MUHAMMAD JUNAEDI, M.I.P. ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 2016 ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR MUHAMMAD JUNAEDI, M.I.P. UMSIDA PRESS Jl. Mojopahit 666 B Sidoarjo ISBN: 978-979-3401-37-9 ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR PENULIS Muhammad Junaedi, M.I.P. PENYUNTING Septi Budi Sartika, M.Pd. Sidoarjo, 2016 Diterbitkan atas Program Bantuan Penulisan dan Penerbitan Buku Ajar dan Modul Praktikum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Tahun 2015/2016 ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR PENULIS Muhammad Junaedi, M.I.P. PENYUNTING Septi Budi Sartika, M.Pd. Diterbitkan oleh UMSIDA PRESS Jl. Mojopahit 666 B Sidoarjo ISBN: 978-979-3401-37-9 Copyright©2016. Muhammad Junaedi. All rights reserved. KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulilah kehadirat Allah SWT karena berkat karuia-Nya penulisan buku bahan ajar kuliah ini dapat terselesaikan, penyusunan Bahan Ajar ini juga tidak terlepas dari dukungan LP3TK (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendikan dan Tenaga Kependidikan) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang secara spesifik mengembangkan pengajaran di lingkungan internal Kampus dalam bidang MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum). Modul Ilmu Sosial Budaya Dasar ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan ajar materi perkuliahan ISBD yang merupakan rumpun Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat, mata kuliah ini tergolong wajib yang harus diajarkan di Perguruan Tinggi karena termasuk dalam Mata Kuliah Umum, materi bahan ajar ini mengacu pada Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinngi no 44/DIKTI/KEP/2006 tentang rambu-rambu pokok pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat. Adapun materi yang dimaksud pada bahan ajar ini meliputi delapan pembahasan pokok yaitu: Pertama Pengantar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) Kedua Manusia sebagai Makhluk Budaya, Ketiga Manusia sebagai Individu dan Makhluk Sosial Ke empat Manusia dan Peradaban, Ke-lima Manusia, Keragaman dan Kesetaraan, Ke-enam Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum, K-etujuh Manusia, Sains, Teknologi dan Seni dan Ke-delpan Manusia dan Lingkungan Penyajan dalam buku ini dirancang secara praktis agar mudah dipahami oleh mahasiswa sebagai instrumen pendukung dalam kegiatan pembelajaran. Dengan mempelajari mata kuliah ISBD para mahaisiswa diharapkan memiliki kompetesi dalam memahami pengetahuan tentang dinamika kehidupan sosial bermasyarakat, sehingga dapat menumbuhkan kepekaan dan kekritisan dalam melihat realitas kehidupan sosial masyarakat. Buku bahan ajar ini memuat materi kuliah wajib yang diperuntukkan bagi mahasiswa dari berbagai didiplin program studi khususya yang diperuntukkan dalam bidang studi sciences, disamping penyajian materi juga terdapat pengayaan pembelajaran berupa latihan-latihan soal, dengan harapan mampu mengasah kemampuan mahasiswa dalam ranah afektif dan psikomotrik sehingga tidak hanya terbatas pada pemahaman konsep semata- ranah konitif saja, tetapi juga mampu mengaktualisasikan pemahaman tersebut di bangku kuliah guna diimplementasikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Penulis menyadari bahwa dalam penyusuan materi ini terdapat banyak kekliruan sehingga kritik dan saran konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan lebih lanjut. Penulis DAFTAR ISI BAB 1. Pengantar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) A.Hakikat dan ruang lingkup ISBD B. ISBD sebagai MBB dan pendidikan umum C.ISBD sebagai alternative pemecahan masalah sosial budaya. BAB 2 Manusia sebagai Makhluk Budaya A. Hakikat manusia sebagai makhluk budaya B. Apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan C. Etika dan estetika berbudaya D. Memanusiakan manusia melalui pemahaman konep-konsep dasar manusia; dan E. Problematika kebudayaan BAB 3. Manusia sebagai Individu dan Makhluk Sosial A. Hakikat manusia sebagai individu dan makhluk sosial B. Fungsi dan peran manusia sebagai individu dan makhluk sosial C. Dinamika interaksi sosial D. Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. BAB 4. Manusia dan Peradaban A. Hakikat peradaban B. Manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.. C. Evolusi budaya dan wujud peradaban dalam kehidupan sosial-budaya D. Dinamika peradaban global E. Problematika peradaban pada kehidupan manusia BAB 5. Manusia, Keragaman dan Kesetaraan A. Hakikat keragaman dan kesetaraan manusia B. Kemajemukan dalam dinamikan sosial dan budaya C. Keraganan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial, budaya bangsa D. Problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan BAB 6 Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum A. Hakikat, fungsi, dan perwujudan nilai, oral dan hukum dalam kehidupan manusia masyarakat dan negara. B. Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan sebagai wujud masyarakat yang bermoral dan menaati hukum dan Problematika nilai, moral, dan hokum dalam masyarakat dan negara BAB 7. Manusia, Sains, Teknologi dan Seni. A. Hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia B. dampak penyalahgunaan IPTEKS pada kehidupan sosial dan budaya C. Problematika pemanfaatan IPTEKS di Indonesia BAB 8 Manusia dan Lingkungan A. Hakikat dan makna lingkungan bagi manusia B. Kualitas penduduk dan lingkungan terhadap kesejahteraan manusia C. Problematika lingkungan sosial-budaya yang dihadapi masyarakat D. Isu-isu penting tentang persoalan lintas budaya dan bangsa BAB I PENDAHULUAN PENGANTAR ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu berpikir kritis, kreatif, sistemik dan ilmiah, berwawasan luas, etis, memiliki kepekaan dan empati sosial, bersikap demokratis, berkeadaban serta dapat ikut berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial dan budaya secara arif dalam konteks nasional dan global. INDIKATOR PEMBELAJARAN : Menjelaskan visi, misi, tujuan, pengertian, dan ruang lingkup ISBD Mendeskripsikan ISBD sebagai salah satu MBB dan pendidikan umum Mendeskripsikan ISBD sebagai alternatif pemecahan masalah sosial-budaya MATERI PEMBELAJARAN : Visi, Misi, dan tujuan ISBD ISBD sebagai komponen MBB dan Ruang Lingkup Pembelajaran ISBD ISBD sebagai alternatif pemecahan masalah sosial-budaya A. PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini mahasiswa akan diperkenalkan tentang pengantar materi ISBD yang meliputi hakikat dan ruang lingkup ISBD kedua ISBD sebagai Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat dan Pendidikan Umum dan ketiga ISBD sebagai alternatif pemecahan masalah sosial budaya, pemahaman terhadap materi tersebut diharapkan mahasiswa mampu mengemukakan kompetensi dasar dan pokok subtansi kajian ruang lingkup ISBD kedua mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya ISBD sebagai kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) dan Program Pendidikan di Perguruan Tinggi dan ketiga mahasiswa mampu Menerapkapkan dan mengaktualisasikan ISBD sebagai sudut pandang alternatif atas pemecaham masalah sosial budaya yang terjadi dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat. Maata kuliah ini merupakan salah satu dari mata kuliah kelompok Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) yang akan mengantarkan mahasiswa memantapkan : kepribadian, kepekaan sosial, kemampuan hidup bermasyarakat, pengetahuan tentang pelestarian, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan mempunyai wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Misi mata kuliah ini adalah membantu menumbuhkembangkan : daya kritis, daya kreatif, apresiasi, dan kepekaan mahasiswa terhadap nilai-nilai sosial dan budaya demi memantapkan kepribadiaannya sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku individu dan mahluk sosial yang dapat berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial dan budaya dan lingkungan hidup secara arif dalam konteks nasional dan global. Diharapkan setelah menempuh matakuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu berpikir kritis, kreatif, sistemik dan ilmiah, berwawasan luas, etis, memiliki kepekaan dan empati sosial, bersikap demokratis, berkeadaban serta dapat ikut berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial dan budaya secara arif dalam konteks nasional dan global B. PENYAJIAN MATERI 1. Hakikat dan Ruang Lingkup Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) 1.1. Hakikat, Visi- Misi dan Tujuan Mempelajari ISBD Pada dasarnya Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah salah satu Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang merupakan matakuliah wajib yang diberikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta baik dalam jenjang diploma maupun sarjana, tujuan diberikannya mata kuliah ini adalah sebagai salah satu usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada mahasiswa untuk dapat peduli terhadap masalah – masalah sosial yang terjadi dilingkungan dan dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial dasar. Kehadiran mata kuliah ISBD tidak bisa dilepaskan dari tujuan sistem pendidikan nasional secara umum, agar kompetensi pendidikan tidak hanya mencetak generasi berilmu tapi juga generasi yang beretika, berbudaya dan bermasyarakat/bersosial dalam kontek ini pembangunan karakter yang berjiwa sosial menjadi sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap warga negara yang terdidik dalam proses pembelajaran di setiap jenjang pendidikan khususnya pada jenjang pendidikan tinggi. Ilmu Sosial Budaya Dasar menjadi sangat penting dipelajari dalam jenjang perguruan tinggi dikarenakan melihat permasalahan akan realitas kehidupan sosial masyarakat Indonesia dewasa ini yang tengah mengalami krisis identitas moral yang sangat kompleks dan multidimensi, hal ini terjadi karena tantangan-tantangan internal dan eksternal yang melunturkan moralitas dan sikap anti sosial yang tidak bisa terbendung, kehidupan modernitas yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, pudarnya social capital / modal sosial maupun local wisdom atau kearifan lokal di tengah kehidupan sosial masyarakat, demikian juga dengan pengaruh globalisasi, westernisasi, maupun sekularisasi –pudarnya nilai-nilai agama-, hal itu semua memunculkan kepribadian individu yang egois, individualis, materialis, hedonis, krisis moral sehingga menjadikan seseorang yang teralienasi – terasing- dalam dunia sosialnya dimana kehidupannya telah terbatasi oleh kepentingan individu. Hal inilah yang menjadikan adanya social distance –jarak sosial- yang semakin jauh dengan masyarakat sehingga seseorang kurang memiliki sikap simpatik dan empatik. Berangkat dari permasalahan tersebut maka seyogyanya bagi mahasiswa diharapakan berperan sebagai agen perubahan yang mampu secara kritis menghadapai krisis sosial, kemampuan generasi terdidik bukan hanya didasarkan pada bidang akademik saja melainkan generasi terdidik mampu berkiprah dan berhubungan langsung dengan masyarakat, dalam kontek ini bisa difahami bahwa visi Ilmu Sosial Budaya Dasar Adalah menjadi sumber nilai, moral, estetika, etika dan pandunag bagi penyelenggaraan pendidikan dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kemampuan pemahaman serta penguasaan tentang keanekaragaman, kesederajatan dan kemartabatab sebagai individu dan makhluk sosial didalam kehidupan bermasyarakat dengan berpedoman kepada kebudayaan melalui pranata pendidikan dan misinya adalah Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku individu, makhluk sosial yang beradab, bertanggung jawab terhadap sumber daya alam dan lingkungannya. Merujuk pada Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinngi no 44/DIKTI/KEP/2006 tentang rambu-rambu pokok pelaksanaan kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat di perguruan tinggi yaitu untuk menumbuhk kembangkan daya kritis, daya kreatif, apresiasi dan kepekaan mahasiswa terhadap nilai-nilai sosial dan budaya demi memantapkan kepribadiannya sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku individu dan makhuk sosial yang bersikap demokratis, berkeadaban dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, memiliki kemampuan untuk menguasai dasar-dasarilmu pengetahuan, tekhnologi serta mampu ikut berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial budaya dan lingkungan hidup secara arif. Berdasarkan pada pemahaman tentang Visi-Misi ISBD diatas maka bisa dipahami bahwa mata kuliah ISBD merupkan disiplin ilmu yang bersifat interdisipliner artinya pemahaman terhadap ISBD menyangkut berbagai disiplin ilmu pengetahuan, pendekatan ISBD dalam ilmu Alam akan memberikan garis panduan pemahaman agar generasi terdidik atau ilmuwan mampu menerapkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimilikimnya itu untuk kepentingan sosial dan lingkungan alam sekitar sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan, terdapat hubungan timbal balik yang tidak bisa dipisahkan antra lingkungan alam dan lingkungan sosial, oleh karena itu pemahaman terhadap materi ISBD tentau akan menumbuhkan sikap kritis dan peka terhadap keaadaan lingkungan sosial maupun alam yang ada disekitar guna menjaga keberlangsungan kehidupan yang lebih baik. Sebagaimana yang sudah diuraikan pada dasar hakikat pembelajaran dan visimisi mempelajari ISBD maka tujuan Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) yang merupakan bagian dari Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) adalah: a. Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat. b. Menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. c. Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yag beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan keahliannya dan mampu memecahkan maalah sosial budaya secara arif. 1.2. Ruang Lingkup Mata Kuliah Pengantar Ilmu Sosial Dan Budaya (ISBD) Pada dasarnya ruang lingkup ISBD adalah apapun yang menyangkut kehidupan manusia dalam konteks sosial dan budaya yang dihadapkan pada segala permasalahan yang ditimbulkan didalamnya seperti hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan kehidupan sosial-budaya masyarakatnya maupun hubungan antara manusia dengan lingkungan alama sekitarnya, oleh karenanya mempelajari ISBD berati menempatkan manusia sebagai sentral pembelajaran baik sebagai subjek maupun obyek, dimana manusia tersebut dituntut untuk bisa menyesuaikan dan berperan aktif dalam lingkungan sosialnya, disilah letak peran dan arti penting mempelajari ISBD bagi mahasiswa agar mampu memantapkan kepribadian, kepekaan sosial, kemampuan hidup bersosialisasi di tengah masyarakat, pengetahuan tentang pelestarian, pembangunan berkelanjutan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta memiliki wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang secara keseluruhan diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosialbudaya dalam masyarakat. Secara khusus, merujuk pada Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinngi no 44/DIKTI/KEP/2006 tentang rambu-rambu pokok pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat dan pedoman MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) LP3TK (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendikan dan Tenaga Kependidikan) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo tahun 2015, maka demi terwujudnya visi, misi dan tujuan mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) pada perguruan tinggi, berikut ini adalah ruang lingkup dan sub bahasannya. 1. Pengantar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) A.Hakikat dan ruang lingkup ISBD B. ISBD sebagai MBB dan pendidikan umum; dan C.ISBD sebagai alternative pemecahan masalah sosial budaya 2. Manusia sebagai Makhluk Budaya: A. Hakikat manusia sebagai makhluk budaya; B. Apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan; C. Etika dan estetika berbudaya D. Memanusiakan manusia melalui pemahaman konep-konsep dasar manusia; dan E. Problematika kebudayaan 3. Manusia sebagai Individu dan Makhluk Sosial; E. Hakikat manusia sebagai individu dan makhluk sosial; F. Fungsi dan peran manusia sebagai individu dan makhluk sosial; G. Dinamika interaksi sosial; dan H. Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat; 4. Manusia dan Peradaban F. Hakikat peradaban; G. Manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab; H. Evolusi budaya dan wujud peradaban dalam kehidupan sosial-budaya; I. Dinamika peradaban global; dan J. Problematika peradaban pada kehidupan manusia 5. Manusia, Keragaman dan Kesetaraan; E. Hakikat keragaman dan kesetaraan manusia; F. Kemajemukan dalam dinamikan sosial dan budaya; G. Keraganan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial, budaya bangsa; H. Problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan masyarakat dan negara 6. Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum C. Hakikat, fungsi, dan perwujudan nilai, oral dan hukum dalam kehidupan manusia masyarakat dan negara; D. Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan sebagai wujud masyarakat yang bermoral dan menaati hukum dan Problematika nilai, moral, dan hokum dalam masyarakat dan negara 7. Manusia, Sains, Teknologi dan Seni: D. Hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia; E. dampak penyalahgunaan IPTEKS pada kehidupan sosial dan budaya; F. Problematika pemanfaatan IPTEKS di Indonesia 8. Manusia dan Lingkungan E. Hakikat dan makna lingkungan bagi manusia; F. Kualitas penduduk dan lingkungan terhadap kesejahteraan manusia G. Problematika lingkungan sosial-budaya yang dihadapi masyarakat; H. Isu-isu penting tentang persoalan lintas budaya dan bangsa. 2. ISBD Sebagai Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat Dan Pendidikan Umum Merujuk pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tingi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, kelompok bahan kajian dan pelajaran dalam suatu program studi dikelompokkan beradasarkan rumusan kurikulum beikut: a. Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) bertujuan untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudipekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan, contoh yang termasuk rumpun mata kuliah ini adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pansila dan Kewarganegaraan. b. Kelompok Matakuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MPK) bertujuan untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan ketrampilan yang dikuasai sesuai dengan mata kuliah yang ada disetiap jurusan. c. Kelompok Matakuliah Keahlian dan Berkarya (MKK) bertujuan untuk menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan berdasarkan dasar ilmu dan ketrampilan yang dikuasai. d. Kelompok Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB) bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan dasar ilmu dan ketrampilan yang dikuasai. e. Kelompok Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) bertjujuan untuk memahami kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya, contoh yang termasuk rumpun mata kuliah ini adalah Ilmu Sosial Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar. Berdasarkan pengkategorian mata kuliah tersebut maka sebagaimana Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi no 44/DIKTI/KEP/2006, memasukkan ISBD sebagai bagian dari Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat yang kemudian didalamnya diatur tentang tata pelaksanaan perkuliahan MBB yang mempunyai tema pokok, yaitu hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Dengan wawasan tersebut diharapkan perguruan tinggi mampu menghasilkan tenaga ahli dengan tigas jenis kemampuan secara simultan, yang meliputi: a. Kemampuan personal: para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, tingkah laku dan tidnakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keragaman, kemasyarakatan dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. b. Kemampuan akademis; kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah baik lisan maupun tulisan, mengusai peralatan analiss, maupun berpikir logis, kritis, istematis, analisis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemacahannya. c. Kemampuan professional: kemampuan dalam bidang profesi sesuai keahlian bersangjutan, para ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya. Dalam konteks tersebut ISBD mengambil peran penting sebagai program pendidikan umum yang diharapkan mampu mengantarkan mahasiswa guna memiliki kemampuan personal, sehingga mahasiswa secara individu mampu menempatkan diri sebagai bagian anggota masyarakat yang memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan guna terlibat aktif dalam berbagai upaya penyelesaian masalah sosialbudaya yang terjadi di masyarakat dengan pendekatan disiplin keilmuan yang dimilikinya. 3. ISBD Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah Sosial-budaya ISBD merupakan ilmu yang bersifat interdisipliner, pendekatan interdisipliner ini diharapkan mampu melihat dan menyelesaikan permasalahan sosial-budaya yang terjadi di masyarakat dengan pendekatan kelimuan yang holistik/menyeluruh menyangkut berbagai aspek atau-pun bidang kajian, dengan demikian pendekatan ini akan mengantarkan penyelesaian masalah yang tidak parsial, pendekatan ini mampu memperluas sudut pandang bahwa permasalahan sosial-budaya ataupun kemanusiaan secara umum dapat didekati dalam berbagai sudut pandang keilmuan sehingga mahasiswa tidak lagi terkotak-kotakkan dalam satu bangunan kerangka disiplin keilmuan tertentu saja. Disamping pendektan interdisipliner, dalam sudut pandang sosiologis segala permasalahan sosial itu bisa dilihat dalam dua pendekatan teori yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan konflik, kedua pendekatan ini memiliki ciri yang berbeda baik dalam ranah epistemologisnya maupun aksiologisnya. Pendekatan fungsional dicetuskan oleh Talcot Parson, dalam pandangannya teori fungsional memberikan interpretasi positive dalam melihat struktur sosial maupun gejala sosial masyarakat, teori ini menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dan kedua muncullah antitesis dari pendekatan fungsinal yaitu pendekatan konflik, menurut sudut pandang teori konflik, pendekatan ungsioanal tidak bisa memberikan kontrubusi praksis dan emasnipatoris terhadap masyarakat sebagaiamana dalam analisa critical thought (pemikiran kritis), analisa-analisa yang didasarkan pada nilai-nilai keseimbangan cenderung mengabaikan konflik yang sebenarnya lebih determinan, karenanya berbalikan dalam pandangan fungsional, paradigma konflik dalam sosiologi melihat bahwa dalam setiap unsure dan struktur sosial masyarakat lebih condong mengalami sebuah ketidakaturan, konflik dan ketidakseimbangan. Premis ini didasarkan bahwa setiap masyarakat pasti mengalami sebuah ketimpangan, dan ketimpangan inilah yang melahirkan konflik. Mengacu pada dua pendekatan tersebut ISBD sebagai sebuah kerangka kelimuan bisa dijadikan sebagai pisau analisis untuk melihat realitas kehidupan sosial masyarakat secara kritis dan tidak terjebak dalam kerangka-kerangka normatif sehingga perubahan sosial dan aspek emansipatorisa atau pembebasan manusia dari berbagai bentuk eksploitasi, dominasi, despotisme dan segala bentuk permasalahan sosial bisa bisa terselesaikan. E. KESIMPULAN ISBD merupkan disiplin ilmu yang bersifat interdisipliner artinya pemahaman terhadap ISBD menyangkut berbagai disiplin ilmu pengetahuan, pendekatan ISBD dalam ilmu Alam akan memberikan garis panduan pemahaman agar generasi terdidik atau ilmuwan mampu menerapkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimilikimnya itu untuk kepentingan sosial dan lingkungan alam sekitar sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan, terdapat hubungan timbal balik yang tidak bisa dipisahkan antra lingkungan alam dan lingkungan sosial, oleh karena itu pemahaman terhadap materi ISBD tentau akan menumbuhkan sikap kritis dan peka terhadap keaadaan lingkungan sosial maupun alam yang ada disekitar guna menjaga keberlangsungan kehidupan yang lebih baik. Ruang lingkup ISBD adalah apapun yang menyangkut kehidupan manusia dalam konteks sosial dan budaya yang dihadapkan pada segala permasalahan yang ditimbulkan didalamnya seperti hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan kehidupan sosial-budaya masyarakatnya maupun hubungan antara manusia dengan lingkungan alama sekitarnya oleh karena itu ISBD sebagai sebuah kerangka kelimuan bisa dijadikan sebagai pisau analisis untuk melihat realitas kehidupan sosial masyarakat secara kritis dan emansiaptoris. LEMBAR KERJA MAHASISWA LATIHAN UJI PEMAHAMAN MATERI BAB SATU Jawablah Pertanyaan berikut ini sesuai dengan petunjuk dan pemahaman Anda! 1. Berikan penjelasan dua arti penting mempelajari Ilmu Sosial Budaya Dasar dalam konteks berikut : 1.1. Jelaskan bahwa ISBD bertujuan menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif pada mahasiswa dalam memahami dan memecahkan masalah sosial budaya dengan landasan nilai estetika, etika, moral, dan hukum dalam kehidupan bermasyarakat! 1.2. Jelaskan bahwa ISBD bertujuan memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan keahliannya! 2. Jawablah dengan memilih A B C D serta jelaskan secara singkat susuai pemahaman anda: A. Jika pernyataan 1 dan pernyataan 2 benar B. Jika pernyataan 1 benar, pernyataan 2 salah C. Jika pernyataan 1 salah, pernyataan 2 benar D. Jika pernyataan 1 dan pernyataan 2 salah Pernyataan : 1. Tema perkuliahan ISBD adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya 2. Masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat biasanya terlihat dalam berbagai kenyataan sosial antara yang satu dengan lainnya Pernyataan : 1. Unsur kebudayaan yang memberi corak kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan Barat 2. Kebudayaan suatu bangsa adalah cermin dari kepribadian bangsa yang bersangkutan PERTANYAAN ANALISA KASUS Buatlah Kelompok yang terdiri dari 4-5 mahasiswa dengan memperhatikan ketentuan berikut : Dalam kehidupan sosial masyarakat tentu terdapat berbagai macam permasalahan sosial yang sangat beragam, uaraikan salah satu contoh masalah sosial yang berada di lingkungan tempat tinggal anda, dan uraikan alternatif permasalahan tersebut sesuai dengan sudut pandang kelimuan yang anda pelajari saat ini ? Bauatlah laporan sederhana dengan mengidentifikasi masalah tersebut melalui pengamatan langsung di lapangan sesuai dengan langkah-langkah berikut. 1. Tentutakan tema/judul permasalahan yang akan diamati 2. Buatlah rumusan masalah dan tujuan permasalahan dari judul yang ada 3. Lakukanlah kajian pustaka dan teori seuai dengan pemasalahan yang dikaji 4. Lengkapilah hasil pengamatan dengan mendiskripsikan lokasi dan objek permasalahan yang dikaji tersebut 5. Buatlah laporan hasil penelitian sesuai dengan data lapangan yang bersumber dari hasil observasi maupun dari hasil wawancara dengan informan penelitian 6. Buatlah kesimpulan dan saran dari permasalahan yang ada tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta Ritzer, George,1980, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigama Ganda, Rajawali Pers, Jakarta Veeger, K.J,1986, Realitas Sosial; Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan IndividuMasyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ________1992, Pengantar Sosiologi; Buku Panduan Mahasiswa, PT Gramedia Pustaka Utama ________1995, Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa. Jakarta : Apatik dan PT. Gramedia. BAB III MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa dapat mengerti, menjelaskan dan memahami manusia sebagai individu dan makhluk sosial INDIKATOR PEMBELAJARAN : Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan peran manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Mahasiswa dapat memahami dinamika interaksi sosial. Mahasiswa dapat menjelaskan dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat menjelaskan MATERI PEMBELAJARAN : Manusia sebagai individu dan makhluk sosial Hakekat manusia sebagai individu dan makhluk sosial Fungsi dan peran manusia sebagai individu dan makhluk sosial Dinamika interaksi sosial Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat A. PENDAHULUAN Pada bab Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial ini mahasiswa akan disajikan beberapa pembahasan pokok diantaranya adalah pertama hakikat manusisa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Kedua Fungsi dan peranan manusia sebagai makhluk individu dan mkhluk sosial. Ketiga dinamika interkasi sosial dan keempat dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Dengan memahami materi-materi pembelajaran tersebut diharapkan mahasiswa mampu : Pertama menganalisis hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, kedua Memerinci kepentinganya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, ketiga mampu mengmukakan perannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, keempat mampu menunjukkan interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan kelima mampu memberikan alternatif jalan keluar terhadap dinamika kepentingan diri dan masyarakat. B.PENYAJIAN MATERI 1. Hakikat dan Peranan Manusia Sebagai Makluk Individu dan Makhluk Sosial 1.1. Hakikat dan Peranana Manusia sebagai Makhluk Indvidu Manusia adalah makhluk individu. Sebagai makhluk individu berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisah-pisahkan antara jiwa dan raganya. Kata "individu" berasal dari kata latin individuum, artinya tidak terbagi. Jadi, kata itu mengandung pengertian sebagai suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Dalam ilmu sosial paham individu menyangkut tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Individu bukan berarti menusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan. Manusia sebagai makhluk individu, tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap orang itu merupakan pribadi (individu) yang khas menurut corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan serta kelemahan-kelemahannya. In dividu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga memiliki kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu ke-utuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek sosial kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi, keguncangan pada satu aspek akan membawa akibat pada aspek yang lainnya. Untuk menjadi suatu individu yang "mandiri" harus melalui proses yang panjang. Tahap pertama, melalui proses pemantapan pergaulan yang dilakukan di lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga ini secara bertahap karakter yang khas akan terbentuk dan mengendap lewat sentuhan-sentuhan interaksi: etika, estetika, dan moral agama. Sejak manusia dilahirkan, ia membutuhkan proses pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan batiniah dan lahiriah yang membentuk dirinya. Menurut Sigmund Freud, super ego pribadi manusia sudah mulai terbentuk pada saat manusia berumur 56 tahun. Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku masa yang bersangkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai menjadi dirinya sendiri disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri. Individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup, maka muncul struktur masyarakat yang akan menentukan kemantapan masyarakat. Individu dalam bertingkah laku menurut pribadinya ada tiga kemungkinan: menyimpang dari norma kolektif, kehilangan individualitasnya atau takhluk terhadap kolektif, dan mempengaruhi masyarakat seperti adanya tokoh pahlawan atau pengacau. Mencari titik optimum antara dua pola tingkah laku (sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat) dalam situasi yang senantiasa berubah, memberi konotasi "matang" atau "dewasa" dalam konteks sosial. Sebutan "baik" atau "tidak baik" pengaruh individu terhadap masyarakat adalah relatif (Soelaeman, 2001:114). Bertolak dari proses penjabaran individualisasi manusia dalam masyarakat tersebut menunjukkan bahwa manusia memiliki perilaku yang didorong oleh aspek individu dan aspek sosial. Manusia sebagai individu memiliki unsur jasmani dan rohani; unsur fisik dan psikis; unsur jiwa dan raga. Seseorang dikatakan sebagai individu bila unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Unsur-unsur yang terdapat dalam diri manusia tersebut tidak dapat terbagi apalagi terpisahkan. Jika unsur-unsur tersebut tidak dapat menyatu maka seseorang tidak dapat disebut sebagai individu. Oleh sebab itu, orang yang sudah mati disebut "jasad" atau "mayat" karena yang tinggal hanya raga, jiwanya sudah tidak ada. Raga tidak dapat hidup sebagaimana manusia utuh selaku individu apabila tanpa jiwa. Dengan kata lain, yang disebut manusia sebagai makhluk individu mencerminkan adanya satuan terkecil yang tidak dapat terbagi lagi tetapi memiliki unsur-unsur jasmani dan rohani atau fisik dan psikis, atau jiwa dan raga yang utuh menyatu. Meskipun semua manusia sebagai individu memiliki unsur jiwa dan raga yang menyatu, tetapi antara satu orang dengan orang yang lainnya memiliki perbedaan dan kekhasannya baik secara fisik dan psikis. Secara fisik misalnya, ada yang berambut ikal tetapi juga ada yang berambut lurus, ada yang gemuk atau kurus, tinggi atau pendek, dan seterusnya. Secara psikis juga ada perbedaan, misalnya ada yang pemalu, pemarah, penyabar, periang, dan lain-lain. Dengan kata lain, individu dapat dikenali dengan mudah melalui aspek fisik maupun psikisnya. Manusia selaku makhluk individu di samping memiliki keinginan - keinginan atau motif-motif juga memiliki kebutuhan-kebutuhan secara pribadi. Motif-motif yang melatarbelakangi manusia selaku individu berbuat sesuatu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bisa bersifat majemuk, berubah-ubah, dan berbeda-beda, atau bahkan bisa jadi tidak disadari oleh individu. Adapun manusia selaku individu juga membutuhkan berbagai kebutuhan, antara lain: kebutuhan fisiologis (pakaian, pangan, tempat, seks, dan kesejahteraan individu), yang kemudian disebut sebagai kebutuhan primer; kebutuhan rasa aman; kebutuhan akan rasa afeksi (yaitu kebutuhan untuk menjalin hubungan atau keakraban dengan orang lain); kebutuhan akan harga diri (esteem needs); kebutuhan untuk mengetahui dan memahami (need to know and understand); kebutuhan rasa estetika (aesthetic needs); kebutuhan untuk aktualisasi diri (self actualization); kebutuhan transendence, yaitu kebutuhan untuk mengetahui dan menyelami dunia di luar dirinya seperti spiritualitas dan rasa religiusitas (berkeyakinan akan keberadaan Tuhan). Dengan adanya kebutuhan pribadi itulah manusia selaku individu mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri, yaitu ada dorongan untuk mengabdi kepada dirinya sendiri. Tindakan-tindakannya diarahkan untuk memenuhi kepentingan pribadinya meskipun dalam kapasitasnya bisa jadi menjadi bentuk perbuatan yang bernilai pengabdian kepada masyarakatriya. Untuk itulah perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh motivasinya dalam melakukan aktivitasnya. Motivasi atau dorongan perilaku tersebut memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Berbagai bentuk motivasi individu tersebut berupa: kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain (achievement); kebutuhan untuk memuji, menyesuaikan diri, dan mengikuti pendapat orang lain (defence); kebutuhan untuk membuat rencana secara teratur (order); kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain dan berusaha menjadi pusat perhatian (exhibition); kebutuhan untuk mandiri, tidak mau tergantung orang lain dan tidak mau diperintah orang lain (autonomy); kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain, kesetiaan, berpartisipasi (affiliation); kebutuhan untuk memahami perasaan dan mengetahui tingkah laku orang lain (intraception); kebutuhan untuk mendapatkan simpati, bantuan, dan kasih sayang orang lain (succorance); kebutuhan untuk bertahan pada pendapatnya, menguasai, memimpin, menasehati orang lain (dominance); kebutuhan akan rasa berdosa, salah, perlu diberi hukuman (abasement); kebutuhan untuk membantu, menolong, dan simpati kepada orang lain (nurturance); kebutuhan untuk melakukan perubahan-perubahan, tidak menyukai rutinitas (channge); kebutuhan untuk bertahan pada suatu pekerjaan; tidak suka diganggu (endurance); kebutuhan untuk aktivitas sosial individu dalam mendekati lawan jenis, mencintai lawan jenis (heterosexuality); kebutuhan untuk mengkritik, membantah, menyalahkan, senang terhadap Semua perilaku individu yang didorong oleh keinginan memenuhi kebutuhan primer dan motivasi yang melekat pada pribadinya dapat menjadi tolak ukur kepribadian seseorang dalam aktivitas sosialnya. Sinyalemen ini menjadi indikasi atau pertanda seberapa besar makna individu tersebut berperan dalam kehidupan, sehingga eksistensinya sebagai manusia individu dapat diakui memiliki makna, baik secara pribadi maupun terhadap lingkungannya. Manusia sebagai individu akan memiliki arti bagi kehidupannya apabila peran dirinya bermakna bagi orang lain, keluarga, maupun masyarakat secara luas. 1.2. Hakikat dan Peranannya Manusia sebagai Makhluk Sosial Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk sosial di samping sifat-sifat lainnya yang secara pribadi dimiliki. Secara alami keberadaan manusia membutuhkan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Untuk itu, perlu dilihat makna sosial itu sendiri baik secara kebahasaan maupun dari aktivitas simbolis yang dilakukannya. Secara etimologi, istilah "sosial" berasal dari bahasa Latin socius yang artinya teman, perikatan. Jadi, secara etimologi manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang berteman, memiliki perikatan antara satu orang dengan orang yang lain. Istilah sosial ini menekankan adanya relasi atau interaksi antar manusia, baik itu relasi seorang individu dengan seorang individu yang lain, individu dengan kelompok, atau. kelompok dengan kelompok.Interaksi sosial ini dapat terjadi di lingkungan keluarga maupun di masyarakat secara luas. Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk atas dasar hubungan pernikahan antara laki-laki dan wanita, yang berlangsung lama untuk mendapatkan keturunan dan membesarkan anak-anaknya. Oleh sebab itu, dalam hubungan keluarga ini memiliki lima macam sifat yang menjadi indikasi terbentuknya masyarakat dalam arti keluarga, yaitu: hubungan suami-istri, bentuk pernikahan untuk pemeliharaan hubungan suami-istri, memiliki susunan atau formulasi istilah untuk menghitung keturunan, memiliki harta benda yang menjadi milik keluarga, dan bertempat tinggal bersama. Masing-masing individu yang terhimpun dalam satu keluarga di samping memiliki hak dan kewajiban, juga bertanggung jawab atas keselamatan keluarganya agar selalu dalam keadaan Iman dan Islam, sehingga kelak di akhirat terhindar dari api neraka. Sementara itu, pengertian masyarakat secara luas adalah menunjuk pada sekelompok orang yang memiliki perasaan tertentu, sehingga menimbulkan keeratan hubungan di antara anggota-anggotanya. Mereka memiliki rasa persatuan karena memiliki kebiasaan atau kebudavaan yang sama, logat bahasa yang sama, asal-usul yang sama, dan bertempat tinggal dalam batas geografis yang sama. Keeratan hubungan ini lebih dirasakan anggota masyarakatnya daripada oleh orang lain. Mereka memiliki ikatan norma-norma dan adapt istiadat yang sama, sehingga masing-masing merasa memiliki dan merasa bertanggung jawab atas keutuhan masya-rakatnya. Kesadaran manusia sebagai anggota masyarakat ini dalam lingkup yang lebih besar lagi adalah bangsa, dan negara. Sebagai makhluk sosial, manusia menyadari keberadaannya berdasarkan keturunan dari pendahulunya yang memiliki identitas asalmuasal suku bangsa sehingga memiliki kapasitas tanggung jawab terhadap kelangsungan suku bangsanya. Demikian juga dalam hal kehidupan bernegara, manusia sebagai makhluk sosiai tidak terlepas dari kehidupan bernegara. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya.Untuk itu, mereka juga harus memenuhi tanggung jawabnya sebagai warga negara yang baik. Tugas dan tanggung jawab manusia sebagai warga negara adalah ikut menjaga keutuhan serta tegaknya negara, dan memenuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Dinamika Interaksi sosial Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana. Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat. Interaksi Sosial adalah suatu proses hubungan timbal balik yang dilakukan oleh individu dengan individu, antara indivu dengan kelompok, antara kelompok dengan individu, antara kelompok dengan dengan kelompok dalam kehidupan social. Dalam kamus Bahasa Indonesia Interaksi didefinisikan sebagai hal saling melalkukan akasi , berhubungan atau saling mempengaruhi. Dengan demikian interaksi adalah hubungan timbal balik (sosial) berupa aksi salaing mempengaruhi antara individu dengan individu, antara individu dankelompok dan antara kelompok dengan dengan kelompok.Gillin mengartikan bahwa interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial dimana yang menyangkut hubungan antarandividu , individu dan kelompok antau antar kelompok. Menurut Charles P. loomis sebuah hubungan bisa disebut interaksi jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. jumlah pelakunya dua orang atau lebih 2. adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbul atau lambinglambang 3. adanya suatu demensi waktu yang meliputi ,asa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang . 4. adanya tujuan yang hendak dicapai Faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial yaitu : 1. Imitasi yaitu tindakan meniru orang lain. Faktor imitasi mempunyai peranan sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat membawa seseorang untuk mematuhi kaidah – kaidah yang berlaku. Faktor ini telah diuraikan oleh Gabriel Tarde yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi saja 2. Sugesti. Sugesti ini berlangsung apabila seseorang memberikan pandangan atau sikap yang dianutnya, lalu diterima oleh orang lain. Biasanya sugesti muncul ketika sipenerima sedang dalam kondisi yang tidak netral sehingga tidak dapat bewrfikir rasional.Biasanya sugesti berasal dari orang-orang sebagai berikut: a. orang yang berwibawa, karismatik dan punya pengaruh terhadap yang disugesti, misalnya orang tua, ulama, dsb. b. Orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada yang disugesti. c. Kelompok mayoritas terhadap minoritas. d. Reklame atau iklan media masa. 3. Identifikasi yaitu merupakan kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain (meniru secara keseluruhan) 4. Simpati yaitu merupakan suatu proses dimana seorang merasa tertarik kepada pihak lain. Melalui proses simpati orang merasa dirinya seolah-olah dirinya berasa dalam keadaan orang lain. 5. Empati yaitu merupakan simpati yang menfdalam yang dapat mempengaruh kejiwaan dan fisik seseorang. Syarat terjadinya interaksi adalah : 1. Adanya kontak sosial Kata kontak dalam bahasa inggrisnya “contack”, dari bahasa lain “con” atau “cum” yang artinya bersama-sama dan “tangere” yang artinya menyentuh . Jadi kontak berarti sama-sama menyentuh.Kontak social ini tidak selalu melalui interaksi atau hubungan fisik, karena orang dapat melakuan kontak social tidak dengan menyentuh, misalnya menggunakan HP, telepon dsb. Kontak sosial memiliki memiliki sifat-sifat sebagai berikut : Kontak sosial bisa bersifat positif dan bisa negative. Kalau kontak social mengarah pada kerjasama berarti positif, kalau mengarah pada suatu pertentangan atau konflik berarti negative.Kontak social dapat bersifat primer dan bersifat skunder. Kontak social primer terjadi apa bila peserta interaksi bertemu muka secara langsung. Misanya kontak antara guru dengan murid dsb. Kalau kontak skunder terjadi apabila interaksi berlangsung melalui perantara. Missal percakapan melalui telepon, HP dsb 2. Komunikasi. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dari satu pihak kepihak yang lain dalam rangka mencapai tujuan bersama.Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu : a. Komunikator yaitu orang yang menyampaikan informasi atau pesan atau perasaan atau pemikiran pada pihak lain. b. Komunikan yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran, informasi. c. Pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. d. Media yaitu alat untuk menyampaiakn pesan. e. Feed back yaitu tanggapan atau perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan setelah mendapat pesan dari komunikator. Ada tiga tahapan penting dalam komunikasi a. Encoding yaitu pada tahap ini gagssaan atau program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau gambar. dalam tahap ini komunikator harus memilih kata atau istilah, kalimat dan gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator harus menghindari penggunaan kode-kode yang membingungkan komunikan. b. Penyampaian. yaitu pada tahap ini istilah atau gagasan yang telah diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar disampaiakan . Penyampaian dapat berupa lisan dan dapat berupa tulisan atau gabungan dari duanya c. Decoding, yaitu pada tahap ini dilakukan proses mencerna fdan memahami kalimat serta gambar yang diterima menuruy pengalaman yang dimiliki. 2.1. Bentuk-bentuk Interaksi Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan- tujuan kelompok. Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Untuk tahapan proses-proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sedangkan tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating). Pendekatan interaksi lainnya adalah pendekatan dramaturgi menurut Erving Goffman. Melalui pendekatan ini Erving Goffman menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subyektif dan obyektif dari interaksi sosial. Konsepkonsepnya dalam pendekatan ini mencakup tempat berlangsungnya interaksi sosial yang disebut dengan social establishment, tempat mempersiapkan interaksi sosial disebut dengan back region/backstage, tempat penyampaian ekspresi dalam interaksi sosial disebut front region, individu yang melihat interaksi tersebut disebut audience, penampilan dari pihak-pihak yang melakukan interaksi disebut dengan team of performers, dan orang yang tidak melihat interaksi tersebut disebut dengan outsider. Erving Goffman juga menyampaikan konsep impression management untuk menunjukkan usaha individu dalam menampilkan kesan tertentu pada orang lain. Konsep expression untuk individu yang membuat pernyataan dalam interaksi. Konsep ini terbagi atas expression given untuk pernyataan yang diberikan dan expression given off untuk pernyataan yang terlepas. Serta konsep impression untuk individu lain yang memperoleh kesan dalam interaksi. 2.3. Bentuk – Bentuk interaksi a.Bentuk Interaksi sosial menurut jumlah pelakunya. Interaksi antara individu dan individu. Individu yang satu memberikan pengaruh, rangsangan\Stimulus kepada individu lainnya. Wujud interaksi bisa dalam dalam bentuk berjabat tangan, saling menegur, bercakap-cakap mungkin bertengkar.Interaksi antara individu dan kelompok Bentuk interaksi antara individu dengan kelompok: Misalnya : Seorang ustadz sedang berpidato didepan orang banyak. Bentuk semacam ini menunjukkan bahwa kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan kelompokInteraksi antara Kelompok dan Kelompok Bentuk interaksi seperti ini berhubungan dengan kepentingan individu dalam lain . Contoh : Satu Kesebelasan Sepak Bola bertanding melawan kesebelasan lain . Bentuk Interaksi Sosial Menurut Proses Terjadinya. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk poko dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial Kerja Sama (Cooperation) Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahliankeahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.Kerja sama timbul karena orientasi orangperorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya. Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley, ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingankepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna” Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan : Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta 1. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa 2. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu 3. Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial. Macam – macam bentuk kerjasama Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih dan kedua Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapat satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif. b. Akomodasi (Accomodation) Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujuk pada suatu keadaan dan yntuk menujuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan. Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu : 1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham 2. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer 3. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta. 4. mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah. Bentuk-bentuk Akomodasi: 1. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan 2. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. 3. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri 4. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. 5. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. 6. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. 7. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan 2.4. Asimilasi (Assimilation). Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Proses Asimilasi timbul bila ada : Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaankebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memilii syarat-syarat berikut ini: Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara polapola tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah Toleransi kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan perkawinan campuran (amaigamation) adanya musuh bersama dari luar Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi: Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi In-GroupFeeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi. Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat istiadat dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol. 2.5. Proses Disosiatif Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedkan dalam tiga bentuk, yaitu : 1.Persaingan (Competition) Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe umum :Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu. Bentuk-bentuk persaingan :Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen. Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dst. Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang. Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan krn ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya. Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi : Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”) 3. Kontraversi (Contravetion) Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 : yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguanggangguan, kekerasan, pengacauan rencana, yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst. yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain, yang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat. yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain. Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan diri dengan kekerasan, provokasi, intimidasi, dst. Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi : 1. Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat 2. Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga. 3. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst 3. Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial selalu terdiri dari dua kepentingan, yaitu ke pentingan individu yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasukke pentingan rakyat . Dalam diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak bisa membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia banyak timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi. Inilah yang menyebabkan kebingungan atau dilema manusia jika mereka tidak bisa membagi kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu kelompok masyarakat. Adapun Ariska mengemukakan dua pandangan yaitu pandangan individualisme dan pandangan sosialisme. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut kami sajikan uraian berikut. 1. Pandangan Individualisme Individualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme liberal. Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19. Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut. a. Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini, pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial, Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan. b. Pemberian kebebasan penuh pada individu. Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan persaingan dan dinamika kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup bersama. 2. Pandangan Sosialisme Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok. Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan. Paham marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883). Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara. Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme, liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi dan sosial. Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi kepuasan rohani manusia belum tentu terjamin. Negara indonesia yang berfilsafahkan pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki sifat pribadi sekaligus sosial secara seimbang. Menurut filsafat pancasila, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, yang secara hakikat bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Bangsa indonesia memiliki prinsip penempatan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan. Demi kepentingan bersama tidak dengan mengorbankan hak-hak dasar setiap warga Negara. C.KESIMPULAN Manusia disebut makhluk individu karena pada dasarnya awal terciptanya manusia adalah sebagai makhluk yang memiliki ciri baik itu fisik ataupun karakter sifat serta kepribadian masing-masing. Dikatakan manusia sebagai makhluk sosial karena manusia sudah terikat pada norma sosial. Pada dasarnya manusia saling membutuhkan, seingga terwujudlah interaksi yang menimbulkan antar individu saling berbagi dan diakui keberadaannya sejak individu mengenal dan dikenal oleh masyarakat. Perbedaan signifikan manusia sebagai makhluk individu dan sosial adalah manusia sebagai makhluk individu dapat mengekspresikan dirinya sesuai apa yang dikehendaki dengan batasan hak asasi manusia yang dimilikinya. Manusia sebagai makhluk sosial merefleksikan perihal manusia yang membutuhkan keberadaan manusia lain untuk menunjang kebutuhan jasmani dan rohaninya. Sebagai makhluk sosial maka manusia pasti melakukan sebuah interaksi sosial, dimana Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya. Dalam interaksi sosial ini terdapat dua bentuk yaitu interaksi sosial asosiatif dan interaksi sosial disosiatif. LEMBAR KERJA MAHASISWA LATIHAN UJI PEMAHAMAN MATERI BAB TIGA Jawablah Pertanyaan berikut ini sesuai dengan petunjuk dan pemahaman Anda! 1. Berikan penjelasan dua dalam konteks berikut :arti penting mempelajari manusia sebagai makhluk Individu dan Makhluk Sosial 1.1. Jelaskan pengertian atau hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makluh sosial serta peran yang seharusnya dilakukan dalam menghadapi kehidupan sosial bermasyarakat ? 1.2. Lantas bagaiamanakah yang terjadi jika seorang individu tidak mampu memaminkan perannya sebagai makhluk sosial, apa yang semestinya dilakukan agar terdapat keseimbangan peran antara kepentingan pribadi individu dan kepentingan sosial masyarakat, berikan penjelasan Anda dengan memberikan realitas sosial yang terjadi di tengah kehidupan sosial masyarakat Anda ? PERTANYAAN ANALISA KASUS Dileme kepentingan individu dan sosial dalam interaksi sosial di masyarakat pastilah selalu ada, bentuk tugas kelompok, masing-masing kelompok 4 mahasiswa. Buatlah kliping tentang contoh – contoh akibat yang ditimbulkan dari proses terjadinya interaksi sosial baik yang mengarah pada proses asosiatif keteraturan ataupun ketidak-teraturan / disorder, cari kasus yang terdapat di medai cetak seperti koran, majalah, yang terjadi di masyarakat ! masing – masing kelompok membuat kliping minimal 5 contoh kasus yang terdapat di koran/ majalah ! dan berikanlah tannggapan anda terkait kasus tersebut kalau dihadapakan pada pengarusutamaan anatara kepentingan Individu dan kepentingan sosial. DAFTAR PUSTAKA Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta Ritzer, George,1980, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigama Ganda, Rajawali Pers, Jakarta Soekanto, Soerjono., 1998. Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Veeger, K.J. 1995. Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa. Jakarta : Apatik dan PT. Gramedia. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. BAB V MANUSIA, KERAGAMAN, KESEDERAJATAN DANKEMARTABATAN STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manusia, keragaman dan kesetaraan INDIKATOR PEMBELAJARAN : 1.Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat keragaman dan kesetaraan manusia. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan kemajemukan dalam dinamika sosial dan budaya. 3.Mahasiswa dapat menjelaskan keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya indonesia. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan problematika keragaman dan solusinya dalam kehidupan masyarakat dan negara. MATERI PEMBELAJARAN : 1. Hakikat keragaman, dan kesetaraan manusia. 2. Kemajemukan dalam dinamika sosial dan budaya. 3. Keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya indonesia. 4. Problematika keragaman dan solusinya dalam kehidupan masyarakat dan negara. PENDAHULUAN Pada bab ini mahasiswa akan diperkenalkan materi tentang Manusia, Keragaman, Kesederajatan dan Kemartabatan yang akan meliputi pemahaman terhadap : Pertama hakikat keragaman dan kesetaraan manusia, ke dua kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa, ketiga kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa dan ke-emapat roblematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan. Diharapkan setelah memahami materi tersebut mahasisiswa mampu: Pertama menjelaskan hakikat keragaman dan kesetaraan dalam diri manusia, ke-dua mampu menganalisis kemajemukan yang terdapat dalam kehiduapan sosial masyarakat, ketiga mampu mengidentifikasi kemajemukan dan kesetaraan dalam pluralitas kehidupan sosial masyarakat Indonesia dan ke-empat mampu menguraikan relitas dalam sebuah problematika sosial yang muncul dari adanya keragaman dan kesetaraan sosial dalam kehidupan sosial masyarakat dan mampu memberikan alternatif penyelesaian masalah tersebut. Pemahman terhadap materi ini akan mengantarkan mahasiswa sebagai individu yang mampu hidup dalam keanekaragaman dan mampu menjaga kesederajatan dan kemartabatan manusia satu sama lain. B.PENYAJIAN MATERI 1. Hakikat Keragaman/pluralitas Masyarakat Indonesia. Kata keragaman dapat diartikan kebermacaman atau bermacam - macam (Badudu, 1994:1118). Dalam kaitannya dengan pembahasan ini kata keragaman dapat diartikan sebagai hal yang bermacam -macam. Keragaman adalah suatu keadaan masyarakat yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal. Sebagaimana yang telah kita ketahui dan disadari bersama bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk, yang ditandai dengan beragam suku bangsa, agama, dan kebudayaan. Keragaman itu merupakan kekayaan budaya bangsa yang membanggakan, tetapi pada sisi lain mengandung potensi masalah yang dapat mengakibatkan malapetaka jika tidak dikelola dengan baik. Keragaman dipandang sebagai kekayaan budaya yang membanggakan, artinya bahwa, bangsa Indonesia memiliki beragam unsur kebudayaan yang berasal dari beragam golongan, kelompok, atau pun komponen bangsa lainnya. Masing-masing komponen bangsa memiliki bentuk dan potensi tersendiri untuk dapat dikembangkan, sehingga dalam pengembangannya dapat dipandang memiliki beragam potensi yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Namun demikian, beragam potensi yang rnerupakan wujud kekayaan bangsa ini juga berpotensi untuk menimbulkan adanya banyak kerawanan yang berpotensi menimbulkan banyak masalah, sehingga rawan akan konflik. Untuk menekan terjadinya konflik, maka diperlukan tata kelola yang baik. Unsur-unsur keragaman yang merupakan sumber kekayaan bangsa dan sekaligus menjadi sumber kerawanan timbulnya konflik tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang lingkupnya bersifat umum (misalnya: suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi dan politik, adat dan kesopanan, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial) dan yang bersifat pribadi (misalnya: perilaku seseorang, minat seseorang, cita-cita seseorang, dan lain sebagainya). Unsur-unsur keragaman tersebut berpengaruh terhadap kehidupan manusia karena masing-masing berdampak langsung bagi terpeliharanya kesederajatan dan kemartabatan manusia. Misalnya saja dalam hal keragaman suku bangsa dan ras, bangsa Indonesia memiliki beragam suku bangsa antara lain: dari Aceh, Melayu, Batak, Jawa, Madura, Dayak, Bugis, sampai Papua, dan lain-lain. Keragaman suku bangsa tersebut tidak saja membedakan bentuk fisik melainkan juga bersifat non-fisik, seperti: dalam hal bahasa, pola perilaku, adat-istiadat, keyakinan, seni, dan lain-lain. Hal ini perlu disadari bersama secara arif dan bijaksana bahwa keragaman tersebut merupakan bagian dari kekayaan bangsa, bukan sebaliknya untuk menunjukkan adanya perbedaan dan pembenaran diri sebagai yang terbaik. Keragaman budaya atau cultural diversity adalah ke niscayaan yang ada di bumi Indonesia, atau sesuatu yang tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat yang majemuk, masyarakat Indonesia selain memiliki kebudayaan yang didasarkan atas ke-lompok suku bangsa juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah yang bersifat kewilayahan dan merupakan pertemuan antara berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Dengan jumlah penduduknya yang kurang lebih sudah mencapai 200 juta orang, mereka semua tinggal secara tersebar di pulau-pulau Indonesia. Mereka berada di wilayah Indonesia dengan kondisi geografis yang bervariasi, mulai dari pegunungan, pedalaman, tepian hutan, dataran rendah, pedesaan, pesisir pantai, hingga perkotaan. Mereka yang tinggal dengan wilayah bervariasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang beraneka ragam. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar pun akan mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia, sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Di samping itu, juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar diIndonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga mencerminkan kebudayaan agama tertentu. Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman budaya atau tingkat heterogenitas yang tinggi, tidak saja dalam keanekaragaman budaya pada kelompok suku bangsa melainkan juga dalam keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradisional hingga ke modern, dan bahkan kewilayahan. Dengan adanya keragaman suku bangsa dan ras, serta kebudayaan yang ada, adat dan kesopanan pun menjadi beragam. Misalnya, adat dan kesopanan di Jawa tentu akan berbeda dengan adat dan kesopanan di Papua, adat dan kesopanan Aceh tentu akan berbeda dengan di Bali, dan seterusnya. Keragaman ini harus disadari sebagai bagian dari kekayaan budaya bukan sebaliknya menjadi masalah untuk dipertentangkan. Demikian juga dengan masalah agama dan keyakinan. Beragam agama dan keyakinan yang tumbuh dan berkembang di Nusantara ini perlu disadari sebagai bagian dari hakhak asasi manusia yang merupakan hak-hak dasar bagi individu, sehingga tidak harus dikonfrontasikan melainkan harus direngkuh sebagaimana zaman Nabi Muhammad memimpin masyarakat Medinah yang dapat menghargai dan menghormati adanya pluralisme. Bertolak dari keanekaragaman budaya yang ada maka dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki keunggulan tersendiri dibanding dengan negara-negara lain. Sebagai sebuah negara kepulauan, bangsa Indonesia memiliki potret budaya yang lengkap dan bervariasi. Secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia memiliki jalinan sejarah dan dinamika interaksi antar kebudayaan yang sudah terbentuk sejak dahulu kala. Terjadinya interaksi ini tidak saja pada hubungan antarkelompok suku bangsa yang berbeda melainkan juga meliputi peradaban yang ada di dunia.Secara historis wilayah Nusantara di samping terdapat penduduk asli yang sejak awal telah menetap, juga banyak pendatang dari bangsa lain yang kemudian berbaur dengan penduduk setempat dan melahirkan beragam bentuk kebudayaan baru. Berbagai suku bangsa pendatang yang kemudiansinggah di kawasan Nusantara antara lain berasal dari China, India, Timur Tengah, dan Eropa. Hal itu dapat dibuktikan dari berbagai peninggalan yang ada maupun unsur lain yang terkait ras mereka. Berbagai suku bangsa yang berasal dari China, India, dan Timur Tengah telah memberi arti tersendiri bagi tumbuh kembangnya peradaban bangsa ini, baik dari adat - istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, maupun yang lain-lainnya. Demikian juga dengan bangsabangsa Eropa, seperti berlabuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan telah membuka Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Pengalaman sejarah tersebut telah membentuk daya elatisitas bangsa Indonesia untuk berinteraksi dengan perbedaan. Daya elatisitas ini terbukti dari kemampuan bangsa Indonesia yang masih mampu mengembangkan lokalitas budaya di tengah-tengah lalu-lintas persinggungan antar peradaban. Kenyataan sejarah di atas membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan dan saling mengisi, sehingga dapat berjalan paralel. Meskipun terdapat kebudayaan kraton yang dikembangkan oleh kerajaan, eksistensi kebudayaan daerah yang hidup di kalangan masyarakat pedesaan tetap dapat berkembang dengan baik, dan bahkan terjadi kolaborasi bersama sehingga dapat saling memelihara kelangsungannya. Hal itu terbukti dari budaya seni pewayangan atau pedalangan, yang sampai saat ini masih bisa bertahan. Seni wayang tidak saja dipelihara oleh masyarakat kalangan kraton melainkan juga masyarakat pedesaan, dengan agama dan suku bangsa yang berbeda-beda. Bingkai "Bhinneka Tunggal Ika" di waktu itu telah mampu mewadahi hubungan-hubungan antarkebudayaan yang terjalin, dan bahkan tidak sebatas pada konteks keanekaragaman kelompok suku bangsa, namun juga pada konteks kebudayaan antarbangsa. Kenyataan sejarah tersebut patut dicontoh dan dilestarikan, atau dipertahankan sebagai bentuk pembelajaran bagi generasi bangsa ke depan.Masalah keragaman ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri mengingat masyarakat Indonesia yang majemuk dengan jumlah suku bangsa kurang lebih 700-an dan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya menjadi rentan akan perpecahan. Kondisi yang rentan akan perpecahan ini menunjukkan adanya kerapuhan, karena keragaman perbedaan yang dimilikinya memiliki potensi konflik yang semakin tajam. Berbagai perbedaan yang ada di masyarakat menjadi pemicu untuk memperkuat isu konflik yang sewaktuwaktu dapat muncul di tengah-tengah masyarakat meski pun konflik itu muncul belum tentu berawal dari keragaman kebudayaan, melainkan dari isuisu lain. Sebagai contoh kasus-kasus konflik yang pernah terjadi di Indonesia yang semula dinyatakan sebagai kasus konflik agama dan suku bangsa, kenyataannya konflikkonflik itu lebih didominasi oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Penyebab konflik yang sering terjadi selama ini memang tidak sepenuhnya berakar dari satu masalah namun beberapa kasus yang ada di Indonesia dewasa ini sudah mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki. Untuk menjaga keutuhan bangsa yang selama ini telah diwarisi kemampuan dalam mengelola keragaman oleh para pendahulunya maka dalam era global ini perlu kembali belajar pada masa lalu tentang bagaimana seharusnya mengelola keragaman tersebut dengan benar. Kapasitas sistem politik, hukum, ekonomi, dan lain-lainnya harus bisa mengakomodasi semua kalangan, sehingga dalam karagaman tersebut tercipta kesederajatan sebagai komponen bangsa dan kemartabatan yang sama sebagai warga negara. Untuk itu, peran lembaga legislatif, yudikatif, serta pemerintah selaku eksekutif memegang peranan penting dalam men - jaga amanahnya sebagai pihak yang diberi kepercayaan oleh rakyat untuk mengelola negara ini secara benar. 2. Kemajemukan dan Upaya Menjaga Keragaman, Kesederajatan, dan Kemartabatan Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam pembicaraan di atas, untuk mewujudkan kesederajatan, kemartabatan dalam keragaman maka ada empat faktor utama yang turut memegang peranan penting, yaitu: peran lembaga legislatif, yudikatif, eksekutif, dan rakyat pada umumnya. Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang berada dalam konteks keragaman perlu menyadari adanya kesamaan derajat maupun kesamaan martabat bagi semua warga negara yang tinggal bersama dalam satu wadah. Kesamaan derajat dan martabat ini perlu dijamin dalam undang-undang kenegaraan sebagaimana yang termaktub pada UUD 1945 tentang hak dan kewajiban setiap warga negara adalah sama. Implementasi dari UUD 45 ini perlu dikawal oleh lembaga legislatif dalam merumuskan undang-undang bersama pemerintah selaku lembaga eksekutif. Setiap produk undang-undang yang dihasilkannya harus bisa diterima oleh semua pihak, tanpa kecuali, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kesederajatan dan kemartabatan manusia baik itu selaku individu, kelompok, maupun golongan. Asas kesederajatan dan kemartabatan bagi siapa pun adalah penting agar tidak terjadi tindak diskriminasi di lapangan. Keberadaan lembaga legislatif menjadi penting untuk mengawal dan merumuskan produk undang-undang yang dapat diterima oleh semua kalangan, dan mampu memposisikan perundang-undangan yang menjunjung tinggi asas kesederajatan dan kemartabatan manusia dengan tidak memihak pada kepentingan individu, kelompok, maupun golongan. Dengan demikian, tidaklah dibenarkan jika ada produk undang-undang yang dihasilkan lebih didasarkan pada kepentingan kelompok atau pun golongan, yang sebatas untuk kepentingan -kepentingan politik sesaat. Jika hal yang demikian terjadi, pasti esensi kesederajatan dan kemartabatan akan diabaikan dan terjadilah diskriminasi di lapangan sehingga memicu timbulnya konflik-konflik. Selanjutnya, peran pemerintah sebagai pihak eksekutif atau pelaksana untuk mengelola dan menjaga keanekaragaman kebudayaan sangatlah penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun patut disayangkan, pemerintah yang selalu dianggap sebagai pengayom dan pelindung sering kali tidak mampu untuk memberikan ruang gerak yang cukup bagi semua kelompok-kelompok yang ada di negeri ini. Banyak kebudayaankebudayan kelompok suku bangsa minoritas tersingkir oleh kebudayaan daerah setempat yang dominan sebagaimana halnya yang terjadi pada masa lalu. Contoh lain yang menonjol adalah ketika ada pandangan yang mengharuskan kanya-karya seni hasil kebudayaan perlu dipandang dalam perspektif kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan atas dasar kepentingannya. Implikasinya timbul penyeragaman kebudayaan untuk menjadi "Indonesia", sehingga tidak menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang secara natural. Jika peristiwa serupa terulang kembali, pantaslah rakyat mempertanyakan keseriusan pemerintahan yang ada dalam menjalankan amanatnya. Di sisi lain, yang tidak kalah pentingnya adalah peran lembaga yudikatif, yang berusaha menegakkan keadilan bagi semua komponen bangsa dan warga negaranya. Hukum dibuat bukan untuk kepentingan kelompok; golongan, atau bahkan kepentingan individu melainkan untuk menegakkan keadilan dan ketertiban masyarakat. Segala bentuk keputusan hukum yang dijalankan harus dapat dirasakan esensi keadilannya oleh semua pihak dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kesederajatan dan kemartabatan manusia. Dunia peradilan adalah representasi dari martabat kejujuran dan kebenaran, sehingga harus benar - benar dapat mengungkapkan suara kebenaran. Sebaliknya, kebohongan dalam peradilan bukanlah kebenaran yang hakiki melainkan pengkhianatan terhadap peradilan dan kemartabatan manusia. Apabila suatu lembaga peradilan telah banyak menyuarakan kebohongan dalam kebenaran maka hilanglah esensi kesederajatan dan kemartabatan manusia, sehingga memicu timbulnya konflik secara vertikal maupun horisontal, yang rentan bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Kondisi demikian akan memicu timbulnya disintegrasi bangsa. Untuk mevvujudkan rasa keadilan bagi semua warga negara, di samping diperlukan sistem hukum yang baik, sarana dan prasarana yang memadai, masyarakat yangtertib hukum, juga sumber daya manusia yang bermoral, jujur, tegas, dan bijaksana. Peran masyarakat dalam menjaga keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan juga sangat penting. Untuk bisa menghargai keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan semua komponen bangsa harus dapat menjaga diri dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sebagaimana yang diajarkan dalam tuntunan agama-agama bahwa derajat dan martabat manusia bukan terletak pada harta, tahta, dan jabatan melainkan berada pada pundak masingmasing individu dalam menjaga kehormatan diri di hadapan Tuhan maupun sesama manusia. Di sinilah peran penting masyarakat untuk bisa menjaga diri serta menyadari sebagai sesama makhluk Tuhan, yang esensi kemanusiaannya memiliki derajat dan martabat yang sama di sisi Tuhan. Dengan demikian, sebagai negara yang berideologi multikultur bangsa Indonesia harus didukung dengan sistem infrastruktur demokrasi yang kuat serta aparatur pemerintah yang mumpuni atau cakap, tegas, cerdas, jujur, dan amanah. Hal itu penting karena sebagai negara yang multibudayaisme kunci utamanya adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok agar tetap seimbang antara kepentingan pusat dan daerah. Ada keseimbangan pengelolaan pemerintah antara titik ekstrim lokalitas dan sentralitas, misalnya kasus di Papua, oleh pemerintah kebudayaan tersebut dibiarkan untuk berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak berkaitan dengan produk-produk kebudayaan yang berkaitan dengan tiga wujud kebudayaan, yaitu pengetahuan budaya, perilaku budaya atau praktik-praktik budaya yang masih berlaku, dan produk fisik kebudayaan yang berwujud artefak atau bangunan. Beberapa hal yang berkaitan dengan tiga wujud kebudayaan tersebut yang dapat dilihat adalah produk kesenian dan sastra, tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan sistem kepercayaan. Keragaman budaya dalam konteks studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil kebudayaan yang ada pada masa kini. Dalam konteks masyarakat yang multikultur, keberadaan keragaman kebudayaan adalah sesuatu yang harus dijaga dan dihormati keberadaannya. Menurut hasil konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of The Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau cultural diversty diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya ( Prasetijo, 2009:3). Ekspresi budaya atau cultural expression dapat dimaknai sebagai isi dari keragaman budaya yang mengacu pada makna simbolik, dimensi artistik, dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya. Adapun pengetahuan budaya akan berisi tentang symbol-symbol pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat pemiliknya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya suku bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia, yang di dalamnya berisi kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya lokal yang tercermin dalam tradisi upacaraupacara tradisional dan karya seni kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di Nusantara. Sedangkan tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut berupa bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsistem masyarakat, dan sebagainya. Hal itu dapat disebut sebagai aktivitas budaya. Untuk budaya artefak, kearifan lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar budaya) (Prasetijo, 2009:4). Semua penjelasan tersebut sebagai bukti bahwa Indonesia sebenarnya memiliki kekayaan budaya yang beragam, baik bentuk dan asalnya, sehingga harus mampu untuk menjaga keragaman ini tetap berada mampu untuk menjaga keragaman ini tetap dalam budaya yang beragam seni rupa atau benda budaya (cagar) budaya. Untuk budaya dalam kesederajatan dan kemartabatan. 3. Arti Penting Kesederajatan dan Kemartabatan Manusia Hubungan antara manusia dengan lingkungannya pada umumnya bersifat timbal balik, artinya setiap orang yang menjadi anggota masya - rakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama, baik terhadap masyarakat, pemerintah, dan negara. Beberapa hak dan kewajiban penting ditetapkan dalam undang-undang (konstitusi) sebagai bentuk hak dan kewajiban asasi manusia. Untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban dengan bebas dari rasa takut maka diperlukan jaminan. Adapun yang dapat memberikan jaminan adalah pernerintahan yang kuat dan berwibawa. Di dalam susunan negara modern hak-hak dan kebebasan-kebebasan asasi manusia dilindungi undangundang dan menjadi hukum positif. Undang-undang tersebut berlaku sama terhadap semua orang tanpa kecuali. Semua orang mempunyai kesamaan derajat yang dijamin oleh undang-undang. Kesamaan derajat ini berwujud jaminan atas hak yang diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak inilah yang kemudian dikenal sebagai Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang diperoleh manusia secara sama, sebagai wujud kesamaan dan kesederajatan. $eragam hak -hak asasi tersebut jika dicermati akan menjunjung tinggi manusia sebagai makhluk yang bermartabat, dan berbeda dengan makhluk yang lain. Hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Anggapan dasarnya adalah bahwa hak itu dimiliki oleh setiap manusia tanpa dibedakan atas dasar negara, ras, agama, golongan maupun jenis kelamin. Oleh karenanya, hak itu bersifat asasi (mendasar, hakiki) dan universal (berlaku/diakui di mana pun dan kapan pun). Seandainya hak asasi ini tidak dapat berjalan, tentu saja akan ada golongan atau pun orang yangmengalami ketertindasan sehingga perlu diperjuangkan untuk menegakkannya. Dalam sejarah perkembangannya, upaya untuk menegakkan hak asasi manusia pernah diperjuangkan di beberapa negara dengan menghasilkan berbagai naskah kesepakatan, yang menurut Budiardjo (1991:120121) disebutkan sebagai berikut. 1. Magna Charta (Piagam Agung, 1215), suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutannya. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John. 2. Bill of Rights (Undang-Undang Hak, 1689), suatu undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris sebagai perlawanan terhadap Raja James II dalam revolusi tak berdarah (The Glorious Revolution of 1688). 3. Declaration des droits I' home et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia dan warga negara, 1789), suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kewenangan dari rezim lama. 4. Bill of Rights (Undang-Undang Hak), suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1789 dan kemudian menjadi bagian dari Undang-undang Dasar pada tahun 1791. Lebih lanjut dalam Budiardjo (1991:121) dijelaskan bahwa hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17 dan ke-18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam (Natural Law), seperti yang dirumuskan John Locke (1632-1714) dan J.J. Rousseau (17121778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis, seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih, dan seterusnya. Pada abad ke20 hak-hak politik tersebut dianggap kurang sempuma, maka mulai dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya: Salah satu pernyataan yang terkenal adalah Empat Kebebasan (The Four Freedoms) yang dicetuskan dan dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat, F. D. Roosevelt pada permulaan Perang Dunia II, saat menghadapi agresi Nazi-Jerman yang menginjak-injak hak-hak manusia. Empat kebebasan itu antara lain meliputi: 1) kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech); 2) kebebasan beragama (freedom of religion); 3) kebebasan dari ketakutan (freedom from fear); 4 ) kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), (Hariyono, 2007:238). Pernyataan hak asasi ini meskipun secara yuridis tidak mengikat, tetapi secara moril, politik, dan edukatif memiliki kekuatan, yang tujuannya untuk mencapai standar minimum yang dicitacitakan oleh umat manusia dan pelaksanaannya dibina oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB. Komitmen ini penting bagi keberlangsungan persamaan hak-hak dasar manusia yang semakin berkurang. Berkurangnya hak-hak dasar manusia ini tentu ada sebab-sebabnya, yang antara lain akan dijelaskan dalam pembahasan berikut ini. 1. Persamaan Hak Adanya kekuasaan negara seolah-olah hak individu menjadi terganggu, karena ketika kekuasaan negara itu berkembang, ia memasuki lingkungan hak manusia pribadi dan mengurangi hak-hak yang dimiliki oleh individu. Nal ini menimbulkan persengketaan pokok antara dua ke-kuasaan secara prinsip, yaitu kekuasaan manusia yang berwujud hak-hak dasar beserta kebebasan asasi yang selama ini dimilikinya dengan leluasa, dan kekuasaan yang melekat pada organisasi baru dalam bentuk masyarakat yang berupa negara (Ahmadi, 1997:207). Untuk mewujudkan adanya persamaan hak maka dibuatlah sebuah deklarasi, yang selanjutnya menjadi Pernyataan Sedunia Tentang Hak-hak (Asasi) Manusia atau Universal Declaration of Human Right (1948), yang antara lain pasalpasalnya menyebutkan sebagai berikut: Pasal 1 : "Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan." Pasal 2, ayat 1 : "Setiap orang berhak atas semua hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini dengan tak ada kecuali apa pun, seperti misalnya bangsa, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, milik, kelahiran, atau pun kedudukan." Pasal 7 : "Sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini." (Ahmadi 1997: 207208). 4. Persamaan Derajat dan Keragaman di Indonesia Dalam Undang-undang Dasar 1945, hak dan kebebasan yang berkaitan dengan persamaan derajat sudah dicantumkan dalam pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaimana telah diketahui bahwa Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecuali memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. Hal itu sebagai konsekuensi dari prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan. Hukum dibuat untuk melindungi dan mengatur warga masyarakat secara umum tanpa ada perbedaan. Pasal-pasal di dalam UUD 1945 yang memuat ketentuan tentang hak asasi manusia, antara lain adalah pasa127, 28, 29, dan 31. Keempat pokok persoalan hak-hak asasi manusia dalam LTUD 1945 tersebut dijelaskan sebagai berikut. Pertama, tentang kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan: "Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya." Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak asasi vang dimiliki oleh warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian, perumusan ini secara prinsip telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan " Human Rights" secara Barat, karena hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya. Kemudian dalam pasal 27 ayat 2, ditetapkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Melalui pasal ini diamanatkan bahwa pemerintah memiIiki kewajiban untuk dapat memberikan akses lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya kepada setiap warga negara, sehingga dapat mendapatkan penghidupan yang layak dan manusiawi. Berbicara tentang kesamaan derajat dan kewajiban warga negara di bidang hukum dan politik, maka keragaman tentang masalah ideologi dan politik di Indonesia menarik untuk disimak. Hal tersebut terbukti setelah kran Reformasi dibuka ternyata banyak bermunculan partai politik dengan ideologi yang beragam pu1a. Mereka semua adalah komponen bangsa yang sama-sama membawa ideologi melalui perjuangan partai-partainya. Meskipun terdapat perbedaan, mereka akan tetap memperjuangkan cita-cita bangsa sebagaimana yang tertuang di dalam UUD 1945. Dengan kata lain, keragaman ideologi dan politik adalah bagian dari kekayaan bangsa yang harus dijaga bersama demi keutuhan negara dan bangsa. Keragaman tersebut bisa juga terjadi pada masalah-masalah yang terkait dengan kesenjangan ekonomi ynaupun kesenjangan sosial. Kesenjangan ekonomi sering kali menumbuhkan permasalahan kesederajatan dan kemartabatan manusia ketika ada tindak diskriminasi terhadap mereka di antara yang kaya dengan yang miskin. Kesenjangan ekonomi di samping dapat menimbulkan diskriminasi dan kecemburuan sosial juga dapat mengakibatkan meningkatnya kriminalitas, maupun penyimpangan perilaku sosial di masyarakat. Hal itu terbukti dari meningkatnya kekerasan yang berupa perampokan, pencurian, per-dagangan anak, kekerasan di rumah tangga, dan bahkan tindak asusila, dan lain-lain. Untuk itu, hal-hal yang dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi ini perlu dilokalisir dan segera dipecahkan solusinya oleh semua komponen bangsa, khususnya pemegang kekuasan yang mendapat amanah untuk menjalankan amanat rakyat dan undang-undang dasar. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain dengan cara memberi kesempatan pada dunia usaha agar dapat membuka kesempatan kerja seluasluasnya. Di samping itu, perlu adanya kesadaran bersama bahwa kesenjangan ekonomi bukan berarti menjadi halangan untuk dapat menempatkan diri dalam kesederajatan dan kemartabatan yang sama antara sesama manusia. Dengan demikian, melalui kesadaran tersebut akan dapat mengurangi atau bahkan menghindari terjadinya potensi konflik di masyarakat. Kesenjangan ekonomi juga bisa berujung pada kesenjangan sosial apabila kesadaran untuk memahami kesederajatan dan kemartabatan manusia masih bersifat diskriminatif. Pelayanan publik seperti masalah kesehatan, birokrasi, dan lain-lain yang diskriminatif akan menimbulkan potensi konflik. Kesenjangan sosial dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor berikut, misalnya: karena perbedaan kemampuan ekonomi; status sosial karena pangkat, jabatan, tingkat pendidikan, dan keturunan; profesi kerja: Pada umumnya negara - negara berkembang yang dulu pernah dijajah masih banyak yang berpikir secara feodalistik, sehingga kekayaan, pangkat, jabatan, tingkat pendidikan, keturunan, maupun profesi kerja sering menjadi ukuran kelas sosial. Ketiadaan dari salah satu unsur-unsur tersebut mengakibatkan pandangan yang diskriminatif atas aktivitas sosialnya. Kondisi ini menunjukkan belum adanya kerelaan semua pihak untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kesederajatan dan kemartabatan manusia didasarkan profesionalitasnya. Kesadaran untuk menghargai dan menghormati profesionalitas manusia masih sangat rendah, terbukti masih banyak perlakuan yang diskriminatif antara yang berprofesi sebagai pejabat maupun pegawai negeri, TNI, Polri, dibandingkan dengan kalangan pekerja swasta, buruh, TKI, maupun terhadap pembantu rumah tangga. Sebagaimana negara-negara yang telah maju nilai kesederajatan dan kemartabatan manusia lebih banyak didasarkan pada esensi kemanusiaannya, bukan pada profesi kerjanya. Status sosial dalam profesi kerja dihargai dan dihormati kapasitasnya sebagai sesuatu yang profesional, sehingga apa pun status kerjanya akan mendapatkan kehormatan dan penghargaan yang sama atas kapasitas profesionalitasnya. Dengan demikian, tidak ada diskriminasi birokrasi dalam pelayanan publik maupun dihadapan hukum yang berlaku. Kedua, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang dituangkan pada pasal 28 sebagai berikut: "Kemerdakaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh undang-undang." Pasa128 ini sudah jelas memberi indikasi adanya kebebasan bagi setiap warga negara untuk berserikat atau berorganisasi, dan mengeluarkan pendapatnya. Dengan kata lain, pemerintah berkewajiban untuk mengawal proses demokrasi sehingga dapat membawa kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara didasari oleh nilai-nilai demokrasi secara benar, manusiawi, dan beradab. Ketiga, tentang kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan yang dituangkan di dalam pasal 29 ayat 2, yang berbunyi sebagai berikut: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan menurut kepercayaannya."Dalam pasal ini setiap warga negara diberi kebebasan untuk melakukan peribadatan sesuai dengan keyakinan masing-masing, sehingga memberi kesempatan secara adil dan bijaksana kepada setiap warga negara untuk melakukan peribadatan” Keempat, hak asasi manusia tentang pengajaran tertuang dalam pasal 31, ayat 1 dan 2 mengatur tentang hak asasi manusia mengenai pengajaran yang berbunyi: 1). Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran; 2). Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undangundang. Pasal ini memberikan hak kepada setiap warga negara untuk mendapatkan pengajaran sesuai dengan sistem yang telah ditentukan di dalam undang-undang. 5. Problem Diskriminasi dan Ethnosentrisme A. Prasangka dan Diskriminasi Diskriminasi adalah setiap tindakan yang dilakukan untuk membedakan seseorang atau sekelompok orang berdasarkan atas ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status, kelas sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi dan politik, serta batas negara, dan kebangsaan seseorang. Padahal manusia dilahirkan tidak dapat menghendaki keturunan dari faktor tertentu. Karena itu, tidak layak apabila manusia memperoleh perlakuan diskriminasi (Hariyono, 2007: 232). Sementara itu, prasangka dan diskriminasi adalah dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan ter-sebut dapat merugikan pertumbuhan dan perkembangan integrasi masyarakat. Peristiwa kecil yang semula hanya menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan, atau bahkan wilayah yang bisa disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan maupun destruktif yang merugikan. Prasangka mempunyai dasar pribadi, setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap berprasangka sudah tampak. Perbedaan yang secara sosial dilaksanakan baik itu antar individu maupun lembaga atau kelompok dapat menimbulkan sikap prasangka. Sikap berprasangka dapat hinggap pada siapa saja dari yang berpikiran sederhana hingga masyarakat yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin, atau negarawan. Jadi prasangka dasarnya adalah pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu, perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat yang multietnik (Ahmadi, 1991:270). Suatu hal yang saling berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkanya. Tetapi dapat pula ia bertindak diskriminatif tanpa disadari prasangka, dan sebaliknya seorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah bahwa prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Menurut Morgan (1966), sikap adalah kecenderungan untuk merespons sesuatu, baik itu secara positif maupun negatif terhadap orang, objek, atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu, bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya, timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian, diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri sendiri, atau individu masing-masing (Ahmadi, 1991:270271) Prasangka ini sebagian besar sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan langsung dari orang lain, atau dioper dari milieu, di mana orang itu menetap. Gradasi prasangka menunjukkan adanya distansi sosial antara in group dan out group. Dengan kata lain, tingkat prasangka menumbuhkan jarak sosial tertentu di antara anggota kelompok sendiri dengan anggota-anggota kelompok luar. Prasangka juga bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplikasi (terlalu menyederhanakan) suatu realitas (Ahmadi, 1991:271). Prasangka sebagai suatu sikap tidaklah merupakan wawasan dasar dari individu melainkan merupakan hasil proses interaksi antar individu atau golongan. Atau akan lebih tepat kalau prasangka itu merupakan hasil proses belajar dan pengenalan individu dalam perkembangannya.Pada prinsipnya seseorang akan bersifat tertentu terhadap orang lain atau suatu kelompok jika ia telah memiliki pengetahuan itu, kita tidak dapat memastikan apakah hal itu bersifat psistif atau negatif. Pengetahuan itu akan membuat seseorang atau suatu kelompok berpersepsi, berpikir dan merasa terhadap objek tertentu. Dari sinilah lahirnya suatu sikap dalam bentuk tingkah laku yang cenderung negatif (Ahmadi, 1991: 272). Dengan demikian, prasangka dapat dikatakan seperti yang dikemukakan oleh Newcomb, yaitu sebagai sikap yang tidak baik dan sebagai suatu predisposisi untuk berpikir, merasa, dan bertindak secara menentang atau menjauhi dan bukan menyokong atau mendekati orang-orang lain, terutama sebagai anggota kelompok. Pengertian Newcomb tersebut timbul dari gejala-gejala yang terjadi dari masyarakat. Pengalaman seseorang yang bersifat sepintas, yang bersifat performance semata akan cepat sekali menimbulkan sikap negatif terhadap suatu kelompk akau terhadap seseorang. Melihat penampilan orang-orang Negro maka sering menimbulkan kesan keras, sadis, tidak bermoral, dan sejenisnya. Pandangan yang demikian akan menimbulkan kesan segan bergaul dengan mereka dan selalu memandangnya dengan sikap negatif (Ahmadi, 1991:272). Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak pula orang yang lebih sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok? Tampaknya unsur kepribadian, intelegensia, serta lingkungan berpengaruh terhadap munculnya prasangka. Namun demikian, belum jelas benar ciri-ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah berprasangka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa orang yang berintelegensi tinggi lebih sukar untuk berprasangka. Mengapa? Karena orang-orang semacam ini bersifat kritis. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mereka yang tergolong kaum cendekiawan, bahkan juga para pemimpin dan negarawan juga bisa berprasangka. Bukankah lahirnya senjata-senjata antar benua (Inter Continental Balistie Missile ICBM) juga karena suatu prasangka yang berlebihan dari para pemimpin, negarawan negara-negara adikuasa (super power). Bukankah pemasangan rudal-rudal jarak pendek milik Amerika Serikat di daratan Eropa Barat adalah suatu manifestasi dari prasangka Amerika Serikat terhadap rivalnya yaitu Uni Soviet? Kondisi lingkungan atau wilayah yang tidak mampu pun cukup untuk beralasan untuk dapat menimbulkan prasangka suatu individu atau kelompok sosial tertentu (Ahmadi, 1991:273). Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi material tertentu, untuk meraih status sosial dari suatu individu atau kelompok sosial tertentu, ada suatu lingkungan atau wilayah, di mana norma-norma dan tata hukum di dalam kondisi goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi. Antara prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap, sedangkan diskriminasi menunjuk pada suatu tindakan. Dalam pergaulan seharihari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seorang yang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa orang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berperilaku tidak diskriminatif. Di Indonesia kelompok keturunan Cina sebagai kelompok minoritas, sering jadi sasaran prasangka rasial, walaupun secara yuridis telah jadi warganegara Indonesia dan dalam UUD 1945 Bab X pasal 27 dinyatakan bahwa semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (Ahmadi, 1991:274). Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar. Lebih - lebih bila sikap berprasangka itu muncul dari pikiran sepintas, untuk kemudian disimpulkan dan dibuat pukul rata sebagai sifat dari seluruh anggota kelompok sosial tertentu. Apabila muncul suatu sikap berprasangka dan diskriminatif terhadap kelompok sosial lain, atau terhadap suatu suku bangsa, kelompok etnis tertentu, bisa jadi akan menimbulkan pertentanganpertentangan sosial yang lebih luas. Suatu contoh : beberapa peristiwa yang semula menyangkut beberapa orang; saja, sering meluas melibatkan sejumlah orang. Akan menjadi lebih riskan lagi apabila peristiwa itu menjalar lebih luas, sehingga melibatkan orang-orang di suatu wilayah tertentu, yang diikuti dengan tindakan-tindakan kekerasan dan destruktif yang berakibat mendatangkan kerugian yang tidak kecil (Ahmadi, 1991:274). B. Penyebab munculnya prasangka dan Diskriminasi Prasangka dan diskriminasi dapat terjadi tidak serta merta melainkan ada sebabsebab yang memungkinkan hal tersebut terjadi. Menurut Ahmadi (1991:174-279), sebab-sebab terjadinya prasangka dan diskriminasi tersebut didasarkan hal-hal berikut, antara lain: latar belakang sejarah; ethnosentrisme; perkembangan sosio-kultural dan sifuasional; kepribadian; perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama. Adapun menurut penulis di samping kelima hal di atas dapat pula ditambahkan faktor-faktor lain, yaitu: kesenjangan ekonomi dan sosial, serta sistem politik. Untuk lebih jelasnya, masing-masing faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Latar belakang sejarah Banyak orang berprasangka karena sejarah masa lalu. Hal semacam ini pernah terjadi pada masa Orde Baru, ketika ada kebijakan bahwa keturunan dari orang-orang yang dianggap dan diduga terkait dengan Gerakan 30 September memiliki idealogi serupa sehingga anak keturunannya mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan, khususnya menjadi pegawai negeri. Setelah beberapa tahun kemudian baru muncul suatu kebijakan untuk diadakan pemutihan, yang berarti anggapan di atas tidak lagi menjadi acuan untuk menghambat atau menjadi aturan yang dapat mempersulit anak keturunan dari tokoh-tokoh yang dianggap terlibat dalam gerakan tersebut karena memiliki ideologi yang serupa. Sistem demikian itu tidak sejalan dengan hak-hak dasaratau hak asasi manusia dalam rangka mendapatkan pekerjaan yang layak, maupun perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Dengan demikian, pada saat itu telah terjadi diskriminasi kepada warga negaranya baik secara individu maupun kelompok karena adanya prasangka historis masa lalu. b) Ethnosentrisme Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan, yang sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaannya. Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai sesuatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebaginya. Segala yang berbeda dianggap kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal tersebut di atas dikenal sebagai ethnosentrisme, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan normanorma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain (Ahmadi,1991: 279). Ethnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian, ethnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap ethnosentrisrne dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes. Akibat ethnosentrisme berpenampilan yang ethnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Pandangan Ethnosentrisrne merupakan sikap dasar paham ideologi Chauvinis yang melahirkan Chauvinisme. Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinyasuperior, lebih unggul dari bangsa lain; memandang bangsa-bangsa lain sebagai inferior, nista, rendah, bodoh, dan seterusnya (Ahmadi, 1991: 279). Peristiwa semacam ini sebenarnya masih saja terjadi hanya saja ada yang diungkapkan secara eksplisit dan ada pula yang sebatas bersifat kepribadian secara tersembunyi. c) Adanya perkembangan sosio-kultural dan situasional Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu lain, atau terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pemimpin perusahaan terhadap karyawannya. Pada sisi lain, prasangka bisa berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya jurang pemisah antara kelompok orang-orang kaya dengan golongan orang-orang miskin. Harta kekayaan orang-orang kaya baru diduga sebagai harta yang didapat dari usaha-usaha yang tidak halal. Misalnya, karena korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat, dan lain-lain. Kasus PHK yang dicontohkan di atas lebih tepat dianggap sebagai faktor situasional, sedangkan kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang dapat dianggap sebagai aspek perkembangan sosio-kultaral. d) Bersumber dari faktor kepribadian Keadaan frustasi dari beberapa orang atau kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku yang agresif. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih dominan disebabkan oleh tipe kepribadian orang-orang tertentu. Tipe authoritarian personality adalah sebagai ciri kepribadian seseorang yang penuh dengan prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan bersifat tertutup. Dalam khasanah dakwah faktor kepribadian ini lebih identik dengan ungkapan-ungkapan budaya iri hati, berburuk sangka, dengki, hasut, dan sebagainya. Hai-hal yang disangkakan masih bersifat apriori dan bersifat subjektif. Lihat saja kasus-kasus tawuran yang selama ini terjadi, sering kali masaIahnya hanya sepele sepertikarena dukungmendukung dalam arena sepak bola, tawuran antar warga, antar kelompok, atau bahkan antar mahasiswa dalam satu fakultas, dan lain-lain. Fenomena ini menunjukkan betapa masyarakat kita rentan terhadap perpecahan, karena masalah-masalah personal dan sentimen pribadi yang berakar dari luapan emosi semata, yang cenderung mengedepankan pandangan-pandangan irasional daripada rasional dan akal sehat. Kepribadian seperti ini menunjukkan adanya fanatisme kelompok dan golongan yang berlebihan. Dengan demikian, simbol-simbol kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara masih perlu ditanamkan dengan pernahaman yang benar agar tidak mudah untuk dihasut dan digoyahkan oleh masalahmasalah kecil yang sebenarnya tidak perlu menimbulkan keributan. e) Adanya perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama Prasangka yang bertolak dari keyakinan, kepercayaan, dan agama merupakan salah satu bentuk prasangka yang bersifat universal. Beberapa kasus semacam ini pernah terjadi di berbagai belahan dunia, antara lain: konflik antara Irlandia Utara dngan Irlandia Selatan; konflik antara golongan keturunan Yunani dengan Turki di Cyprus, dan perang antara Irak dengan Iran berakar dari latar belakang prasangka agama atau kepercayaan. Situasi serupa juga sering terjadi tanah air meskipun letupan-letupannya hanya sebatas pada komunitas lokal. f) Faktor ideologi dan politik Terjadinya Perang Vietnam, pendudukan Afganistan oleh Uni Soviet, kasus perang Teluk antara Irak dengan Kuwait, Amerika dan sekutunya dengan Irak, Israel dengan Palestina, konflik-konflik di lingkungan negara-negara Amerika Tengah juga lebih banyak bermotifkan ideologi politik dan strategi politik global. Hal itu membuktikan bahwa masalah ideologi dan politik tetap menjadi faktor penting timbulnya diskriminasi meskipun sudah ada wadahPerserikatan Bangsa-Bangsa atau disebut PBB. Partisipasi PBB sering kali justru dijadikan alat oleh negara-negara adidaya dengan prasangka-prasangka maupun isu-isu global, yang akhirnya merujuk pada tindakan diskriminasi terhadap negara-negara berkembang. Hal itu dapat dibuktikan pada negara-negara yang sekarang ini mengalami dampak dari diskriminasi tersebut, seperti di Irak, Afganistan, Palestina, dan lain-lain yang rakyatnya sampai sekarang tidak dapat hidup dengan tenteram. Faktor ideologi dan politik ini tidak saja terjadi pada dunia intemasional melainkan juga dapat terjadi pada tingkat regional dan nasional. Pada tingkat regional misalnya adalah kasus-kasus yang berhubungan dengan negara tetangga seperti Malaysia, yang berulang kali terjadi konflik karena masalah kebijakan politik tentang kawasan wilavah perbatasan negara. Untuk yang bertaraf nasional misalnya adalah benturan antara politik dalam negeri dengan pengaruhpengaruh politik Barat yang cenderung liberal, konflik-konflik antar golongan yang berbeda ideologi, dan lain-lain. g) Faktor kesenjangan ekonomi Faktor kesenjangan ekonomi juga dapat menjadi pemicu munculnya prasangka dan diskriminasi, baik antar negara, bangsa, maupun sesama rakyat. Kesenjangan ekonomi yang terjadi antar negara sering kali menimbulkan diskriminasi antar negara adidaya dengan negara-negara yang sedang berkembang, sehingga bentuk kerja sama yang disepakati sering kali lebih menguntungkan negara-negara yang sudah maju. Isu tentang pasar bebas misalnya, kelompok negara-negara maju akan dengan mudah memasukkan segala produknya ke mana pun dengan harga dan kualitas barang yang lebih diminati. Produk-produknya dipandang memiliki kualitas yang lebih bagus dan murah. Kondisi ini berdampak langsung bagi negara-negara berkembang yang hasil produksinya dipandang tidak layak untuk dapat bersaing dengan dunia luar. Kesenjangan ekonomi yang terjadi pada masyarakat juga dapat memicu prasangka dan diskriminasi. Dengan dibukanya pasar-pasar modern seperti swalayan, super market dan sejenisnya maka tidak sedikit pedagang tradisional yang harus tersingkir oleh para pemilik modal-modal besar. Belum lagi yang terjadi pada PKL, dengan modal yang pas-pasan, tempat tinggal tidak mapan, sering kali digusur di sanasini tanpa solusi, maka diskriminasi dan prasangka pun dapat muncul kapan saja. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa kesenjangan ekonomi yang terjadi memicu prasangka, atau bahkan tindak diskriminasi. h) Faktor kesenjangan sosial Prasangka dan diskriminasi juga dapat terjadi karena faktor kesenjangan sosial. Kehidupan masyarakat yang cenderung menampakkan faktor kesenjangan sosial yang terjadi akan dengan mudah memunculkan prasangka antara golongan atau kelompok yang satu dengan golongan atau kelompok yang lain. Timbulnya saling prasangka yang terus-menerus terjadi dapat diakibatkan oleh faktor kesenjangan sosial di masyarakat, yang disebabkan oleh faktor ras, golongan atau kelompok yang berbeda, keturunan, maupun kondisi perekonomian. Segala bentuk diskriminasi karena faktor perbedaan di atas akan dapat memicu timbulnya konflik-konflik antar kelompok yang berbeda. e. Menekan Prasangka dan Diskrimenasi a) Perbaikan kondisi- sosial ekonomi Untuk menekan prasangka dan diskriminasi perlu dilakukan solusi dengan jalan perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat. HaI ini sejalan dengan amanah Undang- undang Dasar 1945 Pasal 27, ayat 2, yang menganjurkan adanya hak rakyat untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Upaya untuk mengurangi kesenjangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin perlu mendapat perhatian. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan pendapatan bagi warga negara Indonesia yang masih tergolong di bawah garis kemiskinan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara memfungsikan sistem kelembagaan pemerintah secara benar, transparan atau jujur, amanah, dan fatonah. Memfungsikan lembaga pemerintahan secara benar artinya jalur-jalur kelembagaan yang difungsikan untuk membina dan memfasilitasi usaha-usaha rakyat harus dipersiapkan secara profesional, dan benar-benar berorientasi kepada kepentingan rakyat, bukan kelompok dan golongannya. Hal itu dapat ditempuh dengan memberikan kemudahan birokrasi maupun pendanaan yang lebih mudah, jika perlu dengan memberikan kredit yang tanpa agunan serta tanpa bunga. Selama ini memang banyak kredit untuk rakyat tetapi realisasinya sistem yang ada kurang pro rakyat. Sistem yang ada hanya dapat dinikmati oleh kelompok-kelompok yang ekonominya kuat. Oleh sebab itu, tidak mustahil apabila ada prasangka-prasangka ketidakadilan dalam sektor perekonomian antara kelompok ekonomi kuat dengan kelompok ekonomi lemah. b) Perluasan kesempatan belajar Amanat UUD 1945, ayat 1, yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran perlu dijadikan pegangan untuk dapat membuat sistem pendidikan nasional dapat dinikmati oleh semua kalangan. Upaya perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warga negara Indonesia harus diupayakan tidak terlalu membebankan rakyat kecil. Mengingat dunia pendidikan adalah alat paling strategis untuk menanamkan nilai-nilai dan IPTEK bagi kepentingan generasi bangsa ke depan. Kelangsungan bangsa di masa depan terletak pada kemampuan generasi muda di masa sekarang, sehingga perlu dipersiapkan secara matang dengan membuka kesempatan seluas-luasnya pada setiap warga negara. Mereka yang memiliki potensi untuk bisa berprestasi namun tidak memiliki kemampuan modal yang cukup perlu diakomodasi dengan beasiswa atau badan penyantun pendidikan, agar kesempatan belajar ini tidak hanya dapat dinikmati oleh kalangan menengah atau pun kalangan atas saja. Dengan memberi kesempatan luas untuk mencapai tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali, prasangka dan perasaan tidak ada pada sektor pendidikan cepat atau lambat akan hilang lenyap. c) Mengakomodasi keragaman Idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan persatuan, kesatuan, dan kemerdekaan telah menumbuhkan sikap kesepakatan, solidaritas, dan loyalitas yang tinggi. Sikap muIia para pendahulu bangsa ini perlu ditindak lanjuti dengan berbagai peraturan dan kebijakan yang bisa diterima oleh semua pihak. Melalui mekanisme transparansi dan kelapangan dada untuk menerima dan memperoleh masukan atau kritik semua pihak maka segala hal yang menyangkut kepentingan umum dapat diakomodasi dengan arif dan bijaksana, serta menjunjung tinggi asas keadilan. Upaya silaturahmi atau menjalin komunikasi dua arah dengan berniat membuka diri untuk berdialog antar golongan, antar kelompok sosial yang diduga berprasangka sebagai upaya membina kesatuan dan persatuan bangsa, adalah suatu cara yang sungguh bijaksana. Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya, ia akan merasa puas, sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Dengan berpegang kepada prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kepentingannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan dari kepentingantersebut. Pada umumnya, secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu, yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial-psikologis. Oleh karenanya individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspekaspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu-individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu dalam hal kepentingannya meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya, lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan meskipun pem-bawaannya sama. Menurut Ahmadi (1991:268), perbedaan kepentingan meliputi: 1) Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang. 2) Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri. 3) Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama. 4) Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi. 5) Kepentingan individu untuk dibutuhkan oleh orang lain. 6) Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya. 7) Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri. 8) Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri. Kenyataan-kenyataan seperti itu menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang merupakan konsensus dari berbagai sub-ideologi yang akhirnya akan melahirkan kondisi disintegrasi atau konflik. Permasalahan utama yang jelas tampak pada tinjauan konflik ini adalah adanya jarak yang terlalu besar antara harapan (tujuan sosial) dengan kenyataan pelaksanaan maupun hasilnya. Hal itu disebabkan olehcara pandang yang berbeda antara pemerintah atau penguasa sebagai pemegang kendali ideologi dengan berbagai kelompok kepentingan. C. KESIMPULAN Keragaman dipandang sebagai kekayaan budaya yang membanggakan, artinya bahwa, bangsa Indonesia memiliki beragam unsur kebudayaan yang berasal dari beragam golongan, kelompok, atau pun komponen bangsa lainnya. Masing-masing komponen bangsa memiliki bentuk dan potensi tersendiri untuk dapat dikembangkan, sehingga dalam pengembangannya dapat dipandang memiliki beragam potensi yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Namun demikian, beragam potensi yang rnerupakan wujud kekayaan bangsa ini juga berpotensi untuk menimbulkan adanya banyak kerawanan yang berpotensi menimbulkan banyak masalah, sehingga rawan akan konflik. Untuk menekan terjadinya konflik, maka diperlukan tata kelola yang baik dan seyogyanya menghidari sikap-sikap yang mengarah pada etnnosentrusme, stereotipe etnis, politik aliran maupun masyarakat lainnya. diskriminasi terhadap kelompok-kelompok sosial LEMBAR KERJA MAHASISWA LATIHAN UJI PEMAHAMAN MATERI BAB TIGA Jawablah Pertanyaan berikut ini sesuai dengan petunjuk dan pemahaman Anda! 1. Berikan penjelasan dua arti penting mempelajari manusia, keragaman, kesederajatan dan kemartabatan dalam konteks berikut : 1.1. Jelaskan pengertian dan hubungan antara manusia dengan keragaman, kesederajatan dan kemartabatan dalam konteks kehidupan sosial yang berkembang terjadi di Indonesia. 1.2. Bagaiamanakah upaya untuk menanamkan karakter bagi generasi terdidik di perguruan tinggi agar mampu mengamalkan keragaman, kesederajatan dan kemartabatan dalam proses sosialisasi yang terjalin antar sesama meskipun memiliki latar belakang dan kepentingan yang berbeda satu sama lain sehingga mampu menciptakan social order/keteraturan sosial dalam berinteraksi. PERTANYAAN ANALISA KASUS Lakukanlah pengamatan lapangan ataupun kepustakaan dengan mencai kasus tentang keragaman, kesetaraan dan kemartabatan yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat anda dengan memperhatikan beberapa contoh dari realitas kasus berikut : a. Konflik Horisontal / konflik antar masyarakat yang diakibatkan oleh perbedaan suku ataupun agama seperti kasus intoleransi dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan sehingga menimbulkan konflik atas nama agama. b. Kesetaraan gender dalam konteks status dan peran antara laki-laki dan perempuan serta kasus-kasus yang menitikberatkan pada hak asasi manusia sebagaimana komunitas LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender) c. Marginaliasasi / pengasingan terhadap kelompok-kelompok sosial minoritas sehingga tidak bisa mendapatkan hak yang semestinya diperoleh dikarenakan kesewenang-wenangan oleh pemimpin atau kelompok mayoritas dalam sebuah kelompok sosial maupun kelompok keagamaan yang ada di lingkungan sosial masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta Ritzer, George,1980, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigama Ganda, Rajawali Pers, Jakarta Soekanto, Soerjono., 1998. Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Veeger, K.J. 1995. Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa. Jakarta : Apatik dan PT. Gramedia. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. BAB VII MANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa dapat mengerti, menjelaskan dan memahami hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia dan dampak penyalahgunaan IPTEKS pada kehidupan sosial dan budaya serta problematika pengembangan dan penggunaan IPTEKS di Indonesia. INDIKATOR PEMBELAJARAN : 1.Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan dampak penyalahgunaan IPTEKS pada kehidupan sosial dan budaya 3. Mahasiswa dapat menjelaskan problematika pengembangan dan penggunaan IPTEKS di Indonesia. MATERI PEMBELAJARAN : 1.Hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia. 2. Kemajemukan Dampak penyalahgunaan IPTEKS pada kehidupan sosial dan budaya. 3. Problematika pengembangan dan penggunaan IPTEKS di Indonesia. A. PENDAHULUAN Pada pembahasan ini mahasiswa akan disajikan secara rinci tentang : Hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia. Dampak penyelahgunaan Inteks pada kehidupan, Problematika pemanfaatan Ipteks di Indonesia Pemahaman terhadap pemblejaran ini diharapkan mahasiswa mampu: Mahasiswa mampu menjelaskan hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia, Mahasiswa mampu menguraikan berbagai dampak penyalahgunaan Inteks pada berbagai dimensi kehidupan sosial, Mahasiswa mampu mngemukanan berbagai realitas permasalahan serta pemanfaatan Ipteks bagi kepentingan kehidipan sosial B.PENYAJIAN MATERI B.1. MAKNA SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI BAGI MANUSIA 1. Makna Sains Bagi Kehidupan Manusia Sains (science) dan pengetahuan (knowledge,) mempunyai pengertian yang berbeda. Sains adalah pengetahuan yang telah memiliki sistematika tertentu, atau memiliki cirri-ciri khas, serta merupakan species dari genus yang disebut pengetahuan. Jadi, semua sains pastilah terdiri atas pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan adalah sains (Dedi supriadi, 1994). Menurut Kaplan (1963) sebagaimana dikutip Dedi Supriadi (1994), sains mempunyai ciri-ciri dan standar-standar tertentu sebagai hasil konsensus para ilmuwan. Ada semacam criteria of demarcation antara pengetahuan yang telah berstatus sains dengan pengetahuan yang semata-mata hanya akal sehat (common sense). Kriteria tersebut ialah: sains memiliki obyek formal dan materiil tertentu, sistematika isi dan wilayah studi yang disebut disiplin, terbuka, dan memiliki metode-metode tertentu. Disiplin manakah yang termasuk ke dalam pengertia sains? Menurut Goldstein & Goldstein (1980), ada beberapa pengertian tentang sains. pertama, sains diartikan secara sempit, terbatas pada sains-sains eksakta seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, dan matematika sebagai alatnya (organon, menurut Aristoteles). Sains-sains ini ditandai oleh generalitas yang luas dan daya prediksi yang akurat. Akan tetapi apabila kriteria hokum generalitas (law of generality) dan kemampuan meramalkan sesuatu secara akurat (accurate predictive power) dijadikan dasar pendefinisian sains, maka sains-sains sosial dan kemanusiaan akan sangat sulit memenuhinya, karena objek yang dihadapinya adalah manusia yang memiliki perasaan, pikiran, dan kehendak. Sains sosial mempunyai ciri-ciri yang relatif berbeda dengan sains-sains kealaman. Misalnya, objek sains sosial dan keperilakuan jauh lebih sulit diramalkan dan dikendalikan daripada objek sains-sains kealaman. Ramalan-ramalan yang sifatnya linier tidak selalu berlaku dalam sains sosial. Kedua, sains mengimplikasikan kemampuan untuk melakukan eksperimen terkendali (controlled experiment) dalam rangka menguji teori dan hipotesis. Eksperimen terkendali mengandalkan situasi yang dapat dikendalikan dan variabelvariabel yang dapat dimanipulasi menurut keinginan peneliti. Definisi ini pun mengandung cacat, bukan hanya untuk sains-sains sosial, melainkan juga untuk sainssains kealaman. Eksperimen dalam sains-sains sosial tidak dapat dilakukan secara murni, melainkan secara semu (quasi). Ancaman terhadap validitas internal dan eksternal dalam penelitian sains-sains sosial sangat besar Pada sains-sains kealaman sekalipun, definisi sains yang kedua di atas juga tidak selamanya berlaku. Misalnya, dalam astronomi dan geologi, dua disiplin sains yang termasuk sains eksakta, apa yang disebut controlled experiment to test theories tersebut tidak dapat dilakukan secara murni. Selain itu, dengan menerima definisi kedua, banyak penemuan besar dalam lapangan sains pengetahuan, tidak termasuk. Goldstein & Goldstein (1980: 5) menulis, "But accepting this definition of science would exclude from science many of what we are used to thinking as the greatest sciimtific achievements."Maksudnya, dengan menerima definisi ini, maka banyak penemuan besar dalam sains pengetahuan yang tidak termasuk ke dalam definisi sains. Ketiga, sains dipahami berdasarkan dimensi pasifnya, yang mengacu kepada akumulasi fakta dan informasi, sehingga membentuk suatu sistematika. Dalam pengertian ini, sains lebih dipandang dari segi isinya yang bertambah terus menerus. Dalam sains ada dalil-dalil, hokum-hukum, teori-teori, konsep-konsep, paradigmaparadigma, hipotesis-hipotesis, dan proposisi-proposisi yang menjadi pegangtan para ilmuwan dalam melakukan studi-studi keilmuan. Kuhn (1970) menamakan akumulasi yang sistematis dari hal-hal tersebut sebagai normal science. Keempat, sains dipandang dari dimensi aktifnya, yang lebih dari hanya akumulasi informasi, fakta, konsep, teori, atau paradigma, melainkan sistem berpikir (Liek Wilardjo, 1987). Sains merupakan cara kita memandang dunia, memahaminya dan mengubahnya (Goldstein&Goldstein. 1980). Cara pandang terhadap dunia mengimplikasikan bahwa sains merupakan aktivitas kreatif dan imajinatif manusia (ilmuwan) dalam upaya mencari dan menemukan kebenaran keilmuan. Pada gilirannya, aktivitas kreatif dan imajinatif ini diabdikan bagi kepentingan dan kesejahteraan umat manusia melalui upaya memajukan kebudayaan dan peradaban. Berdasarkan beberapa pandangan di atas, agaknya bisa ditarik batasan bahwa yang disebut sains adalah sistem berpikir yang melibatkan serangkaian aktivitas kreatif dan imajinatif ilmuwan dalam upayanya mencari kebenaran. Menurut sifat objeknya, secara garis besar sains dapat dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu sains-sains kealaman dan sains-sains sosial/kemanusiaan/keperilakuan. Sains berkembang berkat berbagai penemuan yang berakumulasi dari waktu ke waktu. Ilmuwan yang datang kemudian, belajar dari penemuan-penemuan terdahulu, sehingga lahir penemuan-penemuan baru. Akumulasi informasi keilmuan merupakan salah satu cara untuk melacak perkembangan Iptek, jauh sejak tradisi intelektual Yunani Klasik berkembang subur, disusul oleh Hellenisme yang memberikan inspirasi kepada tradisi intelektual Islam pada zaman keemasannya, diikuti oleh gerakan Renaissance, kemudian Revolusi Industri dan hingga sekarang. Jadi, hampir tiada henti-hentinya ikhtiar-ikhtiar keilmuan dilakukan manusia. Tanpa mengesampingkan terjadinya, pasang-surut dalam perkembangan ikhtiarikhtiar keilmuan, tradisi keilmuan dalam formatnya yang melembaga di tengah masyarakat telah berusia sekitar 25 abad, terhitung sejak zaman Yunani Klasik hingga sekarang. Sepanjang rentang waktu itu pula terjadi akumulasi penemuan-penemuan di bidang Iptek yang diabadikan dalam hukum-hukum, teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi, dan hipotesis-hipotesis.Selain cara di atas, ada cara lain untuk melukiskan perkembangan keilmuan. Berdasarkan studi historisnya, Kuhn (1970) dalam bukunya yang sangat populer, The Structure of Scientific Revolutions menyanggah pandangan bahwa perkembangan sains terjadi berkat akumulasi berbagai penemuan para ilmuwan. Meskipun akumulasi informasi itu penting, ia tidak mampu membuat terobosan besar bagi perkembangan sains. Perkembangan sains terjadi karena revolusi paradigma. Revolusi ini terjadi ketika paradigma lama yang sedang digunakan para ilmuwan dalam lingkup normal science, tidak mampu memecahkan masalah-masalah baru dan anomalis. Revolusi paradigma mengubah perspektif para ilmuwan tentang alam atas realitas fisik dan sosial yang dihadapinya. Sejalan dengan Kuhn, Popper (Kleden, 1983) berpendapat bahwa kemajuan sains bukan semata-mata hasil akumulasi pengetahuan dari waktu ke waktu, melainkan hasil dari proses eliminasi yang semakin ketat terhadap kemungkinan terjadinya kekhilafan dan kesalahan. Informasi pengetahuan yang banyak saja tidak begitu besar artinva bagi perkembangan sains apabila proses eliminasi kesalahan berjalan lamban. Akumulasi informasi hanya merupakan a by product dari usaha para saintis untuk menguji validitas teori-teori yang ada. Setiap sains senantiasa bersifat tentatif dan hipotetis; ia selalu terbuka bagi pengujian lebih lanjut, yang disebut verifikasi (mencakup konfirmasi dan falsifikasi). Melalui proses inilah para saintis akan semakin mendekati kebenaran objektif, meskipun kebenaran objektif tidak akan pernah tercapai. Jadi, kritik keilmuan merupakan kebutuhan mutlak bagi perkembangan sains. Teori Akumulasi, Teori Revolusi Paradigma, dan Teori Verifikasi tentang perkembangan sains mempunyai tempat dalam masing-masing sejarah perkembangan sains. Akumulasi pengetahuan memungkinkan terbukanya horizon-horizon baru dalam studi-studi keilmuan. Dengan bekal ini, para saintis, dapat mengembangkan paradigmaparadigma baru dan melakukan verifikasi terhadap teori-teori keilmuan yang ada. Tidak mungkin revolusi paradigma dan verifikasi teori dapat terjadi dalam kevakuman. 1. Makna Teknologi Bagi Kehidupan Manusia Teknologi, di pihak lain, adalah aplikasi dari prinsip-prinsip keilmuan, sehingga menghasilkan sesuatu yang berarti bagi kehidupan manusia. Aplikasi prinsip-prinsip ini dapat dalam lapangan teknik maupun sosial. Melalui aplikasi inilah, sains menemukan arti sosialnya, bukan hanya demi kepuasaan intelektual ilmuwan semata-mata. Dalam perkembangan kemudian, bukan hanya teknologi yang menggantungkan diri pada penemuan-penemuan sains, melainkan perkembangan sains mengikuti irama perkembangan teknologi. Hal ini sangat jelas kelihatan pada sains dalam pengertian "bard sciences." Dengan memanfaatkan hasil-hasil inovasi teknologi, penelitian sains semakin berkembang cepat, dan berbagai perspektif baru semakin terbuka lebar. Interaksi dan interdependensi antara sains dengan teknologi membuat keduanya tidak bisa dipisahkan. Dalam kepustakaan, teknologi terdapat aneka ragam pendapat yang menyatakan bahwa teknologi adalah transformasi (perubahan bentuk) dari alam, teknologi adalah realitas/kenyataan yang diperoleh dari dunia ide, teknologi dalam makna subjektif adalah keseluruhan peralatan, prosedur yang disempurnakan, sampai pernyataan teknologi adalah segala hal, dan segala hal adalah teknologi (Elly M. Setiadi, 2010). Istilah teknologi berasal dari kata techne dan logic. Kata Yunani kuno techne berarti seni kerajinan. Dan kemudian lahirlah perkataan technikos yang berarti seseorang yang memiliki keterampilan tertentu. Dengan perkembangannya ketrampilan seseorang yang menjadi semakin tetap karena menunjukkan suatu pola, langkah, dan metode yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik. Hingga permulaan abad XX ini, istilah teknologi dipakai secara umum dan merangkum suatu rangkaian sarana, proses, dan ide di samping alat-alat dan mesinmesin. Perluasan arti itu berjalan terus sehingga sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana aktivitas yang dengannya manusia berusaha mengubah atau menangani lingkungannya. Ini merupakan suatu pengertian yang sangat luas karena setiap sarana perlengkapan maupun kultural tergolong suatu teknologi. Teknologi sebagaimana ditulis pada paragraf bagian ini dianggap sebagai penerapan sains, pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan sesuatu. Kecenderungan ini pun mempunyai suatu akibat di mana kalau teknologi dianggap sebagai penerapan sains, dalam perwujudan tersebut maka dengan sendirinya setiap jenis teknologi/bagian sains dapat ada tanpa berpasangan dengan sains dan pengetahuan tentang teknologi perlu disertai oleh pengetahuan akan sains yang menjadi pasangannya. Elly M. Setiadi, dkk. (2010) menulis, ada tiga macam teknologi yang sering dikemukakan oleh para ahli, yaitu: 1. Teknologi modern, jenis teknologi modern ini mempunyai ciri-ciri, padat modal, mekanis elektris, menggunakan bahan impor, berdasarkan penelitian mutakhir, dan lain-lain. 2. Teknologi madya, jenis teknologi madya ini mempunyai ciri-ciri, padat karya, dapat dikerjakan oleh keterampilan setempat, menggunakan alat setempat, berdasarkan alat penelitian. 3. Teknologi tradisional, teknologi ini mempunyai ciri-ciri, bersifat padat karya (banyak menyerap tenaga kerja), menggunakan keterampilan setempat, menggunakan alat setempat, menggunakan bahan setempat, berdasarkan kebiasaan atau pengamatan. Berdasarkan uraian di muka dapat dikatakan bahwa teknologi merupakan segenap keterampilan manusia dalam menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum dapat pula dikatakan bahwa teknologi merupakan suatu sistem penggunaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis kehidupan. 2. Makna Seni Bagi Kehidupan Manusia Janet Woll sebagaimana dikutip Elly M. Setadi (2010), mengatakan bahwa seni adalah produk sosial. Sedang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, seni adalah “keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya), seperti tari, lukis, ukir, dan lain-lain." Istilah seni (the art) dalam ilmu sosial menyatu bagai bagian tak terpisahkan dari apa yang oleh para ilmuwan sosial disebut sebagai sosiologi seni-seni (sociology of the arts) atau sosiologi seni dan literatur (sociology of the art and literature). Sebenarnya, sosiologi seni-seni visual relatif jarang dikembangkan ketimbang sosiologi literatur, drama atau bahkan film. Sifat generik dari pokok bahasan subdisiplin sosiologi ini mau tidak mau menimbulkan kesukarankesukaran dalam analisis, lantaran kita tidak selalu bisa menarik garis sejajar antara, katakanlah, musik dan novel dengan konteks sosial atau politiknya. Seni benar-benar merupakan wilayah yang cair. Di dalamnya tidak ada satu model analisis atau teori yang dominan, yang menjelaskan hubungan seni dan masyarakat. Hal yang diminati adalah masalah hubungan-hubungan sosial di mana karya seni itu diproduksi. Ahli sosiologi melihat kepada peran para "penjaga gawang" (para penerbit, kritikus, pemilik galeri) dalam memperantarai seniman dan masyarakat; juga mengenai hubungan-hubungan sosial dan proses pengambilan keputusan di sebuah akademi seni atau perusahaan opera; atau mengenai hubungan antara produk-produk budaya tertentu (misalkan, fotografi) dan organisasi-organisasi sosial di mana karya itu dihasilkan (Alder 1979). Titik beratnya, kendati tidak mesti eksklusif, seringkali adalah pada seni-seni pertunjukan (perforating arts), dimana kompleksitas hubungan-hubungan sosial dianalisis. Di Inggris, seni-seni pertunjukan mendapat tempat kedua setelah literatur, yang menjadi fokus para sosiolog. Terkait dengan hakiki seni seperti itu, apa yang disebut pendekatan produksibudaya itu acapkali mendapat kritik karena dianggap sering mengabaikan produk budaya itu sendiri. Karya seni dianggap sebagai objek yang sudah demikian adanya dan tidak perlu diperhatikan lagi isi, sifat simboliknya, atau konvensi-konvensi penyajiannya. Akan tetapi karya dalam tradisi Marxis ternyata mengakui pentingnya melihat novel, lukisan, atau film secara kritis dan analitis sebagaimana halnya kondisi-kondisi produksinya. Para ahli seni Marxis sudah bergerak dari metafora sederhana dan kurang mengena, yakni basis dan suprastruktur, yang mengandung bahaya sikap reduksionis ekonomi terhadap budaya, dan beranjak melihat literatur serta seni semata-mata sebagai "pencerminan" faktor-faktor kelas atau ekonomi. Karya pengarang kontinental Eropa (Gramsci, Adorno, Althusser) menjadi penting dalam penyernpurnaan model, dengan bertumpu pada level-level kelompok sosial antara kesadaran individual dan pengalaman (pengarang), dan spesifikasi tekstual. Dalam hal yang terakhir tadi, dimasukkan pemikiran strukturalis, semiotik, dan psikoanalisis ke dalam perspektif yang lebih sosiologis, yang memungkinkan diperhatikannya hal-hal seperti narasi, imajinasi visual, teknik-teknik dan konvensi sinematik, dan kode-kode televise. Jadi, selain menunjukkan bahwa acara-acara baru di televisi, misalnya, diproduksi dalam konteks hubungan sosial kapitalis, pemerintah, atau pembiayaan keuangan tertentu, serta ideolagi profesional atau politik tertentu, tidak tertutup kemungkinan untuk melihat 'teks'-nya (dalam hal ini, acara televisi itu sendiri) dan menganalisis berbagai hal, sebagai cara untuk menentukan makna-makna (estetis, politis, ideologis) lewat bermacam saluran-lewat kode-kode visual dan aural, komentar naratif, pengambilan sudut kamera, dan seterusnya. Pendekatan sosiologis terhadap seni telah mampu menunjukkan kesinambungan, dan hubungan kelas, perkembangan dan perpisahan antara "seni tinggi" dan "budaya populer" dan dengan demikian mengungkap sisi problematik dari konsepsi-konsepsi seni yang dimiliki oleh mereka yang mendukung dan membiayai kesenian, serta masyarakat secara keseluruhan (termasuk juga para sosiolog-nya). Istilah cultural capital (Bourdieu 1984), menunjukkan bahwa kelompok-kelompok sosial dominan menggunakan bentuk-bentuk budaya tertentu untuk mengamankan identitas mereka dari serbuan kelompok lain. Istilah ini berguna untuk menunjukkan sejarah dan kesinambungan produksi batas-batas dan penilaian estetika dalam budaya. Pertanyaannya sekarang, apa sebenarnya makna keberadaan sains, teknologi, dan seni bagi manusia? Secara ekonomik, kehadiran dan perkembangan Ipteks dapat menghasilkan kesejahteraan lahir (material) maupun psikhis bagi yang menikmatinya. Kemajuan budaya dan peradaban manusia tidak dapat dilepaskan dari kehadiran Ipteks dalamberbagai segmen kehidupan, mulai dari rumah tangga, organisasi, bisnis, pemerintahan, pertanian, budaya populer, dan sebagainya.Sebagaimana dikatakan Elly M. Setiadi (2010), dengan menggunakan berbagai Ipteks, manusia dapat memperoleh hasil, misalnya: 1. Penggunaan teknik nuklir, orang dapat membuat reaktor nuklir yang dapat menghasilkan zat-zat radio aktif, di mana zat ini dapat dimanfaatkan untuk maksud damai. Misalnya, untuk keperluan bidang kesehatan (sinar rontgen), di bidang pertanian untuk memperbaiki bibit, untuk mendapatkan energi tinggi. 2. Penggunaan teknologi hutan, seperti kita ketahui, hutan mempunyai banyak fungsi kertas, industri kayu lapis/bahan bangunan, berfungsi untuk tempat penyimpanan air, objek pariwisata, dan lain-lain. Sudah menjadi sifat dari kebanyakan manusia apabila telah terpenuhi satu keinginan maka akan timbul keinginan yang lain atau menambah apa yang telah tercapai. Sudah jamak terjadi bahwa setiap orang tidak ingin mengalami kesulitan, tetapi setiap orang akan berusaha dalam setiap langkah untuk mendapatkan kemudahan. Kemudahan itu didapatkan antara lain dengan penerapan perkembangan Ipteks. Misalnya antara lain: 1. Dengan teknik modern, dari teknik mengendalikan aliran air sungai, petani mendapatkan kemudahan dalam memperoleh air. Bendungan dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Alat rumah tangga elektronik mempermudah ibu-ibu rumah tangga dalam melaksanakan tugasnya. 2. Dengan teknik modern dapat dibuat bermacam-macam media pendidikan, seperti OHP, slide, fiIm setrip, TV, CCTV, dan lain-lain yang dapat mempermudah para pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Sejauh memungkinkan terjadinya ini, Ipteks perkembangan keterampilan dan kecerdasan manusia. Hal ini karena dengan perkembangan Ipteks memungkinkan tersedianya sarana dan prasarana penunjang kegiatan ilmiah; dan meningkatnya kesejahteraan, kemakmuran, dan kesehatan masyarakat. 3. Dampak Penyalahgunaan ipteks pada kehidupan sosial dan budaya Meskipun di muka dikatakan bahwa kehadiran Ipteks mampu menelurkan kesejahteraan, kemakmuran, dan kesehatan umat manusia, namun hal itu tidak bersifat absolute. Sebab dalam kenyataannya tidak sepenuhnya Ipteks dimanfaatkan optimal sesuai fungsinya. Kalaupun dimanfaatkan, terkadang manusia melampaui batas kemampuan Ipteks itu sendiri. Sudah jamak terjadi penyalahgunaan Ipteks dalam kehidupan sehari-hari sehingga selain merugikan diri sendiri, juga merugikan orang lain dan lingkungan hidup. Penyalahgunaan sains tentang kloning misalnya, yang semula hanya terbatas pada flora dan fauna, apabila diterapkan kepada manusia akan sangat membahayakan kehidupan dunia. Penguasaan sains kloning oleh manusia jahat yang tidak bertanggung jawab akan berdampak serius. Misalnya apabila hal itu diterapkan untuk mengkloning para penjahat ulung, dampaknya akan sangat mengerikan. Itulah sebabnya mengapa sains kloning banyak mendapat tentangan dari berbagai elemen masyarakat dan tokoh-tokoh agama maupun budaya di seluruh dunia. Penggunaan teknologi yang berlebihan seperti teknologi nuklir misalnya juga berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Selain digunakan untuk persenjataan yang bersifat memusnahkan kehidupan, teknologi nuklir untuk kepentingan energi terbarukan juga membahayakan manusia. Bukti tentang itu sudah cukup banyak, misalnya tragedi Cernobyl di Rusia, serta meledaknya reaktor nuklir di Jepang akibat terkena gempa dan tsunami yang dahsyat sehingga memakan korban puluhan ribu manusia dan dampak lingkungan yang amat buruk. Penyalahgunaan teknologi permesinan yang berlebihan juga telah berdampak banyak hal, selain menghadirkan polusi, juga kerusakan lingkungan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Akan halnya dengan seni, apabila disalahgunakan. juga berdampak buruk bagi kehidupan. Penyalahgunaan seni yang paling menonjol adalah dihadirkannya pornografi di dunia anak-anak dan generasi muda. Meskipun secara sosial kehadiran seni pornografi di kalangan muda digolongkan sebagai kejahatan, bukan sebagai pelanggaran, namun sanksi yang diberikan secara hukum sering kali tidak mampu mencegahnya. Berdasarkan ketiga contoh di muka menjadi jelas bahwa dampak penyalahgunaan Ipteks tidak membawa kemaslahatan apa pun bagi kehidupan sosial budaya manusia. Bahkan cenderung merusaknya, padahal, apabila dicermati secara serius, sebetulnya Ipteks adalah produk unggul adiluhung budaya manusia. Oleh karena itu diperlukan kesadaran bersama agar Ipteks memberikan sebesar-besar manfaat kepada manusia, bukan sebaliknya. B. PROBLEMATIKA PEMANFAATAN IPTEKS DI INDONESIA Secara melembaga, melalui Kementerian Ristek dan perguruan tinggi, pengembangan Ipteks dilaksanakan secara terorganisasi, rutin, dan dibiayai melalui APBN. Artinya secara tidak langsung rakyat telah membiayai kemaju Ipteks. Akan tetapi tidak semua hasil pengembangan Iptek di Indonesia dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan kalimat lain pernanfaatan Ipteks di Indonesia belum merata dan belum sepenuhnya memberikan manfaat optimal.Terdapat beberapa problematika pemanfaatan Ipteks di Indonesia. Problematika tersebut antara lain berikut ini. 1. Tingkat pendidikan yang tidak merata Apresiasi terhadap Ipteks dan pemanfaatannya sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin baik apresiasi dan kemampuan untuk memanfaatkan Ipteks secara benar dan optimal. Akan tetapi diketahui, tingkat pendidikan masyarakat belum sepenuhnya merata. Sementara diketahui pada umumnya masyarakat adalah pengguna (user), bukan orang yang paharn betul tentang Ipteks, maka hasilnya dapat dilihat, misalnya, teknologi mesin sepeda motor yang sudah terukur pemanfaatannya, yakni untuk muatan orang tidak lebih dari dua orang, dimanfaatkan secara serampangan. Dalam keseharian kita bisa menonton bagaimana sepeda motor dipakai berboncengan lebih dari dua orang, juga digunakan untuk mengangkut barang secara berlebihan sehingga mengganggu pengguna jalan lainnya. Teknologi komunikasi handphone (telepon genggam) sebagai contoh, disalahgunakan untuk melakukan kejahatan pidana maupun sosial, misalnya penipuan dan perselingkuhan. Jadi, tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pemanfaat Ipteks. 2. Kondisi ekonomi yang timpang Tingkat pendapatan per kapita di Indonesia masih tergolong rendah. Di satu sisi ada orang yang berpenghasilan melebihi kebutuhannya, di sisi lain terdapat banyak orang yang jangankan untuk mencukupi kebutuhan, untuk memenuhi sebagian kecil kebutuhannya saja sudah susah. Kondisi ekonomi yang timpang merupakan problem yang tak kalah serius dalam hal pemanfaatan Ipteks di Indonesia.Kehadiran sains dan teknologi pertanian misalnya, tidak sepenuhnya dinikmati atau dapat dimanfaatkan oleh para petani. Selain penguasaan lahan pertanian yang sempit, harga teknologi itu dirasa mahal sehingga tidak terjangkau. Hanya petani dengan kapital besar yang dapat memanfaatkan secara optimal. Sementara petani gurem hanya menjadi penonton. Pada konteks seperti itu, bagaimana mungkin kita berharap kesejahteraan petani bisa meningkat? 3. Keterampilan sosial yang rendah Keterampilan sosial juga menjadi prasyarat bagi pemanfaatan Ipteks yang optimal dan bermaslahat. Keterampilan sosial adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk dapat hidup berdampingan secara harmonis. toleran, dan damai. Keterampilan sosial yang rendah mengakibatkan pemanfaatan Ipteks menjadi negatif. Sebagai suatu misal, teknologi digital dan tiga dimensi telah mampu menghasilkan sistem audio visual yang luar biasa, enak dilihat dan enak didengar. Namun di tangan orang yang memiliki keterampilan sosial yang rendah, teknologi itubukannya memberi manfaat, tapi justru akan mengganggu ketenangan orang lain. Misalnya menghidupkan dengan volume yang keras dan tanpa mengenal waktu. 4. Kehidupan politik yang tidak sehat Kehidupan politik, selain dipengaruhi oleh birokrasi dan partai politik, juga sangat ditentukan oleh para elit yang berkuasa. Kehidupan politik yang sehat, dalam arti menempatkan sistem demokrasi secara benar, meletakkan sistem hukum secara adil, dan menempatkan hubungan penguasa dan rakyatnya secara harmonis sangat menentukan pemanfaatan Ipteks secara optimal sesuai jalur benar. Problem saat ini justru sebaliknya. Kehidupan politik tidak sehat yang ditandai oleh pertikaian antarelit. Hasilnya dapat dilihat, kehadiran teknologi televisi yang mestinya digunakan untuk mencerdaskan rakyat justeru menjadi wahana propaganda negatif dengan menjereng saling serang, menebar fitnah, dan mohon maaf, baku hantam di depan publik. Padahal teknologi televisi sudah hadir ke setiap rumah sehingga apa yang mereka pertontonkan tidak dapat dijadikan sebagai tuntunan yang dilihat keseharian oleh masyarakat. LEMBAR KERJA MAHASISWA LATIHAN UJI PEMAHAMAN MATERI BAB TUJUH Jawablah Pertanyaan berikut ini sesuai dengan petunjuk dan pemahaman Anda! 1. Berikan penjelasan arti penting manusia, sains dan tekhenologi dalam konteks berikut : 1.1 Jelaskan peran manusia dalam membangun dan megembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis nilai-nilai humanisme/kemanusiaan sehingga ilmu pengetahuan tetap sejalan dengan landasan moralitas, nilai-nilai dan kearifan lokal masyarakat? 1.2 Ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin pesat membuat mansua teralineasi/terasingkan dari dunia sosialnya karena ketergantungan terhadap tekhnologi, lantas bagaimanakah yang semestinya dilakukan oleh manusia agar tidak terasing dari dunia sosialnya, jelaskan dengan memberikan contoh ! PERTANYAAN ANALISA KASUS Perkembangan tekhnologi yang semakin pesat tentu mengakibatkan berbagai dampak positif maupun negatif di tengah kehidupan masyarakat, uraikan dampak negatif yang terjadi dengan memperhatikan dua tema berikut : a. Dampak negatif ilmu pengetahuan dan tekhnologi terhadap lingkungan alam misal global warming/pemanansan global, pencemaran lingkungan, krisis lingkungan b. Dampak Negatif ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kehidupan sosial-budaya contoh perkembangan tekhnologi informasi dengan munculnya berbagai sosial media yang berakibat pada degradasi moral. Pilih diantara dua kasus tersebut dan buatlah laporan sederhana dengan ketentuan berikut : 1. Buat berkelompok masksimal lima mahasiswa dengan mencari satu kasus/realitas yang terjadi di lingkungan wilyah sekitar tempat tinggal 2. Kumpulkan dan catat data pendukung baik primer maupun sekunder yang bersumber dari data lapangan seperti hasil wawancara dan observasi maupun sumber data yang berasal dari buku, media cetak dan elektronik 3. Hasil pengamatan diketik dalam laporan sederhana dan sertakan lampiran berupa foto hasil pengamatan untuk diskusikan pada pertemuan berikutnya DAFTAR PUSTAKA Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta. Boelaars, Y. (1984). Kepribadian Indonesia Modern, Suatu Peelitian Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia. Herimanto dan Winarno, 2008, Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Pt. Bumi Aksara, Jakarta Timur. Sumaatmadja, Nursid, 1996, , Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup, Alfabeta, Bandung. TENTANG PENULIS Muhammad Junaedi terlahir di Purworejo, 27 Agustus 1986. Jenjang pendidikan Sarjana ditamatkan pada tahun 2009 dalam bidang studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang, selanjutnya melanjutkan program magister di Perguruan Tinggi Almamater yang sama dan selesai pada tahun 2013 dalam bidang studi Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang, saat ini penulis merupakan salah satu staf pengajar dosen di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang mengampu Mata Kuliah Umum seperti Ilmu Sosial Budaya Dasar, Pendidikan Pancasila dan Pendiikan Kewarganegaraan. Fokus studi penulis menyangkut tentang dinamika kehidupan sosial masyarakat yang berkaitan dengan tema multikulturalisme, salah satu publikasi karya tulisnya yaitu menjadi kontributornaskahdalam Buku “Hak Asasi Manusia Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Di Indonesia Keniscayaan, Kenyataan dan Penguatan, Penerbit Pusat Studi Agama dan Multikulturalisme PUSAM kerja sama The Asia Foundation, Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, 2014.