Tujuh jenis persembahan kepada Saṅgha Di dalam Dakkhiṇā Vibhaṅga sutta, Majjhima Nikāya, Buddha menjelaskan kepada Yang Mulia Ānanda : “Ānanda, terdapat tujuh jenis persembahan yang diberikan kepada Saṅgha ( Saṅghika-Dāna ). Apakah ketujuh jenis tersebut ?” 1. Seseorang yang memberikan persembahan kepada Saṅgha yang dipimpin oleh Buddha yang terdiri dari para bhikkhu dan bhikkhuni; inilah jenis pertama persembahan kepada Saṅgha. 2. Seseorang yang memberikan persembahan kepada Saṅgha yang terdiri dari para bhikkhu dan bhikkhuni setelah Buddha mencapai Parinibbāna; inilah jenis kedua persembahan kepada Saṅgha. 3. Seseorang yang memberikan persembahan kepada Saṅgha yang hanya terdiri dari para bhikkhu; inilah jenis ketiga persembahan kepada Saṅgha. 4. Seseorang yang memberikan persembahan kepada Saṅgha yang hanya terdiri dari para bhikkhuni; inilah jenis keempat persembahan kepada Saṅgha. 5. Seseorang yang memberikan persembahan kepada Saṅgha dengan mengatakan : “Semoga Saṅgha menunjuk sekian banyak orang bhikkhu dan bhikkhuni untuk menerima persembahan dari saya”; inilah jenis kelima persembahan kepada Saṅgha. 6. Seseorang yang memberikan persembahan kepada Saṅgha dengan mengatakan : “Semoga Saṅgha menunjuk sekian banyak orang bhikkhu untuk menerima persembahan dari saya”; inilah jenis keenam persembahan kepada Saṅgha. 7. Seseorang yang memberikan persembahan kepada Saṅgha dengan mengatakan : “Semoga Saṅgha menunjuk sekian banyak orang bhikkhuni untuk menerima persembahan dari saya”; inilah jenis ketujuh persembahan kepada Saṅgha. Inilah ketujuh jenis persembahan yang diberikan kepada Saṅgha. Buddha kemudian membandingkan pemberian kepada pribadi dengan pemberian kepada Saṅgha : “Ānanda, pada masa yang akan datang, akan terdapat mereka dari kaum tertentu yang memakai sehelai jubah kuning yang mengelilingi lehernya, yang tidak memiliki moralitas, dan berperilaku buruk. Orang-orang akan memberikan persembahan kepada mereka yang tidak bermoral ini sebagai perwakilan dari Saṅgha. Bahkan meskipun demikian, Aku katakan, suatu persembahan yang diberikan kepada Saṅgha adalah tidak terhitung, tidak terukur. Dan Aku katakan bahwa tidak mungkin suatu persembahan yang diberikan kepada seorang individu akan berbuah lebih besar daripada persembahan yang diberikan kepada Saṅgha.” Ini berarti persembahan yang diberikan kepada Saṅgha ( Saṅghika-Dāna ) jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan pemberian kepada pribadi ( pāṭipuggalika dakkhiṇa ). Jika Mahāpajāpati Gotamī mempersembahkan jubah kepada Saṅgha yang dipimpin oleh Buddha, maka itu akan jauh lebih bermanfaat. Hasilnya akan tidak terhitung dan tidak terukur. Sehingga Buddha mendorongnya untuk mempersembahkan jubah tersebut kepada Saṅgha. Sumber : E-Book “Knowing and Seeing“, fourth revised edition, by Pa-Auk Tawya Sayadaw 14 Jenis Pemberian Kepada Pribadi Di dalam Dakkhiṇā Vibhaṅga sutta, Majjhima Nikāya, dikisahkan tentang keinginan Mahāpajāpati Gotamī mempersembahkan sepasang jubah baru kepada Buddha. Kisahnya seperti berikut ini : Pada suatu ketika Buddha berdiam di negeri Sakya, di kota Kapilavatthu, di taman Nigrodha. Pada waktu itu, Mahāpajāpati Gotamī pergi bertemu dengan Buddha dengan membawa sepasang jubah baru, yang dia buat dengan keterampilan menenun yang baik. Setelah memberikan penghormatan kepada Buddha, dia duduk pada satu sisi dan berkata kepada Buddha : “Yang Mulia, sepasang jubah baru ini telah dipintal oleh saya , dan ditenun oleh saya, khusus untuk dipersembahkan kepada Buddha. Yang Mulia, sudilah Bhagavā menerima persembahanku ini demi belas kasih”. Buddha kemudian berkata : “Persembahkanlah jubah tersebut kepada Saṅgha, Gotamī. Ketika kamu mempersembahkannya kepada Saṅgha, maka persembahan tersebut sudah termasuk persembahan kepada Saya maupun Saṅgha“. Dia memohon Buddha dengan cara yang sama sebanyak tiga kali, dan Buddha menjawab dengan cara yang sama sebanyak tiga kali juga. Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Buddha : “Bhante, sudilah Bhagavā menerima persembahan sepasang jubah baru ini dari Mahāpajāpati Gotamī. Mahāpajāpati Gotamī telah sangat berjasa kepada Buddha. Meskipun dia adalah adik perempuan dari ibu-Nya, tetapi dia yang merawat-Nya, membesarkan-Nya dan memberikan air susunya sendiri kepada-Nya. Dia menyusui Bhagavā ketika ibunda-Nya telah meninggal dunia”. “Bhagavā juga sangat berjasa bagi Mahāpajāpati Gotamī. Adalah berkat Bhagavā maka Mahāpajāpati Gotamī telah berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Saṅgha. Adalah berkat Bhagavā maka Mahāpajāpati Gotamī telah menghindari pembunuhan makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari perilaku salah dalam kesenangan indria, menghindari kebohongan, dan menghindari minuman memabukkan, yang menjadi landasan dari kelengahan. Adalah berkat Bhagavā maka Mahāpajāpati Gotamī memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan kepada Buddha, Dhamma dan Saṅgha, dan memiliki moralitas yang disenangi oleh para mulia. Adalah berkat Bhagavā maka Mahāpajāpati Gotamī terbebas dari keragu-raguan terhadap kebenaran mulia tentang penderitaan ( Dukkha Sacca ), kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan ( Samudaya Sacca ), kebenaran mulia tentang lenyapnya penderitaan ( Nirodha Sacca ), dan kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan ( Magga Sacca ). Bhagavā juga telah sangat berjasa bagi Mahāpajāpati Gotamī”. Selanjutnya di dalam Dakkhiṇā Vibhaṅga sutta, Buddha menjelaskan tentang 14 jenis pemberian/persembahan kepada pribadi tertentu ( pāṭipuggalika dakkhiṇa ) sebagai berikut : 1. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Buddha, yang telah tercerahkan sempurna; ini adalah pemberian pribadi jenis pertama. 2. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Paccekabuddha; ini adalah pemberian pribadi jenis kedua. 3. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Arahant, siswa Buddha; ini adalah pemberian pribadi jenis ketiga. 4. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah ke-Arahant-an; ini adalah pemberian pribadi jenis keempat. 5. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Yang Tidak Kembali ( Anāgāmi ); ini adalah pemberian pribadi jenis kelima. 6. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Yang Tidak Kembali; ini adalah pemberian pribadi jenis keenam. 7. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Yang Kembali Sekali ( Sakadāgāmi ); ini adalah pemberian pribadi jenis ketujuh. 8. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Yang Kembali Sekali; ini adalah pemberian pribadi jenis kedelapan. 9. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Pemasuk Arus ( Sotapanna ); ini adalah pemberian pribadi jenis kesembilan. 10. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Pemasuk Arus; ini adalah pemberian pribadi jenis kesepuluh. 11. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang berada di luar Pengajaran yang terbebas dari kesenangan nafsu indria karena pencapaian jhāna; ini adalah pemberian pribadi jenis kesebelas. 12. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang bermoral ( puthujjana ); ini adalah pemberian pribadi jenis keduabelas. 13. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang tidak bermoral; ini adalah pemberian pribadi jenis ketigabelas. 14. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seekor binatang; ini adalah pemberian pribadi jenis keempatbelas. Kemudian, Buddha menjelaskan manfaat dari ke empat belas jenis pemberian tersebut : Dengan memberikan suatu pemberian kepada seekor binatang, dengan pikiran yang murni, maka pemberian itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus kali lipat. Itu berarti pemberian tersebut akan memberikan hasil dalam seratus kali kehidupan. Di sini “pikiran yang murni” berarti tanpa mengharapkan imbalan apapun, seperti mengharapkan bantuan dari si penerima. Seseorang memberikan suatu pemberian hanya untuk mengakumulasi kamma yang bajik, dengan keyakinan yang kuat terhadap Hukum Kamma. Seandainya seseorang memberi makan seekor anjing dengan pikiran : “Ini adalah anjing milikku”. Pikiran seperti itu bukanlah kondisi pikiran yang murni. Tetapi bila seseorang memberi makan kepada sekelompok burung, seperti burung merpati, maka pemberian tersebut adalah murni, karena dia tidak mengharapkan imbalan apapun dari burung-burung tersebut. Hal seperti ini juga berlaku untuk contoh berikutnya. Misalnya : jika seseorang memberikan suatu kebutuhan tertentu kepada seorang Bhikkhu, dengan pikiran bahwa pemberian tersebut akan mengkondisikan kesuksesan dalam bisnisnya, maka pemberian ini tidak dilakukan dengan pikiran yang murni. Pemberian seperti ini tidak memberikan manfaat atau hasil yang superior ( unggul ). Buddha menjelaskan lebih lanjut mengenai manfaat dari ke empat belas jenis pemberian tersebut : Dengan memberikan suatu pemberian dengan pikiran yang murni kepada seorang biasa yang tidak bermoral, maka pemberian itu diharapkan akan menghasilkan balasan seribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang bermoral, maka pemberian itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus ribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang di luar Pengajaran, yang terbebas dari kesenangan nafsu indria karena pencapaian jhāna, maka pemberian itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus ribu kali seratus ribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Pemasuk Arus, maka pemberian itu diharapkan akan menghasilkan balasan yang tak terhitung, tak terukur. Apa lagi yang harus dikatakan tentang memberikan suatu pemberian kepada seorang Pemasuk Arus; atau kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Yang Kembali Sekali, atau kepada seorang Yang Kembali Sekali; atau kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Yang Tidak Kembali, atau kepada seorang Yang Tidak Kembali; atau kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Arahant, atau kepada seorang Arahant; atau kepada seorang Paccekabuddha, atau kepada seorang Buddha, yang telah tercerahkan sempurna ? Dalam hal ini, sebuah pemberian itu adalah seseorang memberikan makanan yang cukup untuk satu kali makan saja. Jika seorang pendana sering memberi, misalnya dalam banyak hari atau banyak bulan, maka tidak ada kata-kata yang bisa melukiskan betapa besarnya manfaat dari pemberian tersebut. Inilah berbagai jenis pemberian kepada pribadi ( pāṭipuggalika dakkhiṇa ). Sumber : E-Book “Knowing and Seeing“, fourth revised edition, by Pa-Auk Tawya Sayadaw Pemberian Inferior dan Pemberian Superior Pemberian yang Inferior ( kurang bermutu ) Apakah faktor-faktor dari pemberian yang inferior ( omaka ) ? Ada 4 faktor yaitu : 1. Pemberi dāna mendapatkan kebutuhan tersebut dengan penghidupan yang salah. 2. Pemberi dāna memiliki moralitas yang rendah atau tidak memiliki moralitas sama sekali. Dia hanya menjaga beberapa sīla, atau sama sekali tidak menjaga sīla. 3. Kesadaran kamma si pemberi dāna pada saat sebelum atau sesudah pemberian tersebut bersekutu dengan pikiran yang tidak bajik. Sebagai contoh : sebelum memberi, dia mungkin marah atau tidak sabar, dia tidak puas dengan dāna kebutuhan yang akan dia berikan, atau dia memberi dengan sikap yang acuh atau kurang perhatian. Sesudah memberi, dia menyesali perbuatannya, dia memiliki keyakinan yang rendah terhadap hukum kamma, atau dia memberi dengan harapan mendapatkan perolehan duniawi, atau mendapatkan kesenangan indriawi di kehidupan mendatang mungkin sebagai manusia yang kaya raya atau deva. 4. Penerima dāna memiliki moralitas yang rendah atau tidak memiliki moralitas sama sekali. Dia hanya menjaga beberapa sīla, atau sama sekali tidak menjaga sīla. Ketika pemberian seseorang dicemari oleh milyaran kesadaran tidak bajik yang tidak terhitung banyaknya, yang berakar pada keserakahan ( lobha ), kebencian ( dosa ), dan kebodohan batin/delusi ( moha ), maka pemberian tersebut adalah pemberian yang inferior ( kurang bermutu ). Jika dalam kasus seperti ini, seseorang yang tidak mengerti hukum kamma, maka batin orang tersebut tidak bersekutu dengan ketidak-bodohan batin ( amoha ), yang membuat pemberiannya tersebut menjadi pemberian yang inferior, berakar dua ( dvi-hetuka ) : yang berarti kesadaran yang dihasilkan akan menjadi tanpa akar ( ahetuka ). Jika seseorang mengerti hukum kamma, dan batin orang tersebut bersekutu dengan ketidak-bodohan batin ( amoha ), namun dikarenakan pencemaran dari kesadaran tidak bajik yang tidak terhitung membuat pemberiannya menjadi inferior, berakar tiga ( ti-hetuka ) : yang berarti kesadaran yang dihasilkan hanya berakar dua ( dvi-hetuka ). Di dalam teks Pali, ada sebuah contoh mengenai seorang laki-laki yang membuat pemberian yang inferior. Dalam salah satu kehidupan-Nya yang lampau, ketika masih sebagai seorang Bodhisatta, Sang Buddha adalah seorang pertapa ( tāpasa ) bernama Kaṇhadīpayana. Suatu hari, ada seorang ayah dan ibu membawa putranya yang masih muda ke tempatnya, karena putranya tersebut telah digigit oleh seekor ular. Dan demi untuk menetralkan racunnya, mereka semua memutuskan untuk membuat sebuah pernyataan kebenaran ( Sacca-kiriya ). Setelah Bodhisatta membuat pernyataan, sang ayah juga membuat pernyataannya. Sang ayah menyatakan bahwa dia melakukan pemberian tanpa sukacita, dengan segan, dan tidak memiliki keyakinan terhadap hasil dari pemberian, dia memberi tanpa keyakinan. Itu berarti semua pemberiannya adalah bersifat inferior. Pemberian yang Superior ( unggul ) Faktor-faktor dari pemberian yang superior ( ukkaṭṭha ) adalah kebalikannya : 1. Pemberi dāna mendapatkan kebutuhan tersebut dengan penghidupan yang benar. 2. Pemberi dāna memiliki moralitas yang baik, menjaga sīla dengan baik. 3. Kesadaran si pemberi dāna pada saat sebelum atau sesudah pemberian tersebut bersekutu dengan pikiran yang bajik. Sebagai contoh : sebelum memberi, dia memiliki kegembiraan batin ( pīti ) karena sudah berusaha untuk mendapatkan kebutuhan yang baik, dia memberi dengan sikap yang penuh hormat, konsentrasi dan penuh kegembiraan. Sesudah memberi, dia bersukacita karena sudah melakukan pemberian tersebut, dia memiliki keyakinan yang mendalam terhadap hukum kamma, dia melakukan pemberian tersebut dengan harapan tercapainya Nibbāna. 4. Penerima dāna memiliki moralitas yang baik, dia menjaga sīla dengan baik. Penerima dāna yang paling unggul tentunya adalah Sang Buddha, seorang Arahat, yang telah mencapai kesucian, atau orang yang sedang berlatih untuk pencapaian ke-Arahat-an. Namun penerima dāna yang jauh lebih superior lagi adalah seorang Bhikkhu atau beberapa Bhikkhu atau samanera yang dilihat sebagai perwakilan dari Saṅgha. Ini adalah contoh dari pemberian seseorang yang diselingi oleh milyaran kesadaran bajik yang tidak terhitung banyaknya yang bersekutu dengan ketidak-serakahan ( alobha ), tidak benci ( adosa ), dan kegembiraan batin ( pīti ). Jika seseorang tidak mengerti hukum kamma, maka batin orang tersebut tidak bersekutu dengan ketidak-bodohan batin ( amoha ), yang membuat pemberiannya menjadi superior, berakar dua ( dvi-hetuka ) : yang berarti kesadaran yang dihasilkan adalah berakar dua. Jika seseorang mengerti hukum kamma, dan batin orang tersebut bersekutu dengan ketidak-bodohan batin ( amoha ), yang membuat pemberiannya menjadi superior, berakar tiga ( ti-hetuka ) : yang berarti kesadaran yang dihasilkan adalah berakar tiga. Sumber : E-Book “The Workings of Kamma“, second revised edition, by Pa-Auk Tawya Sayadaw Cara berdana kebutuhan Bhikkhu Kebutuhan Bhikkhu yang diizinkan Bhikkhu Saṅgha Theravāda hanya bisa menerima persembahan dana kebutuhan yang diizinkan ( seperti jubah, makanan dan minuman, obat-obatan, dan keperluan sehari-hari ). Para Bhikkhu tidak diizinkan menerima dan memiliki uang dalam bentuk apapun juga ( seperti dalam bentuk uang kertas, “ang pao”, cek, kartu kredit, dan lain-lain ). Jika seorang Bhikkhu menerima persembahan dana dalam bentuk uang, maka Bhikkhu tersebut telah melanggar aturan vinaya kebhikkhuan. Umat juga tidak seharusnya mempersembahkan dana yang kurang pantas seperti rokok, minuman keras, daging yang tidak diizinkan, kosmetika, senjata, emas, perak, dan batu mulia lainnya. Bagaimana cara berdana kebutuhan Bhikkhu yang diizinkan ? Para Bhikkhu tidak bisa meminta kebutuhan apapun dari seorang umat perumah tangga ( kecuali saudara kandung/sedarah ) yang belum mengajukan undangan untuk persembahan dana kebutuhan kepada Bhikkhu ( kecuali seorang Bhikkhu yang sedang menderita sakit, maka Bhikkhu tersebut bisa meminta persembahan dana obat-obatan ). Jika seorang umat berkeinginan kuat untuk melakukan persembahan dana tetapi tidak bisa memastikan apa yang dibutuhkan oleh Bhikkhu, maka dia bisa mengundang Bhikkhu dan menanyakan apakah Bhikkhu tersebut membutuhkan sesuatu yang diizinkan. Atau dengan cara lain, umat tersebut bisa meminta bantuan dari seorang kappiya Bhikkhu ( pembantu Bhikkhu ). Dikarenakan seorang kappiya mengetahui lebih jelas apa saja yang dibutuhkan oleh seorang Bhikkhu, maka dari itu si pendana bisa meminta bantuan kappiya untuk mengatur ( = membeli ) kebutuhan yang diizinkan untuk didanakan kepada Bhikkhu. Setelah si pendana memberikan sejumlah uang kepada kappiya, maka dia bisa menyampaikan undangan secara lisan maupun tulisan kepada Bhikkhu sebagai berikut ini : ( Versi English ) “Sayadaw/Bhante, I/We wish to offer bhante allowable requisites to the value of Rp.xxx. If you need any allowable requisites, please request them from your kappiya ….. ( kappiya’s name ). “ ( Versi Indonesia ) “Sayadaw/Bhante, Saya/kami ingin berdana kebutuhan Bhante yang diizinkan yang setara dengan nilai Rp. xxx. Jika Bhante memerlukan kebutuhan yang diizinkan tersebut, mohon bisa meminta dari kappiya Bhante …… ( nama kappiya Bhante ).” Catatan : Jika anda mengetahui nama kappiya Bhikkhu ( kappiyakāraka ), maka mohon menyebutkan nama kappiya tersebut. Jika anda tidak mengetahui siapa kappiya Bhikkhu tersebut, maka mohon bertanya terlebih dahulu kepada Bhikkhu : “Siapa nama kappiya Bhante ? ” dan kemudian menyebutkan nama kappiya tersebut saat menyampaikan undangan kepada Bhikkhu. ( Bhikkhu harus menjawab nama dari kappiya nya saja, dan tidak boleh menyebutkan ” diberikan kepada siapa ” ). Apabila si pendana dan kappiya gagal dalam menyampaikan undangan kepada Bhikkhu, maka Bhikkhu tidak dibenarkan meminta kebutuhan apapun meskipun dia membutuhkannya. Dengan kondisi seperti ini, baik Bhikkhu maupun si pendana tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari pengaturan tersebut. Sumber : PAMC Singapore