BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Manajemen Aset

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gambaran Umum Manajemen Aset
Manajemen aset sering menjadi salah satu pilihan terakhir untuk
memaksimalkan
penghematan biaya dalam ekonomi global yang semakin
kompetitif karena kompleksitas intrinsiknya, terutama di negara berkembang.
Manajemen Aset bukan hanya tentang menjaga aset, itu juga terlihat pada kinerja
keseluruhan fasilitas, menentukan status bagaimana hal itu memberikan hasil yang
diharapkan, risiko untuk pengiriman dan melakukan perbaikan yang dibutuhkan
(Agar, 2011). Industri-industri dimana hal ini berlaku meliputi: pembangkit listrik
dan pasokan, minyak dan gas, air, jalan, kereta api, pertambangan, penerbangan,
perkapalan, rumah sakit, pusat ritel,hasil produksi, distribusi, fasilitas pertahanan
dan perlengkapan pertahanan, rekreasi dan fasilitas olahraga,dan lokal pemerintah
(Hastings, 2010). Area terbaik yang dikelola oleh manajemen aset adalah
pengembangan aset bangunan dan konstruksi, setelah perencanaan garis besar dan
keputusan keuangan yang telah dibuat (Hastings, 2010:1).
Suatu aktiva tetap (juga disebut aset tidak lancar) adalah barang fisik yang
memiliki nilai selama lebih dari satu tahun, misalnya, tanah, bangunan, pabrik dan
mesin (Hastings, 2010:3). Menurut Siregar (2004: 175), aset secara umum adalah
barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi
(economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange
value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan).
Sedangkan menurut Sutrisno (2004), aset adalah suatu potensi yang dimiliki oleh
suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi.
Istilah "aset" yang mengacu pada aset fisik berbeda untuk aset keuangan
dan aset sumber daya manusia. Public Available Spesification PAS55-1 (dalam
Hastings, 2010) mendefinisikan aset sebagai "pabrik, mesin, properti, bangunan,
kendaraan dan barang-barang lainnya dan sistem terkait yang memiliki fungsi
bisnis yang berbeda dan terukur atau jasa dan termasuk kode perangkat lunak
12
yang sangat penting untuk pengiriman fungsi aset tersebut”. ISO / IEC15288
(dalam Hastings, 2010) memperluas konsep aset fisik menjadi: “systems that are
man-made and may be configured with one or more of the following: hardware,
software,
humans, processes (e.g. review process), procedures (e.g. operator
instructions), facilities and naturally occuring entities (e.g. water, organisms,
minerals)”. Dengan demikian, aset adalah barang atau suatu barang yang
mempunyai nilai ekonomi, nilai tukar yang dimiliki oleh individu ataupun instansi
maupun badan usaha yang berpotensi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
di tetapkan.
Manajemen aset fisik adalah pengelolaan aset tetap seperti peralatan,
pabrik, bangunan dan infrastruktur. Manajemen aset menurut Mitchell dan
Carlson (2001), adalah "suatu set yang strategis dan terpadu dari proses yang
komprehensif (keuangan, manajemen, teknik, operasi dan pemeliharaan) untuk
mendapatkan efektivitas terbesar seumur hidup, pemanfaatan dan hasil dari aset
fisik (produksi dan peralatan operasi dan struktur)".
Mengingat tujuan organisasi bisnis, Manajemen Aset adalah serangkaian
kegiatan yang berhubungan dengan:
1. Mengidentifikasi aset apa yang diperlukan
2. Mengidentifikasi kebutuhan pendanaan
3. Perolehan aktiva
4. Menyediakan dukungan sistem logistik dan pemeliharaan untuk aset
5. Menghapus atau memperbaharui aset
Sehingga efektif dan efisien untuk memenuhi tujuan yang diinginkan (Hastings,
2010).
The European Federation for National Maintenance Societies (dalam
Hastings, 2010) telah menyetujui definisi dari Manajemen Aset sebagai berikut:
“Asset Management is the optimal life cycle management of physical assets to
sustainably
achieve
the
stated
business
objectives”.
Definisi
tersebut
mengungkapkan bahwa manajemen aset adalah siklus hidup aset fisik yang
optimal untuk mencapai tujuan Perusahaan. Hal tersebut sama seperti definisi
yang diberikan oleh the Asset Management Council of Australia: “The life cycle
13
management of physical assets to achieve the stated outputs of the enterprise.”
PAS 55, the Publicly Available Specification on Asset Management published by
The British Standards Institute, memberikan definisi Manajemen Aset sebagai
berikut:
“…systematic and coordinated activities and practices through which an
organisation optimally and sustainably manages its asset and asset systems, their
associated performance, risks and expenditures over their lifecycles for the
purpose of achieving its organisational strategic plan.” Berdasarkan definisi ini,
manajemen aset mengelola atau mengatur aset, sistem aset dan segala risikonya
mencapai tujuan strategis Perusahaan. Sedangkan definisi berikut ini
untuk
diberikan oleh the Centre for Integrated Engineering Asset Management,
Queensland University of Technology: “the process of organising, planning and
controlling, the acquisition, use, care, refurbishment, and/or disposal of an
organisation’s physical assets to optimise their service delivery potential and to
minimise the related risks and costs over their entire life.” Definisi ini
menambahkan bahwa manajemen aset dapat meminimalisir risiko yang berkaitan
dengan aset tersebut dan meminimalisir biaya yang terjadi selama siklus hidup
aset. Hastings (2010:4), menyebutkan bahwa manajemen aset adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan menerapkan penilaian teknis dan keuangan serta
praktek manajemen dalam rangka memutuskan aset apa yang kita butuhkan untuk
memenuhi tujuan bisnis, dan kemudian untuk mendapatkan dan mempertahankan
aset logistik selama seluruh kehidupan mereka, sampai ke penghapusan.
Untuk mendapatkan nilai yang lebih besar, proses manajemen aset harus
diperluas dari desain, pengadaan dan instalasi melalui operasi, pemeliharaan dan
penghapusan, yaitu selama siklus hidup lengkap (Blanchard dan Fabrycky, 1998).
Tahapan dari proses manajemen aset, termasuk penilaian bisnis awal, identifikasi
kebutuhan aktiva tetap, analisis kesenjangan kemampuan, evaluasi keuangan,
analisis dukungan logistik, siklus hidup biaya, manajemen aset penataran, strategi
pemeliharaan, outsourcing, analisis biaya-manfaat, pelepasan dan pembaharuan.
Sklar (2005) menyebutkan bahwa langkah pertama dalam manajemen aset adalah
pembentukan tujuan strategis tingkat tinggi, yang sering berasal dari kepentingan
14
publik seperti kualitas pelayanan, akses universal dan harga yang murah
(Koppenjan dkk, 2008).
Berdasarkan Hastings (2010), siklus hidup aset tergambar pada ilustrasi
berikut
ini:
1. Business need
or opportunity.
Capability Gap
Analysis.
2.Prefeasibility
options
analysis
3.Feasibility
analysis
of
preferred
option
11. Business
and techincal
review
4. Acquire or
develop asset
capability
5. Install,
commission
12. Renewal
6. Logistic
Support
9. Monitor
8. Maintain
7. Operate
10. Disposal
Profit
Sumber: Hastings, 2010
Gambar 2.1 Siklus Hidup Aset
Gambar diatas mengilustrasikan siklus hidup aset fisik yang terdiri dari:
1. Pada tahap pertama, pengelola aset mengidentifikasi kebutuhan bisnis
atau peluang bisnis. Kemudian, aset apa yang dibutuhkan agar
kebutuhan bisnis tersebut terpenuhi.
2. Setelah pengelola aset mengetahui aset apa yang dibutuhkan untuk
menunjang kebutuhan bisnis, maka pengelola aset melakukan analisis
pra kelayakan untuk memilih alternatif.
3. Analisis kelayakan dilakukan pada alternatif yang telah dipilih
berdasarkan analisis pra kelayakan.
4. Setelah dinyatakan layak, maka dilakukan pengadaan aset
5. Aset tersebut dipasang atau dibangun sehingga Perusahaan dapat
menggunakannya
15
6. Ketika aset tersebut sudah ada dan siap untuk dipergunakan, maka aset
tersebut dioperasikan. Operasi aset tentu memerlukan dukungan
logistik. Misalnya, jika aset yang dioperasikan adalah mesin, maka
mesin membutuhkan listrik, oli dan barang-barang logistik lainnya.
7. Pemeliharaan aset dilakukan agar aset tersebut tetap optimal.
Pemeliharaan aset dapat bersifat rutin atau perbaikan.
8. Keberjalanan aset diawasi dan selalu di check
9. Penghapusan aset dilakukan jika aset tersebut sudah tidak dibutuhkan
lagi, rusak, atau memasuki masa berakhirya umur ekonomis
10. Dilakukan evaluasi terhadap aset tersebut
11. Pembaruan aset dilakukan jika dimungkinkannya aset tersebut untuk
dilakukan pembaruan atau renovasi
2.2
Optimasi Aset
Optimasi aset merupakan proses kerja dalam penggunaan dan pemanfaatan
aset. Aset yang belum optimal dan tidak dapat dioptimalkan harus dicari faktor
penyebabnya, apakah faktor dari aspek legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah
ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi berupa
sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
2.2.1
Pengertian Optimasi Aset
Optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal
dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut, (Sutrisno:2004). Dalam tahap ini asetaset yang dimiliki negara diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan potensi
dari aset tersebut. Sedangkan menurut Nugent (2010), optimizing the utilization of
assets in terms of service benefit and financial returns. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa optimasi adalah pengoptimalan pemanfaatan
potensi dari sebuah aset yang dimana dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau
juga mendatangkan pendapatan.
16
Aset yang memiliki potensi yang dapat dikelompokkan berdasarkan
sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan
ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Tentunya
kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan.
Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya
mengapa aset tersebut menjadi idle capacity. Sebagaimana disebutkan oleh
Siregar (2004), bahwa untuk mengoptimalkan suatu aset harus dibuat sebuah
formulasi strategi untuk meminimalisir atau menghilangkan ancaman dari faktor
lingkungan
dan untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari
penyebabnya.
Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus
memaksimalkan ketersediaan aset, memaksimalkan penggunaan aset
dan
meminimalkan biaya kepemilikan. Untuk mengoptimalkan suatu aset, dapat
dilakukan Highest and Best Use Analysis (Siregar: 2004). Hal tersebut bisa
dilakukan dengan meminimalisir atau mungkin menghilangkan hambatan atau
ancaman atas pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga optimasi dari suatu aset
yang berstatus idle capacity bisa dilakukan.
2.2.2
Tujuan Optimasi Aset
Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimasi aset secara
umum adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran,
fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset
tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
2. Pemanfaatan
aset,
apakah
aset
tersebut
telah
sesuai
dengan
peruntukkannya atau tidak.
3. Terciptanya suatu sistem informasi dan administrasi sehingga tercapainya
efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset, sehingga akan
diketahui aset yang perlu dioptimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset
17
tersebut. Hasil akhir optimasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran,
strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
2.2.3
Prosedur Optimasi Aset
Menurut Djumara (2007), dalam mencapai tujuan optimasi aset, ada
beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut:
1. Identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal
Melakukan pendataan terhadap semua aset yang dimiliki yang mencakup
ukuran, fisik, legal status dan kondisi aset. Melakukan identifikasi atas
kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis yuridis atas aset
bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan legal opinion.
2. Penilaian aset tetap
Melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar (market value)
atas objek properti dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan
metode penilaian yang lazim digunakan dalam pekerjaan penilaian, yaitu:
a. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode
perbandingan langsung (direct comparison)
b. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti
baru yang disusutkan (depreciated replacement cost)
c. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas
terdiskonto (discounted cash flow)
d. Pendekatan pengembangan tanah (land development approach) dengan
land residual method.
3. Analisis optimasi pemanfaatan fixed assets
Analisis optimasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan
memilah aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non
operasional. Untuk aset operasional kemudian dilakukan kajian yang lebih
mendalam untuk mengetahui apakah aset operasional tersebut sudah
optimal pemanfaatannya atau belum. Apabila belum optimal dilakukan
studi optimasi. Studi optimasi ini dilakukan berdasar tolak ukur kebutuhan
akan aset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Untuk aset non
18
operasional, analisis dilakukan terhadap kondisi aset saat ini, untuk
mengetahui apakah pemanfaatan aset ini sudah optimal atau belum dilihat
dari penggunaan tanah dalam bangunan dan fungsional bangunannya dari
aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup regulasi, peruntukkan dan
pengembangan kawasan sekitar.
4. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA)
SIMA adalah suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin keahlian.
Objek pengembangan SIMA, sebagai alat untuk optimasi dan efisiensi
pengelolaan aset. Dengan memadukan berbagai disiplin keahlian akan
dapat menunjang pemanfaatan terbaik dari aset yang dimiliki.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 5 tahapan atau
langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimasi aset. Langkahlangkah tersebut yaitu identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal, penilaian aset
tetap, analisis optimasi pemanfaatan fixed asset dan Sistem Informasi Manajemen
Aset (SIMA).
2.3
Highest and Best Use Analysis
Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis), digunakan untuk
mengetahui pengembangan yang paling tepat untuk aset yang belum optimal,
akan tetapi aset itu berpotensi untuk dikembangkan. HBU Analysis dilakukan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain pertimbangan aspek hukum,
kelayakan keuangan, jumlah investasi dan fisik aset.
2.3.1
Pengertian HBU Analysis
Menurut Siregar (2004:779), Highest and Best Use Analysis (HBU
Analysis) adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan atau aset yang dirasakan belum optimal
pemanfaatannya (idle capacity). Definisi ini mengatakan bahwa tujuan HBU
adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset. Berdasarkan The Uniform
19
Standards of Profesional Appraisal Practise, 2002, “Highest and Best Use
Analysis is the reasonably probable and legal use of property that is physically
possible, appropriately supported and financially feasible and the result in the
highest
value”. Menurut definisi tersebut, HBU merupakan analisis yang berisi
tentang penggunaan properti yang memungkinkan secara legal, fisik, finansial dan
dapat memberikan nilai paling tinggi. McMahan (2007: 549), “The use of
property that will produce the Highest economic returns over time. Also defined
as the purpose that has the highest comparative advantage or least comparative
disadvantage
in relation to possible alternative uses”. Definisi tersebut
menyatakan
bahwa
analisis
HBU
membandingkan
alternatif-alternatif
pengembangan. Sedangkan Jacobus (2010: 318), “The HBU of a property is the
use that will give the property its gratest current value”. Menurut pengertian
tersebut, HBU dapat memberikan nilai yang paling tinggi bagi penggunaan
properti saat ini.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa HBU
Analysis adalah analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang
berstatus idle capacity tetapi yang mempunyai potensi dikembangkan dengan
mempertimbangkan legal aspek, kemungkinan fisik, kelayakan keuangan dari aset
yang akan dikembangkan dan dapat memberikan nilai yang paling tinggi. Dengan
HBU Analysis ini, aset-aset yang berstatus idle capacity dapat diidentifikasi, serta
akan diketahui pengembangan yang terbaik bagi aset-aset yang belum optimal
tersebut. Sehingga dapat memberikan hasil paling optimal bagi pengelola ataupun
pemilik aset tersebut.
2.3.2
Konsep Dasar HBU Analysis
Berdasarkan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian 6.0 SPI 2007 (dalam
Prijatno:2010), konsep dasar dari HBU Analysis adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) didefinisikan sebagai
penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang
secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara
20
hukum diijinkan, secara finansial layak dan menghasilkan nilai tertinggi
dari properti tersebut.
2. Penilai akan mempertimbangkan penggunaan yang paling memungkinkan
dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.
3. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan,
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat sementara.
Menurut Irlanden (2009), ada 2 tipe Analisis HBU, yaitu:
1. Site is Vacant (Lahan Kosong)
Analisis legal menjadi faktor yang terpenting sebagai dasar penentuan
estimasi pengembangan properti dimasa yang akan datang.
2. Site is Improved (Lahan Terbangun)
Analisis fisik (pengembangan yang ada di atas lahan) menjadi faktor
terpenting untuk memperhitungkan kemungkinan biaya penghancuran
properti.
Menurut Soeparjanto (2008), Terdapat 4 (empat) kriteria yang harus
dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik, yaitu :
1. Memungkinkan secara fisik (phisically possible)
Ukuran, bentuk tanah, luas, ketinggian dan kontur tanah adalah
berpengaruh terhadap kegunaan yang dapat dilakukan/dibangun di
atasnya.
Sebagai
contoh
adalah tidak
memungkinkan
untuk
membangun bangunan hotel berbintang atau pusat perbelanjaan di
atas tanah seluas 400 m2, dan sebaliknya adalah terlalu berlebih
untuk membangun sebuah rumah tinggal di atas tanah seluas 1
hektar. Bentuk tanah yang irregular atau tidak teratur lebih sulit untuk
membuat perencanaan bangunan. Kegunaan atas sebidang tanah dapat
dipengaruhi oleh lebar depan (frontage) dan panjang/kedalaman tanah
(depth). Kesimpulan kegunaan tertinggi dan terbaik dari secara fisik
tercapai bila terdapat kesepakatan dengan ahli/pakar terkait. Pertimbangan
terhadap kapasitas dan ketersediaan utilitas publik pada lokasi dimana
21
tanah terletak juga harus dilakukan, termasuk juga mengenai topografi
dan kondisi lapisan tanah, maka kegunaan potensial juga akan
terpengaruh. Kegunaan tertinggi dan terbaik dari properti yang telah
terbangun juga tergantung dari pertimbangan fisiknya, yang meliputi luas,
desain dan kondisi.
2. Diijinkan oleh peraturan (legally permissible)
Penilai harus memastikan kegunaan-kegunaan yang diijinkan oleh
peraturan. Batasan-batasan
peraturan-peraturan
tertentu
(private
bangunan (building
restrictions),
codes),
zoning,
kontrol-kontrol
terhadap benda-benda bersejarah dan peraturan-peraturan lingkungan
harus
diinvestigasi,
sebab
faktor-faktor
tersebut
mungkin
saja
mempengaruhi potensial kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu
properti. Jangka waktu sewa dapat juga berpengaruh terhadap HBU karena
sepanjang sisa waktu kontrak mungkin kegunaan properti dibatasi oleh
perjanjian atau peraturan. Jika suatu properti tunduk pada suatu
peraturan sewa tanah selama 15 tahun, maka terlalu berlebihan jika
dibangun bangunan yang mempunyai umur ekonomis 40 tahun.
3. Layak secara keuangan (financially feasible)
Dalam
menganalisis
memungkinkan
kelayakan
perlu dianalisis
keuangan,
lebih
lanjut
kegunaan
dalam
yang
menghasilkan
pendapatan, tingkat pengembalian (return), apakah sama, lebih kecil
atau lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Semua kegunaan
yang
diekspektasikan
dapat
memberi
positive
return
dianggap
memiliki kelayakan keuangan. Untuk menentukan kelayakan keuangan,
seorang penilai mengestimasi pendapatan kotor yang akan diterima
(future
gross
income)
yang
diekspektasikan
dari setiap potensial
kegunaan tertinggi dan terbaik. Tingkat kekosongan, collection losses dan
biaya operasi perlu dikurangkan dari setiap pendapatan kotor untuk
mendapatkan pendapatan bersih operasi (net operating income atau NOI).
Tingkat pengembalian (rate of return) atas modal yang diinvestasikan
dapat digunakan untuk melakukan perhitungan bagi setiap penggunaan.
22
4. Mendapatkan hasil secara maksimum (maximally productive).
Untuk menganalisis kelayakan keuangan dan memilih kegunaan yang
memberi nilai yang maksimal, terdapat beberapa alat analisis atau
tolok ukur yang sering digunakan antara lain Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Return on Investment (ROI), Return on
Equity
(ROE),
Payback
Period.
Alternatif
kegunaan
yang
menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi
adalah alternatif yang memenuhi kriteria kegunaan yang teringgi dan
terbaik.
2.3.3 Tujuan HBU Analysis
Menurut Siregar (2004), Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis)
memiliki tujuan untuk mengetahui produk pengembangan terbaik dan optimal di
atas tanah atau tanah dan bangunan yang di anggap memiliki potensi untuk
dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya. Sedangkan
menurut Robert, dkk (dalam Prijatno, 2010), tujuan dari Highest and Best Use
Analysis (HBU Analysis) ini adalah untuk menetapkan pemanfaatan yang paling
optimal dari aset-aset yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi untuk
di kembangkan, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi pemilik
aset tersebut.
Berdasarkan definisi di atas dapat di tarik kesimpulan, bahwa tujuan dari
Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) adalah untuk mengoptimalkan aset
yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi untuk dikembangkan
sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal untuk pemilik atau pengelola
aset tersebut. Dengan Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) ini, akan
diketahui metode pengembangan yang paling tepat untuk aset yang belum optimal
tersebut.
23
2.3.4
Proses HBU Analysis
Dalam melakukan Highest and Best Use Analysis (HBU) ada proses yang
harus dilewati oleh penilai aset. Menurut Prijatno (2010), proses dari studi HBU
yaitu dengan melakukan beberapa studi kelayakan, diantaranya sebagai berikut:
1. Kelayakan Secara Peraturan dan Hukum
a. Private Restriction/Contract
b. Zoning
c. Building Code
d. Ketinggian Bangunan
e. Kontrol terhadap benda sejarah
f. Aturan Keselamatan Lingkungan
g. Aturan Kesehatan dan Keamanan Hunian
2. Kelayakan Secara Fisik
a. Ukuran tanah
b. Bentuk tanah
c. Luas
d. Frontage
e. Ketinggian dari paras jalan
f. Kontur/Topografi
g. Lokasi Tanah
h. Letak Tanah
i. Aksesibilitas
3. Kelayakan Secara Keuangan
a. Net operating income
Net Operating Income adalah pendapatan bersih yang diterima atas
operasional perusahaan.
b. Pay back period
Pay back period adalah periode waktu dimana investasi yang
dilakukan perusahaan sudah bisa pulih atau kembali melalui cash flow
yang masuk ke perusahaan. Dalam hal ini tidak diperhitungkan bunga
atau inflasi (Santosa, 2009:162).
24
c. Benefit-cost ratio
Benefit cost ratio adalah rasio pembanding antara keuntungan dan
d. Net present value
Mardiyanto (2009), Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang
dari
uang
atau
cash
flow
di
masa
mendatang
dengan
mempertimbangkan faktor bunga atau interest rate.
beban.
NPV =
𝐢𝐹𝑛
𝑛
𝑖=1 (1+π‘˜)𝑛
– I0
e. Internal rate of return
Santosa (2009), IRR dalam persen muncul ketika NPV=0. Berlaku
aturan, IRR yang dihasilkan suatu proyek harus lebih besar dari biaya
sumberdayanya. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan meminjam
dana dengan bunga sebesar 18% per tahunnya untuk membiayai suatu
proyek, dan IRR yang dicapai proyek adalah 16%, maka proyek
tersebut tidak layak karena biaya sumberdayanya lebih besar dari IRR.
Rumus untuk menentukan IRR sangat kompleks, sebagai
konsekuensinya maka cara yang paling sesuai untuk memperoleh IRR
adalah dengan merata-ratakan suatu financial calculator atau
spreadsheet dengan menggunakan fungsi IRR.
Jika pilihan ini tidak tersedia, maka IRR dapat dikembangkan
melalui trial and error dengan mendefinisikan NPV dari proyek,
menggunakan beragam suku bunga, hingga diperoleh hasil NPV nol
(mendekati nol). Dengan alternatif, dua atau tiga NPV dapat
dikembangkan dan diplot dalam suatu grafik dan dihubungkan dengan
garis lurus. Ketika garis memotong sumbu x (NPV=R0), akan
diperoleh persentase IRR. IRR tertinggi adalah yang paling diinginkan.
Cara lain untuk menentukan IRR adalah dengan menggunakan ratarata dalam grafik.
4. Produktivitas yang Maksimal
a. NPV positif dan terbesar
b. IRR positif dan terbesar
25
c. Pay back period paling cepat
d. B/C Ratio terbesar dan >1
e. Sesuai dengan kelayakan fisik dan peraturan
Proses dalam HBU Analysis ini harus dilewati tahap demi tahap.
Setiap langkah dalam proses ini akan memberikan informasi yang dibutuhkan
dalam melakukan penilaian optimasi suatu aset. Sehingga hasil yang didapatkan
dari HBU Analisis akan sesuai dengan apa yang diharapkan yakni pengoptimalan
aset dan pengembangan terbaiknya.
2.4
Analisis Kelayakan Investasi
Analisis kelayakan investasi yang biasa disebut dengan studi kelayakan
bisnis merupakan penelitian yang bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah ide
bisnis layak untuk dilaksanakan atau tidak (Suliyanto, 2010). Sebuah ide bisnis
dinyatakan layak untuk dilaksanakan jika ide tersebut dapat mendatangkan
manfaat yang lebih besar bagi semua pihak (stake holder) dibandingkan dampak
negatif yang ditimbulkan.
Subagyo (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan adalah penelitian yang
mendalam terhadap suatu ide bisnis tentang layak atau tidaknya ide tersebut untuk
dilaksanakan. Penelitian ini menyangkut berbagai aspek, baik itu aspek hukum,
sosial ekonomi dan budaya, pasar dan pemasaran, teknis dan teknologi, sampai
dengan aspek manajemen dan keuangan, yang digunakan sebagai dasar penelitian
studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu
proyek atau bisnis dapat dikerjakan, ditunda, atau bahkan tidak dijalankan
(Suliyanto, 2010).
2.4.1 Langkah-langkah Studi Kelayakan
Studi kelayakan bisnis merupakan metode ilmiah. Salah satu syarat metode
ilmilah adalah sistematis. Penyusunan studi kelayakan bisnis sebagai salah satu
26
metode ilmiah pada umumnya meliputi beberapa langkah kegiatan yang dapat
terlihat pada gambar 2.3 berikut ini:
Penemuan Ide
Bisnis
Melakukan
Studi
Pendahuluan
Membuat
Desain Studi
Kelayakan
Pengumpulan
Data
Penyusunan
Laporan Studi
Kelayakan
Menarik
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Analisis dan
Interpretasi
Data
Sumber: Suliyanto, 2010
Gambar 2.2 Langkah-langkah Studi Kelayakan
Keterangan:
1.
Penemuan Ide Bisnis
Tahap penemuan ide merupakan tahap seseorang menemukan sebuah ide
bisnis. Ide bisnis muncul karena peluang bisnis yang dipandang memiliki
prospek yang baik.
2.
Melakukan Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum peluang
bisnis dari ide bisnis yang akan dijalankan, termasuk di dalamnya prospek
kendala yang dapat muncul dari bisnis yang akan dilakukan.
3.
Membuat Desain Studi Kelayakan
Desain studi kelayakan meliputi penentuan aspek-aspek yang akan diteliti,
responden, teknik pengumpulan data, penyususnan kuesioner, alat analisis
data, penyusunan anggaran untuk melakukan studi kelayakan, sampai
dengan penentuan desain laporan akhir.
4.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan observasi,
wawancara, maupun kuesioner, sedangkan sumber data dapat berupa data
primer maupun data sekunder.
27
5.
Analisis data dapat dilakukan dengan analisis kualitatif maupun
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan jika data yang dikumpulkan
berupa data kualitatif (judgement), sedangkan analisis kuantitatif
dilakukan jika data yang dikumpulkan berupa data kuantitaif.
Analisis dan Interpretasi Data
6.
Menarik Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan didasarkan pada hasil analisis data untuk memutuskan suatu
ide bisnis layak atau tidak layak berdasarkan setiap aspek yang diteliti.
Sedangkan rekomendasi memberikan arahan petunjuk tentang tindak
lanjut ide bisnis yang akan dijalankan serta memberikan catatan-catatan
jika ide bisnis tersebut akan dilaksanakan.
7.
Penyusunan Laporan Studi Kelayakan
Format maupun desain laporan akhir harus disesuaikan dengan pihakpihak yang akan menggunakan studi kelayakan bisnis.
2.4.2
Aspek-aspek Studi Kelayakan
Menurut Suliyanto (2010), aspek-aspek studi kelayakan adalah sebagai
berikut:
1. Aspek Hukum
Bisnis sering kali mengalami kegagalan karena terbentur masalah hukum
atau tidak memperoleh izin dari pemerintah daerah setempat. Oleh karena
itu, sebelum ide bisnis dilaksanakan, analisis secara mendalam terhadap
aspek hukum harus dilakukan agar dikemudian hari bisnis yang akan
dilaksanakan tidak gagal karena terbentur masalah hukum dan perizinan.
Berdasarkan aspek hukum, suatu ide bisnis dinyatakan layak jika ide
bisnis tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan mampu memenuhi
segala persyaratan perizinan di wilayah tersebut. Secara spesifik, analisis
aspek hukum pada studi kelayakan bisnis bertujuan untuk:
a. Menganalisis legalitas usaha yang akan dijalankan
b. Menganalisis ketepatan bentuk badan hukum dengan ide bisnis yang
akan dilaksanakan
28
c. Menganalisis kemampuan bisnis yang akan diusulkan dalam
memenuhi persyaratan perizinan
d. Menganalisis jaminan-jaminan yang bisa disediakan jika bisnis akan
dibiayai dengan pinjaman
2. Aspek Lingkungan
Suatu bisnis dengan berbagai aktivitas dapat menimbulkan dampak bagi
lingkungan di sekitar lokasi bisnis. Perubahan kehidupan masyarakat
sebagai akibat dari adanya aktivitas bisnis dapat berupa semakin ramainya
lokasi di sekitar lokasi bisnis, timbulnya kerawanan sosial, timbulnya
penyakit masyarakat, juga perubahan gaya hidup sebagai akibat masuknya
tenaga kerja dari luar daerah. Sedangkan dampak terhadap kehidupan
ekonomi dapat berupa penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, atau bahkan tergusurnya bisnis yang selama ini telah berjalan
di masyarakat. Sementara itu, dampak bagi lingkungan ekologi dapat
berupa polusi, baik polusi udaha, tanah, air maupun suara. Analisis aspek
lingkungan tidak hanya membahas tentang kesesuaian lingkungan dengan
bisnis yang akan dijalankan, tetapi juga membahas tentang dampak bisnis
terhadap lingkungan serta pengaruh perubahan lingkungan yang akan
datang terhadap bisnis. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan
aspek lingkungan jika kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan ide
bisnis dan ide bisnis tersebut mampu memberikan manfaat yang lebih
besar dibandingkan dampak negatifnya di wilayah tersebut. Secara
spesifik, analisis aspek lingkungan dalam studi kelayakan bertujuan untuk:
a. Menganalisis kondisi lingkungan operasional yang terdiri dari pesaing,
pemasok, pelanggan, kreditor dan pegawai
b. Menganalisis kondisi lingkungan industri yang terdiri dari persaingan
antarperusahaan, kekuatan pemasok, kekuatan pembeli, barang
substitusi dan hambatan masuk
c. Menaganalisis kondisi lingkungan jauh yang terdiri dari lingkungan
ekonomi, sosial, politik, teknologi dan global
29
d. Menganalisis dampak positif maupun dampak negatif bisnis terhadap
lingkungan, baik lingkungan operasional, lingkungan industri, maupun
e. Menganalisis usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalkan
dampak negatif bisnis terhadap lingkungan
lingkungan jauh
3. Aspek Pasar dan Pemasaran
Analisis aspek pasar dan pemasaran memegang peranan yang sangat
penting sebelum memulai bisnis, karena sumber pendapatan utama
perusahaan berasal dari penjualan produk yang dihasilkan. Analisis aspek
pasar menganalisis jenis produk yang akan diproduksi, banyaknya produk
yang diminta oleh konsumen, serta menganalisis banyaknya produk yang
ditawarkan
oleh
pesaing.
Sedangkan
analisis
aspek
pemasaran
menganalisis cara atau strategi agar produk yang dihasilkan dapat sampai
ke konsumen dengan lebih efisien dibandingkan pesaing. Suatu ide bisnis
dinyatakan layak berdasarkan aspek pasar dan pemasaran jika ide bisnis
tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar dengan
tingkat penjualan yang menguntungkan. Secara spesifik, analisis aspek
pasar dan pemasaran dalam studi kelayakan bertujuan untuk:
a. Menganalisis permintaan atas produk yang akan dihasilkan
b. Menganalisis penawaran atas produk sejenis
c. Menganalisis ketersediaan rekanan atas pemasok faktor produksi yang
dibutuhkan
d. Menganalisis ketepatan strategi pemasaran yang akan digunakan
4. Aspek Teknis dan Teknologi
Jika analisis pasar dan pemasaran menunjukkan sebuah ide bisnis layak
untuk dijalankan, maka langkah berikutnya adalah menjawab pertanyaan
apakah bisnis tersebut secara teknis dapat dijalankan atau tidak. Suatu ide
bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek teknis dan teknologi jika
berdasarkan hasil analisis ide bisnis dapat dibangung dan dijalankan
30
dengan baik. Secara spesifik analisis aspek teknis dan teknologi dalam
studi kelayakan bertujuan untuk:
a. Menganalisis kelayakan lokas untuk menjalankan bisnis
b. Menganalisis besarnya skala produksi untuk mencapai tingkatan skala
ekonomis
c. Menganalisis kriteria pemilihan mesin peralatan dan teknologi untuk
menjalankan proses produksi
d. Mengnalisis layout pabrik, layout bangunan dan fasilitas lainnya
e. Menganalisis teknologi yang akan digunakan
5. Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia
Analisis aspek manajemen sumber daya manusia terdiri dari dua bahasan
penting, yaitu subaspek manajemen dan subaspek sumber daya manusia.
Analisis subaspek manajemen lebih menekankan pada proses dan tahaptahap yang harus dilakukan pada proses pembangunan bisnis, sedangkan
analisis subaspek sumber daya manusia menekankan pada ketersediaan
dan kesiapan tenaga kerja, baik jenis/mutu maupun jumlah sumber daya
manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Suatu ide bisnis
dinyatakan layak berdasarkan aspek manajemen dan sumber daya manusia
jika terdapat kesiapan tenaga kerja untuk menjalankan bisnis dan bisnis
tersebut dapat dibangun sesuai waktu yang telah diperkirakan. Secara
spesifik analisis aspek manajemen dan sumber daya manusia pada studi
kelayakan bertujuan untuk:
a. Menganalisis penjadwalan pelaksanaan pembangunan bisnis
b. Menganalisis
jenis-jenis
pekerjaan
yang
diperlukan
untuk
pembangunan bisnis
c. Menganalisis waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap jenis
pekerjaan yang diperlukan untuk pembangunan bisnis
d. Menganalisis biaya yang diperlukan untuk melaksanakan setiap jenis
pekerjaan yang diperlukan untuk pembangunan bisnis
31
e. Menganalisis persyaratan yang diperlukan untuk memangku pekerjaan
pada suatu bisnis
f. Menganalisis struktur organisasi yang cocok untuk menjalankan bisnis
g. Menganalisis metode pengadaan tenaga kerja untuk menjalankan
bisnis
h. Menganalisis kesiapan tenaga kerja untuk menjalankan bisnis
6. Aspek Keuangan
Aspek keuangan pada umumnya merupakan aspek yang paling akhir
disusun dalam sebuah penyusunan studi kelayakan bisnis. Hal ini karena
kajian dalam aspek keuangan memerlukan informasi yang berkaitan
dengan aspek-aspek sebelumnya. Suatu ide bisnis dinyatakan layak
berdasarkan aspek keuangan jika sumber dana untuk membiayai ide bisnis
tersebut tersedia serta bisnis tersebut mampu memberikan tingkat
pengembalian yang menguntungkan dengan berdasarkan asumsi-asumsi
yang logis. Secara spesifik kajian aspek keuangan dalam studi kelayakan
bertujuan untuk:
a. Menganalisis sumber dana untuk menjalankan usaha
b. Menganalisis besarnya kebutuhan biaya investasi yang diperlukan
c. Menganalisis besarnya kebutuhan modal kerja yang diperlukan
d. Memproyeksikan rugi laba usaha yang akan dijalankan
e. Memproyeksikan arus kas dari usaha yang akan dijalankan
f. Memproyeksikan neraca dari usaha yang akan dijalankan
g. Menganalisis sumber dana untuk menjalankan bisnis
h. Menganalisis tingkat pengembalian investasi yang ditanamkan dengan
berdasarkan beberapa analisis kelayakan investasi, seperti payback
period (PP), net present value (NPV), profitability index (PI), internal
rate of return (IRR) dan average rate of return (ARR).
Studi
Kelayakan
merupakan
metode
sistematis
yang
dilakukan
berdasarkan urutan langkah analisis aspek-aspek kelayakan. Semua aspek harus
32
dilakukan sehingga sebuah ide bisnis dapat dinyatakan layak atau tidak sesuai
dengan hasil analisis aspek-aspek tersebut. Hasil analisis kelayakan ini dapat
berupa layak, tidak layak atau ditunda.
2.5
Bentuk-bentuk Kontrak Kerjasama Optimasi Aset
Kontrak merupakan dokumen yang penting dalam proyek. Segala hal
terkait
hak dan kewajiban antara pihak serta alokasi risiko diatur dalam kontrak.
Pemahaman kontrak mutlak diperlukan oleh tim proyek dalam menjalankan
proyek agar semua masalah dan risiko yang terkandung di dalamnya dapat diatasi
dan sesuai dengan kemampuan masing-masing pihak untuk mengatasinya.
Adapun definisi kontrak adalah sebagai berikut:
1. PMBOK
Dokumen yang mengikat pembeli dan penjual secara hukum. Kontrak
merupakan persetujuan yang mengikat penjual dan penyedia jasa, barang,
maupun suatu hasil, dan mengikat pembeli untuk menyediakan uang atau
pertimbangan lain yang berharga.
2. FIDIC Edisi 2006
Kontrak
berarti
perjanjian
kontrak
(Contract
Agreement),
surat
penunjukkan (Letter of Acceptance), surat penawaran (Letter of Tender),
persyaratan (Conditions), spesifikasi (Spesifications), gambar-gambar
(Drawings), jadwal/daftar (Schedules), dan dokumen lain (bila ada) yang
tercantum dalam penjanjian kontrak atau dalam surat penunjukkan.
3. UU RI No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
Kontrak kerja konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur
hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
4. Juwana, 2011
Kontrak kerja konstruksi adalah juga kontrak bisnis yang merupakan suatu
perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh para
pihak yang terikat di dalamnya terdapat tindakan-tindakan yang bermuatan
bisnis. Sedangkan yang dimaksud dengan bisnis adalah tindakan yang
33
mempunyai aspek komersial. Dengan demikian kontrak kerja konstruksi
juga merupakan kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua atau
lebih pihak yang mempunyai nilai komersial.
Dalam melakukan kajian untuk pemilihan kerjasama investasi dalam
rangka optimasi APU, berdasarkan SK No. Kpts 35/C00000/2010-S0 ada
beberapa pilihan bentuk kontrak konstruksi yang meliputi kerjasama Bangun
Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build
Operate
and Owned/BOO), Bangun Serah Guna (Build Transfer and
Operation/BTO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun
Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT). Berikut adalah penjabaran dari
masing-masing jenis kontrak tersebut.
2.4.1
Build Operate Transfer
Build Operate Transfer (BOT) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva
tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara mendirikan bangunan dan atau
sarana dan fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh mitra kerjasama tersebut
untuk jangka waktu tertentu, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau
sarana berikut fasilitasnya diserahkan kembali ke perusahaan oleh mitra kerjasama
setelah berakhirnya jangka waktu kerjasama yang telah disepakati (SK No Kpts
35-C00000/2010-S0). Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN 06 Tahun 2011,
BOT adalah kerjasama Pendayagunaan Aktiva Tetap berupa tanah milik BUMN
oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka
waktu tertentu yang disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya diserahkan kepada BUMN setelah berakhirnya
jangka waktu.
34
4.1.2
Build Owned Operate
Build Owned Operate (BOO) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva
tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara mendirikan bangunan dan atau
sarana dan fasilitasnya, kemudian bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya
diserahkan/dihibahkan kepada perusahaan untuk selanjutnya didayagunakan oleh
mitra kerjasama tersebut untuk jangka waktu tertentu (SK No Kpts 35C00000/2010-S0).
2.4.3
Build Transfer Operate
Build Transfer Operate (BTO) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva
tetap perusahaan dengan mitra kerjasama, dimana mitra kerjasama melakukan
investasi dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana fasilitasnya, yang
kemudian setelah selesai pembangunan maka mitra kerjasama akan menyerahkan
aktiva tetap yang dibangunnya tersebut ke perusahaan yang selanjutnya
perusahaan mengoperasikan aktiva tetap tersebut selama jangka waktu tertentu
(SK No Kpts 35-C00000/2010-S0). Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN 06
Tahun 2011, kerjasama Pendayagunaan Aktiva Tetap berupa tanah milik BUMN
oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya, bangunan dan/atau sarana
berikut fasilitasnya diserahkan kepada BUMN untuk kemudian didayagunakan
oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
2.4.4
Build Owned Rent
Build Owned Rent (BOR) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap
perusahaan oleh mitra kerjasama, dimana mitra kerjasama mendirikan bangunan
dan atau sarana dan fasilitasnya yang kemudian setelah selesai dibangun oleh
mitra kerjasama maka bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya langsung
diserahkan kepada perusahaan dimana mitra kerjasama memiliki opsi untuk
menyewa bangunan dan atau fasilitasnya (SK No Kpts 35-C00000/2010-S0).
35
2.4.5
Build Rent Transfer
Build Rent Transfer (BRT) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap
perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara mendirikan bangunan dan atau
sarana dan fasilitasnya yang kemudian setelah selesai dibangun, bangunan dan
atau sarana dan fasilitasnya langsung diserahkan oleh mitra kerjasama kepada
perusahaan untuk dioperasikan dengan menyewakan kepada mitra kerjasama,
dimana
kompensasi perusahaan kepada mitra kerjasama adalah membayar biaya
investasi yang telah dikeluarkan dan setelah habis masa sewa maka bangunan dan
atau sarana dan fasilitasnya menjadi milik perusahaan (SK No Kpts 35 C00000/2010-S0).
2.6
Pendapatan
Menurut PSAK nomor 23 paragraf 6, Pendapatan adalah arus masuk bruto
dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu
periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal. Menurut Accounting Terminology Bulletin No.
2 yang dikutip dalam buku Harahap (1999:39), Pendapatan berasal dari penjualan
barang dan pemberian jasa dan diukur dengan jumlah yang dibebankan kepada
langganan, klaim atas barang dan jasa yang disiapkan untuk mereka. Juga
termasuk laba dari penjualan atau pertukaran aset (kecuali dari surat berharga),
hak dividen dari investasi dan kenaikan lainnya pada equity pemilik kecuali yang
berasal dari modal donasi dan penyesuaian modal. Dari pendapat ini dapat
disimpulkan bahwa secara luas pendapatan dianggap termasuk seluruh hasil dari
perusahaan dan kegiatan investasi. Dalam hal ini termasuk juga perubahan net
asset yang timbul dari kegiatan produksi dan dari laba rugi yang berasal dari
penjualan aktiva dan investasi, kecuali kontribusi modal dan penyesuaian modal.
Menurut Financial Accounting Standard Board yang dikutip oleh Harahap
(1999:58), definisi pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan nilai aset
darisuatu entity atau penyelesaian kewajiban dari entity atau gabungan dari
keduanya selama periode tertentu yang berasal dari penyerahan/produksi barang,
36
pemberian jasa atas pelaksana kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama
perusahaan yang sedang berjalan.
Dari beberapa definisi yang terdapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
pendapatan
adalah kenaikan gross /kotor dari keuntungan ekonomi selama suatu
periode dari aktivitas utama perusahaan yang menyebabkan kenaikan ekuitas
tetapi bukan disebabkan dari kontribusi penanaman modal.
2.7 Efisiensi Biaya
Karena setiap perusahaan bertujuan untuk mencari laba, maka efisiensi
merupakan suatu hal yang penting yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan.
Laba yang maksimal bisa diperoleh atau dicapai melalui penggunaan sumber daya
yang efisien. Pengertian efisiensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:
284) adalah ketetapan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan
tidak membuang waktu, tenaga, biaya).
2.7.1
Pengertian biaya
Setiap tindakan yang telah dipikirkan secara matang akan meminta
pertimbangan antara manfaat dan pengorbanan. Begitu juga dalam sektor
produksi, maka untuk setiap keputusan ekonomu yang dipertanggungjawabkan
perlu diadakan pertimbangan antara hasil-hasil yang diharapkan dan biaya-biaya
yang harus dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut. Untuk mendapatkan
gambaran
yang
jelas
mengenai
pengertian
biaya,
Mulyadi
(2000:8)
mendefinisikan biaya dalam pengertian umum sebagai berikut:“didalam arti luas,
biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang
telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu”.
Sedangkan menurut Supriyono (1999:186), beban (expenses) adalah biaya yang
dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh pendapatan (revenues)
dalam suatu periode tertentu.
Kedua pengertian di atas menyatakan perbedaan utama antara biaya dan
beban, yaitu saat terjadinya atau diakuinya. Biaya meliputi pengorbanan ekonomis
37
yang telah dan mungkin terjadi, sedangkan beban merupakan biaya yang telah
dikonsumsi untuk periode tertentu.
2.7.2
Efisiensi
Efisiensi merupakan perbandingan terbaik adalah suatu usaha pemanfaatan
sumber daya dengan hasil yang diperoleh. Apabila dihubungkan dengan biaya
maka
efisiensi biaya produksi memiliki pengertian perbandingan terbaik antara
pemanfaatan sumber daya atau biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai
suatu produk dengan hasilnya. Menurut Siegel dan Shim (1999:160),
mendefinisikan efisiensi sebagai biaya input (masukan) untuk tiap unit output
(keluaran) yang diproduksi. Efisiensi merupakan perbandingan terbaik untuk
suatu usaha pemanfaatan sumber daya dengan hasil yang diperoleh.
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi
besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
Pengertian efisiensi menurut Mulyamah (1987;3), yaitu suatu ukuran dalam
membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang
direalisasikan atau perkataan lain penggunaan yang sebenarnya”. Sedangkan
pengertian efisiensi menurut SP Hasibuan (1984;233-4) yang mengutip
pernyataan H. Emerson adalah: “Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik
antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumbersumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai
dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa
yang telah diselesaikan.”
Adapun untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 =
πΌπ‘›π‘π‘’π‘‘π‘‡π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘’π‘‘
πΌπ‘›π‘π‘’π‘‘π΄π‘˜π‘‘π‘’π‘Žπ‘™
Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual lebih besar atau sama
dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi. Namun jika input yang ditargetkan
berbanding input aktual kurang dari 1 (satu), maka efisiensi tidak tercapai.
38
2.8
Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang topik atau bahasannya hampir
sama dengan penelitian ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
Judul Penelitian
Pengarang
1.
Optimalisasi
Muhammad
Pemanfaatan Lahan Fitrah Rifai
Kosong di Koridor
Basuki
Jalan
Rahmat Surabaya
Tahun
2010
2.
Analisis Kelayakan Cut
Ana 2009
Pengembangan
Martafari
Ruang Rawat Inap
VIP
di
RSU
Meuraxa
Banda
Aceh Tahun 20072008
3.
Alternatif
Alimansyah
Kerjasama
Investasi
Pembangunan
Instalasi
Pengolahan
Air
2007
39
Bahasan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan jenis penggunaan
lahan secara tertinggi dan
terbaik.
Sasaran
pertama
penelitian adalah menentukan
jenis
alternatif
lahan
menggunakan metode skala likert
terhadap
responden
yang
dianggap
relevan
dengan
penelitian ini. Selanjutnya hasil
masukan
dari
responden
dianalisis kembali menggunakan
analisis peluang pasar untuk
mendapatkan hasil optimal pada
lahan
kosong
yang
akan
dikembangkan.
Kemudian
sasaran
kedua
adalah
menentukan
penggunaan
tertinggi dan terbaik dengan
analisis Highest and Best Use
menggunakan empat uji kriteria
antara lain: 1) Secara hukum
diizinkan, 2) Secara fisik
memungkinkan,
3)
Secara
finansial
layak,
dan
4)
Berproduksi secara maksimal.
Penelitian dengan rancangan
studi kasus ini menggunakan
data sekunder selama 4 tahun
(2005-2008).
Keputusan
pengembangan ruang rawat inap
VIP di RSU Meuraxa Banda
Aceh menggunakan analisis
SWOT serta analisis investasi.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui alternatif kerjasama
investasi yang tepat pada
pembangunan
instalasi
pengolahan
air
minum
Perusahaan Daerah Air Minum
PDAM
Bandarmasih Kota
Banjarmasin
4.
Kajian Pemilihan Novie
Investasi Bangunan Dianing
Gedung
dengan Hayusudina
Skema
BuildOperate-Transfer
2008
5.
Analisa
Nyoman
Perbandingan
Martha Jaya
Kerjasama Proyek
Antara Sistem BOT
dan Turn Key
2008
Sumber: Olah Data, 2012
40
Bandarmasih kota Banjarmasin
dan
mengetahui
kepekaan
alternatif-alternatif
pada
pembangunan instalasi terhadap
perubahan variabel
yang
mempengaruhinya.
Metode
analisis yang digunakan adalah
cash flow analysis, sensitivity
analysis dan analisa deskriptif
berdasarkan data sekunder yang
telah diproyeksikan
dengan
menggunakan
time series
method. Pendapatan dihitung
melalui tingkat penjualan air dan
non air. Sedangkan biaya yang
dihitung adalah biaya investasi,
biaya operasional dan perawatan.
Penelitian
bertujuan
untuk
mengkaji
investasi
jenis
bangunan gedung apakah yang
tepat
menggunakan
skema
kerjasama BOT pada suatu lahan.
Pendekatan penelitian yang
digunakan adalah studi kasus
pada suatu lahan, yaitu lahan
milik Departemen Agama di Jl.
MH. Thamrin No. 6, Jakarta
Pusat, dengan melakukan kajian
pemilihan
jenis
investasi
bangunan gedung apa yang tepat
dilakukan pada lahan tersebut.
Analisa
ini
membahas
karakteristik dari kontrak BOT
(Build Operate Transfer) dan turn
Key yang kemudian dilakukan
perbandingan ditinjau dari segi
administrasi kontrak dan aspek
finansial. Dari segi administrasi
kontrak, perbandingan kontrak
BOT dan Turn Key mengacu
pada standar FIDIC. Sedangkan
aspek finansial dilakukan analisa
aliran kas keluar dan kas masuk
(cash flow) selama umum
ekonomis
proyek/
investasi
selama 20 tahun.
2.9
Landasan Normatif
Landasan normatif atau landasan hukum yang menjadi dasar penyelesaian
tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
2. PP No. 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan
Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan
Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan
(Perjan) Kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara
4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tatacara Penyertaan
dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan
Perseroan Terbatas.
5. Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan
Penggunaan,
pemanfaatan,
Penghapusan
dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara
6. Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-02/MBU/2010 tentang Tata
Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha
Milik Negara.
7. Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-06/MBU/2010 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-02/MBU/2010
tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap
Badan Usaha Milik Negara
8. Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-06/MBU/2011 tentang
Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara
9. SK No. Kpts 35/C00000/2010-S0 tentang Pedoman Optimalisasi Aset
Penunjang Usaha
41
2.10
Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah
Definisi kerangka berpikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008)
adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting” (hal. 60).
Kerangka berpikir dalam penelitian ini mengkaitkan masing-masing variabel
dengan teori yang ada.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penggunaan dan
pemanfaatan Aset Lahan dan Bangunan Ex Depot Sukabumi PT. Pertamina
(Persero) Area JBB belum optimal. Saat ini kondisi nya kurang terawat dengan
baik dan banyak bagian area yang tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya. Oleh
karena itu, aset tersebut perlu dioptimasi agar dapat memberikan keuntungan
bagi perusahaan. Maka, untuk mengoptimalkan aset tersebut, harus dilakukan
analisis HBU terlebih dahulu yang meliputi aspek fisik, aspek legal, aspek
finansial dan aspek produktivitas maksimalnya sehingga dapat diketahui
kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut.
Setelah mendapatkan solusi penggunaan yang tertinggi dan terbaik, maka
dilakukan analisis kelayakan terhadap layak atau tidaknya solusi pengembangan
tersebut berdasarkan 6 aspek. 6 (enam) aspek tersebut adalah aspek legal, aspek
ekonomi dan sosial, aspek kebutuhan layanan kesehatan, aspek teknis dan
teknologi, aspek manajemen dan SDM serta aspek finansial.
Selanjutnya dilakukan analisis bentuk kerjasama optimasi sesuai dengan
SK No. Kpts 35/C00000/2010-S0, bahwa langkah yang harus dilakukan dalam
rangka optimasi aset adalah memilih bentuk kerjasama optimasi yang terdiri dari
BOT, BOO, BOR, dan BRT. Berikut adalah kerangka berpikir yang disajikan
dalam bentuk skema:
42
Landasan Teori:
1. Optimasi Aset
2. Highest and Best Use Analysis
3. Analisis Kelayakan Investasi
4. Bentuk-bentuk Kerjasama
Optimasi Aset
5. Pendapatan
6. Efisiensi Biaya
Tidak Lulus
Eliminasi
Eliminasi
Lulus
Analisis Aspek Legal
Tidak Lulus
Lulus
Analisis Highest and Best Use terhadap aset lahan Ex Depot Sukabumi PT
Pertamina (Persero)
Analisis Aspek Fisik
Eliminasi
Eliminasi
Optimasi Aset Lahan dan Bangunan Ex Depot Sukabumi PT Pertamina
(Persero) dengan pilihan alternatif solusi pengembangana berupa Hotel dan
Rumah Sakit
Analisis Aspek Finansial
Tidak Lulus
Lulus
Analisis Produktivitas Maksimal
Tidak Lulus
Lulus
Solusi Pengembangan yang tepat
Analisis Kelayakan Investasi terhadap solusi optimasi pengembangan Ex
Depot Sukabumi
Analisis Aspek Legal
Analisis Aspek Ekonomi dan Sosial
Analisis Kebutuhan Layanan Kesehatan
Analisis Aspek Teknis dan Teknologi
Analisis Aspek Manajemen dan SDM
Analisis Aspek Finansial
Tingkat Kelayakan solusi optimasi pengembangan Ex Depot
Sukabumi
Analisis Pemilihan bentuk kerjasama yang tepat menggunakan Analisis
Pendapatan dan Efisiensi Biaya pada pilihan:
BOT
BOO
BTO
BOR
Bentuk kerjasama yang paling tepat
Sumber: Olahan Penulis, 2012
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
43
BRT
Landasan Normatif:
1.
UU No. 19 Tahun 2003
2.
PP 31 Tahun 2003
3.
PP 41 Tahun 2003
4.
PP 44 Tahun 2005
5.
PMK 96 Tahun 2007
6.
PERMEN BUMN No. 06
Tahun 2011
7.
SK No. Kpts
35/C00000/2010-S0
8.
PERMENKES No. 340
Tahun 2010
9.
PERMENKES No. 147
Tahun 2010
10. RTRW Kota Sukabumi
Tahun 2002-2011
Download