AIR DAN HIDUP MANUSIA SECARA SAINTIS DALAM

advertisement
AIR DAN HIDUP MANUSIA
SECARA SAINTIS
DALAM PANDANGAN AGAMA BUDDHA
Oleh Bhikkhu Dhammasubho
Puisi
Air
Aku berpikir tentang ”Alam dan Air”
Alam mengungguli segalanya
Alam tanpa batas usia
Yang bersekutu dengan alam, jaya
Yang melawan alam, sirna
Alam itu, bumi, langit, angkasa, panas api, dingin dan air
Air
Samodra
Engkau memiliki empat sifat yang nyata :
pertama, luas tak bertepi
kedua, induk dari semua aliran anak sungai
ketiga, hanya satu rasa-Mu asin
keempat, tidak menyimpan sampah, kotoran,
bangkai-bangkai, Engkau usir minggir.
Daya guna air :
Air berdaya serba guna bagi hidup
Tanpa air, hidup akan berhenti bergerak
Tanpa air, hidup tidak bisa berkarya
Tanpa air, hidup pasti mati
Lebih dari separoh, tubuh manusia berisi air.
Manusia, pernahkah berpikir ?
Manusia ibarat setetes dari air samodera
Manusia bisa berkekuatan sehebat air setetes
Yang menyatu dengan air samudera raya
Jagad, bumi buwana kita, dua pertiga berisi air
Sifat air adalah hadir dan mengalir
Lentur dapat menembus ke semua sela
Jika hanya setetes, air tidak banyak berdaya
Jika setetes air, bersatu dengan samodra raya
Air akan berdaya dahsyat kuat raksasa.
Hidup itu bergerak lunak, lentur seperti air
Tidak keras seperti batu
Batu-batu bila bertemu dengan sesamanya
Benturan dengan suara pintar
Kepintaran yang sering membuat benturan
Sama-sama kerasnya berkepala batu.
Untuk itu,
Mari menjadikan hidup kita lentur seperti air
Hadir dan mengalir, membasahi, menyirami, membersihkan,
menyejukkan, memadamkan kobar api kemarahan,
merembes, menembus ke semua sela, menyatu dengan samodera kehidupan,
menjadikan hidup berkekuatan dahsyat bayu raksa.
Barang siapa semakin jauh meninggalkan yang asli alam,
seseorang akan kehilangan daya tahan, hilang kekuatan sehat, hilang keharmonisan.
***
------------------(Oleh: Bhikkhu Dhammasubho)
PARA FISUF memandang
sembarang melalui teropong
rasionalitas abstrak murni
secara sestematis. Agama pun
tidak
luput
dari
peneropongan secara mereka.
Ini hak dan tugas filsafat.
Tentu saja agama, apalagi
hidup religius pribadi yang
lebih mendalam paling intim,
tidak
mungkin
dapat
dipahami lewat rasionalitas
melulu, semurni apa pun.
Derita batin, tawa-tangis
manusia,
keichlasan
berkorban, kepercayaan, rasa
bersalah,
tekad
untuk
memulai lagi di atas puingpuing kegagalan, dengan
tersenyum, juga cinta apalagi
iman, jauh melampui batasbatas rasionalitas melulu.
Namun
toh
ada
manfaatnya kadang-kadang
kita melihat fenomena agama
dari mata filsuf maupun
ilmuwan eksakta. Seperti
kadang-kadang kita membaca buku psikologi anak-anak. Paling tidak sebagai bahan
perbandingan atau rechecking. Dan lagi bukan-kah rasionalitas bisa menjadi panggung
pijak bersama dari penganut sekian ragam agamawan. Karena nalar, paling tidak
sebagai potensi (yang tentu saja belum pasti diaktualisasi) berstruktur universal.
Filsuf A.N. Whitehed yang pernah disebut ”pemikir heroik yang memberanikan diri
menantang singa-singa intelektualisme, materialisme, dan positivisme (termasuk sains
dan teknologi), mengkatagorikan agama-agama dalam tiga bentuk tetapi ciri-ciri
dasarnya sama:
Yang pertama, agama yang citra dasarnya memandang Tuhan sebagai semacam
Maharaja Imperial. Mahapenguasa Tunggal yang perintah-perintahNya harus ditaati
mutlak, jika orang ingin sela-mat. Kategori kedua, punya citra Tuhan sebagai Sumber
Awal dan Terakhir dari energi-energi moral dan etika. Yang Mahabaik Tanpa Cela, dan
Yang Memberi dorongan dan kekuatan dasar demi sikap dan kelakuan yang baik,
terpuji, menjauhi hal-hal yang jahat. Yang ketiga ialah, Tuhan selaku Prinsip Mutlak
yang menjadi dasar mengapa segala sesuatu yang ada (bumi, langit, alam semesta
beserta isi-isinya) dan yang terjadi ini masuk akal dan sah secara rasional. Ini Tuhan
dari para pemikir dan filsuf. Namun juga dari kalangan sangat kaum intelektual, ahli
sains dan teknologi. (YB. Mangunwijaya. Kompas, Senin, 20 Nopember 1989)
Dua pandangan seolah bertentangan, tidak mungkin bisa bertemu, saling sorot,
saling tentang dari ruang di dalam lubang sarang dahsyat mereka sendiri. Akan tetapi
kedua-duanya juga selalu berdampingan di dalam banyak daya guna dan dunia,
spiritualitas agama dan intelektualitas eksakta dari jaman ke jaman. Lebih hebat dan
dahsyat dua pandangan kelimuan berbeda bertemu dan berperlawanan dalam satu
benak yang terjadi pada satu badan dalam satu kehidupa yang sama fisikawan Stephen
Hawking.
Dengan bukunya tahun 1988 tampaknya dia memerima kemungkinan adanya seorang
pencipta, dengan mengatakan bahwa penemuan sebuah teori yang komplit akan
merupakan kemenangan akal budi manusia---karena kita akan mengetahui ”pikiran
Tuhan.”
Lain dengan dalam buku barunya The Grand Design yang ditulis bersama ahli fisika
dari A.S., Leonard Mlodiniw. Tuhan tidak lagi mempunyai tempat dalam teori
penciptaan alam semesta karena serangkaian perkembangan dalam fisika, kata Stephen
Hawking, ilmuwan Inggris itu.
Menurut Hawking, dalam sikapnya terhadap agama yang berbeda dibandingkan
dalam bukunya A Brief History of Time, Big Bang hanyalah konsekuensi dari hukum
gaya berat. ”Karena adanya hukum seperti gaya berat, alam semesta dapat dan akan
menciptakan dirinya dari ketiadaan. Penciptaan spontan adalah alasan adanya sesuatu
dan bukanya tidak ada, mengapa alam semesta ada. Mengapa kita ada. ”Tidak perlu
pertolongan Tuhan untuk membuat alam semesta tercipta” tulis Hawking. (Kompas hal
10, Sabtu, 4 September 2010)
Nama Galileo Galilei ahli astronomi Italia abad 17, yang pernah divonis oleh suatu
dewan tinggi ahli agama Gereja Roma, karena dia mengajukan tesis, bahwa bukan
matahari yang bergerak mengitari bumi yang diam, melainkan bumilah yang mengitari
matahari yang diam, memperteguh teori Copernicus rahib Polandia yang lebih pagi
menulis tentang planet-planet memutari matahari. (Y.B. Mangunwijaya. Kompas,
Selasa, 7 Nopember 1989).
Dari ketiga-tiganya pandangan agama-agama, tentu bervariasi macem-macem dari
yang murni terang benderang sampai yang buram sangat mengakabut. Dan apabila
ketika ditanya tentang adanya manusia, dan alam semesta beserta isi-isinya, dan
apabila harus menjawabnya menurut bahasa agama do’a dan dogma. Soal adannya
manusia, dan alam semesta beserta isinya, jwabnya sama, adanya adalah karena
”Ciptaan Tuhan”. Bahkan ”Tuhan” ditulis dengan tanda petik dan titik, berarti jawaban
menurut bahasa agama do’a dan dogma tidak boleh diutak-atik.
***
Pandangan Buddha
Dalam sebuah catatan sejarah dapat ditemukan, dua puluh lima abad lampau di
Tamnan Lumbini, kerajaan Kapilawastu (masuk wilayah Nepal sekarang). Dari keluarga
Gotama raja Suddhodana dan permaisyuri Dewi Maya, seorang putra mahkota
Pangeran Siddharta Gotama lahir, pada purnama bulan Wesak 623 S.M.
Pertumbuhan dan perjalanan hidupnya, Siddharta mengembara dari waktu ke waktu
melintasi dua lorong hidup ekstrem. Pertama, lorong ekstrem kemewahan materi
duniawi seorang putra mahkota, dan kedua, lorong ekstrem menyiksa diri hidup dalam
pertapaan di hutan Uruvelasenanigama selama enam tahun hampir saja Ia mati. Di
penghujung perjalanan pengembaraan spiritual emperis penuh tesis, sintesis, antitesis,
hipotesis melintasi dua lorong ekstrem. Dalam kesendiriannya yang mandiri,
bermeditasi total secara intologi wadag dan rohani, dinaungi payung alam cakrawala
sempurna, dihias bintang-bintang beterbaran di langit angkasa raya, dihibur suara
burung-burung bersahut-sahutan merona mengharu kalbu, serta sayup-sayup terdengar
desis semilir angin berirama seruling sunyi. Siddharta duduk bersila kaki bersilang
posisi padmasana mudera di bawah rindang pohon Bodhi bersamadhi.
Tepat pada purnama sempurna bulan Wesak 588 SM. Seberkas cahaya memancar
terang mencerahkan lelaku bertapa Siddharta sampai pada titik simpul penemuan yang
sejak jutaan tahun dicari melalui ribuan kali sirkular kelahiranya penuh tesis, sintesis,
antitesis, hipotesis. Saat itu Siddharta sukses menemukan multiplechoice jawaban yang
mudah bisa demengerti, bukan saja jawaban sulit dipahami, berupa jawaban yang
hanya berdasarkan pasrah mentah-mentah pada kauasa allah guna menyelesaiakn
sebuah masalah. Sangat cerah Siddharta bisa membaca bahasa bisik alam, mampu
membuka kunci rahasia semesta, dapat memutar roda hukum kehidupan, menjadi
seorang Buddha guru para dewa dan manusia, pembimbing semua mahkuk tiada
taranya, patut dimuliyakan.
Pokok pikiran dari ajaran dan anjuran Buddha; ”Dengan daya usaha benar seseorang
mampu menciptakan kesenangan, kebahagiaan, ketenangan lahir batin tanpa
berdampak penderitaan. Dengan cara, ”Anti kekerasan, tidak setuju dengan
pembunuhan, tidak melakukan kejahatan, menambah kebajikan, membersihkan
batin”. Cara yang lain, ”Menempatkan harga hidup di atas harga diri. Menempatkan
harga diri, di atas harga materi. Memberi garis batas wilayah hukum dua dunia;
dunia sekular dan dunia spiritual, meliputi hukum adat, hukum negara, dan hukum
alam semesta, jelas.” Hingga harmoni kehidupan dapat amat terasa, meresap,
menenteramkan. Mahkluk-mahkluk sekecil apa pun merasa aman tanpa terancam
kehilangan hidupnya. Isi alam semesta gegap gempita berpesta raya turut menyambut
sukses pertapa Siddharta Gotama menjadi Buddha.
Genap usia 80 tahun Buddha Gotama mangkat, purnama bulan Wesak/Mei 543
S.M. Empat tempat peninggalannya, yaitu tempat kelahiran (Lumbini); mencapai
pencerahah (Bod Gaya); tempat pertama Memutar roda hukum Dhamma (Varanasi);
dan tempat wafat (Kusinara); masih dikunjungi ribuaan orang dari berbagai belahan
dunia hingga saat ini. Bumi, langit, samudera raya menjadi saksi.
Buddha mengajar selama 45 tahun, rata-rata setiap hari memberikan statemant 5-6
kali, diberikan di berbagai tempat dalam bermacam kejadian. Terdapat 84.000 judul
kotbah yang disampaikan meliputi percakapan panjang, percakapan sedang dan syairsyair pendek. Setelah ajaran dihimpun dan disusun kembali sesuai isi dan kejadian
pesan yang disampaikan dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok; Vinayapitaka,
Suttapitaka, Abhidhammapitaka.
Kelompok pertama Vinaya Pitaka; ditujukan untuk pedoman tata kehidupan
bhikkhu. Yang membedakan hikkhu dengan kaum awam tata aturan kehidupannya.
Bhikkhu terikat dengan 227 tata aturan kemoralan, menganut azas ”3 AT”; taAT, kuat
tirakAT, selibAT. TaAT artinya, (patuh tata tertib peraturan yang diberlalukan
hidup kebhikkhuan 227 sila kemoralan), kuat tirakAT (dalam 24 jam hanya makan 12 kali dari jam 06-12 siang waktu setempat, selewatnya tidak makan lagi tinggal minum
ringan tanpa susu), dan selibAT (tidak menikah).
Kelompok kedua Sutta Pitaka; memuat tentang tata hidup masyarakat awam, para
negarawan, rohaniwan yang biarawan, dalam hubungannya secara vertikal, horisontal,
dan internal (hubungan pribadi dengan yang maha suci; hubungan pribadi dengan
sesama pribadi dan lingkungan, dan mengenal pribadi diri sendiri berwatak,
berkelakuan). Kelompok ketiga Abhidhamma Pitaka, memuat tentang meta fisika,
mekanisme batin dan cara berkerja pikiran.
Ketiga-tiganya dihimpun menjadi satu Kitab Tipitaka (Pali), Tripitaka (Sankerta).
Untuk selanjtnya Tipitaka menjadi kitab suci keagamaan Buddha. Buddha Gotama
mengajar menggunakan tiga media bahasa. Pertama, bahasa lisan, kedua, bahasa tubuh
atau tindakan, dan ketiga, bahasa simbol atau tulisan. Zaman raja Asoka (244 S.M),
kitab agama Buddha Tipitaka mulai tituliskan di atas media buku kering—kertas, kayu,
batu, logam, yang sebelumnya selalu diajarankan dengan media buku basah, berupa
tradisi lisan dan tindakan.
Ajaran Buddha dipraktekan manusia tanpa pandang beda status sosial, tingkat strata
dan bangsa hingga saat ini. Menjalar keluar dari tempat penemuannya India dan
menyebar ke bebagai penjuru dunia. Pernah pelajaran tentang hukum rahasia
kehidupan, hukum perundang-undangan dilarang potong pohon ajaran Buddha
Gotama menjadi pedoman hidup masyarakat secara turun temurun hingga ribuan
tahun di Bumi Nusantara (di Jakarta juga). Setelah ganti agama, ajaran hukum tata
kehidupan, hukum perundang-undangan dilarang potong pohon ajaran Buddha
Gotama, sengaja atau tanpa sengaja dihilangkan, hutan-hutan bisa bebas ditebang.
Tetapi tanpa dikira, akibatnya sangat terasa. Ekosystem lingkungan hidup, ekologi tata
hukum kehidupan harmoni menjadi rusak berat, amat parah dibuatnya. Karena potong
pohon tanpa dilarang, maka muka bumi menjadi gundul dan gersang. Karena bumni
gundul dan gersang akibantnya “sumber-sumber mata air” mengering, menjadi kering
kerontang, Karena “sumber-sumber mata air” mengering, menjadi kering kerontang,
dampaknya panas bumi tak terkendali. Dari hari ke hari panas bumi semakin
mendunia. Menjadi proyek modern problem sosial, pemanasan global (global
warming).
Dua ribu lima ratus (2500) tahun lampau kehadiran Buddha Gotama di muka bumi
sungguh mengejutkan kaum mapan sebelumnya. Pandangan tentang adanya manusia
dan bumi dari serba ”penciptaan” tunggal, segera ternyata terganti dengan paham baru,
bukan penciptaan tetapi karena adanya ”mekanisme” proses bekerjanya hukum
universal alam pandangan penemuan Siddharta. Secara utuh seluruh apa yang
disampaikan Siddharta Buddha Gotama berupa ”pernyataan” dan bukan ”perintah atau
”larangan” yang bersifat situasional.
Secara saintis Buddha menyatakan ”hidup” artinya gerak, ”kehidupan” adalah
berkembang. Hidup dan kehidupan berarti ”bergerak dan berkembang”. Kelahiran
mahkluk hidup bukan buah penciptaan yang maha pencipta melainkan proses
bekerjanya mekanisme hukum sebab-akibat (hukum karma) yang melibatkan banyak
aspek perpaduan unsur, dan bukan satu-satunya unsur sebagai aspek juru penentu.
Bentukan-bentukan perpaduan bermilyar unsur energi dan materi tersebut, dapat
disebut ”mahkluk”. Suatu mahkluk dapat dibagi menjadi dua, yaitu mahkluk hidup—
bergerak, dan makluk mati—benda-benda tidak bergerak. Mahkluk hidup dibagi
menjadi dua, yaitu mahkluk hidup (padat) Manusia, Hewan, Tumbuh-tumbuhan, dan
yang kedua, mahkluk hidup (halus) terdiri dua jenis, yaitu; mahkluk halus para Dewa
energi tinggi, bertempat tinggal di 26 tingkat alam surga. Adapun mahkluk halus energi
rendah adalah para mahkluk Peta (setan/syaiton), bertempat tinggal di 50 lapis alam
neraka.
Yang menyebabkan mahkluk terlahir di alam surga buah tindak kebajikannya, dan
menyebabkab terlahir di alam neraka akibat tindak kejahatannya. Oleh karena
kebajikan dan kejahatan dilakukan seseorang tidak sama bersanya, maka surga harus
banyak, dan neraka harus lebih dari satu. Sebab, apabila surga hanya satu dan berlaku
untuk orang-orang yang berbuat baik banyak atau pun orang-orang yang berbuat baik
sedikit surganya sama, maka bagi yang berbuat baik banyak, dirugikan. Sebaliknya
apabila hukuman neraka diberlakukan untuk penjahat besar maupun penjahat kecil
siksanya sama, dijatuhkan di alam neraka yang sama (karena neraka hanya satu),
perlakuan hukum seperti itu hukum hakim tidak adil.
Itu sebabnya, kata Buddha dalam Kitab Peta Vattu, oleh karena kebajikan dan
kejahatan dilakukan seseorang tidak sama bersanya, maka surga 26 tingkat, dan neraka
50 lapis.
Dalam kitab Mahaparinibbanasutta Buddha menerangkan proses terjadinya
kelahiran mahkluk-mahkluk. Terdapat empat system mekanik hukum universal alam
bekerja, pertama, kelahiran melalui kandungan; kedua, melalui bertelur; ketiga,
melalui kelembapan; dan keempat, melalui spontan. Jenis keempat spontan hanya
berlaku pada kelahiran para mahkluk halus dewa dan peta/syetan. Kelembapan,
berlaku bagi pembiaakan jentik, jamur, bakteri serangga teretentu, dan sejenisnya.
Adapun binatang tidak berkaki, berkaki dua; berkaki banyak, menetas melalui bertelur.
Sedangkan hewan-hewan berkaki empat dan berdaun telinga lahir melalui kandungan.
Dan mahkluk manusia lahir melalui rahim Ibunya.
Diterangkan pula, komposisi mahkluk hidup manusia terdiri dari dua bagian, bagian
badan jasmani, dan bagian batin rohani. Batin merupakan perpaduan dari empat unsur
daya, yaitu; daya tangkap aroma, rupa-rupa warna, suara melalui pintu-pintu indriya;
kedua, daya serap rasa melalui indra perasaan; ketiga, daya cipta melalui imajinasi
pikiran, dan keempat, daya ingat melaui kesadaran. Bagian badan jasmani merupakan
perpaduan empat unsur, yaitu; unsur tanah (patavi), unsur api (tejo), unsur angin
(wayo), dan unsur air (apo).
Bijja Niyama—adalah hukum cosmos tertib alam, tentang biji-bijian organik.
Mempunyai system proses bekerja universal. Kelahiran manusia tunduk pada hukum
Bijja Niyama bekerja. Melalui media alam menjadi sebab terjadinya suatu kelahiran
mahkluk hidup manusia, hewan dan pembiakan tumbuh-tumbuhan. Apabila melalui
mediasi yang sesuai bertemu di suatu waktu dan bekerja dalam tempo 2 x 24 jam, akan
terjadi kelahiran mahkluk hidup manusia baru. Mediasi empat unsur penyebab
terjadinya kelahiran mahkluk hidup manusia yang dimaksud, adalah; Unsur pria
(spirma), Unsur perempuan (ovum), Unsur masa subur (temperatur), Unsur energi
alam; terdiri dari unsur, Tanah (Patavi---(Pali), Pratawi—(Snkt.), Pertiwi---(Ind.), Api
(tejo), Angin (wayo (Pali), Bayu (Snkt), dan Air (apo). Badan jasmani kita 2/3
berisi air.
Dalam tata hidup dan kehidupan manusia di muka bumi, Buddha Gotama tidak
memilah dan memilih-milih manusia berdasarkan kesukuan, kebangsaan. Tidak
memihak pada bangsa terplih, atau bangsa terkutuk seperti pahan Hitlerism. Tidak
memberlakukan umat pengikutnya dengan diskriminasi yang dianggap kafir minggir.
Juga tidak membedakan pelayanan berdasarkan rasis, color kulit dan klaster-klaster.
Melainkan menganjurkan dan mengajarkan agar menjadi manusia yang Pinter, Bener,
Kober. (Pandai, Taat hukum, dan Berpeduli). Mengingat pada hakikatnya manusia
terbentuk dari bahan baku tunggal sama, dari unsur tanah, angin, api, air, yang sama
milik alam semesta. Kita semua bersaudara, artinya kita semua berasal dari ”satu
udara” yang sama. Hingga seseorang bisa dan mau saling tolong menolong, bukan
saling tolong menyolong?
Pandangan Kaweruh Kejawen
Dipertanyakan mana duluan, paham Buddhis atau Kejawen. Keduanya mirip sama
pandangan. Dalam sebuah penuturan kisah sejarah yang amat kuno (aku durung ono
(Jw.), ditemukan bukti-bukti sejarah, bahwa agama Buddha sebagai sandaran spritual
agama raja dan rakyat, pernah menjadi sabuk pengikat masyarakat selama seribuan
tahun di Tanah Jawa, Nusantara, hingga dinasti Madjapahit surut. Setelah seribu
(1000) tahun, suku Sakya (Buddha) dan suku Drawida (Hindu) beranak pinak, turun
temurun membangun peradaban dinasti di Nusantara. Dinasti Madjapahit surut abad
15. Diberbagai daerah yang pernah menjadi wilayah Madjapahit agama Hindu, agama
Buddha ikut surut, kemudian memasuki babak sejarah baru. Terdapat beberapa versi
tentang agama kedua yang masuk, yaitu agama Islam. Dan Islam Abangan terbentuk.
Berikut disusul agama Katolik masuk, Kristen Jawi Wetan terbentuk.
Pertama, penganut sepenuh-nya fanatik agama baru,
dengan extrem menolak agama lama yang lain. Kedua,
sementara dengan alasan tertentu kompromi mau menerima
agama baru hanya saja dengan istilah indah baru yang
dibuatnya sendiri. Ketiga, sedangkan kaum militansinya
secara radikal menyangkal dan menolak agama baru, tetap
kukuh, bersiteguh dengan agamanya yang lama meskipun
harus terusir minggir jauh ke daerah pedalaman-pedalaman
dan terpaksa mengasingkan diri asal aman. Setelah tinggal
jauh di pedalaman dalam kurun waktu yang sangat lama,
akhirnya membentuk komunitas suku-suku tersendiri. Seperti
yang dikenal sekarang, di Jawa Barat suku Badui, Jawa
Tengah suku Samin, Jawa Timur suku Tengger, Sulawesi
Selatan suku Kajang, Sulawesi Tengah Suku Kaely, Sulawesi Utara suku Sanger,
Kalimantan suku Dayak Kaharingan, Sumatera suku Karo, Bali suku Bali Age, Lombok
suku Sasak (yang mungkin saja, ini hanya kemungkinan, bahkan tidak hanya
kemungkinan, tetapi bisa jadi, kata ”sasak” berasal dari kata ”terdesak”).
Orang Sasak pedalaman di Lombok rata-rata menganut Agama ”Wetu Telu”.
Meskipun ”Wetu Telu” di Bayan, lain dengan ”Wetu Telu” Senaru, yang menurutnya
berasal dari kata ”Wet, Tiu, Telu/Talu”. Apabila ditafsirkan kedalam bahasa Indonesia,
kata Wet (hukum (bhs. Belanda), Tiu (tumbuh), dan Talu (bertelur, menganak,
melahirkan). Isi intinya kepercayaan ini, adalah wajib merawat, mejaga kelestarian
hidup tumbuh-tumbuhan, hidup binatang-binatang bertelur, dan hidup hewan bunting
dan melahirkan anak, maupun hidup manusia yang melahirkan, dan dilahirkan dari
rahim. Meskipun Islam Wektu Lima tidak sepaham dengan Wetu Telu, tetapi pada
kehidupan sehari-hari bisa berdampingan. Selayaknya di Jawa dikenal sebuah istilah
Islam Putih, Islam Abangan, kaum Kejawen, Orang Kebatinan. Semua itu, terjadi
setelah masa peralihan dari jaman Madjapahit, agama Hindu dan agama Buddha yang
telah menjadi keyakinan rakyat dan raja selama 1000 tahun, disesak oleh masuknya
agama Islam. Muncul kemudian penganut dari agama lama, dengan tiga istilah
keagamaan baru, agama Wetu Telu (Sasak), Dan di Jawa muncul istilah indah Islam
Abangan, Kaweruh Kejawen, Ilmu Kebatinan.
Agama lama yang tidak lagi diajarkan kepada geneasri secara terbuka, melainkan
dihafal secara lisan dan dipraktekan dalam tindakan sehari-hari. Bagian-bagian inti isi
penting sulit-rumit mendalam yang lain hanya dibatin-batin, setelah sekian lama tahun
berlaku dan berlalu dikenal menjadi ajaran ”kebatinan”. Artinya ajaran yang
mencerahkan batin, diturunkan kepada perkumpulan murid, oleh guru yang kwalitas
batinnya hening, bening, suci, sunyi, bersih tanpa noda. Guru kebatinan pada jaman itu
benar-benar, bersih dari tiga macam catat; tidak cacat sosial, tidak cacat moral, tidak
cacat spiritual. Karena itu pantas menjadi panutan hidup harmoni dengan diri sendiri,
dengan orang lain, dan harmoni dengan lingkungan.
Selaku guru Ilmu Kebatinan, Kaweruh Kasepuhan, Kaweruh Sangkan Paran Ajal
Kamulyan, Sangkan Paraning Dumdi yang mengajarkan asal usul hidup dan
kehidupan, berikut terjadinya, dan perjalanan mahkluk-mahkluk setelah kematian. Di
dalam setiap sarasehan dibahas, bahwa manusia itu terdiri dari dua bagian; ”Badan
jasmani dan Badan halus rohani”. atau Nama, Rupa (bhs. Pali, istilah Buddhis), dan
Badan wadag, Badan Rohilapi (istilah Kebatinan).
1. ”Badan jasmani” berasal tunggal, dari bahan baku yang sama;
o
Bumi, Geni, Angin, Banyu (Jw.), Tanah, Api, Angin, Air (Ind.). (Patavi, Tejo,
Wayo, dan Apo (Pali).
o
Dumadining kalahiran lumantar lakuning roda penguripan, ubenging cokro
manggilingan. Kintir Gumilir Liwat Bopo, Biyung, Kaki, Nini. (terjadinya
kelahiran lewat jalannya roda hukum kehidupan, berputar ulang, mengulang
lewat media, Ayah, Ibu, Kakek, Nenek).
o
Kagontho Cipto Roso Cahyo Ponco Warno; Abang, Putih, Ireng, Kuning,
Moyo-moyo. Abang ciptaning roso soko Biyung, Putih soko Bopo,Kuning soko
Nini, Ireng soko Kaki. (terbentuk, cipta rasa lima warna; Merah, Putih, Hitam,
Kuning, Jingga. Merah cipta rasa dari Ibu, Putih dari Ayah, Hitam dari Kakek,
Kuning dari Nenek).
o
Manunggaling dhat kiblat papat limo pancer, Wetan—kawiwitan, kulon—
kelakonan, kidul---kabul dinudul, lor---lahir, tengah----lungguhe urip.
(Bertemunya daya dari empat arah, lima di tengah-tengah, artinya---asal
muasal sinar memancar dari timur, barat mulai perjalanan, selatan proses
pertumbuhan, utara terjadinya kelahiran, bertemu menyatu di tengah
terwujudnya mahluk hidup dan kehidupan).
o
Dumadining maujud manungso, badan sepoto, sedulur papat, limo pancer
enem nyowo, pitu pengeran, siji kang ngungkul-ungkuli, jejering ngaurip.
(Terjadilah wujud badan manusia, empat, lima pintu indriya, ke enam gerak
hidup, ke tujuh, daya kekuatan yang menjadi sumber kehidupan).
2. ”Badan halus rohani” terdiri dari, Sejatining Roso, Cipto, Budi, Karso, (Jw).
Vedana, Saññya, Sankhara, Viññyana (Pali), atau Daya tangkap, Daya serap rasa,
Daya cipta pikir, Daya ingat kesadaran (Ind.).
Apabila semua pribadi dapat menembus hakikat pengertian hidup sejati, siapa pun akan
sadar arti jati dirinya sendiri, dan akan tahu arti tepo seliro. Tepo = tepak, ukuran.
Seliro = awak, badan. Dus, tepo seliro artinya akan tahu mengerti inti isi posisi diri
sendiri, dan tahu diri orang lain. Tidak perlu lagi membeda-bedakan diri dengan
membuat wadah mengkotak-kotak petak, satu sama lain, kaya atau miskin. Karena
ternyata para manusia semua itu sama-sama titah Allah terbuat dari bahan baku yang
sama dipinjam dari milik alamiah semesta.
“Manungso iku dumadining tanpo bedo, satuhune tunggal jiwo, tunggal roso. Mulo
ajo gemendung adigang, adigung, adiguno. Sok kuwoso, rumongso biso, nanging ora
biso romongso”. (Manusia itu terjadinya tidak berbeda, sebenarnya tunggal jiwa,
tunggal rasa. Maka jangan mentang-mentang besar, dan pembesar. Hanya merasa
berkuasa, tetapi tidak bisa merasa).
Yang membedakan manusia satu dengan yang lain tingkat cara berpikiran, ucapan
dan perbuatannya sebagai pribadi yang baik atau pribadi yang buruk. Diukur dari azas
manfaat, apakah bermanfaat buat diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Semakin
besar bermanfaat positif baik diberikan, semakin berharga arti keberadaan hidupnya
manusia. “IQ jongkok (amat bodoh), Kere klemprakan (melarat, kesrakat) sekalipun”
selama sebagai orang baik dan dapat bermanfat hidupnya masih berharga. Ibarat
kemana pun ia pergi akan dihargai oleh sesama.
Adapun yang membedakan manusia dengan hewan adalah perilaku. Maka jika
manusia jiwa dan perilakunya seperti hewan, serta merta oleh masyarakat seseorang dipredikati atau di-juluki “menungso sikile papat” (manusia berkaki empat). Demikian
pandangan, wejangan guru ilmu kebatinan, kaweruh kejawen. Guru yang berkwalitas
batin hening, bening, sunyi, suci, bersih tanpa cacat.
***
Pandangan Benar Budaya dan Manusia
Kata ”Benar” sinonim dengan kata ”Betul”. Akan tetapi setelah diuji kelayakan menurut
ukuran dewan makna, kedua kata ”benar” dan ”betul” sungguh mempunyai arti yang
amat jauh berbeda. Sangat tergantung situasi dan kondisi. Pada situasi tertentu dalan
sebuah persoalan berlaku hukum ”kebetulan” bukan ”kebenaran”. Misalnya;
”kebetulan” mampu membayar sejumlah uang, maka ia, di meja sidang pengadilan
menang.
Normal dan sangat wajar bila setiap orang mengatakan pandangannya lah yang
benar, bahkan paling benar. Akan tetapi tidak setiap orang mengukur pandangannya
dengan benar. Justru karena itu, pandanganya yang semula dinyatakan sebagai
kebenaran positif, sesaat kemudian menjadi pandangan salah berdampak sistemik
beruntun turun temurun negatif. Untuk itu sebuah kebenaran harus diukur dan diuji
dari empat sisi pandang secara benar, yaitu; benar untuk diri sendiri, benar untuk orang
lain, benar untuk diri sendiri dan orang lain, dan keempat, benar untuk lingkungan.
Setelah lolos uji dan benar-benar clear, semua pihak bisa menerima kebenaranya dan
tidak ada lagi pihak-pihak yang masih menolak. Itulah ”kebenaran” yang sebenarnya
benar. Bukan ”kebetulan” yang sengaja ”dibetul-betulkan”.
Status seseorang memang tidak mungkin bisa dibuat sama tingkat sosial
ekonomi, pendidikan, kecerdasan, pangkat kedudukannya. Tetapi ada satu hal yang
sangat mungkin bisa dibikin sama, yaitu cara berpikir pandangan benar. Pandangan
yang telah lolos uji dari empat sisi pandang, terbukti mampu menembus batas-batas
nusa, manusia, bangsa, budaya, agama, yang berbeda-beda sekalipun, menjadi harmoni
di banyak peradaban.
Bersama
Budayawan
W.S.
Rendra,
Bhikkhu
Dhammasubho suatu ketika berbicara tentang budaya dan
me-manusia-kan manusia dalam pandangan benar.
Manusia (Ind), Menungso (Jw), Manusa (Pali). Dalam
kamus bahasa Pali sebuah kata manusa dirinci menjadi
dua suku kata ”mano” dan ”usa”, artinya; mano (pikiran)
dan usa (tinggi).
Manusia salah satu jenis mahkluk yang berdaya pikir
tinggi. Karena itu bagi pikiran yang diberi kesempatan
berkembang, bisa menjadi manusia berpikiran indah-indah, cerdik, cerdas, pandai
secara positif sungguh baik luar biasa mengagumkan, dan sebaliknya bisa menjadi
berpikiran buruk, jahat, licik, secara negatif sungguh bahaya yang berpotensi
menghancurkan.
Pikiran seperti air. Secara alamiah air lentur hadir mengalir kesemua sela, sedikit
menjadi becek, banyak menjadi banjir, merusak semua yang ada. Air mempunyai tiga
sifat dasar; pertama menolak, kedua menerima, yang ketiga tidak peduli. Ketiga sifat
dasar tersebut bila dibiarkan air akan bergerak liar tidak bermanfaat. Akan tetapi
apabila air dituntun diatur dibendung dialirkan secara teratur, dibuatkan saluran irigasi
dapat bermanfaat buat pertanian, dibuatkan teknologi mesin dapat bermanfaat untuk
membangkit tenaga listrik. Pendekkata, singkatnya ”Air” sangat memberi manfaat
sungguh luar biasa mengagumkam pada alam dan kehidupan sepanjang jaman.
Air sama halnya dengan pikiran, bila pikiran dibiarkan berkembang apa adanya,
tanpa usaha aturan positif sesuai dengan tuntunan moral beradab kemanusiaan. Pikiran
akan berkembang bersifat menolak terlalu keras menjadi kebencian, mengharap
menerima terlalu banyak menjadi keserakahan, dan jika dibiarkan tanpa peduli sama
sekali menjadi kedunguan. Sebaliknya apabila pikiran dituntun dengan aturan
kemoralan, kemanusiaan, gemar memberi, memiliki moral yang baik, mempunyai
pengendalian diri. Sungguh pikiran menjadikan manusia berdaya guna tinggi dan
berharga di mana berada.
Manusia yang didominasi tiga sifat berpikir keserakahan, kebencian dan kedunguan
akan menjadi berpandangan sempit, seolah di ruang gelap tertutup ketidak tahuan.
Tidak tahu membedakan mana kebajikan yang mencerahkan dan mana kejahatan yang
menghancurkan. Sehingga kalaupun bertindak, perbuatannya sering menimbulkan
sebab-sebab bencana yang merusak sendi-sendi keharmonisan hidup berbangsa,
bernegara dan beragama.
Sebaliknya, manusia yang dituntun dengan sifat-sifat pikiran cerdik, cerdas,
pandai secara positif penuh kebajikan dan iman sesuai azas kebijaksanaan (wisdom),
hingga menjadi berpikiran peduli dan mampu membina hubungan sosial
kemasyarakatan secara horisontal, membangun tata hubung spiritual ke-esa-an secara
vertikal yang harmoni. Ia akan tumbuh berkembang sebagai manusia beradab,
berkemanusiaan, bekebajikan dan beriman di manapun berada, berdharma bhakti pada
nusa bangsa, negara, dan agama. Tanda manusia berhati hening, ”Air Muka” di
wajahnya ”bening” bersinar terang, tidak kusut berkerut-kerut-keriput. Menyatakan
dirinya terbaik, tidak dengan mengatakan yang lain jelek !
Sebagai manusia dengan daya budaya berpikir cerdas, berwawasan luas dan
memiliki pengertian mendalam akan menjadi sadar bahwa pada dasarnya mahkluk
hidup manusia yang hanya berukuran ”satu depa” itu terdiri dari dua bagian, yaitu;
bagian jasmani dan rohani. Terdiri dari perpaduan bahan baku tunggal sama. Badan
jasmani terdiri dari perpaduan empat unsur, yaitu; unsur tanah, unsur, air, unsur api,
dan unsur angin (bumi, geni, angin, banyu). Rohani batin terdiri dari perpaduan empat
daya, yaitu; daya tangkap melalui pintu-pintu indriya, kedua daya serap melalui
perasaan, ketiga daya cipta melalui pikiran, dan keempat daya ingat melalui kesadaran.
Seseorang semakin baik kesadarannya semakin tajam daya ingatnya.
Kesadaran yang baik mampu menserap dan merenungkan makna sebuah kata
pepatah ”giri lusi---giri=gunung, lusi=rumput”. Artinya, setinggi-tingginya rumput di
atas gunung, di atasnya lagi masih ada mendung. Ingat bahwa di dunia ini yang sudah
pada posisi tinggi pun, masih ada lagi yang lebih tinggi. Puncak kesadaran agung yang
dicapai melalui sebuah pencerahan, sadar bahwa yang paling tinggi hanya satu, yaitu
”hukum abadi yang tidak pernah berubah, berada sangat dekat, mengundang untuk
dibuktikan.”
Apabila dan bilamana demikian pencerahannya seseorang menjadi tidak sombong.
Sadar akan keberadaan dirinya tidak sendiri, tetapi ada yang lain. Semata-mata tidak
tergantung pada satu daya kekuatan secara individual, melainkan saling bergantungan
satu sama lain secara plural. Hingga mau bergandengan tangan membentuk muzaick
kehidupan bercorak warna-warni indah.
Banyu Purwitosari
Diantara organ tubuh paling banyak disebut sesuai jenis dan fungsi adalah AIR, yang
lain tidak. TANAH, API, hanya disebut satu kali, angin dua kali saja; ”ANGIN atau
UDARA”. Atau dalam tradisi kaum yoga, para yogi mempunyai istilah indah berkait
dengan angin, tersendiri ”makan ANGIN”. Oleh karena segerta ternyata dan sebenernya
”Angin atau Udara” yang bersih tidak polusi mempunyai kandungan energi postif baik
sehat dibutuhkan bagi tubuh. Artinya para pertapa, kaum yogiwan, orang yang sedang
menjalani puasa ringan Senin-Kemis total 24 jam, puasa berat total 72 jam (puasa
ngebleng empat puluhan tiga hari tiga malam tanpa makan, minum selama 72 jam).
Akan tetapi, dengan hanya dapat menghirup udara bersih tidak polusi, bisa kuat
bertahan menjalani puasa tanpa minum air, tidak makan padat, cukup dengan istilah
indah, hanya ”makan angin”.
Dibenarkan bahwa badan jasmani kita 2/3 berisi air. Tergantung konteks budaya dan
manusia bersangkutan AIR diucapkan secara bahasa konvensional sesuai fungsi. Yang
kita kenal saja sesuai fungsi dan warna dalam tubuh, istilah bahasa ”kedokteran” atau
bahasa ”pedukunan” sehari-hari AIR disebut; Water (Ing), Yeh (Bali), Tirta (Sknt), Apo
(Pali), Banyu, idhu, iler, umbel, uyuh, kopok, blobok / eluh, dan getih, (Jw. ngoko
rakyat), atau darah merah, darah putih, getah bening, ingus, air pahit empedu, air liur,
air mata, air keringat, air kencing, dan ASI (air susu ibu), (Indonesia.). Masih dengan
istilah indah tersendiri dalam dunia industri, sesuai fungsi ”cairan air” biasa disebut
”minyak / oil”, yaitu; minyak goreng, minyak tanah, bahan bakar minyak (BBM),
minyak wangi, minyak kayu putih, minyak tawon, minyak ikan duyung. Dan kaum
ningrat priyayi dengan istilah indah khusus tersendiri dalam bahasa kromo inggil
Jawanologi mengistilahkan, banyu purwitosari, tirto kamandanu (padahal spirma lah
masudnya, sebab diucapkan pejuh amat tabu dilarang sebut, dianggap tidak santun dan
kasar bila diucapkan). Sedangkan sebagai menurut bahasa ilmiah kimiawi kedokteran
AIR disebut H2O.
Fungsi air dalam hidup dan kehidupan adalah, membasahi, menyirami, mencuci,
melunak-lembutkan, dan menghidupi. Dalam dunia spiritual air berfungsi sebagi media
saving energi (menyimpan kekuatan tenaga dalam) saat ucapara pemberkahan. Air
yang telah di upacarakan, umat, masyarakat menyebutnya ”air berkah.” Dayaguna air
berkah, diyakini mengandung kekuatan tertentu dan tersendiri tidak tampak. Terdapat
banyak kisah goib ajaib, penyembuhan alternatif berkaitan dengan kekuatana air
berkah. Dua puluh lima (25) abad lampau dapat dijumpai sebuah kisah tentang air
berkah raja Vaisali, India (560an S.M).
Dikisahkan;

”...Karena dilanda kekeringan di mana-mana seluruh wilayah negeri. Berakibat
timbulnya bencana alam, wabah penyakit, dan musibah kematian. Banyak
penduduk meninggal dunia secara masal, dan lahir menjadi mahkluk halus
kelaparan, roh gentayangan yang menimbulkan energi negatif, berpengaruh pada
suasana alam kehidupan nyata tidak nyaman. Berdampak menjadi wabah
penyakit phisik maupun mental yang mengganggu masyarakat. Raja mengundang
Sang Buddha datang ke istana guna memberi saran ruwatan apa yang musti
dilakukan demi pemulihan suasana alam aman, gangguan kejiwaan masyarakat
bisa pulih hidup tenteram.

Buddha berkata, mantra-mantra paritta, yang dibacakan dengan baik dan benar
membawa manfaat berkah utama tiga macam, yaitu; bisa menjadi obat
pensembuhan, menciptakan ketenangan lahir batin dan lingkungan, dan ketiga
memperpanjang umur kehidupan. (Bayangkan..... semua jenis kehidupan yang
mengalami gangguan stress berat cepat sekali mati). Akan tetapi mantra-mantra
paritta akan hilang daya kekuatan disebabkan tiga hal, tidak mempunyai
keyakinan, timbul keragu-raguan, dan akibat karma buruk masa lampau terlalu
berat. Karena itu, agar mantra-mantra paritta, tetap mempunyai daya, maka
cara membaca mantra-mantra paritta, harus dengan penuh keyakinan, full
energi menunggal cipta, budi karsa dan rasa, dan didukung banyak puja dana
amal kebajikan. (misalnya, menyelamatkan nyawa mahkluk hidup, menolong
penderita, melepas hewan yang tertangkap maut agar terlepas dari pembunuhan).

Raja dan rakyat melakukan puja bakti, mempersembahkan puja dana sesuai
tradisi sesaji, budaya puja masyarakat setempat (semacam upacara ruwatan,
selamatan bersih desa). Buddha datang mengajak para bhikkhu melakukan
blessing, pemberkahan. Dengan cara, menggunakan media air dibacakan mantramantra paritta suci spiritual keagamaan. Selanjutnya air yang sudah dibacakan
mantra-mantra paritta, digunakan sesuai kebutuhan, diminum, dipancarkan di
tempat-tempat yang terkena gangguan. Konon tidak lama kemudian, keadaan
masyarakat pulih tenteram, energi alam kembali bersinar cemerlang, 560 S.M.
(Ratanasutta, Sutta Pitaka.)
---------------------------------------------------------------------o Di Indonseia,
Kasus serupa wabah di kerajaan Vaisali, India, pernah terjadi. Kejadiannya,
pasca peristiwa Sambas, Kalimantan Tengah. Suasana mencekam setelah
terjadi pembantaian massal warga Madura sebagai korban. Lantaran warga
Madura asal pulau Madura, Jawa Timur, yang datang merantau dengan gaya
pola pikirnya sendiri, dan tidak tahu diri secara manusiawi, berkelakuan
terhadap suku Dayak di Kalimantan Tengah. Akibatnya berujung
kemarahan suku Dayak memuncak. Puncuk pimpinan kepala suku dayak
pedalaman turun gunung dan muncul di permukaan dengan pedang sakti
berayun-ayun. Pertempuran tak dapat dihindari beratus-ratus leher warga
Madura putus. Suasana sangat mencekam, siang dan malam hari keadaan
kota sepi, sunyi, senyap, gelap tanpa cahaya, warga berhenti beraktifitas,
aparat kehilangan daya. Baru, setelah pemerintah berindak tegas, deklarasi
perjanjian damai dikumandangkan. Isi-inti warga Madura harus tau diri,
suku Dayak mau mengampuni. Berikut diselenggarakan pemberkahan ”air
suci” menurut upacara adat tradisi Dayak. Segera, tidak lama kemudian
suasana aman pulih kembali normal, hati rakayat pulih tenang hidup
tenteram, alam lingkungan, desa, kota, kembali bercahaya cemerlang terang
benderang. (Sampit, 2000-2001).
----------------------------------------------------------------
Tradisi blessing menggunakan media air masih dikenal, bahkan semakin terkenal
dilakukan masyarakat sesuai tradisi sesaji, budaya puja agama-agama hingga
sekarang. (Kitab Vacana Pali, Ratana Sutta, buku paritta suci Sangha
Theravada Indonesia (1980).
Tradisi rakyat setempat soal ”ngalap air berkah” dalam kepercayaan agama non agamaagama dapat dijumpai di berbagai wilayah budaya bangsa manusia di Indonesia.
Misalnya;

Belum lama lalu, ribuan masayarakat dibuat terperanjat datang dengan nekat
chidmat oleh AIR PONARI, di Jombang Jawa Timur (Januai 2009). Ponari, anak
berusia kelas SD tiba-tiba menjadi kisah yang menambah isi lembaran sejarah
masyarakat pengalab air berkah, lepas dari kajian secara ilmiah. Tetapi terbukti
setiap hari hingga berhari-hari dapat dibaca di halaman berita media cetak, dan
dapat dilihat dari tayangan televisi. Ribuan masyarakat datang ke Jombang ratarata untuk ”ngalab air berkah Ponari”. Yang diyakini bertuwah penyembuh murah

Di Sumber Sendang Sono (mata air di bawah pohon Angsana), di perbukitan
tandus sepanjang jaman berlokasi di daerah masuk wilayah kecamatan Salam,
Borobudur, Jawa Tengah. Acara ngalap air berkah mentradisi dan membudaya di
kalangan masyarakat (bukan saja umat agama Katolik merayakan misa).

Lebih seru lagi, Sumber air berkah di lingkungan Candi Agung Amuntai,
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan juga diyakini bertuwah.
Berbotol-botol setiap hari dibawa pulang oleh masyarakat adat Dayak
Kaharingan. Hingga umat Muslim gedongan yang walaupun sudah pernah
mendapat ”barokah air Zam-Zam” dari Mekah. Tetapi toh masih mau juga dengan
air berkah, dari sumber mata air di lingkungan Candi Agung Amuntai buat
digunakan berbagai keperluan.

Air berkah ”Mbah Pradah”, di kecamatan Lodoyo, Blitar, Jawa Timur, menjadi
event keramat tanggal 12 Syuro setiap tahun. Ribuan rakyat, pejabat kaum
birokrat, hingga bupati datang berduyun-duyun dan rukun. Berjalan berlutut
nomer urut, antre guna mendapat AIR BERKAH MBAH PRADAH, air yang telah
digunakan untuk memandikan pusaka berupa Gong Kyai Pradah (Mpu Baradah),
dan beberapa wayang kayu, peninggalan kerajaan Kediri kuno.

Ngalab air berkah kirab kraton Solo, adalah ”kirab pusaka keraton yang diiring
dalam satu perjalanan bersama kerbau albino kyai Slamet” Solo. Setiap acara
kirab tiba, bagi yang merasa dirinya titah allah dan bertumpah darah (terlahir) di
bumi wilayah Surakarto Hadiningrat, merantau dimana pun berada, mereka
merasa perlu pulang. Perjalanan kirab pusaka (prosesi keliling kota), terjadi pada
tanggal 1 Syuro. Pelaksanaan upacara adat kraton dipimpin oleh dewan adat
pejabat istana di bawah Parentah Sampeyan Dalem Hengkang Sinuwun Sri
Susuhunan Pangarso Siti Hinggil Surokarto Hadingrat yang berwenang, jam 12
tengah malam dimulai. Arak-arakan terdiri dari para punggowo abdi dalem dan
krabat kraton, nayoko projo (pegawai istana), dengan khidmat mengikuti prosesi
keramat berjalan tanpa alas kaki mengusung pusaka jimat-jimat. Dengan anglo
pedupaan menyala kemenyan menebar aroma sakral kepulan asap putih tanpa
henti. Rombongan berjalan di belakang sekawanan kerbau, dan kerbau yang
dianggap keramat adalah seekor kerbau albino (belang bule) ”kyai Slamet.”
Sepanjang lorong-ruas jalan yang dilalui rombongan kirab, di tepi kanan-kiri
jalan ribuan masyarakat berdiri, yang lain duduk-duduk sambil mengantuk, sabar
menunggu hingga prosesi lewat, mereka baru bubaran. Dan yang paling ditunggutunggu oleh ribuan masyarakat pengharap berkah adalah berkah si kerbau albino
kyai Slamet, manakala dalam perjalanannya keliling kota ini kerbau albino kyai
Slamet berkenan membuang kotoran (tlethong), atau kencing. Konon kalau
kotoran tlethong dan ”air kencing” sang kerbau albino kyai Slamet menjadi
rebutan. Jangan dibantah, tidak boleh dipersalah, sebab ini serius, ”air kencing”
dan tlethong kebau albino kyai Slamet diyakini membawa berkah bertuwah.
***
Akhir kisah, bahwa segerta ternyata tentang AIR BERKAH sudah dikenal sejak jaman
sangat dahulu. Tradisi blessing menggunakan media AIR sejak ribuan tahun lalu
dilakukan, masih dikenal, bahkan semakin terkenal dilakukan di lingkungan
masyarakat masa kini, sesuai tradisi sesaji, budaya puja agama-agama sekarang. Tesis
hopotesis secara saintis Doktor Marimotto tentang air, diakui sah masuk dalam wilayah
kajian ilmiah abad modern paling kini, bahwa air berlaku sebagai media saving energi
sesuai pesan negatif atau positif diberikan, disimpan. Oleh air ditampilkan berupa
partikel-partikel disajikan kembali berdampak negatif, positif kepada para
penggunanya.
Inti isinya, pesan Thematik Seminar Tentang Air Dan Kehidupan Dalam Naskah
Kuno Nusantara, Air dan Hidup Manusia Secara Saintis Dalam Pandangan Agama
Buddha. Hendaknya dapat kembali dipahami, bahwa hidup mahkluk jenis apa pun,
manusia, hewan, binatang, pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, tanpa air pasti
mati. Untuk itu, manusia secara etis, estetis, saintis, maupun tradisi budaya dogma do’a
agama, harusnya sadar, dan musti hati-hati, tahu mengerti cara menjaga, merawat
kelesatarian lingkungan tetap hidup agar sumber air tidak berhenti mengalir.
-o0oOleh : Bhikkhu Dhammasubho
Artikel disajikan pada Seminar
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Jakarta, 5-6 Oktober 2010
Buku-buku bacaan:
Dhammasubho Bhikkhu, 2004, Harta Karun Yang Tertimbun I, Malang; Seni Harta
Karun Yang Tertimbun II, 2009, Jakarta.
---------- Bhikkhu Dhammasubho, meghadiri dalam berbagai penyelenggaraan upacara
adat,
Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Barat (NTB).
Fisika Tuhan dalam Buku Stephen Hawking, Kompas hal 10, Sabtu, 4 September 2010
Kusaladhammo Bhikkhu, Illustrated Chronicle of the Buddha, Kronologi Hidup Buddha
2006, Ehipasiko, Jakarta
Kitab Vacana Pali, Ratana Sutta, 2005. buku paritta suci Sangha Theravada Indonesia
Jakarta
Kencana S. Pewali, 1992. Tata dan Kesetiakawanan Sosial Dalam Ungkapan Tradisional
Daerah NusaTenggara Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Diretorat
Jenderal Kebudayan, Diretorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilia Buadaya.
THE COMENTARY ON THE PETA STORIES (Paramatthadipani nama Petatthuattakatha) bay DHAMMAPALA Translatet bay UBAKYW Edited and Annotated
bay PETTER MASEFILD, Publised bay THE PALI TEXT SOCEITY, OXFORD 1980
Tripitaka Pali Kanon, first published editions 1921 Publised bay THEA PALI TEXT
SOCEITY, OXFORD
Tipitaka Pali Kanon, editions, 1921. 45, 51 the books series Religions, London.
Y.B. Mangunwijaya, Senin,20 Nopember 1989. Hikmah Galileo Galilei Kompas Jakarta.
Yayasan Dhammadipa Arama Jakarta, 1980. Paritta Suci. Sangha Theravada Indonesia
Download