MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 PEMANFAATAN JALA-JALA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI AUDIO DENGAN MENGGUNAKAN MODULASI FREKUENSI Ruscy Dwi Aska Putranto – L2F 096 620 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia ABSTRAK Sistem modulasi telah banyak diterapkan di berbagai media, seperti radio, televisi, komunikasi data, satelit, peralatan pemancar maupun telepon. Akan tetapi tidak semua media menggunakan sistem modulasi yang sama. Masing-masing media mempunyai sistem modulasi yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pada alat yang digunakan. Sistem modulasi yang dipakai dapat berupa modulasi amplitudo, frekuensi maupun fasa, baik itu menggunakan sistem analog ataupun digital. Pada peralatan tegangan tinggi pun dapat dipakai sistem modulasi baik secara analog maupun digital. Pemanfaatan kabel listrik yang bertegangan untuk sistem pemodulasian kurang begitu banyak dipakai sehingga sedikit sekali aplikasi yang menggunakan modulator-modulator yang ada pada komunikasi elektronik. Dalam pembuatan tugas akhir ini dibuat suatu model perancangan sistem modulasi frekuensi yang ditumpangkan ke dalam kabel listrik bertegangan 220 V dan berfrekuensi 50 Hz dengan memanfaatkan input sinyal audio. Frekuensi audio yang digunakan adalah frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia hingga 20 kHz. Tujuan pemodulasian frekuensi melalui kabel bertegangan ini adalah memanfaatkan jala-jala sebagai media komunikasi audio yang berlaku sebagai antena pemancar dan penerima. Dengan hasil rancangan tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai alat komunikasi untuk mengirimkan sinyal audio/suara dari sisi pemancar ke sisi penerima. I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Kebutuhan ini ternyata memacu perkembangan teknologi di bidang komunikasi. Kemajuan teknologi komunikasi semakin memudahkan pertukaran informasi dari satu tempat ke tempat yang lain yang letaknya saling berjauhan. Jenis informasi yang dipertukarkan juga semakin beragam, seperti suara, gambar dan data. Dewasa ini penggunaan media transmisi non fisik untuk pengiriman informasi sudah sangat sesak di dalam pembagian daerah frekuensinya (bandwidth). Oleh karena itu penggunaan bandwidth di dalam berbagai penerapan perlu digunakan secara optimal. Kecenderungan penggunaan media transmisi dipilih berdasarkan kemampuan sistem yang diterapkan, apakah akan memberikan keuntungan yang lebih, biaya yang murah dan jangkauan yang lebih luas. Untuk itu terdapat alternatif lain yang dapat digunakan sebagai media transmisi, yaitu jaringan listrik. Jaringan listrik ini dapat digunakan secara optimal dengan menumpangkan sinyal informasi ke dalamnya di samping sebagai penyuplai daya listrik. II. 2.1 DASAR TEORI Sistem Telekomunikasi dengan PLC (Power Line Carrier) Telekomunikasi dengan pembawa saluran tenaga atau dalam dunia industri dikenal dengan nama PLC (Power Line Carrier) merupakan komunikasi dimana sinyal informasi ditumpangkan pada saluran transmisi tenaga, sehingga saluran transmisi ini menjadi rangkaian transmisi frekuensi tinggi. Jangkauan frekuensi yang diterapkan pada sistem komunikasi melalui saluran tenaga berkisar antara 50 KHz sampai dengan 500 KHz. Untuk memungkinkan komunikasi melalui saluran transmisi tenaga dapat diperoleh hasil yang efisien, dimana frekuensi tinggi dari sinyal pembawa tidak mempengaruhi peralatan listrik begitu juga frekuensi rendah dari jala-jala listrik tidak akan mempengaruhi peralatan PLC (Power Line Carrier) maka diperlukan suatu pengait (line coupling equipment). Sistem pengait dapat diklasifikasikan berdasarkan pengait induktif dan kapasitif. Pengait induktif mempunyai impedansi tinggi terhadap frekuensi pembawa, maka pengait induktif tersebut diserikan dengan saluran transmisi guna memperbaiki karakteristik penyaluran gelombang pembawa, sedangkan pengait kapasitif mempunyai dua jenis, yang pertama adalah sistem pengait dengan kapasitor jenis penala dikaitkan secara seri dengan saluran transmisi, jenis yang kedua adalah sistem pengait dengan kapasitor penyaring, di mana pengaitan peralatan PLC dengan saluran transmisi dilakukan melalui penyaring pengait dan kapasitor pengait. Kapasitor pengait akan memisahkan peralatan PLC dengan saluran transmisi tenaga dan bersama penyaring pengait akan meneruskan frekuensi tinggi dan memblokir frekuensi rendah. Sistem komunikasi dengan pembawa saluran tenaga, dengan media transmisi kabel listrik dianggap sebagai antena untuk mengirimkan sinyal informasi ke tempat tujuan dengan menggunakan frekuensi pembawa untuk memancarkannya. Dengan menganggap media transmisi jala-jala listrik sebagai antena maka peralatan PLC tidak akan terganggu walaupun peralatan jala-jala 1.2 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah membuat suatu model rancangan dalam memodulasi frekuensi sinyal audio pada media jalajala 220V/50Hz, sehingga nantinya seseorang dapat mengaplikasi peralatan komunikasi audio dengan menggunakan media jala-jala. 1.3 Batasan masalah Pada model perancangan modulasi yang akan dibuat dapat memanfaatkan sinyal audio berfrekuensi suara manusia, frekuensi modulasi (FM) yang akan dipakai, sistem komunikasi searah simplex dan media jala-jala 220 V berfrekuensi 50 Hz yang akan berlaku sebagai antena pemancar dan penerima. 1 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 listrik padam kecuali jika media transmisinya terputus. Saluran tenaga sebagai media transmisi tentu saja mempunyai karakteristik yang akan mempengaruhi terhadap sinyal pembawa informasi. Bagian utama sistem komunikasi menggunakan PLC adalah sebagai berikut : 1. Bagian pemancar (transmitter). Sinyal informasi berupa sinyal analog maupun digital ditumpangkan ke sinyal pembawa melalui teknik modulasi sehingga dihasilkan sinyal pembawa termodulasi (sinyal lolos pita), kemudian diperkuat untuk dipancarkan melalui media transmisi saluran distribusi daya. 2. Rangkaian gandengan (line coupling) Rangkaian gandengan terdiri atas kapasitor gandengan yang berfungsi untuk mengisolasi peralatan komunikasi dari tegangan jala-jala listrik. Fungsi ini dipenuhi dengan memberikan impedansi rendah ke frekuensi pembawa dan memberikan impedansi tinggi pada frekuensi jala-jala listrik. Rangkaian yang kedua berupa penala jalur yang berfungsi mengkompensasi reaktan kapasitif dan sebagai penyesuai impedansi antara saluran daya atau jala-jala listrik dengan peralatan komunikasi. 3. Media transmisi Berupa kabel saluran transmisi daya atau jala-jala listrik yang digunakan sebagai antena pada sistem komunikasi melalui saluran distribusi daya. 4. Bagian penerima (receiver) Melakukan penguraian atau pendemodulasian sinyal pembawa termodulasi yang diterima dimana teknik yang digunakan sama dengan di pemancar serta melakukan sinkronisasi antara pemancar dan penerima dengan jalan pemulihan sinyal pembawa yang diterima sehingga diperoleh kembali sinyal informasi yang dikirimkan. Dalam distribusi daya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menyalurkan energi listrik dengan rugirugi sekecil mungkin, sedangkan dalam sistem komunikasi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana informasi yang dikirim dapat diterima dengan kualitas yang baik. 2.3 Simpangan Frekuensi (Frequency Deviation)[5] Simpangan frekuensi merupakan jauhnya perubahan frekuensi di sekitar frekuensi tengah (centre frequency). Besarnya simpangan frekuensi ini ditentukan oleh besarnya amplitudo isyarat informasi. a fi a fc (a) b fi b fc (b) Gambar 2.1 (a) Sinyal fi beramplitudo kecil dan spektrum frekuensinya (b) Sinyal fi beramplitudo besar dan spektrum frekuensinya Jika frekuensi informasi (fi) sama dengan nol atau tidak ada modulasi maka frekuensi tengah (fc) tidak akan berubah sehingga tidak terjadi simpangan (simpangan = 0). Tetapi bila fi mempunyai amplitudo rendah maka simpangan fc pun akan kecil, dan sebaliknya bila fi mempunyai amplitudo tinggi maka simpangan fc pun besar. Pada Gambar 2.1(a) amplitudo fi lebih kecil dari pada amplitudo fi pada Gambar 2.1(b), sehingga simpangan a lebih kecil dari simpangan b yang menimbulkan lebar pita yang berlainan. Simpangan yang terjadi bisa di atas frekuensi tengah maupun di bawah frekuensi tengah sehingga nilai simpangannya dapat berupa fc + a dan fc – a atau fc + b dan fc – b. 2.4 Osilator Terkendali Tegangan Osilator terkendali tegangan (Voltage Controlled Oscillator – VCO) merupakan rangkaian pembangkit frekuensi dimana frekuensi keluarannya dapat diatur oleh tegangan masukan. VCO dapat digunakan untuk membangkitkan gelombang radio yang termodulasi frekuensi (FM). Rangkaian dasar VCO yang menggunakan osilator masukan-tertala (tunedinput oscillator) diperlihatkan pada Gambar 2.2. Modulasi Frekuensi[8] Bila ditinjau dari sistem modulasi frekuensi yang mana frekuensi pembawa dibuat berubah menurut suatu sinyal sinyal pembawa informasi yang dispesifikasi, maka dapat ditulis frekuensi pembawa sebagai c + Kf(t), dengan f(t) menyatakan sinyal dan K adalah suatu konstanta sistem. Di dalam modulasi frekuensi, frekuensi pembawa berubahubah dengan integral sinyal pemodulasi. Jika mula-mula sinyal pemodulasi f(t) diintegrasi dan kemudian membolehkan hasilnya memodulasi phasa suatu pembawa, ini memberikan suatu gelombang dimodulasi-frekuensi. Metode ini dipergunakan untuk menghasilkan suatu pembawa dimodulasi-frekuensi dalam sistem FM tak langsung Armstrong. Modulasi frekuensi adalah suatu proses yang tak linear, dengan demikian diharapkan frekuensi-frekuensi baru dibangkitkan oleh proses modulasi. Sinyal FM berosilasi lebih cepat dengan makin bertambahnya amplitudo sinyal pemodulasi, dan diharapkan spektrum frekuensi gelombang FM atau lebar pitanya melebar secara bersesuaian. 2.2 Gambar 2.2 Rangkaian dasar VCO Impedansi rangkaian tala (ZT) yang terdiri atas LT dan CT adalah sebagai berikut. 2 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 dengan frekuensi VCO, dan mengeluarkan tegangan kesalahan (error voltage) yang besarnya sebanding dengan selisih kedua frekuensi tersebut. Tegangan kesalahan ini diumpankan kembali ke VCO. Setiap (2.10) perubahan pada frekuensi masukan akan menyebabkan timbulnya tegangan kesalahan, dan akan menyebabkan frekuensi VCO berubah sampai sama dengan frekuensi masukan. Lebar jalur (bandwidth) keluaran sistem ditentukan oleh tapis ikal pada keluaran detektor fasa. Karena tegangan kesalahan merupakan representasi sinyal yang digunakan untuk menggeser frekuensi pemancar, maka PLL dapat berfungsi secara langsung sebagai detektor FM. Keunggulan sistem detektor FM yang menggunakan PLL adalah linearitas keluaran terhadap frekuensi masukan yang tinggi dan kekebalan terhadap derau yang baik[5]. jX LT ( jX CT ) jX LT jX CT X LT . X CT ZT j X CT X LT ZT Frekuensi resonansi terjadi pada frekuensi dimana XLT = XCT[1]. Pada frekuensi resonansi ini impedansi rangkaian tala menjadi X LT . X CT 0 Z T . ZT j Pada kondisi ini seolah-olah sinyal keluaran langsung diumpankan kembali ke masukan penguat tanpa mengalami pergeseran fasa. Sesuai dengan Kriteria Barkhausen osilasi akan terjadi pada frekuensi resonansi. Frekuensi kerja (fout) osilator juga merupakan frekuensi resonansi rangkaian tala. Frekuensi kerja ini dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut. III. 3.1 PERANCANGAN PERANGKAT KERAS Umum Pada perancangan perangkat keras sistem modulasi frekuensi menggunakan jala-jala sebagai media transmisi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pemancar dan penerima. Bagian pemancar berfungsi untuk memodulasi sinyal audio menggunakan modulasi frekuensi agar dapat dipancarkan melalui jalajala. Bagian penerima berfungsi untuk menerima sinyal audio termodulasi dari pemancar, dan melakukan proses demodulasi untuk mendapatkan kembali sinyal audio yang dikirim. Modulasi yang digunakan adalah modulasi frekuensi / FM. X LT X CT 1 2f res LT 2f res CT f res 1 2 LT CT f out f res 1 f out . 2 LT CT (2.1) 3.2 Pemancar Diagram blok dari diperlihatkan pada Gambar 3.1. Pada Gambar 2.4 di atas, nilai CT dapat diubah dengan mengubah tegangan masukan Vin. Karena CT berubah menurut perubahan Vin, maka frekuensi kerja juga akan berubah menurut perubahan Vin. Sinyal Audio [1] 2.5 Phase-Locked Loop (PLL) Sinyal informasi yang dimodulasi oleh sinyal pembawa pada sisi pemancar harus dikembalikan seperti semula dengan proses demodulasi yang dilakukan pada sisi penerima. Untuk mendemodulasi sinyal tersebut diperlukan suatu rangkaian yang dinamakan demodulator. Pada modulasi frekuensi ini digunakan metode PLL (Phase Locked Loop) sebagai demodulatornya. Masukan Fasa Tapis Penguat Sinyal Ikal DC Keluaran DC Offset Masukan pemancar VCO Pembangkit Frekuensi Buffer Frekuensi Detektor sistem Pembentuk Sinyal Sinusoidal Penguat Kelas AB Kopling Ke Penerima Pengkondisi Sinyal Gambar 3.1 Diagram blok pemancar VCO 3.2.1 Pembangkit Frekuensi Voltage Controlled Oscillator / VCO digunakan sebagai modulator FM, karena merupakan osilator yang frekuensinya dapat diubah/dimodulasi oleh suatu tegangan masukan. Dalam perancangan ini modulator frekuensi yang digunakan adalah IC LM566C yang merupakan rangkaian terintegrasi dari VCO, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2 Gambar 2.3 Diagram blok PLL Sebuah PLL terdiri atas sebuah detektor fasa, tapis ikal, penguat DC dan VCO. Diagram blok sistem PLL ini diperlihatkan pada Gambar 2.3. VCO bekerja pada frekuensi yang mendekati frekuensi masukan. Detektor fasa akan mendeteksi perbedaan antara frekuensi masukan 3 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 Vcc Vcc V5 RV V5 = 10,47 V Jika sudah diperoleh frekuensi tengah 70 kHz maka sinyal audio dapat dimodulasikan ke dalam frekuensi pembawa tersebut. R 8 6 Input C 5 LM566C 7 4 3 Output 1 3.2.2 Pembentuk Sinyal Sinusoidal Blok rangkaian pembentuk sinusoidal ini diperlukan karena sinyal yang dikeluarkan oleh VCO berbentuk sinyal kotak sehingga untuk dapat dipancarkan ke dalam saluran transmisi harus berbentuk sinyal sinusoidal. Rangkaian ini menggunakan rangkaian tapis dengan jenis tapis lolos rendah atau LPF (Low Pass Filter) tipe butterworth. Karena frekuensi pada sinyal FM mempunyai simpangan frekuensi yang cukup lebar, dalam hal ini telah ditentukan sebesar 45 kHz maka dirancang LPF dengan frekuensi cut-off 120 kHz. Tapis lolos bawah 40 dB/ dekade dibentuk sebuah tapis dengan penguatan satu yang disusun oleh sebuah IC penguat operasional tipe LF351 ditambah komponen pasif R dan C seperti pada Gambar 3.4. Frekuensi cut off dari sebuah tapis lolos bawah ditentukan oleh komponen pasif R dan C itu sendiri. C Gambar 3.2 VCO dengan IC LM566C Frekuensi kerja LM566C ditentukan oleh nilai dari R dan variabel resistor RV, kapasitansi C pada kaki nomor 7 dan oleh tegangan pada kaki nomor 5. Dengan nilai yang tepat, VCO bekerja pada frekuensi tengah dari 70 kHz dan menghasilkan output gelombang persegi pada kaki nomor 3. Dalam perancangan ini untuk menghasilkan frekuensi 70 kHz sebagai frekuensi tengah, nilai kapasitansi C pada kaki nomor 7 ditentukan sebesar 470 pF yang berfungsi sebagai timing capacitor (kapasitor pewaktu) dengan tegangan suplai Vcc sebesar 12 volt sesuai dengan rumus perhitungan frekuensi yang terdapat pada IC LM566C. fo 150k .12V 22k 150k 2, 4(Vcc V5 ) RoCoVcc C2 (3.1) Input di mana fo = frekuensi tengah Ro = timing resistor (2 k Ro 20 k) Co = timing capacitor Vcc = tegangan dc suplai V5 = tegangan antara kaki 5 dan kaki 1. Nilai Ro dapat diatur sesuai dengan keluaran frekuensi yang diinginkan, sedangkan nilai V5 diperoleh dari selisih tegangan antara kaki 5 dan kaki 1 di mana tegangan di kaki 5 merupakan nilai tengah dari tegangan maksimum (Vcc) dan tegangan minimum (3/4 Vcc) yang diijinkan pada IC LM566C. Jadi nilai tegangan di kaki 5 harus diatur sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya cacat sinyal. Nilai V5 ini dapat diatur dengan DC offset yang menggunakan rangkaian pembagi tegangan seperti pada Gambar 3.3. +Vcc R1 Output + _ C1 -Vcc Gambar 3.4 Rangkaian LPF Tipe Butterworth Satu Tingkat Untuk memperoleh sebuah tapis lolos bawah satu tingkat dengan frekuensi cut off sebesar 120 kHz dilakukan perhitungan berdasarkan Tabel 3.1 untuk menentukan nilai R dan C [5]. Tabel 3.1 Tabel penentuan nilai R dan C berdasarkan nilai Q tiap tingkat tapis tipe Butterworth N 2 3 4 5 6 Vcc R1 Input R2 V5 fo1 1 1 1 1 1 Q1 0,707 1,000 0,541 0,618 0,518 fo2 1 1 1 1 1 Q2 1,306 1,620 0,707 fo3 1 1 Q3 1,532 R2 Berdasarkan Tabel 3.1 perhitungan sebagai berikut [5]: Gambar 3.3 Rangkaian Pembagi Tegangan Untuk memperoleh nilai tengah dari tegangan yang diijinkan oleh IC LM566C dari tegangan maksimum sebesar 12 Volt dan minimum sebesar 9 Volt, maka ditentukan nilai R1 dan R2 masing-masing sebesar 22 k dan 150 k. Sehingga nilai tegangan yang diperoleh pada kaki 5 adalah R2 V5 .Vcc R1 R 2 (3.2) 4 dapat dilakukan n 4Q 2 f o f c f o tabel n k 1 2Q 2 (3.3) m k k2 1 1 c mn RC (3.6) (3.4) (3.5) (3.7) MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 Untuk tingkat pertama n = 2 dengan nilai Q sebesar 0,707 maka +Vcc R n 4(0,707) 2 1,9994 f o 120kHz 1 120kHz C Q1 C Nilai n tersebut akan menentukan nilai kapasitor yang dipakai dimana C2 = nC1 [14] kemudian dipilih nilai C yang tersedia banyak di pasaran yaitu sebesar 4,7 nF dan 10 nF sehingga nilai n adalah 2,1277 . Input Output 2V BE Q2 2,1277 k 1 1,1283 2 2.0,707 C R m 1,1283 (1,1283) 1 1,7956 2 Gambar 3.5 Rangkaian Penguat Kelas AB Nilai m tersebut akan menentukan nilai resistor yang dipakai dimana R2 = mR1. Dengan memasukkan nilai-nilai diatas ke Persamaan (3.7) didapat hasil R1 sebesar R1 Untuk mempermudah dalam penentuan nilai resistor di pasaran maka nilai hambatan 1060 diganti dengan nilai R sebesar 1 k. Sedangkan kapasitor C yang ada hanya sebagai kopling dengan menentukan nilainya sebesar 100 nF. 1 150,568 2 4,7 109 120kHz 1,7956 2,1277 R2 1,7956150,568 248,568 3.2.4 Trafo dan Rangkaian kopling Transformator yang digunakan sebagai beban pada penguat akhir adalah jenis trafo IT 191 yang berfungsi sebagai penaik tegangan (step-up). Transformator tersebut bekerja pada frekuensi menengah dan digunakan pada rangkaian kopling. Karakteristik trafo IT 191 dapat dilihat pada Tabel 3.2. Untuk hambatan sebesar 150,568 diganti dengan sebuah resistor yang ada di pasaran sebesar 150 , sedangkan untuk nilai hambatan 248,568 diganti dengan sebuah resistor sebesar 248 . Pada tapis pembentuk sinyal sinusoidal ini langsung diumpankan ke dalam rangkaian penguat berikutnya sebelum dipancarkan. Tabel 3.2 Karakteristik Trafo IT 191 Frekuensi Kerja 3.2.3 Penguat Kelas AB sebagai Penguat Arus Pada rancangan ini diperlukan suatu rangkaian penguat kelas AB sebagai penguat arus yang berfungsi untuk memancarkan sinyal termodulasi melewati lilitan pada trafo dan kapasitor sebagai kopling. Untuk dapat melalui sisi primer dan sekunder pada transformator diperlukan arus yang cukup supaya sinyal yang termodulasi tersebut tidak hilang atau tertahan dalam trafo. Rangkaian penguat kelas AB ini memakai jenis penguat pengikut emiter balans (push-pull) seperti pada Gambar 3.5 dengan Q1 sebagai transistor jenis NPN dan Q2 sebagai transistor PNP. Transistor Q1 yang digunakan adalah tipe BD139 dan transistor Q2 yang digunakan adalah tipe BD140 di mana arus kolektor maksimum yang diijinkan dapat mencapai 1,5 A. Untuk menentukan nilai R pada rangkaian tersebut dapat menggunakan perhitungan seperti Persamaan (3.8). Vcc 2V BE 2R Vcc 2V BE R 2 Ic 300 Hz 3400 Hz 20 kHz 50 kHz 68,95 kHz 70 kHz 112 kHz 209 kHz Kondisi Frekuensi minimum suara manusia Frekuensi maksimal suara manusia Frekuensi maksimum audio Frekuensi minimum lewat jala-jala Frekuensi pada penguatan 1 kali Frekuensi carrier yang dipakai Frekuensi termodulasi maksimum Frekuensi kerja maksimum Data pada Tabel 3.2 diperoleh setelah dilakukan pengujian pada kaki primer dan sekunder dengan tegangan masukan 1 Vpp sehingga didapatkan daerah kerja trafo IT 191 tersebut. Untuk memberikan respon bandwidth yang lebar, frekuensi tengah (frekuensi carrier) ditentukan pada titik penguatan sama dengan satu. Oleh karena itu dengan melihat karakteristik trafo IF tersebut dapat ditentukan bahwa pada frekuensi 70 kHz penguatan yang tejadi pada sisi sekunder adalah satu kali. Ic (3.8) Di mana VBE merupakan tegangan pada kedua dioda yaitu sebesar 0,7 V dan Ic adalah arus pada kolektor yang ditentukan sebesar 5 mA sehingga dengan Persamaan (3.8). R Teganga n Keluaran 198 mV 611 mV 653 mV 690 mV 707 mV 710 mV 769 mV 1967 mV Input IT 191 Primer 12 2.(0,7) 2.5mA C Sekunder Jala-jala C R = 1060 Gambar 3.6 Rangkaian kopling pada pemancar 5 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 meminimalisasikan frekuensi rendah lainnya yang tidak terpakai dalam rangkaian penerima. Untuk itu diperlukan tapis lolos atas yang dapat melewatkan frekuensi minimum sinyal termodulasi, sehingga dengan nilai induktansi 13,6 mH, pada perancangan ini ditentukan nilai frekuensi cut-off sebesar 10 kHz, maka diperoleh nilai kapasitansi sebagai berikut 3.3 Penerima Diagram blok rangkaian penerima dapat dilihat pada Gambar 3.7. Sinyal Kopling Penguat Awal HPF Termodulasi Phase Comparator LPF Audio Lock&Capture Range XL 1 2 XL XC 2 1 f 2 4 LC ( 2 1) 1 C 2 2 4 f L( 2 1) Sinyal Informasi VCO Gambar 3.7 Diagram Blok Penerima 3.3.1 Kopling dan Trafo Sebagai Tapis Lolos Atas Pada bagian penerima menggunakan tapis lolos atas / High Pass Filter (HPF) yang berfungsi untuk menahan frekuensi 50 Hz yang dibawa oleh jala-jala masuk ke dalam rangkaian penerima. Sehingga hanya frekuensi yang lebih tinggi saja yang dapat masuk ke dalam rangkaian, yaitu sinyal yang termodulasi frekuensi. Filter ini merupakan gabungan dari rangkaian kopling dengan transformator IT 191 yang telah diatur sedemikian rupa sehingga membentuk rangkaian tapis lolos atas yang dapat menekan frekuensi jala-jala. Rangkaian HPF sebagai penahan frekuensi jala-jala seperti Gambar 3.8 terdiri dari komponen kapasitor dan induktor pada trafo IT 191. Pada saat tegangan minimum atau 0 akan terjadi resonansi. Dengan nilai kapasitor C pengujian adalah 2,2 uF, maka tegangan minimum yang terukur adalah 13,93 mV di mana pada saat itu frekuensi yang terukur adalah 920 Hz sehingga dengan perhitungan resonansi diperoleh sebagai berikut Jala-jala IT 191 Primer (3.12) 3.3.2 Detektor FM Detektor FM berfungsi untuk melakukan proses demodulasi sinyal yang diterima dari pemancar. Pada Tugas Akhir ini digunakan rangkaian terintegrasi tipe MC14046B yang merupakan IC PLL yang dapat digunakan sebagai detektor FM pada rentang frekuensi hingga 700 kHz. 9 Source Follower 10 Rsf 14 3 Phase Comparator 2 or 13 External LPF VCO 9 11 R1 12 4 6 7 R2 C1 External N Counter Output Sekunder Gambar 3.9 Rangkaian PLL dengan IC MC14046B Di dalam IC MC14046B ini terdapat suatu osilator acuan yang diatur pada frekuensi tengah yang sama seperti frekuensi pembawanya. Pengaturan frekuensi ini dilakukan melalui komponen R1 (resistor tetap) dan R2 (resistor variabel) pada kaki 11 dan 12 sebagai timing resistor (resistor pewaktu) dan C pada kaki 6 dan 7 sebagai timing capacitor (kapasitor pewaktu). Nilai R dan C tersebut berfungsi sebagai penentu daerah kunci (lock range) yang mengunci lebar frekuensi sinyal termodulasi. Rangkaian demodulator frekuensi dengan PLL memakai IC MC14046B dapat dilihat pada Gambar 3.9. Untuk menentukan besarnya lock range ditentukan dengan rumus sebagai berikut C Gambar 3.8 Rangkaian kopling dan HPF pada penerima XL XC 1 L C 1 L (2f ) 2 C 1 L (2 .920) 2 .2,2F (3.11) C = 44,965 nF Untuk mempermudah mencari nilai kapasitansi dipasaran, maka ditentukan nilai C sebesar 50 nF dengan cara merangkai seri dua kapasitor masingmasing 100 nF. PLL C (3.10) (3.9) L = 13,6 mH f min Selain untuk menapis frekuensi jala-jala, filter LC ini juga sekaligus untuk menapis frekuensi FM dengan deviasi yang cukup lebar dengan tujuan untuk 6 1 R2.(C1 32 pF ) (3.13) MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 1 f min .(C1 32 pF ) 1 f max f min R1.(C1 32 pF ) 1 R1 ( f max f min).( C1 32 pF ) 1 R1 f .(C1 32 pF ) R2 Pada rangkaian tapis pada Gambar 3.10, nilai R dan C menentukan frekuensi cut-off yang diinginkan, dalam hal ini frekuensi maksimum (fmax) dan frekuensi minimum (fmin) sebagai penangkap frekuensi pembawa. Untuk memperoleh nilai-nilai tersebut dapat menggunakan persamaan sebagai berikut (3.14) (3.15) (3.16) 6N N f max 2 .f 100 N .f ( R3 3k).C 2 R 4.C 2 ( f max) 2 R 4.C 2 (3.17) Jadi perhitungan yang digunakan adalah untuk mencari nilai resistor pewaktu R1 dan R2 dengan mengasumsikan nilai kapasitansi pada perancangan ini sebesar 1150 pF yang merupakan nilai paralel dari 470 pF dan 680 pF. Dengan simpangan frekuensi sebesar 45 kHz maka frekuensi maksimum (fmax) adalah fmax = fc + 45 kHz fmax = 70 kHz + 45 kHz fmax = 115 kHz dan frekuensi minimum (fmin) adalah fmin = fc - 45 kHz fmin = 70 kHz – 45 kHz fmin = 25 kHz maka f = fmax – fmin f = 115 kHz – 25 kHz f = 90 kHz sehingga sesuai dengan Persamaan (3.14) maka dapat diperoleh nilai R2 R2 Jika f ditentukan sebesar 7 kHz dengan frekuensi tengah 70 kHz maka frekuensi maksimumnya adalah 73,5 kHz dan frekuensi minimumnya adalah 66,5 kHz. Dengan nilai kapasitor C2 yang telah ditentukan sebesar 1 nF, maka nilai R4 dapat diperoleh menggunakan Persamaan (3.18). R 4.C 2 ( R3 3k).C 2 100.1.7 kHz 5,889 x10 5 2 (73,5kHz ) (R3 + 3k).C2 = 7,069 x 10-5 (R3 + 3k) = 7,069 x 10-5/1nF R3 = 70.685,64 – 3000 R3 = 67.685,64 Untuk mempermudah nilai R3 tersebut maka dapat diganti dengan komponen resistor sebesar 67,6 k. Dengan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat menangkap sinyal pembawa dan menghasilkan sinyal informasi yang diinginkan. 1 90kHz.(1150 32) pF R1 = 9400,263 karena R2 variabel maka komponen R2 dapat diganti dengan nilai resistor variabel 50 k, sedangkan komponen R1 dapat diganti dengan nilai resistor tetap sebesar 9,4 k. R3 6.1 1 73,5kHz 2 .7kHz R4.C2 = 5,889 x 10-5 R4 = 5,889 x 10-5/1nF R4 = 58.896,2 Untuk mempermudah nilai R4 tersebut dapat diganti dengan komponen resistor sebesar 58,9 k. Sedangkan nilai R3 dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan (3.19). 1 25kHz.(1150 32) pF Input (3.19) di mana f = fmax – fmin ; N = faktor perkalian (N=1) R2 = 33.840,948 dan sesuai dengan Persamaan (3.17) maka dapat diperoleh R1 R1 (3.18) 3.3.3 LPF Audio Sinyal analog keluaran LPF rekonstruksi ini mempunyai frekuensi yang sama dengan sinyal analog asli pada sisi pemancar. Pada perancangan ini digunakan rangkaian filter yang dapat dilihat pada Gambar 3.11. Output R4 C2 C2 Gambar 3.10 Rangkaian LPF Eksternal sebagai capture range Input Setelah melalui lock range maka sinyal yang termodulasi frekuensi harus dilalui pada capture range yang merupakan daerah penangkapan sinyal frekuensi pembawa. Daerah penangkapan ini harus lebih sempit dari pada daerah penguncian karena diharapkan sinyal yang akan keluar nanti akan menghasilkan sinyal informasi saja. Pada capture range ini digunakan suatu rangkaian tapis lolos bawah yang ditentukan oleh frekuensi cut-off. Rangkaian yang digunakan seperti pada Gambar 3.10. R2 C4 +Vcc R1 R4 +Vcc R3 + _ C1 Output + _ -Vcc C3 -Vcc Gambar 3.11 Rangkaian LPF Audio Tipe Butterworth 2 tingkat Tapis lolos bawah 80 dB/ dekade dibentuk secara kaskade oleh dua buah tapis 40 dB/ dekade 7 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 dengan penguatan satu yang disusun oleh dua buah IC penguat operasional tipe LF351 ditambah komponen pasif R dan C. Frekuensi cut off atas dari sebuah tapis lolos bawah ditentukan oleh komponen pasif R dan C. Untuk memperoleh sebuah tapis lolos bawah empat tingkat dengan frekuensi cut off sebesar 20 kHz dilakukan perhitungan berdasarkan Tabel 3.1 untuk menentukan nilai R dan C [14]. Berdasarkan Tabel 3.1 dan dengan menggunakan Persamaan (3.3) hingga Persamaan (3.7) dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai R dan C. carrier) dan proses pemodulasian frekuensi pun terjadi. Pada pengujian simpangan frekuensi dimasukkan sinyal informasi dari AFG (Audio Frequency Generator) yang ditentukan amplitudonya, dan dihasilkan data seperti pada Tabel 4.2 IV. 4.1 PENGUJIAN DAN ANALISA Pengujian Voltage Control Oscillator (VCO) Sebagai penghasil frekuensi carrier pada modulasi frekuensi dipergunakan osilator jenis VCO di mana frekuensi yang dihasilkan dikontrol oleh tegangan masukannya. VCO paling banyak dipakai pada rangkaian osilator FM karena sinyal suara dapat langsung dimasukkan pada input VCO. Gambar 4.2 Sinyal keluaran VCO dengan frekuensi 70 kHz Tabel 4.1 Pengujian Tegangan Terhadap Frekuensi pada VCO Tegangan 10,93 V 10,72 V 10,50 V 10,29 V 10,08 V 9,86 V 9,65 V 9,43 V 9,22 V 9,01 V Frekuensi Gambar 4.3 Sinyal keluaran VCO setelah dimodulasi sinyal 4 kHz. 50 kHz 60 kHz 70 kHz 80 kHz 90 kHz 100 kHz 110 kHz 120 kHz 130 kHz 140 kHz Tabel 4.2 Pengujian Simpangan Frekuensi Amplitudo Simpangan Simpangan Sinyal Frekuensi Frekuensi Informasi Minimum Maksimum 0,5 Vpp 79,6 kHz 60,2 kHz 1,0 Vpp 82,6 kHz 57,1 kHz 1,5 Vpp 98,5 kHz 39,8 kHz 2,0 Vpp 113,3 kHz 26,17 kHz 2,5 Vpp 125,0 kHz 15,4 kHz 3,0 Vpp 135,1 kHz 4,36 kHz 3,5 Vpp 140,8 kHz 0,451 kHz Hasil pengujian tegangan terhadap frekuensi pada VCO dapat dilihat dalam tabel 4.1 , di mana tegangan masukan minimum yang diperbolehkan pada IC LM566 adalah ¾ Vcc, sedangkan tegangan masukan maksimumnya adalah Vcc. Pada perancangan VCO dengan menggunakan komponen tersebut diberikan tegangan catu (Vcc) sebesar 12 V. Sehingga dapat diperoleh grafik perubahan tegangan input VCO terhadap frekuensi yang dihasilkan pada Gambar 4.1 Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa makin tinggi amplitudo sinyal informasinya maka makin tinggi pula simpangan frekuensi yang dihasilkan. Supaya simpangan yang dihasilkan nanti tidak terlalu lebar dapat ditentukan bahwa simpangan frekuensi yang digunakan pada rancangan ini adalah sebesar 45 kHz dengan membatasi input sinyal informasi maksimal sebesar 2 Vpp. 4.3 Pengujian Tapis Pembentuk Sinusoidal Dari data pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada saat frekuensi 120 kHz telah mencapai titik cut-off di mana tegangan keluarannya menunjukkan nilai 0,7071 kali dari tegangan masukannya. Sehingga apabila dibuat grafik tegangan terhadap frekuensi dapat dilihat pada Gambar 4.5. Gambar 4.1 Respon frekuensi terhadap tegangan padaVCO Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa tegangan yang diatur untuk menentukan frekuensi keluaran pada VCO adalah linier. 4.2 Pengujian Simpangan Frekuensi (Frequency Deviation) Pada sinyal FM terdapat simpangan frekuensi (frequency deviation) yang timbul karena pengaruh dari amplitudo isyarat sinyal informasi (audio). Simpangan frekuensi ini bergerak di sekitar frekuensi tengah (frekuensi Gambar 4.4 Sinyal keluaran LPF pembentuk sinusoidal termodulasi 4 kHz 8 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 Tabel 4.3 Pengujian LPF Pembentuk Sinusoidal Frekuensi pada 1 Vpp 12 kHz 24 kHz 36 kHz 48 kHz 60 kHz 72 kHz 84 kHz 96 kHz 108 kHz 120 kHz 132 kHz 144 kHz 156 kHz 168 kHz 180 kHz 192 kHz 204 kHz 216 kHz 228 kHz Tegangan Input 352,2 mV 351,7 mV 351,2 mV 350,8 mV 350,4 mV 349,9 mV 349,3 mV 348,8 mV 348,2 mV 347,7 mV 347,2 mV 346,8 mV 346,4 mV 345,9 mV 345,3 mV 344,8 mV 344,2 mV 343,7 mV 343,2 mV Tabel 4.4 Pengujian Tegangan VCO pada PLL Tegangan Output Tegangan Input VCO 347,2 mV 345,6 mV 346,1 mV 344,2 mV 338,9 mV 330,1 mV 316,4 mV 296,4 mV 272,1 mV 245,2 mV 218,3 mV 191,4 mV 164,5 mV 137,5 mV 110,7 mV 83,8 mV 56,9 mV 30,1 mV 3 mV 0V 0,5 V 1,0 V 1,5 V 2,0 V 2,5 V 3,0 V 3,5 V 4,0 V 4,5 V 5,0 V Pada saat frekuensi cut-off maka penguatan yang terjadi adalah A = 20 log Vout/Vin = 20 log 245,2/347,7 = -3,034 dB Jadi dari hasil perancangan tapis lolos bawah sebagai pembentuk sinyal sinusoidal sudah sesuai dengan yang diharapkan. Frekuensi Output VCO 24,85 kHz 35,14 kHz 45,22 kHz 55,12 kHz 65,30 kHz 70,05 kHz 75,11 kHz 85,29 kHz 95,18 kHz 105,16 kHz 115,20 kHz Gambar 4.6 Sinyal output VCO pada PLL 4.5 Pengujian Tapis Frekuensi Audio Sinyal pada keluaran PLL masih ada frekuensi lain yang cukup mengganggu sinyal informasi sehingga diperlukan suatu tapis lolos bawah untuk meloloskan frekuensi audio. Gambar 4.7 Sinyal input LPF Audio Gambar 4.5 Grafik frekuensi terhadap tegangan pada LPF pembentuk sinusoidal 4.4 Pengujian Phase Locked Loop (PLL) Pada PLL terdapat VCO di mana tegangan masukannya dapat mengontrol frekuensi yang dihasilkan pada keluaran VCO. Dari hasil pengujian dapat dilihat perubahan tegangan terhadap frekuensi pada Tabel 4.4. Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada saat tegangan input 0 Volt maka frekuensi yang dihasilkan adalah frekuensi minimum sinyal termodulasi, sedangkan pada saat tegangan input VCO ½ Vcc maka frekuensi yang dihasilkan adalah frekuensi tengah atau frekuensi carriernya, dan pada saat tegangan inputnya sama dengan Vcc maka frekuensi yang dihasilkan adalah frekuensi maksimum sinyal yang termodulasi. Hal ini sesuai dengan data sheet yang berlaku untuk IC PLL dengan tipe MC14046B. Gambar 4.8 Grafik respon LPF Audio 20 kHz Pada hasil pengujian ini frekuensi cut-off yang dihasilkan adalah 24 kHz, bergeser 4 kHz dari frekuensi cut-off 20 kHz yang dikehendaki. Hal ini terjadi karena faktor komponen yang sangat tidak stabil sehingga sangat mempengaruhi koefisien tapis audionya, akan tetapi dari hasil pengujian tersebut masih dapat digunakan sebagai LPF audio. 9 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 4. V. 5.1 PENUTUP Kesimpulan Setelah mengadakan penelitian dan pengujian dari rancangan perangkat keras berupa alat komunikasi audio menggunakan modulasi frekuensi dengan memanfaatkan media transmisi jala-jala, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi audio dapat memanfaatkan jala-jala 220V/50Hz sebagai media transmisi untuk lebih mengoptimalkan fungsi dari media kabel bertegangan. 2. Jenis modulasi frekuensi dipilih sebagai salah satu cara pemodulasian sinyal yang bekerja pada pita frekuensi yang cukup lebar dengan frekuensi pembawa yang diijinkan pada transmisi jala-jala. 3. Pada bagian pemancar menggunakan rangkaian VCO (Voltage Control Oscilator) yaitu osilator pengendali tegangan yang dapat mengeluarkan sinyal berfrekuensi 70 kHz sebagai frekuensi pembawanya karena modulasi frekuensi yang timbul berubah-ubah sesuai dengan tegangannya. 4. Sinyal yang akan dipancarkan ke dalam media jala-jala harus berupa sinusoidal sehingga diperlukan rangkaian tambahan berupa tapis lolos bawah yang membentuk sinyal tersebut karena keluaran dari osilator berbentuk sinyal kotak. 5. Jenis kopling yang dipakai harus dapat menahan frekuensi 50 Hz sehingga digunakan rangkaian trafo dan kapasitor kopling sebagai tapis lolos atas yang juga harus dapat melewatkan sinyal audio yang termodulasi frekuensi. 6. Pada bagian penerima digunakan rangkaian PLL (Phase Locked Loop) yaitu ikal fasa terkunci sebagai demodulator frekuensi yang berfungsi sebagai pengunci sinyal termodulasi dan penangkap frekuensi carrier sehingga akan diperoleh sinyal informasi yang diinginkan. 7. Dalam perancangan ini banyak digunakan penguatpenguat sinyal dan berbagai jenis tapis sebagai pengkondisi sinyal karena sinyal yang melewati jalajala akan mengalami pelemahan dan cacat sinyal. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Saran 1. Dengan menggunakan metode full duplex akan lebih mengoptimalkan fungsi dari komunikasi sehingga antar pengirim dan penerima dapat langsung saling berinteraksi. 2. Penggunaan rangkaian-rangkaian pengkondisi sinyal lain yang dapat mengurangi cacat sinyal sehingga sinyal audio yang diterima bisa lebih bersih dan jernih. 3. Memanfaatkan jenis-jenis modulasi sinyal yang lebih baik dari modulasi frekuensi. 20. Roddy, Dennis., Coolen, John., Electronic Communications, fourth edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs New Jersey, 1995. S., Wasito., Vademekum Elektronika, edisi kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. Williams, Arthur Bernard., Electronic Filter Design Handbook, first edition, McGraw-Hill Book Company, New York, 1981. Malvino, Hanapi Gunawan, Prinsip-prinsip Elektronik, edisi kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1979. Schwartz, Mischa., Transmisi Informasi, Modulasi, dan Bising, edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986. Millman, Jacob., Halkias, Christos C., Elektronika Terpadu: Rangkaian dan Sistem Analog and Digital, edisi kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985. Klapper, Jacob & Frankle, John T., Phase-Locked and Frequency-Feedback Systems, Principles and Techniques, Academic Press Inc., 1972. Manassewitsch, Vadim, Frequency Synthesizers, Theory and Design, second edition, John Wiley & Sons Inc., 1980. Ogata, Katsuhiko, Modern Control Engineering, Prentice-Hall Inc., 1970. Przedpelski, Andrzej B., Optimize Phase-LockedLoop to Meet Your Needs or Determine Why You Can’t, Electronic Design, vol.26, no.19, Hayden Publishing Co. Inc., 1978. Roddy, Dennis & Coolen, John, Electronic Communications, third edition, Reston Publishing Com. Inc., 1984. Stremler, Ferrel G., Introduction to Communication Systems, second edition, Addison-Wesley, 1982. Wilson, Warren E., Concepts of Engineering System Design, McGraw-Hill Inc., 1965. Motorola CMOS Application-Specific Standard ICs, Rev.1, Motorola Semiconductors Inc., 1991. TTL ICs Data Sheet Book, JEDEC, 1991. CMOS Logic Data, Rev.4, ON Semiconductor, 2000. LS TTL Data, Rev.6, ON Semiconductor, 2000. Ruscy Dwi Aska Putranto lahir di Semarang, 26 Maret 1978. Saat ini sedang menyelesaikan pendidikan strata 1 di Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro Semarang. Konsentrasi yang diambil adalah telekomunikasi DAFTAR PUSTAKA 1. ARRL, The Radio Amateur’s Handbook, fifty-fourth edition, The American Radio Relay League, Newington, 1977. 2. Malvino, Albert Paul., Aproksimasi Rangkaian Semikonduktor, Pengantar Transistor dan Rangkaian Terpadu, edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986. 3. Malvino, Albert Paul., Prinsip-prinsip Elektronika, edisi ketiga, jilid satu, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986. Semarang , 10 Mei 2003 Pembimbing I Pembimbing II Ir. Sudjadi , MT. NIP. 131 558 567 Ajub Ajulian Z, ST NIP. 132 205 684 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR RUSCY D. A. P. – L2F 096 620 11