PELESTARIAN HUTAN UNTUK MENJAGA SISTEM TATA AIR Oleh : Mubarakkan ABSTRAK Hutan sebagai sumber daya alam memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam mengatur keseimbangan alam sekitarnya. Tingginya keanekaragaman hayati dan sumberdaya mineral dalam kawasan hutan membuat manusia menjadikannya sebagai objek eksplorasi dan eksploitasi bagi bebagai kepentingan manusia. Aktivitas manusia yang tidak memperhatian kaedah-kaedah ekologi, konservasi dan kelestrian telah membuat rusaknya fungsi hutan tersebut. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran betapa pentingnya kegiatan pelestarian hutan sebagai penyangga kehidupan terutama dalam upaya melestarikan fungsi hutan sebagai pengatur sistem tata air (hidrologi). Bahan penulisan ini dirangkum dari leteratur dan studi pustaka yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian hutan. Rusaknya hutan akan menyebabkan rusaknya ekosistem dan lingkungan. Melestarikan hutan berarti menyelamatkan semua komponen kehidupan, hutan yang terjaga akan memberikan tata air yang baik pada daerah hilirnya sehingga akan menyelamatkan semua kegiatan manusia umumnya. Hutan yang lestari akan memberikan manfaat sangat besar bagi lingkungan, hutan sebagai paru-paru dunia akan menyerap karbondioksida di udara dan melepaskan oksigen yang lebih banyak yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup di dunia, mengurangi pemanasan bumi, mengurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko erosi, longsor dan banjir saat musim hujan. Kata kunci: hutan, pelestarian, tata air. A. PENDAHULUAN Air adalah kebutuhan dasar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebagai sumber kehidupan, keberadaan dan ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas yang cukup adalah mutlak adanya. Proses metabolisme dalam tubuh kita sangat tergantung pada air, kekurangan cairan akan menyebabkan kita mengalami dehidrasi yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan. sebagian besar biomassa tumbuhan dan hewan terdiri dari air. Air menentukan sebagian besar proses fisiologis tumbuhan. Fotosintesis yang merupakan proses terpenting dalam ekosistem sangat tergantung pada air. Jika ketersediaan air berkurang maka semua proses fisiologis tumbuhan dan hewan akan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Wiryono, 2009). Dalam skala yang lebih besar air diperlukan manusia untuk mendukung berbagai aktivitas kehidupan manusia. Sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan, sarana transportasi, dan sumber energi pada berbagai turbin pembangkit listrik tenaga air. Pada beberapa kota yang berada dipinggir sungai besar transportasi air mempunyai perananan yang sangat penting dalam mendukung pergerakan roda perekonomian setempat. Hutan sebagai pengatur sistem hidrologis menjadi kunci utama dalam menjaga kelestarian dan ketersediaan sumber air di muka bumi ini. 1 B. PERMASALAHAN 1. Aktivitas manusia yang memanfaatkan hutan secara berlebihan tanpa memperhatikan azas-azas ekologi, konservasi, keseimbangan dan kelestarian hutan menyebabkan rusaknya fungsi hutan sebagai pengatur sistem tata air. 2. Illegal logging dan pola perladangan berpindah menyebabkan terjadinya lahan kritis. 3. Minimnya informasi dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian sumberdaya hutan. C. PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA 1. Pengertian Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Berdasarkan fungsi dan keadaannya, hutan dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah : 1.1. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk kepentingan hidrologis yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah baik dalam kawasan hutan bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi di sekitarnya; 1.2. Kawasan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan yang perlu dipertahankan dan dibina keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah dan pengetahuan, wisata dan lingkungan; 1.3. Lahan Kritis adalah lahan didalam maupun diluar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan. 1.4. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah tofografis dan batas dilaut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 2 1.5. Daerah Tangkapan Air (DTA) atau Cathment Area adalah suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui satu outlet, tempat, peruntukan, dan lain-lain. 1.6. Tata Air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran sungai, peresapan dan evapotranspirasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca iar suatu DAS. 2. Manfaat Hutan bagi Kehidupan Sebagai karunia dari tuhan yang maha esa, hutan memiliki kekayaan sumber daya hayati dan non hayati yang tak terhingga. Hal ini menjadi karunia dan harus dikelola secara bijak agar tetap dapat berfungsi secara lestari. Saat ini aktivitas manusia yang berlebihan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, daya dukung lahan dan kelestarian lingkungan telah membuat hutan menjadi rusak. Sungai-sungai menjadi dangkal dan kering serta lahan kritis yang terus bertambah. Sebagai sumber daya alam, hutan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan. Tajuk pohon yang banyak dan berlapis-lapis pada tanaman yang ada di hutan akan sangat membantu untuk menahan energi potensial air hujan yang jatuh sehingga aliran air permukaan tidak terlalu besar , hal ini akan mengurangi kerusakan tanah , baik erosi percikan maupun erosi alur. Kondisi ini akan membantu kesuburan tanah dan penyerapan air tanah. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan di Indonesia menghasilkan lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara negara lain di Asia, dan setara dengan sekitar dua puluh persen biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Secara global hutan adalah paru-paru dunia karena akan menyerap karbondioksida di udara dan melepaskan oksigen yang lebih banyak yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup di dunia. Hutan dalam fungsinya sebagai suatu sistem penyangga kehidupan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga ketersediaan air tanah. Kerusakan hutan akibat perbuatan manusia membuat fungsi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Rusaknya daerah tangkapan hujan (cathment area) pada Daerah Aliran Sungai (DAS) membuat rusaknya sistem tata air tanah. Pada musim penghujan air tidak lagi dapat diserap oleh tanah karena tidak adanya biomassa hutan yang dapat menahan laju aliran permukaan meresapkan, air kedalam tanah, sehingga air langsung menuju ke sungai yang mengakibatkan terjadi banjir. Sebaliknya pada musim panas sungai-sungai cepat sekali menjadi kering karena tidak ada lagi mata air yang mengalir ke sungai. Berbagai manfaat yang disediakan oleh hutan Indonesia jauh melebihi nilai yang didapatkan dari hasil-hasil hutan. Lima belas Daerah Aliran Sungai (DAS) terbesar di Indonesia merupakan sumber air bagi lebih dari 16 juta orang yang tinggal disekitarnya. Hutan di DAS ini membantu melindungi pasokan air dengan menstabilkan tanah di lereng-lereng bukit dan mengatur laju dan kecepatan aliran sungai. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai suatu ekosistem hutan juga sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, 3 penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai sumber plasma nutfah hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting dipertahankan keberadaannya karena merupakan habitat dari berjuta jenis tanaman. 2. Kondisi Hutan Saat ini Hutan sebagai sumberdaya alam saat ini keberadaannya terus mengalami penurunan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Maraknya kegiatan pembalakan liar dan budaya ladang berpindah pada sebagian masyarakat kita menjadi penyebab utama rusaknya hutan. Tingginya permintaan pasar akan kayu sebagai bahan bangunan yang bernilai ekonomis tinggi, kebutuhan hidup yang terus meningkat menyebabkan banyak masyarakat yang melakukan penebangan hutan secara liar tanpa menghiraukan kaedah-kaedah konservasi. Padahal kemampuan hutan sebagai sumber daya alam dalam menerima tekanan dari masyarakat sekitarnya sangat terbatas. Tekanan yang berlebihan menyebabkan laju kerusakan hutan jauh lebih tinggi daripada kemampuan hutan untuk memulihkan dirinya. Rusaknya vegetasi hutan menyebabkan hutan menjadi rusak dan berubah menjadi lahan kritis. Sebagai negara dengan hutan tropis terluas ketiga didunia setelah Brazil dan Republik Kongo (Sugiarto, B dan Triwilaida, 2005), Indonesia memiliki peran strategis yang sangat penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim global yang saat ini menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan semua species yang ada dimuka bumi ini. Hutan Indonesia yang kaya akan kandungan mineral dan keanekaragamanan hayati menjadi modal dasar yang tak ternilai bila dapat dikelola dengan baik dan tetap terjaga kelestriannya. Dari beberapa vegetasi hutan dunia yang terdiri dari : hutan Hujan tropis, hutan tropis musiman, hutan iklim sedang gugur daun, Hutan iklim sedang selalu hijau, hutan boreal, belukar, savanna, padang rumput iklim sedang, tundra dan alpin, gurun dan semi gurun serta gurun ekstrem, hutan tropis basah menjadi salah satu ekosistem yang paling produktif didunia. Hal ini dikarenakan ketersediaan air yang cukup dan suhu yang hangat sepanjang tahun (Wiryono, 2010). Pada tahun 1950, luas total lahan di Indonesia tercatat 193.700.000 ha yang sebagian besarnya seluas 162.290.000 ha (84%) merupakan hutan produktif. Namun dalam kurun waktu kurang dari 50 tahun luas hutan menjadi hanya 100.000.000 ha atau mengalami pengurangan luas hutan mencapai 39% dibandingkan dengan luas pada tahun 1950, sementara luas lahan secara keseluruhan hanya berkurang sekitar 2%. Pada tahun 1997 luas lahan di Indonesia tercatat seluas 189.702.068 ha. Badan Planologi Kehutanan tahun 2003 melaporkan bahwa sampai bulan Juni 2003, luas lahan dan hutan terus berkurang, dimana luas lahan dan hutan secara berturut-turut menjadi 187.783.000 ha dan 90.907.000 ha (Dephut, 2006). Dalam lima tahun terakhir Indonesia kehilangan rata-rata 2,8 juta hektar hutan setiap tahun. Pada tahun 2010 luas lahan kritis di Indonesia yang harus segera di rehabilitasi mencapai 30,2 juta ha (Biro Perencanaan Dephut, 2010). D. KARAKTERISTIK HUTAN DAN LAHAN TROPIKA 4 Hutan di Indonesia yang tergolong hutan tropis basah dengan curah hujan tinggi dan matahari bersinar sepanjang tahun, dari segi biofisik berbeda dengan hutan di daerah empat musim. Karena itu pengelolaannya juga sangat berbeda. Perbedaan mendasar dalam pengelolaan hutan di daerah tropika dengan hutan di daerah empat musim disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim, kepekaan terhadap degradasi, kekayaan jenis dan faktor pengelolaan. Curah hujan dan intensitas cahaya matahari di daerah tropika sangat tinggi sehingga membuat kondisi lebih panas dan kering. Faktor-faktor tersebut membuat tanah tropika amat peka terhadap erosi dan peka terhadap kebakaran. Ekosistem alami di kawasan tropika seringkali amat rentan terhadap degradasi. Penebangan, kebakaran, penggembalaan, budidaya pertanian dan perladangan berpindah membuat vegetasi asli sulit untuk pulih kembali (Andriyani, dan Saputra, K.T., 2005). Perambahan hutan dan model-model pertanian yang tidak berkelanjutan telah mempercepat degradasi lahan dan penurunan kesuburan tanah yang sangat cepat. Lapisan olah tanah telah hilang, tanah menjadi keras sehingga vegetasi apapun sulit untuk tumbuh. Oleh karena itu sekali hutan hujan tropika rusak maka tidak akan pernah pulih kembali dengan komposisi dan struktur yang sama seperti semula. Ekosistem tropika kaya akan jenis, namun sebagian jenis yang ada mempunyai kerapatan yang rendah, sehingga diperlukan daerah yang luas untuk melestarikannya agar kelangsungan hidupnya terjamin. Di kawasan empat musim, hutan yang luasnya hanya beberapa ratus hektar dapat memiliki sejumlah besar jenis yang stabil. Hal ini jarang terjadi di wilayah tropika, sebaliknya pulau-pulau kecil semacam itu akhir-akhir ini dengan cepat kehilangan sebagian besar jenis yang terdapat di dalamnya. Pengelolaan hutan di wilayah tropika sampai saat ini dirasakan masih kurang efektif, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman ekologi tropika yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan ekologi empat musim. Pembangunan dan rehabilitasi hutan di daerah tropika pada dasarnya adalah pembangunan ekosistem, bukan penanaman pohon per pohon. Dalam pembangunan ekosistem terkait semua aspek fisik-kimia, biologi, sosial-ekonomi dan kelembagaan dimana manusia memegang peranan pokok. Dari sudut pandang ekologi, telah diketahui bahwa pohonpohon yang besar di hutan tropika tumbuh pada tanah-tanah mineral yang kurang subur, dimana sebagian besar unsur hara disimpan dalam bagian pohon di atas tanah. Lapisan humus yang tipis menyebabkan tanah mineral cepat terbuka bila pohon ditebang. Penurunan kesuburan tanah hutan selain karena terputusnya siklus zat hara tertutup, juga diperberat oleh seringnya terjadi kebakaran hutan akibat perladangan berpindah, sehingga pada akhirnya lahan terbuka yang terbentuk ditumbuhi alangalang. E. VEGETASI HUTAN Vegetasi (pentupan lahan) merupakan faktor yang sangat menentukan dalam melakukan penilaian terhadap kondisi hutan. Dengan mengetahui kondisi dan jenis vegetasi yang ada kita dapat menyusun rencana pengelolaan yang tepat terhadap hutan/kawasan hutan tersebut, peranan vegetasi dalam pengelolaan adalah sebagai berikut : 1. Menjaga sistem Hidrologi Hutan 5 Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon atau species tanaman tertentu, tetapi merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan dalam hubungan yang sangat kompleks, yang terdiri selain dari pohon juga semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan lainnya. Berbagai komponen penyusun hutan tersebut satu sama lain terkait dalam hubungan ketergantungan. Untuk dapat dikategorikan sebagai hutan, sekelompok pohon-pohon harus mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat dan berlapis, dan menghasilkan tumpukan bahan organik/serasah yang sudah terurai maupun belum, di atas tanah mineral. Terdapat unsur-unsur lain yang berasosiasi, antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan berbagai bentuk kehidupan fauna. Penutupan vegetasi memegang peranan penting dalam pengaturan sistem hidrologi, terutama "efek spons" yang dapat menyerap air hujan dan mangatur pengalirannya sehingga mengurangi kecenderungan banjir dan menjaga aliran air di musim kemarau. Fungsi tersebut akan hilang jika vegetasi di daerah DAS yang lebih tinggi hilang atau rusak. Keberadaan vegetasi sangat penting dalam menentukan kondisi air tanah sehingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan pada musim hujan tidak terjadi banjir, karena tidak semua air hujan yang terinfiltrasi oleh tanah mengalir kesungai atau tampungan air lainnya, sebagian tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfir melalui permukaan tanah (soil evaporation) dan melalui tajuk vegetasi (transpiration). Gambar 1. Siklus Hidrologi pada suatu DAS Di seluruh wilayah tropika, 90 % petani di dataran rendah tergantung pada kegiatan 10 % masyarakat yang tinggal di daerah hulu sungai. Contoh penting di DAS Sungai Gangga 40 juta penduduk yang tinggal di pegunungan Himalaya mempengaruhi 500 juta penduduk di dataran rendah. Persediaan air sangat penting bagi kehidupan manusia, seperti untuk pertanian dan industri, sehingga perlindungan fungsi air dari hutan bernilai lebih tinggi dibandingkan penggunaan lainnya. 2. Mengurangi terjadinya Banjir Terjadinya perubahan vegetasi hutan karena aktivitas manusia berlebihan terutama pada daerah catchment area akan menyebabkan rusaknya kesimbangan ekosistem yang ada. Ekosistem suatu DAS dikatakan stabil selama hubungan timbal balik antara komponen ekosistem tersebut dalam keadaan seimbang. Jika hubungan 6 timbal balik antar komponen-komponennya mengalami gangguan dapat berpengaruh negatif terhadap ekosistem tersebut yang berdampak rusaknya fungsi ekologis DAS tersebut (BPDAS Ketahun. 2006). Resiko banjir di DAS yang berhutan menjadi kecil karena mempunyai koefisien air larian yaitu 0,001-0,1 (ratio antara aliran air permukaan dan aliran air dasar). Jika di suatu DAS yang banyak dilakukan konversi hutan menjadi non-hutan seperti daerah Puncak atau Lembang, sehingga meningkatkan koefisien larian maka resiko terjadinya banjir menjadi besar bahkan banjir bandang. Resiko terjadinya banjir dapat dipertinggi oleh faktor topografi dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi ditambah dengan topografi daerah pegunungan pendek dan terjal serta rendahnya penutupan vegetasi merupakan kombinasi faktor penting terjadinya banjir bandang. Meski adanya hutan yang lebat di suatu wilayah tertentu bukan jaminan tidak dapat terjadi banjir, hutan mengurangi resiko terjadinya banjir melalui intersepsi oleh tajuk dan serasah serta meningkatkan resapan air tanah. Tetapi jika terjadi hujan deras dan lama maka banjirpun dapat terjadi, namun dengan masih terjaganya hutan naiknya air banjir terjadi dengan pelan-pelan sehingga bukan banjir bandang, sebaliknya di daerah yang gundul dan permukaan tanahnya padat (karena tanah yang rusak atau bangunan) resiko terjadinya banjir bandang sangat besar. 3. Sebagai Penahan laju Erosi Erosi secara umum didefinisikan sebagai terjadinya pengikisan lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh aktivitas alamiah seperti air, hujan dan angin. Tinggi rendahnya erosi antara lain dipengaruhi oleh Kondisi vegetasi hutan, jenis tanah dan tofografi lahan serta tingkat kemiringan dan curah hujan (BP DAS Ketahun. 2006). Besarnya erosi tanah karena curah hujan sangat ditentukan oleh diameter butiran air dan kecepatan jatuhnya. Makin tinggi intensitas hujan makin besar pula diameter butiran air, demikian pula makin lebar ujung penetas daun makin besar pula butiran air lolosan yang jatuh. Besarnya kecepatan air yang jatuh dipengaruhi pula oleh besar butiran air. Karena butir air lolosan sampai batas intensitas hujan tertentu lebih besar dari pada butir air hujan maka erosivitas air lolosan lebih besar daripada erosivitas air hujan. Hanya pada hujan lebat erosivitas air hujan melebihi erosivitas air lolosan. Dengan adanya vegetasi yang sempurna maka kerusakan alam karena erosi akan dapat ditekan seminal mungkin. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa vegetasi sangat berperan penting dalam proses terjadinya erosi. penghijauan yang hanya menanam pohon yang tinggi tanpa memperhatikan adanya tumbuhan bawah dan serasah justru akan menaikkan erosi. 3. Pengendalian Tanah Longsor Tanah Longsor merupakan proses runtuhnya material dinding tebing/lereng yang berupa tanah dan semua komponen penyusunnya ke areal lebih rendah yang disebabkan oleh faktor geologi, curah hujan maupun aktivitas manusia. Hutan mempunyai peranan dalam pengendalian terjadinya tanah longsor. Pengaruh hutan tersebut dilakukan oleh akar-akar pohon, pada tanah yang pepohonannya masih alami longsor jarang sekali terjadi. Namun pada hutan gundul dengan tekstur tanah yang labil longsor dapat terjadi setiap saat. Pembukaan lahan pertanian pada lereng-lereng perbukitan dan aktivitas pertambangan tanpa memperhatikan kaidah konservasi menjadi penyebab utama terjadinya longsor. 7 Beberapa penelitian menyebutkan pada tanah yang tidak stabil penebangan hutan menaikkan hampir lima kali kejadian longsor dan hampir tiga kali volume tanah yang longsor. Pembuatan jalan dalam kawasan hutan meningkatkan 50 kali pada kejadiaan longsor dan 30 kali pada volume tanah yang longsor. Sedangkan pada tanah yang stabil pengaruh tersebut tidak terlalu nampak. Sehingga hutan sangatlah penting untuk pengendaliaan tanah longsor khususnya didaerah yang tidak stabil. F. DEGRADASI HUTAN Hutan di Indonesia sudah mengalami tekanan-tekanan sejak tahun 1950, dan lebih meningkat lagi setelah diundangkannya UU PMA dan PMDN pada tahun 1970an, dimana era dimulainya exploitasi hutan secara besar-besaran sebagai sumber devisa dalam rangka Pembangunan Nasional. Laju deforestasi hutan antara tahun 1970-an dan 1980-an, antara 0,6 dan 1,2 juta ha. Lebih lanjut, berdasarkan hasil pemetaan hutan tahun 1999 laju deforestasi rata-rata dari tahun 1985-1997 mencapai 1,7 juta ha (Badan Planologi Kehutanan, 2001) dan puncaknya pada tahun 2000 -2004 yang diperkirakan mencapai 2,8 juta ha/tahun. Sementara itu Daerah Aliran Sungai (DAS) diseluruh Indonesia yang dikategorikan kritis bertambah dari 36 tahun 1983 menjadi 282 pada tahun 2004 (Dephut, 2006). Tabel 1. Penyebaran lahan kritis di dalam dan luar kawasan hutan tahun 2002 (Juta Ha). Pulau diluar Kawasan Persentase didalam Kawasan Persentase Sumatera Jawa Bali-NTT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua 4,35 1,70 1,31 4,57 0,95 0,51 1,72 17 % 18 % 32 % 22 % 14 % 65 % 100 % 1,99 0,37 0,36 2,61 0,97 0,18 1,65 9% 12 % 11 % 7% 8% 3% 5% TOTAL 11,51 22 % 8,14 7% Sumber data : Dephut 2006 Tekanan terhadap sumberdaya hutan semakin tinggi akhir-akhir ini yang diakibatkan oleh kegiatan pembalakan liar (illegal logging), penambangan liar (Illegal mining), perambahan yang disertasi pendudukan lahan hutan (okupasi), serta adanya bencana alam seperti kebakaran hutan dan lain-lain. Tekanan terhadap sumberdaya hutan diperparah lagi pada era reformasi dan otonomi daerah saat ini. Keterbatasan lahan pertanian dan perkebunan, tekanan ekonomi yang cukup tinggi membuat masyarakat semakin berani untuk membuka kawasan hutan menjadi area perkebunan dan kegiatan pertanian lainnya baik dalam skala kecil untuk perkebunan rakyat maupun untuk pengembangan perkebunan besar. 8 Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan RI, luas lahan sangat kritis dan lahan kritis pada akhir Pelita VI (awal tahun 1999/2000) seluas 23.242.881 ha terdiri dari 35 % dalam kawasan hutan dan 65 % luar kawasan hutan (Badan Planologi Kehutanan. 2001) . Hutan kritis ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan telah mencapai 30,20 juta ha pada tahun 2010 (Dephut. 2010). Sebagian besar kerusakan DAS yang berada di luar jawa hampir dapat dipastikan diakibatkan praktek pengelolaan hutan komersial yang tidak benar. Adanya otonomi daerah disinyalir menjadi titik lemah dalam upaya pelestarian hutan di Indonesia. Kemampuan keuangan daerah yang berbeda membuat pelaksanaan rehabilitasi hutan tidak berjalan seperti yang diharapkan. G. GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN RHL) Gerakan rehabilitasi hutan dan lahan adalah program nasional yang dicanangkan pemerintah tahun 2003 untuk memulihkan kondisi sumberdaya hutan dan lahan DAS yang rusak, sehingga berfungsi optimal dan lestari. Data Departemen Kehutanan tahun 2000 menunjukan bahwa terdapat 24.693.773 ha areal hutan yang perlu direhabilitasi, dimana sebagian besar (65% atau 16.100.356 ha) terletak di kawasan produksi dan sisanya (35% atau 8.594.417 ha) terletak di kawasan lindung. Pada Tahun 2010, GN RHL yang merupakan gerakan moral secara nasional yang terencana, terpadu, dan melibatkan seluruh komponen bangsa untuk melaksanakannya, ternyata sampai dengan tahun 2008 baru mampu menanam seluas 2.397.635 ha. Hasil ini masih belum mampu untuk mengatasi laju deforestasi yang terjadi saat ini (Biro Perencanaan Dephut. 2010). Keberhasilan program reboisasi dan rehabilitasi lahan akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup terutama dalam mengembalikan fungsi hidrologi, fungsi perlindungan tanah, stabilitas iklim mikro, penghasil O2 dan sebagai penyerap gas-gas pencemar udara. Dari sisi produktivitas lahan keberhasilan rehabilitasi lahan akan mengembalikan potensi sumberdaya pulih yang dapat dipanen, pelestarian sumberdaya plasma nutfah, perkembangbiakan ternak dan satwa liar, pengembangan kepariwisataan dan rekreasi dan penyediaan fasilitas pendidikan dan penelitian. Lingkup kegiatan RHL ini meliputi rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada DAS prioritas dengan melaksanakan kegiatan vegetatif dan sipil teknis termasuk didalamnya rehabilitasi hutan rawa, gambut, mangrove dan pantai serta kegiatan penghijauan. DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas didarat merupakan pemisah tofografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Permenhut No. P.38/menhutV/2010). Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi DAS agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air (water yeild) untuk kepentingan kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan, industri dan masyarakat (Hidayat. M. Fajrin, Hindarto, Kanang. S dan Edi Suharto). Pengelolaan DAS untuk menjamin berjalannya fungsi hidrologis kawasan hutan dan meningkatkan kualitas lingkungan, diselenggarakan melalui langkah pendekatan antara lain : 9 - - - - Mendorong terciptanya kebijakan dan pengelolaan DAS terpadu yang melibatkan lintas sektor, lintas wilayah, dan mengatur hubungan tanggung jawab hulu-hilir. Memberi peran serta kepada masyarakat dalam pengelolaan DAS secara berkesinambungan dan transparan. Pemberian peran kepada masyarakat dilakukan sejak dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pengawasan sesuai kaidah teknis pengelolaan serta norma-norma yang berlaku, sehingga dampak dan manfaat dari pengelolaan DAS sebagai penyeimbang tata air dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari hulu sampai hilir. Penguatan kebijakan dan promosi implementasi rehabilitasi melalui mekanisme clean development mechanism (CDM). Mewujudkan kelembagaan sektor kehutanan yang mantap dengan melakukan harmonisasi alokasi fungsi sosial, lingkungan dan ekonomi sumberdaya hutan secara seimbang dan berkelanjutan Membangun dan meningkatkan produktifitas dan nilai SDAH yang berkelanjutan sehingga dapat menjamin kesinambungan/kelestarian manfaat dan fungsi hutan dalam mendukung pembangunan nasional. (RPJP Kehutanan 20062028) Untuk mendukung suksesnya kegiatan RHL ini hal-hal penting yang harus di perhatikan dan dicermati antara lain : - Pengaruh hutan terhadap air dan erosi sangat kompleks ada yang menguntungkan tetapi ada yang merugikan, sehingga perlu ada petimbangan manfaat dan resiko, sehingga dalam reboisasi hutan perlu diminimalkan resikonya dan ditingkatkan manfaatnya. - Pemilihan jenis pohon yang ditanaman dalam GN RHL harus memperhitungkan faktor geoklimatologi wilayah daerah sasaran, terutama yang menyangkut curah hujan, kesesuaian tempat tumbuh jenis yang ditanam, tingkat transpirasi dan erosivitas tempat tumbuh. - Khusus untuk daerah perkotaan atau industri diutamakan dipilih jenisjenis yang mampu menyerap dan menjerap gas-gas polutan. - Perlu adanya pengaturan teknik penanaman baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga dapat meningkatkan secara optimal tujuan penghijauan dalam mencegah bahaya erosi dan bajir. - Keberadaan pohon dan tegakan hutan tidak secara otomatis mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi, justru peranan serasah dan tumbuhan bawah sangat besar dalam mencegah terjadinya bahaya erosi dan sedimentasi. - Untuk menjaga keseimbangan lingkungan terutama dalam tata air dan tanah dalam rangka mencapai tujuan rehabilitasi lahan di setiap DAS perlu dilakukan penelitian tentang neraca air. Dengan neraca air tersebut intesitas pengelolaan di setiap DAS dapat dilakukan dengan tetap menjaga kesimbangan lingkungan. 10 KESIMPULAN 1. Hutan sebagai satu kesatuan ekosistem mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya pelestarian fungsi hidrologi, karena itu pengelolaan hutan sebagai kawasan perlindungan aspek hidrologi harus memperhatikan : Kondisi curah hujan dan ketersediaan air musiman, Kepekaan sungai terhadap banjir Kepekaan kawasan DAS terhadap erosi Kepentingan sosial-ekonomi dan kelembagaan 2. Vegetasi hutan memiliki peranan penting dalam proses pengaturan sistem tata air tanah. 3. Pada hutan dengan vegetasi baik maka sistem tata iar akan berjalan secara alami dan dapat mengurangi terjadinya banjir, erosi dan tanah longsor. 4. Hutan pada DAS dapat membantu melindungi pasokan air dengan menstabilkan tanah di lereng-lereng bukit, mengatur laju dan kecepatan aliran sungai, dan menstabilkan kondisi iklim mikro. DAFTAR PUSTAKA Andriyani, C dan Saputra, K.T. 2005. Peranan tanaman Pioner Dalam Rehabilitasi Hutan. Hlm. 131 – 135. Dalam Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Hutan Tanaman. Baturaja 7 Desember 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.Yogyakarta. Badan Planologi Kehutanan. 2001. Master Plan Reboisasi dan Rehabilitasi Hutan Nasional . Departemen Kehutanan, Jakarta. Bappeda Kota Bengkulu. 2008. Konsep Rencana Tata ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu tahun 2008-2028. Bappeda Kota Bengkulu. Bengkulu Biro Perencanaan Departemen Kehutanan. 2010. Kebijakan dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Kehutanan TA. 2011. Dan Evaluasi Tahun 2010. Biro Perencanaan Departemen Kehutanan. Palembang BPDAS Ketahun. 2006. Mengenal Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Wilayah BPDAS Ketahun Bengkulu. BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu BPDAS Ketahun. 2006. Erosi dan Banjir Dampak Kerusakan Ekosistem DAS. BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu BPDAS Ketahun. 2006.Pengembangaan Areal Model DAS Mikro (MDM) di Provinsi Bengkulu. BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu BPDAS Ketahun. 2006. Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Bengkulu. BPDAS Ketahun Bengkulu. Bengkulu Departemen Kehutanan. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan Tahun 2006 – 2025. Departemen Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2009. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTk-RHL DAS) di Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Ketahun. BPDAS Ketahun. Bengkulu Departemen Kehutanan. 2010. Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2010. Tata Cara Penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan. Jakarta. 11 Hidayat. M. Fajrin, Hindarto, Kanang. S dan Edi Suharto. (tanpa tahun). Grand Design RHL Catchment Area PLTA Musi. BPDAS Ketahun. Bengkulu Kementerian Kehutanan. 2010. Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan Tahun Anggaran 2011. Kementerian Kehutanan. Jakarta Sekretariat Kabinet RI. 2004.Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4385. Jakarta Sugiarto, B dan Triwilaida. 2005. Sosialiasi Core Research Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Palembang. Hlm. 1-14. Dalam Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Hutan Tanaman, Baturaja 7 Desember 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.Yogyakarta. Wiryono. 2009. Ekologi Hutan. UNIB Press. Bengkulu 12