IDENTIFIKASI KANDUNGAN DAN AKTIFITAS LARVASIDA MINYAK DAUN SEREH WANGI (Cymbopogon winterianus Jowitt) TERHADAP NYAMUK ANOPHELES sp. Susi Stephanie*,Dra. Moerfiah, M. Si1. Sri Wardatun, M. Fram., Apt2 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN Abstrak Salah satu dari tanaman yang berpotensi insektisida adalah tanaman sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt).Minyak atsiri sereh wangi mengandung sitronelal yang dapat membunuh serangga, termasuk nyamuk. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi minyak atsiri daun sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) sebagai larvasida nyamuk Anopheles sp penyebab malaria, dan mengidentifikasi kandungan bahan kimia dalam minyak atsiri daun sereh wangi dengan metode kromatografi gas spektroskopi massa. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa minyak atsiri daun sereh wangi mempunyai potensi sebagai larvasida sebesar LC50 236,59 ppm dan produk merk dagang sebesar LC50 5,12 ppm. Hasil identifikasi dengan metode GCM, minyak atsiri daun sereh wangi mengandung 23,95 % citronelal, yang diduga berperan sebagai larvasida. Kata kunci : Kata kunci : Minyak daun sereh wangi, Larvasida, Anopheles sp. Abstract One of the potential crop insecticides are plant citronella (Cymbopogon winterianus Jowitt) containing citronella essential .Minyak citronellal that can kill insects, including mosquitoes. The purpose of this study was to determine the potential of the leaf essential oil of citronella (Cymbopogon winterianus Jowitt) as larvicides malaria mosquito Anopheles causes, and identify the chemicals in the leaves of lemongrass essential oil by gas chromatography mass spectroscopy. Results of the study showed that the leaf essential oil of citronella has potential as larvicides for 236.59 ppm LC50 and LC50 of product trademarks of 5.12 ppm. Results of identification with GCM method, leaf essential oil of citronella contains 23.95% citronelal, which is thought to act as larvicides. Keywords: Keywords: leaf oil of citronella, larvicides, Anopheles sp. Pendahuluan Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena angka morbilitas dan mortalitasnya yang tinggi terutama di daerah luar Jawa dan Bali. Di daerah trasmigrasi yang terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemik malaria, masih sering terjadi ledakan kasus atau wabah yang menimbulkan banyak kematian (Widoyono, 2008). Penyakit malaria sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Seorang ilmuan Hippocrates (400-377SM) sudah membedakan jenis-jenis malaria. Alophose Laveran (1880) menemukan plasmodium sebagai penyebab malaria, dan Ross (1897) menemukan perantara malaria adalah nyamuk Anopheles (Widoyono, 2008). Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif. penurunan kesadaran, dehidrasi, manifestasi pendarahan, ikterik, gangguan fungsi Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah yang bermanifestasi pada gejala klinis yang dapat menyebabkan ginjal, pembesaran hati dan limpa, serta bisa diikuti dengan munculnya gejala neurologis (refleks patologis dan kaku kuduk) (Widoyono, 2008). Daur hidup nyamuk meliputi stadium-stadium telur, larva, pupa, dan dewasa. Larva dan pupa hidup dalam air. Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung spesies nya. P. falciparum menularkan waktu 7-14 hari, P. vivax dan P. ovale 8-14 hari, sedangkan P. falciparumriae memerlukan waktu 7-30 hari. Masa inkubasi ini dapat memanjang karena berbagai faktor seperti pengobatan dan pemberianprofilaksis dengan dosis yang tidak adekuat (Widoyono, 2008). Permasalahan resistensi terhadap obat malaria semakin lama semakin bertambah. Resistensi obat menyebabkan semakin kompleknya pengobatan dan penangulangan penyakit malaria. Upaya untuk mencegah penyakit ini terjadi adalah membunuh vektor penyakit sejak dini dengan cara membunuh larva yang sebelum berkembang menjadi nyamuk yang lebih sulit untuk dikendalikan. Insektisida sintetis dapat menekan populasi nyamuk, tetapi memiliki dampak negatif, meliputi polusi lingkungan (kontaminasi air, tanah, dan udara), hama menjadi resisten, resurgen maupun resisten terhadap peptisida, karena itu perlu dikembangkan insektisida nabati yang dapat mengurangi dampak negatif dari bahan kimia (Kardinan, 2011). sangge (Batak Toba), sarae arun (Minangkabau), sorae (Lampung), sereh (Sunda), see (Melayu), patahambori (Bima), kedoung witu (Sumba), sare (Makasar), garamakusu (Manado dan Ternate), serai (Ambon) (Susetyo dan Haryati, 2004). Tinjaun Pustaka Sereh Wangi Tanaman sereh wangi termasuk ke dalam famili Poaceae, dan spesies Cymbopogon winterianus. Daun sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt). Minyak sereh wangi jawa disuling dari Cymbopogon winterianus Jowitt. Tanaman ini berdaun lebar, membutuhkan tanah yang subur serta perawatan pertumbuhan dan pemeliharaan yang lebih cermat. Tanaman ini harus diremajakan setelah berumur beberapa tahun, karena bongkol akarnya dengan sendirinya muncul ke permukaan tanah. Tunas muda yang tumbuh dari pangkal daun induk, tumbuh manjadi rumoun dan bedaun (tinggi 3 sampai 4 kaki) hingga akhirnya ujungnya menyentuh tanah. Tanaman akan berbunga jika dibiarkan tumbuh secara alami. Tanaman yang tinggi biasanya kurang mengandung minyak dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh dengan ketinggian biasanya kurang mangandung minyak dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh dengan ketinggian normal. Di Jawa terdapat beberapa vaeritas tanaman sereh wangi yang tumbuh liar. (Guenther, 1987) Komposisi Kimia Sereh Wangi Minyak atsiri yang terpenting sitronelal, yang kemudian di ubah menjadi sitronelol, sitronelol-sitronelol ester, hidroksi sitronelal, dan mentol sintetik (Ketaren, 1990). Gambar 1. Daun sereh wangi (Dokumentasi Pribadi ) Sereh dibudidayakan di pekarangan, tegalan, dan sela-sela tumbuhan lain. Biasanya sereh dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu, Sereh lemon atau sereh bumbu (Cymbopogon citrus) dan sereh sitronellal (Cymbopogon winterianus Jowitt). Sereh wangi di Indonesia ada dua jenis yaitu Mahapengiri dan Lenabatu. Mahapegiri dikenal dari bentuk daun yang lebih pendek dan lebih luas dibandingkan Lenabatu. Jenis Mahapegiri memberikan hasil minyak atsiri yang lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik, artinya kandungan geraneol dan sitronelanya lebih tinggi dari jenis Lenabatu. Selain itu jenis Mahapegiri memerlukan tanah yang lebih subur, hujan yang lebih banyak dan pemeliharaan yang lebih baik (Ketaren dan Djatmiko, 1978). Sebutan untuk tanaman ini di beberapa daerah Indonesia diantaranya sereue (Aceh), sere (Gayo, Jawa Tengah, Madura, Bugis), sangge- Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, dari bulan Juli sampai Oktober 2014 di Laboratorium Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan di Bogor. Dilanjutkan uji larvasida larva nyamuk Anopheles sp Dilaboratorium Loka Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang di Ciamis. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat destilasi uap, seperangkat alat kromatografi gas spektroskopi masa gelas ukur, labu ukur, pipet tetes, vial kecil, piknometer, pipet. Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) yang berasal dari Balitro, larva nyamuk Anopheles, larvasida kimia (Abate), pelarut dimetil sulfoksida, aquades. Pengumpulan Bahan Tanaman yang akan digunakan diperoleh dari Ballitro (Balai Penelitian Tanaman Obat Bogor) yang diambil dengan ukuran dan usia yang seragam. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kebun raya bogor. Pembuatan Minyak Atsiri Dengan Metode Destilasi Uap 1. Ditimbang 5 kg daun sereh wangi segar (dilayukan selama 2-4 jam), setelah dirajang daun diletakkan di atas sebuah piringan yang berlubang seperti ayakan dan terletak beberapa cm di atas permukaan air di dalam ketel kemudian disuling menggunakan metode penyulingan uap dan air (dikukus) selama kurang lebih 4 – 5 jam. Ketel ini disambungkan dengan kondensor, uap air dan uap minyak dapat berkondensasi sehingga menjadi minyak dan air. 2. 3. Campuran minyak dan air ini akan tertampung pada suatu wadah dan minyak akan terpisah dari air karena air akan masuk kembali ke dalam ketel. Proses penyulingan selesai ketika bahan sudah tidak menghasilkan minyak lagi (Ketaren, 1985), dengan ciri-ciri sudah tidak ada lagi campuran minyak dan air yang menetes pada wadah penampung. Minyak hasil penyulingan ini adalah minyak atsiri daun sereh wangi. Alur destilasi minyak atsiri daun sereh wangi dapat dilihat pada lampiran1. Rendemen Rendemen minyak atsiri total dihitung dengan membandingkan berat minyak atsiri yang dihasilkan dan berat simplisia (Depkes RI, 2000). Perhitungan rendemen minyak atsiri total dapat dilakukan berdasarkan persamaan berikut: Penetepan Berat Jenis Minyak Atsiri Penetapan berat jenis minyak atsiri dilakukan untuk mengkonversikan berat minyak atsiri yang berupa cairan (v/b) menjadi berat minyak atsiri (b/b). Berat jenis minyak atsiri ditentukan dengan mengunakan piknometer bersih dan kering dalam lingkungan yang sama. Berat jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi berat minyak atsiri dengan berat air (Depkes RI, 1995). Pemeliharaan Larva Nyamuk Telur nyamuk ditetaskan dalam botol kaca yang berisi air suling. Telur akan menetas dalam waktu 24 jam menjadi instar I, selanjutnya larva tersebut dipelihara sampai menjadi instar III (72-96 jam ). Perbedaan instar dapat dilihat dengan adanya pergantian kulit. Makanan yang diberikan berupa campuran roti dengan perbandingan 3 : 2 yang dilarutkan dalam air suling. Pemberian makanan diatur sesuai dengan umur larva, yaitu umur 1 hari diberi makan sebanyak 0,2 mg / larva, umur 2 hari sebanyak 0,3 mg/ larva (Percakapan pribadi dengan petugas P2B2 Ciamis). Uji Larvasida Minyak atsiri diuji toksisitasnya terhadap larva nyamuk Anopheles. Sampel diuji pada konsentrasi 0 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm selanjutnya ditentukan LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian 50% larva nyamuk). Tahapan uji toksisitas (LC50) yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Telur nyamuk Anopheles dibiarkan dalam media yang berisi air. b. dari nyamuk Anopheles terus disimpan pada tempat yang lembab sampai telur menetas menjadi larva dan siap digunakan dalam pengujian. c. Disiapkan untuk proses pengujian, dimana untuk masing-masing konsentrasi dibutuhkan wadah (pengulangan 3 kali). d. Minyak atsiri diambil 993,5 mg dan dilarutkan dalam 14 ml pelarut dimetil sulfoksida larutan sampel tersebut ditambahkan aquades hingga volumenya 100 ml, kemudian diambil 20,13 ml kemudian dilarutkan dalam aquades hingga volume 100ml sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2000 ppm kemudian diencerkan menjadi 0 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm. e. Semua perlakuan dilakukan sebanyak triplo. f. Pengamatan terhadap kematian larva nyamuk dilakukan setelah 24 jam. g. Analisis data dilakukan untuk mencari konsentrasi kematian Alur penentuan LC50 minyak atsiri daun sereh wangi dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3. Perbandingan Dengan Larvasida Kimia Temephos (Abate). Sebanyak 100 mg larvasida kimia dilarutan dalam labu ukur 50 ml dengan aquades, sehinga diperoleh konsentrasi 2000 ppm, kemudian dibuat deret dosis yang sama dengan perbandingan minyak atsiri yaitu 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm dalam wadah lalu ditambahkan 10 larva nyamuk Anopheles. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan cara menghitung jumlah larva yang mati dan dinyatakan dalam prosentase kematian. Identifikasi Bahan Kimia Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi dengan Metode GC-MS Kondisi GC-MS temperatur inlet 250°C, kecepatan gas pembawa 1,3 mL/menit, suhu oven (suhu awal 100°C selama 10 menit kemudian dinaikan 200°C/menit sampai 3 (menit), suhu detektor 250°C, splitless injector dan digunakan mode EI (electron impact) sampai 150°C, dinaikan lagi 10°C/menit sampai 250°C suhu detektor 250°C, splitless injector dan digunakan mode EI (electron impact) Volume yang injeksi adalah 5µ. (Percakapan prribadi dengan lab forensik polri) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengumpulan dan Determinasi Tanaman. Hasil determinasi tanaman menunjukan tanaman yang digunakan adalah sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) dengan suku Poaceae. Tanaman sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) yang digunakan diperoleh dari koleksi Ballitro yang berumur seragam, kemudian disuling dengan metode uap air yang dilakukan di Ballitro, sehinga di peroleh minyak atsiri. Rendemen dan Hasil Penyulingan. Rendemen minyak atsiri yang diperoleh sebesar 1.1 %. Rendemen simplisia adalah perbandingan antara bobot minyak atsiri yang di peroleh setelah proses dengan bobot daun segar awal. Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil penyulingan 5 kg daun sereh wanggi (Cymbopogon winterianus Jowitt) diperoleh 55 ml minyak atsiri berwarna kuning jernih dengan aroma yang sangat spesifik dan berbau khas. Hasil penyulingan dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil Uji Larvasida dengan Nyamuk Anopheles sp. Uji larvasida dilaksanakan di Laboratorium Loka Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (B2P2) Ciamis pada tanggal 23-24 September 2014. Gambar 7 menunjukan hubungan probit dengan log dosis minyak atsiri daun sereh wangi sedangkan Gambar 8 hubungan probit dengan log dosis abate. 8 Probit 6 y = 2.6227x 1.2259 R² = 0.9045 4 2 0 0 2 4 Log Dosis Hasil penetapan Berat Jenis Minyak Atsiri. Berat jenis atau densitas merupakan perbandingan antara berat minyak atsiri dengan volume. Penetapan berat jenis minyak atsiri dilakukan untuk mengkonversikan berat minyak atsiri yang berupa cairan (v/b) menjadi berat minyak atsiri (b/b). Berat jenis minyak atsiri ditentukan dengan mengunakan piknometer bersih dan kering dalam lingkungan yang sama. Berat jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi berat minyak atsiri dengan berat air (Depkes RI, 1995). Hasil penetapan berat jenis diperoleh berat jenis minyak atsiri sebesar 0,935, sehinga diperoleh 1 ml minyak atsiri adalah 0,935 g Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil Identifikasi Bahan Kimia Minyak Sereh Wangi dengan Alat Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (GC-MS). Identifikasi minyak sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) dengan alat GC MS menghasilkan 28 senyawa dengan kemiripan >95%. Waktu analisis selama 35 menit.. Kromatografi dan spektrum masa minyak atsiri sereh wangi.Senyawa-senyawa yang diduga memiliki aktivitas larvasida menurut penelitian sebelumnya adalah citronella. Hasil identifikasi minyak atsiri sereh wangi dengan kemiripan 96 % dengan kadar 23,95 % sedangkan geraniol dengan kemiripan 91 % dengan kadar 13,10 %. Gambar 7 Grafik larvasida sereh wangi (cymbopogon winterianus Jowitt) 8 Probit Gambar 6 Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi y = 5.1085x + 1.3559 R² = 0.9684 6 4 2 0 0 2 Log Dosis Gambar 8 Grafik Efektifitas Larvasida Abate Jumlah kematian larva dianalisa dengan analisis probit dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mendapatkan LC50 .Berdasarkan Gambar 7 hubungan antara persamaan regresi log dosis dengan probit kematian larva nyamuk Anopheles sp diperoleh persamaan regresi y = 2,622x - 1,225, sedangkan pada Gambar 8 diperoleh persamaan regresi Abate y = 5,108 x +1,355. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan LC50 Minyak atsiri daun sereh wangi dan larutan pembanding Abate. Analisis probit LC50 minyak atsiri daun sereh wangi adalah 239, 59 ppm sedangkan LC50 Abate adalah 5,12 ppm. Abate adalah larvasida kimia yang direkomendasikan aman oleh dinas kesehatan karena hinga saat ini belum diketahui atau dilaporkan adanya gejala yang menyebabkan keracunan (WHO, 2011). A: Kondisi percobaan pada larva terhadap minyak atsiri sereh wangi B: Kondisi percobaan pada larva terhadap Abate. Arswendiyuma, 2011 telah melakukan penelitian mengenai efek larvasida minyak atsiri daun dan batang wangi dengan varietas yang berbeda (Cymbopogon nardus) dengan LC50 422,30 ppm. Sedangkan hasil penelitian ini mengunakan varietas Cymbopogon winterianus Jowitt dengan mengunakan minyak atsiri daun sereh wangi dengan LC50 236,59 ppm. Hasil ini menunjukan bahwa LC50 minyak atsiri daun sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) lebih baik dibandingkan minyak atsiri daun dan barang sereh wangi varietas Cymbopogon nardus, tetapi aktifitas minyak atsiri daun sereh wangi Cymbopogon winterianus Jowitt masih jauh di bawah aktifitas Abate sekitar 10 % dari daya kerja Abate, tetapi hal ini masih dapat ditolerir karena minyak atsiri daun sereh wangi adalah bahan alam sedangkan Abate adalah bahan sintesis. Berdasarkan penelitian Arswendiyuma, 2011 sitronella dan geraneol adalah komponen kimia yang berpotensi sebagai larvasida. Kematian terjadi diduga kerena sifat dasar dari minyak atsiri yang mudah menguap dan beraktifitas racun yang dalam tanaman yang digunakan untuk menghalau seranga. Efek kerja minyak atsiri hampir sama dengan obat bius yang dapat membunuh pada selsel hewan, dan efek iritasi terhadap jaringan hewan pada dosis tertentu berguna sebagai aromatik yang terhirup oleh larva sehinga dapat mengangu sistem pernafasan dari larva (Guenther, 1990). Hasil identifikasi GCMS minyak atsiri daun sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) menunjukkan bahwa kadar tertinggi dari minyak atsiri daun sereh wangi adalah sitronella sekitar 23 % dan geraneol dengan kadar sekitar 13 % adalah senyawa yang diduga menyebabkan efek larvasida pada minyak atsiri daun sereh wangi. Sifat minyak atsiri sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) dapat menimbulkan sensasi panas bila terkena kulit hal tersebut juga diduga sebagai dasar dari meningkat kematian larva. Mekenisme kerja sitronela menghambat enzim asetilkolinesterase dengan melakukan fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim bersangkutan, gejala keracunannya karena adanya penimbunan asetilkolin yang menyebabkan terjadinya keracunaan khusus yang ditandai dengan gangguan sistem syaraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan dan kematian (Mutchler, 1991). Kandungan sitronela pada sereh wangi yang menyebabkan kematian pada larva yaitu karena kehilangan cairan terus-menerus sehinga tubuh larva nyamuk kekurangn cairan (Guenther, 1987). Berdasarkan hal-hal tersebut maka toksin yang berasal dari minyak atsiri daun sereh wangi dapat digunakan sebagai larvasida menekan populasi larva KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. 1. Sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) diketahui efektif sebagai larvasida dengan daya LC50 236,59 ppm, sedangkan Abate LC50 5,12 ppm. 2. Aktifitas larvasida dari minyak atsiri daun sereh wangi diduga dari kandungan Citronella yang mempunyai kadar paling tinggi. Saran. 1. Dikembangkan untuk dibuat dalam bentuk sediaan yang lebih praktis. 2. Dikembangkan efektifitasnya dengan sereh wangi jenis yang berbeda. Daftar Pustaka Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Dapartemen Kesehatan RI. Hal.1030-1031 Depkes RI. (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Dapertemen Kesehatan RI. Hal. 121-127. Entomol, J. (2010). Jurnal Pengujian Ektrak tumbuhan. Vol 7. Bandung. Hal 1-8. Guenther, E. (1987)The Esensial Oils. Penerjemah: Ketaren, S. (1990). Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 36-51. Hal. 204-220. Kardinan, A. (2011). Pengembangan Inovasi Pertanian. Bogor. Hal. 262-278 Ketaren, S, dan B, Djatmiko. (1978). Minyak Atsiri Bersumber Dari Bunga dan Buah. Dapertemen Teknologi Hasil Pertanian, IPB. Bogor. Hal. 1-16. Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak atsiri. Jakarta. Penerbit: Universitas Indonesia, Press. Hal. 204-220. Ketaren, S. (1990). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka. Jakarta. Penerbit: Universitas Indonesia, Press. Hal. 74 WHO. (2011). Specifications and Evaluations For Public Healt Pesticides. Temephos. Hal 610. Widoyono. (2008). Penyakit Tropis . Jakarta. Penerbit: Erlangga. Hal. 111-112.