2010 luas
lahan kritis di Indonesia yang harus segera di rehabilitasi mencapai 30,2 juta ha (Biro
Perencanaan Dephut, 2010).
D. KARAKTERISTIK HUTAN DAN LAHAN TROPIKA
4
Hutan di Indonesia yang tergolong hutan tropis basah dengan curah hujan
tinggi dan matahari bersinar sepanjang tahun, dari segi biofisik berbeda dengan hutan
di daerah empat musim. Karena itu pengelolaannya juga sangat berbeda. Perbedaan
mendasar dalam pengelolaan hutan di daerah tropika dengan hutan di daerah empat
musim disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim, kepekaan terhadap degradasi,
kekayaan jenis dan faktor pengelolaan.
Curah hujan dan intensitas cahaya matahari di daerah tropika sangat tinggi
sehingga membuat kondisi lebih panas dan kering. Faktor-faktor tersebut membuat
tanah tropika amat peka terhadap erosi dan peka terhadap kebakaran. Ekosistem alami
di kawasan tropika seringkali amat rentan terhadap degradasi. Penebangan, kebakaran,
penggembalaan, budidaya pertanian dan perladangan berpindah membuat vegetasi
asli sulit untuk pulih kembali (Andriyani, dan Saputra, K.T., 2005). Perambahan
hutan dan model-model pertanian yang tidak berkelanjutan telah mempercepat
degradasi lahan dan penurunan kesuburan tanah yang sangat cepat. Lapisan olah
tanah telah hilang, tanah menjadi keras sehingga vegetasi apapun sulit untuk tumbuh.
Oleh karena itu sekali hutan hujan tropika rusak maka tidak akan pernah pulih
kembali dengan komposisi dan struktur yang sama seperti semula. Ekosistem tropika
kaya akan jenis, namun sebagian jenis yang ada mempunyai kerapatan yang rendah,
sehingga diperlukan daerah yang luas untuk melestarikannya agar kelangsungan
hidupnya terjamin. Di kawasan empat musim, hutan yang luasnya hanya beberapa
ratus hektar dapat memiliki sejumlah besar jenis yang stabil. Hal ini jarang terjadi di
wilayah tropika, sebaliknya pulau-pulau kecil semacam itu akhir-akhir ini dengan
cepat kehilangan sebagian besar jenis yang terdapat di dalamnya.
Pengelolaan hutan di wilayah tropika sampai saat ini dirasakan masih kurang
efektif, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman ekologi tropika yang jauh
lebih kompleks dibandingkan dengan ekologi empat musim. Pembangunan dan
rehabilitasi hutan di daerah tropika pada dasarnya adalah pembangunan ekosistem,
bukan penanaman pohon per pohon. Dalam pembangunan ekosistem terkait semua
aspek fisik-kimia, biologi, sosial-ekonomi dan kelembagaan dimana manusia
memegang peranan pokok. Dari sudut pandang ekologi, telah diketahui bahwa pohonpohon yang besar di hutan tropika tumbuh pada tanah-tanah mineral yang kurang
subur, dimana sebagian besar unsur hara disimpan dalam bagian pohon di atas tanah.
Lapisan humus yang tipis menyebabkan tanah mineral cepat terbuka bila pohon
ditebang.
Penurunan kesuburan tanah hutan selain karena terputusnya siklus zat hara
tertutup, juga diperberat oleh seringnya terjadi kebakaran hutan akibat perladangan
berpindah, sehingga pada akhirnya lahan terbuka yang terbentuk ditumbuhi alangalang.
E. VEGETASI HUTAN
Vegetasi (pentupan lahan) merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
melakukan penilaian terhadap kondisi hutan. Dengan mengetahui kondisi dan jenis
vegetasi yang ada kita dapat menyusun rencana pengelolaan yang tepat terhadap
hutan/kawasan hutan tersebut, peranan vegetasi dalam pengelolaan adalah sebagai
berikut :
1. Menjaga sistem Hidrologi Hutan
5
Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon atau species tanaman tertentu, tetapi
merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan dalam hubungan yang
sangat kompleks, yang terdiri selain dari pohon juga semak, tumbuhan bawah, jasad
renik tanah, dan hewan lainnya. Berbagai komponen penyusun hutan tersebut satu
sama lain terkait dalam hubungan ketergantungan. Untuk dapat dikategorikan sebagai
hutan, sekelompok pohon-pohon harus mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat dan
berlapis, dan menghasilkan tumpukan bahan organik/serasah yang sudah terurai
maupun belum, di atas tanah mineral. Terdapat unsur-unsur lain yang berasosiasi,
antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan berbagai bentuk kehidupan fauna.
Penutupan vegetasi memegang peranan penting dalam pengaturan sistem
hidrologi, terutama "efek spons" yang dapat menyerap air hujan dan mangatur
pengalirannya sehingga mengurangi kecenderungan banjir dan menjaga aliran air di
musim kemarau. Fungsi tersebut akan hilang jika vegetasi di daerah DAS yang lebih
tinggi hilang atau rusak.
Keberadaan vegetasi sangat penting dalam menentukan kondisi air tanah
sehingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan pada musim hujan tidak
terjadi banjir, karena tidak semua air hujan yang terinfiltrasi oleh tanah mengalir
kesungai atau tampungan air lainnya, sebagian tetap tinggal dalam lapisan tanah
bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfir melalui
permukaan tanah (soil evaporation) dan melalui tajuk vegetasi (transpiration).
Gambar 1. Siklus Hidrologi pada suatu DAS
Di seluruh wilayah tropika, 90 % petani di dataran rendah tergantung pada
kegiatan 10 % masyarakat yang tinggal di daerah hulu sungai. Contoh penting di DAS
Sungai Gangga 40 juta penduduk yang tinggal di pegunungan Himalaya
mempengaruhi 500 juta penduduk di dataran rendah. Persediaan air sangat penting
bagi kehidupan manusia, seperti untuk pertanian dan industri, sehingga perlindungan
fungsi air dari hutan bernilai lebih tinggi dibandingkan penggunaan lainnya.
2. Mengurangi terjadinya Banjir
Terjadinya perubahan vegetasi hutan karena aktivitas manusia berlebihan
terutama pada daerah catchment area akan menyebabkan rusaknya kesimbangan
ekosistem yang ada. Ekosistem suatu DAS dikatakan stabil selama hubungan timbal
balik antara komponen ekosistem tersebut dalam keadaan seimbang. Jika hubungan
6
timbal balik antar komponen-komponennya mengalami gangguan dapat berpengaruh
negatif terhadap ekosistem tersebut yang berdampak rusaknya fungsi ekologis DAS
tersebut (BPDAS Ketahun. 2006).
Resiko banjir di DAS yang berhutan menjadi kecil karena mempunyai
koefisien air larian yaitu 0,001-0,1 (ratio antara aliran air permukaan dan aliran air
dasar). Jika di suatu DAS yang banyak dilakukan konversi hutan menjadi non-hutan
seperti daerah Puncak atau Lembang, sehingga meningkatkan koefisien larian maka
resiko terjadinya banjir menjadi besar bahkan banjir bandang. Resiko terjadinya banjir
dapat dipertinggi oleh faktor topografi dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi
ditambah dengan topografi daerah pegunungan pendek dan terjal serta rendahnya
penutupan vegetasi merupakan kombinasi faktor penting terjadinya banjir bandang.
Meski adanya hutan yang lebat di suatu wilayah tertentu bukan jaminan tidak
dapat terjadi banjir, hutan mengurangi resiko terjadinya banjir melalui intersepsi oleh
tajuk dan serasah serta meningkatkan resapan air tanah. Tetapi jika terjadi hujan deras
dan lama maka banjirpun dapat terjadi, namun dengan masih terjaganya hutan
naiknya air banjir terjadi dengan pelan-pelan sehingga bukan banjir bandang,
sebaliknya di daerah yang gundul dan permukaan tanahnya padat (karena tanah yang
rusak atau bangunan) resiko terjadinya banjir bandang sangat besar.
3. Sebagai Penahan laju Erosi
Erosi secara umum didefinisikan sebagai terjadinya pengikisan lapisan
permukaan tanah yang disebabkan oleh aktivitas alamiah seperti air, hujan dan angin.
Tinggi rendahnya erosi antara lain dipengaruhi oleh Kondisi vegetasi hutan, jenis
tanah dan tofografi lahan serta tingkat kemiringan dan curah hujan (BP DAS Ketahun.
2006).
Besarnya erosi tanah karena curah hujan sangat ditentukan oleh diameter
butiran air dan kecepatan jatuhnya. Makin tinggi intensitas hujan makin besar pula
diameter butiran air, demikian pula makin lebar ujung penetas daun makin besar pula
butiran air lolosan yang jatuh. Besarnya kecepatan air yang jatuh dipengaruhi pula
oleh besar butiran air. Karena butir air lolosan sampai batas intensitas hujan tertentu
lebih besar dari pada butir air hujan maka erosivitas air lolosan lebih besar daripada
erosivitas air hujan. Hanya pada hujan lebat erosivitas air hujan melebihi erosivitas air
lolosan. Dengan adanya vegetasi yang sempurna maka kerusakan alam karena erosi
akan dapat ditekan seminal mungkin. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa
vegetasi sangat berperan penting dalam proses terjadinya erosi. penghijauan yang
hanya menanam pohon yang tinggi tanpa memperhatikan adanya tumbuhan bawah
dan serasah justru akan menaikkan erosi.
3. Pengendalian Tanah Longsor
Tanah Longsor merupakan proses runtuhnya material dinding tebing/lereng
yang berupa tanah dan semua komponen penyusunnya ke areal lebih rendah yang
disebabkan oleh faktor geologi, curah hujan maupun aktivitas manusia. Hutan
mempunyai peranan dalam pengendalian terjadinya tanah longsor.
Pengaruh hutan tersebut dilakukan oleh akar-akar pohon, pada tanah yang
pepohonannya masih alami longsor jarang sekali terjadi. Namun pada hutan gundul
dengan tekstur tanah yang labil longsor dapat terjadi setiap saat. Pembukaan lahan
pertanian pada lereng-lereng perbukitan
dan
aktivitas pertambangan tanpa
memperhatikan kaidah konservasi menjadi penyebab utama terjadinya longsor.
7
Beberapa penelitian menyebutkan pada tanah yang tidak stabil penebangan
hutan menaikkan hampir lima kali kejadian longsor dan hampir tiga kali volume tanah
yang longsor. Pembuatan jalan dalam kawasan hutan meningkatkan 50 kali pada
kejadiaan longsor dan 30 kali pada volume tanah yang longsor. Sedangkan pada tanah
yang stabil pengaruh tersebut tidak terlalu nampak. Sehingga hutan sangatlah penting
untuk pengendaliaan tanah longsor khususnya didaerah yang tidak stabil.
F. DEGRADASI HUTAN
Hutan di Indonesia sudah mengalami tekanan-tekanan sejak tahun 1950, dan
lebih meningkat lagi setelah diundangkannya UU PMA dan PMDN pada tahun 1970an, dimana era dimulainya exploitasi hutan secara besar-besaran sebagai sumber
devisa dalam rangka Pembangunan Nasional.
Laju deforestasi hutan antara tahun 1970-an dan 1980-an, antara 0,6 dan 1,2
juta ha. Lebih lanjut, berdasarkan hasil pemetaan hutan tahun 1999 laju deforestasi
rata-rata dari tahun 1985-1997 mencapai 1,7 juta ha (Badan Planologi Kehutanan,
2001) dan puncaknya pada tahun 2000 -2004 yang diperkirakan mencapai 2,8 juta
ha/tahun. Sementara itu Daerah Aliran Sungai (DAS) diseluruh Indonesia yang
dikategorikan kritis bertambah dari 36 tahun 1983 menjadi 282 pada tahun 2004
(Dephut, 2006).
Tabel 1. Penyebaran lahan kritis di dalam dan luar kawasan hutan
tahun 2002 (Juta Ha).
Pulau
diluar
Kawasan
Persentase
didalam
Kawasan
Persentase
Sumatera
Jawa
Bali-NTT
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
4,35
1,70
1,31
4,57
0,95
0,51
1,72
17 %
18 %
32 %
22 %
14 %
65 %
100 %
1,99
0,37
0,36
2,61
0,97
0,18
1,65
9%
12 %
11 %
7%
8%
3%
5%
TOTAL
11,51
22 %
8,14
7%
Sumber data : Dephut 2006
Tekanan terhadap sumberdaya hutan semakin tinggi akhir-akhir ini yang
diakibatkan oleh kegiatan pembalakan liar (illegal logging), penambangan liar
(Illegal mining), perambahan yang disertasi pendudukan lahan hutan (okupasi), serta
adanya bencana alam seperti kebakaran hutan dan lain-lain. Tekanan terhadap
sumberdaya hutan diperparah lagi pada era reformasi dan otonomi daerah saat ini.
Keterbatasan lahan pertanian dan perkebunan, tekanan ekonomi yang cukup tinggi
membuat masyarakat semakin berani untuk membuka kawasan hutan menjadi area
perkebunan dan kegiatan pertanian lainnya baik dalam skala kecil untuk perkebunan
rakyat maupun untuk pengembangan perkebunan besar.
8
Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan RI, luas lahan sangat kritis dan
lahan kritis pada akhir Pelita VI (awal tahun 1999/2000) seluas 23.242.881 ha terdiri
dari 35 % dalam kawasan hutan dan 65 % luar kawasan hutan (Badan Planologi
Kehutanan. 2001) . Hutan kritis ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan telah
mencapai 30,20 juta ha pada tahun 2010 (Dephut. 2010).
Sebagian besar kerusakan DAS yang berada di luar jawa hampir dapat
dipastikan diakibatkan praktek pengelolaan hutan komersial yang tidak benar.
Adanya otonomi daerah disinyalir menjadi titik lemah dalam upaya pelestarian hutan
di Indonesia. Kemampuan keuangan daerah yang berbeda membuat pelaksanaan
rehabilitasi hutan tidak berjalan seperti yang diharapkan.
G. GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN RHL)
Gerakan rehabilitasi hutan dan lahan adalah program nasional yang dicanangkan
pemerintah tahun 2003 untuk memulihkan kondisi sumberdaya hutan dan lahan DAS
yang rusak, sehingga berfungsi optimal dan lestari. Data Departemen Kehutanan
tahun 2000 menunjukan bahwa terdapat 24.693.773 ha areal hutan yang perlu
direhabilitasi, dimana sebagian besar (65% atau 16.100.356 ha) terletak di kawasan
produksi dan sisanya (35% atau 8.594.417 ha) terletak di kawasan lindung. Pada
Tahun 2010, GN RHL yang merupakan gerakan moral secara nasional yang
terencana, terpadu, dan melibatkan seluruh komponen bangsa untuk
melaksanakannya, ternyata sampai dengan tahun 2008 baru mampu menanam seluas
2.397.635 ha. Hasil ini masih belum mampu untuk mengatasi laju deforestasi yang
terjadi saat ini (Biro Perencanaan Dephut. 2010).
Keberhasilan program reboisasi dan rehabilitasi lahan akan dapat meningkatkan
kualitas lingkungan hidup terutama dalam mengembalikan fungsi hidrologi, fungsi
perlindungan tanah, stabilitas iklim mikro, penghasil O2 dan sebagai penyerap gas-gas
pencemar udara. Dari sisi produktivitas lahan keberhasilan rehabilitasi lahan akan
mengembalikan potensi sumberdaya pulih yang dapat dipanen, pelestarian
sumberdaya plasma nutfah, perkembangbiakan ternak dan satwa liar, pengembangan
kepariwisataan dan rekreasi dan penyediaan fasilitas pendidikan dan penelitian.
Lingkup kegiatan RHL ini meliputi rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada
DAS prioritas dengan melaksanakan kegiatan vegetatif dan sipil teknis termasuk
didalamnya rehabilitasi hutan rawa, gambut, mangrove dan pantai serta kegiatan
penghijauan. DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak sungai yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang
batas didarat merupakan pemisah tofografi dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Permenhut No. P.38/menhutV/2010).
Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam dengan tujuan
untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi DAS agar dapat menghasilkan
barang dan jasa khususnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air (water yeild) untuk
kepentingan kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan, industri dan
masyarakat (Hidayat. M. Fajrin, Hindarto, Kanang. S dan Edi Suharto).
Pengelolaan DAS untuk menjamin berjalannya fungsi hidrologis kawasan hutan
dan meningkatkan kualitas lingkungan, diselenggarakan melalui langkah pendekatan
antara lain :
9
-
-
-
-
Mendorong terciptanya kebijakan dan pengelolaan DAS terpadu
yang melibatkan lintas sektor, lintas wilayah, dan mengatur
hubungan tanggung jawab hulu-hilir.
Memberi peran serta kepada masyarakat dalam pengelolaan DAS
secara berkesinambungan dan transparan. Pemberian peran
kepada masyarakat dilakukan sejak dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, sampai tahap pengawasan sesuai kaidah teknis
pengelolaan serta norma-norma yang berlaku, sehingga dampak
dan manfaat dari pengelolaan DAS sebagai penyeimbang tata air
dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari
hulu sampai hilir.
Penguatan kebijakan dan promosi implementasi rehabilitasi
melalui mekanisme clean development mechanism (CDM).
Mewujudkan kelembagaan sektor kehutanan yang mantap dengan
melakukan harmonisasi alokasi fungsi sosial, lingkungan dan
ekonomi sumberdaya hutan secara seimbang dan berkelanjutan
Membangun dan meningkatkan produktifitas dan nilai SDAH
yang
berkelanjutan
sehingga
dapat
menjamin
kesinambungan/kelestarian manfaat dan fungsi hutan dalam
mendukung pembangunan nasional. (RPJP Kehutanan 20062028)
Untuk mendukung suksesnya kegiatan RHL ini hal-hal penting yang harus di
perhatikan dan dicermati antara lain :
- Pengaruh hutan terhadap air dan erosi sangat kompleks ada yang
menguntungkan tetapi ada yang merugikan, sehingga perlu ada
petimbangan manfaat dan resiko, sehingga dalam reboisasi hutan perlu
diminimalkan resikonya dan ditingkatkan manfaatnya.
- Pemilihan jenis pohon yang ditanaman dalam GN RHL harus
memperhitungkan faktor geoklimatologi wilayah daerah sasaran,
terutama yang menyangkut curah hujan, kesesuaian tempat tumbuh
jenis yang ditanam, tingkat transpirasi dan erosivitas tempat tumbuh.
- Khusus untuk daerah perkotaan atau industri diutamakan dipilih jenisjenis yang mampu menyerap dan menjerap gas-gas polutan.
- Perlu adanya pengaturan teknik penanaman baik secara horizontal
maupun vertikal, sehingga dapat meningkatkan secara optimal tujuan
penghijauan dalam mencegah bahaya erosi dan bajir.
- Keberadaan pohon dan tegakan hutan tidak secara otomatis mencegah
terjadinya erosi dan sedimentasi, justru peranan serasah dan tumbuhan
bawah sangat besar dalam mencegah terjadinya bahaya erosi dan
sedimentasi.
- Untuk menjaga keseimbangan lingkungan terutama dalam tata air dan
tanah dalam rangka mencapai tujuan rehabilitasi lahan di setiap DAS
perlu dilakukan penelitian tentang neraca air. Dengan neraca air
tersebut intesitas pengelolaan di setiap DAS dapat dilakukan dengan
tetap menjaga kesimbangan lingkungan.
10
KESIMPULAN
1. Hutan sebagai satu kesatuan ekosistem mempunyai peranan yang sangat
penting dalam upaya pelestarian fungsi hidrologi, karena itu pengelolaan hutan
sebagai kawasan perlindungan aspek hidrologi harus memperhatikan :

Kondisi curah hujan dan ketersediaan air musiman,

Kepekaan sungai terhadap banjir

Kepekaan kawasan DAS terhadap erosi

Kepentingan sosial-ekonomi dan kelembagaan
2. Vegetasi hutan memiliki peranan penting dalam proses pengaturan sistem tata
air tanah.
3. Pada hutan dengan vegetasi baik maka sistem tata iar akan berjalan secara
alami dan dapat mengurangi terjadinya banjir, erosi dan tanah longsor.
4. Hutan pada DAS dapat membantu melindungi pasokan air dengan
menstabilkan tanah di lereng-lereng bukit, mengatur laju dan kecepatan aliran
sungai, dan menstabilkan kondisi iklim mikro.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, C dan Saputra, K.T. 2005. Peranan tanaman Pioner Dalam Rehabilitasi
Hutan. Hlm. 131 – 135. Dalam Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Hutan Tanaman. Baturaja 7 Desember 2005. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan Tanaman. Balai Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan.Yogyakarta.
Badan Planologi Kehutanan. 2001. Master Plan Reboisasi dan Rehabilitasi Hutan
Nasional . Departemen Kehutanan, Jakarta.
Bappeda Kota Bengkulu. 2008. Konsep Rencana Tata ruang Wilayah (RTRW) Kota
Bengkulu tahun 2008-2028. Bappeda Kota Bengkulu. Bengkulu
Biro Perencanaan Departemen Kehutanan. 2010. Kebijakan dana Alokasi Khusus
(DAK) bidang Kehutanan TA. 2011. Dan Evaluasi Tahun 2010. Biro
Perencanaan Departemen Kehutanan. Palembang
BPDAS Ketahun. 2006. Mengenal Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Wilayah
BPDAS Ketahun Bengkulu. BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu
BPDAS Ketahun. 2006. Erosi dan Banjir Dampak Kerusakan Ekosistem DAS.
BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu
BPDAS Ketahun. 2006.Pengembangaan Areal Model DAS Mikro (MDM) di Provinsi
Bengkulu. BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu
BPDAS Ketahun. 2006. Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi
Bengkulu. BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu
Departemen Kehutanan. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan
Tahun 2006 – 2025. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2009. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS
(RTk-RHL DAS) di Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Ketahun. BPDAS
Ketahun. Bengkulu
Departemen Kehutanan. 2010. Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen kehutanan. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2010. Tata Cara Penyusunan Rencana Tahunan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
11
Hidayat. M. Fajrin, Hindarto, Kanang. S dan Edi Suharto. (tanpa tahun). Grand
Design RHL Catchment Area PLTA Musi. BPDAS Ketahun. Bengkulu
Kementerian Kehutanan. 2010. Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
(DAK) Bidang Kehutanan Tahun Anggaran 2011. Kementerian Kehutanan.
Jakarta
Sekretariat Kabinet RI. 2004.Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah. Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4385.
Jakarta
Sugiarto, B dan Triwilaida. 2005. Sosialiasi Core Research Balai Penelitian dan
Pengembangan Hutan Tanaman Palembang. Hlm. 1-14. Dalam Prosiding
Seminar Hasil-Hasil Penelitian Hutan Tanaman, Baturaja 7 Desember 2005.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan.Yogyakarta.
Wiryono. 2009. Ekologi Hutan. UNIB Press. Bengkulu
12
Download