Pentahbisan Yasa dan Buddha Memulai Misinya Pariyatti Sāsana Yunior 2 www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD Anattalakkhaṇa Sutta (S 3:67) “Sutta tentang Karakteristik Bukan-diri” dibabarkan 5 hari setelah kotbah pertama. Pañcakkhandha bukan “Diri” Menyebabkan penderitaan dan berada diluar kendali kita. Anicca - Dukkha - Anatta Apakah layak untuk dianggap sbg ‘Ini milikku’ (taṇhā), ‘Ini Aku’ (māna), ‘Ini Diriku’ (diṭṭhi)? Pancakkhandha di masa-lalu / depan / sekarang /internal / eksternal / kasar / halus / hina / mulia / jauh / dekat harus dilihat sebagai mana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku’, ‘ini bukan aku’, ‘ini bukan diriku.’ Jijik - bosan - batin terbebaskan: kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada kondisi lagi bagi ‘kelahiran’. Lima pertapa mencapai tingkat kesucian Arahat. Saṅgha pun ( 6 arahat ) telah terbentuk untuk pertama kalinya. Pentahbisan Yasa dan Teman Siapakah Yasa? Anak jutawan Benares yang bergelimang kemewahan seperti halnya Pangeran Siddhattha. Menyadari bahaya kehidupan, dia pergi ke Isipatana, tempat dimana Buddha dan 5 pertapa mencapai tingkat kesucian Arahat. Disana, ia menjadi Sotāpanna setelah mendengarkan ceramah-bertahap dari Buddha (dāna, sīla, sagga, kāmādinava, nekkhamma dan 4KM). Ayahnya (sotāpanna) adalah upāsaka pertama yang mengambil Tiga Perlindungan (tevācika upāsaka). Ex-istrinya (dan ibu) adalah upāsikā pertama (V 1:19). Pentahbisan Yasa dan Teman Siapakah Yasa? Menjadi arahat pada saat mendengarkan ceramah Buddha kepada ayahnya dan dan di-‘ehi bhikkhu upasampada’ dengan: “Kemarilah, bhikkhu! Dhamma telah sempurna dibabarkan, jalani kehidupan suci!” (catatan: …sammā dukkhassa antakiriyāya [untuk mengakhiri penderitaan sampai ke-akarnya] tidak disebutkan karena pada saat itu Yasa sudah menjadi Arahat]. Pada saat itu ada 7 arahat di bumi ini. Empat sahabat (Vimala, Subāhu, Pūṇṇajit dan Gavāmpati) dan 50 teman mengikuti jejak Yasa (V 1:17) dan menjadi arahat setelah mendengarkan Dhamma dari Buddha. Terdapat 60 arahat di bumi dan saat untuk mengirim misionaris ke berbagai penjuru pun telah tiba! Buddha Memulai Misinya “Aku terbebaskan, para bhikkhu, dari segala ikatan (sabbapāsehi), baik deva maupun manusia. Kamu pun, para bhikkhu, terbebaskan dari segala ikatan, baik deva maupun manusia. Pergilah, para bhikkhu, untuk kesejahteraan banyak mahluk, untuk kebahagiaan banyak mahluk, sebagai wujud belas-kasih kepada dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan deva dan manusia. Jangan dua pergi pada jalan yang sama. Ajarkanlah, para bhikkhu, Dhamma yang baik di awal, baik di tengah, baik di akhir. Perkenalkanlah kehidupan suci, dalam semangat dan ajarannya, lengkap menyeluruh, murni. Ada mahluk dengan sedikit debu di matanya yang akan jatuh karena tidak mendengarkan Dhamma. Ada mahluk yang akan memahami Dhamma. Saya pun, para bhikkhu, akan pergi menuju Uruvela di Senānigama untuk membabarkan Dhamma.” (V 1:21) Buddha Memulai Misinya “Kemudian, Māra, si jahat, mendekati bhagavā dan berkata dalam syair: “Kamu terikat oleh semua ikatan, baik deva maupun manusia. Kamu terikat oleh jeratan yang maha besar, kamu tidak akan bisa lari dariku, pertapa!” “Aku bebas dari semua ikatan, baik deva maupun manusia. Aku bebas dari jeratan yang maha besar. Kamu terkalahkan, si Pembuat-Akhir (antakāta)!” Kemudian Māra, si jahat, berpikir dalam hati, “Bhagavā mengetahui aku, Sugata mengetahui aku,” menderita dan sedih, kemudian (ia) lenyap dari sana. (V 1:21) Buddha Memulai Misinya Dikarenakan keberhasilan misi ini, Buddha mengijinkan para bhikkhu untuk mentahbiskan seseorang dengan cara: mencukur rambut, memakaikan jubah dan mengucapkan Tiga Perlindungan 3 kali. Model ini adalah bentuk pentahbisan kedua yang diijinkan oleh Buddha: tisaraṇagamanupasampadā. (V 1:22) Tiga Puluh Sahabat Setelah menghabiskan retret-musim-hujanNya yang pertama di Isipatana, Buddha kemudian menuju Uruvelā. Di tengah jalan, duduk dibawah pohon di hutan ‘katun-sutra’ (kappasika vanasaṇḍa), beliau melihat 30 orang sedang bersenang-senang dengan istrinya, kecuali satu orang yang, dikarenakan tidak punya istri, menyewa seorang pelacur. Pada saat para lelaki mengejar pelacur yang melarikan diri sambil membawa barang berharga, mereka bertemu Buddha dan menanyakan apakah Beliau melihat seorang wanita lari melewati daerah ini. Buddha, “Manakah yang lebih baik, anak muda, mencari seorang wanita atau mencari diri-sendiri (attānaṃ gaveseyyātha). Mereka menjawab,”Lebih baik mencari diri-sendiri.” Setelah mendengarkan Dhamma dari Buddha, mereka semua mencapai “Mata Dhamma” (dhammacakkhu = istilah yang merujuk pada 3 tingkat kesucian yang terbawah) Buddha mengabulkan permintaan mereka untuk ditahbiskan. (V 1:24; AA 1:101). Jaṭila Menjadi Pengikut Buddha Jaṭila (pertapa berambut kusut) hidup di Uruvelā: Kakak-beradik Kassapa: Uruvelā Kassapa bersama 500 murid; Nadī Kassapa bersama 300 murid; Gayā Kassapa bersama 200 murid. Uruvela Kassapa takjub dengan ‘kesaktian’ Buddha (3500 keajaiban yang dipertontonkan Buddha sepanjang musim hujan spt: menundukkan nāga, memecah kayu bakar utk upacara, memanaskan pendiangan utk digunakan setelah mandi di cuaca dingin dll) Akhirnya mereka semua menjadi bhikkhu, dimulai dari Uruvelā Kassapa dan pengikutnya, dan diikuti berturuturut oleh adiknya Nadī dan Gayā Kassapa. Mereka menjadi Arahat setelah Buddha membabarkan Āditta Pariyāya Sutta (V 1:34f). Ilustrasi Āditta Pariyāya Sutta (S4:20f) “Khotbah tentang Api” “Semuanya terbakar oleh keserakahan, kebencian dan delusi” Sutta 1 tentang ‘penderitaan dan lenyapnya” dan Sutta ke-2 adalah penjabaran dari apa yang disampaikan secara singkat di Sutta ke-1: ’secara singkat 5 aggregat yang menjadi objek kemelekatan adalah penderitaan.’ Sutta ini adalah sutta ke-3, Buddha mengajarkan tentang realitas kehidupan yakni 6 indera, 6 objek inderawi, 6 kesadaran inderawi, 6 kontak dan 3 perasaan yang muncul sebagai konsekuensinya yang ‘terbakar’. Āditta Pariyāya Sutta (S4:20f) “Khotbah tentang Api” Sutta ini sangat berkesan buat para Jaṭila karena mereka adalah pemuja-api. Di sutta ini Buddha menganalisa proses psikologis kemunculan ‘perasaan’ yang tergantung kepada fenomena yang mendahuluinya. Penjelasan lebih detil dari Sutta ke-1: yāyaṃ taṇhā ponobbhavikā (nafsu-keinginan inilah yang membawa ke kelahiran-kembali). Āditta Pariyāya Sutta (S4:20f) “Khotbah tentang Api” “Mata, para bhikkhu, terbakar, objekmata terbakar, kesadaran-mata terbakar, kontak-mata terbakar, dan perasaan apapun yang muncul sebagai akibat dari kontak-mata —apakah menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral —itu pun juga terbakar.” “Terbakar oleh apa? Terbakar oleh apikeserakahan, oleh api-kebencian, oleh apidelusi; terbakar oleh kelahiran, kelapukan dan kematian; oleh kesedihan, rataptangis, sakit-jasmani, sakit-batin dan keputus-asaan.” Pemahaman yang sama juga untuk telinga, hidung, lidah, tubuh, batin dengan objeknya masing2…dst. Madhupiṇḍika Sutta (M 1:109-115) “Khotbah tentang Butir-madu” Tergantung kepada mata dan objeknya, kesadaran mata muncul. Pertemuan antara ketiganya disebutk kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, perasaan (muncul). Apa yang dirasakan, itulah yang dipahami. Apa yang dipahami, itulah yang dipikirkan. Apa yang dipikirkan, itulah yang membuatnya terbosesi (papañca:’perkembang-biakan batin’). Apa yang membuatnya terobsesi, tergantung padanya, ‘gagasan-danpersepsi berdasarkan papañca’ menjadi kebiasaan dia (dalam menyikapi) objek mata masa lalu, masa-depan, dan masa-kini yang ‘dikenali’ oleh kesadaran mata. Papañca: kecenderungan untuk berimajinasi, terjerat dalam Ego-sentris ‘ini milikku, ini Aku dan ini Diriku’ yang mengaburkan ‘data asli’ (paramattha dhamma). Sumber: tañhā, diṭṭhi dan māna. Āditta Pariyāya Sutta (S4:20f) “Khotbah tentang Api” “Melihat yang demikian, para bhikkhu, murid suci yang terpelajar (sutavā ariyasāvaka) menjadi jijik terhadap mata, terhadap objek-mata, terhadap kontak-mata, terhadap perasaan yang muncul sebagai akibat dari kontak-mata” Demikian pula terhadap ‘telinga’ dst. “Melalui rasa jijik, dia menjadi tidak-bernafsu. Melalui tidak-bernafsu, batin dia terbebaskan. Ketika terbebaskan, muncullah kebijaksanaan, “Saya terbebaskan!’ Dia mengerti: ‘Kelahiran telah dihancurkan. Kehidupan suci telah dijalani. Apa yang harus dikerjakan telah dikerjakan. Tidak ada lagi kondisi untuk kelahiran.” Ketika Sutta ini dibabarkan, batin ribuan bhikkhu terbebaskan dari kekotoran-batin dikarenakan oleh ketidak-melekatan. Benang-Merah 3 Sutta Pertama Sutta Ke-1 Sutta Ke-2 Realita: Realita: • 5 agregat bukan-diri, • Ada penderitaan karena kalau ‘Diri’ (Lima agregat obj. maka mereka bisa kemelekatan adalah penderitaan) dan sebab diperintahkan sesuai kehendak kita. penderitaan (nafsukeinginan). Solusi: • 5 agregat (dalam 11 Solusi: kategori) dilihat dg • Penderitaan dipahami, kebijaksanaan yang sebab-penderitaan benar sbg: ‘Ini bukan ditinggalkan dengan milikku’, ‘Ini bukan mengembangkan Aku’, ‘Ini bukan JMB8 Diriku’. Sutta Ke-3 Realita: • ‘Semua’ terbakar oleh LDM, kelahiran, kelapukan dan kematian; kesedihan, ratap-tangis, sakit-jasmani, sakit-batin dan keputus-asaan. Solusi: • Melihat yang demikian, murid suci yang terpelajar menjadi jijik terhadap ‘semua’ —tidak-bernafsu —batin terbebaskan — muncul kebijaksanaan: “Saya terbebaskan!” Selesai