BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Manajemen Aset Manajemen aset sering menjadi salah satu pilihan terakhir untuk memaksimalkan penghematan biaya dalam ekonomi global yang semakin kompetitif karena kompleksitas intrinsiknya, terutama di negara berkembang. Manajemen Aset bukan hanya tentang menjaga aset, itu juga terlihat pada kinerja keseluruhan fasilitas, menentukan status bagaimana hal itu memberikan hasil yang diharapkan, risiko untuk pengiriman dan melakukan perbaikan yang dibutuhkan (Agar, 2011). Industri-industri dimana hal ini berlaku meliputi: pembangkit listrik dan pasokan, minyak dan gas, air, jalan, kereta api, pertambangan, penerbangan, perkapalan, rumah sakit, pusat ritel,hasil produksi, distribusi, fasilitas pertahanan dan perlengkapan pertahanan, rekreasi dan fasilitas olahraga,dan lokal pemerintah (Hastings, 2010). Area terbaik yang dikelola oleh manajemen aset adalah pengembangan aset bangunan dan konstruksi, setelah perencanaan garis besar dan keputusan keuangan yang telah dibuat (Hastings, 2010:1). Suatu aktiva tetap (juga disebut aset tidak lancar) adalah barang fisik yang memiliki nilai selama lebih dari satu tahun, misalnya, tanah, bangunan, pabrik dan mesin (Hastings, 2010:3). Menurut Siregar (2004: 175), aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Sedangkan menurut Sutrisno (2004), aset adalah suatu potensi yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi. Istilah "aset" yang mengacu pada aset fisik berbeda untuk aset keuangan dan aset sumber daya manusia. Public Available Spesification PAS55-1 (dalam Hastings, 2010) mendefinisikan aset sebagai "pabrik, mesin, properti, bangunan, kendaraan dan barang-barang lainnya dan sistem terkait yang memiliki fungsi bisnis yang berbeda dan terukur atau jasa dan termasuk kode perangkat lunak 12 yang sangat penting untuk pengiriman fungsi aset tersebut”. ISO / IEC15288 (dalam Hastings, 2010) memperluas konsep aset fisik menjadi: “systems that are man-made and may be configured with one or more of the following: hardware, software, humans, processes (e.g. review process), procedures (e.g. operator instructions), facilities and naturally occuring entities (e.g. water, organisms, minerals)”. Dengan demikian, aset adalah barang atau suatu barang yang mempunyai nilai ekonomi, nilai tukar yang dimiliki oleh individu ataupun instansi maupun badan usaha yang berpotensi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan. Manajemen aset fisik adalah pengelolaan aset tetap seperti peralatan, pabrik, bangunan dan infrastruktur. Manajemen aset menurut Mitchell dan Carlson (2001), adalah "suatu set yang strategis dan terpadu dari proses yang komprehensif (keuangan, manajemen, teknik, operasi dan pemeliharaan) untuk mendapatkan efektivitas terbesar seumur hidup, pemanfaatan dan hasil dari aset fisik (produksi dan peralatan operasi dan struktur)". Mengingat tujuan organisasi bisnis, Manajemen Aset adalah serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan: 1. Mengidentifikasi aset apa yang diperlukan 2. Mengidentifikasi kebutuhan pendanaan 3. Perolehan aktiva 4. Menyediakan dukungan sistem logistik dan pemeliharaan untuk aset 5. Menghapus atau memperbaharui aset Sehingga efektif dan efisien untuk memenuhi tujuan yang diinginkan (Hastings, 2010). The European Federation for National Maintenance Societies (dalam Hastings, 2010) telah menyetujui definisi dari Manajemen Aset sebagai berikut: “Asset Management is the optimal life cycle management of physical assets to sustainably achieve the stated business objectives”. Definisi tersebut mengungkapkan bahwa manajemen aset adalah siklus hidup aset fisik yang optimal untuk mencapai tujuan Perusahaan. Hal tersebut sama seperti definisi yang diberikan oleh the Asset Management Council of Australia: “The life cycle 13 management of physical assets to achieve the stated outputs of the enterprise.” PAS 55, the Publicly Available Specification on Asset Management published by The British Standards Institute, memberikan definisi Manajemen Aset sebagai berikut: “…systematic and coordinated activities and practices through which an organisation optimally and sustainably manages its asset and asset systems, their associated performance, risks and expenditures over their lifecycles for the purpose of achieving its organisational strategic plan.” Berdasarkan definisi ini, manajemen aset mengelola atau mengatur aset, sistem aset dan segala risikonya mencapai tujuan strategis Perusahaan. Sedangkan definisi berikut ini untuk diberikan oleh the Centre for Integrated Engineering Asset Management, Queensland University of Technology: “the process of organising, planning and controlling, the acquisition, use, care, refurbishment, and/or disposal of an organisation’s physical assets to optimise their service delivery potential and to minimise the related risks and costs over their entire life.” Definisi ini menambahkan bahwa manajemen aset dapat meminimalisir risiko yang berkaitan dengan aset tersebut dan meminimalisir biaya yang terjadi selama siklus hidup aset. Hastings (2010:4), menyebutkan bahwa manajemen aset adalah kegiatan yang bersangkutan dengan menerapkan penilaian teknis dan keuangan serta praktek manajemen dalam rangka memutuskan aset apa yang kita butuhkan untuk memenuhi tujuan bisnis, dan kemudian untuk mendapatkan dan mempertahankan aset logistik selama seluruh kehidupan mereka, sampai ke penghapusan. Untuk mendapatkan nilai yang lebih besar, proses manajemen aset harus diperluas dari desain, pengadaan dan instalasi melalui operasi, pemeliharaan dan penghapusan, yaitu selama siklus hidup lengkap (Blanchard dan Fabrycky, 1998). Tahapan dari proses manajemen aset, termasuk penilaian bisnis awal, identifikasi kebutuhan aktiva tetap, analisis kesenjangan kemampuan, evaluasi keuangan, analisis dukungan logistik, siklus hidup biaya, manajemen aset penataran, strategi pemeliharaan, outsourcing, analisis biaya-manfaat, pelepasan dan pembaharuan. Sklar (2005) menyebutkan bahwa langkah pertama dalam manajemen aset adalah pembentukan tujuan strategis tingkat tinggi, yang sering berasal dari kepentingan 14 publik seperti kualitas pelayanan, akses universal dan harga yang murah (Koppenjan dkk, 2008). Berdasarkan Hastings (2010), siklus hidup aset tergambar pada ilustrasi berikut ini: 1. Business need or opportunity. Capability Gap Analysis. 2.Prefeasibility options analysis 3.Feasibility analysis of preferred option 11. Business and techincal review 4. Acquire or develop asset capability 5. Install, commission 12. Renewal 6. Logistic Support 9. Monitor 8. Maintain 7. Operate 10. Disposal Profit Sumber: Hastings, 2010 Gambar 2.1 Siklus Hidup Aset Gambar diatas mengilustrasikan siklus hidup aset fisik yang terdiri dari: 1. Pada tahap pertama, pengelola aset mengidentifikasi kebutuhan bisnis atau peluang bisnis. Kemudian, aset apa yang dibutuhkan agar kebutuhan bisnis tersebut terpenuhi. 2. Setelah pengelola aset mengetahui aset apa yang dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan bisnis, maka pengelola aset melakukan analisis pra kelayakan untuk memilih alternatif. 3. Analisis kelayakan dilakukan pada alternatif yang telah dipilih berdasarkan analisis pra kelayakan. 4. Setelah dinyatakan layak, maka dilakukan pengadaan aset 5. Aset tersebut dipasang atau dibangun sehingga Perusahaan dapat menggunakannya 15 6. Ketika aset tersebut sudah ada dan siap untuk dipergunakan, maka aset tersebut dioperasikan. Operasi aset tentu memerlukan dukungan logistik. Misalnya, jika aset yang dioperasikan adalah mesin, maka mesin membutuhkan listrik, oli dan barang-barang logistik lainnya. 7. Pemeliharaan aset dilakukan agar aset tersebut tetap optimal. Pemeliharaan aset dapat bersifat rutin atau perbaikan. 8. Keberjalanan aset diawasi dan selalu di check 9. Penghapusan aset dilakukan jika aset tersebut sudah tidak dibutuhkan lagi, rusak, atau memasuki masa berakhirya umur ekonomis 10. Dilakukan evaluasi terhadap aset tersebut 11. Pembaruan aset dilakukan jika dimungkinkannya aset tersebut untuk dilakukan pembaruan atau renovasi 2.2 Optimasi Aset Optimasi aset merupakan proses kerja dalam penggunaan dan pemanfaatan aset. Aset yang belum optimal dan tidak dapat dioptimalkan harus dicari faktor penyebabnya, apakah faktor dari aspek legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai. 2.2.1 Pengertian Optimasi Aset Optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut, (Sutrisno:2004). Dalam tahap ini asetaset yang dimiliki negara diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan potensi dari aset tersebut. Sedangkan menurut Nugent (2010), optimizing the utilization of assets in terms of service benefit and financial returns. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa optimasi adalah pengoptimalan pemanfaatan potensi dari sebuah aset yang dimana dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau juga mendatangkan pendapatan. 16 Aset yang memiliki potensi yang dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya mengapa aset tersebut menjadi idle capacity. Sebagaimana disebutkan oleh Siregar (2004), bahwa untuk mengoptimalkan suatu aset harus dibuat sebuah formulasi strategi untuk meminimalisir atau menghilangkan ancaman dari faktor lingkungan dan untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari penyebabnya. Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus memaksimalkan ketersediaan aset, memaksimalkan penggunaan aset dan meminimalkan biaya kepemilikan. Untuk mengoptimalkan suatu aset, dapat dilakukan Highest and Best Use Analysis (Siregar: 2004). Hal tersebut bisa dilakukan dengan meminimalisir atau mungkin menghilangkan hambatan atau ancaman atas pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga optimasi dari suatu aset yang berstatus idle capacity bisa dilakukan. 2.2.2 Tujuan Optimasi Aset Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimasi aset secara umum adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran, fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya. 2. Pemanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan peruntukkannya atau tidak. 3. Terciptanya suatu sistem informasi dan administrasi sehingga tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset. Optimasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset, sehingga akan diketahui aset yang perlu dioptimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset 17 tersebut. Hasil akhir optimasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai. 2.2.3 Prosedur Optimasi Aset Menurut Djumara (2007), dalam mencapai tujuan optimasi aset, ada beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut: 1. Identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal Melakukan pendataan terhadap semua aset yang dimiliki yang mencakup ukuran, fisik, legal status dan kondisi aset. Melakukan identifikasi atas kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis yuridis atas aset bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan legal opinion. 2. Penilaian aset tetap Melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar (market value) atas objek properti dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan metode penilaian yang lazim digunakan dalam pekerjaan penilaian, yaitu: a. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode perbandingan langsung (direct comparison) b. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti baru yang disusutkan (depreciated replacement cost) c. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas terdiskonto (discounted cash flow) d. Pendekatan pengembangan tanah (land development approach) dengan land residual method. 3. Analisis optimasi pemanfaatan fixed assets Analisis optimasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan memilah aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non operasional. Untuk aset operasional kemudian dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui apakah aset operasional tersebut sudah optimal pemanfaatannya atau belum. Apabila belum optimal dilakukan studi optimasi. Studi optimasi ini dilakukan berdasar tolak ukur kebutuhan akan aset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Untuk aset non 18 operasional, analisis dilakukan terhadap kondisi aset saat ini, untuk mengetahui apakah pemanfaatan aset ini sudah optimal atau belum dilihat dari penggunaan tanah dalam bangunan dan fungsional bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup regulasi, peruntukkan dan pengembangan kawasan sekitar. 4. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) SIMA adalah suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin keahlian. Objek pengembangan SIMA, sebagai alat untuk optimasi dan efisiensi pengelolaan aset. Dengan memadukan berbagai disiplin keahlian akan dapat menunjang pemanfaatan terbaik dari aset yang dimiliki. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 5 tahapan atau langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimasi aset. Langkahlangkah tersebut yaitu identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal, penilaian aset tetap, analisis optimasi pemanfaatan fixed asset dan Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA). 2.3 Highest and Best Use Analysis Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis), digunakan untuk mengetahui pengembangan yang paling tepat untuk aset yang belum optimal, akan tetapi aset itu berpotensi untuk dikembangkan. HBU Analysis dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain pertimbangan aspek hukum, kelayakan keuangan, jumlah investasi dan fisik aset. 2.3.1 Pengertian HBU Analysis Menurut Siregar (2004:779), Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang mempunyai potensi untuk dikembangkan atau aset yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya (idle capacity). Definisi ini mengatakan bahwa tujuan HBU adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset. Berdasarkan The Uniform 19 Standards of Profesional Appraisal Practise, 2002, “Highest and Best Use Analysis is the reasonably probable and legal use of property that is physically possible, appropriately supported and financially feasible and the result in the highest value”. Menurut definisi tersebut, HBU merupakan analisis yang berisi tentang penggunaan properti yang memungkinkan secara legal, fisik, finansial dan dapat memberikan nilai paling tinggi. McMahan (2007: 549), “The use of property that will produce the Highest economic returns over time. Also defined as the purpose that has the highest comparative advantage or least comparative disadvantage in relation to possible alternative uses”. Definisi tersebut menyatakan bahwa analisis HBU membandingkan alternatif-alternatif pengembangan. Sedangkan Jacobus (2010: 318), “The HBU of a property is the use that will give the property its gratest current value”. Menurut pengertian tersebut, HBU dapat memberikan nilai yang paling tinggi bagi penggunaan properti saat ini. Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa HBU Analysis adalah analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang berstatus idle capacity tetapi yang mempunyai potensi dikembangkan dengan mempertimbangkan legal aspek, kemungkinan fisik, kelayakan keuangan dari aset yang akan dikembangkan dan dapat memberikan nilai yang paling tinggi. Dengan HBU Analysis ini, aset-aset yang berstatus idle capacity dapat diidentifikasi, serta akan diketahui pengembangan yang terbaik bagi aset-aset yang belum optimal tersebut. Sehingga dapat memberikan hasil paling optimal bagi pengelola ataupun pemilik aset tersebut. 2.3.2 Konsep Dasar HBU Analysis Berdasarkan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian 6.0 SPI 2007 (dalam Prijatno:2010), konsep dasar dari HBU Analysis adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara 20 hukum diijinkan, secara finansial layak dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. 2. Penilai akan mempertimbangkan penggunaan yang paling memungkinkan dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. 3. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan, Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat sementara. Menurut Irlanden (2009), ada 2 tipe Analisis HBU, yaitu: 1. Site is Vacant (Lahan Kosong) Analisis legal menjadi faktor yang terpenting sebagai dasar penentuan estimasi pengembangan properti dimasa yang akan datang. 2. Site is Improved (Lahan Terbangun) Analisis fisik (pengembangan yang ada di atas lahan) menjadi faktor terpenting untuk memperhitungkan kemungkinan biaya penghancuran properti. Menurut Soeparjanto (2008), Terdapat 4 (empat) kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik, yaitu : 1. Memungkinkan secara fisik (phisically possible) Ukuran, bentuk tanah, luas, ketinggian dan kontur tanah adalah berpengaruh terhadap kegunaan yang dapat dilakukan/dibangun di atasnya. Sebagai contoh adalah tidak memungkinkan untuk membangun bangunan hotel berbintang atau pusat perbelanjaan di atas tanah seluas 400 m2, dan sebaliknya adalah terlalu berlebih untuk membangun sebuah rumah tinggal di atas tanah seluas 1 hektar. Bentuk tanah yang irregular atau tidak teratur lebih sulit untuk membuat perencanaan bangunan. Kegunaan atas sebidang tanah dapat dipengaruhi oleh lebar depan (frontage) dan panjang/kedalaman tanah (depth). Kesimpulan kegunaan tertinggi dan terbaik dari secara fisik tercapai bila terdapat kesepakatan dengan ahli/pakar terkait. Pertimbangan terhadap kapasitas dan ketersediaan utilitas publik pada lokasi dimana 21 tanah terletak juga harus dilakukan, termasuk juga mengenai topografi dan kondisi lapisan tanah, maka kegunaan potensial juga akan terpengaruh. Kegunaan tertinggi dan terbaik dari properti yang telah terbangun juga tergantung dari pertimbangan fisiknya, yang meliputi luas, desain dan kondisi. 2. Diijinkan oleh peraturan (legally permissible) Penilai harus memastikan kegunaan-kegunaan yang diijinkan oleh peraturan. Batasan-batasan peraturan-peraturan tertentu (private bangunan (building restrictions), codes), zoning, kontrol-kontrol terhadap benda-benda bersejarah dan peraturan-peraturan lingkungan harus diinvestigasi, sebab faktor-faktor tersebut mungkin saja mempengaruhi potensial kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti. Jangka waktu sewa dapat juga berpengaruh terhadap HBU karena sepanjang sisa waktu kontrak mungkin kegunaan properti dibatasi oleh perjanjian atau peraturan. Jika suatu properti tunduk pada suatu peraturan sewa tanah selama 15 tahun, maka terlalu berlebihan jika dibangun bangunan yang mempunyai umur ekonomis 40 tahun. 3. Layak secara keuangan (financially feasible) Dalam menganalisis memungkinkan kelayakan perlu dianalisis keuangan, lebih lanjut kegunaan dalam yang menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian (return), apakah sama, lebih kecil atau lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Semua kegunaan yang diekspektasikan dapat memberi positive return dianggap memiliki kelayakan keuangan. Untuk menentukan kelayakan keuangan, seorang penilai mengestimasi pendapatan kotor yang akan diterima (future gross income) yang diekspektasikan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik. Tingkat kekosongan, collection losses dan biaya operasi perlu dikurangkan dari setiap pendapatan kotor untuk mendapatkan pendapatan bersih operasi (net operating income atau NOI). Tingkat pengembalian (rate of return) atas modal yang diinvestasikan dapat digunakan untuk melakukan perhitungan bagi setiap penggunaan. 22 4. Mendapatkan hasil secara maksimum (maximally productive). Untuk menganalisis kelayakan keuangan dan memilih kegunaan yang memberi nilai yang maksimal, terdapat beberapa alat analisis atau tolok ukur yang sering digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Payback Period. Alternatif kegunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah alternatif yang memenuhi kriteria kegunaan yang teringgi dan terbaik. 2.3.3 Tujuan HBU Analysis Menurut Siregar (2004), Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) memiliki tujuan untuk mengetahui produk pengembangan terbaik dan optimal di atas tanah atau tanah dan bangunan yang di anggap memiliki potensi untuk dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya. Sedangkan menurut Robert, dkk (dalam Prijatno, 2010), tujuan dari Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) ini adalah untuk menetapkan pemanfaatan yang paling optimal dari aset-aset yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi untuk di kembangkan, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi pemilik aset tersebut. Berdasarkan definisi di atas dapat di tarik kesimpulan, bahwa tujuan dari Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) adalah untuk mengoptimalkan aset yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal untuk pemilik atau pengelola aset tersebut. Dengan Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) ini, akan diketahui metode pengembangan yang paling tepat untuk aset yang belum optimal tersebut. 23 2.3.4 Proses HBU Analysis Dalam melakukan Highest and Best Use Analysis (HBU) ada proses yang harus dilewati oleh penilai aset. Menurut Prijatno (2010), proses dari studi HBU yaitu dengan melakukan beberapa studi kelayakan, diantaranya sebagai berikut: 1. Kelayakan Secara Peraturan dan Hukum a. Private Restriction/Contract b. Zoning c. Building Code d. Ketinggian Bangunan e. Kontrol terhadap benda sejarah f. Aturan Keselamatan Lingkungan g. Aturan Kesehatan dan Keamanan Hunian 2. Kelayakan Secara Fisik a. Ukuran tanah b. Bentuk tanah c. Luas d. Frontage e. Ketinggian dari paras jalan f. Kontur/Topografi g. Lokasi Tanah h. Letak Tanah i. Aksesibilitas 3. Kelayakan Secara Keuangan a. Net operating income Net Operating Income adalah pendapatan bersih yang diterima atas operasional perusahaan. b. Pay back period Pay back period adalah periode waktu dimana investasi yang dilakukan perusahaan sudah bisa pulih atau kembali melalui cash flow yang masuk ke perusahaan. Dalam hal ini tidak diperhitungkan bunga atau inflasi (Santosa, 2009:162). 24 c. Benefit-cost ratio Benefit cost ratio adalah rasio pembanding antara keuntungan dan d. Net present value Mardiyanto (2009), Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari uang atau cash flow di masa mendatang dengan mempertimbangkan faktor bunga atau interest rate. beban. NPV = πΆπΉπ π π=1 (1+π)π – I0 e. Internal rate of return Santosa (2009), IRR dalam persen muncul ketika NPV=0. Berlaku aturan, IRR yang dihasilkan suatu proyek harus lebih besar dari biaya sumberdayanya. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan meminjam dana dengan bunga sebesar 18% per tahunnya untuk membiayai suatu proyek, dan IRR yang dicapai proyek adalah 16%, maka proyek tersebut tidak layak karena biaya sumberdayanya lebih besar dari IRR. Rumus untuk menentukan IRR sangat kompleks, sebagai konsekuensinya maka cara yang paling sesuai untuk memperoleh IRR adalah dengan merata-ratakan suatu financial calculator atau spreadsheet dengan menggunakan fungsi IRR. Jika pilihan ini tidak tersedia, maka IRR dapat dikembangkan melalui trial and error dengan mendefinisikan NPV dari proyek, menggunakan beragam suku bunga, hingga diperoleh hasil NPV nol (mendekati nol). Dengan alternatif, dua atau tiga NPV dapat dikembangkan dan diplot dalam suatu grafik dan dihubungkan dengan garis lurus. Ketika garis memotong sumbu x (NPV=R0), akan diperoleh persentase IRR. IRR tertinggi adalah yang paling diinginkan. Cara lain untuk menentukan IRR adalah dengan menggunakan ratarata dalam grafik. 4. Produktivitas yang Maksimal a. NPV positif dan terbesar b. IRR positif dan terbesar 25 c. Pay back period paling cepat d. B/C Ratio terbesar dan >1 e. Sesuai dengan kelayakan fisik dan peraturan Proses dalam HBU Analysis ini harus dilewati tahap demi tahap. Setiap langkah dalam proses ini akan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penilaian optimasi suatu aset. Sehingga hasil yang didapatkan dari HBU Analisis akan sesuai dengan apa yang diharapkan yakni pengoptimalan aset dan pengembangan terbaiknya. 2.4 Analisis Kelayakan Investasi Analisis kelayakan investasi yang biasa disebut dengan studi kelayakan bisnis merupakan penelitian yang bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilaksanakan atau tidak (Suliyanto, 2010). Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk dilaksanakan jika ide tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak (stake holder) dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan. Subagyo (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu ide bisnis tentang layak atau tidaknya ide tersebut untuk dilaksanakan. Penelitian ini menyangkut berbagai aspek, baik itu aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, pasar dan pemasaran, teknis dan teknologi, sampai dengan aspek manajemen dan keuangan, yang digunakan sebagai dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan, ditunda, atau bahkan tidak dijalankan (Suliyanto, 2010). 2.4.1 Langkah-langkah Studi Kelayakan Studi kelayakan bisnis merupakan metode ilmiah. Salah satu syarat metode ilmilah adalah sistematis. Penyusunan studi kelayakan bisnis sebagai salah satu 26 metode ilmiah pada umumnya meliputi beberapa langkah kegiatan yang dapat terlihat pada gambar 2.3 berikut ini: Penemuan Ide Bisnis Melakukan Studi Pendahuluan Membuat Desain Studi Kelayakan Pengumpulan Data Penyusunan Laporan Studi Kelayakan Menarik Kesimpulan dan Rekomendasi Analisis dan Interpretasi Data Sumber: Suliyanto, 2010 Gambar 2.2 Langkah-langkah Studi Kelayakan Keterangan: 1. Penemuan Ide Bisnis Tahap penemuan ide merupakan tahap seseorang menemukan sebuah ide bisnis. Ide bisnis muncul karena peluang bisnis yang dipandang memiliki prospek yang baik. 2. Melakukan Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum peluang bisnis dari ide bisnis yang akan dijalankan, termasuk di dalamnya prospek kendala yang dapat muncul dari bisnis yang akan dilakukan. 3. Membuat Desain Studi Kelayakan Desain studi kelayakan meliputi penentuan aspek-aspek yang akan diteliti, responden, teknik pengumpulan data, penyususnan kuesioner, alat analisis data, penyusunan anggaran untuk melakukan studi kelayakan, sampai dengan penentuan desain laporan akhir. 4. Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan observasi, wawancara, maupun kuesioner, sedangkan sumber data dapat berupa data primer maupun data sekunder. 27 5. Analisis data dapat dilakukan dengan analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan jika data yang dikumpulkan berupa data kualitatif (judgement), sedangkan analisis kuantitatif dilakukan jika data yang dikumpulkan berupa data kuantitaif. Analisis dan Interpretasi Data 6. Menarik Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan didasarkan pada hasil analisis data untuk memutuskan suatu ide bisnis layak atau tidak layak berdasarkan setiap aspek yang diteliti. Sedangkan rekomendasi memberikan arahan petunjuk tentang tindak lanjut ide bisnis yang akan dijalankan serta memberikan catatan-catatan jika ide bisnis tersebut akan dilaksanakan. 7. Penyusunan Laporan Studi Kelayakan Format maupun desain laporan akhir harus disesuaikan dengan pihakpihak yang akan menggunakan studi kelayakan bisnis. 2.4.2 Aspek-aspek Studi Kelayakan Menurut Suliyanto (2010), aspek-aspek studi kelayakan adalah sebagai berikut: 1. Aspek Hukum Bisnis sering kali mengalami kegagalan karena terbentur masalah hukum atau tidak memperoleh izin dari pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, sebelum ide bisnis dilaksanakan, analisis secara mendalam terhadap aspek hukum harus dilakukan agar dikemudian hari bisnis yang akan dilaksanakan tidak gagal karena terbentur masalah hukum dan perizinan. Berdasarkan aspek hukum, suatu ide bisnis dinyatakan layak jika ide bisnis tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan mampu memenuhi segala persyaratan perizinan di wilayah tersebut. Secara spesifik, analisis aspek hukum pada studi kelayakan bisnis bertujuan untuk: a. Menganalisis legalitas usaha yang akan dijalankan b. Menganalisis ketepatan bentuk badan hukum dengan ide bisnis yang akan dilaksanakan 28 c. Menganalisis kemampuan bisnis yang akan diusulkan dalam memenuhi persyaratan perizinan d. Menganalisis jaminan-jaminan yang bisa disediakan jika bisnis akan dibiayai dengan pinjaman 2. Aspek Lingkungan Suatu bisnis dengan berbagai aktivitas dapat menimbulkan dampak bagi lingkungan di sekitar lokasi bisnis. Perubahan kehidupan masyarakat sebagai akibat dari adanya aktivitas bisnis dapat berupa semakin ramainya lokasi di sekitar lokasi bisnis, timbulnya kerawanan sosial, timbulnya penyakit masyarakat, juga perubahan gaya hidup sebagai akibat masuknya tenaga kerja dari luar daerah. Sedangkan dampak terhadap kehidupan ekonomi dapat berupa penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat, atau bahkan tergusurnya bisnis yang selama ini telah berjalan di masyarakat. Sementara itu, dampak bagi lingkungan ekologi dapat berupa polusi, baik polusi udaha, tanah, air maupun suara. Analisis aspek lingkungan tidak hanya membahas tentang kesesuaian lingkungan dengan bisnis yang akan dijalankan, tetapi juga membahas tentang dampak bisnis terhadap lingkungan serta pengaruh perubahan lingkungan yang akan datang terhadap bisnis. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek lingkungan jika kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan ide bisnis dan ide bisnis tersebut mampu memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dampak negatifnya di wilayah tersebut. Secara spesifik, analisis aspek lingkungan dalam studi kelayakan bertujuan untuk: a. Menganalisis kondisi lingkungan operasional yang terdiri dari pesaing, pemasok, pelanggan, kreditor dan pegawai b. Menganalisis kondisi lingkungan industri yang terdiri dari persaingan antarperusahaan, kekuatan pemasok, kekuatan pembeli, barang substitusi dan hambatan masuk c. Menaganalisis kondisi lingkungan jauh yang terdiri dari lingkungan ekonomi, sosial, politik, teknologi dan global 29 d. Menganalisis dampak positif maupun dampak negatif bisnis terhadap lingkungan, baik lingkungan operasional, lingkungan industri, maupun e. Menganalisis usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif bisnis terhadap lingkungan lingkungan jauh 3. Aspek Pasar dan Pemasaran Analisis aspek pasar dan pemasaran memegang peranan yang sangat penting sebelum memulai bisnis, karena sumber pendapatan utama perusahaan berasal dari penjualan produk yang dihasilkan. Analisis aspek pasar menganalisis jenis produk yang akan diproduksi, banyaknya produk yang diminta oleh konsumen, serta menganalisis banyaknya produk yang ditawarkan oleh pesaing. Sedangkan analisis aspek pemasaran menganalisis cara atau strategi agar produk yang dihasilkan dapat sampai ke konsumen dengan lebih efisien dibandingkan pesaing. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek pasar dan pemasaran jika ide bisnis tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar dengan tingkat penjualan yang menguntungkan. Secara spesifik, analisis aspek pasar dan pemasaran dalam studi kelayakan bertujuan untuk: a. Menganalisis permintaan atas produk yang akan dihasilkan b. Menganalisis penawaran atas produk sejenis c. Menganalisis ketersediaan rekanan atas pemasok faktor produksi yang dibutuhkan d. Menganalisis ketepatan strategi pemasaran yang akan digunakan 4. Aspek Teknis dan Teknologi Jika analisis pasar dan pemasaran menunjukkan sebuah ide bisnis layak untuk dijalankan, maka langkah berikutnya adalah menjawab pertanyaan apakah bisnis tersebut secara teknis dapat dijalankan atau tidak. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek teknis dan teknologi jika berdasarkan hasil analisis ide bisnis dapat dibangung dan dijalankan 30 dengan baik. Secara spesifik analisis aspek teknis dan teknologi dalam studi kelayakan bertujuan untuk: a. Menganalisis kelayakan lokas untuk menjalankan bisnis b. Menganalisis besarnya skala produksi untuk mencapai tingkatan skala ekonomis c. Menganalisis kriteria pemilihan mesin peralatan dan teknologi untuk menjalankan proses produksi d. Mengnalisis layout pabrik, layout bangunan dan fasilitas lainnya e. Menganalisis teknologi yang akan digunakan 5. Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia Analisis aspek manajemen sumber daya manusia terdiri dari dua bahasan penting, yaitu subaspek manajemen dan subaspek sumber daya manusia. Analisis subaspek manajemen lebih menekankan pada proses dan tahaptahap yang harus dilakukan pada proses pembangunan bisnis, sedangkan analisis subaspek sumber daya manusia menekankan pada ketersediaan dan kesiapan tenaga kerja, baik jenis/mutu maupun jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek manajemen dan sumber daya manusia jika terdapat kesiapan tenaga kerja untuk menjalankan bisnis dan bisnis tersebut dapat dibangun sesuai waktu yang telah diperkirakan. Secara spesifik analisis aspek manajemen dan sumber daya manusia pada studi kelayakan bertujuan untuk: a. Menganalisis penjadwalan pelaksanaan pembangunan bisnis b. Menganalisis jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan untuk pembangunan bisnis c. Menganalisis waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap jenis pekerjaan yang diperlukan untuk pembangunan bisnis d. Menganalisis biaya yang diperlukan untuk melaksanakan setiap jenis pekerjaan yang diperlukan untuk pembangunan bisnis 31 e. Menganalisis persyaratan yang diperlukan untuk memangku pekerjaan pada suatu bisnis f. Menganalisis struktur organisasi yang cocok untuk menjalankan bisnis g. Menganalisis metode pengadaan tenaga kerja untuk menjalankan bisnis h. Menganalisis kesiapan tenaga kerja untuk menjalankan bisnis 6. Aspek Keuangan Aspek keuangan pada umumnya merupakan aspek yang paling akhir disusun dalam sebuah penyusunan studi kelayakan bisnis. Hal ini karena kajian dalam aspek keuangan memerlukan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek sebelumnya. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek keuangan jika sumber dana untuk membiayai ide bisnis tersebut tersedia serta bisnis tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian yang menguntungkan dengan berdasarkan asumsi-asumsi yang logis. Secara spesifik kajian aspek keuangan dalam studi kelayakan bertujuan untuk: a. Menganalisis sumber dana untuk menjalankan usaha b. Menganalisis besarnya kebutuhan biaya investasi yang diperlukan c. Menganalisis besarnya kebutuhan modal kerja yang diperlukan d. Memproyeksikan rugi laba usaha yang akan dijalankan e. Memproyeksikan arus kas dari usaha yang akan dijalankan f. Memproyeksikan neraca dari usaha yang akan dijalankan g. Menganalisis sumber dana untuk menjalankan bisnis h. Menganalisis tingkat pengembalian investasi yang ditanamkan dengan berdasarkan beberapa analisis kelayakan investasi, seperti payback period (PP), net present value (NPV), profitability index (PI), internal rate of return (IRR) dan average rate of return (ARR). Studi Kelayakan merupakan metode sistematis yang dilakukan berdasarkan urutan langkah analisis aspek-aspek kelayakan. Semua aspek harus 32 dilakukan sehingga sebuah ide bisnis dapat dinyatakan layak atau tidak sesuai dengan hasil analisis aspek-aspek tersebut. Hasil analisis kelayakan ini dapat berupa layak, tidak layak atau ditunda. 2.5 Bentuk-bentuk Kontrak Kerjasama Optimasi Aset Kontrak merupakan dokumen yang penting dalam proyek. Segala hal terkait hak dan kewajiban antara pihak serta alokasi risiko diatur dalam kontrak. Pemahaman kontrak mutlak diperlukan oleh tim proyek dalam menjalankan proyek agar semua masalah dan risiko yang terkandung di dalamnya dapat diatasi dan sesuai dengan kemampuan masing-masing pihak untuk mengatasinya. Adapun definisi kontrak adalah sebagai berikut: 1. PMBOK Dokumen yang mengikat pembeli dan penjual secara hukum. Kontrak merupakan persetujuan yang mengikat penjual dan penyedia jasa, barang, maupun suatu hasil, dan mengikat pembeli untuk menyediakan uang atau pertimbangan lain yang berharga. 2. FIDIC Edisi 2006 Kontrak berarti perjanjian kontrak (Contract Agreement), surat penunjukkan (Letter of Acceptance), surat penawaran (Letter of Tender), persyaratan (Conditions), spesifikasi (Spesifications), gambar-gambar (Drawings), jadwal/daftar (Schedules), dan dokumen lain (bila ada) yang tercantum dalam penjanjian kontrak atau dalam surat penunjukkan. 3. UU RI No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Kontrak kerja konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 4. Juwana, 2011 Kontrak kerja konstruksi adalah juga kontrak bisnis yang merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang terikat di dalamnya terdapat tindakan-tindakan yang bermuatan bisnis. Sedangkan yang dimaksud dengan bisnis adalah tindakan yang 33 mempunyai aspek komersial. Dengan demikian kontrak kerja konstruksi juga merupakan kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial. Dalam melakukan kajian untuk pemilihan kerjasama investasi dalam rangka optimasi APU, berdasarkan SK No. Kpts 35/C00000/2010-S0 ada beberapa pilihan bentuk kontrak konstruksi yang meliputi kerjasama Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate and Owned/BOO), Bangun Serah Guna (Build Transfer and Operation/BTO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT). Berikut adalah penjabaran dari masing-masing jenis kontrak tersebut. 2.4.1 Build Operate Transfer Build Operate Transfer (BOT) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh mitra kerjasama tersebut untuk jangka waktu tertentu, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya diserahkan kembali ke perusahaan oleh mitra kerjasama setelah berakhirnya jangka waktu kerjasama yang telah disepakati (SK No Kpts 35-C00000/2010-S0). Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN 06 Tahun 2011, BOT adalah kerjasama Pendayagunaan Aktiva Tetap berupa tanah milik BUMN oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya diserahkan kepada BUMN setelah berakhirnya jangka waktu. 34 4.1.2 Build Owned Operate Build Owned Operate (BOO) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya, kemudian bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya diserahkan/dihibahkan kepada perusahaan untuk selanjutnya didayagunakan oleh mitra kerjasama tersebut untuk jangka waktu tertentu (SK No Kpts 35C00000/2010-S0). 2.4.3 Build Transfer Operate Build Transfer Operate (BTO) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap perusahaan dengan mitra kerjasama, dimana mitra kerjasama melakukan investasi dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana fasilitasnya, yang kemudian setelah selesai pembangunan maka mitra kerjasama akan menyerahkan aktiva tetap yang dibangunnya tersebut ke perusahaan yang selanjutnya perusahaan mengoperasikan aktiva tetap tersebut selama jangka waktu tertentu (SK No Kpts 35-C00000/2010-S0). Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN 06 Tahun 2011, kerjasama Pendayagunaan Aktiva Tetap berupa tanah milik BUMN oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya, bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya diserahkan kepada BUMN untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 2.4.4 Build Owned Rent Build Owned Rent (BOR) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama, dimana mitra kerjasama mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya yang kemudian setelah selesai dibangun oleh mitra kerjasama maka bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya langsung diserahkan kepada perusahaan dimana mitra kerjasama memiliki opsi untuk menyewa bangunan dan atau fasilitasnya (SK No Kpts 35-C00000/2010-S0). 35 2.4.5 Build Rent Transfer Build Rent Transfer (BRT) adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya yang kemudian setelah selesai dibangun, bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya langsung diserahkan oleh mitra kerjasama kepada perusahaan untuk dioperasikan dengan menyewakan kepada mitra kerjasama, dimana kompensasi perusahaan kepada mitra kerjasama adalah membayar biaya investasi yang telah dikeluarkan dan setelah habis masa sewa maka bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya menjadi milik perusahaan (SK No Kpts 35 C00000/2010-S0). 2.6 Pendapatan Menurut PSAK nomor 23 paragraf 6, Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Menurut Accounting Terminology Bulletin No. 2 yang dikutip dalam buku Harahap (1999:39), Pendapatan berasal dari penjualan barang dan pemberian jasa dan diukur dengan jumlah yang dibebankan kepada langganan, klaim atas barang dan jasa yang disiapkan untuk mereka. Juga termasuk laba dari penjualan atau pertukaran aset (kecuali dari surat berharga), hak dividen dari investasi dan kenaikan lainnya pada equity pemilik kecuali yang berasal dari modal donasi dan penyesuaian modal. Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa secara luas pendapatan dianggap termasuk seluruh hasil dari perusahaan dan kegiatan investasi. Dalam hal ini termasuk juga perubahan net asset yang timbul dari kegiatan produksi dan dari laba rugi yang berasal dari penjualan aktiva dan investasi, kecuali kontribusi modal dan penyesuaian modal. Menurut Financial Accounting Standard Board yang dikutip oleh Harahap (1999:58), definisi pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan nilai aset darisuatu entity atau penyelesaian kewajiban dari entity atau gabungan dari keduanya selama periode tertentu yang berasal dari penyerahan/produksi barang, 36 pemberian jasa atas pelaksana kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan yang sedang berjalan. Dari beberapa definisi yang terdapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah kenaikan gross /kotor dari keuntungan ekonomi selama suatu periode dari aktivitas utama perusahaan yang menyebabkan kenaikan ekuitas tetapi bukan disebabkan dari kontribusi penanaman modal. 2.7 Efisiensi Biaya Karena setiap perusahaan bertujuan untuk mencari laba, maka efisiensi merupakan suatu hal yang penting yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan. Laba yang maksimal bisa diperoleh atau dicapai melalui penggunaan sumber daya yang efisien. Pengertian efisiensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 284) adalah ketetapan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya). 2.7.1 Pengertian biaya Setiap tindakan yang telah dipikirkan secara matang akan meminta pertimbangan antara manfaat dan pengorbanan. Begitu juga dalam sektor produksi, maka untuk setiap keputusan ekonomu yang dipertanggungjawabkan perlu diadakan pertimbangan antara hasil-hasil yang diharapkan dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pengertian biaya, Mulyadi (2000:8) mendefinisikan biaya dalam pengertian umum sebagai berikut:“didalam arti luas, biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu”. Sedangkan menurut Supriyono (1999:186), beban (expenses) adalah biaya yang dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh pendapatan (revenues) dalam suatu periode tertentu. Kedua pengertian di atas menyatakan perbedaan utama antara biaya dan beban, yaitu saat terjadinya atau diakuinya. Biaya meliputi pengorbanan ekonomis 37 yang telah dan mungkin terjadi, sedangkan beban merupakan biaya yang telah dikonsumsi untuk periode tertentu. 2.7.2 Efisiensi Efisiensi merupakan perbandingan terbaik adalah suatu usaha pemanfaatan sumber daya dengan hasil yang diperoleh. Apabila dihubungkan dengan biaya maka efisiensi biaya produksi memiliki pengertian perbandingan terbaik antara pemanfaatan sumber daya atau biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai suatu produk dengan hasilnya. Menurut Siegel dan Shim (1999:160), mendefinisikan efisiensi sebagai biaya input (masukan) untuk tiap unit output (keluaran) yang diproduksi. Efisiensi merupakan perbandingan terbaik untuk suatu usaha pemanfaatan sumber daya dengan hasil yang diperoleh. Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Pengertian efisiensi menurut Mulyamah (1987;3), yaitu suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataan lain penggunaan yang sebenarnya”. Sedangkan pengertian efisiensi menurut SP Hasibuan (1984;233-4) yang mengutip pernyataan H. Emerson adalah: “Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumbersumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.” Adapun untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut: πΈπππ ππππ π = πΌπππ’π‘ππππππ‘ πΌπππ’π‘π΄ππ‘π’ππ Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi. Namun jika input yang ditargetkan berbanding input aktual kurang dari 1 (satu), maka efisiensi tidak tercapai. 38 2.8 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang topik atau bahasannya hampir sama dengan penelitian ini: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Pengarang 1. Optimalisasi Muhammad Pemanfaatan Lahan Fitrah Rifai Kosong di Koridor Basuki Jalan Rahmat Surabaya Tahun 2010 2. Analisis Kelayakan Cut Ana 2009 Pengembangan Martafari Ruang Rawat Inap VIP di RSU Meuraxa Banda Aceh Tahun 20072008 3. Alternatif Alimansyah Kerjasama Investasi Pembangunan Instalasi Pengolahan Air 2007 39 Bahasan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis penggunaan lahan secara tertinggi dan terbaik. Sasaran pertama penelitian adalah menentukan jenis alternatif lahan menggunakan metode skala likert terhadap responden yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya hasil masukan dari responden dianalisis kembali menggunakan analisis peluang pasar untuk mendapatkan hasil optimal pada lahan kosong yang akan dikembangkan. Kemudian sasaran kedua adalah menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik dengan analisis Highest and Best Use menggunakan empat uji kriteria antara lain: 1) Secara hukum diizinkan, 2) Secara fisik memungkinkan, 3) Secara finansial layak, dan 4) Berproduksi secara maksimal. Penelitian dengan rancangan studi kasus ini menggunakan data sekunder selama 4 tahun (2005-2008). Keputusan pengembangan ruang rawat inap VIP di RSU Meuraxa Banda Aceh menggunakan analisis SWOT serta analisis investasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternatif kerjasama investasi yang tepat pada pembangunan instalasi pengolahan air minum Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin 4. Kajian Pemilihan Novie Investasi Bangunan Dianing Gedung dengan Hayusudina Skema BuildOperate-Transfer 2008 5. Analisa Nyoman Perbandingan Martha Jaya Kerjasama Proyek Antara Sistem BOT dan Turn Key 2008 Sumber: Olah Data, 2012 40 Bandarmasih kota Banjarmasin dan mengetahui kepekaan alternatif-alternatif pada pembangunan instalasi terhadap perubahan variabel yang mempengaruhinya. Metode analisis yang digunakan adalah cash flow analysis, sensitivity analysis dan analisa deskriptif berdasarkan data sekunder yang telah diproyeksikan dengan menggunakan time series method. Pendapatan dihitung melalui tingkat penjualan air dan non air. Sedangkan biaya yang dihitung adalah biaya investasi, biaya operasional dan perawatan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji investasi jenis bangunan gedung apakah yang tepat menggunakan skema kerjasama BOT pada suatu lahan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada suatu lahan, yaitu lahan milik Departemen Agama di Jl. MH. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat, dengan melakukan kajian pemilihan jenis investasi bangunan gedung apa yang tepat dilakukan pada lahan tersebut. Analisa ini membahas karakteristik dari kontrak BOT (Build Operate Transfer) dan turn Key yang kemudian dilakukan perbandingan ditinjau dari segi administrasi kontrak dan aspek finansial. Dari segi administrasi kontrak, perbandingan kontrak BOT dan Turn Key mengacu pada standar FIDIC. Sedangkan aspek finansial dilakukan analisa aliran kas keluar dan kas masuk (cash flow) selama umum ekonomis proyek/ investasi selama 20 tahun. 2.9 Landasan Normatif Landasan normatif atau landasan hukum yang menjadi dasar penyelesaian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara 2. PP No. 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara 4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tatacara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. 5. Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara 6. Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara. 7. Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-06/MBU/2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara 8. Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-06/MBU/2011 tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara 9. SK No. Kpts 35/C00000/2010-S0 tentang Pedoman Optimalisasi Aset Penunjang Usaha 41 2.10 Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah Definisi kerangka berpikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008) adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting” (hal. 60). Kerangka berpikir dalam penelitian ini mengkaitkan masing-masing variabel dengan teori yang ada. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penggunaan dan pemanfaatan Aset Lahan dan Bangunan Ex Depot Sukabumi PT. Pertamina (Persero) Area JBB belum optimal. Saat ini kondisi nya kurang terawat dengan baik dan banyak bagian area yang tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya. Oleh karena itu, aset tersebut perlu dioptimasi agar dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Maka, untuk mengoptimalkan aset tersebut, harus dilakukan analisis HBU terlebih dahulu yang meliputi aspek fisik, aspek legal, aspek finansial dan aspek produktivitas maksimalnya sehingga dapat diketahui kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut. Setelah mendapatkan solusi penggunaan yang tertinggi dan terbaik, maka dilakukan analisis kelayakan terhadap layak atau tidaknya solusi pengembangan tersebut berdasarkan 6 aspek. 6 (enam) aspek tersebut adalah aspek legal, aspek ekonomi dan sosial, aspek kebutuhan layanan kesehatan, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan SDM serta aspek finansial. Selanjutnya dilakukan analisis bentuk kerjasama optimasi sesuai dengan SK No. Kpts 35/C00000/2010-S0, bahwa langkah yang harus dilakukan dalam rangka optimasi aset adalah memilih bentuk kerjasama optimasi yang terdiri dari BOT, BOO, BOR, dan BRT. Berikut adalah kerangka berpikir yang disajikan dalam bentuk skema: 42 Landasan Teori: 1. Optimasi Aset 2. Highest and Best Use Analysis 3. Analisis Kelayakan Investasi 4. Bentuk-bentuk Kerjasama Optimasi Aset 5. Pendapatan 6. Efisiensi Biaya Tidak Lulus Eliminasi Eliminasi Lulus Analisis Aspek Legal Tidak Lulus Lulus Analisis Highest and Best Use terhadap aset lahan Ex Depot Sukabumi PT Pertamina (Persero) Analisis Aspek Fisik Eliminasi Eliminasi Optimasi Aset Lahan dan Bangunan Ex Depot Sukabumi PT Pertamina (Persero) dengan pilihan alternatif solusi pengembangana berupa Hotel dan Rumah Sakit Analisis Aspek Finansial Tidak Lulus Lulus Analisis Produktivitas Maksimal Tidak Lulus Lulus Solusi Pengembangan yang tepat Analisis Kelayakan Investasi terhadap solusi optimasi pengembangan Ex Depot Sukabumi Analisis Aspek Legal Analisis Aspek Ekonomi dan Sosial Analisis Kebutuhan Layanan Kesehatan Analisis Aspek Teknis dan Teknologi Analisis Aspek Manajemen dan SDM Analisis Aspek Finansial Tingkat Kelayakan solusi optimasi pengembangan Ex Depot Sukabumi Analisis Pemilihan bentuk kerjasama yang tepat menggunakan Analisis Pendapatan dan Efisiensi Biaya pada pilihan: BOT BOO BTO BOR Bentuk kerjasama yang paling tepat Sumber: Olahan Penulis, 2012 Gambar 2.3 Kerangka Berpikir 43 BRT Landasan Normatif: 1. UU No. 19 Tahun 2003 2. PP 31 Tahun 2003 3. PP 41 Tahun 2003 4. PP 44 Tahun 2005 5. PMK 96 Tahun 2007 6. PERMEN BUMN No. 06 Tahun 2011 7. SK No. Kpts 35/C00000/2010-S0 8. PERMENKES No. 340 Tahun 2010 9. PERMENKES No. 147 Tahun 2010 10. RTRW Kota Sukabumi Tahun 2002-2011