BAB III - Universitas Brawijaya

advertisement
1
EKOLOGI-EKONOMI
SUMBERDAYA LAHAN
Bahan kajian MK Landuse Planning
Diabstraksikan oleh Prof Dr Ir Soemarno MS
PSDAL PDIP PPS FPUB Oktober 2011
Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta
segenap karakteristik-karakteristik yang ada padanya dan penting bagi
perikehidupan manusia (Christian dan Stewart, 1968). Secara lebih rinci,
istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di
permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat
dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah
wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief,
hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan
oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya itu
berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat
sekarang dan di masa mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO,
1976). Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas (i)
komponen struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan (ii)
komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan ini
pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur-unsur lahan (complex
attributes) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan
(FAO, 1976).
Lahan sebagai suatu "sistem" mempunyai komponen- komponen
yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaransasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai
sumberdaya dalam hubung- annya dengan aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sys (1985) mengemukakan enam kelompok
besar sumberdaya lahan yang paling penting bagi pertanian, yaitu (i) iklim, (ii)
relief dan formasi geologis, (iii) tanah, (iv) air, (v) vegetasi, dan (vi) anasir
artifisial (buatan). Dalam konteks pendekatan sistem untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan lahan, setiap komponen lahan atau
sumberdaya lahan tersebut di atas dapat dipandang sebagai suatu
subsistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem lahan. Selanjutnya
setiap subsistem ini tersusun atas banyak bagian-bagiannya atau
karakteristik- karakteristiknya yang bersifat dinamis (Soemarno, 1990).
2
Sumberdaya Ekonomi
Proses pembangunan nasional dan regional hingga saat ini,
khususnya sektor pertanian, telah membuktikan bahwa berbagai kendala
masih dihadapi, terutama di wilayah pertanian lahan kering-kritis yang
kondisinya sangat beragam. Di seluruh Indonesia ada sekitar 51.4 juta
hektar lahan kering, dimana sekitar 70% di antaranya dikelola dengan
berbagai tipe usahatani lahan kering (Manuwoto, 1991). Salah satu masalah
utama yang dihadapi adalah keadaan bio-fisik lahan kering yang sangat
beragam dan sebagian sudah rusak atau mempunyai potensi sangat besar
untuk menjadi rusak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan kebijakankebijakan penajaman teknologi peman faatan sumberdaya lahan kering dan
kebijakan kelembagaan penunjang operasional. Lima syarat yang harus
dipenuhi dalam pengembangan teknologi pengelolaan lahan kering, adalah
(i)
Teknis bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat,
(ii) Ekonomis menguntungkan,
(iii) Sosial tidak bertentangan dan bahkan mampu mendorong
motivasi petani,
(iv) Aman lingkungan, dan
(v) Mendorong pertumbuhan wilayah secara berkelanjutan (Satari,
dkk., 1991).
Menurut Sanders (1991), kunci untuk menyelesaikan konflik
pengelolaan lahan dan problematik degradasi sumberdaya lahan terletak
pada kebijakan dan kelembagaan yang didukung oleh pendanaan jangka
panjang yang kontinyu.
Kebijakan dalam konteks ini harus mampu
mempromosikan sistem pertanian yang berkelanjutan, yaitu suatu sistem
pertanian yang didukung oleh adanya insentif bagi produsen (pemilik lahan
dan tenagakerja), kredit pedesaan, kebijakan pasar/harga yang kondusif,
sistem transportasi, teknologi tepat guna yang site-spesific, serta program
penelitian dan penyuluhan. Hal ini membawa konsekwensi yang sangat
berat, yaitu tersedianya kebijakan-kebijakan lokal sesuai dengan kondisi
setempat, yang sasarannya adalah sistem penggunaan lahan yang dicirikan
oleh tingkat penutupan vegetatif yang lebih baik pada permukaan lahan. Tiga
faktor penunjang yang dipersyaratkan bagi pengembangan kebijakankebijakan lokal ini adalah (1) tersedianya Data-base Management System
tentang sumberdaya lahan, air, vegetasi, manusia, dan sumberdaya ekonomi
lainnya, (2) mekanisme analisis kendala dan problematik, dan (3) mekanisme
perencanaan yang didukung oleh brainware, software dan hardware yang
dapat diakses oleh para perencana pembangunan di tingkat daerah. Untuk
dapat mendorong dan mendukung berkembangnya kebijakan-kebijakan lokal
tersebut, maka kebijakan nasional tentang penggunaan dan pengelolaan
lahan harus diarahkan kepada (1) perbaikan penggunaan dan pengelolaan
lahan, (2) menggalang partisipasi aktif dari para pengguna lahan (pemilik
lahan, pemilik kapital, dan tenagakerja), dan (3) pengembangan
kelembagaan penunjang, terutama lembaga-lembaga perencana dan
pemantau di daerah.
3
Khusus dalam kaitannya dengan program konservasi tanah dan
rehabilitasi lahan, Douglas (1991) mengikhtisarkan lima prinsip dasar bagi
keberhasilannya pada tingkat lapangan, yaitu:
(1) program ini harus merupakan bagian integral dari program pem
bangunan pertanian yang lebih luas, dan harus dimulai dengan
peningkatan produksi,
(2) program ini harus bersifat bottom-up yang dirancang dengan
melibatkan kepentingan masyarakat petani,
(3) asistensi teknis melalui program jangka panjang,
(4) suatu aktivitas konservais dan pengelolaan lahan harus mampu
menunjukkan benefit jangka pendek, dan
(5) degradasi lahan harus dapat dikendalikan sebelum melampaui
batas ambangnya.
Berdasarkan pada kelima prinsip ini, maka beberapa implikasi
kebijakan yang penting adalah
(1) Para perencana program harus menguasai pengetahuan
tentang "sistem pertanian ber-kelanjutan" dan komponenkomponen penggunaan lahan yang relevan,
(2) Para pelaksana program harus mampu "ber-komunikasi
dengan petani" dalam rangka untuk meng-akomodasikan
pandangan, persepsi dan kepentingan petani;
(3) Para perencana dan pelaksana program harus menyadari
bahwa proses perubahan berlangsung secara lambat dan lama,
sehingga diperlukan "komitmen jangka panjang";
(4) Para perencana harus mampu mengidentifikasikan "kebutuhan
petani dan alternatif solusinya" yang terkait langsung dengan
problem pengelolaan lahan, dan
(5) Para perencana harus mengetahui "sebab-sebab terjadinya
permasalahan" pengelolaan lahan dan menelusurinya.
Integrasi antara kepentingan konservasi dengan kebu-tuhan petani
merupakan kunci utama keberhasilan program konservasi tanah dan
pengelolaan lahan pertanian. Collison (1982) mengemukakan empat sasaran
prioritas yang harus diikuti dalam merancang program usahatani konservasi,
yaitu (1) memenuhi obligasi-oblikasi sosial-budaya dari masyarakat, (2)
menyediakan suplai pangan yang dapat diandalkan oleh petani, (3)
menyediakan tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang
tidak dapat dihasilkan oleh sektor pertanian, (4) mampu menciptakan ekstra
"cash resources". Khusus untuk sistem pertanian di dataran tinggi atau
daerah pegunungan, Dimyati Nangju (1991) mengemukakan tiga faktor
dominan yang sangat berpengaruh, yaitu:
(1) tekanan penduduk atas sumberdaya lahan,
(2) praktek pengelolaan kesuburan tanah, dan
(3) strategi dan kebijakan pembangunan yang dikhususkan bagi
daerah pegunungan.
4
Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan sistem pertanian di
daerah lahan pegunungan, Jodha (1990) mengemukakan enam spsesifikasi
penting, yaitu :
(1) aksesibilitas,
(2) fragilitas,
(3) marjinalitas,
(4) heterogenitas dan diversitas,
(5) suitabilitas ekologis, dan
(6) sejarah mekanisme adaptasi manusia.
5
Multifungsi lahan
“Kualitas lahan” bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan
mempunyai keragaan yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan
tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan
ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada
umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976). Karakteristik
lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke
dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut
(terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah.
Kualitas dan karakteristik lahan akan menentukan kemampuan lahan untuk
menjalankan fungsi penggunaan tertentu, dan pada akhirnya akan menentukan
nilai-lahan itu.
Secara garis besar penilaian ekonomi lahan pertanian harus dilihat
berdasarkan manfaat penggunaan (use values) dan manfaat bawaannya (intrinsic
values).
Total Nilai Ekonomi Sumberdaya Lahan
Nilai Penggunaan
Penggunaan
Langsung
Langsung
dapat
dikonsumsi

Komoditas

Bahan
organik
Penggunaan
Tdk Langsung
Manfaat
Fungsional
 Pemasok air tanah
 Pengendali banjir
 Pencegah erosi &
longsor
 Tempat rekreasi
Semakin
Sumber: Munasinghe,
Nilai Bukan Penggunaan
Nilai
Pilihan
Nilai
Keberadaan
Nilai Penggunaan
langsung & tidak
langsung masa
depan
Nilai
Warisan
Nilai dari pengetahuan
mengenai
keberlangsungan
keberadaan lahan
pertanian
 Habitat
B
 Species langka
i
 Perubahan yg
o
irreversible
d
i
v
berkurang nilai atau manfaat nyata ebagi individu
r
s
i
1993. Klasifikasi Nilai Ekonomi Lahan
Pertanian
t
y


K
o
n
s
e
r
v
a
6
FUNGSI LAHAN SAWAH
Media Budidaya





Padi
Palawija
Buah-buahan
Perikanan tawar
Jerami
Fungsi
Lingkungan
Biologi-Fisika-Kimia
Fungsi
Lingkungan
Sosek-budaya
 Pemasok air tanah
 Pengendali banjir, erosi
dan longsor
 Penyejuk udara
 Penyerap sampah
organik
 Penyerap karbon (CO2)
 Penghasil oksigen (O2)
 Keragaman hayati
 Konservasi habitat
 Species langka
 Ketahanan
pangan
 Penyedia
lapangan kerja
 Tempat rekreasi
 Pelestari budaya
pedesaan/lokal
Barang
privat
Public
goods
Menggunakan
harga pasar
Menggunakan harga
non-pasar
Sumber: Irawan, 2002. Multifungsi Lahan Sawah
Selaras dengan multifungsi lahan pertanian, manfaat langsung lahan pertanian
dapat dikaitkan dengan sepuluh unsur berikut (Mayrowani, dkk., 2003):
(1) Penghasil bahan sandang dan pangan,
(2) Penyedia kesempatan kerja pertanian,
(3) Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak lahan,
(4) Sumber PAD melalui pajak lainnya,
(5) Mencegah urbanisasi melalui kesempatan kerja yang diciptakan,
(6) Sebagai sarana bagi tumbuhnya kebudayaan tradisional,
(7) Sebagai sarana tumbuhnya rasa kebersamaan atau gotongroyong,
(8) Sebagai sumber pendapatan masyarakat,
(9) Sebagai sarana refreshing, dan
(10) sebagai sarana pariwisata.
7
Sedangkan manfaat tidak langsung mencakup fungsi-fungsi pelestarian
lingkungan yang terdiri dari unsur-unsur: berikut (Tala’ohu, dkk., 2003):
(1) Mengurangi peluang banjir,
(2) Mengurangi peluang erosi,
(3) Mengurangi peluang tanah longsor,
(4) Menjaga keseimbangan sirkulasi air, terutama di musim kemarau,
(5) Mengurangi pencemaran udara akibat polusi industri, dan
(6) Mengurangi pencemaran lingkungan melalui pengembalian pupuk
organic pada lahan sawah.
Manfaat bawaan terdiri dari dua unsur:
(1) sebagai sarana pendidikan, dan
(2) sebagai sarana untuk mempertahankan keaneka-ragaman hayati.
Hasil analisis Nilai Ekonomi Lahan Sawah di Wilayah DAS Brantas pada tahun
2002 disajikan berikut:
8
EkoSistem Bentang Lahan
Sebagai suatu ekosistem alam, lahan pertanian mempunyai
komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Interaksiinteraksi yang berlang sung di dalam ekosistem ini menimbulkan beberapa
proses kunci, seperti proses perkembangan tanah (tercermin dalam tingkat
kesesuaian lahan), proses erosi dan lim pasan permukaan, proses produksi
tanaman dan ternak, dan proses-proses
sosial-ekonomi . Proses
perkembangan tanah di alam terjadi secara terus menerus, dan dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling berinteraksi satu sama lain . Beberapa faktor
yang sangat penting adalah iklim, organisme, batuan induk, topografi, dan
waktu. Interaksi faktor-faktor ini menentukan laju pelapukan batuan induk
yang hasil-hasilnya akan menyusun salah satu dari komponen-komponen
tanah. Sifat- sifat komponen tanah ini selanjutnya akan menentukan tipe
tanah dan tingkat kesesuaiannya bagi tanaman (Buol, Hole, dan McCracken,
1980).
Sumberdaya lahan mencakup semua karakteristik dan prosesproses serta fenomena-fenomena lahan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Salah satu tipe penggunaan lahan
yang penting ialah penggunaan sumberdaya lahan dalam tipe-tipe
pemanfaatan lahan (land utilization type) pertanian untuk mendapatkan
hasil-hasil pertanian dan ternak (Hardjowigeno, 1985).
Upaya pemanfaatan lahan pertanian pada hakekatnya ditujukan untuk
mendapatkan hasil-hasil dari komoditas pertanian. Aktivitas pengelolaan
sumberdaya lahan dalam hal ini pada dasarnya merupakan upaya
penyesuaian antara kondisi lahan yang ada dengan persyaratan bagi komoditas pertanian (Sitorus, 1985). Kondisi lahan ini menjadi kendala yang
membatasi kemampuan dan kesesuaian sumberdaya lahan terhadap
persyaratan penggunaan dan pemanfaatan lahan. Secara lebih operasional,
konsepsi tentang kondisi lahan ini dapat dijabarkan dalam konsepsi kualitas
lahan yang dapat dievaluasi secara lebih kuantitatif dan lebih obyektif
(Soemarno, 1990; Janssen, 1991). Hubungan antara kondisi lahan dengan
respon tanaman dalam upaya pengelolaan lahan akan menentukan tingkat
produktivitas lahan (Wood dan Dent, 1983).
Berbagai teknik telah
dikembangkan untuk memperkirakan tingkat produktivitas lahan melalui
proses evaluasi lahan. Hasil evaluasi ini penting dalam rangka perencanaan
dan pengelolaan sumberdaya lahan (Sys, 1985; Soemarno, 1990).
Salah satu bentuk pengelolaan lahan yang terkenal adalah
menggunakan lahan sebagai komponen sistem usahatani. Suatu sistem
usahatani komoditas pada kenyataannya sangatlah kompleks (subsistem
sumberdaya alam, dan subsistem sosial-ekonomi-budaya), bersifat dinamis,
dan senantiasa berinteraksi dengan sistem-sistem lain. Pendekatan sistemik
dipersyaratkan demi keberhasilan penelaahan usahatani komoditas dalam
kerangka pewilayahannya (Dent dan Young, 1971; Shanner, et al., 1982, dan
Wright, 1971). Melalui serangkaian analisis sistem dapat ditelaah struktur
sistem dalam upaya mendapatkan struktur yang optimal, sehingga dengan
mensimulasi input sistem diharapkan dapat diperoleh output yang
diharapkan.
Implikasi lebih lanjut ialah dimungkinkannya rekayasa
9
agroteknologi arahan bagi setiap sistem usahatani komoditas di suatu
wilayah pengembangan (Soemarno, 1988).
10
PENGGUNAAN LAHAN
Sumber:
11
DAFTAR PUSTAKA
BAMBANG RAHMANTO, BAMBANG IRAWAN DAN NUR KHOIRIYAH AGUSTIN. 20..
PERSEPSI MENGENAI MULTIFUNGSI LAHAN SAWAH DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP ALIH FUNGSI KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Litbang Pertanian, jalan A Yani 70
Bogor.
Brinkman, A. R. dan A. J. Smyth. 1973. Land Evaluation for Rural Purpose. ILRI Publ.
No 17. Wageningen.
Buol, S.W., F.D. Hole, dan R.S. McCracken. 1980. Soil Genesis and Classification.
Second ed. The Iowa State University , Ames.
Callaghan, J.R. 1992. Land use: The interaction of economics, ecology and hydrology.
Chapman & Hall. London.
Dent, D. dan A. Young. 1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen & Unwin,
London.
Djaenudin, D., Anny, M., Marwan, H., dan Subagyo, N. 1997. Ktiteria Kesesuaian
Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah Dan Agroklimat.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Djikerman, J. C. and Julia Widyaningsih. 1985. Evaluasi Lahan. Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Unibraw. Malang.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil
Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.
FAO. 1978. A Framework for Land Evaluation. Soils Bulletin No. 32. Food and
Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
Flach, K.W. 1986. Modeling of Soil Productivity and Related Land Classification.
Dalam: Land Evaluation for Land-use Planning and Conservation in Sloping
Areas (Ed. by W. Siderius, 1986). ILRI Publications No. 40. International
Institute for Land Reclamation and Improvement. P.O. Box 45, 6700 AA
Wageningen, The Netherlands.
Hardjowigeno, S. 1985. Kesesuaian Lahan Bagi Pengembangan Pertanian dan Non
Pertanian. Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT Media Tama Sarana. Bandung.
Irawan, Bambang., dkk. 2002. Analisis nilai ekonomi sumberdaya lahan pertanian.
Laporan Hasil penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian.
Janssen, B.H. 1991. Quantitative Evaluation of Soil Fertility. Guest Lecture,
Cooperation between Brawijaya University - Wageningen Agricultural University and Leiden University.
Kusuma, Z.,B. Setiawan, B. Prasetya, Sudarto dan M. Dewani. 1993. Studi Sistem
Konservasi Tanah dan Air dalam Usahatani Tebu Lahan Kering di Sub DAS
Lesti, Malang. Penelitian dibiayai oleh Dana DIP No. 463/XXIII/3/1992
Tanggal 14 Maret 1992 Dengan No Kontrak No 135- 6/Pro.OP.V.3/92.
Universitas Brawijaya, Malang.
12
Munasinghe, M. 1993. . Environmental economics and sustainable development.
World Bank Environmental Paper No. 3.
Munir, H.M., 1996. Tanah-tanah Utama di Indonesia. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Purnell, M.F. 2986. Application of the FAO Framework for
Land Evaluation for
Conservation and Land-use Planning in Sloping Areas: Potentials and
Constraints. ILRI Publication No. 40, The Netherlands.
Purushatham, K. dan B. Narasimhan. 1981. Depletion of Soil Moisture by Young
Mango Trees With and Without Irrigation. South Indian Horticulture
29(1):68-69.
Puslittan. 1983. Kerangka Acuan Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Pusat Penelitian
Tanah. Bogor.
Soemarno, Sudarto dan A. Affandie. 1995. Pewilayahan Komoditi Lahan Kering
Miskin (Studi Kasus di Kecamatan Karangan, Trenggalek). . Review Hasil-hasil
Penelitian dalam Rangka Implementasi PIP Universitas Brawijaya Tahun
1990/91 - 1993/94.
Soemarno. 1991. Studi Model Alokasi Penggunaan Lahan yang Berwawasan
Lingkungan di DAW Selorejo. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V. Jakarta,
3-7 September 1991.
Soemarno. 1991. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub DAS Konto, Malang.
Disertasi, Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL),
Institut Pertanian Bogor.
Soemarno. 1992. Studi Model Pewilayahan Komoditi Pertanian yang Berwawasan
Lingkungan di Sub DAS Lesti, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Proyek
Penelitian yang dibiayai oleh Proyek ARM Balitbang Pertanian.
Sys, C. 1985. Land Evaluation. State University of Ghent, Belgium.
Tala’ohu, S.H., F. Agus, dan G. Irianto. 2001. Hubungan perubahan penggunaan
lahan dengan daya sangga air Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang. Dalam:
Fahmuddin Agus, dkk (eds). Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan
Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Tala’ohu, S.H., S. Sutono, dan F. Agus. 2003. Daya sangga air lahan pertanian
terhadap banjir dan nilai replacement cost di DAS Citarum. Makalah Seminar
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Thamrin Tola, P. Tandi Balla, dan Bachrul Ibrahim. 2007. ANALISIS DAYA DUKUNG
DAN PRODUKTIVITAS LAHAN TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BATANG
KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN. Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan Vol. 7 No. 1 (2007) p: 13-22 .
Yoshida, K., 2001. An economic evaluation of multifunctional roles of agricultural
and rural areas in Japan. Ministry of Agricultural Forestry and Fisheries.
Japan.
Download