II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Data, Informasi dan Pengetahuan Manajemen pengetahuan diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan atau untuk membuat perusahaan mampu mempertahankan daya saing, atau untuk mempertahankan posisi utama di pasar. Pengetahuan berkaitan dengan data dan informasi. Pengetahuan adalah informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau informasi tersebut memampukan seseorang atau institusi untuk mengambil tindakan yang berbeda atau tindakan yang lebih efektif (Drucker, 1998). Davenport dan Prusak (1998) mendefinisikan pengetahuan sebagai campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Pada organisasi, pengetahuan sering terkait tidak hanya pada dokumen atau tempat penyimpanan barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktik dan norma perusahaan. Davenport dan Prusak (1998) membedakan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan yaitu pengetahuan bukanlah data, bukan pula informasi, namun sulit sekali dipisahkan dari keduanya. Data bersifat diskrit, yaitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau objek-objek tertentu. Data akan menjadi informasi jika diolah (disortir, dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik atau tabel). Data dan informasi merupakan bahan baku yang diolah oleh aksi atau tindakan menjadi pengetahuan. Proses perubahan data menjadi informasi dilakukan beberapa tahapan yang dimulai dari huruf C, yaitu: Contextualized: memahami manfaat data yang dikumpulkan Categorized: memahami unit analisis atau komponen kunci dari data Calculated: menganalisis data secara sistematik atau secara statistik Corrected: menghilangkan kesalahan (error) dari data Condensed: meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas 10 Data adalah kumpulan fakta objektif mengenai sebuah kejadian. Sementara informasi adalah data yang telah diolah, biasanya menggunakan aturan statistika sehingga mengandung arti. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar (Pratomo yang dikutip Tjakraatmadja dan Lantu, 2006). Menurut Teskey (dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) dalam tulisannya User Models and World Models for Data, Information, and Knowledge, menjelaskan bahwa data merupakan hasil pengamatan langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan. Data merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Informasi merupakan kumpulan data terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan antar entitas. Sedangkan pengetahuan merupakan model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat berubah sejalan dengan perkembangan informasi yang dimiliki dalam pikirannya. Powell (dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) menyatakan bahwa data adalah koleksi terstruktur dari kumpulan fakta. Informasi adalah data atau fakta yang memiliki arti. Sedangkan pengetahuan merupakan hasil atau keluaran atau nilai dari informasi. Menurut Davenport dan Prusak (1998), proses transformasi informasi menjadi knowledge melalui empat tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu: Pembandingan (Comparison): membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasai-situasi yang lain yang telah diketahui Konsekuensi (Consequences): menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan Hubungan (Connections): menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari informasi dengan hal-hal lainnya. Percakapan (Conversation): membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain terkait informasi tersebut. Dixon (2000) menyatakan bahwa informasi adalah data “di dalam informasi”. Tiwana (2000) menggambarkan bahwa informasi adalah data yang telah memiliki nilai (value) karena telah (dikategorikan, dikalkulasi, diperbaiki dan diolah). mengalami kontekstualisasi 11 Dari berbagai pendapat diatas bahwa maka dapat disimpulkan bahwa data merupakan kumpulan simbol, fakta, gambar-gambar, angka-angka, huruf-huruf terhadap suatu kejadian/kondisi tertentu yang belum dianalisis, diolah maupun disortir. Informasi adalah data yang sudah diolah, dianalisis serta disortir yang memiliki arti dan dikomunikasikan kepada orang lain. Sedangkan pengetahuan diperoleh dari sekumpulan infomasi terstruktur yang didapat untuk melakukan aksi serta dapat dipakai dasar untuk mengambil suatu keputusan. Polanyi membagi pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu 1. Pengetahuan Tacit (tacit knowledge) Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang diam di dalam benak manusia dalam bentuk intuisi, judgement (pendapat), ketrampilan (skill) dan kepercayaan (belief) yang sangat sulit diformalisasikan dan dibagi dengan orang lain 2. Pengetahuan Eksplisit (explicit knowledge) Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan didistribusikan dengan menggunakan berbagai media. Bentuknya dapat berupa formula, kaset/CD Video dan audio, spesifikasi produk atau manual. Tiwana (2001) membedakan tacit knowledge dan explicit knowledge yang disusun berdasarkan karakteristik. Karakteristik tersebut dilihat berdasarkan sifat, formalisasi, proses pengembangan, lokasi, proses konversi, dukungan IT dan sarana komunikasi dari kedua pengetahuan tersebut. Perbedaan karakteristik pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. 12 Tabel 2. Pengetahuan Tacit versus Pengetahuan Eksplisit Karakteristik Tacit Explicit Sifat Pribadi/personal, konteksspesifik Sulit untuk diformalkan, dicatat, dikodekan atau diartikulasikan Dapat dikodifikasi dan dijelaskan Dapat dikodifikasi dan ditransmisikan ke dalam bahasa yang sistematis dan formal Dikembangkan melalui penjelasan dari pemahaman tacit dan interpretasi informasi Formalisasi Proses Pengembangan Dikembangkan melalui proses trial and error yang ditemui dalam praktek Lokasi Tersimpan di dalam pikiran karyawan Proses konversi Dikonversi ke eksplisit melalui ekternalisasi yang sering didorong oleh metapora dan analogi Sulit untuk mengelola, membagi, atau didukung oleh IT Membutuhkan media komunikasi yang beraneka ragam Dukungan IT Sarana komunikasi Tersimpan dalam dokumen, database, halaman web, email, bagan, dll. Dikonversi kembali ke tacit melalui pengenalan Mudah didukung oleh IT Dapat ditransfer melalui saluran elektronik konvensional Sumber: Tiwana, 2001 Kedua jenis knowledge tersebut oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dapat dikonversi melalu empat jenis proses konversi, yaitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi. Keempat jenis proses konversi ini dikenal dengan SECI proses (S: Socialization, E: Externalization; C: Combination dan I: Internalization) 13 Gambar 3. Empat Model Konversi Knowledge (SECI Process) (Nonaka & Takeuchi, 1995) 1. Sosialiasi merupakan proses sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui interaksi dan pengalaman langsung. Salah satu proses sosialisasi adalah dengan pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, individu dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta pengetahuan baru. Di dalam sistem Manajemen Pengatahuan, fitur-fitur kolaborasi seperti e-mail, diskusi elektronik, komunitas praktis (communities of practice) memungkinkan pertukaran pengetahuan tacit (informasi, pengalaman, dan keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga organisasi semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif. Hal ini baik untuk dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi, mempercepat proses aktivitas, dan menumbuhkan budaya belajar. Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah pengetahuan tacit para pelatih menjadi pengetahuan tacit para peserta pelatihan. 2. Eksternalisasi merupakan pengartikulasian pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Dukungan terhadap proses eksternalisasi dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari pengetahuan yang tercipta saat diadakannya 14 pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan. 3. Kombinasi merupakan proses konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan eksplisit yang baru melalui sistemisasi dan pengaplikasian pengetahuan eksplisit dan informasi. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi), database organisasi dan internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur Enterprise Portal seperti knowledge organization system yang memiliki fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi), pencarian, dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini. 4. Internalisasi merupakan proses pembelajaran dan akuisisi pengetahuan yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap pengetahuan eksplisit yang disebarkan ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi pengetahuan tacit anggota organisasi. 2.2. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Manajemen Pengetahuan adalah pendekatan-pendekatan sistemik yang membantu muncul dan mengalirnya informasi dan pengetahuan kepada orang yang tepat pada saat yang tepat untuk menciptakan nilai (American Productivity and Quality Centre). Tiwana (2000) menyampaikan bahwa Manajemen Pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima. Manajemen Pengetahuan yang sukses tidak hanya karena komputer yang impresif tetapi sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis, yaitu: Alur pengetahuan yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi/institusi; Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan pengetahuan tersebut; Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan pengetahuan. Oleh karena itu, Manajemen Pengetahuan akan sukses apabila terjadi interaksi di antara komponennya dan tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dari ketiga komponen tadi. Meskipun demikian, Manajemen Pengetahuan memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk: 15 Menangkap dan menganalisis informasi organisasi dan diaplikasikan secara strategis dalam bentuk warehousing dan datamining, sistem pendukung keputusan (Decision System Support), serta Sistem Informasi Eksekutif (EIS); Menciptakan proses untuk akses informasi ke seluruh dunia melalui intranet, groupsware, dan sistem pendukung keputusan kelompok (Groups DSS) agar karyawan mendapat informasi secara cepat, informatif dan inovatif; Menjadikan kekuatan pendorong dari pengetahuan yang terakumulasi dari pengalaman masa lalu seluruh organisasi; Membangun dan menyelesaikan proyek dengan meningkatkan kecepatan, ketangkasan dan keselamatan. Bukowitz dan Williams (1999) menyebutkan bahwa dalam prakteknya Manajemen Pengetahuan mestilah berjalan bersamaan dalam dua alur yaitu: 1. Tactical Process atau memanfaatkan pengetahuan untuk menanggapi kebutuhan, kesempatan dan perkembangan sehari-hari. 2. Strategic Process atau penggunaan pengetahuan untuk kebutuhan strategis dan jangka panjang perusahaan. Weggeman (1997) memvisualisasikan proses Manajemen Pengetahuan sebagai sebuah rantai nilai pengetahuan. Rantai nilai pengetahuan ini terdiri dari fase-fase sebagai berikut: menentukan relevansi pengetahuan dengan strategi, membuat daftar pengetahuan yang tersedia, mengembangkan pengetahuan, menyebarkan/menempatkan pengetahuan, menerapkan pengetahuan dan mengevaluasi pengetahuan. Proses Manajemen Pengetahuan sifatnya kontinyu dan berulang. Misi, visi, tujuan dan strategi organisasi menjadi tenaga pendorong bagi rantai nilai pengetahuan. Dalam pengertian lain Diepstraten dalam Zolingen et al. (2001) membedakan 7 fase Manajemen Pengetahuan yang berbentuk proses sebagai berikut: 1. Ekspoitasi nilai tambah pengetahuan oleh klien 2. Pengembangan pengetahuan baru oleh klien 3. Penyebaran pengetahuan 4. Penggabungan pengetahuan 5. Pendokumentasian pengetahuan untuk kebutuhan di masa depan 6. Menerapkan dan menggunakan pengetahuan 16 7. Mendapatkan pengetahuan dari supplier. Spek dan Spijkervet (1995) mengindikasikan proses organisasi sebagai inti Manajemen Pengetahuan. Pengetahuan berguna karena sifatnya yang dinamis. Beberapa hal yang menyebabkan pengetahuan dinamis yaitu: 1. Pengetahuan baru dapat dikembangkan 2. Pengetahuan baru dapat didistribusikan kepada bagian yang membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. 3. Pengetahuan dapat diakses untuk keperluan masa depan demi kepentingan kolektif. Hal-hal tersebut menjadi bagian alasan mengapa Manajemen Pengetahuan menjadi sangat penting bagi perusahaan. Selain itu, tumbuhnya perhatian pada Manajemen Pengetahuan terkait dekat dengan upaya perusahaan untuk menjadi suatu organisasi pembelajaran (learning organization), dimana para manajer giat menciptakan budaya dan sistem untuk menciptakan knowledge baru dan mencari knowledge dan menggunakannya pada saat dan tempat yang tepat (Marsick dan Watkins, 1999). Berbagai kemungkinan dapat digambarkan melalui fase-fase di dalam proses Manajemen Pengetahuan yang dikenal sebagai proses siklus yang terdiri atas lima fase yaitu: 1. Pencarian pengetahuan Pencarian pengetahuan berarti mengusahakan informasi baru di dalam organisasi, Disini hanya pengetahuan strategis yang penting karena memberi kontribusi pada pelaksanaan aktifitas inti dan mengembangkan kompetisi inti organisasi. 2. Pengadaan pengetahuan Pengadaan pengetahuan berarti menciptakan pengetahuan dan merubah pengetahuan menjadi eksplisit, dan jika diinginkan, orang dapat mengakses informasi ini setiap saat dan dimana saja. 3. Penyebaran pengetahuan Penyebaran pengetahuan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya dalam pelaksanaan kerja. 17 4. Pengembangan pengetahuan Pengetahuan dikembangkan dari pengetahuan yang sudah ada, dapat dibentuk dan dikembangkan suatu pandangan dan pengetahuan baru. 5. Penerapan pengetahuan Penggunaan pengetahuan yang baru dikembangkan untuk kepentingan organisasi. Selanjutnya Gamble dan Blackwell (2001) menyebutkan syarat penerapan manajemen pengetahuan yaitu: Penangkapan pengetahuan baik dari sumber eksternal maupun internal Suatu metode mengkodisikasi pengetahuan tersebut dipikiran Suatu sarana memberi akses untuk pengetahuan kemudian diciptakan Merupakan pemborosan jika pengetahuan sebenarnya tidak digunakan Loop umpan balik dilengkapi ketika knowledge worker menambah nilai untuk pengetahuan yang ada dengan mengubahnya melalui penggunaan pengetahuan itu sendiri. Ketika pengetahuan telah hidup lebih lama penggunannya dihilangkan dari basis pengetahuan. Karakteristik organisasi seperti struktur, kultur dan strategi, sebagaimana sistem pengetahuan, mempengaruhi kemajuan proses manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan cara terbaik dalam memadukan budaya organisasi dan budaya kelompok. Selain perlunya struktur dan kultur organisasi yang tetap, adanya suatu strategi pengetahuan berdasar pada kebijakan pengetahuan yang jelas dan detail, mengarah pada inovasi dan pembelajaran juga merupakan hal yang penting bagi kelanjutan organisasi. Proses mengimplementasikan manajemen pengetahuan menurut Tiwana (2001) yaitu: 1. Analisa infrastruktur yang ada 2. Penyesuaian manajemen pengetahuan dan strategi bisnis 3. Desain infrastruktur manajemen pengetahuan 4. Audit aset pengetahuan yang ada dan sistem 5. Desain tim manajemen pengetahuan 6. Membuat blueprint manejemen pengetahuan 7. Mengembangkan sistem manajemen pengetahuan 18 8. Membentuk dan menyebarkan 9. Mengelola perubahan, budaya dan struktur penghargaan 10. Evaluasi performance, mengukur ROI (return on investment), dan terus menerus memperbaiki sistem manajemen pengetahuan. 2.3. Audit Manajeman Pengetahuan Audit manajemen pengetahuan adalah kegiatan memeriksa secara sistematis kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi (Munir, 2008). Dengan audit manajemen pengetahuan dapat diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi memfasilitasi pembelajaran dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Sebelum melakukan audit pengetahuan sebaiknya organisasi memahami alasan untuk mengembangkan manajemen pengetahuan. Berdasarkan hasil observasi yang dikembangkan oleh Von Krogh, Ichiyo dan Nonaka dalam Munir (2008) terhadap 700 perusahaan, terdapat tiga alasan utama organisasi mengembangkan manajemen pengetahuan yaitu (Munir, 2008): 1. Meminimalkan resiko Dalam tahap ini organisasi bergegas mencari pengetahuan-pengetahuan berharga yang dimilikinya, mengumpulkan, dan menggunakannya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Organisasi memanfaatkan pengetahuan untuk melakukan tindakan-tindakan yang reaktif, dan fokus perhatian organisasi adalah terhadap pengetahuan itu sendiri, terutama pengetahuan yang spesifik pada konteksnya. 2. Meningkatkan efisiensi Pada tahap ini organisasi masih banyak memanfaatkan pengetahuan untuk tindakan-tindakan yang bersifat reaktif dan belum ada suatu proses kreasi pengetahuan yang terencana dengan baik. Namun organisasi sudah mulai mencari secara aktif pengetahuan-pengetahuan baru yang terbentuk karena proses kreasi antar anggota organisasi. Secara terencana pula organisasi melakukan kegiatan menyebarkan pengetahuan dalam bentuk proses kerja yang sudah teruji efektifitasnya di satu unit kerja ke seluruh unit kerja yang ada di organisasi. 19 Hal yang menarik pada organisasi tahap ini adalah munculnya kesadaran bahwa pemanfaatan pengetahuan, kreasi pengetahuan dan penyebaran pengetahuan tidak dapat mengandalkan kecanggihan teknologi informasi. Seperti yang disampaikan oleh English dan Baker (2006), teknologi informasi hanyalah puncak gunung es yang kebanyakan hanya menangkap bagian eksplisit dari suatu pengetahuan. Sementara untuk melakukan penyebaran pengetahuan perlu ada upaya khusus untuk menangani bagian terbatinkan dari pengetahuan, apalagi bila melibatkan pihak-pihak yang tidak bersedia berbagi pengetahuan. 3. Inovasi Merupakan tahapan pengembangan manajemen pengetahuan yang umum dijumpai di organisasi-organisasi yang ingin menghasilkan inovasi. Kesadaran bahwa pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya tidak cukup untuk menunjukkan kinerja prima. Organisasi-organisasi ini memfokuskan upayanya untuk menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru dan proses-proses pengelolaan pengetahuan yang andal. Para penggiat pengetahuan di organisasi rajin memotivasi sebanyak mungkin orang di organisasi untuk menjadi pembelajar yang aktif mangakuisisi pengetahuan dari lingkungan eksternal, saling berbagi, menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru dan memanfaatkannya. Organisasi memiliki visi pengetahuan yang jelas dan tegas, menyusun strategi jangka panjang berbasis pengetahuan, membangun budaya belajar dan merekrut orang-orang dengan kompetensi belajar dan bertumbuh yang baik. 20 Gambar 4. Perkembangan Alasan Organisasi Mengembangkan Manajemen Pengetahuan Audit manajemen pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Kualitas pengetahuan Audit kualitas pengetahuan ditujukan untuk memperoleh gambaran ragam kelompok pengetahuan yang telah dimiliki oleh perusahaan, kualitas atau tingkatan relatifnya dibandingkan organisasi lain, ragam kelompok pengetahuan apa yang harus dimiliki perusahaan, kualitas atau tingkatnya juga prioritasnya. 2. Kualitas pembelajaran di organisasi Bila suatu organisasi dapat menjadi organisasi pembelajar, maka organisasi tersebut akan mendapatkan keunggulan dalam hal kemampuan beradaptasi dan keluwesan (flexibility) yang sangat diperlukan untuk memenangkan persaingan di arena kompetisi yang sarat dengan perubahan. Melalui pembelajaran organisasi, organisasi memperoleh pengetahuan, dan mengaktualisaikan model mental bersama yang menjadi basis berpikir dan bertindak bagi seluruh individu Audit kualitas pembelajaran di organisasi ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai kesiapan organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan kesiapan organisasi dalam memanfaatkan hasil pembelajaran anggotanya untuk mengubah dan menyempurnakan dirinya. 21 Menurut Kim (1993) yang dikutip Munir (2008), pembelajaran merupakan proses mendapatkan pengetahuan yang dilanjutkan dengan aktualisasi pengetahuan yang sebelumnya dimiliki. Definisi tersebut meliputi dua hal: (1) Proses mendapatkan pengetahuan untuk ‘mengetahui bagaimana caranya’ yang akan mendasari kemampuan fisik untuk memproduksi suatu tindakan dan (2) Proses mendapatkan pengetahuan untuk ‘mengetahui mengapa demikian’ yang menghasilkan kemampuan untuk mengartikulasikan pemahaman konseptual dari suatu pengalaman. Secara umum pembelajaran dapat dipahami sebagai proses peningkatan kapasitas manusia dalam melaukan tindakan yang efektif. 3. Kualitas proses pengelolaan pengetahuan Dalam audit proses pengelolaan pengetahuan hanya difokuskan pada empat proses utama dari delapan proses. Empat proses tersebut yaitu proses akuisisi pengetahuan, proses distribusi dan berbagi pengetahuan, proses pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan serta proses pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan. Melalui kegiatan audit manajemen pengetahuan ini dapat diketahui apakah proses-proses pengelolaan pengetahuan sudah ada dan berjalan dengan efektif di organisasi. 2.4. Organisasi Organisasi merupakan satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih, dan secara terus menerus berusaha mencapai tujuan bersama. Kumpulan individu ini dalam melakukan aktivitasnya selalu saling berinteraksi baik dengan sesama anggota organisasi maupun dengan pihak luar organisasi (Robbins, 1996). Menurut Urlich dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) menyatakan terdapat empat kompetensi dasar dari manusia yang dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan masa kini, yaitu: a. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami karakteristik paradoks antara keseimbangan untuk berpikir global namun mampu bertindak lokal. Teknologi merupakan alat utama untuk membangun perusahaan agar memiliki daya saing bertaraf global. Teknologi 22 akan berperan maksimal jika implementasinya memperhatikan kesiapan faktor manusia khususnya faktor budaya kerja, yang bersifat lokal. Teknologi yang terlalu maju dibandingkan dengan kesiapan manusia akan sia-sia atau teknologi yang diterapkan secara tidak kontekstual tidak akan efektif mencapai sasaran. b. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu menyeimbangkan antara bertindak efisien (downsizing) sambil meningkatkan pendapatan (revenue) perusahaan melalui kreativitas, inovasi dan kewirausahaan (entrepreneurship). Wujud teknologi yang makin kecil memiliki kemampuan berlipat ganda serta berkembangnya inovasi manusia, memungkinkan dirancangnya sistem dan organisasi yang makin downrizing. Namun, perlu diimbangi dengan upaya merubah peran dan kompetansi kerja manusia dalam organisasi serta meningkatkan pertumbuhan bisnis. c. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami karakteristik dan penggunaan teknologi maju – baik teknologi proses maupun teknologi informasi (capital structured) untuk memaksimumkan nilai tambah perusahaan. Upaya proses rekayasa ulang sebaiknya mencakup pertimbangan untuk merubah struktured capital (perubahan teknologi proses dan informasi) maupun unstructured capital (budaya kerja) secara seimbang. Perubahan yang hanya fokus pada structured capital, telah banyak mengalami kegagalan. Franklin et al. (2001); Hornby et al. (1992); Williams (1995) serta Markus dan Keil (1994) telah mengidentifikasi penyebab kegagalan aplikasi teknologi baru pada sebuah oganisasi terutama bukan disebabkan oleh masalah teknik namun akibat masalah psikologik dan organisasi. Penelitian MIT (1990) membuktikan bahwa kegagalan implementasi teknologi informasi terutama disebabkan karena investasi yang dilakukan terlalu fokus pada sisi teknologi, kurang memperhatikan manajemen proses perubahan serta struktur dan budaya organisasi. Lebih lanjut, Cooper dan Markus (1995) menunjukkan bahwa kegagalan aplikasi organisasi baru lebih banyak karena adanya hambatan dari tenaga kerja, Secara umum penelitian-penelitian menunjukkan kesimpulan yang sama bahwa keberhasilan suatu perubahan, bukan ditentukan oleh 23 canggihnya metode dan teknik rekayasa, namun lebih ditentukan oleh adanya komitmen dan kompetensi manusia yang terlibat dalam kerja sehari-hari. Proses perubahan teknologi menuntut komitmen serta keberdayaan tenaga kerja, untuk itu perlu dikelola dengan sistematik dan konsisten. Kebanyakan yang terjadi saat ini, pihak manajemen sering ”memaksakan” keinginan suatu perubahan, para pekerja dipaksa untuk mau menyesuaikan dengan teknologi baru, tanpa membangun komitmen, kompetensi, kemampuan belajar serta budaya kerja organisasi. d. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan yang memiliki kompetensi individual tinggi, namun seimbang dengan komitmen serta kemampuan untuk belajar dan berubah. Perusahaan masa depan membutuhkan tenaga kerja yang mampu melipatgandakan kompetensinya melalui sinergi dengan teknologi, sistem serta organisasi, sesuai dengan perkembangan lingkungan bisnis global maupun lokal. Organisasi dilihat dari tujuannya dibedakan menjadi dua yaitu organisasi perusahaan (business organization) dan organisasi sosial (public organization). Organisasi perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba dan prinsip kegiatannya ekonomis rasional, sedangkan organisasi sosial bertujuan untuk memberikan pelayanan dan prinsip kegiatannya adalah pengabdian sosial (Hasibuan, 2007). Kusdiyono (2009) menyatakan bahwa perkumpulan adalah suatu pengelompokan anggota-anggota masyarakat yang terorganisasi secara sistematis untuk tujuan atau kepentingan tertentu. Perkumpulan dalam arti luas menurut Herman (2007) yaitu meliputi suatu persekutuan, koperasi, dan perkumpulan yang saling menanggung. Perkumpulan dalam pengertian ini terbagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Perkumpulan yang berbentuk Badan Hukum, seperti Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perkumpulan Saling Menanggung. 2. Perkumpulan yang tidak berbentuk Badan Hukum seperti Persekutuan Perdata, Perseroan Komanditer, dan Firma. Ciri-ciri perkumpulan adalah : 1. Terorganisasi secara sistematis 2. Terbentuk karena memiliki tujuan tertentu 24 3. Hubungan anggota bersifat kontekstual 4. Kepemimpinan lebih bersifat hierarki dan atas dasar wewenang Status hukum perkumpulan adalah berbentuk Perkumpulan Saling Menanggung seperti yang diatur dalam stb 870-64 yang dikeluarkan pada tanggal 28 Maret 1870. Menurut ketentuan ini, status badan hukum akan diperoleh setelah mendapat pengesahan menteri hukum dan HAM yang diatur dalam Pasal 1 Stb 1874, sehingga dapat melakukan perbuatan hukum, menyandang hak dan kewajiban, dan dapat digugat maupun menggugat di pengadilan. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh perkumpulan adalah : 1. Perkumpulan berhak untuk mengajukan gugatan 2. Perkumpulan wajib mendaftarkan perkumpulan tersebut pada instansi yang berwenang untuk mendapatkan status Badan Hukum 2.5. Organisasi Pembelajar Organisasi pembelajar adalah organisasi yang mampu memfasilitasi pembelajaran bagi seluruh anggota organisasinya dan mengubah tindakan (transform) dan menyempurnakan dirinya berdasarkan hasil belajar anggotanya (Pedler dan Burgoyne, 1995 dan Garvin, 2000 dalam Munir, 2008). Menurut Tjakraatmadja dan Lantu (2006), organisasi pembelajar didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan dalam siklikal, karena anggotaanggotanya memiliki komitmen dan kompetensi individual yang mampu belajar dan berbagi pengetahuan pada tingkat superfisial maupun substansial. Dilihat dari prosesnya, pembelajaran organisasi merupakan suatu proses akumulasi pengetahuan (human capital) organisasi akibat adanya proses interaksi antara individu belajar dengan organisasi pembelajar, atau karena dorongan lingkungan kerja yang memiliki karakteristik yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran organisasi (berbagi pengetahuan antara para anggota organisasi), sehingga meningkatkan kualitas kehidupan kerja organisasi. Definisi organisasi pembelajar yang secara khusus digunakan untuk NGO (Non Goverment Organization) adalah suatu organisasi yang secara aktif menggabungkan pengalaman dan pengetahuan dari anggota dan mitra melalui pengembangan program, kebijakan, prosedur dan sistem dengan cara-cara yang 25 secara kontinyu meningkatkan kemampuan untuk menetapkan dan mencapai tujuan, memuaskan stakeholder, pengembangan program, nilai, pengembangan masyarakat dan pencapaian misi dengan konstituen (Aike dan Britton, 1997) Senge dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) mengatakan bahwa untuk menjadi organisasi pembelajar perlu menerapkan lima disiplin belajar yaitu: (1) Disiplin keahlian pribadi (personal mastery). Disiplin yang akan mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya sebagai seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual para anggota organisasi untuk melakukan kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual; emosional maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya. (2) Disiplin visi bersama (shared vision). Organisasi pembelajar membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. (3) Disiplin model mental (mental model). Organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi. (4) Disiplin pembelajaran tim (team learning). Disiplin pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok memiliki rasa saling membutuhkan satu 26 dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisai, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata, merupakan ilusi belaka. Kemampuan untuk membangun ikatan emosional, semangat berdialog, keterampilan bekerja sama secara tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim. (5) Disiplin berpikir sistemik (system thinking). Disiplin ini berfungsi untuk melengkapi disiplin bagaimana kita belajar, yaitu disiplin untuk memahami apa sebenarnya yang kita pelajari. Faktor utama dari konteks pembelajaran dalam organisasi kontemporer adalah bagaimana kita dapat memahami kompleksitas permasalahan yang terjadi di sekitar kita, serta kita mampu berperan serta dan menciptakan perubahan yang berarti dan bermanfaat untuk mempertahankan kemampuan hidup organisasi kontemporer. Disiplin ini merupakan keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integratif dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif. Organisasi pembelajar memiliki tiga karakteristik menurut Garrat (1990) dalam Munir (2008). Tiga karakteristik tersebut, yaitu: Pertama, organisasi pembelajar mendorong orang-orang di semua level untuk belajar secara reguler dan bekerja keras dari pekerjaannya. Kedua, organisasi pembelajar memiliki sistem untuk menangkap pembelajaran dan memanfaatkannya pada hal atau tempat yang membutuhkannya. Ketiga, organisasi pembelajar menghargai pembelajaran dan mampu secara terus-menerus melakukan transformasi dirinya sebagai hasil pembelajaran. Bangunan organisasi pembelajar dapat dilihat pada gambar di bawah ini 27 Gambar 5. Bangunan Organisasi Pembelajar (1) Fondasi “bangunan organisasi pembelajar” berdiri di atas fondasi rasa saling percaya dan budaya belajar. (2) Struktur pilar pertama “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh keterampilan belajar yang minimal terdiri dari: a. Keterampilan memecahkan permasalahan secara sistematik. b. Keterampilan bereksperimen dengan menggunakan pendekatan baru c. Kemampuan belajar dari pengalaman dan/atau sejarah masa lalu d. Kemampuan belajar dari praktisi yang berhasil e. Kemampuan mentransfer pengetahuan dengan cepat dan efisien (3) Struktur pilar kedua “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh fasilitas belajar yang terdiri dari: a. Informasi sistemik b. Struktur organisasi c. Sistem penghargaan (4) Atap “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh disipilin belajar yang terdiri dari: a. Disiplin keahlian pribadi b. Disiplin berbagi visi c. Disiplin model mental d. Disiplin berpikir sistemik e. Disiplin tim pembelajar 28 (5) Enabler organisasi pembelajar dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan Literatur tentang organisasi pembelajar dan NGO efektif mengusulkan delapan fungsi kunci yang harus dilakukan untuk belajar secara efektif, yaitu: 1. Menciptakan budaya yang mendukung Hal ini berkaitan dengan pemberian penghargaan terhadap kontribusi staf, penciptaan iklim belajar, sumber daya dan fasilitas untuk pengembangan individu serta kebebasan untuk berdiskusi tentang isu yang berkembang. 2. Mengumpulkan pengalaman internal Fungsi ini berkaitan dengan prosedur-prosedur sistematis untuk mengumpulkan pengetahuan yang ada di organisasi dan peningkatan kapasitas individu. 3. Mengakses Pembelajaran Eksternal Mengakses pembelajaran eksternal berkaitan dengan mengumpulkan pengetahuan dan informasi yang didapatkan di luar organisasi sebagai bahan pembelajaran di dalam organisasi. 4. Sistem Komunikasi Komunikasi mengalir bebas di seluruh organisasi antar divisi serta dapat diakses informasinya dengan mekanisme yang baik. 5. Mekanisme untuk menarik kesimpulan Pembelajaran yang didapatkan disadari sebagai kebutuhan semua anggota organisasi serta pangawasan dan evaluasi yang dilakukan di masing-masing program secara rutin dianalisis untuk mengidentifikasi apa yang telah dipelajari dan apa yang dapat diterapkan di masa yang akan dating. 6. Mengembangkan Memori Organisasi Faktor ini berkaitan dengan mekanisme penyimpanan pengetahuan melalui pengembangan database yang mudah diakses oleh anggota organisasi dan penyimpanan pengetahuan ketika anggota organisasi meninggalkan organisasinya. 7. Mengintegrasi Pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan Pembelajaran yang diperoleh diintegrasikan ke dalam strategi organisasi dan kebiijakan organisasi dengan melibatkan anggota organisasi. 29 8. Menerapkan Pembelajaran Peningkatan kapasitas individu untuk mendukung kegiatan organisasi serta konversi pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit yang dapat dibagi untuk meningkatkan kapasitas organisasi dalam menjalankan programnya. 2.6. NGO (Non Government Organization) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semula dikenal sebagai Organisasi Non Pemerintah atau Ornop. Istilah Ornop adalah terjemahan dari NonGovernment Organization atau NGO. Sebagian masyarakat menganggap bahwa LSM adalah suatu lembaga swadaya yang bekerja untuk pembangunan masyarakat kecil yang tertindas, masyarakat miskin atau mereka yang terpinggirkan. Chambers dalam Mudgal (2006) mengenalkan konsep ‘additionality’ untuk menggambarkan sumbangan potensial dari Ornop bagi proses pembangunan. Konsep ‘additionality’ itu dimaksudkan sebagai upaya membuat sesuatu lebih baik daripada yang sebelumnya, yang memberi kemungkinan baik maupun buruk. Upaya mencari ‘additionality’ yang tinggi memerlukan empat unsur yaitu mengidentifikasikan dan mempertemukan kebutuhan dan peluang; menilai manfaat terbandingkan (comparative advantage) yaitu melihat apa yang dikerjakan oleh satu Ornop dibandingkan dengan yang dikerjakan Ornop lain; belajar dan menerima lewat aksi; dan mencapai dampak yang luas. Satu Ornop dapat mencapai teknologi hingga semakin luas; mengembangkan dan menggunakan pendekatan yang kemudian diadopsi oleh Ornop lain ataupun oleh pemerintah; mempengaruhi perubahan kebijakan dan tindakan donor; mengambil manfaat dan menebarkan pemahaman tentang pembangunan. Pada mulanya Ornop dilihat sebagai organisasi yang bergerak secara eksklusif pada tingkat lokal dengan tujuan memenuhi kebutuhan kelompok miskin tanpa mempertimbangkan dampak yang luas, akan tetapi kemudian terjadi pergeseran yang mendasar yakni bahwa Ornop tidak lagi hanya berupaya ‘memenuhi kebutuhan kelompok miskin’ melainkan juga membantu mereka mengartikulasikan kebutuhan mereka dan memberikan kemampuan kepada 30 mereka untuk mengontrol proses pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka (Drabek dalam Mudgal, 2006). Menurut Riker (1995) NGO merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan yang bersifat mandiri. Organisasi seperti ini tidak menggantungkan diri pada pemerintah, negara terutama dalam dukungan keuangan dan sarana atau prasarana. Sekalipun mendapat dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional, tidak berarti kalangan NGO sama sekali terlepas dari pemerintah, karena tidak jarang pemerintah memberikan fasilitas penopang, seperti pemberian bebas pajak untuk aktivitas dan asset yang dimiliki oleh NGO (Gaffar, 2002). Pembeda NGO dengan organisasi-non pemerintah lainnya terletak pada visi, misi dan orientasi yang melintasi kepentingan staf dan anggotanya serta cara-cara yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan. Cara yang ditempuh NGO adalah melibatkan masyarakat atau kelompok sasaran dalam setiap kegiatan yang dilakukan serta tidak berorientasi pada kepentingan (non-profit oriented), tetapi sebaliknya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam proses pembangunan. Riker (1995) mengkategorikan NGO ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. Government organized NGOs atau Gongos, yaitu NGO yang muncul karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana maupun fasilitas. Biasanya NGO seperti ini berperan menyukseskan program-program pemerintah. Di Indonesia NGO seperti ini dikenal dengan sebutan NGO “plat merah”. 2. Donor organized NGOs or Dongos, yaitu NGO yang dibentuk oleh kalangan lembaga donor, baik yang bersifat multirateral maupun unilateral. NGO seperti ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lembaga donor tersebut. 3. Autonomous or Independent NGOs, yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. NGO seperti ini sifatnya independen secara finansial dan memiliki kepedulian yang sangat luas tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. 31 4. Foreign NGOs yaitu NGO yang muncul sebagai perwakilan dari NGO yang ada diluar negeri. Kehadirannya, tentu saja harus selalu setahu atau mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut beroperasi. 2.7. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian di bidang Manajemen Pengetahuan belum begitu banyak sehingga penulis menggunakan jurnal sebagai kajian penelitian terdahulu. Jurnal tersebut dijabarkan di bawah ini. Jurnal Manajemen Pengetahuan dengan judul Analisis Keunggulan Bersaing Melalui Penerapan Knowledge Management dan Knowledge-Based Strategy di Surabaya Plaza Hotel ditulis oleh Anshori (2005) menjelaskan bahwa perpaduan antara knowledge yang dimiliki, kapabilitas dan resources yang ada, digabungkan dengan strategi bisnis yang dimiliki telah menghasilkan competitive advantage yang menjadikan Surabaya Plaza Hotel (SPH) memiliki performance lebih bagus dibandingkan kompetitornya. Sesuai dengan Knowledge Management Pyramid yang dikembangkan oleh Rosenberg, Surabaya Plaza Hotel berada pada level dua yaitu Information, Creation, Sharing, dan Management. SPH perlu mengadakan satu jabatan baru yaitu Knowledge Management Manager dan meningkatkan semua kapabilitas dan resources yang ada untuk memasuki tingkat yang tinggi lagi (level tiga dalam konsep Rosenberg) yaitu Entreprise Intelligence. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan alternatif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah diagnosa Knowledge Management, Identifikasi Knowledge Sources, dan Analisis Competitive Advantage. Hasil dari penelitian menunjukkan skor dan persentase Knowledge Management secara keseluruhan di atas rata-rata yaitu 65 persen. Dengan kata lain SPH telah melakukan proses Knowledge Management dengan cukup baik. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Surabaya Plaza Hotel secara umum telah melakukan management by knowledge, meskipun belum terorganisir dengan baik. Upaya pemanfaatan pengetahuan untuk kelancaran operasional hotel sudah berjalan cukup baik, khususnya pengetahuan yang mempengaruhi posisi kompetitif yang bersumber pada customer knowledge, 32 stakeholder relationships, knowledge in product and services, dan knowledge in people. Meskipun peralatan maupun software yang dipergunakan belum terintegrasi dalam satu sistem, tetapi sudah ada upaya optimal dalam melakukan upaya penciptaan, penyebarluasan, maupun penyimpanan pengetahuan. Berdasarkan The Knowledge Management Pyramid yang dikembangkan oleh Rosenberg, Surabaya Plaza Hotel berada pada level dua yaitu Information, Creation, Sharing, and Management. Hal yang berbeda ditulis oleh Kosasih dan Budiani melalui penelitiannya yang berjudul Pengaruh Knowledge Management Terhadap Kinerja Karyawan: Studi Kasus Departemen Front Office Surabaya Plaza Hotel. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengukur pengaruh dari knowledge management terhadap kinerja karyawan pada departemen front office di Surabaya Plaza Hotel. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa knowledge management secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan, ada pengaruh yang signifikan antara personal knowledge terhadap job procedure, dan faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan adalah teknologi. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research) dengan metode kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah karyawan departemen front office di Surabaya Plaza Hotel yang berjumlah 43 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah judgement sampling yaitu sampel yang dipilih berdasarkan karakteristik tertentu, dalam hal ini adalah karyawan front office Surabaya Plaza Hotel pada level operasional yang bekerja minimal 1 tahun sebanyak 26 orang. Dalam penelitian ini penulis melakukan perhitungan distribusi frekuensi dan mean (nilai rata-rata) untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari data yang diperoleh. Metode analisis path yang digunakan adalah permodelan SEM (Structural Equation Modeling) dan partial least square sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar teori pada perancangan model lemah dan atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. Hasil dari penelitian tersebut adalah pengaruh langsung antara job prosedur ke kinerja menunjukkan arah yang positif namun nilainya sangat kecil yaitu sebesar 0,099. Namun apabila melihat pengaruh secara total antara personal 33 knowledge dan job procedure ke kinerja maka perolehan nilainya akan lebih tinggi, dengan arti bahwa job procedure yang diimbangi dengan personal knowledge akan memberikan pengaruh yang baik bagi kinerja karyawan hotel. Hasil penelitian juga menemukan bahwa pemahaman Standard Operation Procedure sebagai indikator dari job procedure dalam jangka waktu yang panjang (long run) tidak menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kinerja, hal ini juga dapat dilihat dari jumlah responden atau karyawan hotel yang lama menekuni bidangnya saat ini kebanyakan lebih dari 9 tahun. Dengan jangka waktu yang lama tersebut maka karyawan tidak lagi terpaku pada Standard Operation Procedure yang ada, namun pada prosesnya karyawan juga belajar dari pengalaman yang diperoleh. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja adalah teknologi. Hal ini dikarenakan pada departemen front office banyak menggunakan fasilitas teknologi untuk mendukung proses kerja. Secara keseluruhan implementasi knowledge management di Surabaya Plaza Hotel sudah cukup baik, hal ini juga dapat dilihat dari program-program yang ada yang menawarkan bentuk pelatihan agar karyawan diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Program lain yang diadakan yaitu sharing best-practices yang menjadi wadah bagi para karyawan untuk melakukan transfer knowledge demi peningkatan kinerja hotel. Sampai saat ini penulis belum menemukan penelitian manajemen pengetahuan untuk studi kasus di organisasi non pemerintah. Penulis menggunakan kajian penelitian terdahulu di bidang yang sama dibahas pada skripsi ini yaitu manajemen pengetahuan sehingga skripsi ini dapat dijadikan referensi kajian penelitian untuk penulis lain yang akan membahas di organisasi non pemerintah.