Kematian Akibat Kekerasan Tumpul Pada Rongga Mulut Retno Sawitri1, Andriani2 1,2 Instalasi Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP Fatmawati, Jakarta, Indonesia Abstrak Kasus, seorang mayat anak laki-laki berusia 12 tahun, dengan riwayat mengalami kekerasan tumpul pada rongga mulut. Dari hasil pemeriksaan luar, otopsi dan histopatologi ditemukan adanya peradangan dan infeksi pada kerongkongan, tenggorok dan paru, tanda-tanda asfiksia, serta perdarahan subdural. Penyebab kematian pada kasus ini adalah kekerasan tumpul yang memasuki rongga mulut dan bagian atas tenggorok dan kerongkongan sehingga menyebabkan terjadinya luka, peradangan dan pada paru yang mengakibatkan gangguan pernafasan. Adanya perdarahan dibawah selaput keras otak (subdural hemorrhage) yang diakibatkan adanya guncangan pada kepala yang dapat memperberat kondisi korban. Kata kunci: Otopsi, kekerasan tumpul, kekerasan terhadap anak Abstract A Case, 12-years old boy died from blunt force trauma in the oral cavity. The results of external examination, autopsy, and histopathology are found inflammation and infection of the esophagus, trachea and lungs, signs of asphyxia and subdural hemorrhage. The cause of death is blunt force trauma that enters into the oral cavity, upper throat and esophagus, causing injury and inflammation of the lungs which results in respiratory disorders. The subdural hemorrhage due to some shocks to the head that can aggravate the condition of the victim. Key words: Autopsy, Blunt Force Trauma, Child Abuse PENDAHULUAN kekerasan fisik terhadap anak adalah Survey di Amerika Serikat, sekitar 30 % kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik terlibat dalam kegiatan yang berkaitan nyata ataupun potensial terhadap anak, dengan bullying. Data dari Komisi Nasional sebagai akibat dari interaksi atau tidak Perlindngan Anak pada tahun 2007, jumlah adanya interaksi, yang layaknya berada kekerasan pada anak di Indonesia mencapai dalam kendali orang tua atau orang dalam 40.398.625 kasus. posisi hubungan tanggung jawab, 1 Koresponden: Retno Sawitri, Instalasi kepercayaan atau kekuasaan. Kekerasan Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP terhadap anak dapat terjadi di lingkungan Fatmawati, Jakarta, Indonesia. rumah tangga, maupun sekolah. Kekerasan Email: [email protected] terhadap anak yang terjadi di sekolah dikenal dengan istilah “Bullying”. Jenis Fatmawati Hospital Journal Bullying terdiri dari 3, yaitu secara fisik, Dari pemeriksaan luar ditemukan adanya 2 Pada bibir bawah sisi kanan terdapat 4 buah verbal, dan relational. Kematian akibat kekerasan tumpul luka lecet, pada lengan bawah kiri dan dada merupakan kasus forensik yang sering terdapat memar. Pada jaringan di bawah ditemukan oleh ahli forensik. Kekerasan kuku jari-jari kedua tangan dan kaki tampak tumpul yang terjadi terutama pada anak- berwarna kebiruan. anak yang masuk ke dalam rongga mulut Pada masih sangat jarang. Kekerasan tumpul ditemukan jaringan lemak sisi kanan atas tersebut dapat menyebabkan infeksi pada dinding perut bagian depan, terdapat epiglotis Insiden memar, pada mukosa esophagus terdapat epiglottitis akut pada orang dewasa berkisar beberapa luka lecet dan dikelilingi memar. 0,97-3,1 esophagus bagian belakang tampak memar. (epiglottitis per 100.000, akut). dengan angka pemeriksaan dalam (otopsi), kematian sekitar 7,1%.3 Penelitian telah Dan pangkal trachea terdapat luka lecet. menunjukkan tingkat kejadian tahunan Gambar 1. Memar pada esofagus epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per 100.000 orang.4 Berdasarkan penelitian Howard L. Needleman, dari 260 anak-anak yang mengalami penganiayaan, ditemukan 4 kasus kekerasan tumpul yang masuk ke Gambar 2. Luka Lecet pada Trachea dalam rongga mulut dan menyebabkan luka lecet maupun luka terbuka, sedangkan yang menyebabkan memar terdapat 6 kasus.5 Insidensi trauma di daerah leher yang masuk ke dalam rongga mulut yang menyebabkan terjadinya perforasi esofagus mencapai angka 4 % - 15,3 %, sedangkan Pada kedua paru tampak sembab, dan yang diakibatkan oleh trauma tumpul ditemukan adanya gambaran asfiksia dan memiliki angka insidensi yang sangat kecil aspirasi. yaitu hanya 0,001 %. 6 Gambar 3. Gambaran Aspirasi ILUSTRASI KASUS Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun, dilakukan pemeriksaan luar pada tanggal 4 Mei 2014 pukul 20.40 WIB yang dilanjutkan dengan pemeriksaan otopsi. Fatmawati Hospital Journal Arteri dalam jaringan otak tampak Gambar 4. Gambaran Asfiksia (bintik perdarahan) gambaran perbendungan yaitu di dalam arteri penuh berisi eritrosit). Gambar 6. Gambaran histopatologi otak besar (perdarahan subdural) Limpa tampak pucat dan permukaannya licin. Pada mesenterium dan mesocolon bagian mendatar terdapat resapan darah. Kedua ginjal tampak pucat dan terdapat pelebaran pembuluh darah pada permukaan dan penampang ginjal. Pada pelvis renalis (piala ginjal) tampak bintik-bintik • Pada esophagus, sebagian mukosa tampak rusak dan hilang, jaringan perdarahan. submukosa terdapat perdarahan dan Pada kulit kepala bagian dalam terdapat perbendungan (arteri berisi penuh pelebaran Terdapat eritrosit) pada beberapa daerah di perdarahan subdural di area parietal. Pada sekitar mukosa yang mengalami erosi permukaan terdapat serbukan monosit. pembuluh dan darah. penampang serebri, serebellum, dan batang otak tampak adanya Gambar. 7 Gambaran histopatologi esophagus pelebaran pembuluh darah. Sebagian batas antara substansia alba dan grisea tampak samar. Gambar 5. Gambaran perdarahan subdural • Pada trachea, mukosa sebagian tampak rusak (erosi) dan hilang, pada submukosa arteri penuh berisi eritrosit Dari hasil pemeriksaan histopatologi terhadap organ-organ ditemukan adanya : • Pada otak besar, terdapat banyak rongga-rongga kosong, diatas (perbendungan) dan terdapat perdarahan dalam jaringan. • Pada jantung, arteri penuh berisi eritrosit (perbendungan) arachnoidmater terdapat perdarahan. Fatmawati Hospital Journal • Pada paru-paru, kerapatan alveoli dalam DISKUSI lapangan pandang berkurang, septum Seorang dokter forensik dalam melakukan alveoli dipenuhi oleh eritrosit dan pemeriksaan forensik sesuai dengan Kitab leukosit serta pigmen coklat, arteri di Undang-Undang Hukum Acara Pidana alveoli tampak penuh berisi eritrosit (KUHAP) Pasal 133 ayat 1 yang berbunyi : (perbendungan), dan pada beberapa “Dalam hal penyidik untuk kepentingan lapangan pandang alveoli tampak berisi peradilan menangani seorang korban baik eritrosit dan leukosit. luka, keracunan atau mati yang diduga Gambar 8. Gambaran histopatologi paru (kerapatan alveoli berkurang) karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.”7 Kasus ini adalah kasus seorang anak yang meninggal akibat tindakan kekerasan oleh kakak kelasnya. Berdasarkan informasi dari penyidik, bahwa mulut korban disodok Gambar 9. Gambaran histopatologi arteri di alveoli (berisi eritrosit/perbendungan) hingga masuk ke rongga mulut menggunakan gagang pel pada tanggal 28 April 2014. kekerasan, Satu hari setelah kejadian korban sempat mengeluh demam kepada orang tuanya, kemudian korban dibawa ke klinik dekat rumahnya, Gambar 10. Gambaran histopatologi sebukan sel dan diberikan pengobatan. Pada tanggal 2 Mei 2014, keadaan korban belum membaik. darah putih pada septum alveoli Korban masih merasa badannya panas dan muntah-muntah, sehingga orang tua korban kembali membawa korban ke Rumah Sakit yang berada di daerah Halim. Oleh dokter pemeriksa di Rumah Sakit tersebut, korban • Pada limpa, gambarannya sudah tidak dinyatakan menderita sariawan dan luka di jelas, jumlah sel limfosit dan monosit lambung. Pada tanggal 3 Mei 2014, kondisi sangat berkurang. Dalam jaringan limpa korban membaik. Pada tanggal 4 Mei 2014 ditemukan sekitar pukul 00.00 WIB, korban terbangun kuning. banyak pigmen coklat dari tidurnya kemudian kejang-kejang. Orang tua korban kemudian membawa Fatmawati Hospital Journal korban ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu 08.30 WIB). Akan tetapi, pada kasus ini Ibu, karena keterbatasan fasilitas, kemudian ditemukan meninggal di Rumah Sakit Said korban dirujuk ke RS. POLRI. Setibanya di Sukanto, Kramat Jati, sehingga tidak Rumah Sakit Sukanto Kramat Jati Jakarta diperlukan perkiraan saat kematian. Timur pada hari Minggu, 4 Mei 2014 pukul Dari pemeriksaan luar ditemukan tanda- 01.00 WIB, korban dinyatakan telah tanda sianosis serta 4 buah luka lecet pada meninggal. meninggal bibir dan memar pada lengan bawah kiri akibat tindak pidana yaitu kekerasan, maka dan dada. Pada mukosa kerongkongan diperlukan ditemukan Karena korban pemeriksaan kedokteran beberapa luka lecet yang forensik guna memperjelas perkara demi dikelilingi oleh memar dan pada pangkal kepentingan peradilan. trakea sisi kanan juga ditemukan luka lecet. Pada pemeriksaan luar mayat, telah muncul Pada pemeriksaan histopatologi esofagus, lebam mayat pada sisi kanan tubuh, wajah, ditemukan gambaran erosi pada sebagian leher dan dada yang tidak hilang pada kerongkongan yang ditandai dengan rusak penekana, namun kaku mayat sudah tidak dan hilangnya mukosa disertai adanya lagi ditemukan. Kornea mata tampak keruh. sebukan sel radang bulat (monosit). Pada Perubahan paska kematian dapat pembuluh darah di kerongkongan penuh digunakan untuk memperkirakan saat berisi darah yang menandakan adanya kematian. Lebam mayat mulai muncul 20 – perbendungan serta terdapat perdarahan 30 menit setelah kematian, semakin lama jaringan. Pada pemeriksaan histopatologi intensitasnya semakin bertambah, dan pada trakea, ditemukan bahwa sebagian menetap 8 – 12 jam. Kaku mayat mulai mukosanya tampak rusak dan hilang, pada muncul sekitar 2 jam setelah mati kalinis pembuluh darahnya penuh berisi eritrosit kemudian setelah 12 jam kaku mayat dan menjadi lengkap dan menghilang setelah 24 jaringannya. Temuan histopatologi ini jam. Pada mata yang tertutup, perubahan mendukung bahwa adanya tanda-tanda yang terjadi pada kornea menjadi keruh kekerasan dan infeksi pada organ tersebut. sekitar 24 jam setelah kematian.8 Pada Pada pemeriksaan paru, keduanya tampak kasus ini, ditemukannya lebam mayat yang sembab dan ditemukan adanya aspirasi tidak hilang pada penekanan, kaku mayat serta yang tidak ada, dan adanya kekeruhan pada pemeriksaan kornea mata maka dapat diperkirakan saat didapatkan kematiannya yaitu 12 – 24 jam sebelum kerapatan pemeriksaan (tanggal 3 Mei 2014 pukul dengan sekatnya dipenuhi oleh eritrosit dan 20.30 WIB – tanggal 4 Mei 2014 pukul leukosit. Pembuluh darah pada paru tampak ini juga terdapat perdarahan tanda-tanda asfiksia. histopatologi gambaran gelembung pada Pada paru-paru, berkurangnya udara (alveoli) Fatmawati Hospital Journal penuh berisi eritrosit yang menandakan Pada orang yang memiliki penyakit penting adanya perbendungan serta pada beberapa yang mendasari, terutama yang dirawat di lapangan pandang, tampak alveoli dipenuhi rumah sakit, memiliki resiko yang lebih oleh eritrosit dan leukosit. Gambaran tinggi tersebut pernapasan setelah terjadi aspirasi paru menandakan adanya aspirasi, terjadinya komplikasi beberapa infeksi pada paru-paru dan asfiksia. dikarenakan Akibat dari aspirasi pada paru adalah dari penurunan tidak ada cedera sama sekali, hingga pertahanan saluran pernapasan (reflex pneumonitis atau pneumonia, atau bahkan muntah kematian dalam hitungan menit karena antimikroba pada saluran pernapasan).9 asfiksia. Dampak tersebut bisa timbul Berikut adalah tabel perbedaan antara tergantung kepada volume, komposisi Apirasi kimia, ukuran partikel, ada atau tidak pneumonia.9 kesadaran dan/atau faktor pada atau sistem pneumonitis seperti gangguan pertahanan dengan aspirasi adanya agen infeksi, dan status kesehatan yang mendasari seseorang tersebut. Pada orang yang sehat, aspirasi dalam jumlah yang kecil jarang menimbulkan penyakit. Tabel 1. Perbedaan antara Aspirasi Pneumonitis dengan Aspirasi Pneumonia Aspirasi Pneumonitis didefinisikan sebagai pada orang yang memiliki gangguan cedera menghirup kesadaran yang dikarenakan oleh overdosis muntahan isi lambung. Sindrom ini terjadi obat, kejang, atau penggunaan anestesi. paru akut setelah Fatmawati Hospital Journal Aspirasi isi lambung memberikan sensasi lambung. Infeksi bakteri dapat terjadi pada seperti terbakar di daerah tracheobronkial tahap berikutnya, namun angka kejadian sehingga menyebabkan reaksi inflamasi terjadinya hebat asam diketahui. Kolonisasi isi lambung oleh lambung mencegah pertumbuhan bakteri, organisme patogen dapat terjadi ketika pH maka isi perut yang steril dalam kondisi dalam normal. Oleh karena itu, infeksi bakteri menggunakan obat antasida, antagonis tidak memiliki peran penting pada tahap histamine H2, atau proton pump inhibitor. awal cedera paru akut akibat aspirasi isi Dalam keadaan ini, respon inflamasi di paru-paru mungkin dapat diakibatkan oleh lintang sebagian besar sudah tidak tampak infeksi lagi dengan inti sel sebagian menghilang pada parenkim. bakteri terhadap isi dan Karena respon lambung. inflamasi Pasien yang komplikasi lambung tersebut meningkat tidak dengan atau menggumpal. Pembuluh darah pada menghirup isi lambung dapat menunjukkan jantung gejala dan tanda yang dramatis. Pada pasien (perbendungan). dapat ditemukan adanya isi lambung di ditemukan tersebut menandakan adanya daerah orofaring, batuk, sesak nafas, asfiksia. sianosis, dan Asfiksia dapat disebabakan oleh beberapa hipoksemia dengan perkembangan yang hal seperti trauma mekanik, penyebab cepat, gangguan alamiah dan keracunan.10 Pada kasus ini, pernafasan hingga ke kematian.9 Pada kasus tidak ditemukan tanda-tanda keracunan. ini, dengan adanya trauma di daerah Akan tetapi, pada kasus ini terdapat trauma orofaring yang mengakibatkan terjadinya tumpul yang masuk ke dalam rongga mulut infeksi di daerah orofaring, maka dapat hingga menimbulkan luka lecet dan memar terjadi kolonisasi bakteri di daerah tersebut. pada Pada saat korban masih hidup, sempat kerongkongan terjadi kejang, sehingga ada kemungkinan infeksi (epiglottitis) hingga infeksi pada terjadinya aspirasi dari secret orofaring atau paru-paru. Penyakit infeksi paru pada anak isi lambung yang masuk ke dalam paru- diakibatkan karena trauma masih sangat paru. jarang edem dapat Hal paru, hipotensi, menimbulkan tersebut dibuktikan pada penuh pangkal namun berisi eritrosit Tanda-tanda batang yang tenggorok sehingga dan menimbulkan merupakan penyebab pemeriksaan dalam, ditemukan adanya kematian terbesar karena menyebabkan gambaran aspirasi pada paru. gangguan Pada pemeriksaan jantung ditemukan tidak Infeksi pada pangkal batang tenggorok ada kelainan, namun pada pemeriksaan (epiglottitis) biasanya dimulai sebagai histopatologi, gambaran otot jantung masih peradangan dan pembengkakan antara dapat dikenali namun gambaran seran pangkal lidah dan epiglotis. Hal tersebut pernafasan hingga asfiksia. Fatmawati Hospital Journal dapat menyebabkan struktur tenggorokan apabila terdapat cairan yang mengisi penuh terdorong ke belakang. Dengan inflamasi kantong lebih lanjut, dan pembengkakan epiglotis pertukaran oksigen dengan karbondioksida. (oedema menyumbat Menurunnya kadar oksigen yang beredar di saluran nafas hingga menyebabkan sesak paru (hipoksia), dan meningkatnya kadar nafas dan kematian.6 Berdasarkan perkiraan karbondioksida sederhana yang dilakukan di Amerika mengakibatkan Serikat, terdapat 10-40 kasus per juta orang kematian. Pada orang yang tidak dirawat di di Amerika Serikat. Pada saat epiglottitis rumah sakit, bakteri dapat mencapai saluran menyerang, terjadi sangat cepat dalam pernafasaan dengan salah satu dari empat hitungan jam hingga beberapa hari. Gejala rute berikut: epiglotis) dapat alveoli dan mengganggu (hiperkapnia) gagal nafas dapat hingga klinis yang muncul adalah demam, nyeri • Terhirupnya mikroorganisme yang tenggorokan, adanya perubahan suara, dilepaskan ke udara saat orang kesulitan berbicara, disfagia (kesulitan tersebut batuk atau bersin menelan), dan kesulitan bernapas. Pada • Aspirasi kasus ini, informasi yang didapat sebelum korban meninggal, didapatkan adanya demam, dan nyeri tenggorokan dari saluran pernapasan bagian atas • Menyebar dan muntah-muntah yang muncul sehari setelah bakteri dari lokasi yang terinfeksi yang berdekatan • Penyebaran secara hematogen kejadian. Korban sempat dibawa ke klinik, Pada lalu diberikan obat untuk mengurangi nyeri pernapasan bagian bawah, bakteri melekat (analgetik). Pada fase bakteremia, fokal pada dinding bronkus dan bronkiolus, infeksi mungkin saja terjadi. Pneumonia memperbanyak diri secara ekstraseluler dan adalah salah satu komplikasi penyakit yang memicu peradangan. Dengan terjadinya paling sering berkaitan dengan epiglottitis. peradangan, ruang alveolus diisi oleh cairan Pada dapat eksudatif. Sel-sel radang (pada fase akut menyebabkan kerusakan jaringan paru- adalah netrofil, kemudian makrofag dan paru, sehingga membentuk jaringan parut, limfosit pada fase kronis), kemudian penurunan pertukaran gas secara permanen, menyerang dinding alveoli. Pneumonia dan hilangnya cadangan pernapasan. Paru- bakterial dapat terkait dengan hipoksemia paru juga menjadi kurang elastis dan dan hiperkapnia. Eksudat inflamasi (nanah) membutuhkan energi yang lebih untuk berkumpul di ruang alveoli dan menganggu mengembangkan paru-paru dan kerja paru- pertukaran oksigen dan karbondioksida. 11 paru dalam fase inspirasi pernapasan. Subdural hematoma atau lebih dikenal Pneumonia bakterial dapat mematikan sebagai subdural hemorrhage biasanya pneumonia bakteri, saat bakteri memasuki saluran Fatmawati Hospital Journal berhubungan dengan cedera otak traumatik. volume darah yang mematikan adalah Darah berkumpul di antara duramater dan sebesar 100 ml, dan jumlah maksimalnya lapisan adalah arachnoidmater. Perdarahan 300 ml. Pendapat lain subdural akut biasanya mengenai pembuluh mengungkapkan bahwa volume darah pada darah vena, oleh karena itu prosesnya lebih SubDural Hemorrhage (SDH) pada orang lama dibandingkan perdarahan pembuluh dewasa yang mengancam nyawa jika darah arteri pada epidural hemorrhage. volumenya mencapai 50 ml. Sedangkan Angka perdarahan pada anak-anak, volume darah yang subdural akut antara 60 % hingga 80 %.12 memiliki makna penting dalam timbulnya Perdarahan subdural dapat berupa akut, gejala klinis adalah sebesar 30 – 50 ml.12 subakut atau kronik. Perdarahan subdural KESIMPULAN kematian akibat akut muncul dalam waktu 72 jam dari cedera, subakut antara 3 hari hingga 2-3 Penyebab kematian pada kasus ini adalah minggu dan kronik lebih dari 3 minggu kekerasan tumpul yang memasuki rongga setelah cedera. Perdarahan subdural terjadi mulut dan bagian atas tenggorok dan disebabkan oleh peregangan dan robeknya kerongkongan, parasagittal bridging vein yang mendarahi terjadinya luka, peradangan dan infeksi permukaan otak ke dalam sinus venosus. kerongkongan dan tenggorok, infeksi dan Cedera ini terjadi setelah kepala membentur peradangan pada paru yang mengakibatkan permukaan yang keras dan otak mengalami gangguan pernafasan. Adanya perdarahan percepatan. Percepatan pada otak tersebut dibawah selaput keras otak (subdurah yang menyebabkan robeknya bridging vein. hemorrhage) yang diakibatkan adanya Volume darah pada subdural hemorrhage guncangan sebesar 50 ml memiliki arti yang sangat memperberat kondisi korban. sehingga pada kepala menyebabkan yang dapat penting dalam menimbulkan gejala klinis, Fatmawati Hospital Journal DAFTAR PUSTAKA 8. DiMaio Vincent J, DiMaio Dominick. 1. Sampurna Budi, Dharmono Suryo, Kalibonso Rita Serena, Wiguna Tjhin, Sekartini Rini, dkk. Deteksi Dini, Pelaporan dan Rujukan Kasus Forensic Pathology. 2nd Ed. New York : CRC Press ; 2001. P91 9. Marik Paul E. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. N Engl J Med. 2001 March 1;344(9):665-671 Kekerasan dan Penelantaran Anak. 2. Gladden R. Matthew, PhD, Vivolo- 10. Budiyanto Arif, Widiatmaka WIbisana, Kantor Alana M., MPH, CHES, Sudiono Siswandi, Winardi T, Mun’im Hamburger Merle E., PhD, Lumpkin Abdul, idhi, Hertian Swasti, et al. Ilmu Corey D., MPH. Bullying Surveillance Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. among Youths Uniform Definitions for Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik. Public Health and Recommended Data Fakultas Elements. Centers for Disease Control Indonesia; 1997 and Prevention: Atlanta, Georgia. 3. Abdallah Claude, Dr. Acute Epiglottitis: Trends, diagnosis and Universitas 11. Bruyere Jr. Harold J. 100 Cases Study in 2014 Kedokteran Pathophysiology. Williams Lippincott and Wilkins. Philadephia.2009 ; 13 : 1 – 11 of 12. Itabashi Hideo H, Andrew John M, Anaesthesia. Vol. 6 issue 3. July – Tomiyasu Owamie, Erlich Stephanie S, September 2012. Sathyavagiswaran management. Saudi Journal Lakshmanan. 4. Tolan Jr Robert W, MD. Pediatric Forensic Neuropathology: A Practical Epiglottitis. July 30, 2012 (updated). Review of the Fundamentals. 1st ed. Cited Oxford: Elsevier; 2007. P63 – 68 from : http://emedicine.medscape.com/article /963773-overview#aw2aab6b2b6 5. Needleman Howard L, MD. Orofacial trauma in child abuse : types, prevalence, management and the dental profession’s involvement. Pediatric Dentistry : May 1986 vol.8. 6. Fischer Josef E. Mastery of Surgery. 5th Ed. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins ; 2007. P789 7. Kitab Undang-Undang Acara Pidana Republik Indonesia. Fatmawati Hospital Journal