Kematian Akibat Kekerasan Tumpul Pada Rongga Mulut

advertisement
Kematian Akibat Kekerasan Tumpul Pada Rongga Mulut
Retno Sawitri1, Andriani2
1,2
Instalasi Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP Fatmawati, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Kasus, seorang mayat anak laki-laki berusia 12 tahun, dengan riwayat mengalami kekerasan tumpul pada rongga
mulut. Dari hasil pemeriksaan luar, otopsi dan histopatologi ditemukan adanya peradangan dan infeksi pada
kerongkongan, tenggorok dan paru, tanda-tanda asfiksia, serta perdarahan subdural. Penyebab kematian pada
kasus ini adalah kekerasan tumpul yang memasuki rongga mulut dan bagian atas tenggorok dan kerongkongan
sehingga menyebabkan terjadinya luka, peradangan dan pada paru yang mengakibatkan gangguan pernafasan.
Adanya perdarahan dibawah selaput keras otak (subdural hemorrhage) yang diakibatkan adanya guncangan pada
kepala yang dapat memperberat kondisi korban.
Kata kunci: Otopsi, kekerasan tumpul, kekerasan terhadap anak
Abstract
A Case, 12-years old boy died from blunt force trauma in the oral cavity. The results of external examination,
autopsy, and histopathology are found inflammation and infection of the esophagus, trachea and lungs, signs of
asphyxia and subdural hemorrhage. The cause of death is blunt force trauma that enters into the oral cavity, upper
throat and esophagus, causing injury and inflammation of the lungs which results in respiratory disorders. The
subdural hemorrhage due to some shocks to the head that can aggravate the condition of the victim.
Key words: Autopsy, Blunt Force Trauma, Child Abuse
PENDAHULUAN
kekerasan fisik terhadap anak adalah
Survey di Amerika Serikat, sekitar 30 %
kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik
terlibat dalam kegiatan yang berkaitan
nyata ataupun potensial terhadap anak,
dengan bullying. Data dari Komisi Nasional
sebagai akibat dari interaksi atau tidak
Perlindngan Anak pada tahun 2007, jumlah
adanya interaksi, yang layaknya berada
kekerasan pada anak di Indonesia mencapai
dalam kendali orang tua atau orang dalam
40.398.625 kasus.
posisi
hubungan
tanggung
jawab,
1
Koresponden: Retno Sawitri, Instalasi
kepercayaan atau kekuasaan. Kekerasan
Forensik dan Pelayanan Jenazah, RSUP
terhadap anak dapat terjadi di lingkungan
Fatmawati, Jakarta, Indonesia.
rumah tangga, maupun sekolah. Kekerasan
Email: [email protected]
terhadap anak yang terjadi di sekolah
dikenal dengan istilah “Bullying”. Jenis
Fatmawati Hospital Journal Bullying terdiri dari 3, yaitu secara fisik,
Dari pemeriksaan luar ditemukan adanya
2
Pada bibir bawah sisi kanan terdapat 4 buah
verbal, dan relational.
Kematian
akibat
kekerasan
tumpul
luka lecet, pada lengan bawah kiri dan dada
merupakan kasus forensik yang sering
terdapat memar. Pada jaringan di bawah
ditemukan oleh ahli forensik. Kekerasan
kuku jari-jari kedua tangan dan kaki tampak
tumpul yang terjadi terutama pada anak-
berwarna kebiruan.
anak yang masuk ke dalam rongga mulut
Pada
masih sangat jarang. Kekerasan tumpul
ditemukan jaringan lemak sisi kanan atas
tersebut dapat menyebabkan infeksi pada
dinding perut bagian depan, terdapat
epiglotis
Insiden
memar, pada mukosa esophagus terdapat
epiglottitis akut pada orang dewasa berkisar
beberapa luka lecet dan dikelilingi memar.
0,97-3,1
esophagus bagian belakang tampak memar.
(epiglottitis
per
100.000,
akut).
dengan
angka
pemeriksaan
dalam
(otopsi),
kematian sekitar 7,1%.3 Penelitian telah
Dan pangkal trachea terdapat luka lecet.
menunjukkan tingkat kejadian tahunan
Gambar 1. Memar pada esofagus
epiglottitis pada anak sebesar 0,63 kasus per
100.000 orang.4
Berdasarkan
penelitian
Howard
L.
Needleman, dari 260 anak-anak yang
mengalami penganiayaan, ditemukan 4
kasus kekerasan tumpul yang masuk ke
Gambar 2. Luka Lecet pada Trachea
dalam rongga mulut dan menyebabkan luka
lecet maupun luka terbuka, sedangkan yang
menyebabkan memar terdapat 6 kasus.5
Insidensi trauma di daerah leher yang
masuk ke dalam rongga mulut yang
menyebabkan terjadinya perforasi esofagus
mencapai angka 4 % - 15,3 %, sedangkan
Pada kedua paru tampak sembab, dan
yang diakibatkan oleh trauma tumpul
ditemukan adanya gambaran asfiksia dan
memiliki angka insidensi yang sangat kecil
aspirasi.
yaitu hanya 0,001 %.
6
Gambar 3. Gambaran Aspirasi
ILUSTRASI KASUS
Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun,
dilakukan pemeriksaan luar pada tanggal 4
Mei
2014
pukul
20.40
WIB
yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan otopsi.
Fatmawati Hospital Journal Arteri dalam jaringan otak tampak
Gambar 4. Gambaran Asfiksia (bintik perdarahan)
gambaran perbendungan yaitu di dalam
arteri penuh berisi eritrosit).
Gambar 6. Gambaran histopatologi otak besar
(perdarahan subdural)
Limpa tampak pucat dan permukaannya
licin. Pada mesenterium dan mesocolon
bagian mendatar terdapat resapan darah.
Kedua ginjal tampak pucat dan terdapat
pelebaran pembuluh darah pada permukaan
dan penampang ginjal. Pada pelvis renalis
(piala
ginjal)
tampak
bintik-bintik
• Pada esophagus, sebagian mukosa
tampak rusak dan hilang, jaringan
perdarahan.
submukosa terdapat perdarahan dan
Pada kulit kepala bagian dalam terdapat
perbendungan (arteri berisi penuh
pelebaran
Terdapat
eritrosit) pada beberapa daerah di
perdarahan subdural di area parietal. Pada
sekitar mukosa yang mengalami erosi
permukaan
terdapat serbukan monosit.
pembuluh
dan
darah.
penampang
serebri,
serebellum, dan batang otak tampak adanya
Gambar. 7 Gambaran histopatologi esophagus
pelebaran pembuluh darah. Sebagian batas
antara substansia alba dan grisea tampak
samar.
Gambar 5. Gambaran perdarahan subdural
• Pada trachea, mukosa sebagian tampak
rusak
(erosi)
dan
hilang,
pada
submukosa arteri penuh berisi eritrosit
Dari
hasil
pemeriksaan
histopatologi
terhadap organ-organ ditemukan adanya :
• Pada otak besar, terdapat banyak
rongga-rongga
kosong,
diatas
(perbendungan) dan terdapat perdarahan
dalam jaringan.
• Pada jantung, arteri penuh berisi eritrosit
(perbendungan)
arachnoidmater terdapat perdarahan.
Fatmawati Hospital Journal • Pada paru-paru, kerapatan alveoli dalam
DISKUSI
lapangan pandang berkurang, septum
Seorang dokter forensik dalam melakukan
alveoli dipenuhi oleh eritrosit dan
pemeriksaan forensik sesuai dengan Kitab
leukosit serta pigmen coklat, arteri di
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
alveoli tampak penuh berisi eritrosit
(KUHAP) Pasal 133 ayat 1 yang berbunyi :
(perbendungan), dan pada beberapa
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan
lapangan pandang alveoli tampak berisi
peradilan menangani seorang korban baik
eritrosit dan leukosit.
luka, keracunan atau mati yang diduga
Gambar 8. Gambaran histopatologi paru (kerapatan
alveoli berkurang)
karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana,
ia
berwenang
mengajukan
permintaan keterangan ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.”7
Kasus ini adalah kasus seorang anak yang
meninggal akibat tindakan kekerasan oleh
kakak kelasnya. Berdasarkan informasi dari
penyidik, bahwa mulut korban disodok
Gambar 9. Gambaran histopatologi arteri di alveoli
(berisi eritrosit/perbendungan)
hingga
masuk
ke
rongga
mulut
menggunakan gagang pel pada tanggal 28
April 2014.
kekerasan,
Satu hari setelah kejadian
korban
sempat
mengeluh
demam kepada orang tuanya, kemudian
korban dibawa ke klinik dekat rumahnya,
Gambar 10. Gambaran histopatologi sebukan sel
dan diberikan pengobatan. Pada tanggal 2
Mei 2014, keadaan korban belum membaik.
darah putih pada septum alveoli
Korban masih merasa badannya panas dan
muntah-muntah, sehingga orang tua korban
kembali membawa korban ke Rumah Sakit
yang berada di daerah Halim. Oleh dokter
pemeriksa di Rumah Sakit tersebut, korban
• Pada limpa, gambarannya sudah tidak
dinyatakan menderita sariawan dan luka di
jelas, jumlah sel limfosit dan monosit
lambung. Pada tanggal 3 Mei 2014, kondisi
sangat berkurang. Dalam jaringan limpa
korban membaik. Pada tanggal 4 Mei 2014
ditemukan
sekitar pukul 00.00 WIB, korban terbangun
kuning.
banyak
pigmen
coklat
dari tidurnya kemudian kejang-kejang.
Orang tua korban kemudian membawa
Fatmawati Hospital Journal korban ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu
08.30 WIB). Akan tetapi, pada kasus ini
Ibu, karena keterbatasan fasilitas, kemudian
ditemukan meninggal di Rumah Sakit Said
korban dirujuk ke RS. POLRI. Setibanya di
Sukanto, Kramat Jati, sehingga tidak
Rumah Sakit Sukanto Kramat Jati Jakarta
diperlukan perkiraan saat kematian.
Timur pada hari Minggu, 4 Mei 2014 pukul
Dari pemeriksaan luar ditemukan tanda-
01.00 WIB, korban dinyatakan telah
tanda sianosis serta 4 buah luka lecet pada
meninggal.
meninggal
bibir dan memar pada lengan bawah kiri
akibat tindak pidana yaitu kekerasan, maka
dan dada. Pada mukosa kerongkongan
diperlukan
ditemukan
Karena
korban
pemeriksaan
kedokteran
beberapa
luka
lecet
yang
forensik guna memperjelas perkara demi
dikelilingi oleh memar dan pada pangkal
kepentingan peradilan.
trakea sisi kanan juga ditemukan luka lecet.
Pada pemeriksaan luar mayat, telah muncul
Pada pemeriksaan histopatologi esofagus,
lebam mayat pada sisi kanan tubuh, wajah,
ditemukan gambaran erosi pada sebagian
leher dan dada yang tidak hilang pada
kerongkongan yang ditandai dengan rusak
penekana, namun kaku mayat sudah tidak
dan hilangnya mukosa disertai adanya
lagi ditemukan. Kornea mata tampak keruh.
sebukan sel radang bulat (monosit). Pada
Perubahan
paska
kematian
dapat
pembuluh darah di kerongkongan penuh
digunakan
untuk
memperkirakan
saat
berisi darah yang menandakan adanya
kematian. Lebam mayat mulai muncul 20 –
perbendungan serta terdapat perdarahan
30 menit setelah kematian, semakin lama
jaringan. Pada pemeriksaan histopatologi
intensitasnya semakin bertambah, dan
pada trakea, ditemukan bahwa sebagian
menetap 8 – 12 jam. Kaku mayat mulai
mukosanya tampak rusak dan hilang, pada
muncul sekitar 2 jam setelah mati kalinis
pembuluh darahnya penuh berisi eritrosit
kemudian setelah 12 jam kaku mayat
dan
menjadi lengkap dan menghilang setelah 24
jaringannya. Temuan histopatologi ini
jam. Pada mata yang tertutup, perubahan
mendukung bahwa adanya tanda-tanda
yang terjadi pada kornea menjadi keruh
kekerasan dan infeksi pada organ tersebut.
sekitar 24 jam setelah kematian.8 Pada
Pada pemeriksaan paru, keduanya tampak
kasus ini, ditemukannya lebam mayat yang
sembab dan ditemukan adanya aspirasi
tidak hilang pada penekanan, kaku mayat
serta
yang tidak ada, dan adanya kekeruhan pada
pemeriksaan
kornea mata maka dapat diperkirakan saat
didapatkan
kematiannya yaitu 12 – 24 jam sebelum
kerapatan
pemeriksaan (tanggal 3 Mei 2014 pukul
dengan sekatnya dipenuhi oleh eritrosit dan
20.30 WIB – tanggal 4 Mei 2014 pukul
leukosit. Pembuluh darah pada paru tampak
ini
juga
terdapat
perdarahan
tanda-tanda
asfiksia.
histopatologi
gambaran
gelembung
pada
Pada
paru-paru,
berkurangnya
udara
(alveoli)
Fatmawati Hospital Journal penuh berisi eritrosit yang menandakan
Pada orang yang memiliki penyakit penting
adanya perbendungan serta pada beberapa
yang mendasari, terutama yang dirawat di
lapangan pandang, tampak alveoli dipenuhi
rumah sakit, memiliki resiko yang lebih
oleh eritrosit dan leukosit. Gambaran
tinggi
tersebut
pernapasan setelah terjadi aspirasi paru
menandakan
adanya
aspirasi,
terjadinya
komplikasi
beberapa
infeksi pada paru-paru dan asfiksia.
dikarenakan
Akibat dari aspirasi pada paru adalah dari
penurunan
tidak ada cedera sama sekali, hingga
pertahanan saluran pernapasan (reflex
pneumonitis atau pneumonia, atau bahkan
muntah
kematian dalam hitungan menit karena
antimikroba pada saluran pernapasan).9
asfiksia. Dampak tersebut bisa timbul
Berikut adalah tabel perbedaan antara
tergantung kepada volume, komposisi
Apirasi
kimia, ukuran partikel, ada atau tidak
pneumonia.9
kesadaran
dan/atau
faktor
pada
atau
sistem
pneumonitis
seperti
gangguan
pertahanan
dengan
aspirasi
adanya agen infeksi, dan status kesehatan
yang mendasari seseorang tersebut. Pada
orang yang sehat, aspirasi dalam jumlah
yang kecil jarang menimbulkan penyakit.
Tabel 1. Perbedaan antara Aspirasi Pneumonitis dengan Aspirasi Pneumonia
Aspirasi Pneumonitis didefinisikan sebagai
pada orang yang memiliki gangguan
cedera
menghirup
kesadaran yang dikarenakan oleh overdosis
muntahan isi lambung. Sindrom ini terjadi
obat, kejang, atau penggunaan anestesi.
paru
akut
setelah
Fatmawati Hospital Journal Aspirasi isi lambung memberikan sensasi
lambung. Infeksi bakteri dapat terjadi pada
seperti terbakar di daerah tracheobronkial
tahap berikutnya, namun angka kejadian
sehingga menyebabkan reaksi inflamasi
terjadinya
hebat
asam
diketahui. Kolonisasi isi lambung oleh
lambung mencegah pertumbuhan bakteri,
organisme patogen dapat terjadi ketika pH
maka isi perut yang steril dalam kondisi
dalam
normal. Oleh karena itu, infeksi bakteri
menggunakan obat antasida, antagonis
tidak memiliki peran penting pada tahap
histamine H2, atau proton pump inhibitor.
awal cedera paru akut akibat aspirasi isi
Dalam keadaan ini, respon inflamasi di
paru-paru mungkin dapat diakibatkan oleh
lintang sebagian besar sudah tidak tampak
infeksi
lagi dengan inti sel sebagian menghilang
pada
parenkim.
bakteri
terhadap
isi
dan
Karena
respon
lambung.
inflamasi
Pasien
yang
komplikasi
lambung
tersebut
meningkat
tidak
dengan
atau menggumpal. Pembuluh darah pada
menghirup isi lambung dapat menunjukkan
jantung
gejala dan tanda yang dramatis. Pada pasien
(perbendungan).
dapat ditemukan adanya isi lambung di
ditemukan tersebut menandakan adanya
daerah orofaring, batuk, sesak nafas,
asfiksia.
sianosis,
dan
Asfiksia dapat disebabakan oleh beberapa
hipoksemia dengan perkembangan yang
hal seperti trauma mekanik, penyebab
cepat,
gangguan
alamiah dan keracunan.10 Pada kasus ini,
pernafasan hingga ke kematian.9 Pada kasus
tidak ditemukan tanda-tanda keracunan.
ini, dengan adanya trauma di daerah
Akan tetapi, pada kasus ini terdapat trauma
orofaring yang mengakibatkan terjadinya
tumpul yang masuk ke dalam rongga mulut
infeksi di daerah orofaring, maka dapat
hingga menimbulkan luka lecet dan memar
terjadi kolonisasi bakteri di daerah tersebut.
pada
Pada saat korban masih hidup, sempat
kerongkongan
terjadi kejang, sehingga ada kemungkinan
infeksi (epiglottitis) hingga infeksi pada
terjadinya aspirasi dari secret orofaring atau
paru-paru. Penyakit infeksi paru pada anak
isi lambung yang masuk ke dalam paru-
diakibatkan karena trauma masih sangat
paru.
jarang
edem
dapat
Hal
paru,
hipotensi,
menimbulkan
tersebut
dibuktikan
pada
penuh
pangkal
namun
berisi
eritrosit
Tanda-tanda
batang
yang
tenggorok
sehingga
dan
menimbulkan
merupakan
penyebab
pemeriksaan dalam, ditemukan adanya
kematian terbesar karena menyebabkan
gambaran aspirasi pada paru.
gangguan
Pada pemeriksaan jantung ditemukan tidak
Infeksi pada pangkal batang tenggorok
ada kelainan, namun pada pemeriksaan
(epiglottitis) biasanya dimulai sebagai
histopatologi, gambaran otot jantung masih
peradangan dan pembengkakan antara
dapat dikenali namun gambaran seran
pangkal lidah dan epiglotis. Hal tersebut
pernafasan
hingga
asfiksia.
Fatmawati Hospital Journal dapat menyebabkan struktur tenggorokan
apabila terdapat cairan yang mengisi penuh
terdorong ke belakang. Dengan inflamasi
kantong
lebih lanjut, dan pembengkakan epiglotis
pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
(oedema
menyumbat
Menurunnya kadar oksigen yang beredar di
saluran nafas hingga menyebabkan sesak
paru (hipoksia), dan meningkatnya kadar
nafas dan kematian.6 Berdasarkan perkiraan
karbondioksida
sederhana yang dilakukan di Amerika
mengakibatkan
Serikat, terdapat 10-40 kasus per juta orang
kematian. Pada orang yang tidak dirawat di
di Amerika Serikat. Pada saat epiglottitis
rumah sakit, bakteri dapat mencapai saluran
menyerang, terjadi sangat cepat dalam
pernafasaan dengan salah satu dari empat
hitungan jam hingga beberapa hari. Gejala
rute berikut:
epiglotis)
dapat
alveoli
dan
mengganggu
(hiperkapnia)
gagal
nafas
dapat
hingga
klinis yang muncul adalah demam, nyeri
• Terhirupnya mikroorganisme yang
tenggorokan, adanya perubahan suara,
dilepaskan ke udara saat orang
kesulitan berbicara, disfagia (kesulitan
tersebut batuk atau bersin
menelan), dan kesulitan bernapas. Pada
• Aspirasi
kasus ini, informasi yang didapat sebelum
korban meninggal, didapatkan adanya
demam,
dan
nyeri
tenggorokan
dari
saluran
pernapasan bagian atas
• Menyebar
dan
muntah-muntah yang muncul sehari setelah
bakteri
dari
lokasi
yang
terinfeksi yang berdekatan
• Penyebaran secara hematogen
kejadian. Korban sempat dibawa ke klinik,
Pada
lalu diberikan obat untuk mengurangi nyeri
pernapasan bagian bawah, bakteri melekat
(analgetik).
Pada fase bakteremia, fokal
pada dinding bronkus dan bronkiolus,
infeksi mungkin saja terjadi. Pneumonia
memperbanyak diri secara ekstraseluler dan
adalah salah satu komplikasi penyakit yang
memicu peradangan. Dengan terjadinya
paling sering berkaitan dengan epiglottitis.
peradangan, ruang alveolus diisi oleh cairan
Pada
dapat
eksudatif. Sel-sel radang (pada fase akut
menyebabkan kerusakan jaringan paru-
adalah netrofil, kemudian makrofag dan
paru, sehingga membentuk jaringan parut,
limfosit pada fase kronis), kemudian
penurunan pertukaran gas secara permanen,
menyerang dinding alveoli. Pneumonia
dan hilangnya cadangan pernapasan. Paru-
bakterial dapat terkait dengan hipoksemia
paru juga menjadi kurang elastis dan
dan hiperkapnia. Eksudat inflamasi (nanah)
membutuhkan energi yang lebih untuk
berkumpul di ruang alveoli dan menganggu
mengembangkan paru-paru dan kerja paru-
pertukaran oksigen dan karbondioksida. 11
paru dalam fase inspirasi pernapasan.
Subdural hematoma atau lebih dikenal
Pneumonia bakterial dapat mematikan
sebagai subdural hemorrhage biasanya
pneumonia
bakteri,
saat
bakteri
memasuki
saluran
Fatmawati Hospital Journal berhubungan dengan cedera otak traumatik.
volume darah yang mematikan adalah
Darah berkumpul di antara duramater dan
sebesar 100 ml, dan jumlah maksimalnya
lapisan
adalah
arachnoidmater.
Perdarahan
300
ml.
Pendapat
lain
subdural akut biasanya mengenai pembuluh
mengungkapkan bahwa volume darah pada
darah vena, oleh karena itu prosesnya lebih
SubDural Hemorrhage (SDH) pada orang
lama dibandingkan perdarahan pembuluh
dewasa yang mengancam nyawa jika
darah arteri pada epidural hemorrhage.
volumenya mencapai 50 ml. Sedangkan
Angka
perdarahan
pada anak-anak, volume darah yang
subdural akut antara 60 % hingga 80 %.12
memiliki makna penting dalam timbulnya
Perdarahan subdural dapat berupa akut,
gejala klinis adalah sebesar 30 – 50 ml.12
subakut atau kronik. Perdarahan subdural
KESIMPULAN
kematian
akibat
akut muncul dalam waktu 72 jam dari
cedera, subakut antara 3 hari hingga 2-3
Penyebab kematian pada kasus ini adalah
minggu dan kronik lebih dari 3 minggu
kekerasan tumpul yang memasuki rongga
setelah cedera. Perdarahan subdural terjadi
mulut dan bagian atas tenggorok dan
disebabkan oleh peregangan dan robeknya
kerongkongan,
parasagittal bridging vein yang mendarahi
terjadinya luka, peradangan dan infeksi
permukaan otak ke dalam sinus venosus.
kerongkongan dan tenggorok, infeksi dan
Cedera ini terjadi setelah kepala membentur
peradangan pada paru yang mengakibatkan
permukaan yang keras dan otak mengalami
gangguan pernafasan. Adanya perdarahan
percepatan. Percepatan pada otak tersebut
dibawah selaput keras otak (subdurah
yang menyebabkan robeknya bridging vein.
hemorrhage) yang diakibatkan adanya
Volume darah pada subdural hemorrhage
guncangan
sebesar 50 ml memiliki arti yang sangat
memperberat kondisi korban.
sehingga
pada
kepala
menyebabkan
yang
dapat
penting dalam menimbulkan gejala klinis,
Fatmawati Hospital Journal DAFTAR PUSTAKA
8. DiMaio Vincent J, DiMaio Dominick.
1. Sampurna Budi, Dharmono Suryo,
Kalibonso Rita Serena, Wiguna Tjhin,
Sekartini Rini, dkk. Deteksi Dini,
Pelaporan
dan
Rujukan
Kasus
Forensic Pathology. 2nd Ed. New York
: CRC Press ; 2001. P91
9. Marik Paul E. Aspiration Pneumonitis
and Aspiration Pneumonia. N Engl J
Med. 2001 March 1;344(9):665-671
Kekerasan dan Penelantaran Anak.
2. Gladden R. Matthew, PhD, Vivolo-
10. Budiyanto Arif, Widiatmaka WIbisana,
Kantor Alana M., MPH, CHES,
Sudiono Siswandi, Winardi T, Mun’im
Hamburger Merle E., PhD, Lumpkin
Abdul, idhi, Hertian Swasti, et al. Ilmu
Corey D., MPH. Bullying Surveillance
Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.
among Youths Uniform Definitions for
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik.
Public Health and Recommended Data
Fakultas
Elements. Centers for Disease Control
Indonesia; 1997
and Prevention: Atlanta, Georgia.
3. Abdallah
Claude,
Dr.
Acute
Epiglottitis: Trends, diagnosis and
Universitas
11. Bruyere Jr. Harold J. 100 Cases Study
in
2014
Kedokteran
Pathophysiology.
Williams
Lippincott
and
Wilkins.
Philadephia.2009 ; 13 : 1 – 11
of
12. Itabashi Hideo H, Andrew John M,
Anaesthesia. Vol. 6 issue 3. July –
Tomiyasu Owamie, Erlich Stephanie S,
September 2012.
Sathyavagiswaran
management.
Saudi
Journal
Lakshmanan.
4. Tolan Jr Robert W, MD. Pediatric
Forensic Neuropathology: A Practical
Epiglottitis. July 30, 2012 (updated).
Review of the Fundamentals. 1st ed.
Cited
Oxford: Elsevier; 2007. P63 – 68
from
: http://emedicine.medscape.com/article
/963773-overview#aw2aab6b2b6
5. Needleman Howard L, MD. Orofacial
trauma
in
child
abuse
:
types,
prevalence, management and the dental
profession’s involvement. Pediatric
Dentistry : May 1986 vol.8.
6. Fischer Josef E. Mastery of Surgery. 5th
Ed. Philadelphia : Lippincott Williams
and Wilkins ; 2007. P789
7. Kitab Undang-Undang Acara Pidana
Republik Indonesia.
Fatmawati Hospital Journal 
Download