F -X C h a n ge F -X C h a n ge c u -tr a c k N y bu to EPIDEMIOLOGI DAN PENANGANAN INFEKSI “HUMAN T - CELL LEUKEMIA” Widyasari Kumala Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Abstract In 1997 Takatsuki from Japan found Human T-cell Leukemia (HTLV), a member of retrovirus group which proved to be the cause of malignant Adult-T cell Leukemia (ATL). At present there are three typys of HTLV virus species known, HTLV-I and HTLV-III. Among these species whuch cause malignancy in human are omly HTLV-I and HTLV-II. The prevalence of HTLV infection is reasonably high in Asia including Indonesia, Africa, South America and in most parts of these countries it has come endemic.The mode of transmission of HTLV infection is via tranplacental , sexual and blood tranfusion.To date there is still no effective drug against this infection, thus, prevention is the only mean to avoid HTLV infection.Prevention can be accomplished by health and consultation where as vaccine is still on trials.(J Kedokter Trisakti 1999;(2):91-7). Key words: Human T cell leukemia, epidemiology, management. Pendahuluan Sejak 10 tahun terakhir ini ilmu pengetahuan di bidang kesehatan berkembang dengan pesat. Sehubungan dengan keadaan tersebut telah ditemukan suatu kelas virus baru jakni retrovirus manusia. Ternyata retrovirus tersebut dapat menyebabkan penyakit "Adult T cell Leukemia"(ATL). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Takatsuki dan kawan kawan pada tahun 1977 di Jepang. Semenjak itu penyakit ATL tersebut dapat ditemukan di berbagai tempat di dunia, antara lain di Asia terutama di Jepang, Teluk Karibia, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Afrika Tengah pada prevalensi yang tinggi. Kini retrovirus penyebab "Adult T-cell leukemia" dikenal sebagai "Human T-cell Leukemia Virus type I" ( HTLV-I ) 6. Ada 3 spesies HTLV yaitu: HTLV-I, HTLV - 2 dan HTLV - 5. Dari ketiga jenis spesies ini, ternyata HTLV – I yang terutama menyebabkan penyakit "Adult T - cell leukemia / lymphoma (ATL), selain itu virus tersebut dapat menyerang susunan saraf pusat dan menimbulkan penyakit "Tropical Spastic Paraparesis" (TSP) atau "HTLV - I Associated Myelopathy" (HAM) 4,13,17. Pada tahun 1980 Gallo dkk 6 , berhasil mengisolasi virus ini dari biakan sel T limfoblas penderita sel T limfoma kulit. Kemudian pada tahun 1981, Hinuma dan kawan kawan berhasil menemukan biakan sel yang lain untuk mengisolasi HTLV - I yaitu: "M T-I cell line" yang berasal dari penderita ATL. Selain HTLV-I, HTLV-2 juga telah dapat diidentifikasi pada biakan sel MOT yang berasal dari jaringan limpa penderita "Hairy cell leukemia” pada tahun 1978. Berdasarkan beberapa penelitian in vitro, ternyata HTLV-2 dan HTLV-1 memiliki banyak persamaan dalam hal organisasi genetiknya. Sekuen Homologik nukleotidanya berkisar sekitar 60%. Virus HTLV-2 dapat menyebabkan infeksi dan akhirnya menimbulkan kematian pada sel limfosit T 2,9,11. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai epidemiologi, cara J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 91 lic k .d o m w o .c C m Epidemiologi dan penanganan virus human T-cell leukemia o .d o w w w w w C lic k to bu y N O W ! PD O W ! PD c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge N y y N O W ! PD O W ! PD bu to k lic .c transmisi, pengobatan dan pencegahannya, khususnya terhadap infeksi virus HTLV-I. EPIDEMIOLOGI lainnya, yaitu Itali, Israel, Antartika dan New Guinea (Irian). Sedangkan di Hawai yang bukan termasuk daerah endemik, prevalensi HTLV-I lebih banyak terdapat pada orang Jepang dari Okinawa yang bermigrasi ke Hawai dibadingkan dari daerah Niigata (bukan daerah endemik). Hal ini disebabkan seringnya terjadi migrasi dari daerah endemis ke daerah lain yang tidak endemis. Gambaran geografis penyebaran infeksi HTLV-I dapat dilihat pada tabel I 6. Berdasarkan penelitian sero epidemiologi, pembawa virus (carrier) banyak ditemukan di daerah endemis seperti Jepang bagian Barat Daya, Taiwan, Teluk Karibia, Amerika Serikat bagian Tenggara dan Afrika Tengah.Selain itu HTLV-I juga dapat ditemukan secara sporadis di daerah Tabel 1 Distribusi geografis infeksi HTLV-I Endemik Asia: Kyushu, Jepang Shikoku,Jepang Okinawa,Jepang Irian Jaya Afrika: Nigeria Ghana Zaire Uganda Kenya Israel (Ethiopian Jews) Seychelle Islands Prevalensi virus yang rendah Taiwan Republik Rakyat Cina Nonendemik Vietnam Filipina Malaysia Tunisia Mesir Afrika Selatan Eropa Inggris (imigran Karibian) Itali Tenggara Western Hemisphere Jamaika Trinidad Martinique Guadeloupe Venezuela Panama Kolumbia Guyana 92 J Kedokter Trisakti 1999, Mei-Juni-Vol.18, No.2 Denmark Spanyol Perancis U.K(Kaukasia) Amerika Serikat bagian Utara .d o m o o c u -tr a c k C w w w .d o m C lic k to bu Kumala w w w c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge N y y N O W ! PD O W ! PD bu to k lic .c Haiti Barbados Amerika Serikat bagian Selatan (Kulit Hitam) Hawaii (imigran Jepang) Di Jepang insiden infeksi HTLV-I yang terdapat pada penduduk perkotaan sangat bervariasi dan cenderung terlokalisasi. Hal ini mungkin disebabkan terbatasnya transmisi HTLV-1 di masyarakat. Setiap tahun sekitar 300 sampai 500 kasus terdiagnosis sebagai ATL dari individu yang terinfeksi HTLV-I. Umumnnya infeksi HTLV terjadi pada usia yang sangat dini, mungkin sejak usia perinatal 10. Meskipun demikian, sekitar 30,000 sampai 50,000 rakyat Jepang terinfeksi virus HTLV-1 melalui transfusi darah. Hanya sedikit sekali faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit ATL. Di daerah pantai Kyushu insiden ATL yang tertinggi terjadi pada musim panas 10,14. Infeksi Filaria sering menyertai penderita ATL, meskipun beberapa penderita menunjuk-kan keadaan imunosupresif. Dalam hal ini masih belum jelas apakah Filariasis sebagai kofaktor untuk terjadinya ATL 6. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di daerah Kyushu, Shikoku dan Okinawa di Jepang ternyata insiden penderita Adult T cell lymphoma leukemia (ATLL) sebanyak 3,5 kasus per 100.000 populasi dan insiden akan meningkat menjadi 5,7 kasus/100.000 populasi pada individu yang berusia di atas 40 tahun. Dari jumlah kasus tersebut ternyata 95 % menunjukan sero positif HTLV-I, dengan rincian 35 % di Okinawa, 8 - 10 % di Kyushu dan 0-1,2 % di daerah yang non endemis. Sedangkan individu sehat di daerah endemis seperti Kyushu , jumlah sero positif HTLV-I sebesar 8 % 7,10 . Negara Karibia bagian timur yang terdiri dari berbagai etnik yaitu Afrika, Asia dan Kaukasia, tercatat 2,8 kasus/100.000 populasi per tahunnya. Prevalensi HTLV - I pada individu sehat adalah 2,2%,dengan rincian sebagai berikut : seropositif HTLV-I pada etnik Afrika sebesar 3,4 %, Asia 0,2 % dan Kaukasia 0 %. Ternyata dari golongan etnik Afrika yang memiliki sero positif HTLV-I berasal dari kalangan sosio ekonomi rendah 8. Di Afrika, perhatian khusus diberikan pada penderita “Non Hodgkin Lymphoma”, karena pada pemeriksaan serologi terhadap kelompok ini terdapat HTLV-I yang positif cukup tinggi. Keadaan ini berbeda dengan daerah endemis di Jepang di mana kasus "Non Hodgkin Lymphoma" yang menunjukkan hasil serologi positif terhadap HTLV-I sangat rendah 1,8 . Negara Itali bagian selatan merupakan daerah endemis HTLV - I pada penduduk kulit putih, ternyata di sini hanya sekitar 20 % antibodi sero positif yang dapat ditemukan di antara penderita ATL dan angka prevalensi ATL adalah 8 %. Hal ini mungkin disebabkan adanya varian baru dari HTLV yaitu HTLV - V dan melalui beberapa penelitian ternyata terdapat perbedaan antara gejala klinis dengan gambaran laboratorium yaitu tidak terdapatnya tanda (marker) pada reseptor sel T di permukaan selnya 12. Pada beberapa kasus ATL/ATLL tidak terdapat antibodi terhadap HTLV-I. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor yaitu etiologinya yang berbeda, bukan HTLV - I atau teknologi pemeriksaan yang masih kurang baik sehingga gagal mendeteksi adanya antibodi. Pada keganasan lain yang bukan limfoma atau leukemia, juga dijumpai prevalensi seropositif yang cukup tinggi yaitu 15- 30% %. Meskipun tidak ada kaitan yang jelas antara penyakit dengan antibodi, tetapi ada kemungkinan terjadinya perkembangan J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 93 .d o m o o c u -tr a c k C w w w .d o m C lic k to bu Epidemiologi dan penanganan virus human T-cell leukemia w w w c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge N y y N O W ! PD O W ! PD bu to k lic .c keganasan dengan infeksi HTLV-I yang laten atau infeksi HTLV-I merupakan faktor resiko terjadinya keganasan yang lain 7,14. Di Indonesia masih belum banyak penelitian mengenai pervalensi HTLV-I. Menurut penelitian Maria Carla Re dan kawan-kawan 3, angka prevalensi sero positif pada suku Bisman Asmat di Irian sebesar 45 %. Seperti diketahui penduduk suku Bisman Asmat hidupnya terisolasi dari masyarakat dan merupakan daerah endemis HTLV - I . Kemungkinan terkena infeksi HTLV-I dan perkembangan penyakit ATL/ATLL tampaknya tidak ada perbedaan jenis kelamin. Tetapi di Jamaika dan Jepang pervalensi sero positif HTLV - I pada individu yang sehat menunjukan lebih banyak pada kaum wanita setelah usia di atas 40 tahun. Misalnya daerah endemis Jamaika prevalensi sero positif HTLV - I adalah 5 % untuk wanita di bawah 40 tahun dan akan meningkat menjadi 12 % setelah usia di atas 40 tahun, dengan usia rata rata yang terbanyak sekitar 45 tahun untuk penyakit ATLL. Tetapi hingga saat ini belum ada alasan yang dapat menerangkan mengapa prevalensi meningkat pada usia di atas 40 tahun. Salah satu hipotesis yang paling mungkin adalah: karena sebagian besar infeksi terjadinya pada kehidupan lanjut melalui hubungan seksual, transfisi darah, melalui vektor atau akibat pengaruh lingkungan. Hipotesis lainnya mengatakan mungkin saja infeksi HTLV pada usia yang lebih dini tetapi tanpa peningkatan jumlah antibodi dalam darah yang dapat terdeteksi. Dengan adanya reaktivasi virus yang dorman sebagai antigen dapat menghasilkan stimulasi pembentukan antibodi terhadap HTLV-I 10 . Penyakit lain yang disebabkan HTLV-I yaitu " Tropical paraparesis" (TSP) merupakan penyakit "slowly progressive myelopathy" yang menyerang susunan saraf pusat dan sistem sensorik. Prevalensi penyakit ini terutama terdapat di Jamaika, Kolumbia, India Tenggara, Afrika dan Martinique. 94 J Kedokter Trisakti 1999, Mei-Juni-Vol.18, No.2 Penyebaran penyakit ini dipengaruhi faktor lingkungan seperti gizi yang buruk, toksin dan infeksi mikroorganisme. TRANSMISI Penularan HTLV-I dapat melalui 3 cara, yang pertama adalah melalui cara transplasenta, di mana limfosit (IgG) ibu yang terinfeksi virus HTLV dapat masuk ke dalam tubuh janin melalui plasenta dan juga dapat melalui air susu ibu yang menyusui bayinya. Penularan cara ini dinamakan penularan secara vertikal dari orang tua ke anak. Menurut penelitian epidemiologi bila anak yang dilahirkan dari kedua orang tua yang mengandung seropositif HTLV-I, maka anak tersebut akan menunjukkan nilai seropositif HTLV-I yang tinggi. Tetapi bila hanya ibu yang mengandung seropositif HTLV-I, maka di dalam darah anak akan terdapat antibodi terhadap HTLV-I. Sebaliknya hal ini tidak terjadi bila hanya ayah anak yang mengandung seropositif terhadap HTLV-I. Data ini menunjukan bahwa penularan hanya terjadi melalui ibu 6,7. Infeksi HTLV-I melalui jalan transplasenta tidak menyebabkan infeksi yang persisten, hanya transfer pasif IgG dari ibu ke janin. Tetapi di sisi lain penularan postnatal lebih memegang peranan penting yaitu melalui air susu ibu yang mengandung limfosit positif terhadap HTLV-I, sehingga penyakit ATLL terjadi pada usia muda. Cara kedua yaitu melalui hubungan seksual, di mana sel limfosit yang terinfeksi virus HTLV dalam semen pria dapat ditularkan pada wanita. Cara penularan ini dinamakan "Horizontal Transmission". Bila pada saat yang sama, suami menderita sero positif HTLV-I, maka istrinya 100 % juga akan mengandung antibodi terhadap HTLV-I. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan terbukti bahwa 60,8 % penularan terjadi melalui pria dan hanya 0,4 % melalui wanita. Keadaan ini telah berlangsung selama periode 10 tahun. .d o m o o c u -tr a c k C w w w .d o m C lic k to bu Kumala w w w c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge N y y N O W ! PD O W ! PD bu to k lic .c Penularan juga dapat terjadi pada homoseksual 5,18 . Menurut penelitian "Crosssectional": terbukti bahwa penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin seperti "Syphilis" merupakan faktor resiko terjadinya infeksi HTLV-I 18 . Cara ketiga yaitu hanya melalui tranfusi darah " whole cell blood", dari donor yang mengandung virus HTLV dapat ditularkan ke resipien. Penelitian survei yang telah dilakukan terhadap 40.000 donor darah di Amerika Serikat menunjukkan hasil nilai seroprevalensi sebesar 0,025 %, yang di kemudian hari akan berkembang menjadi penyakit "ATLL" dan "HTLV-I associated" 1,5,19 lainnya . Penelitian terakhir membuktikan bahwa metode uji serologik yang terbaru yaitu INNO-LIA dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi mampu mendeteksi tipe virus HTLV dengan akurat 16 . Akhir akhir ini virus tersebut sering ditularkan melalui suntikan intravena pada individu yang kecanduan narkotik. Limfosit yang terinfeksi HTLV-I dapat ditularkan melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian 15 . Meskipun secara garis besar tranmisi virus HTLV-I mirip dengan virus HIV, tetapi ada pengecualiannya, yaitu virus HTLV- I tidak dapat ditularkan melalui sel yang bebas dari cairan plasma karena untuk perkembangan virus dalam sel target membutuhkan sel normal lainnya yang tidak terinfeksi virus HTLV 18 . PENGOBATAN Seperti penyakit keganasan lainnya, penyakit ATL yang disebabkan oleh virus HTLV-I dengan tingkat keganasan yang tinggi memberikan kesulitan dalam hal pengobatan. Umumnya pengobatan yang lazim dipakai untuk penyakit "Non Hodgkin Lymphoma" atau Leukemia Limfoblastik akut yaitu kombinasi kemoterapi yang standar ternyata tidak efektif untuk ATL. Beberapa penelitian menganjurkan pemakaian obat Deoxycoformycin yang cukup efektif terhadap ATL, tetapi menurut penelitian terbaru bahwa hasil efek pengobatanya sangat bervariasi. Terdapat beberapa bahan lain yaitu beta interferon, gamma interferon dan akhir akhir ini telah dicoba dengan pemberian anti-Tac antibodi monoclonal untuk melawan reseptor IL-2 dalam jumlah yang tinggi pada ATL 7,20. Hingga saat ini belum ada suatu obat atau cara pengobatan yang menghasilkan efek optimal terhadap penyakit ATL. Pada penyakit "Tropical Spastic Paraparesis" dapat diberikan glukokortikoid, tetapi hasilnya juga kurang memuaskan 4 . PENCEGAHAN Penanganan infeksi HTLV-I serta penyakitnya dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan pengobatan, pendidikan kesehatan masyarakat dan vaksinasi. Mengenai pengobatan terhadap infeksi HTLV-I hingga saat ini masih sangat sulit. Penderita HLV-I yang asimtomatik tidak diberikan pengobatan, tetapi harus selalu rutin dilakukan pemeriksaan penyaringan serologik untuk menghindarkan terjadinya progresifitas. Di samping itu juga diberikan penyuluhan mengenai cara penyebaran infeksi HTLV. Metode pencegahan pnyebaran infeksi mencakup penyaringan (screening test) terhadap antibodi HTLV-I dan HTLV-2 dalam darah donor dengan cara immunoblot (p21eSpike Western Blot), Elisa dan yang kini mulai dikembangkan yaitu analisis PCR dari bahan darah tepi 8,12 . Pendidikan kesehatan masyarakat dilakukan dengan memberikan pendidikan dan penerangan mengenai cara penularan HTLV-I yang dapat melalui hubungan kelamin dan air susu ibu. Memberikan nasehat kepada ibu yang seropositif HTLV-I supaya menghentikan atau tidak menyusui bayinya. Mengenai pemberian vaksin, masih dalam penjajakan pembuatannya. Karena J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 95 .d o m o o c u -tr a c k C w w w .d o m C lic k to bu Epidemiologi dan penanganan virus human T-cell leukemia w w w c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge N y y N O W ! PD O W ! PD bu to k lic .c pengembangan pembuatan vaksin untuk infeksi retrovirus sangat sulit. Telah dicoba pembuatan vaksin dengan menggunakan metode DNA rekombinan, tetapi hasilnya kurang efektif. Penelitian dengan menggunakan bagian envlope dari virus sebagai imunogen yang disuntikan pada kera Cynomolgus ternyata dapat menghasilkan anti HTLV-I envelope antibodi dengan titer yang tinggi untuk melindungi diri terhadap serangan infeksi HTLV-I. Hewan kelinci juga memberikan efek yang baik terhadap pemberian vaksin buatan dari envelope virus. Tetapi keadaan ini belum dilakukkan pada manusia 7 . Mengingat perkembangan obat dan vaksin yang adekuat memerlukan penelitian dan memakan waktu bertahuntahun, maka cara yang lebih efektif untuk penanganan infeksi HTLV-I dan penyakitnya adalah dengan memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada masyarakat. KESIMPULAN DAN SARAN Virus HTLV-I adalah penyebab dari penyakit "Adult T cell Leukemia" dan merupakan penyakit keganasan. Penyebaran infeksi virus ini dapat dijumpai pada berbagai tempat di dunia, terutama daerah yang endemik seperti Jepang, Teluk karibia, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Afrika Tengah. Nilai seroprevalensi di daerah endemik sangat tinggi dan agaknya terjadi pada usia yang sangat dini. Faktor usia memegang peranan penting dalam perkembangan penyakit. Penularan dapat melalui plasenta, air susu ibu, hubungan seksual dan transfusi darah " Whole cell blood". Hingga saat ini pengobatan terhadap infeksi HTLV-I masih belum ada yang efektif. Pencegahan dengan pemberian vaksin masih dalam tahap penjajakan. 96 J Kedokter Trisakti 1999, Mei-Juni-Vol.18, No.2 DAFTAR PUSTAKA 1. Anderson, D.W., Epstein,J.S., Lee, T.H., Lairmore, M.D. 1989 Serological confirmation of Human T Lympho-tropic Virus Type I infection in healthy blood and plasma donors. Blood. 74: 2585-2591. 2. Cann, A.J., Chen, S.Y., 1990 Human TCell Leukemia virus types I and II.Virology, Raven Press, New York; 1501 - 1519. 3. Carla, M.R.E., Tommaseo, B., Furlini, G., Placa, M.L. 1989. High prevalen-ce of serum antibody against Human TCell Leukemia virus type I(HTLV-I) among the Bismam asmat population (Indonesian New Guinea). AIDS research and human retroviruses. 5: 551-4. 4. Cartier,L., Araya, F., Castillo, J.L., Ruiz, F., Gormaz, A., and Tajima, K. 1992 Progressive Spastic paraparesis associated with human T-cell leukemia virus tipe I (HTLV - I ) Intern. Med. 31: 1257-1261 5. Ferreira, O.C.Jr, Vaz, R.S., Carvalho, M.B., Guerra, C., Fabron, A.l., Rosembilit, J., and Hamerschlak, N. 1995. Human Tlymphotropic virus typeI and II infection and correlation with risk factor in bloodd donors from Sao Paulo, Brazil. Tranfusion 35 : 258-263 6. Galo, R.C, 1989. The first human retrivirus. Scientific American, Dec.: 78 88. 7. Galo, R.C., Staal, F.W.1990. Retrovirus biology and human disease. Marcel Dekker INC. New York, : 218 - 228. 8. Garin,B., Gosselin, S., The, G.de., and Gessain, A. 1994. HTLV I/II infection in High viral endemic area of Zaire, Central Africa : Comparative evaluation of serology,PCR, and significance of indeterminate Western blot pattern. J.Med.Virol. 44 : 104-109 9. Hall , W.W., Ishak, R., Zhu,S.W., Novoa, P., Eiiraaku, N., Takahashi, H., Ferreira, M.C., Azevedo, V., Ishaak, M.O.,Ishak, O.,Ferreira, O.C., Monken C.,and Kurata, T.1996. Human T lymphotropic virus type II (HTLV- II): epidemiology, molecular propertie-sand clinical features of infection . J. Acquired Immune Defic Syndrome, Hum. Retrovirol. 13 : 5204 -5214. 10. Ishida, T., Yamamoto, K., Omoto, K. 1985. Prevalence of a human retrovirus in .d o m o o c u -tr a c k C w w w .d o m C lic k to bu Kumala w w w c u -tr a c k .c F -X C h a n ge F -X C h a n ge N y y N O W ! PD O W ! PD bu to k lic .c 11. 12. 13. 14. native Japanese evidence for a possible ancient origin. J.Infect 11: 153 - 157. Kalyanraman, V.S., Sarngadharan, M.G., Robert-Guroff, M., Miyoshi, I., Golde, and Gallo, R.C.1982. A new subtype of humanT-cell leukemia virus(HTLV-II) associated with a T-cell variant of hairy cell leukemia. Science 218 : 571-574. Kleinman, S.H., Kaplan, J.E., Khabbaz, R., Calabro, M.A.1994. Evaluation of p21e - spiked Western Blot (immunoblot) in confirming HTLV virus tipe 1 or II infection in volunteer blood donors). J.Clin Microbiol. March: 603 - 607. Kwok,S., Erlich, G.,Poiez, B., Bhagavati, S., and Sninsky, J.J. 1988. Characterisation of sequence of Human TLymphotropic Virus Type Ifrom a patient with chronic progres-sive myelopathy. J. Infect. Dis.162 :353-357. Kwon, K.W., Ikeda, H., Sekiguch, S. 1989. Evaluation of the Human T- Cell leukemia virus type I Seropositivity of blood donors by the Particle agglutination inhibition. JPN J.Cancer Res 80: 833-838 September. 15. Murphy,E.L., Mahieux, R.,deThe, G., Tekala, F., Ameti, D., Horton, J., and Gessain, A. 1998. Molecular epidemiology of HTLV-II among United States blood donor and intravenous drug users an age-cohort effect for HTLV-II RFLP type aO. Virol. 242:425-434. 16. Sabino,E.C. Zrein, M., Taborda, P., Otani, M,.M. Otani, G. Ribeiro-dos Santos, and A.Saez-Alquezar. 1999. Evaluation of the INNO-LIA HTLV I/II Assay for confirmation of Human T-Cell LeukemiaVirus–Reactive Sera inBlood Bank Donations. J.Clin.Microbiol.37: 1324-1328 17. Yamaguchi,K., Takaatsuki, K., Dearden, G., Matutes. G.E., and Catovsky, L. 1989. Chemotherapy with deoycoformycin in mature T-cell malignancies. In:Cancer Chemo-therapy. Challenges for the future 3 : 216-220 J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2 97 .d o m o o c u -tr a c k C w w w .d o m C lic k to bu Epidemiologi dan penanganan virus human T-cell leukemia w w w c u -tr a c k .c