CONTINUING PROFESSIONAL CONTINUING CONTINUING DEVELOPMENT PROFESSIONAL MEDICAL DEVELOPMENT EDUCATION Akreditasi PP IAI–2 SKP Infeksi Saluran Kemih akibat Pemasangan Kateter – Diagnosis dan Penatalaksanaan Wayan Giri Putra Semaradana Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia ABSTRAK Infeksi saluran kemih (ISK) akibat pemasangan kateter adalah ISK pada pasien yang pernah atau masih menggunakan kateter. Sebanyak 80% pasien pengguna kateter mengalami ISK. Faktor risiko utama adalah pemakaian kateter lebih dari 6 hari, pemasangan tidak sesuai indikasi dan kurangnya prosedur aseptik saat kateterisasi. Sebagian besar uropatogen penyebab adalah bakteri dan berhubungan dengan pembentukan biofilm pada kateter. Diagnosis ISK akibat kateterisasi berdasarkan kriteria CDC dan NHSN memerlukan pemeriksaan kultur urin. Penanganannya meliputi pelepasan atau penggantian kateter dan terapi medikamentosa. Terapi medikamentosa bersifat empiris yaitu antibiotik berspektrum luas. Upaya pencegahan ISK akibat kateterisasi difokuskan pada teknik pemasangan kateter aseptik dan sesuai indikasi. Kata kunci: Infeksi saluran kemih, kateter, uropatogen, biofilm ABSTRACT Catheter-associated Urinary Tract Infections (CAUTI) is an urinary tract infection in person who had used or still using catheter. As many as 80% patient that use catheter developed urinary tract infection. Major risk factors are catheter use for more than 6 days, improper indication and lack of aseptic procedure. Causative uropathogen is mostly bacteria which is highly related to biofilm formation in the catheter. Diagnosis is based on CDC and NHSN criteria with urine culture. Management consists of removal of catheter and empirical drug therapy with a broadspectrum antibiotic. Prevention is mainly focused in aseptic technique and proper indications. Wayan Giri Putra Semaradana. Catheterassociated Urinary Tract Infections – Diagnosis and Management. Key words: Urinary tractus infections, catheter, uropathogen, biofilm PENDAHULUAN Kateterisasi uretra merupakan metode primer dekompresi kandung kemih dan juga berfungsi sebagai alat diagnostik retensi urin akut.1 Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu kateter indwelling dan kateter intermittent. Kateter indwelling adalah kateter menetap yang digunakan dalam jangka waktu lama sedangkan kateter intermittent adalah kateter yang digunakan sewaktu-waktu. Selain untuk dekompresi kandung kemih, kateter juga digunakan untuk mengevaluasi jumlah urin yang keluar dan pada pasien inkontinensia urin. Mengingat fungsi tersebut, 15% - 25% pasien di rumah sakit memakai kateter.2 Kateter yang digunakan terlalu sering dan lama atau tidak sesuai indikasi akan meningkatkan risiko Alamat korespondensi berbagai komplikasi; yang paling sering adalah infeksi saluran kemih (ISK). Komplikasi lainnya adalah striktur uretra, hematuria dan perforasi kandung kemih. Prevalensi ISK tinggi pada pasien yang memakai kateter yaitu 80%, dan 10% - 30% pasien tersebut akan mengalami bakteriuria.2 ISK akibat kateterisasi merupakan tipe infeksi nosokomial yang paling banyak terjadi, 1 juta kasus setiap tahun atau 40% dari semua tipe infeksi nosokomial.3 Pasien yang memakai kateter juga akan mempunyai risiko 3 kali lebih besar dirawat di rumah sakit lebih lama dan juga pemakaian antibiotik lebih lama, bahkan dilaporkan organisme penyebab ISK akibat kateterisasi adalah organisme yang telah resisten terhadap banyak antibiotik. Tetapi sebagian besar kasus bakteriuria tidak menampakkan gejala klinis (asimtomatis).3 Gejala klinis yang mungkin timbul bervariasi, mulai dari ringan (panas, uretritis, sistitis) sampai berat (pielonefritis akut, batu saluran kemih dan bakteremia). Jika tidak segera ditangani maka akan menimbulkan urosepsis bahkan kematian yang mencapai 9.000 kasus per tahun.4 Diperkirakan 17% - 69% ISK akibat kateterisasi dapat dicegah dengan pengendalian infeksi yang baik.4 PATOGENESIS Dalam keadaan normal, saluran kemih mempunyai dua mekanisme pertahanan terhadap infeksi. Pertama dengan cara mekanik pembersihan organisme: pada keadaan normal, tekanan aliran urin akan email: [email protected] CDK-221/ vol. 41 no. 10, th. 2014 737 CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT mengeluarkan bakteri sebelum sempat menyerang mukosa. Mekanisme kedua adalah aktivitas antibakteri intrisik di saluran kemih. 5 Meskipun demikian, beberapa organisme tertentu dapat berkolonisasi dan bertahan hidup di saluran kemih; organisme itu disebut uropatogen. Sama seperti patogen lainnya, uropatogen mempunyai beberapa cara untuk menginfeksi saluran kemih yaitu kolonisasi pada kateter dan atau pada selsel uroepitel, replikasi dan pengrusakan sel saluran kemih.3 Uropatogen penyebab ISK akibat kateterisasi (CAUTI – catheter associated urinary tract infection) dapat berasal dari pasien sendiri (endogen) yaitu dari meatus, rektum, atau kolonisasi vagina.3 Uropatogen dapat juga berasal dari luar tubuh pasien (eksogen) yaitu dari kontaminasi tangan petugas medis atau kontaminasi perlengkapan kateter. Uropatogen yang berasal dari petugas medis atau dari kontak dengan pasien lain kemungkinan besar resisten terhadap antibiotik sehingga menyulitkan penanganan.3 Uropatogen masuk ke kandung kemih saat kateterisasi dapat melalui lumen kateter (intraluminal) atau melalui permukaan luar kateter (ekstraluminal). Sebagian besar bakteri masuk melalui ekstraluminal (66%), dapat terjadi inokulasi langsung saat kateter dimasukkan atau dapat terjadi kemudian jika bakteri dari meatus uretra naik (ascend) sepanjang permukaan luar kateter di mukosa periuretra. Mekanisme intraluminal terjadi karena refluks bakteri dari urobag atau dari area pertemuan kateter dengan urobag yang telah terkontaminasi. Kontaminasi dapat terjadi karena kurangnya higienitas tangan petugas medis saat mengganti urobag. Bakteri dapat berkolonisasi di kandung kemih dalam 3 hari sejak masuknya bakteri melalui rute ekstraluminal maupun intraluminal.6 Masuknya bakteri melalui kateter sangat berhubungan dengan pembentukan biofilm pada kateter.5 Biofilm adalah struktur kompleks terdiri dari bakteri, produk ekstraseluler bakteri, sel host dan komponen urin seperti protein, elektrolit dan molekul organik lain.5-7 Biofilm ini berkembang dan tumbuh di dalam dan di luar kateter sehingga terlihat seperti membungkus kateter. Gambar 1 Mekanisme masuknya bakteri melalui kateter7 Gambar 2 Proses Pembentukan Biofilm pada Kateter3 738 Proses pertama pembentukan biofilm adalah pengendapan lapisan kondisional pada permukaan kateter ketika kateter dimasukkan. Lapisan kondisional ini terbentuk dari protein, elektrolit dan molekul organik lain yang berasal dari urin. Bakteri melekat pada lapisan kondisional ini dan terus bertumbuh sehingga bisa menutupi sebagian atau bahkan total permukaan kateter di bawahnya.5 Bakteri sessile atau bakteri yang melekat juga memproduksi matriks polisakarida ekstraseluler yang membentuk struktur arsitektural biofilm, menyebabkan biofilm dapat menetralisir sifat anti-adhesive dari kateter.5 Bakteri dan matriks tersebut juga membentuk pilar-pilar tebal yang dipisahkan oleh ruangan berisi air (fluidfilled spaces). Ruangan tersebut berfungsi sebagai hantaran untuk mengirimkan nutrisi dan signal kimia antar bakteri. Jika kondisi lingkungan tidak mendukung biofilm seperti kekurangan nutrisi atau terlalu banyaknya bakteri, maka organisme sessile akan lepas dan menjadi organisme free-floating atau disebut planktonic. Planktonic di urin akan menimbulkan ISK simtomatis.5 CDK-221/ vol. 41 no. 10, th. 2014 CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT Biofilm berperan penting karena melindungi bakteri atau uropatogen dari sistem pertahanan mekanikal dan antibakteri saluran kemih sehingga menimbulkan infeksi persisten.5-7 Biofilm juga dapat melindungi organisme dari aktivitas bakterisidal antibiotik karena biofilm mengubah karakteristik dan juga memperlambat pertumbuhan organisme.5,7 Hasil laboratorium mikrobiologi tidak dapat dipakai untuk menentukan bakteri yang melekat pada biofilm karena pemeriksaan mikrobiologi baru bisa memeriksa planktonic, sehingga salah menentukan jumlah dan jenis bakteri dalam biofilm. Padahal jumlah dan jenis bakteri yang melekat di biofilm jauh lebih banyak daripada planktonic.5,8 Jumlah bakteri di biofilm sangat banyak dan bervariasi, baik bakteri gram negatif, gram positif dan juga ragi. Bakteri-bakteri intestinal seperti Escherichia coli, Enterobacter, Klebsiella, Enterococci, dan Proteus adalah patogen umum saluran kemih yang dapat menyebabkan ISK akibat kateterisasi. Bakteri gram negatif yang paling umum menyebabkan ISK akibat kateterisasi adalah Escherichia coli.7,8 Kurangnya teknik aseptik dalam kateterisasi atau dalam perawatan kateter menyebabkan bakteri non-intestinal dan bakteri eksogen seperti Pseudomonas, Serratia, coagulase-negative Staphylococci, Acinetobacter dapat juga mengakibatkan ISK akibat kateterisasi.6 FAKTOR RISIKO (Tabel 1) Setidaknya lima penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor risiko ISK akibat kateterisasi.7,8 Faktor risiko terbesar adalah pemakaian kateter melebihi 6 hari; dapat dikatakan bahwa ISK akibat kateterisasi terjadi karena pemasangan kateter jangka lama, Tabel 1 Faktor-faktor risiko ISK akibat pemasangan kateter7 FAKTOR RISIKO RISIKO RELATIF Pemakaian kateter jangka lama (> 6 hari) Perempuan Kateterisasi di luar ruang operasi Pemeriksan urologi Adanya sumber infeksi lain Diabetes Malnutrisi Azotemia (kreatinin > 2 mg/dl) Urethral stent Pengawasan jumlah urin yang keluar Posisi urobag berada di atas kandung kemih Terapi obat antimikrobial 5,1 – 6,8 2,5 – 3,7 2,0 – 5,3 2,0 – 4,0 2,3 – 2,4 2,2 – 2,3 2,4 2,1 – 2,6 2,5 2,0 1,9 0,1 – 0,4 CDK-221/ vol. 41 no. 10, th. 2014 Tabel 2 Kriteria Diagnosis Asymptomatic Bacteriuria (ASB)7 Kriteria Definisi 1 Pasien memakai kateter indwelling setidaknya selama 7 hari sebelum kultur urin dilakukan dan hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL urin dengan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan seperti demam (>38o C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness. 2 Pasien tidak memakai kateter indwelling setidaknya selama 7 hari sebelum hasil kultur urin positif yang pertama dan pasien tersebut setidaknya mempunyai 2 hasil kultur positif yaitu ≥ 105 CFU/mL urin dengan isolasi berulang pada mikroorganisme yang sama dan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan seperti demam (>38o C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness. Ket: CFU = colony forming unit; mL = milliliter Tabel 3 Kriteria Diagnosis Symptomatic Urinary Tract Infections (SUTI)7 Kriteria Definisi 1 Pasien setidaknya mengalami salah satu keluhan dan tanda infeksi seperti demam (>38o C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui penyebab lain dan pasien tersebut mempunyai hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL urin dengan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme. 2 Pasien setidaknya mengalami 2 keluhan dan tanda infeksi seperti demam (>38o C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui penyebab lain dan terdapat salah satu tanda berikut: a. tes dipstick positif untuk leukosit dan atau nitrat b. pyuria (≥ 10 lekosit/mm3 atau ≥ 3 lekosit/high power field dari unspun urin) c. terlihat organisme pada pengecatan Gram dari unspun urin d. setidaknya ada 2 hasil kultur positif dari non-voided specimen yaitu ≥ 105 CFU/mL urin dengan isolasi berulang uropatogen yang sama (bakteri gram negatif atau S. saprophyticus) e. ≤ 105 CFU/mL dari satu uropatogen (bakteri Gram negatif atau S. saprophyticus) pada pasien yang telah diobati antimikroba untuk infeksi saluran kemih f. diagnosis infeksi saluran kemih oleh dokter g. adanya terapi infeksi saluran kemih oleh dokter DIAGNOSIS ISK akibat kateterisasi didefinisikan sebagai infeksi pada pasien yang pernah atau masih menggunakan kateter indwelling. Centre of Diseases Control and Prevention (CDC) dan National Healthcare Safety Network (NHSN) membagi ISK akibat kateterisasi atas 2 kelompok: Symptomatic Urinary Tract Infections (SUTI) dan Asymptomatic Bacteriuria (ASB) (Tabel 2 dan 3). spesimen urin langsung dikumpulkan dari hasil kateterisasi saat itu juga. Spesimen urin dari ujung kateter dan dari urobag kateter indwelling tidak dapat dipakai sebagai sampel.6,8 Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) merekomendasikan kultur urin harus dilakukan maksimal 2 jam setelah pengambilan spesimen urin.6 Jika tidak mungkin, ada dua pilihan untuk menjaga integritas spesimen. Pertama, simpan spesimen urin di dalam container berisi bahan pengawet seperti buffered boric acid. Kedua, simpan spesimen pada suhu 2°–8oC sampai spesimen dikultur.6,8 Pemeriksaan kultur urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis ISK akibat kateterisasi. Untuk mendapatkan spesimen, ada 2 metode yang direkomendasikan, yaitu dengan clean-catch collection dan dengan kateterisasi.6,8 Pada metode clean-catch collection, spesimen urin yang dikumpulkan adalah urin yang pertama kali dikeluarkan pagi hari saat bangun tidur. Urin yang ditampung adalah urin yang keluar pada saat pertengahan berkemih (midstream). Sayangnya metode ini tidak dapat dilakukan pada pasien retensi urin. Metode kedua adalah memakai kateter yang direkomendasikan pada pasien retensi urin. Pada metode ini, TERAPI Jika diagnosis ISK akibat kateterisasi sudah ditegakkan, segera hentikan pemakaian kateter atau jika masih ada indikasi kuat kateterisasi, ganti dengan kateter baru. Mengingat sebagian penyebab ISK akibat kateterisasi adalah polimikrobial (pada pasien yang memakai kateter indwelling atau dalam jangka lama), resisten terhadap antibiotik dan adanya biofilm maka diberikan terapi empiris pada pasien yang menunjukkan gejala klinis. Terapi empiris meliputi antibiotik berspektrum luas yang telah disesuaikan dengan kondisi medis pasien dan tempat perawatan. Sebagian besar pasien diberi tidak sesuai indikasi dan kurangnya prosedur aseptik saat kateterisasi, baik di alatnya maupun petugas medisnya. 739 CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT terapi empiris setidaknya selama 10–14 hari.3,9,10 Antibiotik empiris pada pasien yang memakai kateter jangka pendek meliputi trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX), fluoroquinolones, nitrofurantoin.9,10 TMPSMX menghambat metabolisme folat dan efektif melawan sebagian besar uropatogen kecuali Pseudomonas dan Enterococcus spp. Fluoroquinolones efektif melawan Pseudomonas, Proteus dan bakteri gram negatif lainnya. Sedangkan nitrofurantoin efektif untuk sebagian besar uropatogen kecuali Pseudomonas, Proteus.9,10 Pada pasien yang demam atau bergejala klinis lain atau tidak dapat mentoleransi obat oral maka diberikan antibiotik parenteral selama 14–21 hari,3 meliputi ceftriaxone, ticarcilin-clavulanate dan piperacillin-tazobactam.3,9,10 Manajemen pasien yang memakai kateter indwelling atau dalam jangka lama berbeda karena bakteri penyebab CAUTI cenderung menjadi polimikrobial dalam jangka lama.3,9,10 Pada pasien tidak kritis, dapat diberikan TMP-SMX atau cephalosporin spektrum luas seperti cefuroxime. Pasien kritis memerlukan kombinasi 2 obat yaitu ampicillin dengan monobactam aztreonam atau cefprozil atau ceftriaxone atau gentamicin.3,9,10 PENCEGAHAN Upaya pencegahan ISK akibat kateterisasi difokuskan pada teknik pemasangan Tabel 4 Indikasi Pemasangan Kateter7,11 No. Indikasi Pemasangan Kateter 1 Retensi urin 2 Obstruksi saluran kemih di distal kandung kemih 3 Pengawasan jumlah urin yang keluar pada pasien kritis 4 Pengawasan jumlah urin yang keluar pada pasien tidak kooperatif seperti intoksikasi 5 Pasien yang menjalani operasi mayor lebih dari 2 jam 6 Pasien paralisis kateter yang baik dan indikasi yang tepat.7,11 Pemasangan kateter harus dilakukan oleh petugas medis yang sudah terlatih dan menggunakan teknik aseptik yang direkomendasikan, memakai peralatan steril.7,11 ISK akibat kateterisasi juga sering disebabkan oleh pemasangan kateter indwelling (jangka lama) yang berlebihan atau tidak tepat seperti pada pasien inkontinensia urin tanpa indikasi pemasangan kateter, untuk kenyamanan pasien, atas permintaan pasien atau untuk pengawasan jumlah urin pasien tidak kritis.7,11 Kateter indwelling segera dilepas jika sudah tidak ada indikasi lagi. Sebagai alternatif dapat digunakan kateter intermittent atau kateter suprapubis dengan risiko ISK akibat kateterisasi lebih kecil.12 Upaya pencegahan lain juga harus diperhatikan seperti perawatan meatus uretra, pengambilan spesimen urin yang tepat, saat penggantian kateter yang tepat dan juga edukasi pada pasien dan keluarganya.12 Antibiotik profilaksis belum direkomendasikan.11,12 Antimikrobial topikal pada permukaan kateter juga tidak signifikan menurunkan ISK akibat kateterisasi.11,12 SIMPULAN 1. Infeksi saluran kemih (ISK) akibat kateterisasi terjadi karena pemasangan kateter dalam jangka lama, tidak sesuai indikasi dan kurangnya prosedur aseptik saat kateterisasi. 2. Pemeriksaan kultur urin penting untuk diagnosis dan terapi, spesimen untuk kultur urin harus diambil dengan prosedur aseptik. 3. Terapi utama ISK akibat kateterisasi adalah melepas kateter atau mengganti kateter dengan yang baru atau mengganti dengan kateter intermittent. 4. Terapi empiris meliputi antibiotik spektrum luas yang telah disesuaikan dengan kondisi medis pasien dan tempat perawatan. 5. Upaya pencegahan ISK akibat kateterisasi dilakukan dengan teknik pemasangan kateter aseptik dan sesuai indikasi. DAFTAR PUSTAKA 1. Curtis LA, Dolan TS, Cespedes RD. Acute urinary retention and urinary incontinence. Emergency Medicine Clinics of North America. 2001;19(3):591-619. 2. Dunn S, Pretty L, Reid H, Evans D. Management of short term indwelling urethral catheters to prevent urinary tract infections. Adelaide: The Joanna Briggs Institute;2000;6;1-4. 3. Jacobsen SM, Stickler DJ, Mobley HL, Shirtliff ME. Complicated catheter-associated urinary tract infections due to Escherichia coli and Proteus mirabilis. American Society for Microbiology. 4. Gould CV, Umscheid CA, Agarwal RK, Kuntz G, Pegues DA. Guideline for prevention of catheter-associated urinary tract infections 2009. Healthcare Infection Control Practices Advisory 5. Trautner BW, Darouiche RO. Catheter-associated infections. Am. J. Infectious Control. 2004;164;842-9. 2008;21;26-59. Committee. 2009;22-4. 6. Greene L, Marx J, Oriola S. Guide to the elimination of catheter-associated urinary tract infections (CAUTIs). Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology. 2008;11-9. 7. Ratanabunjerdkul H, Wichansawakun S, Rutjanawech S, Apisarnthanarak A. Catheter-associated urinary tract infection: Pathogenesis, diagnosis, risk factors, and prevention. J Infect Dis 8. Hooton TM. Nosocomial Urinary tract infections. Principles and Practice of Infectious Disease. 7th ed. Philadephia, PA: Elsevier Churchill Livingstone: 2009; ch. 30.4. 9. Grabe M. et al. European Association of Urology (EAU). Guidelines on urological infections. Update March 2011. Antimicrobe Agents. 2006;23(3);149-59. 10. Naber KG et al. European Association of Urology (EAU) Guidelines on the Management of Urinary and Male Genital Tract Infections. 2006. 11. Catheter-Associated UTIs Can be avoided ! CDC. Device-associated Module CAUTI, January 2012. 12. Moore KN et al. Long-term bladder management by intermittent catheterization in adult and children. Cochrane Database System Review. 2007;4:CD006008. 740 CDK-221/ vol. 41 no. 10, th. 2014