perspektif ekoregional kawasan tanaman rempah di maluku utara

advertisement
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
PERSPEKTIF EKOREGIONAL KAWASAN TANAMAN REMPAH
DI MALUKU UTARA
Muhammad Assagaf dan Andriko Noto Susanto
PENDAHULUAN
Secara umum ekoregional didefenisikan sebagai suatu bentang wilayah yang memiliki
karakteristik khusus. Karakteristik khusus dimaksud disini adalah wilayah yang memiliki
kesamaan berdasarkan batasan tertentu. Pasal 1 butir 29 UU No.32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), menyatakan ”ekoregion
adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli
serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritasi sistem alam dan
lingkungan hidup. Dengan demikian pengelolaan yang dilakukan tidak ditentukan oleh
batasan politik dan administrasi, tetapi oleh batasan geografi, komunitas manusia serta
system ekologi dan selanjutnya pembangunan pertanian dengan pendekatan ekoregional
didasarkan pada prioritas ekosistem dan habitat alami setempat.
Wilayah provinsi Maluku Utara memiliki luas wilayah sebesar 140,2 ribu km2, dengan
luas wilayah perairan 76,3 persen dan daratan 23,7 persen. Sebagai wilayah kepulauan,
Maluku Utara memiliki 805 buah pulau besar dan kecil, dengan 82 pulau di antaranya telah
dihuni. Adapun secara umum, karakteristik pulau-pulau sedang dan kecil di Maluku Utara. Dari
sejumlah pulau-pulau tersebut, pulau yang tergolong besar adalah Pulau Halmahera,
sedangkan pulau yang ukurannya sedang adalah Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau Bacan, dan
Pulau Morotai. Pulau-pulau yang lebih kecil antara lain Pulau Ternate, Tidore, Makian, Kayoa,
dan Gebe. Adakalanya satu pulau hanya terdiri dari satu kecamatan, namun dapat juga terdiri
dari beberapa kecamatan berdekatan.
Sebagian besar wilayah Maluku Utara bergunung-gunung dan berbukit-bukit yang
terdiri dan pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan
dataran. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dan Teluk Kao,
Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Disetiap daerah terdapat punggung
gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan pada daerah sekitar Teluk Buli (di Timur) sampai
Teluk Kao (di Utara), pesisir barat mulai dan Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan
dan utara ditemui daerah dataran yang luas. Karakteristik ini mengakibatkan sebagian besar
wilayah Maluku Utara memiliki kemiringan lahan yang sangat bervariasi dengan topografi yang
dominan adalah cukup curam (Arifin dan Susanto, 2014).
Dengan kondisi georafis kepulauan yang dominan dengan gunung dan berbukit
memerlukan tanaman tahunan untuk konservasi, tanaman tahunan yang sudah sejak beratus
tahun tumbuh di kepulauan Maluku Utara adalah tanaman rempah seperti pala dan
cengkih.Tanaman rempah terutama tanaman pala dan cengkih adalah tanaman tahunan atau
tanaman keras (perenial crops). Sebagian besar produk tanaman rempah berorientasi ekspor
dan diperdagangkan dipasar internasional, sebagai sumber devisa. Disamping sebagai sumber
devisa, beberapa produk komoditas tanaman rempah merupakan bahan baku sejumlah
industri dalam negeri yang juga berorientasi ekspor dan banyak menyerap tenaga
kerja. Dengan peranan seperti diatas, maka masalah kualitas dan kontinuitas penyediaan
bahan baku menjadi sangat penting. Disamping memberikan benefit ekonomi, tidak bisa
diabaikan tuntutan agar usaha tanaman rempah dapat memelihara bahkan meningkatkan
kelestarian lingkungan.
Produk tanaman rempah Maluku Utara merupakan salah satu produk yang potensial
untuk diperdagangkan. Indonesia cukup diperhitungkan di dunia internasional karena
merupakan salah satu negara penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah yang asli berasal
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
299
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
dari Indonesia adalah pala dan cengkih. Luas area perkebunan pala milik perkebunan rakyat
di Indonesia seluas 117,300 ha (BPS 2012). Luas lahan perkebunan di Maluku Utara pada
tahun 2014 yang mencapai 391,661.41 ha (BPS, 2014), sedangkan luas lahan untuk tanaman
pala adalah seluas 36,711.58 ha atau 31,3% dari luas tanaman pala rakyat di Indonesia atau
9,4 % dari luas areal perkebunan yang ada Maluku Utara. Dari produksi pala dalam bentuk
biji pala kering, produksi Nasional mencapai sebesar 15,700 ton (BPS, 2012), sedangkan
produksi biji pala kering Maluku Utara pada tahun yang sama mencapai 7,875.68 ton atau
50,16% dari produksi Nasional. Untuk tanaman cengkih, dari data luas lahan perkebunan
rakyat mencapai 85,468.32 ha atau 21,8% dari luas lahan perkebunan di Maluku Utara dengan
total produksi bunga cengkih kering sebesar 10,057.95 ton (BPS, 2014).
Sektor Pertanian saat ini menyumbang 35,6% produk domestik regional bruto (PDRB)
dengan total tenaga kerja yang bergerak di sektor ini sebesar 244,167 jiwa atau 55% dari
total tenaga kerja di Maluku Utara(BPS, 2014). Artinya bahwa banyak rumah tangga yang
menggantungkan hidupnya pada pertanian. Meskipun nilai tukar petani saat ini di bawah
standar terutama masing – masing untuk subsektor tanaman pangan, hortikultuta, dan
peternakan yaitu sebesar 93,79; 93,86; dan 93,75. Sedangkan sektor perkebunan merupakan
sektor andalan dengan nilai tukar petani tertinggi sebesar 114,75 terutama yang berasal dari
tanaman rempah.Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran bahwa system
usahatani tanaman rempah di Maluku utara telah menerapkan pendekatan ekoregion.
EKOREGIONAL WILAYAH KEPULAUAN MALUKU UTARA
Wilayah provinsi Maluku Utara memiliki luas wilayah sebesar 140,2 ribu km2, dengan
luas wilayah perairan 76,3 persen dan daratan 23,7 persen. Sebagai wilayah kepulauan,
Maluku Utara memiliki 805 buah pulau besar dan kecil, dengan 82 pulau di antaranya telah
dihuni. Adapun secara umum, sebaran pulau-pulau besar dan kecil di Maluku Utara
ditampilkan pada Tabel 1. Dari sejumlah pulau-pulau tersebut, pulau yang tergolong besar
adalah Pulau Halmahera, sedangkan pulau yang ukurannya sedang adalah Pulau Obi, Pulau
Taliabu, Pulau Bacan, dan Pulau Morotai. Pulau-pulau yang lebih kecil antara lain Pulau
Ternate, Tidore, Makian, Kayoa, dan Gebe. Adakalanya satu pulau hanya terdiri dari satu
kecamatan, namun dapat juga terdiri dari beberapa kecamatan berdekatan.
Secara geografis, posisi Maluku Utara berada pada posisi strategis karena terletak di
bibir Pasific (pasific reem) yang secara langsung berhadapan dengan negara-negara Asia
Timur dan negara-negara Pasific. Wilayah ini juga merupakan lintasan antara dua benua Asia
dan Australia dan dua samudra Hindia dan Pasifik. Provinsi Maluku Utara sebagai wilayah
pemekaran dari provinsi Maluku merupakan kepulauan dengan agro-ekosistem yang
beragam. Secara resmi, provinsi ini terbentuk melalui UU No. 46 tahun 1999 tanggal 4 Oktober
1999 dan hingga saat ini, Maluku Utara terbagi secara administrasi menjadi 8 wilayah
kabupaten dan 2 wilayah kota.
Sebagian besar wilayah Maluku Utara bergunung-gunung dan berbukit-bukit yang terdiri
dan pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran.
Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dan Teluk Kao, Teluk
Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Disetiap daerah terdapat punggung gunung
yang merapat ke pesisir, sedangkan pada daerah sekitar Teluk Buli (di Timur) sampai Teluk
Kao (di Utara), pesisir barat mulai dan Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan
utara ditemui daerah dataran yang luas. Karakteristik ini mengakibatkan sebagian besar
wilayah Maluku Utara memiliki kemiringan lahan yang sangat bervariasi dengan topografi yang
dominan adalah cukup curam.
Keberadaan pulau-pulau kecil dengan karakteristik yang khas memberikan peluang
pengembangan yang sangat besar baik dari aspek ekologi, ekonomi/investasi dan pertahanan
keamanan. Sebagian besar dari pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, merupakan potensi
300
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
untuk pengembangan kegiatan ekonomi dan investasi baik wisata bahari maupun perikanan
yang berkelanjutan.
Tabel 1. Jumlah Pulau Berpenghuni dan Tidak Berpenghuni di Wilayah Maluku Utara
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kabupaten/Kota
Tidore Kepulauan
Halmahera Utara
Kepulauan Sula
Halmahera Selatan
Halmahera Barat
Halmahera Timur
Ternate
Halmahera Tengah
Pulau Bermasalah
Pulau Provinsi
Jumlah Total
Pulau
Pulau Tidak
Jumlah
Berpenghuni
Berpenghuni
Pulau
4
11
10
35
2
12
5
2
1
7
103
76
336
123
29
4
40
4
1
11
114
86
371
125
41
9
42
4
2
82
723
805
Sumber : Hasil Rapat Verifikasi ke II, Pembinaan dan Pembakuan Nama Pulau di Provinsi Maluku Utara, DKP Prov.
Maluku Utara Tahun 2008. Renstra DKP Maluku Utara, 2012
Secara topografis wilayah Maluku Utara sebagian besar bergunung dan berbukit-bukit
serta banyak memiliki pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya
merupakan dataran biasa. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat –
mulai dari Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Di setiap daerah
terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan di daerah sekitar Teluk Buli
(di timur) sampai Teluk Kao (di utara), pesisir barat mulai Teluk Jailolo ke utara dan Teluk
Weda ke selatan dan utara ditemui daerah daratan yang luas. Pada bagian lainnya terdapat
deretan pegunungan yang melandai dengan cepat ke arah pesisir. Pulau-pulau yang relatif
sedang (Obi, Morotai, Taliabu, dan Bacan) umumnya memiliki dataran luas yang diselingi
pegunungan yang bervariasi. Keadaan topografi Provinsi Maluku Utara secara spasial disajikan
pada Gambar 1.
Gambar1. Peta Topografi Provinsi Maluku Utara
Konsep kebijakan Pembangunan Pertanian Maluku Utara merupakan implementasi
pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan pertanian yang lebih spesifik
berdasarkan karakterisitik wilyah kepulauan dengan berbagai potensi, permasalahan, peluang
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
301
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
dan tantangan yang dihadapi, maka pembangunan pertanian di Maluku Utara diarahkan pada
keterpaduan system usaha Agribisnis pertanian yang terintegrasi dan berkelanjutan melalui
tiga pendekatan pembangunan pertanian yaitu Pendekatan Kawasan, Pendekatan Komoditas
dan Pendekatan Multygate System. Menurut Soekardi, 1992, pewilayahan komoditas adalah
salah satu usaha untuk mendapatkan produk pertanian yang berdaya saing tinggi, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya. Di samping itu, dengan pewilayahan komoditas dapat
merubah/memperbaiki sistem pertanian tradisonal ke arah pertanian tangguh, dimana sifat
saling ketergantungan dan saling mendukung, serta persaingan yang sehat dapat ditumbuh
kembangkan.
Saat ini pemerintah daerah telah menetapkan beberapa kawasan seperti kawasan
Halmahera I sebagai kawasan perkebunan kelapa dengan pusat pertumbuhan Tobelo-Jailolo,
kemudian kawasan Halmahera II sebagai kawasan pertanian tanaman pangan terutama
komoditas padi sawah dengan pusat pertumbuhan di maba-wasile. Sedangkan kawasan
Halmahera III yaitu kawasan perkebunan pala dan jeruk dengan pusat pertumbuhan di WedaSofifi. Kawasan Halmahera IV sebagai kawasan integrasi cengkih, ayam, padi dengan pusat
pertanian di Sondo-Sondo dan Dodinga. Selanjutnya adalah kawasan pulau Bacan-Obi sebagai
kawasan perkebunan Kakao dengan pusat perkebunan di Labuaha. Kawasan pulau Morotai
perkebunan Kelapa dengan pusat pertumbuhan di Daruba. Kawasan kepulauan Sula sebagai
perkebunan Jambu Mente dengan pusat pertumbuhan di Sanana dan Bobong. Dan yang
terakhir adalah kawasan pulau Ternate-Tidore sebagai perkebunan Pala sekaligus pusat
perdagangan yang berada di Ternate dan Tidore.
Pendekatan Multy Gate system merupakan pintu masuk dan jalur strategis
perdagangan dan distribusi pertanian sebagai konsekuensi dari wilayah kepulauan. Beberapa
jalurnya adalah Tobelo-Morotai, Jailolo-Sofifi, Labuha-Weda, Mangoli-Sanana, dan TidoreTernate. Secara detail ketiga pendekatan disajikan berikut ini.
Pendekatan Kawasan
Pengembangan usaha pertanian didasarkan pada pendekatan kewilayahan terhadap
potensi bididaya dan usaha agribisnis pertanian sehingga ditetapkan beberapa kawasan
pengembangan sebagai berikut:
1. Kawasan Halmahera I: merupakan kawasan perkebunan dengan komoditas Kelapa
sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera Utara
dan Halmahera Barat atau disebut sebagai kawasan Tobelo-Jailolo. Kawasan ini didukung
oleh komoditas kakao dan Pala sebagai komoditas perkebunan pendukung.
Gambar 2. Peta Kawasan Halmahera I (Sumber: Renstra Dinas
Pertanian Provinsi Maluku Utara,2010)
2. Kawasan Halmahera II: merupakan kawasan pertanian dengan komoditas padi sebagai
komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera Timur atau
302
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
disebut sebagai kawasan Maba-Subaim. Kawasan ini didukung oleh komoditas Kelapa
sebagai komoditas perkebunan pendukung.
Kab. Halmahera Timur
.HF:DVLOH
8WDUD
.HF:DVLOH 7LPXU
PXXU
P
.HF:DVL OH
.HF0DED
.HF0DED 7HQJDK
.HF:DVLOH 6HODWDQ
WDQ
DQ
.HF0DED 6HODWDQ
.HF0DED 8WDUD
.HF.RWD0DED
Komoditas pendukung :
Ă͘ Subsektor Perkebunan (Kelapa)
ď͘ Subsektor Tanaman Pangan Padi Sawah, Padi Ladang,
Jagung, Kedele
Đ͘ Hortikultura, Jeruk, Mangga, dan Sayuran Komersil
Ě͘ Integrasi sub sektor peternakan pada komoditas Sapi
Potong, Kambing dan Ayam. Gambar 3. Peta Kawasan Halmahera II (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara, 2010)
3. Kawasan Halmahera III: merupakan kawasan tanaman perkebunan Pala dan Jeruk
sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera
tengah dan Kota Tidore Kepulauan atau disebut sebagai kawasan Weda-Sofifi. Kawasan
ini didukung oleh komoditas Kelapa sebagai komoditas perkebunan pendukung
Gambar 4. Peta Kawasan Halmahera III (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara, 2010)
4.
Kawasan Halmahera IV: merupakan kawasan integrasi antara tanaman perkebunan
Cengkih, ayam dan padi ladang sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya
pada kawasan Halmahera Timur,Halmahera Barat dan Halmahera Utara atau disebut
sebagai kawasan Sondo Sondo-Dodinga.
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
303
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Gambar 5. Peta Kawasan Halmahera I V (Sumber: Renstra Dinas Pertanian Provinsi Maluku
Utara,2010)
5.
Kawasan Pulau Ternate-Tidore: merupakan kawasan tanaman perkebunan Pala
sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Kota Ternate
dan Kota Tidore Kepulauan. Kawasan ini didukung oleh komoditas Cengkih sebagai
komoditas perkebunan pendukung
Gambar 6.Peta Kawasan Pulau Ternate-Tidore(Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara,2010)
6.
Kawasan Pulau Bacan-Obi: merupakan kawasan tanaman perkebunan Kakao sebagai
komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera Selatan atau
disebut dengan kawasan Labuha. Kawasan ini didukung oleh komoditas kelapa, Cengkih
dan pala sebagai komoditas perkebunan pendukung
Gambar 7. Peta Kawasan Pulau Bacan-Ob (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara,2010)
304
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
7.
Kawasan Pulau Morotai: merupakan kawasan tanaman perkebunan Kelapa sebagai
komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Pulau Morotai atau
disebut dengan kawasan Daruba. Kawasan ini didukung oleh komoditas kelapa, Cengkih
dan pala sebagai komoditas perkebunan pendukung
Gambar 8. Peta KawasanPulau Morotai (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara,
20 0)
8.
Kawasan Kepulauan Sula: merupakan kawasan tanaman perkebunan Jambu Mete
sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Kepulauan SulaHalmahera Selatan atau disebut dengan kawasan Sanana-Bobong. Kawasan ini didukung
oleh komoditas kelapa, Cengkih dan pala sebagai komoditas perkebunan pendukung
Gambar 8.Peta KawasanKepulauan Sula(Sumber: Renstra Dinas pertanian
Provinsi Maluku Utara,2010)
Pendekatan Komoditas
Pengembangan usaha pertanian didasarkan pada potensi komoditas spesifik wilayah
dan komoditas utama pertanian Maluku Utara yaitu:
1) Komoditas Prioritas sub sektor Tanaman Pangan adalah Padi, Jagung, Kedelei,
Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubikayu dan Ubijalar
2) Komoditas Prioritas sub sektor Hortikultura adalah Sukun, Pisang Mulu Bebek,
Mangga Dodol, Jeruk, Durian, Bawang Merah dan Cabe sementara komoditas yang
dirintis pengembangannya adalah Langsat Duku, Rambutan, Nangka, Semangka,
Kentang, Terong, Tomat dan Kacang Panjang
3) Komoditas Prioritas sub sektor Perkebunan adalah Pala, Cengkih, Kelapa, Kakao
dan Jambu Mete sementara komoditas yang dirintis pengembangannya adalah Jarak
Pagar, Nilam, Kelapa Sawit, Aren dan Casiavera.
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
305
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
4) Komoditas Prioritas sub sektor Peternakan adalah Daging Sapi Potong, Daging
Kambing, Daging Ayam Buras, Daging Ayam Ras Petelur dan Ayam Ras Pedaging
sementara komoditas yang dirintis pengembangannya adalah Sapi Perah, Daging
Kerbau, Daging Itik, Ayam Ras Petelur dan Daging Babi
Pendekatan Pintu Masuk
Pengembangan usaha pertanian didasarkan pada potensi geografis wilayah Maluku
Utara sebagai daerah kepulauan yang satrategis untuk dijadikan sebagai pintu-pintu keluar
pemasaran guna memperpendek rentang kendali antar pulau maupun sebagai pintu keluar
ekspor hasil komoditi pertanian. Daerah-daerah sebagai pintu keluar adalah:
1) Morotai – Tobelo; 2) Jailolo – Sofifi; 3)Labuha – Weda; 4) Sanana – Mangoli dan 5) Ternate
– Tidore
KONDISI BIO-FISIK LINGKUNGAN KAWASANTANAMAN REMPAH
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman rempah adalah faktor alam. Faktor
alam yang utama adalah iklim, sifat tanah, dan bahan induk. Parameter iklim adalah salah
satu faktor yang sangat menentukan tingkat kesesuaian lahan. Setiap jenis tanaman
memerlukan kisaran iklim tertentu dalam setiap fase pertumbuhannya. Pada keadaan tertentu
parameter iklim dapat menjadi factor pembatas yang cukup serius dalam fase tertentu dari
tumbuh tanaman dan merupakan factor pembatas yang sulit dikendalikan. Hal tersebut
membuktikan bahwa peran parameter iklim semakin penting artinya dalam peningkatan
produksi dan mutu hasil tanaman. Disamping itu Iklim merupakan salah satu parameter
biofisik lahan yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman dan proses-proses yang
berlangsung pada tanah seperti pelapukan dan pencucian unsur hara, proses aliran
permukaan, erosi dan sedimentasi. Komponen-komponen iklim yang berperan penting bagi
pertumbuhan tanaman dan perkembangan tanah meliputi tipe iklim, curah hujan, temperatur
udara, kelembaban udara dan lama penyinaran. Data beberapa komponen iklim yang
diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandar Udara Babulla Ternate selama
10 tahun terakhir (2004-2013) terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Rata-Rata Bulanan Unsur Iklim di Maluku Utara
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
Rerata
Curah Hujan
(mm)
212,1
184,3
234,3
233,7
298,3
205,1
161,0
107,5
92,8
118,6
226,8
257,9
2.332,4
194,4
Hari Hujan
23
17
17
20
22
18
17
14
12
14
20
21
18
Temperatur Udara (o C) Kelembaban Udara
(%)
Max Min Rata-rata
84,2
27,0
30,5 24,4
84,0
26,7
30,6 24,1
83,1
26,9
31,1 24,3
84,5
27,0
31,1 24,4
83,7
26,9
30,9 24,2
81,7
26,9
30,9 24,1
81,0
26,7
30,6 23,6
78,1
26,8
30,9 23,9
80,5
26,7
30,5 23,9
79,7
27,2
28,4 23,9
83,4
27,0
30,7 23,9
84,6
27,1
31,0 24,1
30,6 24,1
26,9
82,4
Sumber : Rekapan Data iklim Stasiun Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandar Udara Babulla Ternate, tahun 2014
(BMG. 2014)
Kondisi curah hujan (Tabel 2 dan Gambar 9) umumnya tinggi pada bulan November
sampai Juni dan rendah pada bulan Juli sampai Oktober. Rata-rata curah hujan bulanan
tertinggi sebesar 298,3 mm pada bulan Mei dan terendah 92,8 mm pada bulan September
306
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
dengan curah hujan tahunan sebesar 2.332,4 mm/tahun. Hari hujan terbanyak terdapat pada
bulan-bulan yang jumlah hujannya tinggi seperti bulan November, Desember, Januari, April
dan Mei, sementara hari hujan terendah pada bulan-bulan yang hujannya rendah seperti
bulan Juli, Agustus dan September. Kondisi temperatur udara rata-rata maksimum mencapai
30,6oC dan minimum mencapai 24,1oC dengan rata-rata 26,9 oC. Sementara rata-rata
kelembaban udara berkisar antara 78,1% sampai 84,6% dengan kelembaban udara tahunan
sebesar 82,4%.
Curah Hujan (mm)
27,3
27,2
27,1
27,0
26,9
26,8
26,7
26,6
26,5
26,4
26,3
300,0
250,0
200,0
150,0
100,0
50,0
0,0
CH
Bulan
Hari Hujan (hari)
Grafik Distribusi CH dan TU
350,0
TU
Gambar 9. Distribusi curah hujan (CH) dan temperatur udara (TU) di Kota Ternate (BMG, 2014)
Tipe iklim berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson (1951) dalam
Handoko (1993) tergolong iklim basah (B) dimana rataan bulan kering (Bk < 60 mm) sebanyak
2 bulan dan bulan basah (Bb > 100 mm) sebanyak 9 bulan dengan nilai Q sebesar 16 %.
Klasifikasi Oldeman (1975) tergolong zona agroklimat B2 (Bb antara 7-9 dan Bk antara 2-3
bulan).
Litologi atau bahan indukan (batuan) merupakan bahan pembentukan tanah yang
sangat menentukan sifat fisik maupun kimia tanah. Secara umum litologi di wilayah Maluku
Utara dikelompokkan atas batuan sediman dan batuan volkan. Kelompok batuan sedimen
terdapat dalam bentuk sedimen muda (recent) meliputi aluvio-kaluvium dan batuan sedimen
tua meliputi batukapur dan batupasir tufaan. Sementara batuan volkan terdapat dalam bentuk
volkan muda yang berkomposisi andesit dan basalt. Batuan sedimen aluvio-kaluvium
merupakan bahan-bahan endapan kasar hingga halus (kerakal, pasir, debu, liat) yang banyak
mengandung unsur hara, demikian juga dengan batukapur, bersifat basa yang kaya unsur Ca,
Mg dan K. Batupasir tufaan relatif miskin unsur hara, silikat tinggi akan tetapi membentuk fisik
tanah yang baik. Batuan volkan di wilayah Maluku Utara bersifat netral sampai basa dan
mengandung unsur-unsur ferromagnesium (K, Na, Mg, Ca, Fe) dimana pelapukan dari batuan
tersebut menghasilkan tanah-tanah yang subur baik secara fisik maupun kimia.
KESESUAIAN LAHAN DALAM PENGEMBANGAN TANAMAN REMPAH
Lahan yang terdapat di daerah Maluku Utara menunjukkan sifat-sifat yang berbeda,
mulai dari Morotai bagian utara sampai Sulabesi di selatan. Perbedaan ini disebabkan faktor
iklim (curah hujan dan suhu) yang tinggi. Selain itu, yang membedakan sifat-sifat tanah adalah
tipe batuan/bahan induk dan kemiringan lereng yang berkolerasi dengan kedalaman efektif
perakaran serta vegetasi di tanah tempatnya berkembang. Selain iklim dan vegetasi, kompleks
geologi Provinsi Maluku Utara sangat erat hubungannya dengan penyebaran sifat-sifat tanah.
Keadaan geologi dibarengi pula dengan proses pelapukan dan pencucian pada kondisi suhu
dan curah hujan yang bervariasi. Maka tanah di daerah Maluku Utara berada dalam suatu
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
307
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
perkembangan dan kedalaman yang bervariasi dengan drainase baik, tekstur tanah halus,
kesuburan yang relatif rendah.
Pada daerah-daerah perbukitan dan pegunungan yang berlereng curam sampai sangat
curam dengan penutupan vegetasi yang jarang, secara relatif juga mempengaruhi erosi
permukaan. Oleh karena itu sering ditemukan tanah-tanah dengan kedalaman solum dangkal
sampai sedang dengan tingkat perkembangan lemah dan sedang. Keadaan Tanah Provinsi
Maluku Utara dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Peta tanah Provinsi Maluku Utara (RTRW,2007)
Wilayah Maluku Utara bedasarkan keadaan biofisik lingkungannya yang terdiri dari
iklim, tanah, dan terrain/topografi, mempunyai potensi untuk pengembangan berbagai
komoditas pertanian seperti tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan dan
perikanan berpotensi untuk diusahakan. Pengenalan secara detil, baik komoditas pertanian
andalan maupun sentral – sentral pengembangan komoditas pertanian, sangat di perlukan
dalam rangka mempercepat laju pembangunan provinsi ini.
Provinsi Maluku Utara memiliki agro-ekosistem yang relatif berangam, dan dapat
digolongkan menjadi agro-ekosistem lahan basah, lahan kering, dan dataran pantai. Sebagai
konsekuensinya, keragaan dan peran pengusahaan suatu komoditas akan berbeda antar agroekosistem tersebut. Setiap zone agro – ekosistem dengan karakteristik tertentu digolongkan
ke dalam empat bentuk, yaitu: Productivity, gambaran antara nilai produksi dengan
penggunaan per satuan satuan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, energi dan modal); Stability,
mencerminkan tingkat stabilan produktivitas dan fluktuasi variabel lingkungan (iklim atau
kondisi pasar) yang tidak terlalu besar; Sustainability, mencerminkan kemampuan suatau
agro–ekosistem untuk mempertahankan produktivitas; dan Equitability, yang mencerminkan
tingkat pemerataan penyebaran prodiktivitas suatu agro – ekosistem bagi manusia yang
terlibat di dalamnya.
Berdasarkan karakteristik sumberdaya lahan dan iklim di Maluku Utara di peroleh 7
zona agro ekologi yang terdiri dari 3 zona sebagai wilayah pengembangan komodotas
tanaman pangan dan hortikultura, 4 zona sebagai wilayah kehutanan, perkebunan, perikanan
pantai dan pastura (padang penggembalaan). Masing-masing zona dan tipe pemanfaatan
lahan tersebut adalah sebagai berikut:
Zona I zona lereng >40%, tipe pemanfaatan lahan adalah tanaman non pertanian
(kehutana, hutan produksi dan hutan lindung).
Zona II zona lereng 15-40%, tipe pemanfatan lahan adalah perkebunan/tanaman tahunan.
Zona III zona lereng 8-15%, tipe pemanfaatan lahan untuk tanaman tahunan dan tanaman
pangan.
308
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Zona IV zona lereng <8%, tipe pemanfaatan lahan utuk tanamna pangan
Zona V zona lereng <8%, dengan jenis tanah gambut (saprik dan hemik) dengan ketebalan
<3 m, tipe pemanfaatan lahan untuk tanaman tahunan/hortikultura, dan
ketebalan gambut >3 m dan fibrik pada kedalaman berapapun maka tipe
pemanfaatan lahan unutuk non pertanian.
Zona VI
zona lereng <8%, dengan jenis tanah yng mempunyai kandungan sulfat sangat
tinggi (sulfat masam) tipe pemanfaatan lahannya untuk kehutanan (magrove)
dan perikanan pantai.
Zona VII
zona lereng <8%. Jenis tanah yang berkembang dari pasir kuarsa (Spodosols
dan Quartzipsamments), tipe pemanfaatan lahan adalah tanaman non pertanian
(kehutanan dan padang penggembalaan (pastura).
KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA UTARA
Keadaan iklim di Kabupaten Halmahera Utara tergolong basah dengan curah hujan
tahunan tinggi sebesar 3.340 mm, dan termasuk zone agroklimat A, B1 dan C1, kecuali sedikit
di bagian timur relatif agak kering dengan zone agroklimat D1. Kondisi tanah masih cukup
basah/lembab, dan dapat memenuhi kebutuhan air untuk usahatani tanaman pangan maupun
tahunan, kecuali pada zone D1 kemungkinan akan mengalami periode musim kemarau cukup
nyata beberapa bulan. Tetapi dengan adanya beberapa sumber air, sebagian wilayah kering
dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian produktif. Komposisi relief/lereng terdiri atas
wilayah datar sampai agak datar seluas 115.150 ha(21,13%), berombak 37.877 ha (6,95%)
dan bergelombang 68.930 ha (12,64%). Wilayah datar sampai bergelombang tersebut secara
makro merupakan lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian, baik tanaman
pangan maupun tanaman tahunan/perkebunan. Wilayah berbukit mencakup luas 213.668 ha
(39,18%) secara selektif berpotensi untuk pengembangan tanaman tahunan dengan
menerapkan teknik konservasi tanah, sedangkan wilayah bergunung 107.455 ha (19,70%)
tidak berpotensi untuk pertanian karena lereng terlalu curam. Sementara untuk komposisi
landform yang erat dengan potensi lahan, terdiri atas Aluvial 7,14%, Marin 4,39%, Karst
15,38%, Volkanik 48,22%, dan Tektonik 24,45%, serta Lain-lain 0,42%. Bahan induk tanah
terdiri atas endapan marin, endapan sungai, batuan sedimen (batupasir, napal, konglomerat,
serpih, batugamping), dan batuan volkan muda (lava, tuf andesit sampai basalt), yang
membentuk tanah dari ordo Entisols, Inceptisols, Andisols, Mollisols, Alfisols, Ultisols, dan
Oxisols, yang mempunyai variasi sifat-sifat fisika, kimia, dan mineralogi. Inceptisols
mempunyai penyebaran paling luas, hampir dijumpai pada semua grup landform. Andisols
terbentuk dari tuf volkan muda mempunyai sifat-sifat khas dan merupakan tanah yang cukup
subur/ produktif untuk pertanian.
Dari sifat-sifat fisik-kimia tanah yang spesifik secara umum adalah tekstur sedang
sampai halus, pH tanah agak masam sampai netral, kadar bahan organik rendah, kadar P2O5
dan K2O (ekstr. HCl 25%) bervariasi dari rendah sampai tinggi, P tersedia rendah sampai
tinggi, retensi P rendah, KTK tanah dan kejenuhan basa umumnya tinggi. Status kesuburan
tanah yang dicerminkan oleh kadar C organik, kadar P2O5 dan K2O (ekstraksi HCl 25%), KTK
tanah dan kejenuhan basa, umumnya bervariasi dari rendah sampai tinggi. Rendahnya status
kesuburan tanah lebih banyak dipengaruhi oleh rendahnya kadar bahan organik dan kadar P
dan K. Hal ini dapat diperbaiki dan ditingkatkan statusnya melalui penerapan teknologi
pengelolaan bahan organik dan pemupukan.
Pewilayahan komoditas pertanian menghasilkan 6 sistem pertanian, yaitu:
x Pertanian lahan basah: padi sawah, palawija. Luas 25.817 ha (4,73%);
x Pertanian lahan kering: tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Luas 175’856
ha (41,24%);
x Pertanian lahan kering: perkebunan dan hortikultura. Luas 62.305 ha (11,42%);
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
309
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
x
Tiga pewilayahan lainnya adalah: (a) Hutan lahan kering (hutan konservasi), luas
131.773 ha (24,16%), (b) Hutan lahan basah (hutan konservasi), luas 2.459 ha
(0,45%), dan (c) Hutan lindung/konservasi, luas 144.870 ha (26,56%).
Penggunaan lain-lain (grup aneka), yaitu Pemukiman, Tambang, dan Tubuh air total luas
2.288 ha (0,42%).
KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA BARAT
Keadaan iklim di Kabupaten Halmahera Barat tergolong cukup basah. Curah hujan
tahunan sebesar 2.601 mm, dengan pola bimodal, yaitu 2 puncak musim hujan (Mei dan
Desember), sehingga cukup menguntungkan untuk usaha pertanian tanaman pangan. Zone
agroklimatnya termasuk A, B1 dan C1. Musim kemarau kurang begitunyata. Kondisi tanah
hampir selalu lembab/basah, dan dapat memenuhi kebutuhan air untuk usahatani tanaman
pangan maupun tahunan. Adanya beberapa sumber air sungaidapat dimanfaatkan untuk
mengairi lahan pertanian.
Komposisi relief dan lereng terdiri atas wilayah datar sampai agak datar 29.327 ha
(11,53%), berombak 6.584 ha (2,59%) dan bergelombang 51.333 ha (20,19%). Wilayah
datar sampai bergelombang tersebut dengan luas total 87.244 ha (34,41%)merupakan lahan
yang potensial untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan maupun tahunan/
perkebunan. Wilayah berbukit mencakup 127.976 ha (50,32%) secara selektif berpotensi
untuk pengembangan tanaman tahunan dengan penerapan teknik konservasi tanah,
sedangkan wilayah bergunung 37.956 ha (14,93%) tidak berpotensi untuk pertanian.
Komposisi grup landform, terdiri atas Aluvial 2,37%, Marin 2,13%, Volkanik 76,20%,dan
Tektonik 17,06%,serta Lain-lain 0,43%. Bahan induk tanah terdiri atas endapanmarin,
endapan sungai, batuan sedimen (batupasir, napal, konglomerat, serpih,batugamping), dan
batuan volkan muda (lava, tuf andesit sampai basalt), yang membentuk tanah dari ordo
Entisols, Inceptisols, Andisols, Mollisols, Alfisols,Ultisols, dan Oxisols, yang mempunyai variasi
sifat-sifat fisika, kimia, dan mineralogi. Inceptisols mempunyai penyebaran paling luas, hampir
dijumpai pada semua gruplandform. Andisols terbentuk dari tuf volkan muda mempunyai
sifat-sifat khas danmerupakan tanah yang cukup subur/produktif.
Sifat-sifat fisik-kimia tanah yang spesifik secara umum adalah tekstur sedang sampai
halus, pH tanah masam sampai agak masam, kadar bahan organik umumnya rendah, kadar
P2O5 dan K2O (ekstr. HCl 25%) bervariasi dari rendah sampai tinggi, P tersedia rendah sampai
tinggi, retensi P rendah sampai tinggi, KTK tanah rendah sampai tinggidan kejenuhan basa
umumnya tinggi.Penilaian status kesuburan tanah yang dicerminkan oleh kadar C organik,
kadar P2O5 dan K2O (ekstraksi HCl 25%), KTK tanah dan kejenuhan basa, menunjukkan
variasidari rendah sampai tinggi. Rendahnya status kesuburan tanah lebih banyakdipengaruhi
oleh rendahnya kadar bahan organik dan kadar P dan K, dan KTK tanah. Hal ini dapat
diperbaiki dan ditingkatkan statusnya melalui penerapan teknologipengelolaan bahan organik
dan pemupukan.
Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai jenis komoditas pertanian, bervariasi
dari sangat sesuai, cukup sesuai, sampai sesuai marginal. Kendala biofisik umumnyaterdiri
atas retensi hara (kadar bahan organik), ketersediaan hara (kadar N, P dan K), dan bahaya
erosi (lereng curam). Kelas kesesuaian lahan tersebut dapat ditingkatkan melalui penerapan
teknologi pemupukan, pengelolaan bahan organik, dan konservasi tanah dan air.
Pewilayahan komoditas pertanian menghasilkan 5 sistem pertanian, yaitu:
x Pertanian lahan basah: padi sawah, palawija. Luas 322 ha (0,13%);
x Pertanian lahan kering: tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura. Luas 1.225ha
(0,48%);
310
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
x
x
x
Pertanian lahan kering: perkebunan, tanaman pangan, dan hortikultura. Luas 59.090
ha (23,24%);
Pertanian lahan kering: perkebunan dan hortikultura. Luas 18.498 ha (7,27%);
Tiga pewilayahan lainnya adalah: (a) Kawasan hutan lahan kering (hutan konservasi),
luas 62.526 ha (24,59%), dan (b) Kawasan hutan lahan basah (hutan konservasi),
luas5.418 ha (2,13%), dan (c) Hutan lindung/konservasi, luas 106.248 ha (41,78%).
Penggunaan lain-lain (grup aneka), yaitu Pemukiman, Kawah, dan Tubuh air totalluas
963 ha (0,37%).
KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA TIMUR
Keadaan iklim di Kabupaten Halmahera Barat tergolong cukup basah. Curah hujan
tahunan sebesar 1.590 mm, dengan zone agroklimat D1. Periode musim kemarau
kemungkinan terjadi secara nyata untuk beberapa bulan, sehingga terjadi defisit air dan
kondisi tanah akan mengalami kekeringan, sehingga masa tanam perlu memperhitungkan
sebaran curah hujan. Adanya beberapa sumber air sungai dapat dimanfaatkan sebagai
sumber air pengairan dan domestik. Komposisi relief dan lereng terdiri atas wilayah datar
sampai agak datar 76.130 ha (11,67%), berombak 17.513 ha (2,69%) dan bergelombang
57.436 ha (8.81%). Wilayah datar sampai bergelombang tersebut dengan luas total 151.079
ha (23,17%) merupakan lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian, baik tanaman
pangan maupun tahunan/perkebunan. Wilayah berbukit mencakup luas 323.613 ha (49,64%)
secara selektif berpotensi untuk pengembangan tanaman tahunan dengan penerapan teknik
konservasi tanah, sedangkan wilayah bergunung dengan luas 173.667 ha(26,64%) tidak
berpotensi untuk pertanian.
Komposisi grup landform, terdiri atas Aluvial 9,72%, Marin 2,59%, Karst 22,0%,
Volkanik 39,21%, dan Tektonik 26,47%, serta Lain-lain 0,55%. Bahan induk tanah terdiri atas
endapan marin, endapan sungai, batuan sedimen (batupasir, napal, konglomerat, serpih,
batugamping), batuan metamorfik, dan ultramafik yang membentuk tanah-tanah dari ordo
Entisols, Inceptisols, Mollisols, Alfisols, Ultisols,dan Oxisols, yang mempunyai variasi sifat-sifat
fisika, kimia, dan mineralogi. Inceptisols mempunyai penyebaran paling luas, hampir dijumpai
pada semua gruplandform. Oxisols terbentuk dari batuan ultramafik mempunyai sifat-sifat
khas dan merupakan tanah yang miskin hara, namun masih bisa ditingkatkan
produktivitasnya.
Sifat-sifat fisik-kimia tanah yang spesifik secara umum adalah tekstur agak halus
sampai halus, pH tanah masam sampai agak masam, kadar bahan organik umumnya rendah
sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O (ekstr. HCl 25%) bervariasi dari rendah sampai sedang,
P tersedia rendah sampai sedang, retensi P rendah, KTK tanah rendahsampai tinggi dan
kejenuhan basa umumnya tinggi. Penilaian status kesuburan tanah yang dicerminkan oleh
kadar C organik, kadar P2O5 dan K2O (ekstraksi HCl 25%), KTK tanah dan kejenuhan basa,
menunjukkan variasidari rendah sampai sedang. Rendahnya status kesuburan tanah lebih
banyakdipengaruhi oleh rendahnya kadar bahan organik dan kadar P dan K, dan KTK tanah.
Status kesuburan dapat diperbaiki dan ditingkatkan melalui penerapan teknologipengelolaan
bahan organik dan pemupukan.
Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai jenis komoditas pertanian, bervariasi
dari sangat sesuai, cukup sesuai, sampai sesuai marginal. Kendala biofisik umumnya terdiri
atas retensi hara (kadar bahan organik), ketersediaan hara (kadar N, P dan K), dan bahaya
erosi (lereng curam). Kelas kesesuaian lahan tersebut dapat ditingkatkan melalui penerapan
teknologi pemupukan, pengelolaan bahan organik, dan konservasi tanah dan air.
Pewilayahan komoditas pertanian menghasilkan 8 sistem pertanian, yaitu:
x Pertanian lahan basah: padi sawah, palawija. Luas 30.617 ha (4,70%);
x Pertanian lahan kering: tanaman pangan dan hortikultura. Luas 6.613 ha (1,01%);
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
311
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
x
x
x
x
Pertanian lahan kering: tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura. Luas 13.106ha
(2,01%);
Pertanian lahan kering: perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura. Luas94.664 ha
(14,51%);
Pertanian lahan kering: perkebunan hortikultura. Luas 23.518 ha (3,61%).
Empat pewilayahan lainnya adalah: (a) Hutan lahan kering (hutan konservasi),
luas286.259 ha (43,90%), (b) Hutan lahan basah (hutan konservasi), luas 593 ha
(0,09%),(c) Hutan lindung/konservasi (hutan konservasi), luas 82.985 ha (12,73%),
dan Taman Nasional, luas 110.892 ha (17,01%). Penggunaan lain-lain (grup aneka),
yaitu Pemukiman, Tambang, dan Tubuh air totalluas 2.738 ha (0,42%).
KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
Sistem pertanian berbasis tanaman perkebunan adalah budidaya tanaman pertanian
yang dilakukan pada lahan-lahan yang sesuai untuk komoditas tanaman tahunan dengan
komoditas utama adalah komoditas rempah. Pertanian berbasis tanaman rempahdi Kabupaten
HalmaheraSelatandilaksanakan pada tipe lahan kering dengan kondisi drainase tanah baik
sampai agak cepat dengan dengan total area 152.430 ha (18,7%) dan terdistribusi di wilayah
Bacan seluas 52.248 ha, Gane seluas 43.930 ha, Obi seluas 48.966 ha dan Makian seluas
7.286 ha.
Sistem pertanian berbasis tanaman rempah terdapat pada zona III dan zona II dengan
subzona pengembangan tanaman perkebunan dan hortikultura meliputi III/Deh-1 dan
III/Deh-2 dan subzona pengembangan tanaman perkebunan meliputi III/De, II/De-1 dan
II/De-2.
Subzona system pertanian tanaman rempah dan hortikultura meliputi III/Deh-1
terdapat di wilayah Bacan dan Obi yang dianjurkan untuk pengembangan tanaman
perkebunan terutama cengkeh, pala, kelapa dan kakao dan tanaman hortikultura terutama
durian dan jeruk/pisang. Sementara subzona III/Deh-2 tersebar baik di wilayah Bacan, Gane,
Obi dan Makian yang dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan terutama
cengkeh, pala, kelapa dan kakao, kemudian tanaman hortikultura meliputi durian, sukun dan
jeruk/pisang.
Subzona system pertanian tanaman rempah meliputi III/De terdapat di wilayah Bacan,
Gane, Obi dan Makianyang dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan terutama
cengkeh, pala dan kelapa. SubzonaII/De-1 terdapat di wilayah Bacan dan Makian yang
dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan yaitu cengkeh, pala, kelapa dan
tanaman hortikultura terutama durian serta tanaman kenari. Subzona II/De-2 terdapat di
wilayah Bacan, Gane, Obi dan Makianyang dianjurkan untuk pengembangan tanaman
perkebunan cengkeh dan pala.
Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pala
Kesesuaian lahan untuk tanaman pala hasil evaluasi lahan terdapat tiga kelas yaitu
cukup sesuai (S2) seluas 15.344 ha (1,9%), sesuai marginal (S3) seluas 538.423 ha (66,1%)
dan tidak sesuai (N) seluas 260.622 ha (32,0%). Secara total lahan yang sesuai (S2 dan S3)
untuk tanaman pala seluas 553.767 ha (68,0%). Sebaran lahan yang sesuai (S2 dan S3) di
wilayah Bacan seluas 166.491 ha (20,4%), Gane (Halmahera) seluas 196.058 ha (24,1%),
Obi seluas 175.101 ha (21,5%) dan Makian seluas 16.116 ha (2,0%). Data kelas kesesuaian
lahan dan faktor pembatas masing-masing kelas/subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman
pala terdapat pada Tabel 3.
312
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Tabel 3. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pala
No
Simbol
I.
Lahan Sesuai (S)
1
S2wa,nr,na
Fakter Pembatas
Ketersediaan air, retensi hara,
hara tersedia
2 S2wa,rc, nr,lp Ketersediaan
air,
media
perakaran,
retensi
hara,
penyiapan lahan
3 S3na
Hara tersedia
4 S3na,eh
Hara tersedia, bahaya erosi
5 S3nr,na
Retensi hara, hara tersedia
6 S3nr,na,lp
Retensi hara, hara tersedia,
penyiapan lahan
7 S3nr,na,eh
Retensi hara, hara tersedia,
bahaya erosi
8 S3na,eh,lp
Hara tersedia, bahaya erosi,
penyiapan lahan
9 S3eh
Bahaya erosi
10 S3rc,lp
Media
perakaran,
penyiapan
lahan
11 S3rc,na,eh
Media perakaran, hara tersedia,
bahaya erosi
12 S3rc,nr,na
Media perakaran, retensi hara,
hara tersedia
13 S3rc,na,eh,lp Media perakaran, hara tersedia,
bahaya erosi, penyiapan lahan
Sub Jumlah
Bacan
Gane
Obi
Total
Ha
%
Makian
265
7.156
6.650
-
14.071
1,7
1.035
-
238
-
1.273
0,2
44.460
43.188
663
547
83.596
81.776
-
48.285
48.393
-
3.200
1.186
3.247
-
34.075
10.139
23.646
1.477
69.336
8,5
3.039
-
2.366
1.170
6.575
0,8
2.286
19.966
205
8.683
1.729
36.601
4.220
4.219
69.469
0,5
8,5
2.006
-
-
-
2.006
0,2
2.388
4.503
-
-
6.891
0,8
12.574
-
7.195
1.616
21.384
2,6
166.491
196.058
175.101
16.116
179.541 22,0
174.544 21,4
3.910
0,5
547
0,1
553.767 68,0
II. Lahan Tidak Sesuai (N)
14 Noa,rc,fh
15
16
17
18
19
Ketersediaan oksigen, media
169
5.821
1
0
5.991
0,7
perakaran, bahaya banjir/
genangan
Noa,rc,xc,
Ketersediaan oksigen, media
3.982
4.229
6.048
1.722
15.982
2,0
xn,fh
perakaran, toksisitas, sodisitas,
bahaya banjir
Nrc,lp
Media
perakaran,
penyiapan
8.343
9.432
323
18.098
2,2
lahan
Nrc,eh,lp
Media perakaran, bahaya erosi,
5.245
172
1.966
1.256
8.640
1,1
penyiapan lahan
Nlp
Penyiapan Lahan
887
1.172
2.059
0,3
Neh
Bahaya erosi
72.384
46.080
88.099
3.290
209.853 25,8
Sub Jumlah
91.010
56.302
105.546
7.763
260.622
32
Total Jumlah Lahan/Tanah
257.502 252.360 280.648 23.879 814.389 100
Sumber : BPTP Maluku Utara, 2014b
Pengembangan tanaman pala pada lahan kelas cukup sesuai (S2) di pengaruhi faktor
pembatas ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara tersedia (na)
dan penyiapan lahan (lp). Pada lahan kelas sesuai marginal (S3) untuk tanaman
paladipengaruhi oleh faktor pembatas media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara tersedia
(na), bahaya erosi (eh) dan penyiapan lahan (lp).
Pembatas lahan yang tidak sesuai (N) untuk tanaman pala pada lahan basah (tergenang
air) meliputi ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), toksisitas (xc), sodisitas (xn)
dan bahaya banjir/genangan (fh), sementara pada lahan kering dipengaruhi pembatasmedia
perakaran (rc), bahaya erosi (eh) karena kemiringan lereng >40 %) dan penyiapan lahan (lp)
karena penutupan batuan permukaan berjumlah banyak sampai sangat banyak.
Kesesuaian Lahan untuk Cengkeh
Kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh hasil evaluasi lahan juga terdapat tiga kelas
yaitu cukup sesuai (S2) seluas 15.344 ha (1,9%), sesuai marginal (S3) seluas 538.423 ha
(66,1%) dan tidak sesuai (N) seluas 260.622 ha (32,0%). Secara total lahan yang sesuai (S2
dan S3) untuk tanaman cengkeh seluas 553.767 ha (68,0%). Sebaran lahan yang sesuai (S2
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
313
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
dan S3) di wilayah Bacan seluas 166.491 ha (20,4%), Gane (Halmahera) seluas 196.058 ha
(24,1%), Obi seluas 175.101 ha (21,5%) dan Makian seluas 16.116 ha (2,0%) dari total
wilayah studi.
Pengembangan tanaman cengkeh pada lahan kelas cukup sesuai (S2) di pengaruhi
faktor pembatas ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara tersedia
(na) dan penyiapan lahan (lp). Pada lahan kelas sesuai marginal (S3) untuk tanaman
cengkehdipengaruhi oleh faktor pembatas media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara
tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan penyiapan lahan (lp).
Pembatas lahan yang tidak sesuai (N) untuk tanaman cengkeh pada lahan basah
(tergenang air) meliputi ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), toksisitas (xc),
sodisitas (xn) dan bahaya banjir/genangan (fh), sementara pada lahan kering dipengaruhi
pembatas media perakaran (rc), bahaya erosi (eh) karena kemiringan lereng >40 %) dan
penyiapan lahan (lp) karena penutupan batuan permukaan berjumlah banyak sampai sangat
banyak. Data kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatas masing-masing kelas/subkelas
kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cengkeh
No
Simbol
I.
Lahan Sesuai (S)
1
S2wa,nr,na
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Fakter Pembatas
Ketersediaan air, retensi hara, hara
tersedia
S2wa,rc, nr, Ketersediaan air, media perakaran,
lp
retensi hara, penyiapan lahan
S3na
Hara tersedia
S3na,eh
Hara tersedia, bahaya erosi
S3nr,na
Retensi hara, hara tersedia
S3nr,na,lp
Retensi hara, hara tersedia, penyiapan
lahan
S3nr,na,eh Retensi hara, hara tersedia, bahaya erosi
S3nr,na,eh, Retensi hara, hara tersedia, bahaya eros,
lp
penyiapan lahan
S3eh
Bahaya erosi
S3rc,lp
Media perakaran, penyiapan lahan
S3rc,na,eh Media perakaran, hara tersedia, bahaya
erosi
S3rc,nr,na
Media perakaran, retensi hara, hara
tersedia
S3rc,na,eh, Media perakaran, hara tersedia, bahaya
lp
erosi, penyiapan lahan
Sub Jumlah
Bacan
Gane
Obi
Total
Ha
%
Makian
265
7.156
6.650
-
14.071
1,7
1.035
-
238
-
1.273
0,2
44.460
36.359
663
547
83.596
81.776
-
48.285
45.453
-
3.200
1.186
3.247
-
179.541
164.774
3.910
547
22,0
20,2
0,5
0,1
33.738
336
10.139
-
23.646
-
1.477
-
69.000
336
8,5
0,0
2.286
19.966
8.835
205
8.683
-
1.729
36.601
2.940
4.220
-
4.219
69.469
11.775
0,5
8,5
1,4
2.388
4.503
-
-
6.891
0,8
15.613
-
9.561
2.786
27.960
3,4
166.491
196.058
175.101
16.116
553.767
68,0
Ketersediaan oksigen, media perakaran,
169
5.821
1
bahaya banjir/genangan
Noa,rc,xc,
Ketersediaan oksigen, media perakaran,
3.982
4.229
6.048
xn,fh
toksisitas, sodisitas, alkalinitas, bahaya
banjir
Nrc,lp
Media perakaran, penyiapan lahan
8.343
9.432
Nrc,eh,lp
Media
perakaran,
bahaya
erosi,
5.245
172
1.966
penyiapan lahan
Nlp
Penyiapan Lahan
887
Neh
Bahaya erosi
72.384
46.080
88.099
Sub Jumlah
91.010
56.302
105.546
Total Jumlah Lahan/Tanah
257.502 252.360 280.648
0,2
5.991
0,7
1.722
15.982
2,0
323
1.256
18.098
8.640
2,2
1,1
1.172
2.059
3.290
209.853
7.763
260.622
23.879 814.389
0,3
25,8
32,0
100
II. Lahan Tidak Sesuai (N)
14
15
16
17
18
19
Noa,rc,fh
Sumber : BPTP Maluku Utara, 2014b
KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA TENGAH
Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Cengkeh
Salah satu komoditas tanaman rempah yang cukup terkenal adalah cengkeh. Komoditas
ini merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Halmahera Tengah.
314
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Potensi areal yang sesuai untuk pengembangan komoditas ini pada masa yang akan datang
masih cukup luas yaitu sekitar 139.998 ha, dimana seluas 3.186 ha merupakan lahan sesuai
S1, seluas 33.648 ha merupakan lahan sesuai S2 dan selebihnya, yaitu seluas 103.164 ha
merupakan lahan sesuai S3. Pada kelas kesesuaian S1, potensi kesesuaian terluas berada di
Kecamatan Pulau Gebe, yaitu seluas 1.741 ha, sedangkan kesesuaian S2 berada pada
kecamatan Weda Tengah, yaitu seluas 10.950 ha dan Weda Utara seluas 9.982 ha. Kecamatan
Weda Tengah dan Utara juga memiliki luas lahan dengan kesesuai S3 terluas masing-masing
36.361 ha dan 30.661 ha, yang kemudian diikuti Kecamatan Patani Barat seluas 13.085 ha
dan Patani Utara seluas 11.540 ha (Tabel 5).
Tabel 5.
Rincian Potensi Kesesuaian Lahan Untuk Perluasan Areal Tanam Cengkeh di
Kabupaten Halmahera Tengah Menurut Kecamatan
No. Kecamatan
1 Weda
2 Weda Selatan
3 Weda Utara
4 Weda Tengah
5 Pulau Gebe
6 Patani
7 Patani Utara
8 Patani Barat
Halmahera Tengah
S1
338
193
548
1.741
293
73
3.186
Kelas Kesesuian Lahan (Ha)
S2
S3
S1+S2+S3
2.169
3.208
5.714
1.722
2.,096
3.818
9.982
30.661
40.836
10.950
36.361
47.858
2.535
4.276
2.960
3.678
6.932
2.959
11.540
14.499
2.907
13.085
16.065
33.648
103.164
139.998
N
8.893
13.819
40.440
1.303
13.732
5.489
2.083
85.759
(Sumber: Dinas Pertanian Halmahera Tengah, 2013)
Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman pala
Pala merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan lokal spesifik Maluku Utara
secara umumnya dan Halmahera Tengah khususnya. Tabel 6 menunjukkan bahwa wilayah
Kabupaten Halmahera Tengah memiliki potensi kesesuaian lahan untuk pengembangan pala
seluas 160.460 ha, yang terdiri kesesuaian S1 seluas 10.798 Ha, S2 seluas 53.874 ha dan S3
seluas 95.788 ha. Kecamatan yang memiliki tingkat kesesuai S1 terluas adalah Pulau Gebe
seluas 3.087 ha, kemudian diikuti oleh Kecamatan Patani, Weda Selatan, Patani Barat dan
Patani Utara masing-masing seluas 1.290 ha; 1.055 ha; dan 1.027 ha. Sementara itu, yang
memiliki kesesuaian S2 terluas adalah Patani Utara seluas 13.034 ha, diikuti Weda Tengah
seluas 11.936 ha, Kecamatan Weda Utara seluas 10.660 ha, dan Patani Barat seluas 7.067
ha. Sedangkan pada kesesuaian S3, kecamatan yang memiliki potensi terluas adalah
Kecamatan Weda Tengah, seluas 33.334 ha, kemudian Weda Utara seluas 27.800 ha, Weda
seluas 10.744 ha, dan Patani Barat seluas 9.347 ha.
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
315
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Tabel.6.
Kecamatan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Rincian potensi kesesuaian lahan untuk perluasan areal tanam pala di
Kabupaten Halmahera Tengah menurut kecamatan
Kelas Kesesuian Lahan (Ha)
S2
S3
S1+S2+S3
2,588
10,744
13,670
5,037
7,926
14,252
10,660
27,800
38,653
11,936
33,334
46,165
1,189
4,276
2,363
1,655
6,932
13,034
4,983
19,043
7,067
9,347
17,469
53,874
95,788
160,460
S1
338
1,290
193
895
3,087
2,914
1,027
1,055
10,798
Weda
Weda Selatan
Weda Utara
Weda Tengah
Pulau Gebe
Patani
Patani Utara
Patani Barat
Halmahera Tengah
N
1,274
3,385
42,623
2,996
13,732
45
945
679
65579
(Sumber: Dinas Pertanian Halmahera Tengah, 2013)
KESESUAIAN LAHAN UNTUK KOTA TERNATE
Secara umum istilah penggunaan lahan pada dasarnya berhubungan dengan kegiatan
atau aktivitas manusia pada suatu bidang lahan, hasil interpretasi citra dan verifikasi lapangan
untuk wilayah Kota Ternate dapat diklasifikasikan ke dalam 8 jenis penggunaan lahan meliputi
tubuh air (danau), permukiman, perkebunan/kebun, semak belukar, lahan terbuka (batuan),
hutan rawa/sagu, hutan mangrove/bakau dan hutan sekunder. Penggunaan lahan terbanyak
hasil pemetaan di dominasi penggunaan lahan perkebunan/kebun campuran seluas 9.435,5
ha (57,9%). Data luasan masing-masing jenis penggunaan lahan di wilayah Kota Ternate
disajikan pada Tabel 7 dan Gambar11.
Tabel 7. Data luasan jenis penggunaan/penutupan lahan di wilayah Kota Ternate
No
Penggunaan/
Penutupan Lahan
1
Tubuh Air
2
P. Ternate
Ha
P. Moti
%
Ha
P. Hiri
%
Ha
Batang Dua
%
Ha
Total
%
Ha
%
45,1
0,4
-
-
-
-
-
-
45,1
0,3
Pemukiman
1.926,8
18,9
105,8
4,2
94,8
13,9
46,1
1,6
2.173,5
13,3
3
Perkebunan/Kebun
5.434,2
53,4
1.816,2
72,8
430,3
63,2
1.754,8
59,3
9.435,5
57,9
4
Semak Belukar
367,8
3,6
136,0
5,5
156,2
22,9
1.154,8
39,0
1.814,8
11,1
5
Lahan Terbuka/Batuan
496,9
4,9
-
-
-
-
-
-
496,9
3,0
6
Hutan Rawa/Sagu
-
-
24,8
1,0
-
-
-
-
24,8
0,2
7
Hutan Mangrove
24,3
0,2
34,2
1,4
-
-
4,6
0,2
63,0
0,4
8
Hutan Sekunder
1.873,3
18,4
377,0
15,1
-
-
-
-
2.250,4
13,8
10.168,4
100,0
2.494,0
100,0
681,2
100,0
2.960,3
100,0
16.304,0
100,0
Jumlah
(Sumber: BPTP Maluku Utara, 2014a)
Gambar 11. Peta penggunaan lahan di wilayah Kota Ternate (BPTP Maluku Utara, 2014a)
316
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Kesesuaian lahan Tanaman Rempah di Kota Ternate
Faktor Iklim meliputi curah hujan dan temperatur mempunyai peranan penting bagi
proses pelapukan batuan dan perkembangan tanah. Kondisi curah hujan kurang lebih 2.300
mm/tahun di wilayah Kota Ternate telah memberikan sumbangan air bagi pelapukan dan
perkembangan tanah sehingga wilayah Kota Ternate di jumpai tanah-tanah yang telah
berkembang hingga berkembang lanjut. Kondisi topografi yang umumnya curam ditemukan
tanah-tanah yang dangkal sebagai akibat proses infiltrasi lebih kecil dari aliran permukaan
dan erosi, sementara wilayah dataran ditemukan tanah-tanah yang berdrainase terhambat.
Bahan induk di wilayah Kota Ternate yang kaya akan unsur basa-basa (aluvio-kaluvial,
batukapur, andesit dan basal) menghasilkan tanah-tanah yang subur dibandingkan bahan
induk yang miskin unsur hara (batupasir tufaan). Bahan induk volkan muda di Pulau Ternate,
karena proses letusan yang terjadi berulang kali menghasilkan tanah-tanah yang dalam dan
variasi tanah baik secara lateral maupun vertikal.
Secara morfologi penampang tanah di Wilayah Kota Ternate dan hasil analisis sifat-sifat
tanah, diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) dan padanannya
dengan Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983) ke dalam tiga Ordo, yaitu: Entisols (Regosol dan
Litosol), Inceptisols (Kambisol) dan Alfisols (Mediteran). Ordo tanah di Kota Ternate
berdasarkan hasil verfikasi satuan lahan terdapat dalam kelompok assosiasi dimana pada
satuan lahan ditemukan 2 atau lebih satuan tanah yang luasnya tidak melebihi dari 2575%.Hasil klasifikasi di Kota Ternate disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Klasifikasi Tanah di Kota Ternate
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tanah
Typic Endoaquepts,
Typic Endoaquents
Typic Endoaquepts,
Aquic Eutrudepts
Lithic Udorthents,
Typic Udorthents
Typic Eutrudepts,
Typic Udorthents
Lithic Eutrudepts,
Typic Eutrudepts
Typic Eutrudepts,
Arenic Eutrudepts
Typic Eutrudepts,
Lithic Eutrudepts
Typic Eutrudepts,
Vitrandepts Eutrudepts
Andic Eutrudepts,
Typic Eutrudepts
Non Tanah
10
Tubuh Air
11
Batuan/Lahar
Jumlah Total
P. Ternate
Ha
P. Moti
%
Ha
P. Hiri
%
Ha
Batang Dua
%
Ha
Total
%
Ha
%
72,4
0,7
57,3
2,3
-
-
-
-
129,8
0,8
-
-
245,6
9,8
-
-
-
-
245,6
1,5
728,2
7,2
-
-
413,6
60,7
-
-
1.141,9
7,0
1.424,0
14,0
-
-
-
-
-
-
1.424,0
8,7
-
-
-
-
-
-
262,7
8,9
262,7
1,6
-
-
-
-
-
-
2.038,3
68,9
2.038,3
12,5
2.589,2
25,5
771,0
30,9
264,6
38,8
659,3
22,3
4.284,1
26,3
2.096,7
20,6
1.398,6
56,1
-
-
-
-
3.495,3
21,4
2.273,5
22,4
-
-
-
-
-
-
2.273,5
13,9
43,2
0,4
-
-
-
-
-
-
43,2
0,3
941,2
9,3
21,5
0,9
3,0
0,4
-
-
965,6
5,9
2.494,0 100,0
681,2
100,0
2.960,3 100,0
16.304,0
100,0
10.168,4 100,0
(Sumber :BPTP Maluku Utara, 2014a)
Tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat Kota Ternate
adalah Kelapa, cengkih dan Pala. Tanaman perkebunan ini ada yang berumur puluhan tahun,
karena sejak zaman penjajahan dahulu kala tanaman perkebunan ini memang sudah di
usahakan oleh masyarakat kota Ternate. Pada tahun 2011 luas tanaman menghasilkan untuk
kelapa adalah 1.737 Ha, cengkih 1.378 Ha dan pala sebesar 657 Ha. Pada tahun 2010 produksi
kelapa sebanyak 1.289 ton, produksi cengkih 590 ton dan produksi pala sebanyak 1.042,8
ton. Hasil evaluasi lahan menunjukan luas lahan untuk pengembangan tanaman perkebunan
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
317
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
di Kota Ternate mencapai 11.532,1 ha (70,9 %) dan tidak sesuai seluas 4.728,7 ha (29,1%).
Kesesuaian lahan masing-masing jenis tanaman perkebunan yang dievaluasi sebagai berikut:
Kesesuaian Lahan untukTanaman Pala
Kesesuaian lahan untuk tanaman pala hasil evaluasi lahan juga terdapat tiga kelas yaitu
cukup sesuai (S2) seluas 956,5 ha (5,9 %), sesuai marginal (S3) seluas 10.575,6 ha (65,0%)
dan tidak sesuai (N) sesuai seluas 4.728,7 ha (29,1%). Proporsi lahan yang sesuai (S2 dan
S3) untuk pengembangan tanaman pala meliputi Pulau Ternate seluas 6.821,2 ha, Pulau Moti
seluas 1.644,2 ha, Pulau Hiri seluas 436,1 ha dan Pulau Batang Dua seluas 2.630,6 ha. Rincian
kesesuaian lahan untuk tanaman pala terdapat pada Tabel 9.
Tabel9. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pala
Simbol
Faktor Pembatas
P.
Ternate
P. Moti
Lahan Sesuai (S)
Ketersediaan air, media perakaran, hara
S2wa,rc,na
tersedia
S2wa,rc,na,
Ketersediaan air, media perakaran, hara
eh
tersedia, bahaya erosi
Ketersediaan
air,
media
perakaran,
S2wa,rc,nr,
ketersediaan hara, hara tersedia, bahaya
245,6
na,fh
banjir
S3eh
Bahaya erosi
S3na
Hara tersedia
3.817,3
375,9
S3na,eh
Hara tersedia, bahaya erosi
2.754,4
813,4
S3oa,eh
Ketersedian oksigen, bahaya erosi
72,4
S3rc,eh
Media perakaran, bahaya erosi
182,4
S3rc,na
Media perakaran, hara tersedia
Media perakaran, hara tersedia, bahaya
S3rc,na,eh
177,1
26,9
erosi
Ketersedian oksigen, media perakaran,
S3oa,rc,eh
bahaya erosi
Ketersedian oksigen, media perakaran,
S3oa,rc,eh,lp
bahaya erosi, penyiapan lahan
Ketersedian oksigen, media perakaran, hara
S3oa,rc,na,lp
tersedia, penyiapan lahan
Sub Jumlah
6.821,2 1.644,2
Lahan Tidak Sesuai (N)
Nrc,eh
Media perakaran, bahaya erosi
43,2
Nrc
Media perakaran
312,5
Noa,fh
Ketersedian oksigen, bahaya banjir
72,4
57,3
Nlp
Penyiapan lahan
967,0
21,5
Neh,lp
Bahaya erosi, penyiapan lahan
346,8
Neh
Bahaya erosi
1.562,2
771,0
Sub Jumlah
3.304,0
849,8
Total Jumlah Lahan/Tanah
10.125,2 2.494,0
P.
Hiri
Batang
Dua
Total
Ha
%
-
659,3
659,3
4,1
51,7
-
51,7
0,3
-
-
245,6
1,5
206,9
34,1
-
1.708,6
262,7
1.915,5
4.227,3
3.567,8
72,4
182,4
262,7
11,8
26,0
21,9
0,4
1,1
1,6
-
-
204,0
1,3
90,7
-
90,7
0,6
51,3
-
51,3
0,3
1,6
-
1,6
0,0
436,1
2.630,6
11.532,1
70,9
43,2
0,3
312,5
1,9
129,8
0,8
104,1
1.092,6
6,7
346,8
2,1
141,0
329,7
2.803,9
17,2
245,1
329,7
4.728,7
29,1
681,2 2.960,3 16.260,8 100,0
(Sumber :BPTP Maluku Utara, 2014a)
Pengembangan tanaman pala pada lahan kelas cukup sesuai (S2) dipengaruhi pembatas
ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), ketersediaan hara (nr), hara tersedia (na),
bahaya erosi (eh) dan bahaya banjir pada tingkat intensitas pembatas yang rendah. Pada
lahan sesuai marginal (S3) dipengaruhi pembatas ketersediaan oksigen (oa), media
perakaran, hara tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan penyiapan lahan (lp) pada tingkat
intensitas pembatas yang sedang. Pembatas lahan tidak sesuai (N) untuk tanaman pala
merupakan pembatas lahan yang tergolong intensitas berat meliputi ketersediaan oksigen
(oa) dan bahaya banjir (fh) pada wilayah tergenang (lahan bergambut). Sementara pada
lahan kering memiliki pembatasmedia perakaran (rc), bahaya erosi tanah (eh) karena
kemiringan lereng > 40 %) dan penyiapan lahan yang terkait dengan penutupan batuan
dipermukaan dalam jumlah banyak sampai sangat banyak.
318
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Kesesuaian Lahan untuk Cengkih
Kesesuaian
lahan untuk
tanaman
cengkihhasil
terdapat tiga
kelas
yaitu
cukup
Gambar
12. Peta kesesuaian
lahan untuk
Tanaman
Pala di Kota evaluasi
Ternate (Sumber:BPTP
Maluku
Utara,
2014a)
sesuai (S2) seluas 710,9 ha (4,4 %), sesuai marginal (S3) seluas 10.821,2 ha (66,5%) dan
tidak sesuai (N) sesuai seluas 4.728,7 ha (29,1%). Proporsi lahan yang sesuai (S2 dan S3)
untuk pengembangan tanaman cengkih meliputi Pulau Ternate seluas 6.821,2 ha, Pulau Moti
seluas 1.644,2 ha, Pulau Hiri seluas 436,1 ha dan Pulau Batang Dua seluas 2.630,6 ha. Rincian
kesesuaian lahan untuk tanaman cengkih terdapat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cengkih
Simbol
Faktor Pembatas
P.
Ternate
P. Moti
Lahan Sesuai (S)
S2rc,na
Media perakaran, hara tersedia
Media perakaran, hara tersedia, bahaya
S2rc,na,eh
erosi
S3na
Hara tersedia
1.512,6
375,9
S3eh
Bahaya erosi
S3rc
Media perakaran
245,6
S3na,eh
Hara tersedia, bahaya erosi
2.754,4
813,4
S3rc,eh
Media perakaran, bahaya erosi
182,4
S3rc,na
Media perakaran, hara tersedia
2.304,7
S3oa,eh
Ketersedian oksigen, bahaya erosi
72,4
Media perakaran, hara tersedia, bahaya
S3rc,na,eh
177,1
26,9
erosi
Ketersedian oksigen, media perakaran,
S3oa,rc,eh
bahaya erosi
S3oa,rc,
Ketersedian oksigen, media perakaran,
eh,lp
bahaya erosi, penyiapan lahan
S3oa,rc,
Ketersedian oksigen, media perakaran, hara
na,lp
tersedia, penyiapan lahan
Sub Jumlah
6.821,2 1.644,2
Lahan Tidak Sesuai (N)
Nrc,eh
Media perakaran, bahaya erosi
43,2
Nrc
Media perakaran
312,5
Noa,fh
Ketersedian oksigen, bahaya banjir
72,4
57,3
Nlp
Penyiapan lahan
967,0
21,5
Neh,lp
Bahaya erosi, penyiapan lahan
346,8
Neh
Bahaya erosi
1.562,2
771,0
Sub Jumlah
3.304,0
849,8
Total Jumlah Lahan/Tanah
10.125,2 2.494,0
P.
Hiri
Batang
Dua
Total
Ha
%
-
659,3
659,3
4,1
51,7
-
51,7
0,3
34,1
206,9
-
979,0
729,6
262,7
-
1.922,5
1.185,9
245,6
4.297,4
182,4
2.567,4
72,4
11,8
7,3
1,5
26,4
1,1
15,8
0,4
-
-
204,0
1,3
90,7
-
90,7
0,6
51,3
-
51,3
0,3
1,6
-
1,6
0,0
436,1
2.630,6
11.532,1
70,9
43,2
312,5
129,8
104,1
1.092,6
346,8
141,0
329,7
2.803,9
245,1
329,7
4.728,7
681,2 2.960,3 16.260,8
0,3
1,9
0,8
6,7
2,1
17,2
29,1
100,0
(Sumber :BPTP Maluku Utara, 2014a)
Pengembangan tanaman kelapa pada lahan kelas cukup sesuai (S2) dipengaruhi
pembatas media perakaran (rc), hara tersedia (na) dan bahaya erosi (eh) pada tingkat
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
319
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
intensitas pembatas yang rendah. Pada lahan sesuai marginal (S3) dipengaruhi pembatas
ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), hara tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan
penyiapan lahan (lp) pada tingkat intensitas pembatas yang sedang. Pembatas lahan tidak
sesuai (N) untuk tanaman kelapa merupakan pembatas lahan yang tergolong intensitas berat
meliputi ketersediaan oksigen (oa) dan bahaya banjir (fh) pada wilayah tergenang (lahan
bergambut). Sementara pada lahan kering memiliki pembatasmedia perakaran (rc), bahaya
erosi tanah (eh) karena kemiringan lereng > 40 %) dan penyiapan lahan yang terkait dengan
penutupan batuan dipermukaan dalam jumlah banyak sampai sangat banyak.
Gambar 13. Peta kesesuaian lahan untuk Tanaman Cengkih di Kota Ternate(Sumber :BPTP Maluku
Utara, 2014a)
STATUS BUDIDAYA TANAMAN REMPAH DI MALUKU UTARA
Subsektor Perkebunan mendominasi usaha pertanian di Maluku Utara. Sensus
pertanian 2013 mencatat bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak di Maluku
Utara adalah di Subsektor Perkebunan dan Subsektor Tanaman Pangan. Jumlah rumah tangga
usaha pertanian dari Subsektor Perkebunan adalah sebanyak 116.352 rumah tangga dan
jumlah rumah tangga usaha pertanian dari Subsektor Tanaman Pangan adalah sebanyak
62.744 rumah tangga. Dilihat dari kondisi demografi petani menurut jenis kelamin, hasil
sensus pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah petani dengan jenis kelamin laki-laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan. Kondisi ini terjadi di seluruh subsektor. Subsektor
Perkebunan dan Hortikultura merupakan subsektor yang memiliki jumlah petani berjenis
kelamin laki-laki tertinggi, yaitu sebanyak 112.820 petani untuk Subsektor Perkebunan dan
sebanyak 55.140 petani untuk Subsektor Hortikultura.
Perkembagan Luas Areal TanamTanaman Rempah di Maluku Utara
Perkembangan luas areal komoditas tanaman rempah menunjukkan adanya
peningkatan pertumbuhan yang cukup baik dalam kurun waktu 2005-2009. Rata-rata setiap
tahun komoditas utama tanaman rempah mengalami peningkatan luas areal sebesar 3.39 %.
Total luas areal tanaman pala sampai pada tahun 2009 seluas 34,571 Ha dan tanaman cengkih
seluas 20,130 ha. Komoditas pala mengalami pertumbuhan yang cukup besar per tahun yaitu
12,79 % dan cengkih sebesar 4% sedangkan bila dilihat dalam kurun waktu lima tahun
pertumbuhan luas areal tanaman pala dan cengkih masing-masing mengalami pertumbuhan
sebesar 59,31% dan 16,31%. Capaian luas areal komoditas utama rempah dalam kurun waktu
lima tahun (2005-2009) disajikan pada Tabel 11.
320
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Tabel 11. Perkembangan Luas Areal Komoditas rempah Utama
No
Komoditas
2005
2006
2007
2008
2009
24.122
31.352
34.571
12,79
59,31
(Ha)
21.700
22.447
Pertumbuhan (%)
Per Tahun
2005-2009
1
Pala
2
Cengkih
17.307
19.347
19.358
18.908
20.130
4,00
16,31
Total
39.007
41.794
43.480
50.260
54.701
3,39
75,62
Sumber : Renstra Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara 2010-2014
Sedangankan dari data perkembangan luas areal tanaman perkebunan pada periode
tahun 2012-2014 di Maluku Utara terlihat bahwa luas areal tanam dari tanaman rempah utama
mengalami peningkatan luas areal tanam sebesar 150,73% dengan peningkatan terbesar
pada tanaman cengkih yang mengalami peningkatan sebesar 156,85%, sedangkan tanaman
pala menglami penurunan luas areal tanam sebesar 6,12%. Perkembangan luas areal
tanaman rempah utama Maluku Utara tahun 2012-2014 disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12.Perkembangan dan Trend Luas Areal Tanaman Rempah Utama Di Maluku Utara
Tahun 2012-2014
Total Luas Areal (ha)
Trend
Komoditi Perkebunan
Cengkih
Pala
Total Maluku Utara
2012
22.202,51
42.494,79
358.290,52
2013
20.224,40
34.280,01
354.497,00
2014
85.468,32
36.711,58
391.661,41
(%)
156,85
-6,12
150,73
Keterangan
Meningkat
Menurun
Meningkat
Sumber : BPTP Maluku Utara, 2015
Trend perkembangan luas areal dari tanaman perkebunan bila dilihat dari status
budidaya yaitu perbandingan luas areal (Gambar 14) dan persen komposisi (Gambar 15)
Tanaman Menghasilkan (TM), Tanaman Belum Menghasilkan dan Tanaman Tidak Terawat
(TTR) untuk komoditi perkebunan utama memperlihatkan bahwa komoditas kelapa
merupakan komoditas perkebunan dominan walaupun dengan proporsi TBM dan TTR yang
cukup tinggi, sedangkan untuk komoditas pala merupakan komoditas tanaman rempah utama
dengan luas areal TBM yang cukup tinggi hal ini mengambarkan bahwa pala merupakan
tanaman perkebunan yang masih menjadi pilihan bagi petani perkebunan di Maluku Utara
selain tanaman kelapa. Untuk tanaman cengkih pada tahun 2012-2013 luas areal tanaman
menghasilkan (TM) menurun, sedangkan pada tahun 2014 mengalami peningkatan yang
signifikan.
Gambar 14. Luas areal tanam Tanaman Menghasilkan (TM), Tanaman Belum Menghasilkan dan Tanaman Tidak
Terawat (TTR) dari tanaman perkebunan utama di Maluku Utara Tahun 2012-2014(BPTP Maluku
Utara, 2015)
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
321
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Gambar 15. Persen proporsi Luas areal tanam Tanaman Menghasilkan (TM), Tanaman Belum Menghasilkan dan
Tanaman Tidak Terawat (TTR) dari tanaman perkebunan utama di Maluku Utara Tahun 20122014(BPTP Maluku Utara, 2015)
Perkembagan Produksi dan Produktivitas Komoditi Rempah Utama di Maluku
Utara
Perkembangan produksi komoditas rempah utama di Maluku Utara selama kurun
waktu 2005-2009 memperlihatkan adanya peningkatan produksi yang cukup baik dengan laju
pertumbuhan rata-rata per tahun mencapai 4,1 %, Laju pertumbuhan produksi terendah
terlihat pada komoditas cengkih 1,38 % karena banyaknya tanaman tua dan rusak,
pertumbuhan produksi tertinggi terilhat pada komoditas pala yaitu sebesar19,14 %, atau
selama lima tahun kedua komoditas ini tumbuh sebesar 7,7%. Capaian produksi
komoditasrempah utama pada tahun 2005-2009 disajikan pada Tabel 13.
Tabel13. Produksi Komoditas Rempah Utama Pada Tahun 2005-2009
No
Komoditas
2005
2006
2007
2008
2009
Ton
Pertunbuhan (%)
Per Tahun
2005-2009
1
Pala
5.213
5.201
2.787
4.915
7.217
19,14
38,4
2
Cengkih
7.413
7.413
2.938
4.312
5.137
1,38
-30,7
Total
245.019 275.662 225.592 268.702
Sumber : Renstra Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara 2010-2014
274.972
4,1
7,7
Kinerja tanaman rempah terutama yang berasal dari tanaman tanaman cengkih dan
pala di Maluku Utara pada periode tahun 2012-2014 dapat dilihat dari indikator produksi dari
kedua komoditas ini yang secara total meningkat sebesar 0,86 % walaupun untuk komoditas
kopi pada periode waktu ini mengalami peningkatan produksi yang besar yaitu 653,41%
kemudian diikuti oleh tanaman cengkih sebesar 21,98%. Data kinerja tanaman perkebunan
utama di Maluku Utara pada periode tahun 2012-2014 disajikan pada Tabel 14.
322
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Tabel 14. Kinerja Perkebunan Diukur dari Indikator Produksi (Ton) Dirinci Pada Setiap
Komoditas Berdasarkan Data Tahun 2012 – 2014 di Provinsi Maluku Utara.
Total Produksi (ton)
Trend
Indikator Kinerja
Keterangan
(%)
2014
2012
2013
Cengkih
6.939,86
7.101,80
10.057,95
21,98
Meningkat
Pala
7.875,68
7.953,59
8.322,43
2,81
Meningkat
Total Maluku Utara
14.815,54 15.055,39
18.380,38
24,79
Meningkat
(Sumber: BPTP Maluku Utara, 2015)
Pertumbuhan produktivitas tanaman perkebunan utama selama tahun 2005-2009
meningkat cukup tinggi. Komoditas yang produktivitasnya meningkat sangat nyata adalah
kakao dengan laju pertumbuhan per tahun mencapai 25,97 % diikuti pala 5,12 % dan kelapa
1,23 %. Pertumbuhan produktivitas tanaman cengkih mengalami penurunan akibat masih
banyaknya tanaman tua dan rusak yang harus direhabilitasi. Capaian pertumbuhan
produktivitas komoditi utama perkebunan utama pada tahun 2005-2009disajikan pada Tabel
15.
Tabel 15. Produktivitas Komoditas Utama Perkebunan utama pada tahun 2005-2009
Rata2005 2006 2007 2008 2009
Pertumbuhan
Rata
No
Komoditas
(%)
Ton/Ha
1
2
Pala
Cengkih
0,520
0,631
0,517
0,535
0,262 0,369 0,478
0,214 0,314 0,344
0,43
0,41
5,12
-4,73
Sumber : Renstra Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara 2010-2014
Pada periode tahun 2012-2014 produktivitas tanaman perkebunan utama di Maluku
Utara terlihat bahwa tanaman kelapa dan tanaman kopi memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan empat komoditas perkebunan utama lainnya yaitu diatas 1.8 ton/ha,
sedangkan lainnya dibawah 0.8 ton/tahun.Data produktivitas tanaman perkebunan utama di
Maluku Utara pada periode tahun 2012-2014 disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Produktivitas Tanaman Perkebunan Utama Tahun 2012-2014
(Sumber: BPTP Maluku Utara, 2015)
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
323
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
PENUTUP
Wilayah provinsi Maluku Utara memiliki luas wilayah sebesar 140,2 ribu km2, dengan
luas wilayah perairan 76,3 persen dan daratan 23,7 persen. Sebagai wilayah kepulauan,
Maluku Utara memiliki 805 buah pulau besar dan kecil, dengan 82 pulau di antaranya telah
dihuni. Dari sejumlah pulau-pulau tersebut, pulau yang tergolong besar adalah Pulau
Halmahera, sedangkan pulau yang ukurannya sedang adalah Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau
Bacan, dan Pulau Morotai. Pulau-pulau yang lebih kecil antara lain Pulau Ternate, Tidore,
Makian, Kayoa, dan Gebe. Wilayah Maluku Utara bedasarkan keadaan biofisik lingkungannya
yang terdiri dari iklim, tanah, dan terrain/topografi, mempunyai potensi untuk pengembangan
berbagai komoditas pertanian seperti tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan,
peternakan dan perikanan berpotensi untuk diusahakan. Pengenalan secara detil, baik
komoditas pertanian andalan maupun sentral – sentral pengembangan komoditas pertanian,
sangat di perlukan dalam rangka mempercepat laju pembangunan provinsi ini. Provinsi Maluku
Utara memiliki agro-ekosistem yang relatif berangam, dan dapat digolongkan menjadi agroekosistem lahan basah, lahan kering, dan dataran pantai. Sebagai konsekuensinya, keragaan
dan peran pengusahaan suatu komoditas akan berbeda antar agro-ekosistem tersebut. Setiap
zone agro–ekosistem dengan karakteristik tertentu digolongkan ke dalam empat bentuk,
yaitu: Productivity, gambaran antara nilai produksi dengan penggunaan per satuan satuan
sumberdaya (lahan, tenaga kerja, energi dan modal); Stability, mencerminkan tingkat stabilan
produktivitas dan fluktuasi variabel lingkungan (iklim atau kondisi pasar) yang tidak terlalu
besar; Sustainability, mencerminkan kemampuan suatau agro–ekosistem untuk
mempertahankan produktivitas; dan Equitability, yang mencerminkan tingkat pemerataan
penyebaran prodiktivitas suatu agro – ekosistem bagi manusia yang terlibat di dalamnya.
Kondisi biofisik wilayah di Maluku Utara mendukung sebagai kawasan pengembangan
tanaman rempah terutama tanaman Pala dan cengkih dimana curah hujan yang cukup tinggi
pada bulan-bulan tertentu atau secara total sebesar 2333 ml/tahun, sedangkan bahan indukan
dikelompokkan atas batuan sediman dan batuan volkan yang akan menghasilkan tanah-tanah
yang subur baik secara fisik maupun kimia. Secara topografis wilayah Maluku Utara sebagian
besar bergunung dan berbukit-bukit serta banyak memiliki pulau-pulau vulkanis dan pulau
karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran biasa. Pulau Halmahera mempunyai
banyak pegunungan yang rapat – mulai dari Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe
dan Dodinga. Di setiap daerah terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir,
sedangkan di daerah sekitar Teluk Buli (di timur) sampai Teluk Kao (di utara), pesisir barat
mulai Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan utara ditemui daerah daratan
yang luas. Pada bagian lainnya terdapat deretan pegunungan yang melandai dengan cepat
ke arah pesisir. Pulau-pulau yang relatif sedang (Obi, Morotai, Taliabu, dan Bacan) umumnya
memiliki dataran luas yang diselingi pegunungan yang bervariasi.
Lahan yang terdapat di daerah Maluku Utara menunjukkan sifat-sifat yang berbeda,
mulai dari Morotai bagian utara sampai Sulabesi di selatan. Perbedaan ini disebabkan faktor
iklim (curah hujan dan suhu) yang tinggi. Selain itu, yang membedakan sifat-sifat tanah adalah
tipe batuan/bahan induk dan kemiringan lereng yang berkolerasi dengan kedalaman efektif
perakaran serta vegetasi di tanah tempatnya berkembang. Selain iklim dan vegetasi, kompleks
geologi Provinsi Maluku Utara sangat erat hubungannya dengan penyebaran sifat-sifat tanah.
Keadaan geologi dibarengi pula dengan proses pelapukan dan pencucian pada kondisi suhu
dan curah hujan yang bervariasi. Maka tanah di daerah Maluku Utara berada dalam suatu
perkembangan dan kedalaman yang bervariasi dengan drainase baik, tekstur tanah halus,
kesuburan yang relatif rendah.
324
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
Perspektif Ekoregional Kawasan Tanaman Rempah Di Maluku Utara
Pada daerah-daerah perbukitan dan pegunungan yang berlereng curam sampai sangat
curam dengan penutupan vegetasi yang jarang, secara relatif juga mempengaruhi erosi
permukaan. Oleh karena itu sering ditemukan tanah-tanah dengan kedalaman solum dangkal
sampai sedang dengan tingkat perkembangan lemah dan sedang. Berdasarkan karakteristik
sumberdaya lahan dan iklim di Maluku Utara di peroleh 7 zona agro ekologi yang terdiri dari
3 zona sebagai wilayah pengembangan komodotas tanaman pangan dan hortikultura, 4 zona
sebagai wilayah kehutanan, perkebunan, perikanan pantai dan pastura (padang
penggembalaan).
Konsep kebijakan Pembangunan Pertanian Maluku Utara merupakan implementasi
pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan pertanian yang lebih spesifik
berdasarkan karakterisitik wilyah kepulauan dengan berbagai potensi, permasalahan, peluang
dan tantangan yang dihadapi, maka pembangunan pertanian di Maluku Utara diarahkan pada
keterpaduan sistem usaha Agribisnis pertanian yang terintegrasi dan berkelanjutan melalui
tiga pendekatan pembangunan pertanian dengan komoditas prioritas tanaman perkebunan
terutama tanaman rempah yaitu melalaui Pendekatan Kawasan, Pendekatan Komoditas dan
Pendekatan Multygate System.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda 2007. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Utara, 2007-2027. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Utara.
Bappeda, 2006. Revitalisasi pertanian, Perikanan dan kehutanan Provinsi Maluku Utara.
Bappeda Provinsi Maluku Utara
BMG. 2014. Rekapan Data iklim Stasiun Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandar Udara
Babulla Ternate, tahun 2014
BPS. 2012. Ternate Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kota Ternate. Ternate.
BPS. 2013a. Ternate Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kota Ternate. Ternate.
BPS. 2013b. Kabupaten Halmahera Selatan Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Halmahera Selatan. Halmahera Selatan.
BPS. 2014. Ternate Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kota Ternate. Ternate.
BPTP Maluku Utara, 2014a. Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kota Ternate. BPTP Maluku
Utara 2014
BPTP Maluku Utara, 2014b. Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Halmahera
Selatan. BPTP Maluku Utara 2014
BPTP Maluku Utara, 2015. Data Base Perkebunan provinsi Maluku Utara Tahun 2015. BPTP
Maluku Utara
Dinas Pertanian Halmahera Tengah. 2012. Laporan Penelitian Kerjasama: Penyusunan Master
Plan Pembangunan Pertanian Kabupaten Halmahera Tengah. BPTP Maluku Utara Dan
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Halmahera Tengah. Maluku Utara.
Dinas Pertanian, 2009. Renstra Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara 2010-2014. Dinas
Pertanian Provinsi Maluku Utara
DKP Maluku Utara. 2012. Renstra DKP Maluku Utara, 2012. Dinas Perikanan dan Kelautan
Propinsi Maluku Utara.
Soekardi, M. 1992. Pewilayahan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion
325
Download