Diterbitkan oleh: BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR) I S S N : 1412-2588 Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai sebagai medium tukar pikiran, informasi, dan penelitian ilmiah para pemerhati masalah pendidikan. Penanggung Jawab Ir. Suwandi Supatra, MT. Pemimpin Redaksi Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A. Sekretaris Redaksi Rosmawati Situmorang Dewan Editor Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A. Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M. Dr. Elika Dwi Murwani, M.M. Etiwati, S.Pd., M.M. Ir. Budyanto Lestyana, M.Si. Alamat Redaksi : Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470 Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968 http://www.bpkpenabur.or.id E-mail : [email protected] Jurnal Pendidikan Penabur Nomor 26/Tahun ke-15/Juni 2016 ISSN: 1412-2588 Daftar Isi, i Pengantar Redaksi, ii - v Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Emosional dan Kognitif Anak Usia 4,5 Tahun, Felucia Hendriette E.P., 1-9 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia pada Koran Daerah, Yohanes Paiman, Hilda Karli, Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card, 10-27 28-50 Penggunaan Media Gambar Berseri Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Prosedur, Sakila, 51-68 Taking Learning to Task, Strategi Pembelajaran Orang Dewasa, Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani, Yuli Kwartolo, Paulus Eko Kristianto, Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak, 69-81 82-94 Mudarwan, 95-102 Resensi buku: Anak, Sang Peniru Andal, Inge Pudjiastuti Adywibowo, 103-107 Profil BPK PENABUR Bandar Lampung, Reno Delison Bakkara, 108-114 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 i Pengantar Redaksi ebagai mahluk sosial, manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi satu sama lain. Seseorang menyampaikan pikiran atau perasaannya dengan menggunakan bahasa dalam ragam lisan atau tertulis. Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki kaidah yang mengatur susunan kata dan kalimat sehingga pesan atau gagasan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh orang lain yang menggunakan bahasa yang sama. Setiap bahasa memiliki kaidah sendiri walaupun dalam rumpun bahasa tertentu kemungkinan ada kesamaan satu sama lain misalnya, antara bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia, bahasa Jerman dengan bahasa Belanda. S Dalam ragam bahasa tulisan kaidah bahasa termasuk ejaan yang mencakup pembentukan kata/istilah, penulisan kata, penggunaan huruf besar dan kecil, penggunaan tanda baca, penyusunan kata dalam kalimat, penyusunan kalimat dalam paragraf, dan penyusunan paragraf dalam satu wacana. Sedangkan dalam ragam bahasa lisan, kaidah bahasa termasuk cara mengucapkan huruf dan kata serta intonasi. Penggunaan kaidah bahasa secara benar mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam arti semakin baik menggunakan kaidah bahasa, semakin tepat tujuan komunikasi tercapai. Sebaliknya, semakin banyak kesalahan kaidah bahasa dipergunakan, semakin besar kemungkinan terjadi distorsi dalam berkomunikasi sehingga pesan yang disampaikan salah dipahami atau terjadi kesalah pahaman. Sungguhpun pada dasarnya terdapat kesamaan kaidah dalam bahasa ragam lisan dan tulisan akan tetapi ada perbedaan dalam penggunaan kata dan kalimat. Misalnya, terdapat kata atau frase tertentu dalam bahasa lisan biasa dipergunakan tetapi dalam bahasa tertulis tidak lazim. Dalam bahasa lisan sering juga unsur-unsur kalimat tidak dipakai secara lengkap, tetapi pesan yang disampaikan dipahami dengan baik oleh pihak lain. Bahkan kalau menggunakan susunan kata yang lengkap, komunikasi itu terkesan kaku dan tidak efisien. Misalnya, untuk mengajak teman akrab kita makan siang, kita mengatakan, “ Makan yuk!” Kemudian, teman itu menjawab, “Belum lapar”. Komunikasi terjadi dengan baik, walaupun ajakan dan jawaban itu tidak menggunakan unsur kalimat yang lengkap. Dalam bahasa tertulis, kaidah bahasa seyogianya dipergunakan secara benar dan konsisten. Oleh karena itu, orang yang menggunakan bahasa tertulis hendaknya memahami kaidah bahasa yang ia gunakan untuk menghindari kesalahpahaman pembaca. Apalagi, berkomunikasi secara tertulis tidak dibantu dengan intonasi atau ekspresi wajah yang dapat memperjelas pesan. Ketaatazasan menggunakan kaidah bahasa dalam tulisan ilmiah sangat diperlukan agar kebenaran yang hendak disampaikan dapat dipahami dan diterima secara tepat oleh pembacanya. ii Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Di samping sebagai alat komunikasi, bahasa juga merupakan alat berpikir. Manusia mengalami kesulitan berpikir tanpa menggunakan bahasa, matematika dan logika. Proses berpikir menggunakan bahasa dan penguasaan bahasa yang baik membantu kelancaran berpikir yang hasilnya kemudian dikomunikasikan dalam ragam bahasa lisan atau tertulis. Penggunaan bahasa yang kacau mencerminkan penalaran dan pikiran yang kacau juga. Bahasa juga dapat dijadikan salah satu penciri kepribadiaan seseorang. Kesantunan dapat dilihat dari pilihan dan susunan kata yang dipergunakan. Oleh karena itu, sejak kecil anak dibiasakan mendengar dan menggunakan kata dan ungkapan yang sopan. Mereka dijauhkan dari penggunaan kata atau ungkapan kasar dan tidak pantas agar mereka tidak menirunya. Tidak jarang anak dianggap tidak sopan atau ‘kurang ajar’ karena mengucapkan kata atau ungkapan yang tidak pantas. Sebaliknya, anak dianggap baik dan ‘manis’ dari tutur katanya. Di balik itu semua, orang tua dan lingkungan hendaknya peka terhadap ‘keunggulan’ anak dalam meniru prilaku orang sekitarnya, sebagaimana dikemukakan dalam buku Anak, Peniru yang Andal yang resensinya dimuat dalam Jurnal ini. Kepekaan anak terhadap lingkungannya juga tergambar pada hasil penelitian Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Emosional dan Kognitif Anak yang memberikan saran antara lain agar orang tua hati-hati dalam mengasuh anaknya, termasuk menggunakan bahasa kepada anak. Penguasaan bahasa sebagai alat komunikasi dan alat berpikir sangat penting dalam kehidupan sosial dan merupakan salah satu alasan kuat, pelajaran bahasa diberikan di lembaga pendidikan mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. Walaupun demikian, berbagai kesalahan penggunaan kaidah bahasa masih sering ditemukan. Sebagai contoh, dalam makalah mahasiswa S1, S2, dan S3 masih terdapat banyak kesalahan penggunaan kata ‘di’ sebagai kata depan dan kata awalan. Penulisan ‘diatas’, ‘disamping’, dan ‘di tunjuk’, ‘di terima’ masih saja terdapat pada tulisan mahasiswa. Lebih memprihatinkan lagi, di antara mahasiswa yang membuat kesalahan itu adalah berprofesi sebagai guru atau dosen. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengatur penggunaan ejaan bahasa Indonesia dan tata bahasa baku bahasa Indonesia yang disempurnakan secara berkala. Juga untuk membantu menggunakan bahasa Indonesia secara benar telah diterbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Bahasa. Sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga telah lama dilakukan oleh Pusat Pembinaan Bahasa (yang sekarang menjadi Badan Bahasa). Akan tetapi, sampai sekarang kesalahan penggunaan kaidah bahasa Indonesia masih saja terjadi. Lebih jauh lagi, dengan berkembangnya penggunaan pesan singkat melalui telpon genggam, penggunaan bahasa Indonesia seakan-akan lepas kontrol. Banyak kata dan kalimat disingkat tanpa aturan dan mengabaikan kaidah bahasa. Penggunaan kata asing semakin semarak di kalangan pengembang dan pengusaha lainnya. Kata asing itu dianggap dapat Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 iii meningkatkan gengsi dan citra produk mereka serta menarik minat calon pembeli. Media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi diharapkan dapat dijadikan teladan dalam menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sejumlah media massa sudah menyadari peranannya dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi hasil penelitian koran daerah yang dimuat dalam Jurnal ini, dengan judul Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Pada Koran Daerah, menunjukkan berbagai kesalahan penggunaan kaidah bahasa Indonesia ditemukan. Tanpa disadari oleh pengelola, media massa mereka menyebarkan kesalahan penggunaan kaidah bahasa kepada masyarakat yang juga tidak mengetahui kesalahan itu dan mungkin menirunya. Dalam keadaan demikian, media massa menjadi penyebar virus kesalahan berbahasa, bukan menjadi pembina penggunaan bahasa yang baik dan benar. Sejak usia dini anak belajar bahasa mulai dengan mendengar, meniru, dan menggunakannya secara benar. Sebelum memasuki lembaga pendidikan, anak sudah memiliki kemampuan berbahasa walaupun masih sederhana. Lembaga pendidikan mengembangkan kemampuan berbahasa anak dengan memperkaya kosa kata dan menyusun kalimat menggunakan kaidah bahasa yang baku. Berbagai pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran dikembangkan untuk memudahkan anak belajar serta meningkatkan kemampuan berbahasanya. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam menulis teks prosedur, Jurnal ini memuat pengalaman seorang guru menggunakan bekas pembungkus makanan sebagai sumber belajar. Dalam tulisan berjudul Penggunaan Gambar Berseri Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Prosedur, penulis mendeskripsikan bagaimana media sederhana dapat dijadikan sumber belajar yang relatif murah tetapi efektif meningkatkan kemampuan anak dalam menulis teks prosedur. Pemerintah dan masyarakat Indonesia sesungguhnya belum puas dengan mutu sumber daya manusia yang dihasilkan melalui jalur pendidikan. Indeks prestasi siswa dan mahasiswa dalam berbagai bidang masih kalah bersaing di tingkat internasional. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran terus menerus ditingkat dengan berbagai cara yang antara lain ialah dengan menyempurnakan kurikulum, meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan. Di samping itu, manajemen sekolah juga ditingkatkan yang antara lain menggunakan metode Balance Score Card seperti diungkapkan dalam tulisan Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card. Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pendekatan, strategi, metode, dan cara yang dipergunakan harus berorientasi kepada peserta didik dalam arti antara lain karakteristik peserta didik harus diperhatikan dalam menentukan tujuan, bahan, dan strategi pembelajaran. Akan tetapi belakangan ini karakteristik peserta didik, khususnya di Taman Kanak-Kanak kurang iv Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 diutamakan sebagaimana dibahas dalam isu mutakhir dengan judul Anak-Anak dan Kegiatan Bermain. Kurikulum 2013 yang diterapkan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014 bertujuan meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dengan memberikan penekanan pada pendidikan karakter. Manusia Indonesia yang dihasilkan melalui pendidikan diharapkan tidak hanya unggul dalam kognitif dan psikomotorik saja, tetapi juga memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia. Di samping pendidikan karakter dilakukan melalui setiap kegiatan pendidikan di sekolah dan luar sekolah, pendidikan agama di sekolah memegang peranan penting. Salah satu penyebab tercederainya kepribadian adalah dosa yang membuat manusia menderita ketika masih hidup dan sesudah meninggal. Bagaimana memaknai dosa itu secara benar sehingga terhindar darinya, Jurnal ini memuat tulisan dengan judul Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani Transformatif. Jurnal Pendidikan Penabur No 26 Tahun ke 15 ini dilengkapi dengan profil BPK PENABUR Bandar Lampung yang secara umum memperoleh kemajuan yang cukup menggembirakan dan diharapkan terus berkembang di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat. Semangat kristiani diharapkan menguatkan motivasi pendidik dan tenaga kependidikan di BPK PENABUR Bandar Lampung untuk tetap tekun memberikan pelayanan kasih melalui kegiatan pendidikan dan ikut berperan serta dalam mencerdaskan bangsa. Selamat bekerja. Redaksi Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 v Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Penelitian Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Emosional dan Kognitif Anak Usia 4,5 Tahun Felucia Hendriette E.P. E-mail: [email protected] Bagian Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta Abstrak enelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pola pengasuhan terhadap perkembangan emosional dan kognitif anak. Menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang difokuskan pada seorang anak usia 4,5 tahun yang berbakat sekaligus mengalami masalah emosional. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2016 di sekolah TKK 6 PENABUR di Jakarta Utara. Data dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur wawancara guru dan orangtua, observasi langsung, studi dokumen (buku anekdot, hasil nilai rapot anak dan portofolio). Dianalisis dengan interactive model dan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi sumber data. Hasil penelitian menunjukkan pola asuh dalam keluarga mempengaruhi perkembangan emosional dan perkembangan kognitif anak. P Kata-kata kunci: perkembangan emosional, perkembangan kognitif, pola asuh Effects of Parenting Style on the Emotional and Cognitive Development of 4.5 Years Old Child Abstract The purpose of this researh is to identify the role of parenting style on child’s emotional and cognitive development. As a case study, qualitative descriptive method was employed and focuced on a gifted child of 4.5 years old who had emotional problem. Taking place in TKK 6 PENABUR in Jakarta, the research was conducted in Feberuary and March 2016. The data collected by interviewing the teachers and the parents, direct observation, and document study were analyzed with interactive model and validated with triangulation technique. The findings indicate parenting styles in the family influence both emotional development and cognitive development of a child. Keywords: emotional development, cognitive development, parenting Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 1 Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Pendahuluan Pendidikan sangat penting bagi perkembangan masyarakat. Semakin berpendidikan rakyat dalam suatu masyarakat, semakin beradab dan baik kedisiplinan masyarakatnya. Dalam hal ini, keluarga memiliki tanggung jawab untuk membuat anak mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif. Semakin banyak orang tua terlibat dalam proses menyampaikan pendidikan untuk anak mereka, semakin banyak anak mungkin unggul dalam karir akademik mereka dan menjadi anggota yang produktif dan bertanggung jawab dalam masyarakat. Prestasi akademik siswa tidak hanya tergantung pada kualitas sekolah dan guru, tetapi keterlibatan orang tua, dalam hal ini pola pengasuhannya, juga memiliki peran penting dalam prestasi belajar dan pembentukan karakter yang baik bagi anak mereka. ketat, dan terlalu banyak pengalaman menggelisahkan yang merangsang anak secara berlebihan akan menimbulkan emosionalitas yang meninggi pada anak. Selain itu Hurlock (1992, 211) juga mengungkapkan, emosi dapat mempengaruhi aktivitas mental, karena kegiatan mental seperti konsentrasi, pengingatan, penalaran, dan lainlain sangat mudah dipengaruhi oleh emosi yang kuat. Anak menghasilkan prestasi di bawah kemampuan intelektualnya apabila emosinya terganggu. Demikian juga, anak yang memiliki kecerdasan tinggi tetapi tidak diikuti dengan pengendalian emosi yang baik akan menimbulkan gangguan perkembangan kognitif dan mempengaruhi kehidupan pribadi dan sosial anak . Di sebuah sekolah Taman Kanak-Kanak di daerah Jakarta Utara, di kelas TK A ditemukan seorang anak laki-laki berinisial “G”berusia 4,5 tahun yang lincah Anak bukanlah dan aktif. Dari orang dewasa dapenampilannya Tekanan yang dialami anak lam ukuran kecil. terlihat ia seorang Oleh sebab itu, anak masa prasekolah untuk belajar, anak yang percaharus diperlakukan baik oleh orangtua maupun ya diri, sehat dan sesuai dengan tahap guru di sekolah, dapat diasuh dengan perkem-bangannya. mempengaruhi perkembangan baik. Akan tetapi Hanya saja, dalam emosionalnya. setelah berbicara praktik pendidikan dengan gurunya, sehari-hari, tidak ada sesuatu hal selalu demikian yang menarik yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan tentang anak ini, terutama mengenai kemambetapa para orang tua dan masyarakat pada puannya menyerap pelajaran dan sikap emosioumumnya memperlakukan anak tidak sesuai nalnya di kelas. dengan tingkat perkembangannya. Di dalam Dari hasil observasi guru selama di kelas keluarga, orang tua sering memaksakan dan nilai di rapot semester satu yang diperoleh, keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah “G” yang tergolong anak yang cerdas dan guru sering memberikan tekanan tidak sesuai pandai, ia memperoleh 4 tanda bintang untuk dengan tahap perkembangan anak, di berbagai aspek kognitif, bahasa, dan psikomotorik (halus media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak dan kasar). Bintang empat menandakan bahwa terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim anak masuk dalam kategori penilaian (Sriheriyanti, 2010). Berkembang Sangat Baik (BSB). Penilaian BSB Tekanan yang dialami anak masa sudah didapatnya sejak ia masih di kelas prasekolah untuk belajar, baik oleh orangtua Kelompok Bermain. Mengenai perkembangan maupun guru di sekolah, dapat mempengaruhi kognitifnya, “G” sudah dapat mengucapkan perkembangan emosionalnya, seperti yang angka (membilang) dan mengenal angka sampai diungkapkan oleh Hurlock (1992: 241) bahwa 100. Ia selalu menyelesaikan tugas pelajaran ketegangan yang terus menerus, jadwal yang kognitif lebih cepat dari temannya terutama 2 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan untuk konsep bilangan dan sudah dapat mengonsep bilangan lebih dari 15. Juga dapat menyusun puzzle 12 potong dengan cepat. Hal yang menarik terjadi ketika dites gurunya dalam percobaan air dalam gelas dipindahkan kedalam mangkuk, seperti percobaan dalam teori kognitif Piaget. Anak lain mengatakan, jumlah air lebih banyak di gelas bukan di mangkuk, tetapi menurut “G” jumlah air di dalam gelas dan mangkuk adalah sama banyak. Pemikiran ini, apabila dikaitkan dengan usia anak menurut teori Piaget, seharusnya sudah masuk dalam tahap operasional konkret (usia 7 atau 8 tahun). Dari pengamatan di kelas oleh gurunya juga hasil laporan orangtuanya pada saat penerimaan rapor, “G” di rumah juga dengan cepat dapat menyelesaikan permainan puzzle pada tingkat tinggi sehingga dapat dikategorikan “G” adalah anak “gifted” (berbakat). Pengamatan lain yang terjadi di kelas apabila guru akan memulai pelajarannya, “G” akan cepat-cepat duduk paling depan dan terlihat menaruh minat yang besar saat guru menjelaskan sesuatu, terutama saat pelajaran kognitif (matematika dan sain). Permasalahan, yang ditemukan di dalam kelas berdasarkan observasi langsung dan informasi guru serta juga laporan orangtua di rumah, ialah “G” bermasalah dalam pengendalian emosinya, antara lain, di sekolah: suka berteriak-teriak, tidak menerima teguran dengan alasan pembelaan diri, suka marah pada teman, tidak mau mengalah (suka merebut mainan teman), tidak tertib saat berbaris (selalu merebut barisan teman di depannya), juga tidak taat pada guru (tidak membereskan mainan setelah selesai bermain). Selain itu, emosionalitas “G” membuat ia cepat menjadi bosan sehingga suka mengganggu temannya. Dan juga apabila “G” melihat temannya tidak bisa mengerjakan tugas dengan baik maupun saat temannya tidak mengerti apa yang “G” mau, “G” tidak bisa mengungkapkannya dan mengakibatkan dia menjadi marah-marah. Sedangkan laporan dari orangtua, “G” marah apabila ditegur, sulit mengikuti peraturan di rumah (salah satu contohnya ia selalu bermain air walaupun sudah dilarang). Latar belakang keluarga “G” menunjukkan, “G” adalah anak pertama dari dua bersaudara, berasal dari keluarga menegah ke atas. Adiknya, perempuan berusia dua tahun lebih muda darinya. Ibu sudah tidak bekerja sejak anak kedua lahir, sehingga pengasuhan anak ada di bawah ibu langsung (tidak ada pengasuh, hanya ada pembantu), sedangkan bapak bekerja. Pada saat “G” belum punya adik, ia diasuh oleh seorang pengasuh untuk melatih kecerdasannya, ibu yang selalu melatihnya setelah ia pulang kantor. Sekarang dalam pengasuhan ibunya, ibu membatasi “G” menonton TV, hanya boleh nonton film anak-anak yang edukatif dan membaca buku. Ibu menyerahkan tanggungjawab dan kemandirian sepenuhnya kepada “G” karena ibu harus mengurus adiknya yang masih kecil. Ibu yang selalu menuntut dan disiplin membuat “G” menjadi anak yang temperaman dan cenderung agresif (ada letupan emosi = temper tantrum), kalau marah suka berteriak-teriak dan memukul sesuatu di dekatnya. Ia juga memiliki kecemburuan terhadap adiknya. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut,pola asuh orangtua di rumah dapat mempengaruhi perkembangan emosional dan perkembangan kognitif anak. Menurut Hurlock, ada tiga jenis ekspresi emosi yang umum, yaitu takut, marah dan senang. Jenis emosi tersebut menunjukkan respon tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan pada perilaku anak. Emosi dapat berubah bukan hanya disebabkan adanya perubahan perasaan, tapi juga karena kondisi lingkungan yang dialami anak. Emosi juga dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak, antara lain melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang menyertai emosi, mengomunikasikan perasaannya kepada orang lain dan mengenal berbagai jenis perasaan orang lain (Hurlock , 1992, 215). Penelitian ini merumuskan 2 (dua) masalah berikut. 1. Bagaimanakah pengaruh pola asuh orangtua terhadap perkembangan emosional anak? Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 3 Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan 2. Apakah pola asuh orangtua dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah mengetahui peran pola asuh terhadap perkembangan emosional dan perkembangan kognitif anak usia 4,5 tahun. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada guru dan orangtua. Guru dapat memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai hambatan emosional dan kognitif anak terutama yang disebabkan karena pola asuh dari orangtua di rumah. Orangtua mendapat pengetahuan tentang pola pengasuhan anak dan menumbuhkan sikap positif pada perkembangan emosional dan kognitif anak. Melihat luasnya faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosional dan perkembangan kognitif anak, maka pada penelitian ini akan dibatasi pada faktor pola pengasuhan orangtua yang mempengaruhi perkembangan emosional dan perkembangan kognitif anak. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dimana difokuskan pada seorang siswa TK A berumur 4,5 tahun yang berbakat sekaligus mengalami masalah emosional. Metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus merupakan metode yang tepat untuk menangkap realitas dan menjelaskan mengenai permasalahan emosional dan perkembangan kognitif anak usia dini di sekolah. Studi kasus ini akan didasarkan dari data-data yang dikumpulkan oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan di sekolah TKK 6 PENABUR di Jakarta Utara yang merupakan sekolah di dalam satu yayasan tempat peneliti bekerja pada bulan Februari 2016 sampai Maret 2016. Salah satu komponen penting dan memegang peranan dalam penelitian kualitatif adalah memilih latar-belakang, dalam hal ini diartikan sebagai tempat kejadian atau lingkungan, dimana suatu kejadian atau 4 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan penelitian. Latar penelitian dilakukan di dalam ruang kelas, dimana peneliti mengamati anak “G”. Untuk wawancara dengan orang tua dan observasi guru, diperlukan ruangan yang tenang dan terjaga privasinya agar proses dapat berjalan lancar, wajar dan diperoleh hasil yang maksimal. Karena keterbatasan waktu dan kondisi yang tidak memungkinkan bagi orangtua untuk menerima tamu di rumah, maka interview kepada orangtua, khususnya ibu dilakukan di sekolah pada saat menunggu anak dan menerima hasil rapor term 3 yang dilakukan oleh guru kelas. Pada penelitian ini fokus ditujukan pada faktor pola asuh yang mempengaruhi emosional anak usia 4,5 tahun. Penelitian ini juga membahas mengenai faktor pengasuhan perkembangan kognitif yang terpantau dari hasil observasi yang dilakukan oleh guru kelas pada lingkup perkembangan kognitif di sekolah. Data dikumpulkan melalui observasi partisipatif dan observasi nonpartisipatif yang disesuaikan dengan keadaan anak dan situasi kelas pada saat observasi terjadi, wawancara dan studi dokumen (hasil rapot dan portofolio). Kemudian, data diolah dan dianalis mengacu pada pertanyaan penelitian ini. Data yang digunakan untuk menjawabnya adalah hasil wawancara guru, orang tua dan studi dokumentasi melalui analisis sebab akibat. Teknik analisis data ini menggunakan Model Miles and Huberman, interactive model, yaitu display, reduksi dan verifikasi data. Uji keabsahan data yang diperoleh menggunakan triangulasi data. Triangulasi sumber data menggunakan wawancara dengan orangtua dan guru kelas juga salinan rapot dan portofolio (dokumentasi) (Sugiyono, 2008, 337-344). Pada awal Februari 2016, penulis melakukan wawancara pada saat orang tua mengantar anaknya ke sekolah di pagi hari. Penulis melakukan wawancara terhadap guru kelas, selanjutnya penulis melakukan observasi langsung di dalam kelas untuk mengamati anak yang bersangkutan. Kemudian, penulis Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan mengumpulkan setiap dokumen berupa hasil observasi guru kelas, rapor, dan foto aktivitas dalam portofolio dan catatan anekdot yang dilakukan guru sesuai dengan standar sekolah. Hasil dan Pembahasan Pada awal pertemuan dilakukan wawancara kepada orangtua dan seorang guru kelas “G” yang berinisial A untuk mengetahui kondisi emosional “G” dengan pertanyaan mengenai perilaku emosional anak yang paling menonjol (positif), dijawab oleh orangtua (OT): “G anak yang ceria dan cerdas, ia senang bereksplorasi dengan benda-benda di sekitarnya di rumah”. Yang didukung oleh guru A: “G anak yang aktif dan cerdas, ia seorang anak yang mempunyai keingintahuan yang besar “. Untuk pertanyaan emosi negatif yang sering muncul, di jawab oleh OT: “G anak yang mandiri tetapi suka berteriak-teriak dan marah apabila ditegur dan suka melawan kalau disuruh berhenti bermain air”. Sedangkan untuk guru A pertanyaan ditambah dengan bagaimana mengendalikan perasaan saat menunggu giliran, guru A menjawab: “G selalu selesai duluan dalam mengerjakan tugas yang diberikan tetapi tidak sabaran dalam menunggu giliran, terutama saat berbaris. Dia selalu nyerobot barisan teman di depannya, suka marah-marah dengan temannya dengan alasan yang tidak jelas”. Pertanyaan terakhir tentang pengendalian diri/perasaan, di jawab OT: “G tidak sabar, dalam melakukan sesuatu maunya cepat-cepat, suka teriak-teriak kalo keinginannya tidak terpenuhi”. Guru A menjawab: “G masih suka berebut mainan temannya, tidak mau kalah sama temannya terutama dengan teman yang bernama R, selalu bersaing. G selalu diingatkan untuk membereskan mainannya dan suka marahmarah sama teman yang tidak nurut sama G”. Untuk pertanyaan penelitian yang pertama, bagaimana peran pola asuh terhadap perkembangan emosional anak, telah dilakukan wawancara kepada ibu dan guru kelas. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh hasil, pola asuh yang diterapkan kepada” G” adalah pola asuh otoriter (authoritatian parenting) bersifat membatasi dan menghukum. Hal ini diakui sendiri oleh ibu yang menjawab: “Saya memang terlalu menuntut dan keras sama G untuk bisa melakukan semuanya sendiri dan saya tidak mengijinkan dia nonton TV dan bermain games tanpa pengawasan saya. Saya memberi kebebasan untuk bermain komputer tapi untuk yang edukatif saja, seperti bermain puzzle. G sangat jago bermain games puzzle”. Sedangkan berdasarkan wawancara dengan guru A, yang melaporkan hasil percakapan dengan OT saat penerimaan rapot: “Memang OT, khususnya mami G, mengakui kalau dia sangat disiplin dan keras terhadap G. Dia tidak boleh nonton TV hanya boleh nonton film kartun anak yang edukatif, karena mami G mau mendidik anaknya menjadi anak yang pintar dan berhasil”. Orang tua yang otoriter mendesak anak untuk mengikuti perintah mereka dan menghormati mereka (Diana Baumrin dalam Santrock, 2009, 100-101). Sejak kelahiran adik nya, dan setelah ibunya tidak bekerja lagi, pengasuhan anak 100% di bawah pengawasan ibunya. Ayahnya bekerja dan pulang selalu malam hari. Ibu membatasi “G” untuk menonton TV, hanya boleh nonton film anak yang edukatif dan membaca buku. Ibu menyerahkan tanggung jawab dan kemandirian sepenuhnya kepada “G” karena ibu harus mengurus adiknya. Ibu yang selalu menuntut dan disiplin keras membuat “G” menjadi temperamental dan cenderung agresif. Walaupun belum terbukti bahwa “G” mengalami positif temper tantrum tapi dari sikap dan tingkah laku yang diperlihatkan terhadap emosinya, terlihat jelas bahwa “G” mengalami kurangnya pengendalian diri dan perubahan tingkah laku, seperti yang dikemukakan oleh Gunarsa (2011, 146) yaitu sikap yang menuntut dari orang tua dapat menyebabkan anak merasa takut akan kehilangan kasih sayang dari orangtuanya. Hal ini dapat mengakibatkan bermacam-macam hal seperti timbulnya rasa rendah diri pada anak, dan gangguan tingkah laku. Selain itu seperti yang dikatakan Elizabeth Hurlock (1992, 204) bahwa hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka – seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Bila anak tidak Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 5 Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan dapat memenuhi ambisi orang tua, anak cenderung bersikap bermusuhan, tidak bertanggung jawab dan berprestasi di bawah kemampuan. Didukung pula oleh pendapat Gunarsah bahwa orang tua dalam mengasuh dan mendidik anaknya sangat dipengaruhi oleh keinginan atau ambisi dari orang tua itu sendiri tanpa melihat kemampuan dari si anak. Sikap yang demikianlah yang dikatakan sebagai sikap mengharap yang berlebih dari orangtua terhadap anaknya (Gunarsa, 2011, 145). Tipe komunikasi salah antara G dan ibunya menyebabkan suasana rumah penuh dengan kata-kata amarah dan teriakan . Tipe ini terjadi pada pola asuh yang otoriter. Orang tua biasanya menuntut anak atau marah-marah jika tidak sesuai yang diharapkan, akibatnya anak takut berbuat salah dan memilih jalan berbohong menurut Rice (dalamVerauli dalam Eka et al, 2008). Dilihat dari dimensi pola asuh orangtua, kondisi ini termasuk dalam dimensi deman dingness menurut Baumrind (Nancy Darling, 1999: 1) yaitu tuntutan orang tua kepada anak untuk menjadikan satu ke seluruh keluarga, melalui tuntutan mereka, pengawasan, upaya disiplin dan kesediaan untuk menghadapi anak yang melanggar. Tuntutan orang tua yang ekstrim cenderung menghambat tingkah laku sosial, kreativitas, inisiatif, dan fleksibilitas dalam pendekatan masalah pendidikan maupun praktis. Kemungkinan yang dapat terjadi dari emosionalitas yang timbul dari G di rumah adalah karena adanya kecemburuan terhadap adik barunya, dimana ibu lebih banyak mencurahkan perhatiannya untuk adiknya, sementara “G” dituntut sebagai seorang kakak yang harus bertanggung jawab dan menjadi panutan. Hal ini membuat “G” merasa tertekan dan juga mencoba mencari perhatian dengan tingkah laku yang aneh atau berubah. Hal ini didukung oleh pendapat Hurlock (1996, 229-230) tentang hubungan dengan para anggota keluarga, yaitu hubungan yang tidak rukun dengan orangtua atau saudara akan lebih banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini akan cenderung menguasai kehidupan anak di rumah. 6 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Sedangkan emosionalitas yang timbul dari “G” di dalam kelas karena apabila “G” ingin menggungkapkan sesuatu tetapi temantemannya tidak mengerti atau tidak melakukan apa yang dia minta dan tidak sesuai dengan ekspektasi dia, dia akan marah besar dan memukul meja. Hal ini kemungkinan karena kecerdasan yang tinggi membuat “G” tidak bisa mengungkapkan dengan baik apa yang ia inginkan. Seperti yang dikatakan oleh Ellen Winner (1996, dalam Santrock 2009, 284-285) dalam salah satu kriteria anak berbakat yaitu adanya hasrat untuk menguasai. Anak berbakat selalu terdorong untuk memahami bidang di mana mereka mempunyai kemampuan yang tinggi. Mereka menampilkan minat yang intens dan berlebih serta kemampuan fokus pada bidangnya. Selain itu, seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1996, 211) selain di rumah, sekolah maupun pada kelompok bermain emosi anak juga mempengaruhi suasana psikologis yang terjadi, demikian juga sebaliknya. Anak yang temper tantrum menjengkelkan dan mempermalukan orang lain, sehingga mengubah suasana psikologis kepada kemarahan dan kebencian. Untuk jawaban pertanyaan apakah pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak, terlihat dari hasil wawancara dengan guru serta orang tua dan studi dokumentasi (hasil raport semester 2, term 3 dan foto portofolio pelajaran kognitif) Data hasil studi dokumen terlihat dalam Tabel 1 dan 2. Tabel 1: Hasil Rapor Semester 2, Term 3 Hasil rapor term 3 Hasil Perkembangan kognitif Perkembangan Bahasa Perkembangan Psikomotorik Definisi: Berkembang Sangat Baik (BSB) Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Dari Table 1, terlihat bahwa G tidak ada masalah dalam bidang akademik di sekolah. Ia dapat mengikuti semua pelajaran dengan baik dengan nilai tertinggi yaitu bintang 4 (BSB) pada pengembangan kognitif, bahasa dan psikomotorik. Demikian pula Table 2 menunjukkan, khusus untuk pengembangan kognitif, G memperoleh hasil Berkembang Sangat Baik (BSB) untuk semua subjek pelajaran kognitif yang diberikan. Tabel 2: Subjek Pelajaran Kognitif Hasil Raport Term 3 Hasil Konsep angka: membilang 1-20, mengenal angka 1-10 dengan manipulatif dan worksheet BSB Mengenal bentuk: circle, triangle, square, rectangle BSB Mengenal warna: BSB Warna-warna dasar (merah, kuning, biru, hijau) Puzzle 12 keping BSB Maze (mencari jalan keluar) BSB Sains (membuat jurnal dan menceritakan percobaan yang dilakukan) BSB Konsep Pengukuran: BSB Banyak bisa dihitung- banyak tidak bisa dihitung (much - many) Panjang - pendek (long-short) Tinggi - pendek (tall-small) BSB Gambar 1 tentang konsep angka memperlihatkan, “G” mampu menyusun huruf dan meletakkan alat manipulatif sesuai dengan jumlah angka yang ada dalam kartu angka dengan benar (angka 1 - 7), bahkan “G” dapat menyusunnya sampai konsep angka 15. Sedangkan pada Gambar 2 tentang konsep geometri, menunjukkan, “G” mampu menyusun dan meletakkan gambar pola bentuk (lingkaran, Gambar 1: Konsep Angka segitiga, persegi panjang, hati, persegi, oval) dan warna (merah, biru, kuning) yang sama dengan tepat dan benar. Hal ini menandakan, “G” sesuai dengan perkembangan usianya mampu dan sangat berbakat dalam aspek pengembangan kognitif, bahkan bisa melebihi apa yang bisa diberikan guru, sehingga “G” selalu mendapatkan “pengayaan”, yaitu tambahan tugas yang lebih tinggi dari tugas yang diberikan . Hal ini berlawanan dengan teori yang mengatakan bahwa anak-anak yang mengalami pola asuh yang otoriter dimana orang tua terlalu menuntut dan sangat disiplin akan mempengaruhi prestasi belajar anak, karena berhubungan dengan nilai diri yang takut salah dan cemas. Tetapi pada kenyataannya “G” bisa melakukan semuanya Gambar 2: Konsep Geometri Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 7 Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan dengan baik. Keadaan ini bisa terjadi karena berdasarkan para peneliti yang menemukan bahwa pada beberapa kelompok etnis, aspekaspek gaya pengasuhan otoriter diasosiasikan dengan hasil yang lebih positif. Sebagai contoh, orang tua Asia sering mempraktekkan aspekaspek mendidik secara tradisional yang terkadang dideskripsikan sebagai otoriter. Banyak orang tua Asia menggunakan banyak kendali atas kehidupan anak mereka. Prestasi akademis yang tinggi dari anak-anak Asia mungkin merupakan akibat dari “pelatihan” yang diberikan oleh orang tua mereka (Stevenson & Zusho, 2002 dalam Santrock, 2011, 102). Hal ini terlihat jelas dari pengakuan ibu “G”dalam mendidik anaknya bahwa “G” lebih banyak membaca buku dan menonton film edukatif untuk anak dibandingkan menonton TV. Didukung pula dari hasil penelitian Erlanger A. Turner, Megan Chandler dan Robert W. Heffer tentang The Influence of Parenting Styles, Achievement Motivation, and Self-Efficacy on Academic Performance in College Students (May/June 2009), yang menguatkan hasil penelitian sebelumnya (misalnya, Strage & Brandt, 1991) yang menyimpulkan bahwa orangtua, yang mempunyai karakteristik seperti mendukung dan kehangatan, memainkan peran penting dalam mempengaruhi kinerja akademik siswa bahkan setelah memasuki perguruan tinggi. Studi sekarang menemukan, pola asuh otoritatif diprediksi signifikan terhadap kinerja akademik, dan tidak ada hubungan yang ditemukan untuk pola asuh permisif dan otoriter. Temuan juga didukung penelitian sebelumnya berdasarkan SDT, yang menyatakan adanya hubungan antara siswa yang termotivasi secara intrinsik dengan kesuksesan akademis. Terman (Monks-Nkoers, Haditono ,2006: 246-247) menandaskan bahwa kemampuan intelektual yang tinggi hanya bisa menghasilkan prestasi yang istimewa bila bekerja sama dengan keteguhan, kepercayaan diri serta lingkungan yang positif. Sedangkan Stern mengemukakan bahwa kecerdasan tinggi dapat layu bila anaknya sendiri acuh atau bila lingkungannya tidak bersikap mendorong. Kemauan kuat yang menyatakan dirinya dalam sikap rajin, ulet, sadar akan kewajiban, disiplin 8 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 diri, ambisi dan perhatian sosial adalah mutlak untuk realisasi bakat yang baik itu. Dengan prestasi yang sangat baik dari “G” walaupun pola asuh dalam keluarganya otoriter terutama dari ibunya yang mengawasi dan mengajarinya langsung, tidak membuat “G” merasa rendah diri dalam kemampuan kognitifnya. Ini bisa terjadi karena “G” mempunyai minat yang besar terhadap kognitif dan motivasi intrinsik dalam dirinya sendiri, sehingga hasil “gemblengan” atau kedisiplinan ibunya membuat ia semakin memacu dirinya lebih baik lagi. Terbukti juga dari hasil observasi di kelas bahwa apabila pelajaran akan dimulai, ia akan cepat-cepat duduk paling depan dan mendengarkan penjelasan guru dengan penuh konsentrasi. Simpulan Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosional dan kognitif anak “G” berusia 4,5 tahun, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Pola asuh yang otoriter dengan banyak tuntutan mempengaruhi perkembangan emosi anak. Anak menjadi emosional dan memiliki temperamen yang kurang baik (marah-marah dan berteriak-teriak tanpa ada sebabnya bahkan melawan dan mengganggu orang lain). 2. Pola asuh yang otoriter juga mempengaruhi perkembangan kognitif anak dalam hal ini anak mengalami seperti “pelatihan “ untuk memacu mendapatkan hasil yang lebih baik. Khusus untuk “G” kecerdasannya didapat selain gemblengan dari orang tua ia juga mempunyai motivasi intrinsik (dalam dirinya) dan minat yang besar terhadap pelajaran matematika dan sain. Saran 1. Oleh karena pola asuh dari orang tua di rumah sangat mempengaruhi perkembangan emosional anak maka disarankan agar guru dapat membantu memberikan Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan stimulasi lingkungan belajar yang hangat tanpa banyak tuntutan dan kreatif dengan banyak permainan sehingga anak merasa nyaman saat belajar sekaligus dapat menstimulasi perkembangan kognitif anak. 2. 3. Memberikan pengarahan kepada orangtua mengenai pola asuh anak yang baik dalam bentuk seminar orang tua pada hari Pertemuan Orang Tua Murid di awal semester tahun ajaran baru. Penelitian mengenai pola asuh orang tua sangat menarik, dapat dijadikan bahan penelitian lanjutan dan dikembangkan lagi dengan banyak variabel dan diuji dengan metode penelitian kualitatif. Daftar Pustaka Eka, Sulistyorini dan Finta I.K, Siti A. Hubungan pola asuh orang tua terhadap perkembangan bicara dan bahasa pada anak usia 2 Tahun di Polindes Gempolan Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri, Jurnal Kesehatan, Volume 6 no 1, Mei 2008 Erlanger A. Turner, Megan Chandler dan Robert W. Heffer tentang The Influence of Parenting Styles, Achievement Motivation, and Self-Efficacy on Academic Performance in College Students. Journal of College Student Development, Volume 50, Number 3, May/June 2009, pp. 337-346 (article). Published by The Johns Hopkins University Press Gunarsa, Singgih H dan Gunarsa, Yulia S. (2011). Perkembangan anak & remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia Hurlock, B. Elizabeth. (1992). Perkembangan anak. Jilid 2, Edisi 6. Penerbit Erlangga. Hurlock, B. Elizabeth. (1996). Psikologi perkembangan (Edisi Kelima), Jakarta: Penerbit Erlangga Monks, F.J. – A.M.P. Knoers and Haditono, S.R. (2006). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai-bagiannya. Jogjakarta: Gajah Mada University Press Nancy Darling. (1999). Parenting style and its correlates. Journal ERIC DIGEST EDO-PS99-3. Hlm 99 Santrock, John W. (2009). Psikologi pendidikan (Educational psychology). Buku 1. Edisi ke 3. McGraw-Hill. Jakarta: Salemba Humanika Santrock, John W. (2011). Masa perkembangan anak. Buku 2. Edisi ke 11. McGraw-Hill. Jakarta: Salemba Humanika Sugiyono. (2008). Metode penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta Sriheriyanti. Pendidikan anak usia dini. http:// sriheriyanti.student.umm.ac.id /2010/ 01/22/pendidikan-anak-usia-dini/. Pendidikan Anak Usia Dini. Di akses 22 Januari 2010 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 9 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Penelitian Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia pada Koran Daerah Yohanes Paiman E-mail: [email protected] SMPK BPK PENABUR Cirebon Abstrak adan Bahasa dan Balai Bahasa Indonesia serta lembaga-lembaga pendidikan melakukan pembinaan penggunaan bahasa Indonesia yang baku, baik, dan benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana koran daerah di Cirebon menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional pada terbitannya. Penelitian yang termasuk deskriptif evaluatif ini dilakukan di SMPK PENABUR Cirebon pada bulan Oktober 2015 lalu berkaitan dengan peringatan Bulan Bahasa. Data dikumpulkan dengan melakukan observasi penggunaan bahasa Indonesia di 6 (enam) Koran yang dipilih secara acak. Data diolah dan ditabulasi menggunakan statistik sederhana. Hasil penelitian menunjukkan pada koran daerah di Cirebon masih terdapat cukup banyak kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai rubrik dengan berbagai tipe kesalahan. Disarankan pengelola koran daerah di Cirebon meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia anggota redaksi dan editornya sehingga koran juga dapat berfungsi sebagai pembina bahasa Indonesia yang efektif. B Kata-kata kunci: koran daerah, kesalahan berbahasa, rubrik, editor Mistakes in Using Indonesian Language in Regional Newspaper Abstract The Language Institution and the House of Indonesian Language as well as education institutions carry out the development of the use of standard, good and correct Indonesian language. This study aims to know how the local newspapers in Cirebon use Indonesian language as national language in their publications. This evaluative descriptive study was carried out in SMPK PENABUR Cirebon in October 2015 coinciding with the commemoration of Language Month. The data was collected by observing the use of Indonesian language in 6 (six) newspapers which were chosen randomly. The data was processed and tabulated using simple statistics. The result of the study shows that there are a number of mistakes in using Indonesian language in the local newspapers in Cirebon, with various mistake types in various rubrics. It is suggested that the local newspaper publishers in Cirebon develop the ability of the editors to use Indonesian language so that the newspapers can also function as a media of developing effective Indonesian language. Keywords: local newspaper, language usage mistake, rubric, editor 10 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Pendahuluan Sebagai makhluk hidup (individual maupun sosial), manusia perlu mengembangkan diri agar terus eksis dan perlu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar agar eksistensinya diakui, diterima, dan dihargai banyak pihak. Untuk mewujudkan semua itu, manusia perlu berkomunikasi internal maupun eksternal. Agar keperluan ini terwujud, manusia perlu menguasai bahasa dan menggunakannya secara intensif, positif, komunikatif, dan produktif. Dengan begitu bahasa telah berperan menjadi alat komunikasi, perangkai, bahkan pemersatu warga masyarakat. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat akan bahasa sebagai alat komunikasi telah didukung oleh pemerintah republik ini. Sejak Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, Bahasa Indonesia (semula bahasa Melayu) menjadi bahasa pemersatu bangsa. Statusnya berangsurangsur diperkuat seiring dengan kemajuan dan perkembangan bangsa kita. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia dan berlakunya UndangUndang Dasar Tahun 1945, statusnya resmi menjadi bahasa negara (UUD 1945 Bab XV pasal 36; 2006: 9). Di sini bahasa Indonesia berperan sebagai bahasa resmi negara dan sebagai bahasa nasional, sekaligus menjadi alat komunikasi nasional. Bahasa Indonesia, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, dan Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing, disamping sejumlah buku panduan berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa maupun Balai Bahasa di tanah air ( Kosasih, 2008 : 27 ). Komunikasi bahasa tulis perlu menggunakan kaidah berbahasa yang baik dan benar agar sajian pesan dan informasi dapat berjalan efektif, tajam, dan komunikatif. Untuk itu, publikasi tertulis perlu memenuhi kaidah bahasa Indonesia dalam komunikasi tertulis. Kaidah itu meliputi tepat diksi, tepat bentuk kata, tepat tata kalimat, memenuhi efektivitas-efisiensi berbahasa, tepat logika, tepat etika, tepat ejaan dan tata tulis, bebas dari pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing, padu paragraf dan wacana. Sadikin (2014: 63-65) menambahkan, bahwa efektivitas dan efisiensi kalimat/pernyataan ditengarai oleh adanya unsur kesepadanan, kecermatan diski, kehematan, kelogisan, kesatuan dan kepaduan, keparalelan dan kesejajaran, ketegasan pengungkapan gagasan sang penulis. Bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sebagai alat komunikasi sosial haruslah memiliki dan memenuhi kriteria universalitas bagi pemakainya. Dengan demikian, bahasa itu menjadi bersifat komunikatif dan kontekstual. Untuk mewujudkan bahasa yang demikian, maka pemerintah telah dan terus intensif melakukan berbagai pembinaan. Media masa, termasuk koran daerah, berperan secara kontinyu memasyarakatkan informasi pembangunan dan hasilnya kepada warga dan masyarakatnya. Untuk itu redaktur koran daerah wajib menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar sebagai media komunikasi sosial pada koran yang diterbitkannya. Sebagai mitra masyarakat, mereka juga berperan memasyarakatkan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar. Mereka perlu menjadi pioner dan teladan pemberlakuan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Pembinaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa nasional, dan sebagai bahasa komunikasi nasional lisan maupun tulis diperkuat dengan terbitnya buku rujukan pendukung seperti, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Buku Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Akronim Sikap dan niat baik menjadikan bahasa Indonesia semakin sempurna dipraktikkan dalam operasi berbahasa warga masyarakat ternyata masih perlu terus diperjuangkan dan perlu komitmen tinggi warganya. Walaupun panduan, aturan, bimbingan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sudah serius dan banyak dipublikasikan, ternyata praktik berbahasa masyarakat masih mengandung banyak kesalahan, jauh dari harapan UndangJurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 11 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Undang maupun Peraturan Pemerintah. Ini ditandai oleh banyaknya kesalahan praktik berbahasa masyarakat; baik dalam praktik berbahasa lisan maupun tulis. Kesalahan praktik berbahasa tulis dapat kita cermati dan temukan pada media masa seperti koran terutama koran daerah. Kesalahan berbahasa Indonesia koran daerah perlu diteliti, diidentifikasi, dianalisis, disusun rekomendasinya untuk disampaikan ke seluruh redaktur koran daerah agar mereka memahami eksistensinya, mengubah dan membenahi kiprahnya, dan menjadi teladan bagi masyarakat dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan kiprah dan lintas kerja seperti itu, kita telah turut mendorong peran koran daerah dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta telah turut andil dalam membina bahasa Indonesia sebagai media komunikasi sosial. Dalam kaitan memperingati bulan Bahasa dan mencermati praktik berbahasa masyarakat, penulis mengajak siswa mengobservasi koran daerah yang terbit di kota Cirebon pada tanggal 22-24 Oktober 2015, yang diperkirakan masih melakukan kesalahan operasi/praktik berbahasa; baik disadari maupun tidak disadari. Dari koran daerah yang terbit tiga hari tersebut, siswa dan penulis mencermati tiga rubrik berita (rubrik olah raga, ekonomi, dan lingkungan/iptek) pada setiap edisi korannya. Temuan itu penulis rumuskan dalam rumusan masalah berikut. Rumusan Masalah Dalam praktik berbahasa Indonesia warga masyarakat, khususnya kru koran daerah Cirebon, masih melakukan kesalahan berbahasa Indonesia yang cukup signifikan dan bervariasi. Kesalahan tersebut berkaitan dengan masalah tata tulis ejaan serapan kata asing maupun daerah, tata tulis ejaan (pemakaian huruf, bentuk huruf, tanda baca), bentuk kata, maupun efektivitas dan efisiensi berbahasa Indonesia. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui bagaimana koran daerah Cirebon menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam terbitannya, (2) mengetahui 12 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 bagaimana koran daerah Cirebon melakukan kesalahan berbahasa Indonesia dalam publikasinya, dan (3) variasi bentuk dan jenis kesalahan yang terjadi dan seberapa intens kesalahan itu dilakukan. Selain itu, dalam kaitan penyelenggaraan lomba karya tulis ilmiah, penelitian ini ditujukan untuk melatih siswa memiliki ketelitian dan kecepatan dalam membaca koran, memiliki ketajaman dalam menemukan keganjilan/ kesalahan berbahasa koran, memiliki pula ketajaman merevisi/mengedit kesalahan berbahasa. Mereka juga diharapkan terampil menemukan jenis kesalahan berbahasa koran, memiliki ketajaman dan kekritisan dalam mengamati bahasa koran, memiliki kemampuan membandingkan kondisi berbahasa antara koran satu dan lainnya, memiliki kemampuan yang memadai, lancar, logis, tuntas dalam mengemukakan pendapat dan gagasan melalui karya tulis ilmiah, memiliki kecepatan membaca memindai/scanning, dan, memiliki kemampuan menyusun laporan dan artikel yang bermanfaat. Penulis sendiri, melalui kegiatan itu, berniat melatih siswa secara intensif dalam keterampilan dan kompetensi membaca dan menulis. Penulis dapat mendeteksi seberapa jauh kompetensi dan kualitas siswa dalam membaca dan menulis; sekaligus menjadikan membaca sebagai awal dan modal untuk menulis, merancang program yang lebih tajam dan kritis untuk meningkatkan kualitas membaca dan menulis siswa. Lebih lanjut membandingkan tingkat, jumlah, variasi kesalahan berbahasa aneka koran daerah yang diteliti dan melatih siswa melakukan revisi kesalahan berbahasa yang ditemukan dalam pembacaan koran. Adapun manfaat penelitian ini adalah menemukan jenis dan variasi kesalahan berbahasa Indonesia koran daerah untuk direkomendasikan kepada pengelola koran daerah, sehingga memberikan dampak perbaikan terbitan koran daerah pada masa selanjutnya. Karena penelitian ini melibatkan siswa, maka siswa menjadi terlatih daya kritis dan kreasinya dalam menemukan aneka kesalahan berbahasa Indonesia koran daerah serta mampu menyusun laporan kinerjanya Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia secara baik. Bagi guru/peneliti, dirinya dapat mendeteksi kemampuan meneliti siswa serta dapat membinanya lebih intensif. Kajian Pustaka Pada bagian ini penulis perlu menguraikan beberapa konsep berkaitan dengan pelaksanaan lomba menulis karya tulis ilmiah dalam peringatan bulan bahasa di negeri ini, secara khusus yang dilaksanakan di SMPK PENABUR Cirebon pada bulan Oktober 2015. Konsep termaksud berkaitan dengan masalah bulan bahasa, ragam bahasa koran, kegiatan menyunting redaksi bahasa koran, membaca, dan koran daerah. Bulan Bahasa : makna, kegiatan, dan tujuannya Di Indonesia, bulan bahasa jatuh pada bulan Oktober. Ini untuk mengenang lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang selanjutnya dijadikan sebagai hari besar nasional (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa/BP2B 2011: 6). Sumpah yang mengikrarkan “Pemuda Indonesia mengaku bertanah air satu, Tanah Air Indonesia; mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Selanjutnya, bulan Oktober dijadikan bulan khusus peringatan, pemberdayaan, refleksi sekitar kemajuan, status, kiprah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara maupun sebagai bahasa nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional. Bulan Oktober ditahbiskan menjadi Bulan Bahasa bagi bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berperan menjadi: bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di bidang pendidikan, bahasa komunikasi tingkat nasional, media pengembangan kebudayaan nasional, media transaksi dan dokumentasi niaga, dan sebagai sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagai bahasa media massa. Sedangkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berperan menjadi: simbol jati diri bangsa/identitas nasional, lambang kebanggaan nasional, sarana/alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan sebagai alat/sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah di Nusantara (BP2B 2011: 13). Selama bulan itu, digalakkan aneka kegiatan pembinaan, evaluasi, prospek pertumbuhan dan status bahasa Indonesia, melalui seminar, simposium, workshop, dan diskusi panel. Diadakan pula berbagai kegiatan pendukung, pemeriah Bulan Bahasa itu. Juga digalakkan aneka kegiatan untuk meningkatkan kompetensi menulis warga masyarakat, termasuk siswa, dengan kegiatan lomba menulis (puisi, artikel, karya tulis ilmiah, naskah drama, naskah pidato, naskah cerpen, dan sebagainya). Kegiatan lainnya adalah aneka lomba entertain, seperti: lomba lawak, lomba pidato lucu, lomba stand up comedy, dan sebagainya. Tujuan semua itu adalah, untuk membina dan mendinamiskan bahasa Indonesia, untuk memberikan warna pada perkembangan dan status bahasa Indonesia, untuk mengakrabi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi nasional, serta untuk meningkatkan kualitas peran dan fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa negara maupun sebagai bahasa nasional. Di samping kualitas bahasanya, juga untuk meningkatkan kualitas manusia pemiliknya/penggunanya, melalui berperan dalam aneka kegiatan pemberdayaan bahasa. Ragam Bahasa Koran/Jurnalistik : hemat kata/ ekonomis, komunikatif Kita mengenal empat ragam bahasa; yaitu ragam bahasa ilmiah, sastra/literer, pergaulan, dan jurnalistik/pers. Masing-masing memiliki cirikhas dan karakternya. Ragam bahasa jurnalistik/persuratkabaran antara lain memiliki ciri seperti hemat kata, menyingkat kata kerja pada judul berita, dan mengutip bahasa asing, mengutip bahasa daerah (Assegaff, 1985: 69-70). Dari dan dalam kondisi ciri seperti itu, tampilan bahasa jurnalistik masih mampu menyajikan makna secara komunikatif. Anwar (1991) dalam Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, menyatakan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi masa yang berfungsi sebagai pemberi informasi kepada publik, atau, bahasa komunikasi pengantar pemberitaan yang biasa digunakan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 13 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia media cetak dan elektronik. Untuk itu, bahasa jurnalistik bercirikan ekonomis dan banyak menggunakan kalimat aktif. Di luar kedua pemahaman, Suhaemi dan Ruli Nasrullah (2009) dalam Bahasa Jurnalistik, menyatakan bahwa bahasa jurnalistik/koran bercirikan: sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata atau istilah asing, diksi tepat, mengutamakan kalimat aktif, dan menghindari istilah teknis. Menyunting : Arti, tujuan, jenis, bentuk, tipe kesalahan berbahasa, buku panduan menyunting Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 977) mencatat, menyunting adalah menyiapkan naskah siap cetak atau siap untuk diterbitkan dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur); mengedit naskah. Langkah menyunting adalah membaca naskah, menemukan kesalahan, memperbaiki kesalahan (dengan mengubah, menambah, atau mengganti sesuatu yang dianggap ganjil) sehingga naskah menjadi sempurna, siap cetak, dan siap edar. Sementara itu, Kosasih (2008: 27) menjelaskan, menyunting merupakan kegiatan memeriksa tulisan sebelum dicetak/diperbanyak agar diperoleh naskah tulisan yang sempurna dan terbebas dari kekeliruan, baik masalah isi maupun bahasa tulisan itu. Suntingan isi berkaitan dengan masalah kebenaran dan kesesuaian bahasan topik dalam tulisan itu. Suntingan kebahasaan berkaitan dengan masalah ejaan, pilihan kata, penyusunan kalimat, pengembangan paragraf maupun wacana Nurhadi (2007: 63-69) mencatat, sasaran menyunting diarahkan kepada masalah/aspek penggunaan ejaan, tanda baca, pilihan kata, kalimat efektif, kepaduan paragraf, kebulatan wacana pada teks. Ini untuk mendukung agar baik isi maupun bahasa teks itu tersaji secara padu, bulat, dan utuh, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir makna teks tersebut. Selanjutnya, penyuntingan naskah itu hendak mewujudkan beberapa tujuan berikut. Untuk mengondisikan terbangunnya tafsiran makna yang tepat dan efektif; untuk membangun naskah yang tepat 14 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 jeda, tepat klausa, tepat makna; untuk membangun naskah yang siap cetak dan siap edar/terbit. Di luar itu, Assegaff (1985: 70-71) mencatat, bahwa tujuan menyunting dalam dunia jurnalistik adalah mencegah terjadinya aneka kesalahan (ejaan, struktur kalimat, kesalahan fakta sajian, dan kesalahan struktur berita), menjaga masuknya hal yang tidak dikehendaki (masuknya unsur pendapat/opini, pengulangan yang membosankan dan mubazir, menjaga jangan sampai ada fakta tertinggal, menjaga masuknya iklan terselubung sebagai berita, menjaga adanya kalimat yang dapat mencemarkan nama baik, menjaga masuknya berita basi, menjaga masuknya berita bohong/ palsu). Esensi tujuan menyunting adalah menyuguhkan berita yang baik, benar, menarik, dan memperkaya pembaca/publik. Maryati (2008: 73-75) menjelaskan, bahwa menyunting atau mengedit adalah kegiatan meneliti yang diikuti menyeleksi jika ada bagian yang perlu dihilangkan atau ditambahkan. Seorang penyunting naskah perlu memiliki keahlian, ketelitian, dan pengetahuan luas agar mampu melaksanakan tugas penyuntingan naskah dengan baik dan benar. Hal yang perlu disunting meliputi: ejaan (pemakaian huruf dan tanda baca), keefektifan kalimat (struktur kalimat, mudah dipahami maknanya dan tidak menimbulkan salah tafsir), pilihan kata (sinonim kata, diksi, kesesuaian makna kata dengan konteks). Sugiarso (2014) menyatakan bahwa tujuan menyunting meliputi: menjadikan transkrip sebagai karya sempurna yang dapat dibaca dan dihayati pembaca dengan mudah; memastikan penyebaran ide kepada pembaca dapat disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah, dan menarik; memastikan pengaliran data fakta disampaikan dengan jelas, tepat, tidak menyalahi agama, undang-undang, dan norma masyarakat; menggambarkan nilai dan identitas karya itu sendiri dapat menarik minat pembaca. Dari seluruh uraian itu, disimpulkan, menyunting adalah usaha menyiapkan naskah secara baik, sempurna, siap cetak, dan siap terbit, dengan mengedit naskah dari aspek isi (kebenaran isi, kelayakan, kelogisan fakta sajian) dan aspek bahasa ( menyangkut masalah diksi, tata tulis, ejaan, bentuk kata, struktur kalimat, keefek- Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia tifan kalimat, kepaduan paragraf, dan kebulatan wacana). Dalam melakukan penyuntingan naskah koran atas rubrik olah raga, ekonomi, maupun lingkungan/iptek, kita perlu memahami jenis, tipe, dan bentuk kesalahan berbahasa yang umum terjadi pada koran, sehingga kinerja penulis dapat berjalan efektif, efisien, benar, dan cepat. Oktafifah W. (2015) menyatakan, sasaran penyuntingan diarahkan pada penulisan judul, tata tulis, ejaan, tanda baca, tata tulis istilah dan kata/istilah asing/daerah, diksi, bentuk kata, kepaduan paragraf dan wacana, efektivitas kalimat, serta kebenaran konsep. Berdasarkan sasaran itu, kita dapat mendeteksi tipe-tipe kesalahan/ketidakpatuhan koran dalam produk bahasanya, seperti pada tabel 1. Pada penelitian ini, penulis memfokuskan sasaran penelitian pada aspek tata tulis kata/ istilah serapan bahasa asing/daerah, tata tulis/ tanda baca/ejaan, bentuk kata, efektivitas penggunaan kata, kalimat, konjungsi, dan logika. Kegiatan menyunting naskah sangat erat dengan kegiatan membaca naskah. Tujuan membaca di sini adalah menemukan fakta kesalahan berbahasa media koran dalam paparan beritanya secara cepat dan tepat. Untuk mempercepat penemuan tipe, jenis, dan bentuk kesalahan/ketidakpatuhan berbahasa itu, pembaca harus mampu membaca sepintas kilas (scanning), mampu membaca cepat dan menemukan sasaran kesalahan/ketidakpatuhan berbahasa yang terjadi. (Shadily dan John M, Echols, 2000: 502). Membaca untuk menemukan fakta tertentu yang diperlukan dengan melompat-lompat disebut membaca scanning (Soedarso, 2005: 84). Temuan itu kita tandai, kita kumpulkan (dihitung jenis dan Tabel 1: Tipe Kesalahan Berbahasa No Tipe Kesalahan Keterangan: yang disoroti adalah 1. Ejaan, tata tulis, tanda baca Ketepatan penggunaan huruf, bentuk huruf, jenis huruf, angka, pungtuasi, penyukuan 2. Tata tulis kata/ istilah serapan Ketepatan penulisan unsur serapan kata asing dan daerah. Kata/istilah asing/daerah dicetak miring/kursif. 3. Bentuk kata Kelengkapan dan ketepatan bentuk, afiksasi 4. Diksi/pilihan kata Ketepatan pilihan kata dalam konteks frasa, klausa, kalimat, serta makna 5. Kepaduan kalimat/ Ketepatan ide dan kalimat pembungkusnya, efektivitas, logika paragraf kalimat/paragraf 6. Logika Liniearitas pemikiran, kelogisan pernyataan 7. Kelengkapan unsur kalimat Terpenuhinya unsur pokok kalimat (subjek, predikat, objek, dan keterangan, serta susunannya/polanya) 8. Efektivitas Kehematan, kebernasan ungkapan dan pembungkusnya pernyataan/kalimat 9. Konstruksi kalimat 10. Penjamakan Ketepatan susunan kalimat dan isinya Ketepatan penggunaan kata/bentuk ulang, konjungsi pendukung, kata bantu bilangan 11. Pemakaian preposi- Ketepatan penggunaan kata depan, kata hubung, dan logika si, konjungsi 12. Tata urut kata Ketepatan urutan kata dan ide yang hendak dibentuk. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 15 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia frekuensinya), lalu kita tabelkan dalam paparan hasil penelitian, sebagai bahan kajian/analisis selanjutnya. Agar kita mampu melakukan penyuntingan dan pengeditan naskah secara baik dan benar, maka Pemerintah melalui Pusat Bahasa dan Lembaga Bahasa telah menerbitkan buku rujukan/referensi untuk dipedomani dalam berekspresi dan memproduksi gagasan melalui tulisan. Buku referensi itu meliputi: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Akronim Bahasa Indonesia, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, dan Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing, tambahan lagi, buku-buku panduan berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa maupun Balai Bahasa di tanah air. Koran Daerah Kota Cirebon Koran daerah yang terbit di kota Cirebon meliputi enam koran: yaitu koran Mitra Dialog, Pikiran Rakyat, Radar Cirebon, Kabar Cirebon, Fajar Cirebon, dan Rakyat Cirebon. Urutan jenis ini disusun berdasarkan awal dan kronologi terbitnya di kota Cirebon. Dalam penelitian ini, penulis mencermati empat koran terakhir yang terbit pada tanggal 22-24 Oktober 2015. Alasan pemilihan jangka waktu terbit itu praktis saja; yaitu tanggal 22-24 Oktober 2015 memilih, mencermati subjek penelitian dan mencatat data yang diperlukan dan ditemukan; tanggal 25-28 Oktober 2015 menyusun karya tulis; tanggal 29 Oktober 2015 siswa mengumpulkan karya tulis; dan tanggal 30 Oktober 2015 karya tulis lomba dinilai Dewan Juri Sekolah.Tanggal 31 Oktober 2015 Dewan Juri Sekolah melaporkan hasil lomba kepada Kepala Sekolah dan Panitia Bulan Bahasa Sekolah.Tanggal 2 November 2015 sekolah mengumumkan hasil lomba kepada siswa dalam Acara Upacara Bendera Hari Senin. Di samping alasan praktis, bangsa Indonesia mengakui memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara dan bahasa nasional, serta menjadikan bulan Oktober sebagai bulan bahasa nasional. Harapannya, semua pihak pada bulan Oktober ini memperha- 16 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 tikan bagaimana dirinya harus berbahasa Indonesia secara baik, benar, dan patuh pada aturan berbahasa dalam aneka konteks. Untuk itu, semestinyalah produk berbahasa pada bulan ini mendapatkan perhatian dari warga pemakainya. Harapan ini akan diteliti kebenaran dan kepatuhannya pada periode tersebut. Temuan siswa dan penulis dalam membaca dan mencermati ketertiban berbahasa koran daerah edisi tiga hari itu, sejalan dengan prinsip menyunting di atas, dipaparkan dalam ulasan berikut. Metode Penelitian dan Langkah Penulisan Metode penelitian adalah observasi dan mengkaji penggunaan Bahasa Indonesia pada koran daerah. Metode dan langkah penulisan seperti berikut: sasaran koran adalah koran daerah yang terbit di kota Cirebon pada tanggal 22-24 Oktober 2015. Jumlah koran yang diteliti adalah empat koran daerah yang meliputi Koran Radar Cirebon, Kabar Cirebon, Rakyat Cirebon, dan Fajar Cirebon. Kelas 7 meneliti Koran Radar Cirebon dan Kabar Cirebon. Kelas 8 meneliti Koran Rakyat Cirebon dan Fajar Cirebon. Dan Kelas 9 meneliti koran nasional; yaitu Koran Kompas dan Sindo. Sistem pemilihan koran Daerah yang diteliti adalah acak dan berdasarkan kronologi terbitnya. Rubrik koran yang dipilih dan diteliti adalah rubrik olah raga, ekonomi, dan lingkungan/ iptek. Fokus tindak kesalahan berbahasa koran yang dicermati meliputi: tata tulis serapan dari bahasa asing/daerah, penggunaan tanda baca, huruf, tata tulis, bentuk kata, dan efektivitas penggunaan bahasa. Data kesalahan berbahasa Indonesia koran daerah itu dikumpulkan dengan format dan peta alur kegiatan penelitian tindak berbahasa seperti Tabel 2. Proses kerja penelitian ini, berdasarkan arahan guru siswa membentuk kelompok peneliti berjumlah 3 orang, menetapkan ketua, sekretaris, anggota; bekerja kompak. Jumlah kelompok menulis artikel sebanyak 15 kelompok, utusan dari 15 kelas yang ada. Mereka memilih koran beserta rubriknya dan membacanya, menemukan dan mencatat kesalahan berbahasa Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Indonesia koran tersebut dalam format data, siswa mengkliping rubrik yang diteliti, menyusun laporan dan menganalisis temuannya kemudian mengumpulkan karya tulisnya. Selama proses mengerjakan karya tulis, siswa terus berkonsultasi kepada penulis. Dan penulis pun memantau progres penulisan setiap kelompok. Guru menerima konsultasi tim penulis utusan kelas. Sejauh ini telah dilayani 7 kali jadwal konsultasi dan digunakan oleh tim penulis kelas; bahkan ada tim penulis berkonsultasi lebih dari pada jadwal yang disediakan Kondisi berbahasa yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini difokuskan pada koran daerah yaitu koran yang dicermati oleh tim penulis kelas 7 dan 8. Langkah penulisan di tingkat guru/penulis dilakukan dengan memberikan pengarahan awal berkaitan dengan bimbingan teknis penulisan, pemilihan koran, fokus pencermatan kesalahan berbahasa, sistematika penulisan, teknik pengumpulan data, kajian pustaka, analisis data, penutup, dan daftar pustaka. Selanjutnya, guru/ pembimbing meneliti karya tulis siswa, membandingkannya dengan kondisi data pada kliping rubrik, mencatat data yang benar, mengoreksi data yang salah, dan menambahkan data yang belum dicatat siswa. Tabel 2: Peta Alur Kegiatan dan Kriteria Penelitian No. Fokus Sorotan 1 Koran/Media 2 Edisi hari 3 Jenis rubrik /berita yang di teliti dan jum lah berita 1. Olah raga (1) 2. Ekonomi (1) 3. Lingkungan/Iptek (1) 1. 2. 3. Olah raga (1) Ekonomi (1) Lingkungan/Iptek (1) 1. 2. 3. Olah raga (1) Ekonomi (1) Lingkungan/Iptek (1) 4 Fokus perhatian/yang disoroti 1 Tata tulis serapan kata asing/daerah 2. Tata tulis tanda baca, huruf 3. Bentuk kata 4. Efektivitas peng gunaan kata, konjungsi, logika 1. Tata tulis serapan kata asing/daerah Tata tulis tanda baca, huruf Bentuk kata Efektivitas peng gunaan kata, konjungsi, logika 1. Tata tulis serapan kata asing/daerah Tata tulis tanda baca, huruf Bentuk kata Efektivitas peng gunaan kata, konjungsi, logika 1. Tata tulis serapan kata asing/daerah 2. /.. kali Tata tulis tanda 3. baca, ejaan, huruf /..kali 4. Bentuk kata, afiksasi/ .. kali Efektivitas penggunaan kata, konjungsi, logika/ .. kali 1. Tata tulis serapan kata asing/daerah /.. kali Tata tulis tanda baca, ejaan, huruf /..kali Bentuk kata, afiksasi/ .. kali Efektivitas penggunaan kata, konjungsi, logika/ .. kali 1. 5 Jenis kesalahan & frekuensi Kelas 7 1. Radar Cirebon 2. Kabar Cirebon Kelas 8 1. 2. Kamis-Jumat, 22-24 Oktober 2015 Rakyat Cirebon Fajar Cirebon Kelas 9 1. 2. Kamis-Jumat, 2224 Oktober 2015 2. 3. 4. 2. 3. 4. Kompas Sindo Kamis-Jumat, 2224 Oktober 2015 2. 3. 4. 2. 3. 4. Tata tulis serapan kata asing/daerah /.. kali Tata tulis tanda baca, ejaan, huruf /..kali Bentuk kata, afiksasi/ .. kali Efektivitas penggunaan kata, konjungsi, logika/ .. kali Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 17 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Guru merekapitulasi sendiri tingkat kesalahan berbahasa koran daerah dari aspek jenis koran, hari terbit, rubrik, fokus kesalahan berbahasa yang ada, dan frekuensinya, lalu melakukan finalisasi data temuan dari rekapitulasi sebelumnya. Data yang terkumpul diolah dengan sistem statistik/tabel dan skala prosentase untuk mengetahui intensitas tingkat kesalahan berbahasa Indonesia yang terjadi, dan rangking status koran daerah itu. Di luar itu, penulis juga (1) melakukan studi kepustakaan, melalui membaca beberapa buku dan webs untuk menyusun kajian pustaka; (2) melakukan studi komparasi, untuk membandingkan kondisi praktik berbahasa koran satu dan lainnya; (3) melakukan observasi, untuk meneliti praktik berbahasa masyarakat pada beberapa jenis koran, rubrik, maupun judul berita koran melalui data temuan siswa, berikut mencek kebenaran kinerja siswa; (4) menyimpulkan data, fakta yang ditemukan secara deduktif maupun induktif; dan (5) menyusun kajian temuan, perbandingan data secara analitis dan sintesis. Terakhir, guru menganalisis data dan menyimpulkan seperti dilaporkan pada tulisan ini. Paparan Data Hasil Penelitian Hasil Karya Siswa Pelaksanaan lomba karya tulis ilmiah bulan bahasa SMPK PENABUR Cirebon tahun 2015 dapat dilaporkan sebagai berikut. 1. Tema: Analisis dan Perbandingan Kesalahan Berbahasa Koran Daerah/ Nasional Edisi 22-24 Oktober 2015 Ditinjau Secara Deskriptif-Analitis dari Aspek Kepatuhan Berbahasa yang Baik dan Bena r 2. Waktu: tanggal 19 Oktober – 2 November 2015 3. Technical Meeting: Senin, 19 Oktober 2015. 18 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Bimbingan/Koordinasi: 19/10, 21/10, 23/ 10, 25/10, 27/10, 28/10, dan 29/10-2015 (7 kali pembimbingan). Peserta: 15 tim (dengan 3 anggota) utusan dari 15 kelas. Finalis/Pengumpul KTI: 10 tim dari 10 kelas. Berikut informasi selengkapnya. 4. 5. 6. Tabel 3: Daftar Tim Peserta Lomba KTI No Mengirim Naskah KTI Tidak Mengirim Naskah KTI 1. Kelas 7A 2. Kelas 7B 3. Kelas 7C 4. Kelas 7D 5. Kelas 7E 6. Kelas 8A 7. Kelas 8B 8. Kelas 8C 9. Kelas 8D 10. Kelas 9A 11. Kelas 9B 12. Kelas 9C 13. Kelas 9D 14. Kelas 9E 15. Kelas 9F Tot. 10 Tim/Kelas 5 Tim/Kelas Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia A. Hasil Penelitian Guru 1. Kondisi Kesalahan Berbahasa Koran Daerah Kota Cirebon Tabel 4: Kondisi Kesalahan Berbahasa Koran Daerah Kota Cirebon per Hari No Jenis Kesalahan Jenis Koran, Terbitan 22 Oktober 2015 Jenis Kesalahan Radar Cirebon Total Kesalahan OR Eko Lingk/Iptek 1.Tata tulis serapan kata asing 4 1 0 5 2.Tata tulis tanda baca 1 1 3 5 3.Bentuk kata 1 5 3 9 4.Efektivitas berbahasa 0 0 5 5 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 6 7 11 24 2. 1.Tata tulis serapan kata asing 7 9 2 18 2.Tata tulis tanda baca 2 1 2 5 3.Bentuk kata 0 2 2 4 4.Efektivitas berbahasa 0 3 0 3 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 7 15 14 36 3. 1 0 1 2 2.Tata tulis tanda baca 4 12 11 27 3.Bentuk kata 1 1 1 3 4.Efektivitas berbahasa 1 2 2 5 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 7 15 14 36 4. 1.Tata tulis serapan kata asing 5 0 0 5 2.Tata tulis tanda baca 3 1 14 18 3.Bentuk kata 1 1 2 4 4.Efektivitas berbahasa 0 0 4 4 9 2 20 31 1 Kabar Cirebon Rakyat Cirebon 1.Tata tulis serapan kata asing Fajar Cirebon Jumlah Kesalahan Per Rubrik Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 19 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia No. Rubrik / Frekuensi Jenis Koran, Terbitan 23 Oktober 2015 Jenis Kesalahan Radar Cirebon Total Kesalahan OR Eko Lingk/Iptek 1.Tata tulis serapan kata asing 9 15 2 26 2.Tata tulis tanda baca 0 0 0 0 3.Bentuk kata 7 0 2 9 4.Efektivitas berbahasa 1 1 0 2 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 17 16 4 37 2. 1.Tata tulis serapan kata asing 20 2 11 33 2.Tata tulis tanda baca 0 2 0 2 3.Bentuk kata 0 4 1 5 4.Efektivitas berbahasa 0 0 0 0 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 20 8 12 40 3. 1.Tata tulis serapan kata asing 5 0 1 6 2.Tata tulis tanda baca 10 14 17 41 3.Bentuk kata 2 2 1 5 4.Efektivitas berbahasa 0 2 1 3 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 17 18 20 55 4. 1.Tata tulis serapan kata asing 27 3 0 30 2.Tata tulis tanda baca 4 15 2 21 3.Bentuk kata 1 1 0 2 4.Efektivitas berbahasa 1 0 0 1 33 19 2 54 1. Kabar Cirebon Rakyat Cirebon Fajar Cirebon Jumlah Kesalahan Per Rubrik 20 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia No. Rubrik / Frekuensi Jenis Koran, Terbitan 24 Oktober 2015 Jenis Kesalahan Radar Cirebon Total Kesalahan OR Eko Lingk/Iptek 1.Tata tulis serapan kata asing 5 1 1 7 2.Tata tulis tanda baca 2 1 0 3 3.Bentuk kata 0 1 3 4 4.Efektivitas berbahasa 0 0 0 0 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 7 3 4 14 2 1.Tata tulis serapan kata asing 9 3 5 17 2.Tata tulis tanda baca 2 1 5 8 3.Bentuk kata 4 2 1 7 4.Efektivitas berbahasa 0 0 2 2 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 15 6 13 34 3 2 22 8 32 2.Tata tulis tanda baca 14 1 1 16 3.Bentuk kata 2 2 2 6 4.Efektivitas berbahasa 2 1 0 3 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 20 26 11 57 4 1.Tata tulis serapan kata asing 1 1 34 36 2.Tata tulis tanda baca 0 6 1 7 3.Bentuk kata 1 1 2 4 4.Efektivitas berbahasa 4 0 0 4 6 8 37 51 1 Kabar Cirebon Rakyat Cirebon 1.Tata tulis serapan kata asing Fajar Cirebon Jumlah Kesalahan Per Rubrik Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 21 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Berdasarkan data Tabel 4, berikut ini disajikan rekapitulasi jenis kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia berdasarkan rubrik pada setiap koran sebagaimana terlihat pada Tabel 5 Tabel 5: Rekapitulasi Data Kesalahan Berbahasa Koran Daerah Kota Cirebon No. Rubrik / Frekuensi Jenis Koran, Terbitan 22-24 Oktober 2015 Jenis Kesalahan Radar Cirebon Total Kesalahan OR Eko Lingk/Iptek 1.Tata tulis serapan kata asing 18 17 3 38 2.Tata tulis tanda baca 3 2 3 8 3.Bentuk kata 9 6 8 23 4.Efektivitas berbahasa 1 1 5 7 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 31 26 19 76 2 1.Tata tulis serapan kata asing 36 13 7 56 2.Tata tulis tanda baca 4 4 18 26 3.Bentuk kata 4 6 3 13 4.Efektivitas berbahasa 0 7 3 10 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 44 30 31 105 3 8 22 10 40 2.Tata tulis tanda baca 18 27 29 74 3.Bentuk kata 5 5 4 14 4.Efektivitas berbahasa 3 5 3 11 Jumlah Kesalahan Per Rubrik 34 59 46 139 4 1.Tata tulis serapan kata asing 33 4 34 71 2.Tata tulis tanda baca 7 22 17 46 3.Bentuk kata 3 3 4 10 4.Efektivitas berbahasa 5 0 4 9 48 29 59 136 1 Kabar Cirebon Rakyat Cirebon 1.Tata tulis serapan kata asing Fajar Cirebon Jumlah Kesalahan Per Rubrik 22 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Sedangkan jumlah kesalahan berbahasa berdasarkan jenis rubrik terlihat pada Tabel 6. Tabel 6: Kondisi Kesalahan Berbahasa Koran Daerah per Rubrik Jenis Koran, Terbitan 22-24 Oktober 2015 OR Eko Lingk/Iptek 1. Radar Cirebon 31 26 19 76 2. Kabar Cirebon 44 30 31 105 3. Rakyat Cirebon 34 59 46 139 4. Fajar Cirebon 48 29 59 136 Jumlah Kesalahan per Rubrik 157 144 155 456 No Jenis Kesalahan Total Kesalahan Identifikasi jenis kesalahan berbahasa Indonesia pada setiap koran menghasilkan data seperti tertera pada Tabel 7. Tabel 7: Rekapitulasi Data Kesalahan Berbahasa Berdasarkan Tipe Kesalahan Jenis Kesalahan No Jenis Koran, Terbitan 22-24 Oktober 2015 1. Radar Cirebon 38 8 23 7 76 2. Kabar Cirebon 56 26 13 10 105 3. Rakyat Cirebon 40 74 14 11 139 4. Fajar Cirebon 71 46 10 9 136 205 154 60 37 456 Total Kesalahan Tata Tulis Tata Tulis Bentuk Serapan Ejaan Kata Efektivitas Berbahasa Jumlah Aneka Kesalahan Pembahasan Data Hasil Penelitian Mengacu pada data pada Tabel 4, 5, 6, dan 7 dapat ditafsirkan sebagai berikut. 1. Berdasarkan data kondisi pada Tabel 4, kesalahan berbahasa Koran daerah dapat dimaknai sebagai berikut. a. Koran edisi tanggal 22 Oktober 2015 Berdasarkan jumlah kesalahan terbanyak, urutan koran yang membuat kesalahan berbahasa Indonesia berdasarkan tanggal terbit adalah seperti tertera pada Tabel 8. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 23 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Tabel 8: Daftar Urutan Koran Berkesalahan Berbahasa Tinggi Terbitan, Tanggal 22-10-2015 No Nama Koran Jumlah Kesalahan Kesalahan Rubrik Terbanyak 1. Radar Cirebon 36 Ekonomi/15 Tanda Baca/27 2. Kabar Cirebon 31 Lingkungan/20 Tanda baca/18 3. Rakyat Cirebon 30 Ekonomi/15 Tata Tulis Serapan/18 4. Fajar Cirebon 24 Lingkungan/11 Bentuk kata/9 Jenis Kesalahan Terbanyak b. Koran edisi tanggal 23 Oktober 2015 Berdasarkan jumlah kesalahan terbanyak, koran edisi tanggal 23 Oktober 2015 dapat diurutkan pada tabel 9. Tabel 9: Daftar Urutan Koran Berkesalahan Berbahasa Tinggi, Tanggal 23-10-2015 c. No Nama Koran Jumlah Kesalahan Kesalahan Rubrik Terbanyak Jenis Kesalahan Terbanyak 1. Radar Cirebon 55 Lingkungan/20 Tanda baca/41 2. Kabar Cirebon 54 Olah Raga/33 Tata Tulis Serapan/30 3. Rakyat Cirebon 40 Olah Raga/20 Tata Tulis Serapan/33 4. Fajar Cirebon 37 Olah Raga/17 Tata Tulis Serapan/26 Koran edisi tanggal 24 Oktober 2015 Berdasarkan jumlah kesalahan terbanyak, koran edisi tanggal 24 Oktober 2015 dapat diurutkan pada Tabel 10. Tabel 10: Daftar Urutan Koran Berkesalahan Berbahasa Tinggi, Tanggal 24-10-2015 24 No Nama Koran Jumlah Kesalahan Kesalahan Rubrik Terbanyak Jenis Kesalahan Terbanyak 1. Radar Cirebon 57 Ekonomi/26 Tata Tulis Serapan/32 2. Kabar Cirebon 51 Lingkungan/37 Tata Tulis Serapan/36 3. Rakyat Cirebon 34 Olah Raga/15 Tata Tulis Serapan/17 4. Fajar Cirebon 14 Olah Raga/17 Tata Tulis Serapan/7 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Mencermati data pada Tabel 8, 9, dan 10 di atas, koran yang melakukan kesalahan tindak berbahasa secara konsisten dapat diurutkan seperti: Rakyat Cirebon terbanyak (148 poin), lalu diikuti koran Cirebon (136 poin), Kabar Cirebon (104 poin), dan Radar Cirebon (75 poin). Radar Cirebon tampil lebih/paling sedikit dalam tindak kesalahan berbahasa pada terbitannya selama tiga hari (hanya 75 poin). sedikit mengalami kesalahan tindak berbahasa (3 kali/56 poin). Jenis/tipe kesalahan tindak berbahasa terbanyak yang terjadi adalah jenis Tata Tulis Kata Serapan (8 kali/198 poin), lalu diikuti Tata Tulis Tanda Baca (3 kali/86 poin), dan Bentuk Kata (1 kali/9 poin). Tipe kesalahan tindak berbahasa yang terbagus adalah tipe Efektivitas Berbahasa (0 poin), lalu diikuti tipe kesalahan Bentuk Kata (1 kali/9 poin). Kebagusannya ditandai oleh frekuensi kesalahan berbahasa yang cukup rendah. Rubrik yang paling banyak melakukan kesalahan tindak berbahasa adalah Olah Raga (5 kali/102 poin), lalu diikuti Lingkungan (4 kali/88 poin), dan Ekonomi (3 ka-li/56 poin). Rubrik Ekonomi paling 2. Berdasarkan data kondisi pada Tabel 7, maka kesalahan berbahasa koran dapat dimaknai sebagai berikut. Jenis koran dan rubrik yang melakukan Tabel 11: Daftar Urutan Koran Berdasaran Jumlah Kesalahan banyak kesalahan Bahasa Indonesia Pada Setiap Rubrik tindak berbahasa Jenis Koran, Jenis Kesalahan dalam kurun tiga hari Total No Terbitan 22-24 itu dapat diurutkan Kesalahan OR Eko Lingk/Iptek Oktober 2015 seperti pada Tabel 11. 1. Radar Cirebon 34 59 46 139 2. Kabar Cirebon 48 29 59 136 3. Rakyat Cirebon 44 30 31 105 4. Fajar Cirebon 31 26 19 76 Jumlah Kesalahan per Rubrik 157 144 155 456 Koran Rakyat Cirebon melakukan kesalahan berbahasa paling banyak/tinggi (139 poin), diikuti Koran Fajar Cirebon (136 poin), Koran Kabar Cirebon (105 poin), dan koran Radar Cirebon Tabel 12: Data Urutan Koran Dan Tipe Kesalahan Berbahasa Terbanyak Jenis Kesalahan No Jenis Koran, Terbitan 22-24 Oktober 2015 1. Radar Cirebon 40 74 14 11 139 2. Kabar Cirebon 71 46 10 9 136 3. Rakyat Cirebon 56 26 13 10 105 4. Fajar Cirebon 38 8 23 7 76 205 154 60 37 456 Total Kesalahan Tata Tulis Tata Tulis Bentuk Serapan Ejaan Kata Efektivitas Berbahasa Jumlah Aneka Kesalahan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 25 Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia 3. (76 poin). Dan rubrik Olah Raga juga melakukan kesalahan tindak berbahasa paling tinggi (157 poin), diikuti Rubrik Lingkungan/Iptek (155 poin), dan Rubrik Ekonomi (144 poin). Berdasarkan data kondisi pada Tabel 7, kesalahan berbahasa koran dapat dimaknai sebagai berikut. Jenis koran dan tipe kesalahan tindak berbahasa tertinggi dapat diurutkan seperti pada Tabel 12. 2. Koran Rakyat Cirebon melakukan kesalahan tindak berbahasa paling banyak (139 poin), lalu diikuti Koran Fajar Cirebon (136 poin), Kabar Cirebon (105 poin), dan Radar Cirebon (76 poin). Koran Radar Cirebon berkesalahan berbahasa paling sedikit (76 poin), dan dengan demikian menjadi koran terbagus. Tipe kesalahan berbahasa tertinggi terjadi pada tipe kesalahan Tata Tulis Unsur Serapan (205 poin), lalu diikuti Tata Tulis Ejaan (154 poin), Bentuk Kata (60 poin), dan Efektivitas Berbahasa (37 poin). Tipe kesalahan Efektivitas Berbahasa terjadi paling sedikit/rendah (37 poin). Dengan demikian tipe ini menjadi tipe terbagus dalam tiga hari terbitan koran itu. Saran 1. Simpulan Kesimpulan 1. 26 Penggunaan bahasa Indonesia pada koran daerah di Cirebon. Koran daerah di Cirebon masih melakukan banyak kesalahan berbahasa Indonesia dalam penerbitan korannya. Kondisi kesalahan berbahasa Indonesia itu nyata dari data yang diperoleh. Koran Rakyat Cirebon melakukan kesalahan tindak berbahasa paling banyak (139 poin), lalu diikuti Koran Fajar Cirebon (136 poin), Kabar Cirebon (105 poin), dan Radar Cirebon (76 poin). Koran Radar Cirebon berkesalahan berbahasa paling sedikit (76 poin), dan dengan demikian menjadi koran terbagus. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Jenis dan variasi kesalahan berbahasa Indonesia Kesalahan berbahasa Indonesia yang terjadi pada koran daerah di Cirebon dikelompokkan berdasarkan jenis rubrik dan tipe kesalahan berbahasa. Rubrik Olah Raga melakukan kesalahan tindak berbahasa paling tinggi (157 poin), diikuti Rubrik Lingkungan/Iptek (155 poin), dan Rubrik Ekonomi (144 poin). Sedangkan tipe kesalahan berbahasa tertinggi terjadi pada tipe kesalahan Tata Tulis Unsur Serapan (205 poin), lalu diikuti Tata Tulis Ejaan (154 poin), Bentuk Kata (60 poin), dan Efektivitas Berbahasa (37 poin). Tipe kesalahan Efektivitas Berbahasa terjadi paling sedikit/ rendah (37 poin). Dengan demikian tipe ini menjadi tipe terbagus dalam tiga hari terbitan koran itu. 2. Penggunaan bahasa Indonesia pada koran daerah Koran Daerah sebagai media masa juga berperan sebagai pembina bahasa warga masyarakatnya. Untuk itu, koran daerah melalui anggota redaksinya perlu lebih sungguh-sungguh menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap penerbitan korannya, agar informasi pembangunan dan hasilnya yang dipublikasikan korannya dapat diterima warga masyarakat secara efektif, komunikatif, benar, dan utuh. Jenis dan variasi kesalahan berbahasa koran daerah Penelitian ini baru menyorot tiga rubrik dan empat tipe kesalahan berbahasa Indonesia koran daerah di Cirebon. Ternyata rubrikrubrik itu memiliki banyak kesalahan berbahasa, bahkan frekuensi kesalahan pada rubrik dan tipe kesalahan berbahasanya cukup tinggi. Untuk itu, kru anggota redaksi, khususnya editor, perlu memperkecil tingkat dan frekuensi kesalahan pada setiap rubrik dan mengusahakan tidak Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia terdapat kesalahan dalam bentuk tipe apapun. Dengan begitu, Koran Daerah Cirebon dapat tampil lebih sempurna, komunikatif, dan lebih menunjukkan perannya sebagai Pembina Bahasa Indonesia. Daftar Pustaka Anwar, Rosihan. (1991).Bahasa jurnalistik dan komposisi. Jakarta: Pradnya Paramita Assegaff, Djafar H. (1985). Jurnalistik masa kini. Pengantar ke praktek kewartawanan. Jakarta: Ghalia Indonesia Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Echols, Johan M.dkk. (2010). Kamus InggrisIndonesia. Jakarta: Gramedia Kosasih, Engkos. (2008). Mandiri bahasa Indonesia untuk SMP/MTs. Kelas IX. Jakarta: Erlangga Maryati. 2008. Bahasa dan sastra Indonesia 3 untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Pusat Moeliono, Anton M. (1999). Kamus besar bahasa Indonesia edisi kedua cetakan kesepuluh. Jakarta: Balai Pustaka Nurhadi. 2007. Bahasa Indonesia jilid 3 untuk SMP kelas IX. Jakarta: Erlangga Sadikin, Asep Ganda. (2014). Bahasa Indonesia 2 untuk kelas VIII SMP. Bandung: Grafindo Media Pratama Sekretariat Jenderal MPR RI. 2006. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia. Jakarta: MPR RI Suhaemi.2009. Bahasa jurnalistik. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Koran Radar Cirebon tanggal 22, 23, 24 Oktober 2015 Rubrik Olah Raga, Ekonomi, dan Lingkungan/Iptek Koran Kabar Cirebon tanggal 22, 23, 24 Oktober 2015 Rubrik Olah Raga, Ekonomi, dan Lingkungan/Iptek Koran Rakyat Cirebon tanggal 22, 23, 24 Oktober 2015 Rubrik Olah Raga, Ekonomi, dan Lingkungan/Iptek Koran Fajar Cirebon tanggal 22, 23, 24 Oktober 2015 Rubrik Olah Raga, Ekonomi, dan Lingkungan/Iptek Soedarso. (2005). Sistem membaca cepat dan efektif. Jakarta: Gramedia http://nastitioktafifahw.blogspot.co.id/2015/ 03/macam-macam-menyunting.html www.kelasindonesia.c om/2015/05/ peengertian-cara-menyunting-besertacontoh-suntingan.html?m=1 www.lucanosugiarso.blogspot.co.id/2014/02/ pengertian-dana-tujuanpenyuntingan.html?m=1 https://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Panduan_menulis_artikel_yang_lebih_baik Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 27 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Penelitian Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Hilda Karli Email: [email protected] Universitas Terbuka UPBJJ Bandung Abstrak ajian ini merupakan kajian kebijakan, yang menggunakan dua SD di Bandung sebagai subjek penelitian. Penelitian kualitatif studi kasus ini mengumpulkan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kajian ini menggunakan metode Balance Score Card (BSC) yaitu sebuah alat untuk mengimplementasikan manajemen pendidikan dengan menjabarkan visi dan misi sekolah pada empat perspektif yaitu anggaran keuangan, guru, kurikulum dan siswa untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar secara terukur. Hasil kajian dari empat perspektif ini menunjukkan adanya perbedaan implementasi dan pemecahan dari setiap indikator perspektifnya untuk ke dua SD tersebut. Mutu pendidikan akan meningkatkan jika ada perbaikan secara terus menerus dan keseimbangan dari setiap perspektif. K Kata-kata kunci: mutu pendidikan, Metode Balance Score Card (BSC), kepuasan pelanggan, kemampuan guru Improving School Quality by Balance Score Card Method Abstract This study is a policy assessment using two Elementary Schools in Bandung as research subject. As a qualitative case study, the data were collected by using interview, observation and document study techniques. This study employed Balance Score Card (BSC) as a tool to implement educational management by outlining the vision and mission of the school in four perspectives: financial budget, teacher, curriculum and students to improve the quality of basic education. Results from four perspectives show differences in implementation and breakdown of each indicator perspective for the two elementary school. The quality of education will improve if there is continuous improvement and balance of each perspective. Keywords: educationalquality, Balance Score Card method, custumer satisfaction, teacher skills 28 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Pendahuluan Hasil studi Human Development Index (HDI) menunjukkan mutu sumber daya manusia Indonesia rendah yang dibuktikan dengan angka partisipasi pendidikan masyarakat. Tahun 2014 Indonesia menempati urutan ke-110 dari 188 negara di dunia. Indonesia berada jauh dari posisi negara di Asia seperti Singapura yang menempati urutan ke-11, Malaysia menempati urutan ke-62, Thailand menempati urutan ke93 dan Cina pada urutan ke-90 (Human Development Index, 2014). Berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian pendidikan dasar yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) untuk IPA, Matematika dan membaca pada tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke-69 dari 76 negara. Negara tetangga seperti Singapura menempati urutan ke-1, Hongkong menempati urutan ke-2, Jepang menempati urutan ke-4 dan Vietnam menempati urutan ke-12. Hal ini menunjukkan, kemampuan untuk memecahkan masalah dalam soal matematika dan IPA masih kurang karena kemampuan membaca yang kurang baik. Fenomena di atas menunjukkan, sumber daya manusia Indonesia belum siap menghadapi tantangan globalisasi. Salah satu masalah nasional yang dihadapi adalah mutu sumber daya manusia yang masih rendah. Rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia terkait lembaga pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia. Sumber daya manusia akan bermutu jika didukung dengan pendidikan yang bermutu sebagaimana diharapkan dalam UU No 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional akan meningkatkan mutu manusia Indonesia menjadi manusia seutuhnya dan berdaya saing baik di tingkat domestik maupun internasional. Lebih lanjut, peningkatan mutu manusia melalui pendidikan dicantum kan pada misi rencana strategis Indonesia tahun 2010-2014 yaitu membentuk insan cerdas dan kompetitif, cerdas spirituil, emosional, sosial, intelektual, dan kinestetik. Sedangkan salah satu tujuan rencana kerja pembangunan pendidikan nasional jangka panjang tahun 2005-2025 adalah pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dasar. Berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, salah satu upaya yang dilakukan sekolah ialah menciptakan lingkungan belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui sistim dan proses yang direncanakan di kelas untuk melayani kebutuhan siswa khususnya dan masyarakat umumnya. Lawton dan Barlosky (1994:12) menyebutkan, kebutuhan pelanggan (siswa dan masyarakat) dinyatakan dalam kebijakan pendidikan yang dioperasionalkan melalui kurikulum dan selanjutnya diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada kurun waktu tertentu hasil pendidkan dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana tujuan kurikulum tercapai. Hasil evaluasi itu dijadakan bahan refleksi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan secara terus menerus. Pengelolaan pendidikan dapat terlaksana dengan baik jika ada alat ukur yang baik. Balanced Score Card (BSC) merupakan sistem manajemen strategis yang menerjemahkan visi dan strategi sekolah ke dalam tujuan dan ukuran operasional dalam empat perspektif: (1) keuangan (anggaran), (2) pelanggan (siswa dan orang tua), (3) proses bisnis internal (kurikulum), serta (4) pembelajaran dan pertumbuhan (guru) secara terpadu untuk meningkatkan mutu pendidikan secara terukur. Dalam penelitian Nomura Research Institute (NRI), Papers No. 45, 1 April 2002 dikemukakan, Jepang menerapkan pola kerja BSC terhadap lebih dari 20 perusahaan (Morisawa, 2002: 3). NRI menyimpulkan, perusahaan yang menerapkan pengukuran kinerja dengan BSC memiliki keunggulan: (1) BSC dapat digunakan untuk melakukan perbaikan keseimbangan di antara sasaran jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang; (2) dapat menciptakan pemahaman strategi perubahan dengan menyusun atau menetapkan indikator nonfinansial kuantitatif di samping indikator finansial; (3) mengurangi keragu-raguan atau kekaburan dengan tetap menjaga indikator nonfinansial kuantitatif; (4) mempromosikan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 29 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card proses pembelajaran organisasi melalui suatu pengulangan siklus hipotesis verifikasi, dan (5) memperbaiki platform strategi komunikasi secara umum dalam organisasi yang mencerminkan keterkaitan antara pimpinan dan bawahan. Meskipun konsep BSC telah telah banyak diadopsi dan digunakan dalam sektor bisnis, dan sektor pendidikan ternyata belum menggunakan BSC, terlihat dari langkanya penelitian diterbitkan pada topik ini. Sebuah tinjauan literatur menghasilkan beberapa publikasi misalnya, Cullen, Joyce, Hassall, dan Broadbent (2003) yang mengusulkan BSC digunakan dalam institusi pendidikan sebagai penguatan pentingnya mengelola, bukan hanya pemantauan kinerja. Sutherland (2000) melaporkan, Sekolah Pendidikan Rossier di University of Southern California mengadopsi pendekatan BSC untuk menilai program akademis dan proses perencanaan. Machasin (2012) melakukan penelitian di 3 (tiga) Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTAI) khususnya Sekolah Tinggi Agama Islam Nusantara (STAIN) di Jawa Tengah. Penilitian itu bertujuan menghasilkan model peningkatan mutu dan tata kelola PT. AI yang profesional, transparan dan akuntabel berdasarkan 5 (lima) perspektif antara lain: perspektif pemangku kepentingan (stakeholders), manajemen administrasi dan keuangan, proses pendidikan dan pengembangan, etos kerja dan budaya,dan good governance. Ke-5 perspektif sebagai strategi nilai tambah organisasi PTAI secara komprehensif dan holistik untuk meningkatkan mutu pendidikan PTAI berdasarkan prinsip tatakola kelembagaan yang bersih. Menurut Machasin (2011:483 ), terdapat perbedaan implementasi dan pemecahan masalah dari perspektif keuangan, kurikulum, dosen, dan mahasiswa dari ke 3 PTAI . Selain itu, secara rinci indikator apa saja dari setiap perspektif tersebut yang harus dikembangkan atau yang sudah tercapai pada 3 PTAI tersebut dapat terlihat dan terukur kinerjanya sehingga memudahkan merefleksikan dalam rangka perbaikan mutu pendidikan. Latar belakang seperti yang telah diuraikan membuat penulis tertarik melakukan penelitian mengenai penggunaan BSC untuk 30 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 meningkatkan mutu pendidikan dasar secara terpadu dan terukur di kota Bandung. Fokus masalah penelitian ialah (1) bagaimana mengimplementasikan BSC di SD Kota Bandung dan (2) strategi apa yang digunakan untuk meningkatkan mutu SD berdasarkan metode BSC. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang peningkatan mutu pendidikan khususnya di SD dengan menerapkan BSC sehingga dapat dijadikan salah satu acuan pengembangannya di sekolah lain. Metode Penelitian Salah satu cara meningkatkan mutu pendidikan dasar secara terpadu dan terukur dipandang dari perspektif keuangan, kurikulum, guru, dan siswa diujicobakan di 2 (dua) SD di kota Bandung yang berakreditasi A dan berada pada gugus yang sama pada tanggal 11 Januari hingga 6 Pebruari 2016. Penelitian kualitatif studi kasus ini menggunakan teknik wawancara, observasi, dan studi dokumen pada orang tua, siswa, guru kelas 1-6 SD, kepala sekolah serta stakeholder (yayasan dan pengawas dari dinas kota pendidikan). Visi dan strategi diterjemahkan ke dalam 4 perspektif yang kemudian oleh setiap perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai oleh Sekolah seperti, ukuran tujuan, target yang diharapkan pada masa yang akan datang serta inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan strategis sekolah. Proses menerjemahkan visi dan strategi sekolah yang dikembangkan berdasarkan 4 (empat) perspektif: perspektif keuangan, kurikulum, guru, dan siswa. Perspektif keuangan mengidentifikasikan pelanggan dan segmen pasar tempat organisasi akan bersaing. Tujuan yang bisa ditetapkan dalam perspektif ini adalah pemuasan kebutuhan pelanggan/stakeholders. Ukuran perspektif ini ialah peningkatan jumlah siswa yang diterima, kinerja keuangan yang transparan, serta peningkatan sarana prasana untuk proses pembelajaran. Perspektif guru bertujuan meningkatkan kemampuan guru, kapabilitas sistem informasi, Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card dan keselarasan serta motivasi guru. Ukuran yang digunakan dalam perspektif ini antara lain: prosentase guru yang mengajar sesuai dengan keahlian atau latar belakang pendidikannya, rasio komposisi guru per siswa, dan jumlah guru yang mengikuti studi lanjut. Perspektif kurikulum adalah komponen utama dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah dan merupakan jembatan perspektif keuangan, guru dan siswa. Ukuran yang dipakai ialah relevansi kurikulum dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, peningkatan penambahan koleksi perpustakaan, serta pelaksanaan kegiatan mengajar sesuai tuntutan zaman. Perspektif siswa (pelanggan utama) adalah penerima pelayanan dari 3 (tiga) perspektif yaitu guru, kurikulum dan keuangan. Ukuran yang bisa digunakan antara lain rata-rata indeks kepuasan siswa terhadap pelayanan akademik, rata-rata indeks kepuasan siswa terhadap pelayanan non akademik, rata-rata indeks kepuasan alumni dan/atau masyarakat terhadap pelayanan, prosentase daya serap kurikulum yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan, prosentase kelulusan yang diterima di sekolah lanjutan. Dari penjelasan di atas kerangka berpikir penelitian dituangkan dalam Gambar 1. Hasil Penelitian Implementasi BSC di sekolah swasta A dan sekolah negeri B yang berakreditasi A dan berada pada gugus yang sama di kota Bandung disajikan dalam 4 (empat) tabel . Data perspektif anggaran keuangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan, kedua sekolah tersebut belum transparan dalam anggaran keuangan dan belum menggunakan TIK dalam menjalankan anggaran keuangan. Anggaran keuangan masih didominasi oleh pihak stakeholder dan kepala sekolah. Sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar mengajar siswa sudah tersedia namun ada beberapa sarana yang masih belum ada. Hasil kajian tersebut menunjukkan beberapa kebijakan perlu direvisi dan dikembangkan agar pelayanan terhadap customer (siswa dan orang tua) dapat terpenuhi. Data perspektif guru ditampilkan dalam Tabel 2, kedua sekolah sudah memiliki guru tetap lulusan S1 PGSD untuk guru kelas 1-6 SD dan menggunakan sistem mata pelajaran untuk pelajaran tertentu.Pengembangan profesional guru belum ada dan masih fokus pada tugas rutin seperti menyusun Silabus/RPP, mengajar < Visi dan Misi Kondisi SD yg diharapkan < Kondisi SD < < Lingk. Strategik < Siswa & Ortu < < Kurikulum < < Guru < < Anggaran < < Formula Strategi Balance Score Card Peningkatan Mutu Gambar 1: Kerangka Berpikir Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 31 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Tabel 1: BSC dalam Perspektif Anggaran Keuangan SD di Bandung SD di Bandung Perspektif Anggaran Keuangan SD Swasta A SD Negeri B Sarana dan alat media pembelajaran ada ada Sarana dan buku perpustakaan ada ada Sarana dan alat olahraga ada ada Sarana dan alat kesenian ada ada Sarana dan alat ekstrakurikuler ada tidak Sarana dan alat bahasa ada tidak Sarana dan alat teknologi informatika ada tidak Sarana dan alat pramuka ada ada Sarana dan alat keagamaan ada ada tidak tidak Sarana dan alat kesehatan (UKS) ada ada Pendapatan dari siswa (bulanan iuran) ya tidak Pendapatan di luar siswa ya ya Pendapatan dari bantuan Yayasan/Instansi ya ya Pendapatan dari bantuan Pemda/Pemkot tidak ya Anggaran untuk pengembangan SDM ada tidak Anggaran untuk beasiswa berprestasi ada tidak Anggaran untuk beasiswa miskin ada ada Anggaran untuk studi banding ada tidak Anggaran untuk field trip ada tidak tidak tidak Kontrol anggaran keuangan dari stakeholder ya tidak Pemeriksaan (audit) keuangan dari kepala sekolah ya tidak Pemeriksaan (audit) keuangan dari stakeholder ya tidak Pengembangan SDM bagian adm. keuangan tidak tidak Arus keuangan menggunakan TIKon line tidak tidak Sarana dan alat bimbingan konseling Transparasi anggaran keuangan untuk semua staf 32 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Tabel 2: BSC dalam Perspektif Guru SD di Bandung SD Swasta A SD Negeri B ya ya tidak tidak ya ya Pendidikan Guru S1 Non PGSD> dari 50% tidak tidak Pendidikan Guru S2 PGSD> dari 20% tidak tidak Pendidikan Guru S2 Non PGSD> dari 20% tidak tidak Melanjutkan ke Jenjang S2 PGSD > dari 20% tidak tidak Melanjutkan ke Jenjang S2 Non PGSD >dari 20% tidak tidak Rasio Guru : Siswa di kelas = 1: 35 ya tidak Guru sesuai dengan keahliannya > dari 50% ya ya sebahagian tidak Monitoring oleh supervisi / koord. Kurikulum tiap minggu tidak tidak Monitoring oleh kepala sekolah setiap 2 minggu tidak tidak Monitoring oleh pengawas ( dinas kota) setiap 2 minggu tidak tidak Kepuasan guru terhadap prestasinya >dari 50% tidak tidak Pembinaan guru oleh bagian kurikulum ya tidak Pembinaan guru oleh pengawas dinas kota ya ya Pembinaan guru dari luar sekolah/dinas ya ya Hubungan guru dengan siswa ya ya Hubungan guru dengan orang tua siswa ya ya Hubungan guru dengan kepala sekolah ya ya Hubungan guru dengan yayasan/dinas tidak ya Hubungan guru dengan masyarakat sekitar tidak ya Hubungan guru dengan instasi terkait tidak tidak Guru membahas materi per minggu (rapat juru/lesson studi) ya ya Guru memberi masukan/saran keuangan kepada kepala sekolah tidak tidak Guru memberi masukan/saran kurikulum kepada kepala sekolah tidak tidak Guru memberi masukan/saran sarana-prasarana kepada kepala sekolah tidak tidak ya ya Perspektif Guru Jumlah guru tetap>dari 50% Jumlah guru tidak tetap >dari 50% Pendidikan Guru S1 PGSD>dari 50% Guru terampil menggunakan TIK Guru memberi masukan/saran kesiswaan kepada kepala sekolah Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 33 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Tabel 3: BSC dalam Perspektif Kurikulum SD di Bandung SD Swasta A SD Negeri B Varian buku di perpustakaan > dari 200 judul buku ya tidak Pengunjung ke perpustakaan > dari 20% jumlah anak per hari ya ya Jumlah buku memenuhi jumlah siswa di sekolah ya tidak Kebutuhan buku pelajaran yang dipergunakan saat belajar di kelas memenuhi ya tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak Menggunakan metode belajar variasi ya tidak Ceramah dan latihan soal masih dominan ya ya Penilaian kelas digunakan sebagai asesmen ya ya Kurikulum sesuai perkembangan siswa tidak tidak Jumlah beban belajar sesuai perkembangan siswa ya ya Menyusun Silabus dan RPP dibuat sesuai kurikulum ya ya Guru menerapkan manajemen kelas tidak tidak Penilaian kelas dengan bantuan TIK yang sudah diprogram tidak tidak Kepala sekolah menerapkan manajemen sekolah tidak tidak Memberdayakan masyarakat sekitar untuk mutu sekolah tidak tidak Ekstra kurikuler sesuai kebutuhan masyarakat ya ya Belajar menggunakan lingkungan sekitar ya ya Belajar secara kelompok ya ya Belajar di luar kelas tidak tidak Guru mengujicobakan dulu praktikum sebelum dilakukan di kelas tidak tidak Aturan kedispilinan diterapkan siswa > dari 90% ya tidak Kedispilinan didukung dari pihak orang tua ya tidak Kedispilinan didukung dari pihak staf dan kepala sekolah ya tidak Perspektif Kurikulum TIK dipergunakan saat belajar di kelas Alat peraga dipergunakan saat belajar di kelas Mengundang nara sumber ke kelas 34 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card dan memeriksa hasil ulangan anak yang dilakukan secara rutin tanpa ada evaluasi/ refleksi untuk perbaikan. Dengan demikian, perlu menciptakan kondisi yang merangsang guru untuk berkompetisi secara sehat untuk mengembang-kan diri secara profesional. Data perspektif kurikulum pada Tabel 3 menunjukkan, kedua sekolah tersebut menekankan produk kurikulum yaitu jumlah lulusan dengan nilai kognitif tinggi. Metode pembelajaran yang digunakan di kelas masih dominan pada ceramah dan latihan soal. Dalam hal ini Tabel 4: BSC dalam Perspektif Siswa dan Orang Tua SD di Bandung SD Swasta A SD Negeri B ya ya tidak ya ya tidak tidak ya ya ya Tingkat kepuasan siswa terhadap layanan non akademik>dari 50% tidak tidak Tingkat kepuasan orang tua terhadap layanan akademik>dari 50% ya tidak Tingkat kepuasan orang tua terhadap layanan non akademik>dari 50% ya ya tidak tidak Jumlah siswa yang lulus rata-rata> dari 50% ya ya Jumlah siswa yang tidak lulus < dari 10% ya ya Jumlah siswa yang melanjutkan ke SMP>dari 80% ya ya Jumlah siswa yang tidak mampu (bantuan)> dari 10% tidak ya Jumlah siswa yang berprestasi (wakil SD)> dari 30% tidak tidak Komunikasi guru dan siswa di kelas ya ya Komunikasi guru dan orang tua ya ya Komunikasi siswa dengan siswa tidak tidak Siswa memberi masukan/saran kepada guru/kepala sekolah tidak tidak Orang tua memberi masukan/saran kepada guru/kepala sekolah tidak ya Jumlah siswa yang ikut lomba akademik > dari 20% tidak tidak Jumlah siswa yang ikut lomba non akademik > dari 20% tidak tidak Aturan kedispilinan diterapkan siswa > dari 90% ya tidak Kedispilinan didukung dari pihak orang tua ya tidak Kedispilinan didukung dari pihak staf dan kepala sekolah ya tidak Perspektif Siswa dan Orang tua Jumlah siswa mendaftar> dari 250 anak Jumlah siswa yang diterima>dari 100 anak Jumlah siswa di kelas< dari 35 anak Rasio siswa laki-laki : perempuan = 2:1 Tingkat kepuasan siswa terhadap layanan akademik> dari 50% Jumlah siswa yang lulus di atas rata-rata>dari 50% Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 35 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card siswa belum diajak untuk berlatih berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah. Perencanaan dalam manajemen kelas seperti menyusun persiapan untuk mengajar hanya sekedar administrasi saja, malah terkadang setelah pelaksanaan baru disusun. Data perspektif siswa dan orang tua pada Tabel 4 menunjukkan, kedua sekolah tersebut diminati oleh banyak orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya. Siswa dan orang tua merasa puas ditinjau dari kelulusan hampir 100% dengan nilai di atas rata-rata serta melanjutkan ke SMP favorit. Pihak sekolah perlu meningkatkan pelayanan agar tetap bertahan menjadi favorit. Upaya ini berkaitan dengan peningkatan anggaran keuangan yang menjadi roda dalam menjalankan organisasi. Pembahasan Suatu organisasi dikatakan baik dan maju apabila memiliki kinerja yang terukur untuk mencapai tujuan (Dally Dadang, 2010:31). Untuk mengetahui pencapaian kinerja, perlu dilakukan penilaian kinerja melalui suatu pengukuran kinerja secara periodik. Proses pelaksanaan tersebut merupakan bagian kegiatan manajemen yang terdiri atas merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan monitoring indikator kinerja secara kualitatif dan kuantitif, sehingga pencapaian tujuan organisasi tergambarkan secara jelas. Manajemen pendidikan sejalan dengan tujuan dari Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas 20 Tahun 2003) bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan dilakukan dalam kondisi sadar antara guru dan siswa dalam sebuah perencanaan yang matang sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar tersebut baik dari segi guru maupun siswa. Artinya, pendidikan tidak terlepas dari manajemen 36 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 pendidikan yang baik agar menghasilkan mutu pendidikan yang dapat mengikuti perubahan zaman dengan cara memberdayakan sumber pendidikan secara optimal melalui proses pembelajaran yang baik dan kondusif (Bell dan Rhodes, 1996:22-23). Untuk mencapai sekolah bermutu secara efektif dan efiesien diperlukan sarana (tools) yaitu men, money, materials, machines, methods, dan markets. Salah satunya yang akan dibahas adalah metode BSC yang tepat untuk membantu sekolah mengukur kinerja dan menerapkan strategi untuk mencapai visi dan misinya. Awal mulanya BSC diterapkan dalam dunia bisnis di USA sebagai implementasi strategi bisnis yang mendapatkan uang/laba sebanyak-banyaknya (Kaplan & Norton, 2006:23). Namun, seiring waktu terjadi perubahan pada metode tersebut. BSC tidak hanya menekankan pada aspek keuangan kuantitatif, tetapi juga aspek kualitatif dan nonkeuangan. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba bukan sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan nonkeuangan. Oleh karena itu, metode BSC dapat diterapkan dalam dunia pendidikan yang notabene bentuk organisasi sosial nonkeuangan yang mengutamakan pelayanan maksimal. Cullen, Joyce, Hassal, dan Broadbent (2003: 45) mengusulkan bahwa metode BSC digunakan di lembaga pendidikan untuk memperbaiki manajemen, bukan sekedar memantau kinerja. Sanusi (2014:36-38) berpendapat BSC merupakan sistem manajemen strategis yang menerjemahkan visi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan dan pengukuran kinerja yang berfokus pada 4 (empat) perspektif yaitu perspektif keuangan (dana dan srana prasarana), pelanggan (siswa dan orang tua), proses bisnis internal (kegiatan kurikuler), serta pembelajaran dan pertumbuhan (guru dan staf). Hasil pengukuran dan penilaian kinerja tersebut dapat dijadikan materi pemetaan dalam membuat perencanaan strategik dan pengambilan keputusan pimpinan serta pengelola sekolah untuk mengembangkan sekolah tersebut menjadi lebih baik, unggul, dan mampu bersaing. Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Perspektif anggaran keuangan menjelaskan apa yang diharapkan oleh penyedia sumber daya terhadap kinerja keuangan sekolah. Seperti apa yang dikemukakan oleh Kaplan & Norton (2006:21), “ What are our share holder expectations for financial performance?” Apa harapan pemegang saham untuk kinerja keuangan? Komponen ini memfokuskan bagaimana sekolah menerjemahkan hasil operasional ke dalam kesejahteraan dalam bidang keuangan. Meskipun sekolah sektor publik tidak mengejar laba, sekolah perlu memikirkan bagaimana meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya secara berkelanjutan. Perspektif keuangan dalam organisasi sektor publik terkait dengan upaya untuk meningkatkan kinerja keuangan dengan cara meningkatkan pendapatan dan sekaligus mengurangi biaya. Upaya untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian anggaran keuangan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan. Kaplan menjelaskan, pada masa lalu organisasi mengonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang strategi organisasi telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen. Pendidikan bermutu jika sekolah sebagai penyelenggara pendidikan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan khususnya orang tua dan siswa dan secara umum masyarakat. Pelayanan yang maksimal seperti sarana prasarana yang memadai, dan pengembangan SDM, pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan sebagai output dari sekolah. Hasil kajian keempat perspektif ke dua sekolah yang diteliti menunjukkan perlunya perubahan guna memaksimalkan proses setiap perspektif. Setiap sekolah mengusulkan strategi kebijakan untuk memperbaiki kondisi yang kurang maksimal. Strategi apa yang digunakan untuk meningkatkan mutu SD berdasarkan BSC akan dibahas setiap perspektifnya di bawah ini. Data penelitian Tabel 1 menunjukkan, kedua sekolah tersebut sudah menyediakan sarana prasarana untuk kegiatan belajar mengajar di luar dan di dalam kelas namun beberapa hal masih perlu diperhatikan agar aspek sarana prasarana dapat lebih ditingkatkan lagi oleh kedua sekolah. Untuk itu perlu ada strategi kebijakan mengatasi kondisi sekolah . Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut untuk strategi kebijakan prespektif keuangan sekolah A dan B. Tabel 5 menunjukkan, kepala sekolah dan stakeholder kedua sekolah tersebut perlu fokus pada pengembangan SDM (memberikan pembekalan TIK dan paket pembelajaran yang terkait dengan keuangan) khususnya bagian keuangan dan menyusun sistim anggaran keuangan secara on line (membuat program flow chart keuangan khusus untuk sekolah) sehingga dapat lebih transparansi untuk semua staf di sekolah. Pengauditan dapat dengan mudah dan cepat dilakukan.oleh berbagai pihak yang berkepentingan (pihak yayasan, kepala sekolah, pengawas pendidikan) Di samping itu, perlu pemberdayaan masyarakat sekitar, termasuk instansi yang dapat membantu penyediaan sarana prasarana sekolah. Anggaran keuangan yang transparan dan up to date akan membuat regulasi sistim manajemen sekolah lebih baik sehingga kebutuhan dan kepuasan pelanggan (siswa dan orang tua) terpenuhi. Sekolah B belum mengganggarkan dana untuk kegiatan siswa dan guru maka akan dilakukan banyak kerjasama dengan berbagai instansi yang terkait untuk memberikan bantuan baik moril maupun materiil guna membantu kegiatan siswa dan guru lebih maksimal. Memberdayakan peran masyarakat sekitar juga dilakukan untuk memaksimalkan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Perspektif kedua, guru perlu melakukan perbaikan secara terus-menerus dan menciptakan pertumbuhan secara berkelanjutan karena target dan ukuran kesuksesan akan terus berubah seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, organisasi harus memfasilitasi guru berinovasi, berkreasi, dan belajar (Mahmudi, 2013:146). Aspek ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan “ How do we align our intangible assets (people, systems, and culture) to improve the critical processes?” (Kaplan & Norton, Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 37 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card 2006:21). Komponen aspek ini mefokuskan pada keberlanjutan agar menjamin dan meningkatkan kemampuannya memuaskan para pelanggan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan di sekolah berkaitan dengan pengembangan professional dari guru sebagai ujung tombak pemberian layanan kepada siswa yang merupakan pelanggan utama pendidikan. Sekolah berfokus pada perbaikan pengembangan guru secara terus menerus (Mohamad Mahsun, 2009:160). Ujung tombak keberhasilan pendidikan ada di tangan guru. Hal ini sejalan dengan sistem Tabel 5: Kondisi dan Strategi Kebijakan Perspektif Keuangan No SD 1 Swasta A 2 38 Negeri B Kondisi Strategi Kebijakan Sarana untuk kegiatan akademik dan nonakademik tersedia kecuali BK (dilakukan di ruang guru/kelas) Meningkatkan sarana yang belum ada seperti ruang bimbingan konseling siswa Tidak menggunakan TIK secara on line untuk sistem keuangan dan administrasi keuangan tidak pernah ada pengembangan untuk keahlian Menggunakan TIK sebagai alat bantu untuk mempermudah sistem keuangan dan administrasi yang dilakukan secara on line serta memberi pendidikan kelanjutan untuk staf administrasi Belum transparan keuangan untuk semua staf yang ada di sekolah karena pihak stakeholder sangat dominan untuk anggaran Menyusun strategi kebijakan yang transparan antara stakeholder, kepala sekolah dan staf yang di sekolah bersama-sama Sarana untuk kegiatan akademik dan nonakademik sudah ada, yang belum tersedia seperti TIK, lab bahasa, BK, dan ekskul. Meningkatkan sarana yang belum ada seperti ruang bimbingan konseling siswa, TIK, lab bahasa dan ekskul misalnya dengan kerjasama dengan instansi lain jika tidak memungkinkan untuk menyediakan ruangan lagi Tidak menggunakan TIK secara on line untuk sistem keuangan dan administrasi keuangan tidak pernah ada pengembangan untuk keahlian Menggunakan TIK sebagai alat bantu untuk mempermudah sistem keuangan dan administrasi yang dilakukan secara on line serta memberi pendidikan kelanjutan untuk staf administrasi Belum menganggarkan untuk kegiatan siswa dan guru baik akademik dan nonakademik tetapi kerjasama dengan instansi Melakukan kerjasama lebih banyak dengan instansi untuk kegiatan siswa dan guru Belum transparan keuangan untuk semua staf di sekolah karena pihak kepala sekolah sangat dominan untuk anggaran Menyusun strategi kebijakan yang transparan antara stakeholder, kepala sekolah dan staf di sekolah bersamasama Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card among Ki Hajar Dewantoro yaitu ing ngarso sing tulodo artinya guru memberikan teladan dengan sikap bukan dengan ceramah. Ing madya mangun karso artinya guru membangun keinginan siswa dan memberi kesempatan untuk mau mencoba berbuat sendiri. Tut wuri handayani artinya guru memberikan dorongan dan memantau agar siswa mampu bekerja sendiri. Oleh karena itu, guru perlu terus menerus mengembangkan keprofesionalannya sesuai tuntutan zaman. Dari hasil kajian Tabel 2, kondisi guru di kedua sekolah belum maksimal baik pelayanan maupun kompetensinya. Oleh karena itu perlu ada strategi kebijakan baru untuk perspektif guru di kedua sekolah tersebut, sebagaimana terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan, di sekolah swasta A semua kebijakan diatur oleh stakeholder (yayasan) sehingga ada kesinambungan antara pemasukan anggaran dengan rasio guru dan siswa di kelas. Guru sebagai ujung tombak yang memberi pelayanan kepada siswa dan orang tua hanya pelaksana rutinitas dan kurang banyak dilibatkan dalam berbagai hal seperti penyusunan kebijakan kurikulum, pengembangan profesional, atau mengenal masyarakat sekitar sekolah. Keterbatasan peranan guru disebabkan oleh banyaknya jam mengajar serta tugas administrasi lainnya. Selain itu, jam kerja guru juga penuh (fulltime) yaitu dari 06.45 pagi sampai pukul 16.00 sore. Sebagian besar guru sudah dapat mengoperasikan komputer guna mempermudah dan memperlancar pekerjaan guru seperti administrasi dan media di kelas. Monitoring guru dalam bentuk supervisi kelas dilakukan oleh yang membidangi kurikulum dan kepala sekolah tanpa terjadwal. Program Penelitian Tindakan Kelas (PTK) hanya program tahunan insidentil saja sehingga tidak berdampak pada pengembangan profesional guru. Lesson study belum optimal pada perbaikan guru mengajar. Di sekolah negeri B semua kebijakan termasuk anggaran keuangan diatur oleh kepala sekolah sehingga rasio guru dan siswa kurang ideal merupakan kebijakan kepala sekolah. Tabel 6: Kondisi dan Strategi Kebijakan Perspektif Guru No SD Kondisi Strategi Kebijakan Guru kelas adalah guru tetap yayasan dan sudah lulus S1 PGSD (60% yang terampil TIK) Meningkatkan keterampilan menggunakan TIK untuk menunjang administrasi dan mengajar di kelas Pengembangan untuk keahlian/ pendidikan lanjutan untuk guru belum ada Meningkatkan pengembangan SDM misalnya membuka lowongan untuk melanjutkan pendidikan S2 PGSD Pembinaan guru dilakukan oleh koord. kurikulum, kepala sekolah, yayasan, dan dinas pendidikan dalam bentuk seminar, rapat atau supervis. Menjadwalkan pembinaan guru sebagai program utama untuk pengembangan profesional guru dalam bentuk perkuliahan, kursus singkat atau seminar Guru tidak pernah dilibatkan dalam menyusun kebijakan (keuangan, kurikulum, sarpras) kecuali kesiswaan saja oleh yayasan dan kepala sekolah Melibatkan guru dalam menyusun kebijakan (keuangan, kurikulum, sarpras, kesiswaan, pengembangan SDM) sekaligus memberi masukan dari guru Komunikasi guru dengan kepala sekolah, orang tua,dan siswa baik namun komunikasi dengan yayasan dan masyakarat sekitar belum ada Menciptakan suasana agar guru lebih komunikatif dan lebih berkomunikasi dengan masyarakat sekitar dengan membuat berbagai program yang melibatkan masyarakat sekitar Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 39 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card No SD Kondisi Strategi Kebijakan Guru jarang dimonitoring sehingga lesson studi belum optimal Monitoring guru terjadwalkan agar mendapatkan hasil optimal Guru hanya menjalankan tugas saja secara rutin seperti menyusun administrasi sekolah, mengajar di kelas, dan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala sekolah Menciptakan kondisi yang merangsang guru untuk berkompetisi dalam bidang mengajar secara profesional sehingga ada kepuasan dari guru dalam bentuk prestasi Guru kelas adalah guru tetap (PNS) dan lulus S1 PGSD (10% yang terampil TIK) Meningkatkan keterampilan menggunakan TIK untuk menunjang administrasi dan mengajar di kelas Rasio guru dan siswa kurang ideal sesuai dengan aturan pemerintah Menambah ruang kelas atau menambah guru bantu agar rasio siswa dan guru menjadi lebih ideal Pengembangan untuk keahlian/ pendidikan lanjutan untuk guru belum ada Meningkatkan pengembangan SDM misalnya membuka lowongan untuk melanjutkan pendidikan S2 PGSD Pembinaan guru dilakukan oleh Menjadwalkan pembinaan guru sebakoord. kurikulum, kepala sekolah, dan gai program utama untuk pengemdinas pendidikan dalam bentuk bangan profesional guru dalam bentuk seminar, rapat atau supervisi perkuliahan, kursus singkat atau seminar Guru tidak pernah dilibatkan dalam menyusun kebijakan (keuangan, kurikulum, sarpras) kecuali kesiswaan saja oleh kepala sekolah Melibatkan guru dalam menyusun kebijakan (keuangan, kurikulum, sarpras, kesiswaan, pengembangan SDM) sekaligus memberi masukan dari guru Guru jarang dimonitoring sehingga lesson studi belum optimal Monitoring guru terjadwalkan agar mendapatkan hasil optimal Guru hanya menjalankan tugas saja secara rutin seperti menyusun administrasi sekolah, mengajar di kelas, dan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala sekolah Menciptakan kondisi yang merangsang guru untuk berkompetisi dalam bidang mengajar secara profesional sehingga ada kepuasan dari guru dalam bentuk prestasi Berbeda dengan sekolah swasta A, jam mengajar guru lebih sedikit yakni mulai dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 dan guru mendapat kesempatan komunikasi dengan masyarakat sekitar. Hanya sedikit guru yang bisa mengoperasikan komputer sehingga pekerjaan administrasi masih dikerjakan manual. Sama halnya dengan sekolah swasta A, monitoring guru dalam bentuk supervisi tidak terjadwal sehingga guru kurang mendapatkan manfaat 40 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 untuk memperbaikinya. Lesson study dan PTK dikerjakan guru sekedar memenuhi administrasi sehingga kurang optimal untuk pengembangan diri dan guru berfungsi sebagai pelaksana rutinitas mengajar saja. Padahal, pengembangan guru harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Dengan kata lain, guru dapat memberikan pelayanan maksimal kepada siswa dan orang tua jika memiliki tingkat profesional yang tinggi sehingga menghasilkan produk Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card (mutu lulusan) yang bermutu sesuai dengan harapan dan kebutuhan pengguna. Perspektif ketiga, kurikulum, sebagai motor penggerak proses internal terjadi untuk menghasilkan produk sesuai kebutuhan dan kepuasan siswa dan orang tua, pada akhirnya berdampak pada peningkatan anggaran keuangan. Perspektif ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan “ What processes must we excelat to satisf your customers and share holders?” (Kaplan & Norton, 2006:21). Pada perspektif ini, organisasi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk membangun keunggulan organisasi melalui perbaikan proses internal organisasi secara berkelanjutan (Mahmudi, 2013:145). Kurikulum mencakup tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar dan penilaian yang digunakan sebagi tolok ukur penilaian kinerja oleh sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat Miller and Seller (1985:175) “curriculum components consist of: 1) aims and objectives, 2) content, 3) teaching strategis/learning experiences, 4) organization of content and teaching strategies”. Secara tertulis, kurikulum dapat berbentuk suatu dokumen yang berisikan berbagai komponen seperti pikiran tentang pendidikan, tujuan yang akan dicapai oleh kurikulum tersebut, konten (isi) yang dirancang dan harus dikuasai siswa untuk menguasai tujuan, proses yang dirancang untuk menguasai konten (isi), metode, serta evaluasi yang dirancang untuk mengetahui penguasaan kemampuan yang dinyatakan dalam tujuan. Secara tidak tertulis, kurikulum dapat juga berbentuk proses pengalaman belajar yang dilakukan siswa dan guru di sekolah sehingga dapat diamati secara langsung seperti: proses berpikir, proses penyimpanan informasi, proses pembentukan sikap, dan proses pembentukan karakter. Terkait dengan kurikulum di sekolah, yang perlu difokuskan antara lain: proses inovasi, yang diukur output sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan anak; proses operasional, yang diukur dengan peningkatan mutu lulusan; dan proses pelayanan, yang diukur dengan pelayanan saat mengajar, waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada siswa, penanganan keluhan siswa dan lainnya. Tabel 3 menunjukkan bahwa guru mengajar masih cenderung teacher centered walau sudah mulai melangkah ke paradigma student centered. Guru tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan kurikulum. Strategi kebijakan untuk perspektif kurikulum di kedua sekolah tersebut ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan, sekolah swasta A menerapkan kurikulum ‘gemuk’ dengan harapan anak menjadi pandai dari segi kognitif sehingga anak bisa diterima di SMP favorit. Sekolah negeri B menggunakan kurikulum sesuai dengan pemerintah yang menekankan pada segi kognitif saja. Masih banyak orang tua dan masyarakat beranggapan, sekolah favorit itu menghasilkan jumlah dan nilai lulusan yang tinggi. Padahal, sekolah yang bermutu menurut UU Sisdiknas menghasilkan manusia yang unggul dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Jika ditilik lebih dalam, alasan guru dan sekolah lebih menekankan pada segi kognitif saja ialah ujian sekolah dan ujian nasional yang masih dilihat dari skor nilai setiap siswa dan sekolah dari setiap mata pelajaran. Fakta ini secara tidak langsung membuat guru melakukan kegiatan mengajar bersifat drill soal latihan untuk mempersiapkan siswanya siap menghadapi ujian tertulis. Fakta kedua, perkembangan siswa dengan mudah dilihat dari segi kognitif daripada kinerja dan afektif. Selain itu, teknik penilaian kedua aspek itu lebih rumit dan butuh waktu lama serta juga bukan sasaran utama penilaian. Fakta ketiga, pandangan orang tua/ masyarakat yang mendambakan anaknya meraih juara dengan skor nilai tertinggi dan masuk ke sekolah favorit yang mengharuskan mengikuti tes potensi akademik untuk mata pelajaran seperti Matematika, IPA, IPS dan Bahasa Indonesia dan melampirkan Nilai Ujian Nasional (NUN) murni sebagai bahan pertimbangan diterima atau tidaknya. Oleh karena pada umumnya jumlah yang mendaftar ke sekolah favorit banyak sekali (lebih dari batas), persaingan skor sangat berpengaruh. Guru sebagai manajer di dalam kelas perlu menerapkan keterampilan mengatur pekerjaannya agar maksimal. Namun kenyataannya, manajemen sekolah dan kelas belum maksimal diterapkan di sekolah dan kelas oleh kedua Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 41 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Tabel 7: Kondisi dan Strategi Kebijakan Perspektif Kurikulum No 1 SD Swasta A Kondisi Di perpustakaan buku tersedia mencukupi kebutuhan dan jumlah siswa di sekolah/kelas Meningkatkan pelayanan dengan sistim digital Kurikulum yang digunakan "gemuk" kurang relevan dengan perkembangan anak SD dan masih menekankan produk (tes tertulis saja) Mengaplikasikan PAIKEM agar siswa tidak merasa bosan dan stres dan perbanyak kegiatan proses pembelajarannya Guru belum menerapkan manajemen kelas (merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengevaluasi) namun tugas rutin seperti menyusun RPP, silabus, mengajar, dan memeriksa hasil ulangan anak dilaksanakan secara rutin. Memperkenalkan manajemen kelas pada guru untuk dapat diterapkan di kelas sehingga rutintas pekerjaan menjadi tidak membosankan karena termotivasi dengan kegiatan manajemen kelas yang kreatif. Jadi materi praktikum akan diujicobakan dulu oleh guru Keterampilan guru mengajar di kelas belum maksimal seperti TIK dan mengundang nara sumber belum digunakan sebagai media pembelajaran (metode variasi seperti study field, bercerita, bermain peran, bermain, praktikum, diskusi, kerja kelompok dan menggunakan alam sekitar untuk media pembelajaran sudah dilaksanakan) masih menekankan pada ceramah dan latihan soal Meningkatkan kemampuan guru mengajar dalam segi metode mengajar yang student centered sehingga mutu lulusan dapat meningkat bukan dari segi kognitif tapi afektif dan psikomotor. Jadi bukan sekedar pandai mengerjakan soal ulangan saja tapi memecahkan permasalahan yang ditemui seharihari dapat terpecahkan sesuai perkembangan anak. Belum maksimal menggunakan TIK untuk administrasi guru seperti penilaian kelas yang sudah diprogram namun menyusun silabus/RPP sudah dengan bantuan TIK Meningkatkan kemampuan keterampilan menggunakan TIK dengan mengikutsertakan kursus komputer Guru tidak dilibatkan dalam menyusun kebijakan kurikulum sehingga guru tidak pernah diminta masukan/saran dalam revisi/riviu kebijakan kurikulum (guru hanya sebagai pelaksana kebijakan kurikulum yang sudah disusun kepala sekolah/yayasan) Melibatkan guru dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian pada kebijakan terutama kurikulum Kepala sekolah menerapkan manajemen sekolah sebatas administrasi (buku KTSP 1 dan KTSP 2) masih menekankan pada segi produk (nilai ulangan tertulis/ kognitif dan jumlah lulusan) 42 Strategi Kebijakan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Mengubah paradigma sekolah favorit karena jumlah dan nilai ujian (kognitif) kelulusan yang tinggi. Mutu lulusan baik jika aspek kognitif, afektif dan psikomotor baik. Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card No 2 SD Negeri B Kondisi Strategi Kebijakan Di perpustakaan buku yang belum mencukupi kebutuhan dan jumlah siswa di sekolah/kelas Menambah jumlah buku di perpustakaan dengan memberdayakan masyarakat sekitar Kurikulum yang digunakan sesuai dengan aturan pemerintah (penekanan pada produknya dalam bentuk hasil ulangan tertulis walau ada penilaian kelas hanya sekedar administrasi kelas saja) Kurikulum sesuai dengan pemerintah namun outputnya belum sesuai harapan pemerintah melakukan penilaian kinerja (produk dan proses) bukan sekedar adminitrasi kelas saja. Guru belum menerapkan manajemen kelas (merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengevaluasi) namun tugas rutin seperti menyusun RPP, silabus, mengajar, dan memeriksa hasil ulangan anak dilaksanakan secara rutin Memperkenalkan manajemen kelas pada guru untuk dapat diterapkan di kelas sehingga rutintas pekerjaan menjadi tidak membosankan karena termotivasi dengan kegiatan manajemen kelas yang kreatif. Jadi materi praktikum akan diujicobakan dulu oleh guru Keterampilan guru mengajar di kelas belum maksimal seperti TIK, materi praktikum diujicobakan dulu oleh guru, dan mengundang nara sumber belum digunakan sebagai media pembelajaran (dominan pada ceramah dan latihan soal) Meningkatkan kemampuan guru mengajar dalam segi metode mengajar yang student centered sehingga mutu lulusan dapat meningkat bukan dari segi kognitif tapi afektif dan psikomotor. Jadi bukan sekedar pandai mengerjakan soal ulangan saja tapi memecahkan permasalahan yang ditemui seharihari dapat terpecahkan sesuai perkembangan anak. Belum maksimal menggunakan TIK untuk administrasi guru seperti penilaian kelas yang sudah diprogram dan menyusun silabus/ RPP yang masih ditulis tangan. Meningkatkan kemampuan keterampilan menggunakan TIK dengan mengikutsertakan kursus komputer Guru tidak dilibatkan dalam menyusun kebijakan kurikulum sehingga guru tidak pernah diminta masukan/saran dalam revisi/riviu kebijakan kurikulum (guru hanya sebagai pelaksana kebijakan kurikulum yang sudah disusun kepala sekolah. Melibatkan guru dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian pada kebijakan terutama kurikulum Kepala sekolah menerapkan manajemen sekolah sebatas administrasi (buku KTSP 1 dan KTSP 2) masih menekankan pada segi produk (nilai ulangan tertulis/kognitif dan jumlah lulusan) Mengubah paradigma sekolah favorit karena jumlah dan nilai ujian (kognitif) kelulusan yang tinggi. Mutu lulusan baik jika aspek kognitif, afektif dan psikomotor baik. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 43 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card sekolah tersebut sehingga ukuran kinerja masih dominan pada administrasi. Menurut Bell dan Rhodes (1996: 90-92), perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum tidak hanya menjadi tanggung jawab guru dan kepala sekolah, tetapi semua instansi yang terlibat seperti pengawas dan pemerintah pusat. Walaupun demikian, dalam pelaksanaannya guru serta kepala sekolah menjadi ujung tombak keberhasilannya. Kegiatan manajemen kurikulum dan pengajaran meliputi pernyataan kurikulum, kebijakan kurikulum, skema kerja, rencana mingguan, rencana semester, penilaian, evaluasi, dan revisi. Pihak yang terlibat adalah pemerintah pusat, kepala sekolah, staf senior, koordinator kurikulum, dan guru dengan tanggung jawab yang berbeda untuk setiap pihak dalam kegiatan tersebut. Tanggungjawab pemerintah pusat dalam pernyataan kurikulum adalah memberikan mandat kepada kepala sekolah. Pemerintah pusat memberikan dukungan kebijakan teknis pelaksanaan dan memantau penilaian, evaluasi, dan revisi kurikulum. Jadi, pemerintah pusat bertanggung jawab mengatur kurikulum secara efektif terutama pada biaya. Sedangkan kepala sekolah sebagai manajer sekolah bertanggung jawab pada penulisan visi dan misi sekolah serta menjadi komisaris pemantau saja pada kebijakan dan teknis pelaksanaan. Untuk penilaian, evaluasi, dan revisi kepala sekolah memantau. Kepala sekolah dibantu oleh staf senior dan koordinator kurikulum dalam perencanaan dan pelaksanaan teknisnya, seperti memberi masukan ketika kepala sekolah menyusun visi dan misi. Namun, kebijakan teknis operasionalnya disusun oleh koordinator kurikulum dibantu oleh staf senior dapat dilaksanakan di sekolah dengan baik. Dalam penyusunan rencana semester dan mingguan serta kegiatan penilaian dan evaluasi, koordinator kurikulum memberi dukungan kepada guru yang menjadi pelaksana. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan harus memiliki keterampilan dalam mentransfer kebijakan kepala sekolah agar dapat terlaksana dengan baik di kelas. Dalam kegiatan, pernyataan kurikulum harus mendukung visi dan misi yang disusun oleh kepala sekolah sesuai mandat 44 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 dari pemerintah pusat. Dalam kegiatan evaluasi dan revisi, peranan guru yang paling penting karena mereka memiliki banyak informasi tentang kegiatan yang sudah dilakukan. Oleh karena itu, guru perlu dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. Pembagian tanggung jawab dalam manajemen kurikulum terlihat pada Tabel 8. Selain itu, guru dan kepala sekolah menerapkan manajemen sekolah dan kelas yang baik sehingga ukuran kinerja setiap langkah dapat terukur dan dapat diperbaiki guna peningkatan mutu kinerja. Pengembangan profesionalme guru sangat diperlukan guna memenuhi aspek kurikulum. Sebagai pelaksana kurikulum, guru perlu dibekali berbagai metode mengajar yang sesuai dengan visi dan misi kurikulum. Baik KTSP maupun K-13 menggunakan metode ‘student centered’ artinya melibatkan siswa dalam berpikir serta bertindak menggunakan sikap dan emosi yang menjadikan manusia unggul dan mampu bersaing. Bermain sambil belajar untuk kelas 1 dan 2 SD, sedangkan bekerja sambil belajar untuk kelas 3-6 SD. Pembekalan guru dalam menggunakan TIK sebagai sarana media atau administrasi perlu dikembangkan guna meningkatkan mutu pendidikan. Guru dapat memberikan saran dan masukan untuk kebijakan kurikulum dari pelaksananya selama mengajar 1 semester yang dipantau oleh koordinator kurikulum dan kepala sekolah. Siswa sebagai subyek, bukan obyek artinya, siswa terlibat baik jamani dan rohani dalam pembelajaran sementara guru sebagai fasilitator dan motivator. Kedudukan dan peran siswa dan guru ini selaras dengan ungkapan Ki Hajar Dewantara yang menempatkan siswa sebagai subyek dan pada usia tersebut guru memberikan anjuran/nasihat/dorongan bukan memaksakan kehendaknya (1962:156). Memberikan pengalaman langsung pada siswa akan memberikan penjelasan konsep abstrak dari benda kongkrit yang disodorkan. Hal ini diungkapkan oleh Mulyasa bahwa proses belajar terjadi jika siswa menambah terus pengalamannya yang akan tumbuh lebih banyak sehingga akan terbentuk gagasan/ide baru. Pengetahuan diperoleh melalui pengalamannya, bukan dijejali oleh guru Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Tabel 8: Tanggung Jawab Dalam Manajemen Kurikulum Curriculum Plan Head Teachers Senior Staff Subject Coordinator Class Teacher Governors Curriculum statement Originator Advisers Advisers Supporter Mandate giver Reporter Curriculum policies Commissioner Monitor Supporter Writer Implementer Supporter Schemes of work Commissioner Monitor Supporter Writer Implementer Supporter Termly plans Monitor Monitor Supporter Implementer Supporter Weekly plans Monitor Monitor Supporter Implementer Supporter Assessment Commissioner Monitor Monitor Writer Supporter Implementer Supporter Evaluation Monitor Monitor Supporter Information giver Monitor Review/Revision Monitor Supporter Writer Information giver Monitor (2013:98). Dave Meier dalam Suderajat (2011:60) mengungkapkan, bila individu dirangsang dengan belajar yang menyenangkan maka lymbic system sebagai social emotional brain akan mentrigger neocortex untuk berpikir cerdas dan reptilian brain untuk mengatur detak jantung sehingga daya tahan (endurance) individu yang belajar meningkat hingga 6 sampai 8 jam dalam sehari. Dampaknya, individu belajar dengan cepat karena motivasi tinggi. Selanjutnya, Herr dan Larson (2000: 22) mengungkapkan, dalam proses pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa adalah belajar untuk berpikir, belajar untuk memberikan alasan, belajar untuk mengambil keputusan melalui bermain sambil belajar dan bekerja. Dalam proses belajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Menurut prinsip konstruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Contoh, guru menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, membantu mereka mengekspresikan gagasan dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya, menyediakan sarana yang merangsang berpikir siswa secara produktif dan mendukung pengalaman belajar siswa. Selain itu guru juga memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu jalan atau tidak. Kedua sekolah tersebut belum memaksimalkan potensi guru untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam 3 (tiga) aspek: kognitif, afektif dan psikomotornya. Guru masih mendominasi dengan ceramah dan latihan soal. Bahkan orang tua memasukkan anaknya dalam bimbingan belajar agar siswa dapat berlatih banyak soal lagi. Siswa hafal soal latihan tanpa memaknai arti dalam soal. Soal yang diberikan pada anak dalam bentuk C1, C2 dan C3 saja dan kurang melatihkan C4, C5 dan C6 Buku sebagai salah satu media pembelajaran yang terbuka sifatnya, artinya ketika siswa ingin mencari sesuatu dari keinginantahuannya, melalui buku dapat terjawab dengan sendirinya. Oleh karena itu, jumlah dan varian buku di perpustakaan perlu diperhatikan. Sekolah negeri B masih perlu menambah jenis dan jumlah buku dengan cara antara lain melibatkan masyarakat sekitar untuk menambah jumlah buku seperti sponsor dari instansi, komite sekolah, sumbangan sukarela dari siswa atau mengalokasi Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 45 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card keuangan untuk pembelian buku. Sekolah swasta A, yang sudah memiliki jumlah dan varian buku yang cukup, sebaiknya mengembangkan koleksi bukunya menjadi sistim digital yang mempermudah siswa untuk membaca. Perspektif keempat, siswa dan orang tua sebagai pihak pelanggan sekolah. Organisasi sektor nonpublik (sekolah) dalam perspektif pelanggan (orang tua dan siswa) berfokus untuk memenuhi kepuasan pelanggan melalui penyediaan jasa dan pelayanan yang bermutu dengan harga yang terjangkau. Perspektif ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan Kaplan & Norton (2006:21) “To reach our financial objectives, how do we create value for our customers?” Untuk memuaskan pelanggan, guru, kurikulum, dan anggaran keuangan akan saling terkait dan memberikan kontribusi. Harapan pelanggan (orang tua dan siswa SD) adalah untuk mendapatkan pelayanan maksimal dan produk bermutu. Pelayanan termasuk bagaimana guru mengajar di kelas, fasilitas apa saja yang diterima oleh siswa dan orang tua, dan infrastruktur apa saja yang disiapkan sekolah guna menunjang proses belajar mengajar. Sedangkan produk yang dihasilkan siswa dapat mengembangkan potensi seperti penanaman nilai dan norma kehidupan, pembentukan dan pembiasaan perilaku yang diharapkan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar, serta pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif. Fungsi pendidikan dasar mengembangkan sikap kreatif, antusias untuk bereksplorasi, bereksperimen, berimajinasi, berani mencoba, dan mengambil resiko seperti yang tercantum dalam UU No. 20 Thn 2003 tentang Sisdiknas. Jadi, pendidikan dasar khususnya SD merupakan pondasi pendidikan sebagai sarana utama untuk menggali potensi diri dan membentuk Tabel 9: Kondisi dan Strategi Kebijakan Perspektif Siswa dan Orang Tua No 1 46 SD Kondisi Strategi Kebijakan Swasta A Sekolah favorit akibatnya banyak berlomba mendaftar tetapi yang diterima sesuai bangku tersedia (3 kelas) Meningkatkan pelayanan agar tetap bertahan jadi sekolah favorit yang bukan saja menekankan segi kognitif Siswa dan orang tua puas dengan layanan akademik tetapi untuk non akademik masih belum optimal Meningkatkan pelayanan non akademik kerjasama dengan instansi lainnya Siswa sangat disiplin didukung orang tuanya (budaya sekolah) Mempertahankan budaya sekolah (disiplin) Pengembangan potensi diri anak baik akademik maupun non akademik hanya terbatas pada beberapa anak saja untuk ikut perlombaan antar kelas/sekolah atau gugus Memperbanyak program pengembangan akademik dan non akademik sehingga setiap siswa bisa ikut terlibat dengan kerjasama dengan instansi atau sekolah lain Tidak ada anak yang kurang mampu dalam segi ekonomi (tidak ada beasiswa untuk anak miskin) Membuka beasiswa bagi siswa yang berprestasi namun kurang mampu Komunikasi antar siswa belum optimal tetapi dengan guru sudah baik Mengoptimalkan komunikasi siswa dengan siswa melalui program yang diadakan di sekolah Siswa dan orang tua tidak pernah dilibatkan dalam menyusun berbagai kebijakan di sekolah Melibatkan perwakilan siswa daa orang tua untuk menyusun kebijakan sekolah Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card No 2 SD Kondisi Strategi Kebijakan Negeri B Sekolah favorit akibatnya banyak berlomba mendaftar tetapi yang diterima Meningkatkan pelayanan agar tetap bertahan jadi sekolah favorit yang bukan saja menekankan segi kognitif sesuai bangku tersedia ( 5 kelas) Siswa dan orang tua puas dengan layanan akademik tetapi untuk non akademik masih belum optimal (kadang guru tidak ada) Meningkatkan pelayanan non akademik kerjasama dengan instansi lainnya Siswa kurang disiplin belum didukung orang tuanya (budaya sekolah) Menyusun program disiplin aturan agar jadi budaya sekolah Pengembangan potensi diri anak baik akademik maupun non akademik hanya terbatas pada beberapa anak saja untuk ikut perlombaan antar kelas/sekolah atau gugus Memperbanyak program pengembangan akademik dan non akademik sehingga setiap siswa bisa ikut terlibat dengan kerjasama dengan instansi atau sekolah lain Komunikasi antar siswa belum optimal tetapi dengan guru sudah baik Mengoptimalkan komunikasi siswa dengan siswa melalui program yang diadakan di sekolah Siswa tidak pernah dilibatkan dalam menyusun berbagai kebijakan di sekolah Melibatkan perwakilan siswa untuk menyusun kebijakan sekolah Orang tua kadang dilibatkan dalam menyusun berbagai kebijakan di sekolah (komite orang tua) Meningkatkan kerjasama dengan komite orang tua untuk menyusun kebijakan sekolah karakter agar menjadi manusia seutuhnya. Untuk memenuhi harapan pelanggan, aspek ini menunjukkan bagaimana baiknya sekolah menjalankan kegiatan dan mencapai hasil sesuai harapan pelanggan. Perspektif keempat dalam BSC mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong sekolah agar berjalan dan tumbuh. masyarakat khususnya orang tua siswa yang anaknya bersaing masuk SMP favorit dengan skor nilai tinggi. Oleh karena itu, guru akan melakukan kegiatan belajar mengajar yang bukan menekankan PAIKEM tapi lebih ceramah dan drill soal. Keterkaitan kebutuhan (orang tua dan siswa) dan pelayanan (guru dan sekolah) menjadi sangat erat. Tabel 4 menunjukkan orang tua dan siswa SD sebagai pelanggan utama belum mencapai tingkat kepuasaan yang tinggi. Perpektif orang tua dan siswa sangat erat terkait dengan perspektif kurikulum, guru, dan keuangan. Hal ini terlihat pada Tabel 9 yang menunjukkan, kedua sekolah tersebut sebagai sekolah favorit bagi siswa SD karena mampu meluluskan siswa dengan skor nilai tertinggi serta masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan mengupayakan semaksimal harapan dan keinginan Hal lain, kedua sekolah tersebut belum memaksimalkan semua potensi siswa baik dari segi akademik maupun nonakademik. Hanya beberapa siswa saja sebagai perwakilan sekolah yang ikut perlombaan sehingga membuat siswa yang tidak terpilih menjadi perwakilan menjadi minder dan tidak termotivasi. Guru dan sekolah lebih fokus pada siswa yang sudah terlihat bakat atau prestasi akademiknya dan guru hanya memberi bimbingan sekedarnya untuk mempersiapkan ajang perlombaan. Padahal, setiap siswa punya potensi yang perlu digali dan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 47 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card diasah agar potensi diri dapat muncul pada diri siswa. Guru kurang menggali optensi yang tersembunyi dari setiap siswanya, padahal kesempatan setiap siswa untuk ikut ajang perlombaan merupakan hak setiap siswa. Strategi kebijakan untuk perspektif ini, sebaiknya melakukan kerjasama dengan berbagai sekolah atau instansi lain sehingga setiap siswa dapat mengikuti ajang perlombaan, bukan sekedar piala yang dicari siswa tetapi rasa bangga bisa ikut lomba dan memotivasi potensi dirinya menjadi lebih berkembang. Sebaiknya, sekolah memilih siswa secara bergantian untuk ikut perlombaan. Adakan lomba antarkelas paralel atau lomba antarkelas di sekolah untuk mencari bakat setiap siswa dan memberikan kesempatan setiap siswa untuk menunjukkan prestasi baik akademik maupun non akademik. Kerinduan siswa mengasah potensi nonakademik terlihat pada Tabel 9. Kedua sekolah tersebut lebih menekankan pengembangan aspek kognitif semata (yang mengacu pada nilai rapor dan ijazah serta diterimanya di SMP favorit), padahal siswa merindukan pengembangan aspek nonakademik. Kegiatan nonakademik di sekolah dalam bentuk ekstra kurikuler 2 jam pelajaran, olahraga 2 jam pelajaran, dan SBDP (keterampil-an dan seni) 2 jam pelajaran serta pramuka 2 jam pelajaran. Jika dilihat dari jumlah jam pelajaran di SD sekitar 40 jam pelajaran (Permendiknas 57/2017), hanya 20% pengem-bangan potensi untuk nonakademik. Strategi kebijakannya adalah membuat program yang dapat mengembangkan aspek nonakademik sesuai dengan kondisi dan visi sekolah seperti paguyuban angklung, pencak silat, gamelan Sunda, dan seterusnya dalam bentuk kegiatan kemasyarakatan dimulai dari kegiatan di kelas lalu diundang semua orangtuanya untuk melihat pentas anaknya. Kegiatan ini dapat dijadikan ujian akhir sekolah sebagai proyek dengan penilaian kognitif, psikomotor, dan afektif. Selain bangga dengan proyeknya yang dapat dilihat oleh orang tua dan temannya, siswa juga secara tidak langsung sudah melakukan ujian akhir. Pandangan orang tua sebagai pelanggan masih memiliki paradigma, nilai tinggi dalam aspek akademik menunjukkan anak pandai dan hebat. Mengedukasi orang tua melalui komite 48 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 sekolah dengan melibatkan psikolog, pakar pendidikan dan kepala sekolah untuk mengubah paradigma yang salah tersebut dengan berbagai kegiatan, bukan hanya seminar saja tetapi kegiatan yang bisa membuka pikiran para orang tua. Di lain pihak, sekolah membutuhkan pelanggan (orang tua dan siswa) sehingga interaksi antara produsen dan pelanggan harus harmonis dan selaras. Mengajak komite orang tua dalam menyusun kebijakan sekolah merupakan salah satu strategi meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan. Siswa sebagai pelanggan utama dalam dunia pendidikan belum pernah diajak komunikasi antarsiswa itu sendiri untuk meningkatkan tingkat kepuasaannya. Umumnya, siswa menjadi objek pelaku kebijakan yang disusun. Kedua sekolah tersebut baru melibatkan perwakilan siswa dan belum mengikutsertakan banyak siswa dalam forum komunikasi untuk menyusun kebijakan sekolah. Siswa diwakili satu orang dari kelasnya untuk mengemukakan pendapatnya. Diskusi antar-siwa kelas 1-3 dipimpin guru dan untuk kelas 4-6 dipimpin ketua kelas. Setiap perwakilan kelas dapat mengemukakan pendapatnya dalam forum komunikasi antarsiswa di sekolah dari kelas 16 SD. Dipilih dari perwakilan kelas 1-6 beberapa siswa untuk ikut dalam rapat kebijakan sekolah. Sekolah swasta A yang notabene sekolah favorit sehingga banyak siswa yang orangtuanya dikatagorikan mampu yang menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Alangkah baiknya jika memberikan kesempatan untuk anak yang kurang mampu namun berprestasi secara akademik atau nonakademik untuk bersekolah di sekolah tersebut melalui program beasiswa, sehingga kondisi heterogen siswa dapat lebih banyak membelajarkan siswa untuk hidup dalam dunia nyata. Sekolah negeri B, yang belum membudayakan aturan disiplin baik dari siswa maupun orang tua, sebaiknya membuat program untuk membudayakan disiplin dalam kehidupan sehari-hari melalui tindakan nyata. Pembentukan karakter dimulai dari pola pembiasaan anak sehari-hari. Oleh karena itu, bukan siswa dan orang tua saja yang melakukan budaya disiplin tetapi pihak staf sekolah dan kepala sekolah harus menjadi model untuk siswa dan orang tua. Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card Setelah menyusun BSC dari aspek anggaran keuangan, guru, siswa, dan kurikulum maka langkah selanjutnya adalah menyusun dan mengimplementasikan strategi kebijakan. Langkah pertama dalam menyusun BSC adalah memprioritaskan kebijakan mana yang akan dilakukan secara bertahap dan terukur kinerjanya dengan mengacu pada data yang sudah diperoleh. Menggunakan teknologi informatika untuk membantu mengimplementasikan BSC. Selanjutnya, stakeholder dan kepala sekolah menyelaraskan dengan visi dan misi sekolah. Implementasi BSC tidak bisa langsung dilakukan pada setiap unit organisasi secara bersamaan, tetapi harus dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu, disusun secara tingkatan birokrasi seperti dibuat pada tingkat Yayasan/stakeholder, yang kemudian diterjemah-kan ke dalam BSC tingkat kepala sekolah dan selanjutnya diterjemahkan lagi ke tingkat guru. Pada tahapan ini tim yang dibentuk mengomunikasikan inisiatif strategis dan ukuran yang dibutuhkan untuk setiap perspektif kepada ketua/manajer masing unit organisasi. Terakhir, pemantauan dilakukan oleh tim audit internal secara terus menerus untuk memberi masukan. Jika memungkinkan, tim audit eksternal seperti konsultan pendidikan memberi masukan dari kinerja yang sudah dilakukan. Kegiatan ini dilakukan secara terus menerus dan bersinam-bungan. Simpulan Kesimpulan Output manajemen pendidikan dikatakan bermutu jika hasil akademik dan nonakademik yang diperoleh siswa sesuai dengan kebutuhan dan berguna bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada proses pengendalian dan pengawasan mutu yang baik oleh penyelenggara pendidikan melalui metode BSC. Empat kajian BSC meliputi perspektif anggaran keuangan, guru, kurikulum, dan siswa pada SD Negeri B dan Swasta A di Kota Bandung. Untuk mengimplementasikan BSC ada 6 langkah yaitu: (1) menyusun BSC dari aspek anggaran keuangan, guru, siswa, dan kurikulum; (2) mengidentifikasi data dan prioritas (bertahap); (3) menyesuaikan dengan visi, misi sekolah; (4) mengordinasikan setiap bagian jadi kegiatan terintegrasi; (5) menyusun strategi sesuai data tersebut oleh kepala sekolah, guru dan staf masing-masing; (6) melakukan pemantauan oleh tim audit. Hasil kajian implementasi kedua SD untuk setiap perpektif sebagai berikut: perspektif anggaran keuangan, belum transparan dalam anggaran keuangan dan belum menggunakan TIK dalam menjalankan anggaran keuangan. Anggaran keuangan masih didominasi dari pihak stakeholder dan kepala sekolah. Hasil kajian implementasi perspektif guru yaitu menggunakan sistim guru kelas, status tetap, lulusan S1 PGSD untuk guru kelas 1-6 SD, namun untuk kelas 4-6 menggunakan sistem mata pelajaran untuk pelajaran tertentu. Pengembangan profesional untuk guru belum ada dan masih fokus pada tugas rutin seperti, menyusun Silabus/RPP, mengajar dan memeriksa hasil ulangan siswa dilakukan secara rutin tanpa ada evaluasi/refleksi untuk perbaikan. Hasil kajian implementasi Perspektif kurikulum antara lain: produk lulusan menekankan pada banyaknya lulusan diterima di sekolah favorit dengan nilai kognitif yang tinggi. Metode pembelajaran yang digunakan di kelas masih dominan pada ceramah dan latihan soal bentuk hafalan. Manajemen sekolah dan kelas diterapkan di sekolah dan kelas sekedar adminitrasi saja. Hasil kajian implementasi perspektif siswa dan orang tua adalah tergolong sekolah favorit deng banyak peminat. Belum memaksimalkan potensi diri setiap siswa baik dari segi akademik maupun nonakademik dan pandangan orang tua bahwa nilai yang tinggi dalam aspek akademik menunjukan siswa pandai. Adapun strategi kebijakan yang disusun untuk memperbaiki kondisi yang ada, hasil kajian implementasi BSC adalah: perpektif keuangan, fokus pada pengembangan SDM khususnya bagian keuangan, dan menyusun sistem anggaran keuangan secara on line sehingga dapat lebih transparansi untuk semua staf di sekolah. Dengan demikian pengauditan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dapat dengan mudah dan cepat dilakukan. Meningkatkan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar mengajar siswa dengan kerjasama dengan instansi lain. Strategi Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 49 Meningkatkan Mutu Sekolah Metode Balance Score Card kebijakan perspektif guru, menciptakan kondisi yang merangsang guru untuk berkompetisi secara sehat untuk mengembangkan diri secara profesional (pengembangan TIK, lesson study) serta melibatkan guru dalam penyusunan kebijakan kurikulum. Strategi kebijakan perspektif kurikulum, meningkatkan skill guru dalam manajemen kelas dan kepala sekolah dalam manajemen sekolah. Guru sebagai ujung tombak perlu dilibatkan dalam perencaaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum. Strategi kebijakan perspektif siswa dan orang tua, setiap siswa berhak mengikuti perlombaan sehingga membuat siswa menggali potensi diri yang masih tersembunyi. Mengedukasi orang tua untuk mengubah paradigma nilai tinggi akademik menunjukan siswa pandai. Melibatkan siswa untuk memberi saran seputar pelayanan dari pihak guru, staf, dan sekolah. Memberdayakan masyarakat sekitar untuk memaksimalkan kegiatan non akademik. Saran Dari kajian dua SD di Kota Bandung saran diberikan kepada stakeholder, kepala sekolah, dan guru sebagai berikut. Pertama, stakeholder hendaknya mendukung dan menyusun kebijakan sekolah bersama dengan kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua dalam forum diskusi kecil. Kedua, memberi reward bagi kepala sekolah dan guru yang berhasil meningkatkan kinerjanya yang mengacu pada metode BSC. Ketiga, kepala sekolah perlu menyusun strategi kebijakan yang jadi prioritas secara bertahap dengan ukuran nilai kinerja terukur untuk dilakukan oleh kepala sekolah dengan menerapkan manajemen sekolah. Bagi guru perlu menyusun strategi kebijakan yang jadi prioritas secara bertahap dengan ukuran nilai kinerja detail dan terukur untuk dilakukan oleh guru dengan menerapkan manajemen kelas. Keterbatasan penelitian ini untuk mengungkapkan secara detail informasi secara kuantitatif dari setiap perspektif, hal ini dikarenakan pihak sekolah merasa tidak nyaman dan takut data sekolah diketahui oleh sekolah lain. Akan lebih baik jika sekolah melakukan pengukuran secara kuantitatif untuk dipergunakan secara internal di sekolahnya 50 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Daftar Pustaka Bell, Les. Dan Rhode, Chris. (1996). The skill of primary school management. London: Routledge Depdiknas. (2007). Kajian kebijakan kurikulum SD. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dally, Dadang (2010). Balance score card suatu pendekatan dalam implementasi pendidikan. Bandung: Rosda Karya Dedi Supriadi. (2000). Reformasi pendidkan dalam konteks otonomi daerah. Yogyakarta: Adicita Kaplan, Robert S dan David P. Norton. (1996). Balanced scorecard: Translating strategy into action. Boston: Havard Business School Press Kitson, Neil dan Merry, Roger. (1997). Teaching in the primary school. London: Routledge Lawton, Stephen dan Barlosky, Martin. (1994). A handbook developing quality school. Toronto: Institutions Ontario Machasin, dkk. (2011). Strategi peningkatan mutu perguruan tinggi agama Islam berbasis balanced score card. IAIN Walisongo Semarang Walisongo, Volume 19, Nomor 2, November 2011 Peraturan Pemerintah 19/2006 tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan Sallis, E. (2002). Total quality management in education. London:Kogan Page Ltd Sanusi, Achmad. (2014). Pembaharuan strategi pendidikan. Bandung: Nuansa Cendekia Suderajat, Hari. (2011). Manajemen pembelajaran tematik. Bandung: Sekar Gambir Asri Tilaar, H.A.R. (2009). Kekuasaan dan pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Undang-UndangRepublik Indonesia No. 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta ______. (2011). Human development report. United Nations Development Program, New York ______. Balanced scorecard as a control system for monitoring and revising corporate strategy,” http://www.ssrn.com, diakses pada tanggal 12 Februari 2011. Gazperz Penggunaan Media Gambar Berseri Opini Penggunaan Media Gambar Berseri Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Prosedur Sakila E-mail: [email protected] SMP Negeri 2 Singkawang Abstrak uru sering menemukan kesulitan dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis teksprosedur. Tulisan ini memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan serta mendeskripsikan proses pembelajaran menulis teks prosedur dengan menggunakan media gambar berseri pada siswa kelas 8 jenjang SMP. Guru menggunakan media pembelajaran yang murah dan sederhana tetapi dapat meningkatkan motivasi dan semangat belajar siswa. Dengan menggunakan media gambar berseri (1) proses pembelajaran berjalan dengan baik dan siswa aktif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, (2) tercapainya ketuntasan hasil belajar menulis teks prosedur bagi siswa kelas 8 jenjang SMP, dan (3) siswa sangat senang terhadap penggunaan gambar berseri dalam pembelajaran menulis teks prosedur. Berdasarkan hasil kajian ini, guru disarankan untuk menerapkan penggunaan gambar berseri pada materi pelajaran bahasa Indonesia yang lain. G Kata-kata kunci: media, gambar berseri, kemampuan menulis, teks prosedur Use of Serial Picture Media to Improve the Ability of Writing Text Procedure Abstract The teachers often find diffculties in improving the students’ ability of writing text procedures. This article shared opinions and experiences in teaching writing text procedures using serial pictures for the grade 8 students of Junior Secondary School. The teacher uses cheap and simple instructional media but can strengthen the motivation and learning antusiasm of the students. The results are (1) the learning process goes well and students are active in implementing the learning activities, (2) the achievement of mastery learning outcomes in writing text procedure, and (3) the students are very happy with the use of images beamed in learning writing text procedure. Based on the results of this study, teachers are advised to apply the use of images beamed on the other materials of Bahasa Indonesia subject. Keywords: media, radiant image, the ability to write, text procedure Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 51 Penggunaan Media Gambar Berseri Pendahuluan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selanjutnya menurut Yusufhadimiarso dalam Nurlaela (2012 : 47), pembelajaran adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Hal ini sejalan sebagaimana yang dikemukakan Wiratmajaya (2015) pembelajaran, pada hakikatnya merupakan suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar sehingga memperoleh ilmu dan pengetahuan, penguasaan keterampilan, serta pembentukan sikap dan perubahan sikap. Pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual yang mengubah stimulus dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam jangka panjang. Berkaitan dalam proses pembelajaran, setiap sekolah atau satuan pendidikan mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur pendidikan dan pembelajaran, merencanakan, mengorganisasikan, menyesuaikan materi ajar dengan lingkungan setempat dan pengalaman anak, serta mengawasi jalannya proses pembelajaran, seperti yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berimplikasi terhadap perubahan paradigma pengelolaan pendidikan dari sentralistik menjadi desentralistik (Dantes, 2014: 93). Sesuai implementasi Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks. Pembelajaran seperti ini sangat berbeda dengan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Bila dalam kurikulum 2006, mata pelajaran bahasa Indonesia lebih mengedepankan keterampilan berbahasa (dan bersastra), dalam kurikulum 2013 ini bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menalar. Begitu pula dalam pembelajaran menulis, kegiatan atau aktifitas dalam melaksanakan kegiatan menulis dan hasil 52 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 produk menulis pada kurikulum sebelumnya hanya terikat pada lima jenis tulisan, yaitu teks deskripsi, narasi, argumentasi, eksposisi, dan persuasi. Akan tetapi, pada Kurikulum 2013 ini, kegiatan dan hasil pembelajaran menulis lebih banyak dijumpai karena pembelajaran bahasa Indonesia saat ini menggunakan pendekatan berbasis teks (Wiratmajaya, 2015). Selanjutnya, dalam pendekatan berbasis teks ini, teks tidak diartikan sebagai bentuk bahasa tulis. Teks adalah ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya ada situasi dan konteksnya (Mahsun, 2013: 121). Teks dibentuk oleh konteks situasi penggunaan bahasa yang di dalamnya ada ragam bahasa yang melatarbelakangi lahirnya teks tersebut. Teks dalam Kurikulum 2013 berbentuk tulisan, lisan, dan bahkan, multimodal, seperti gambar. Dalam pembelajaran berbasis teks, Bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang berfungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial budaya akademis (Sucipto, 2014). Salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan adalah melalui Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Adapun empat keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu: keterampilan membaca, keterampilan menulis, keterampilan menyimak dan keterampilan menulis (Aimha, 2013). Penguasaan keterampilan menulis teks prosedur tidak diperoleh secara spontan atau alamiah akan tetapi membutuhkan latihan yang intensif dan memerlukan tahap pembelajaran yang membutuhkan waktu yang tidak sedikit serta proses yang cukup lama. Proses berlatih menulis tersebut dapat dilakukan oleh siswa secara formal melalui pembelajaran bahasa Indonesia yang dimulai sejak di Sekolah Dasar. Menurut Aimha (2013) keterampilan menulis berbeda dengan jenis keterampilan berbahasa lainnya karena keterampilan menulis merupakan kegiatan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Sejalan dengan itu, Abidin (2012: 181) menyatakan, menulis pada dasarnya adalah proses mengemukakan ide dan gagasan dalam Penggunaan Media Gambar Berseri bahasa tulis. Oleh sebab itu, Akhadiah dalam Abidin (2012: 181) memandang bahwa “menulis adalah sebuah proses, yaitu proses penuangan gagasan atau ide ke dalam bahasa tulis, yang dalam praktiknya proses menulis diwujudkan dalam beberapa tahapan yang merupakan satu sistem yang utuh”. Dengan memiliki kemampuan menulis, siswa dapat mengomunikasikan ide, dan pengalamannya ke berbagai pihak. Lebih lanjut Gie dalam Abidin (2012: 181) menyatakan, “menulis memiliki kesamaan makna dengan mengarang, yaitu segenap kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami”. Sejalan dengan pendapat di atas, maka menulis adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang guna menuangkan gagasan ataupun pengalamannya dalam bentuk tulisan untuk disampaikan kepada pembaca, atau dengan kata lain menulis adalah alat komunikasi non verbal. Keterampilan menulis salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai peran yang penting di dalam kehidupan manusia. Menulis karangan pada prinsipnya adalah bercerita tentang sesuatu yang ada dalam imajinasi seseorang. Penceritaan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Setiap manusia, diciptakan sebagai pengarang. Berdasarkan hasil observasi dan diskusi dengan guru di salah satu kelas 8 di Sekolah Menengah Pertama penulis bertugas, ditemukan sebuah fakta mengenai kesulitan yang dialami oleh siswa dalam menulis pada umumnya, terutama teks prosedur. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh siswa dalam proses pembelajaran. Pertama, kurangnya pengetahuan siswa terhadap teks prosedur. Kedua, siswa kesulitan dalam menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan topik yang diangkat. Ketiga, masih rendahnya keterampilan siswa dalam menulis teks prosedur, seperti mengurutkan peristiwa atau kejadian secara kronologis dan mengembangkan kalimat-kalimat yang mereka buat menjadi sebuah paragraf. Keempat, terbatasnya media atau alat peraga yang digunakan oleh guru sebagai media pembelajaran. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan menulis teks siswa dan diduga media menjadi salah satu faktor penyebabnya. Oleh sebab itu, penulis tertarik memfasilitasi siswa melalui media pembelajaran dengan asumsi bahwa pembelajaran akan lebih efektif dan menarik, siswa juga termotivasi untuk menyelesaikan masalah dengan lebih cepat, dan hasil belajar akan lebih baik. Sehubungan dengan kesulitan yang dialami oleh siswa, penulis mencoba membantu siswa dalam belajar menulis teks prosedur sesuai dengan memberikan gagasan cara menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media yang sederhana. Untuk mencapai tujuan tersebut, dipilihlah salah satu upaya yang mampu menggugah minat dan perhatian siswa dalam menulis teks prosedur, yaitu dengan penggunaan gambar berseri. Agar pembelajaran menulis teks prosedur dapat terlaksana dengan baik pada jenjang pendidikan SMP, diperlukan guru yang terampil merancang dan mengelola pembelajaran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam proses pembelajaran agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan keterampilan menulis teks prosedur yaitu dengan menggunakan media gambar berseri. Gambar berseri mempunyai peranan yang cukup penting dalam membantu siswa meningkatkan keterampilan menulis teks prosedur, karena dengan menggunakan media gambar berseri, siswa dapat melihat hubungan antara konsep, peristiwa, dan tokoh yang ada dalam pelajaran serta siswa dapat melihat hubungan antara komponen-komponen materi atau isi pelajaran yang diajarkan. Dengan bantuan media gambar berseri, guru akan lebih mudah mengatasi gangguan yang akan menghambat proses pembelajaran dan mengambil alih perhatian siswa di kelas (Aimha, 2013). Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan, masalah dalam pembahasan tulisan ini adalah bagaimana langkah-langkah penerapan media gambar berseri dalam pembelajaran menyusun teks prosedur pada siswa kelas 8 SMP? Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 53 Penggunaan Media Gambar Berseri Tujuan dan Kemanfaatan Tujuan penulisan ini adalah untuk menyampaikan gagasan langkah-langkah penerapan media gambar berseri dalam pembelajaran menyusun teks prosedur pada siswa kelas 8 SMP. Adapun manfaat penulisan tinjauan ilmiah ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi guru Guru dapat mempunyai kemampuan menerapkan media gambar berseri. Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya yang sangat berpusat pada siswa. 2. Bagi siswa Siswa dapat meningkatkan kemampuannya menulis teks prosedur, bukan suatu hal yang membosankan, melainkan merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan. 3. Bagi sekolah Sekolah dapat memperoleh sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan pembelajaran pada khususnya dan sekolah pada umumnya. Kajian Teori Pembelajaran di setiap jenjang menuntut seorang guru menguasai materi pembelajaran dan menyampaikannya melalui media yang dapat memotivasi siswa aktif, kreatif dan menyenangkan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Taher (2014), seorang guru profesional tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada anak didiknya, akan tetapi juga harus mampu mengembangkan dan memanfaatkan media dan sumber pembelajaran agar proses pembelajaran pada tataran mengamati tidak monoton pada pengamatan buku dan bacaan saja, tetapi dapat bervariasi pada pengamatan berbagai video pembelajaran dan gambar yang sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang harus dicapai. Hakikat Menulis Sebagai suatu keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang komplek karena menulis dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam formulasi ragam bahasa tulis dan konvensi penulisan lainnya (Suparno, 54 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 2010 : 29). Kata menulis sebenarnya bukanlah sesuatu yang asing bagi kita. Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya (Suparno, 2010 : 3). Selanjutnya menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa kata ‘menulis’ berasal dari kata ‘tulis’. Tulis adalah ada huruf (angka dan sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil, cat, dan sebagainya). Selanjutnya, menurut Effendy (2012), menulis pada hakikatnya adalah suatu proses berpikir yang teratur, sehingga apa yang ditulis mudah dipahami pembaca. Sebuah tulisan dikatakan baik apabila memiliki ciri, antara lain bermakna, jelas, bulat dan utuh, ekonomis, dan memenuhi kaidah gramatikal. Menulis adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat di pahami pembaca (Tarigan,1986:21). Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan, (Rusyana, 1998:191). Selanjutnya, menulis juga dapat diartikan menuangkan gagasan, pendapat, perasaan, keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan kemudian “mengirimkannya” kepada orang lain (Syafi’ie,1988:45). Hal ini senada sebagaimana yang dikemukakan Akhadiah dkk (1989:1.3), menulis adalah suatu aktivitas bahasa yang menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Tulisan itu sendiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan segala kelengkapan lambang tulisan seperti ejaan dan pungtuasi. Sebagai salah satu bentuk komunikasi verbal (bahasa), menulis juga dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Adapun tulisan merupakan sebuah sistem komunikasi antarmanusia yang menggunakan simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Di dalam komunikasi tertulis terdapat empat unsur yang terlibat. Keempat unsur itu adalah (1) penulis sebagai penyampai pesan, (2) pesan atu isi tulisan, (3) saluran atau Penggunaan Media Gambar Berseri medium tulisan, dan (4) pembaca penerima pesan. sebagai Tujuan Menulis Hugo Hartig dalam Tarigan (1986: 24-25) merumuskan tujuan menulis sebagai berikut. 1. Tujuan penugasan, sebenarnya tidak memiliki tujuan karena orang yang menulis melakukannya karena tugas yang diberikan kepadanya. 2. Tujuan altruistik, penulis bertujuan menyenangkan pembaca, menghindarkan kedudukan pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalaranya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. 3. Tujuan persuasif, penulis bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. 4. Tujuan informasional, penulis bertujuan memberi informasi atau keterangan kepada para pembaca. 5. Tujuan pernyataan diri, penulis bertujuan memperkenalkan atau menyatakan dirinya kepada pembaca. 6. Tujuan kreatif, penulis bertujuan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, nilai-nilai kesenian. 7. Tujuan pemecahan masalah, penulis bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Cara Meningkatkan Kemampuan Menulis Siswa Untuk mengajarkan menulis kepada siswa seorang guru dapat menggunakan pendekatan dalam pembelajaran menulis. Menurut Proett dan Gill dalam Suparno (2010 : 14) pendekatan yang kerap muncul dalam pembelajaran menulis sebagai berikut. 1. Pendekatan frekuensi menyatakan, banyaknya latihan mengarang, sekalipun tidak dikoreksi (seperti buku harian atau surat), akan membantu meningkatkan keterampilan menulis seseorang. 2. Pendekatan gramatikal berpendapat, pengetahuan orang mengenai struktur bahasa akan mempercepat kemahiran orang dalam menulis. 3. 4. Pendekatan koreksi berkata, seseorang menjadi penulis karena dia menerima banyak koreksi atau masukan yang diperoleh atas tulisannya. Pendekatan formal mengungkapkan, keterampilan menulis akan diperoleh bila pengetahuan bahasa, pengalineaan, pewacanaan, serta konvensi atau aturan penulisan dikuasai dengan baik. Pengertian Teks Prosedur Menurut Kemendikbud (2014: 84) teks prosedur merupakan teks yang berisi tujuan dan langkah yang harus diikuti agar suatu pekerjaan dapat dilakukan. Di dalam teks prosedur diuraikan bagaimana sesuatu dikerjakan melalui serangkaian langkah atau tindakan. Teks prosedur adalah jenis teks yang sering kita jumpai sehari-hari. Dalam berbagai konteks jenis teks ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika kita menonton acara televisi, ada tayangan memasak atau cara mencuci pakaian dengan mesin cuci. Pengertian Media Gambar Seri Menurut Djamarah dan Zain dalam Hasnindah, (2011: 8), secara umum media dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu: media auditif (mengandalkan kemampuan suara), media visual (mempunyai unsur gambar), dan media audio-visual (mempunyai unsur suara dan gambar). Media yang dimaksud dalam kajian ini adalah media gambar seri dalam pembelajaran yang hanya mempunyai unsur gambar, berupa gambar seri sebagai media visual. Sapari dalam Hasnindah, (2011: 8) mengemukakan, media gambar seri merupakan serangkaian gambar yang terdiri dari dua hingga enam gambar yang menceritakan suatu kesatuan cerita yang dapat dijadikan alur pemikiran siswa dalam mengarang, setiap gambar dapat dijadikan paragraf. Pendapat di atas menegaskan media gambar seri adalah media yang berisi gambar berseri, dan setiap gambar memiliki kaitan antara satu dengan yang lainnya. Setiap gambar dalam media gambar seri mengandung makna adanya alur dalam suatu cerita secara bergambar yang harus disusun dengan baik. Jadi, penyusunan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 55 Penggunaan Media Gambar Berseri gambar harus sesuai dengan alur cerita yang seharusnya sehingga mengandung makna tertentu, dan gambar tersebut dapat dibuat dalam bentuk cerita atau karangan yang menarik. 3. Fungsi dan Manfaat Media Gambar Seri Sebagai Media Visual Menurut Azhar Arsyad dalam Iskandar (2011: 45), salah satu fung si utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Keberadaan media pembelajaran seperi media gambar seri memiliki fungsi dan manfaat tertentu sehingga dapat mendukung proses pembelajaran yang berkualitas. Fungsi dan maanfaat media pembelajaran akan sangat terkait dengan bentuk dan jenis media pembelajaran yang digunakan, seperti media gambar yang sifatnya berseri atau terdiri beberapa gambar yang memiliki keterkaitan antara gambar yang satu dengan yang lainnya. Media gambar seri merupakan jenis media visual atau hanya mempunyai unsur gambar. Adapun fungsi media visual dalam pembelajaran menurut Levie & Lentz dalam Arsyad, (2011: 16), yaitu: “fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris”. Keempat fungsi media visual tersebut akan diuraikan sebagai berikut. 1. 2. 56 Fungsi atensi media visual, seperti media gambar seri yang dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi terhadap isi pelajaran yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Contohnya, ketika siswa bosan mendengarkan ceramah guru, maka guru memperlihatkan gambar beberapa yang berkaitan dengan materi pelajaran. Ini dapat menarik perhatian dan konsentrasi siswa terhadap materi pelajaran karena adanya media yang dapat dilihat langsung. Fungsi afektif media visual, seperti media gambar seri yang diperagakan oleh guru akan menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan belajar siswa akan lebih meningkat melalui penggunaan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 4. gambar seri. Penggunaan gambar seri diupayakan menggugah perasaan siswa tentang berbagai peristiwa melalui gambar yang disajikan secara berseri. Fungsi kognitif media visual, seperti gambar seri akan dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Jadi, penggunaan media gambar seri sebagai media visual akan meningkatkan daya pikir siswa terhadap materi pelajaran. Fungsi kompensatoris media visual, seperti media gambar seri akan memberikan konteks untuk memahami teks dan membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan dapat mengingat kembali. Hal ini sangat penting dalam mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal, karena murid dapat melihat secara langsung dan mengaitkan dengan materi pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa media memiliki fungsi yang sangat luas dan penting, terlebih dalam dunia pendidikan, sebagaimana digunakan guru dalam proses pembelajaran. Sungguhpun demikian, dalam pengadaan dan pemanfaatannya senantiasa masih menghadapi berbagai kendala, baik karena tidak disiapkan oleh pihak sekolah maupun keterbatasan kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan media pembelajaran, seperti gambar seri. Sudjana dan Rivai dalam Arsyad (2011: 24), mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar mengajar sebagai berikut. 1. 2. 3. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami siswa dan memungkinkan siswa menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan Penggunaan Media Gambar Berseri 4. tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan memerankan. Pendapat tersebut di atas, menjelaskan, begitu besar manfaat media pembelajaran seperti media gambar seri, karena dapat membantu tercapainya proses pembelajaran yang optimal, baik dalam memudahkan bagi guru saat mengajar maupun bagi siswa dalam memahami materi pelajaran. Hal ini sesuai dengan peran guru sebagai mediator dan fasilitator yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Langkah-langkah Penggunaan Media Gambar Seri Menurut Shaoran (2014) berdasarkan model pembelajaran examples non examples (contoh dari kasus/gambar yang relevan dengan KD), langkah-langkah penggunaan media gambar seri dapat disusun sebagai berikut. 1. Guru mempersiapkan gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP. 3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memerhatikan atau menganalisis gambar. 4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi analisis gambar tersebut dicatat pada kertas. 5. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk membacakan hasil diskusinya. 6. Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 7. Membuat kerangka karangan. 8. Membuat karangan. Pembahasan Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan menulis teks siswa dan diduga media menjadi salah satu faktor penyebabnya. Paradigma baru pembelajaran menurut Mi’raj (2014 : 95) mengharuskan pendidik mampu melaksanakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (Paikem). Oleh karena itu, guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat/media meskipun sederhana dan bersahaja, tetapi sedikit banyaknya apa yang dilakukan oleh guru tersebut merupakan upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk memfasilitasi siswa melalui media pembelajaran dengan asumsi bahwa pembelajaran akan lebih efektif dan menarik, siswa juga termotivasi untuk menyelesaikan masalah dengan lebih cepat, dan hasil belajar akan lebih baik. Adapun alasan penulis menggunakan media gambar berseri adalah agar dapat mendapatkan hasil yang maksimal. Penggunaan media pembelajaran akan menarik minat belajar siswa serta memudahkan siswa memahami materi. Pemakaian media yang tepat dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, serta membangkitkan motivasi dan minat siswa dalam belajar. Berikut ini disajikan bahasan tentang gagasan/ide penulis dalam upaya memecahkan masalah yang berkaitan pembelajaran dengan topik menulis teks prosedur dan menggunakan media gambar berseri. 1. Media Pembelajaran yang Murah Meriah Penggunaan media pembelajaran yang sesuai akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi keberhasilan proses pembelajaran. Pencapaian hasil belajar bahasa Indonesia di sekolah pada umumnya masih sangat rendah, disebabkan beberapa faktor di antaranya guru dan siswa. Guru sangat berperan dalam keberhasilan belajar siswa antara lain faktor pemilihan strategi, metode dan model pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Ginting (2011 : 14), pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator, baik dalam aspek kognitif, efektif, psikomotor, maupun konatif. Oleh sebab itu, seorang guru harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif. Namun, pada umumnya guru masih menggunakan teknik dan strategi yang masih Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 57 Penggunaan Media Gambar Berseri konvensional serta kurang kreatif dan menarik dalam penggunaan media pembelajaran, bahkan masih banyak guru yang kurang mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik. Media pembelajaran adalah salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran karena media pembelajaran berfungsi sebagai perantara atau pengantar pesan dari guru (tenaga pendidik) kepada penerima pesan (peserta didik). Dengan penggunaan media yang sesuai dengan karakter materi pelajaran, pembelajaran akan terasa menarik dan membuat siswa senang serta mudah memahami bahan pelajaran (Ngarso, 2012). Salah satu manfaat penggunaan media pembelajaran ialah memungkinkan adanya interaksi langsung perserta didik dengan lingkungannya (sesuai dengan nilai falsafah CTL/Contextual Teaching Learning). Dengan demikian, dapat disampaikan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dimanfaatkan untuk menghubungkan pesan dari guru kepada siswa dengan tujuan untuk meningkatkan proses belajar mengajar (Iskandar, 2011 : 43) Selain faktor guru yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran adalah siswa itu sendiri. Pengaruh siswa antara lain adalah bagaimana ketertarikan, motivasi, rasa senang, respon, dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ginting (2011:14) mendidik tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada peserta didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuh-kembangkan dirinya secara optimal. Untuk mengatasi masalah kurangnya kreatifitas guru membuat media pembelajaran maka penulis mencoba menyampaikan sebuah bentuk media pembelajaran yang sangat sederhana dan murah bahkan tanpa mengeluarkan dana sebagai biaya pembuatan media yaitu media pembelajaran yang berbahan baku kemasan makan cepat saji atau kardus bekas refill tinta printer. Menggunakan media pembelajaran kemasan makanan cepat saji dapat meningkatkan partisipasi serta keaktifan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran sebab siswalah yang harus menyediakan. 58 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Banyak tenaga pendidik atau guru yang merasa kesulitan membuat dan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Alasannya terbentur masalah dana dan bahan. Padahal media pembelajaran tidak harus sesuatu yang mahal dan dapat menggunakan bahan yang sangat sederhana. Media dapat dibuat dengan biaya rendah atau bahkan tanpa penggunaan dana. Untuk mengatasi hal ini penulis mencoba memberi solusi yakni pemanfaatan barang bekas sebagai sumber belajar sekaligus media pembelajaran bahasa Indonesia. Salah satu materi yang dituntut dalam Standar Isi Bahasa Indonesia siswa kelas 8 adalah Teks Prosedur. Informasi teks prosedur ini terdapat pada kemasan makanan yang menampilkan informasi sesuai dengan langkah yang dituntut dalam sebuah teks prosedur. Langkah tersebut tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, tetapi juga dalam bahasa Inggris, bahkan ada juga yang dilengkapi bahasa Arab (3 bahasa). Adapun barang bekas yang dapat dipergunakan antara lain kemasan makanan cepat saji dan kardus bekas refill tinta printer. Di samping dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang murah meriah serta memperoleh materi yang bervariasi dan menarik, penggunaan kemasan makanan atau kardus bekas ini untuk mengaplikasikan pendidikan karakter cinta lingkungan hidup kepada siswa. Untuk memperoleh media ini, mencari di sekitar tempat tinggalnya. Langkah ini juga sebagai pembelajaran bagi sisiwa untuk peduli dengan lingkungannya dan menanamkan nilainilai ‘penemuan’ dan ‘penelitian’ (sesuai falsafah pendekatan inquiri). Siswa akan berlatih mengidentifikasi kemasan makanan yang memenuhi kriteria yang diharapkan, karena tidak semua kemasan makanan layak pakai untuk digunakan sebagai media pembelajaran pada genre procedure. Beberapa kemasan yang dapat digunakan adalah kemasan mie instan, agar-agar powder, cereal, soft drink, dll. Kemasan makanan ini sesuai untuk kelas 8, dan kita dapat menggunakan petunjuk manual dari beberapa alat elektronik dapat dipergunakan sebagai penyesuaian tingkat kesulitan kosa kata (Ngarso, 2012). Penggunaan Media Gambar Berseri Media gambar berseri yang dapat kita gunakan adalah sebagai berikut. a. Bungkus Agar- Agar. Sumber : Agar-agar cap Argapura PT Sinar Kentjana Surabaya Sumber : http://liounilovawhite.blogspot.co.id/2011/11/pengertian-dan-berbagai-contoh-petunjuk.html Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 59 Penggunaan Media Gambar Berseri b. Kardus bekas isi ulang tinta printer. c. Bungkus bekas Mie Instan. Sumber: https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Indomie_2010. png&filetimestamp=20131025151310& 60 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Penggunaan Media Gambar Berseri Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Indomie_%28reverse%29.jpg Langkah-langkah penulisan teks prosedur berdasarkan Resep Membuat Mie Instan Mirip Bungkus – Mie Kuah Rasa Ayam Bawangyang diambil dari Sumber : http://resephariini.com/3-resepmembuat-mie-instan-mirip-bungkus/sebagai berikut. Sumber : http://resephariini.com/3-resep-membuat-mie-instan-mirip-bungkus/ Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 61 Penggunaan Media Gambar Berseri Mie instan kuah dengan rasa ayam bawang merupakan sajian mie instan yang paling terkenal, karena hampir semua merk mie instan memiliki rasa ini dan tentunya sangat mudah ditemukan. seperti di supermarket, minimarket, alfamart, warung kopi bahkan angkringan. Rasa ini yang paling banyak tersedia. Menyajikan mie kuah rasa ayam bawang yang sama dan mirip sama seperti bungkusnya, sangat mudah. Bahan dan cara membuatnya adalah seperti berikut. Bahan-bahan Mie Kuah : · Mie instan rasa ayam bawang 1 buah · Telur 1 butir ( rebus lalu belah menjadi 2 ) · Paha ayam goreng 1 buah · Tomat 1 buah ( iris menjadi 4 bagian dan ambil 4 saja ) · Bawang merah 1 butir ( cuci bersih dan biarkan bulat ) · Irisan daun bawang secukupnya · Daun seledri 1 tangkai 1. 2. 3. 4. Cara membuatmie Kuah rasa ayam bawang: Langkah awal, rebus mie instan hingga matang, tuang ke mangkuk lalu campur bumbu instannya. Setelah itu, tambahkan bahan-bahan yang sudah disiapkan tadi dengan garnish sesuai dengan saran penyajian yang ada di bungkusan. Terakhir, tambahkan bawang goreng di atasnya untuk penambah rasa sedapanya. Mie kuah rasa ayam bawang sama seperti bungkusnya siap disantap. Berdasarkan contoh sederhana tersebut di atas, siswa dapat tertarik dan berkesimpulan bahwa tidak terlalu sulit menulis teks prosedur. Dengan demikian, penggunaan media dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam menulis teks prosedur dengan benar. Media gambar berseri yang berasal dari bungkus makanan instan bekas tepat dipergunakan dalam kasus seperti ini. 62 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 2. Penerapan dan Penggunaan Media Gambar Berseri Dalam Pembelajaran Menulis Teks Prosedur. Ciri utama teks prosedur adalah memiliki cara atau langkah yang urutannya tidak dapat berubah. Untuk menghasilkan teks prosedur yang baik, struktur yang menjadi pembangunan teks tersebut harus diketahui. Proses pembelajaran menulis teks prosedur dengan media gambar berseri terdiri atas beberapa langkah pembelajaran. Langkah-langkah tersebut cukup sederhana meliputi: (1) guru memberikan materi mengenai pembelajaran menulis teks prosedur kompleks dengan media gambar berseri, (2) guru memberikan contoh teks prosedur kompleks, (3) guru dan siswa melaksanakan tanya jawab, (4) guru membagikan gambar berseri, (5) guru memberikan tugas menulis teks prosedur kompleks sesuai dengan gambar yang ditentukan, (6) siswa menulis teks prosedur kompleks berdasarkan gambar, dan (7) guru melakukan evaluasi. Guru yang baik adalah guru yang mampu melihat situasi dan menerapkan strategi yang tepat dalam pembelajaran. Langkah kegiatan pembelajaran secara rinci adalah sebagai berikut. Pertemuan Pertama a. Kegiatan Pendahuluan (10 menit) (1) Peserta didik merespon salam dan pertanyaan dari guru yang berhubungan dengan kondisi siswa dan kelas (2) Peserta didik merespon pertanyaan dari guru tentang keterkaitan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari (3) Peserta didik menerima informasi kompetensi yang harus dicapai, tujuan pembelajaran dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan (4) Peserta didik membentuk kelompok diskusi menjadi lima kelompok diskusi Penggunaan Media Gambar Berseri b. Kegiatan Inti (60 menit) Sintak Stimulasi Pengolahan Data Pengumpulan Data Kegiatan Mengamati - Siswa melihat dan mengamati gambar berseri "Cara memasak ikan asam pedas" - Siswa membaca dua teks yang berbeda dengan cermat mengenai struktur teks prosedur dan teks eksplanasi berjudul "Cara Menanam Buah Naga yang Baik dan Benar" di buku siswa halaman 96 dan teks dan teks berjudul "Gempa Bumi" - Siswa membaca informasi mengenai struktur teks prosedur dan teks eksplanasi Mengolah Informasi - Siswa menanyakan sebanyak mungkin struktur teks prosedur dan struktur teks eksplanasi - Siswa menanyakan sebanyak mungkin ciri-ciri kebahasaan teks prosedur dan teks eksplanasi Mengumpulkan Informasi - Pengolahan Data Pembuktian Siswa secara berkelompok melakukan wawancara pada narasumber mengenai perbedaan teks prosedur dan teks eksplanasi dari segi struktur dan ciri-ciri kebahasaan Siswa membaca literatur dari perpustakaan atau internet sekolah Mengolah Informasi - Siswa mendiskusikan perbedaan struktur teks prosedur dengan teks eksplanasi - Siswa mendiskusikan perbedaan teks prosedur dengan teks eksplanasi dari segi kebahasaan - Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi sehingga dapat menemukan konsep tentang struktur dan segi kebahasaan teks prosedur dan teks eksplanasi Mengkomunikasikan Masing-masing kelompok siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok mengenai perbedaan struktur teks dan ciri-ciri kebahasaan teks prosedur dan eksplanasi dengan jujur, percaya diri dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar kemudian ditanggapi oleh kelompok lain Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 63 Penggunaan Media Gambar Berseri c. Kegiatan Penutup (10 menit) (1) Dengan bimbingan guru. Peserta didik menyimpulkan materi pelajaran tentang perbedaan teks prosedur dan teks eksplanasi dari segi struktur dan kebahasaan (2) Siswa melakukan refleksi dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat memahai perbedaan teks prosedur dan teks eksplanasi (3) Siswa mengerjakan tes tulis (4) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru mengenai perbedaan teks prosedur dan teks eksplanasi dari segi struktur dan kebahasaan (5) Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran Pertemuan Kedua a. Kegiatan Pendahuluan (10 menit) (1) Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru yang berhubungan dengan kondisi siswa dan kelas (2) Siswa merespon pertanyaan dari guru tentang keterkaitan pengetahuan yang akan dipelajari, yaitu menyusun teks prosedur dengan materi yang pernah dipelajari pada pembelajaran sebelumnya yaitu perbedaan teks prosedur dan teks eksplanasi dari segi struktur dan ciri bahasa (3) Siswa menerima informasi kompetensi yang harus dicapai, tujuan pembelajaran dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan (4) Siswa membentuk kelompok diskusi menjadi 5 kelompok diskusi Jelli adalah makanan sehat keluarga yang berasal dari rumput laut dan tidak asing bagi siswa. Rasanya yang enak disantap ketika pulang sekolah dan menjadi kegemaran siswa menjadi inspirasi buat penulis menjadikannya sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya tentang menulis teks prosedur. Dengan menggunakan media ini diharapkan dapat mempermudah pemahaman siswa tentang materi yang disampaikan. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis membuat desain pembelajaran menulis teks prosedur yang berbeda dari sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk membangun pemahaman dan keterampilan siswa membuat teks prosedur membuat jell melalui gambar berseri yang telah disiapkan. Siswa ditantang untuk membuat teks prosedur tentang cara membuat jell sebagai kompetensi yang akan mereka capai dalam pembelajaran ini. Lembar kerja diberikan kepada siswa yang menuntun mereka menentukan alat, bahan, dan langkah pembuatan jelli. Guru mengarahkan siswa menyelesaikan lembar kerja itu secara berkelompok. Adapun hasil kerja siswa dapat dilihat pada Lembar Kerja Siswa. b. Kegiatan Inti Siswa dalam kelompoknya mulai mendiskusikan langkah-langkah dengan mengamati gambar berseri yang disediakan oleh guru. Hasilnya mereka tulis pada lembar kerja. Mereka juga menetapkan prosedur atau cara membuat jell dengan menyusun langkahlangkah kerja yang diberikan oleh guru secara acak. Langkah yang mereka tempuh sejak awal, mulai dari gambar seri 1 sampai gambar seri 4 , mereka tuangkan pada lembar kerja. Hasil kelompok ini kemudian dipresentasikan secara pleno. Pada kegiatan sebelumnya, penulis melihat siswa kesulitan memahami dan membuat teks prosedur dengan memperhatikan struktur teks dan ciri kebahasaannya. Hal ini disebabkan guru hanya memberi tugas membaca buku teks dan menyusun teks prosedur berdasarkan contoh yang sudah ada di buku teks. Jika hanya diberi tugas tanpa disertai praktik langsung, tentu siswa akan cepat bosan. Adapun gambar berseri yang digunakan pada pertemuan ini adalah urutan gambar cara membuat jelli. Berdasarkan temuan kelompok yang telah disempurnakan, setiap siswa menyusun teks prosedur tentang cara membuat jelli dengan memperhatikan struktur dan ciri kebahasaannya. Hasil kerja setiap siswa dipertukarkan dalam kelompoknya untuk dikoreksi atau diberi masukan mengenai ketepatan struktur beserta penggunaan tanda baca, ejaan, pemilihan dan penggunaan kata termasuk kata bilangan, dan pengembangan kalimat perintah. 64 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Penggunaan Media Gambar Berseri Lembar Kerja Siswa Nama siswa/kelompok : Kelompok 1 Kelas, No. Absen : VIII 1. Bacalah dengan seksama teks prosedur berikut! 2. Isilah tabel di bawah ini dengan contoh di atas. Struktur Teks Kalimat Tujuan Jell adalah makanan sehat keluarga dari rumput laut yang mengundang serat tinggi vitamin, kalsium dan probiotik, baik untuk kesehatan jika di konsumsi secara benar Langkah-langkah 1. Campurkan jelly powder dengan gula satu gelas (200 g) atau sesuai selera 2. Tambahkan air sebanyak 31/2 gelas (700ml) panaskan lalu aduk hingga merata. 3. Matikan api, diamkan 3 menit. Campurkan fruity acid ke dalamnya dan aduk merata 4. Jelli siap dicetak Berdasarkan masukan dari teman, siswa menyempurnakan teks prosedur yang mereka susun. Hasilnya, teks prosedur yang dibuat oleh siswa tampak lebih baik dan terarah sesuai dengan struktur teks dan memenuhi ciri-ciri kebahasaan teks prosedur. Selain itu, siswa juga dapat mengembangkan kreativitasnya dalam menyusun teks prosedur dan dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya. c. Kegiatan Penutup (10 menit) (1) Dengan bimbingan guru. Siswa menyimpulkan materi pelajaran tentang menyusun kerangka teks prosedur dan mengembangkannya menjadi teks prosedur yang utuh (2) Siswa melakukan refleksi dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 65 Penggunaan Media Gambar Berseri Sintak Kegiatan Mengamati Menanya Mengumpulkan Informasi Mengolah Informasi - Peserta didik membaca contoh teks prosedur, dari gambar berseri yang telah disiapkan tentang memasak jelli - Peserta didik memperhatikan kerangka teks prosedur - Peserta didik menanyakan sebanyak mungkin tentang kerangka menyusun teks prosedur - Peserta didik menanyakan sebanyak mungkin tentang menyusun teks prosedur - Peserta didik secara berkelompok melakukan wawancara pada narasumber mengenai menyusun kerangka menyusun teks prosedur - Peserta didik membaca literatur dari perpustakaan atau internet sekolah - Guru memberi kesempatan kepada siswa secara berkelompok untuk menyusun kerangka teks prosedur dan mengembangkannya menjadi teks prosedur utuh - Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi sehingga dapat menemukan susunan teks prosedur yang benar Mengomunikasi- kan Peserta didik mempresentasikan hasil kelompok berupa susunan teks prosedur yang dialami saat memahai perbedaan teks prosedur dan teks eksplanasi (3) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru mengenai perbedaan teks prosedur dan teks eksplanasi dari segi struktur dan kebahasaan (4) Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran (Windiarto, 2014) Demikian langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran menulis teks prosedur dengan benar, dengan menggunakan media gambar berseri. Simpulan Kesimpulan Dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan berbagai kegiatan mulai dari kegiatan sederhana hingga kegiatan komplek. 66 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Agar tujuan pelaksanaannya terpenuhi, kegiatan tersebut harus dilakukan berdasarkan prosedur tepat. Prosedur tersebut berisi perlengkapan dan langkah untuk mencapai tujuan. Langkah tersebut dilakukan secara urut, bukan acak. Pembelajaran menulis teks prosedur di kelas 8 menggunakan media gambar berseri disadari sangat membantu aktifitas pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas. Pembelajaran dengan menggunakan media yang mudah didapat, barang bekas, dan lebih menarik bagi pembelajar dan pencapaian hasil belajar siswa juga akan maksimal dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya dilakukan dengan menggunakan pesan yang dituangkan dengan kata. Penggunaan media pembelajaran menarik minat belajar siswa serta memudahkan siswa memahami materi. Pemakaian media yang tepat dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, Penggunaan Media Gambar Berseri serta membangkitkan motivasi dan minat siswa dalam belajar. Satu hal yang terpenting adalah terlaksananya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan antara pendidik dan peserta didik. Saran Beberapa hal yang disarankan agar tidak terjadi kesalahan besar dalam proses penulisan teks prosedur, maka hal-hal yang dapat dilakukan guru, siswa, maupun sekolah antara lain : (1) siswa hendaknya memperluas pengetahuan tentang kaidah bahasanya, (2) Siswa hendaknya aktif bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan,(3) siswa sering berlatih menulis; (4) guru disarankan memberikan pengetahuan tentang kaidah bahasa kepada siswa di setiap proses pembelajaran menulis, menggunakan pendekatan proses dalam pembelajaran menulis, dan senantiasa memperluas kosa kata dan memberi contoh terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar baik secara lisan maupun tertulis; dan (5) pihak sekolah hendaknya berkenan melengkapi sumber pustaka terkait yang memadai seperti buku-buku seputar karang-mengarang, EYD, media massa, media pembelajaran dan sebagainya. Hal itu menunjukkan kepada kita bahwa pihak sekolah pun juga bertanggung jawab terhadap pembinaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan kita. Daftar Pustaka Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter. Bandung: Refika Aditama Aimha, (2013). Peningkatan Keterampilan Menulis. http://aimhalelet.blogspot. co.id/ 2013/12/peningkatan-keterampilanmenulis.html Diakses tgl 7 mei 2016 pukul 10.39 Akhadiah, S., Maidar, G.A., dan Sakura, H.R. (1989). Pembinaan kemampuan menulis bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Arsyad, Azhar. (2011). Media pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Dantes, I Nyoman. (2014). Landasan pendidikan. Singaraja: Undiksha Effendy, Akip (2012). Keterampilan menulis, http:/ /akipeffendy.blogspot.co.id/2012/03/ hak-i-kat-keterampilan-menulis.html diakses tanggal 25 Juni 2016 Ginting, Edison (2011). Diklat Regional fokus integrasi pendidikan budaya, karakter bangsa dan kewirausahaan dalam pembelajaran, dalam Majalah Swara Edisi IX Nopember 2011, Cimahi: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri Hasnindah, Abbas. (2011). “Meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia keterampilan menulis materi membuat karangan melalui media gambar seri pada murid kelas V SDN Sudirman III Makassar”. Skripsi. Makassar: FIP UNM Iskandar, Alex. (2011). Manfaat Media Pembelajaran, dalam Majalah Swara Edisi IX, Nopember 2011.Cimahi: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan. (2014), Bahasa Indonesia wahana pengetahuan. Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Mahsun, MS. (2013). Teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali Press Mi’raj, Hamidi. (2014). Meningkatkan Perolehan Kemampuan Membaca Al-Quran dengan Menggunakan Media CD Pembelajaran, dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam Maju Bersama Volume 2 Edisi Juni 2014, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Syarif Abdurrahman, Singkawang Nurlaela (2012). Strategi Pembelajaran Kooperatif, dalam Jurnal PTK Dikmen Volume 2, No.1 Oktober 2012, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah, Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 67 Penggunaan Media Gambar Berseri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,Jakarta Ngarso, Den Baguse, (2012).Pendahuluan Pencapaian Hasil Belajar. http:// mgmpingbara.blogspot.co.id/2012/05/ p en d ah ul u an - pe n c a p ai an - ha s il belajar.html diakses 07 Mei 2016 Rusyana, Yus. (1988). Bahasa dan sastra dalam gamitan pendidikan, Bandung : Diponegoro Tarigan, Henry Guntur. (1986). Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa Shaoran, (2014), “Media gambar seri,” http:// shaoran1401.blogspot.co.id/2014/01/ media-gambar-seri.html diakses tgl 07 mei 2016 10.37 Sucipto, Maya Gustina., Uti Darmawati, Y.Budi Artati. (2014). Pegangan guru bahasa Indonesia, Klaten : PT Intan Pariwara Suparno, Mohamad Yunus. (2010). Materi pokok keterampilan dasar menulis. Jakarta : Universitas Terbuka Syafi’ie, I. (1988), Retorika dalam menulis. Jakarta: Depdikbud 68 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Taher. M. (2014). Media yang relevan dalam pembelajaran kurikulum 2013. http:// sumut.kemenag.go.id/ diakses 27 Oktober 2014 Windiarto, Prito, (2014), “Rencana pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 Kelas 8 Teks Prosedur Dan Teks Eksplanasi” http:// Pritowindiarto.Blogspot.Co.Id/2014/ 10/Rencana-PelaksanaanPembelajaran.HtmlDiakses 18 Mei 2016 Pukul 21.06 Wiratmajaya, I Gst. Ngurah Adi, I Wayan Artika, Ida Ayu Made Darmayanti. (2015). Penggunaan gambar berseri untuk meningkatkan kemampuan menulis teks prosedur kompleks pada siswa kelas X Akuntansi A Smk Negeri 1 Singaraja,” dalam e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia Taking Learning to Task Opini Taking Learning to Task, Strategi Pembelajaran Orang Dewasa Yuli Kwartolo Email: [email protected] Pengajar freelance di beberapa satuan pendidikan Abstrak gar proses pendidikan dapat memberikan kemampuan berpikir tingkat tinggi kepada peserta didik, berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran dikembangkan oleh guru. Akan tetapi, berbagai kendalaa masih dihadapi dan hasil yang dicapai belum sepenuhnya seperti yang diharapkan. Tulisan ini membahas taking learning to task sebagai saalah satu strategi pembelajaran yang sangat tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi bagi orang dewasa. Merujuk pada berbagai sumber, tulisan ini membahas dan menganalisis secara deskriptif teori dan pendapat yang terkait serta menarik kesimpulan bagaimana strategi ini dapat diterapkan secara efektif dalam pembelajaran orang dewasa. Tulisan ini juga dilengkapi dengan sejumlah saran bagaimana strtegi ini dapat diterapkan dengan baik. A Kata-kata kunci: strategi pembelajaran, berpikir tingkat tinggi, pembelajaran orang dewasa, tugas belajar, taking learning to task Taking Learning to Task, Adult Instructional Strategy Abstract To provide the students with high thinking order skill, the teachers have been developing a number of instructional approaches and strategies. However, the teachers and the students still face a lot of problems and the results have not fully satisfied. This article discussed ‘taking learning to task’ as one of the strategies appropriate to develop high thinking order skill for the adult. Having describing and analyzing several theories and opinions, the article concluded ‘taking learning to task’ can be used as an effective instructional strategy for the adult. This article is also included some suggestions in implementing this strategy. Keywords: instructional strategy, high order thinking, adult learning, learning task, taking learning to task Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 69 Taking Learning to Task Pendahuluan Proses pembelajaran merupakan sebuah aktivitas yang tidak berjalan di dalam ruang hampa udara. Artinya, kedalaman pengalaman belajar, kebermaknaan belajar, dan di ujung tercapainya tujuan pembelajaran sangat ditentukan oleh berbagai faktor pendukung serta kontribusi guru dan peserta didik. Pembelajaran modern menempatkan guru dan peserta didik sebagai subjek aktif untuk belajar bersama-sama. Pada satu titik, guru bisa belajar dari peserta didik dan pada titik tertentu, peserta didik pasti belajar dari gurunya. Jadi, guru bukan satusatunya komponen pembelajaran yang paling diterminan. Salah satu prinsip belajar yang menjamin keberhasilan peserta didik dalam mempelajari sesuatu adalah, adanya keterlibatan langsung peserta didik. Proses pembelajaran harus melibatkan partisipasi peserta didik, meskipun dalam derajad yang rendah. Harus ada respon bermakna dari peserta didik manakala guru memberi stimulus. Peserta didik harus memberikan kontribusi yang signifikan, bahkan lebih supaya transfer of knowladge dan transfer of skill dapat tercapai. Inilah yang diharapakan. Namun demikian, apa yang diharapkan tersebut belum sepenuhnya menjadi kenyataan. Dalam perspektif ini menarik untuk diperhatikan pernyataan Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan (2014 - 2016), bahwa materi pembelajaran yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) akan ditingkatkan, bahkan mulai dari SD (Kompas, 14 Juli 2016). Pernyataan Anies Baswedan tersebut mengindikasikan, selama ini secara umum pembelajaran yang mengarah pada berpikir tingkat tinggi belum terealisasi. Berpikir tingkat tinggi (Crowl, 1997) meliputi berpikir kritis, berpikir logis, berpikir kreatif, dan metakognitif (pengetahuan seseorang mengenai proses dan hasil berpikirnya atau apapun yang berkaitan dengan proses dan hasil berpikir tesebut).Disamping itu, Quirk (2006) mengungkapkan metakognitif adalah “the ability to think about one’s thinking and feeling and to predict what others are thinking,” atau kemam- 70 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 puan seseorang untuk berpikir tentang pikiran dan perasaannya sendiri dan untuk memprediksi apa yang orang lain pikirkan. Sejumlah metode dan stategi pembelajar-an terus dicoba untuk memberi dimensi dan perspektif baru terhadap aktivitas pembelajaran. Tulisan ini memaparkan sebuah strategi pembelajaran yang diperuntukkan bagi orang dewasa (adult learning), yaitu taking learning to task yang dapat membawa peserta didik (orang dewasa) pada berbagai tugas belajar yang menuntut berpikir tingkat tinggi. Oleh karena dengan menggunakan strategi ini, peserta didik harus memberi respon yang kritis, logis, dan kreatif terhadap stimulus (tugas belajarnya). Dalam hubungannya dengan taking learning to task, dalam tulisan ini dibahas pengertian tugas belajar, pembelajaran orang dewasa, karakteristik peserta didik dewasa, konsepsi taking learning to task, model-model pembelajaran untuk tugas belajar, dan keunggulan dan kelemahan taking learning to task akan menjadi fokus pembahasan. Pembahasan Tugas Belajar Dalam konteks pembelajaran, secara substantif, ‘tugas’ berkaitan dengan berbagai aktivitas yang harus dilakukan oleh peserta didik. Ada tiga hal prinsip berkaitan dengan konsep tugas (http:// www.learnersdictionary.com/definition/task), yaitu: (1) a usually assigned piece of work often to be finished within a certain time (tugas belajar diberikan dan diselesaikan dalam waktu tertentu), (2) something hard or unpleasant that has to be done (kadang-kadang membutuhkan kerja keras untuk menyelesaikan bahkan tidak menyenangkan), dan (3) duty, function (ada tugas dan fungsi). 1. Tugas belajar diberikan dan diselesaikan dalam waktu tertentu Batasan waktu atau dapat dikatakan sebagai sebuah ‘rule’ (aturan, ketentuan) yang diberikan oleh guru dan harus ditaati oleh peserta didik dalam menyelesaikan tugas belajarnya. Namun demikian, guru Taking Learning to Task 2. 3. harus memahami adanya sebuah prinsip Taksonomi Bloom, baik dari sisi domain kognitif, pembelajaran yang disebut ‘individual afektif, dan psikomotorik atau pada sisi differcences’ atau perbedaan individu. kedalamannya (sequences). Maksudnya, setiap peserta didik memiliki Dari sisi kedalamannya, berdasarkan kecepatan belajar sendiri-sendiri. Dengan Taksonomi Bloom versi terbaru peserta didik kata lain, peserta didik belajar menguasai dapat melakukan aktivitas mengingat (remempengetahuan, keterampilan menurut bering), memahami (understanding), menerapkan kecepatannya. (applying), menganalisa, mengurai (analysing), Membutuhkan kerja keras untuk menyele- menilai (evaluating), sampai mencipta (creating). saikan, bahkan tidak menyenangkan Aktivitas yang menunjukkan gradasi dari yang Prinsip ini ingin menegaskan, peserta didik paling mudah (sederhana) sampai ke yang kadang-kadang harus mengeluarkan segala paling sulit (kompleks) dapat dirinci lagi ke kemampuannya untuk menyelesaikan tugas dalam sejumlah kata kerja operasional yang belajarnya. Bahkan harus melalui hal-hal menunjukkan sejumlah indikator/kompetensi yang tidak menyenangkan seperti rasa tertentu. bosan, jenuh, tingkat kesulitan yang tinggi, Belajar atau learning dalam bahasa Inggris dan harus melalui prosedur yang ketat adalah, the activity or process of gaining knowledge untuk memecahor skill by studying, kan suatu masapracticing, being lah. Namun, hal taught, or experienini bukanlah Hakikat belajar yang dimaksud cing something; the suatu kendala adalah, proses menemukan dan activity of someone menyelesaikan membangun makna/pengertian who learns knowtugas belajarnya. oleh peserta didik terhadap ledge or skill gained Ada tugas dan informasi, pengetahuan, from learning fungsi. ( h t t p : / / pengalaman, yang disaring melalui Prinsip ini makw w w . l e a r ners persepsi, pikiran, dan perasaan sudnya adalah dictionary.com/ peserta didik. dalam sebuah definition/task). tugas belajar, di Terjemahan bebasdalamnya ternya adalah, beladapat berbagai tugas yang harus dikerjakan dan ada jar merupakan aktivitas atau proses untuk berbagai fungsi yang harus diperankan oleh mendapatkan pengetahuan atau keterampilan peserta didik. Misalnya, seorang guru dengan mempelajari, berlatih, proses berpikir, memberi tugas belajar kepada sebuah atau mengalami sesuatu oleh seorang peserta kelompok peserta didik untuk mengumpul- didik yang mempelajari pengetahuan atau kan data/informasi yang dibutuhkan keterampilan yang diperoleh dari aktivitas untuk mencari tahu alasan mengapa belajar. Belajar akan berhasil manakala ada banyak perempuan terpaksa menjadi perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan Pekerja Seks Komersial (PSK). Maka, setiap langsung/mengalami langsung, pengulangan, peserta didik di dalam kelompok tersebut tantangan, feedback, penguatan. memiliki tugas sendiri-sendiri untuk mencari data/informasi berdasarkan sejumlah variabel yang sudah dirumuskan, dan memiliki fungsi sebagai penggali data/ informasi (interviewer). Tugas merupakan sebuah aktivitas atau proses untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan. Aktivitas ini bisa merujuk pada Pengertian lain menyebutkan, belajar esensinya adalah sebuah proses, mencari, menemukan, melakukan, melalui tahapan yang teratur dan sistematis. Belajar melibatkan semua aspek yang ada dalam diri peserta didik, baik psikis maupun fisik. Hakikat belajar yang dimaksud adalah, proses menemukan dan membangun makna/pengertian oleh peserta Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 71 Taking Learning to Task didik terhadap informasi, pengetahuan, pengalaman, yang disaring melalui persepsi, pikiran, dan perasaan peserta didik. Konsepsi belajar seperti ini, menurut Brunner dalam Sulaeman (1988), menempatkan manusia (individu) sebagai pencari, pemroses dan juga sebagai pencipta informasi. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus bermakna dan bertujuan. Dengan cara belajar seperti itu, menurut Smith dalam Sulaeman (1988), otak manusia dipandang sebagai satu organ yang mempunyai fungsi utama mencari secara giat, menyeleksi, mendapatkan, mengorganisasi, mengolah, menyimpan dan pada saat yang tepat memperoleh kembali dan menggunakan segala informasi tersebut. Menurut Gagne dalam Knowles (1986:9) terdapat lima domain sebagai tujuan belajar, yaitu (1) motor skills, (2) verbal information, (3) intelectual skill, (4) cognitive strategies, and (5) attitudes. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan, tugas belajar dalam konteks pembelajaran merupakan aktivitas bermakna dan bermanfaat yang dilakukan oleh peserta didik untuk mendapatkan sesuatu, dengan cara tertentu, dengan media/alat tertentu. Tugas belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik. Tugas belajar tentu memberikan sesuatu yang bermakna, karena guru telah menentukan materi untuk mencapai sejumlah kompetensi dan telah mendesign pembelajaran guna memberikan pengalaman belajar bagi peserta didiknya. Kebermaknaan merupakan salah satu prinsip belajar. Tugas belajar juga memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi peserta didik. Melalui tugas belajar, peserta didik memperoleh ilmu/ teori, memperoleh keterampilan, memperoleh nilai-nilai yang derajadnya tergantung bagaimana guru mendesign pembelajaran. Kebermanfaatan juga merupakan salah satu prinsip belajar. Oleh karena itu, dalam memberikan tugas belajar yang di dalamnya terkandung sejumlah materi (domain kognitif, domain psikomotorik, dan domain afektif), kejelian dan kemampuan guru menentukan 72 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 materi esensial sangat dibutuhkan. Sejumlah kompetensi dasar yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, tidak semuanya harus diberikan kepada peserta didik. Jika guru mampu memilah dan memilih materi esensial sebagai penjabaran dari kompetensi dasar, maka urgensi kebermaknaan dan kebermanfaatan dalam setiap tugas belajar siswa dipastikan ada. Adult Learning Adult learning atau pembelajaran orang dewasa, disebut juga andragogi, adalah suatu proses untuk melibakan peserta didik dewasa ke dalam suatu strukur pengalaman belajar (http:// id.wikipedia.org/). Dalam andragogi ada asumsi dasar, orang dewasa memiliki kebutuhan belajar tertentu. Selain itu, lingkungan belajar terbaik bagi mereka adalah orang-orang yang kolaboratif dan memanfaatkan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Menurut Knowles (1984:36), pelopor andragodi, ada 6 karakteristik utama pembelajaran orang dewasa. Keenam karakteristik tersebut adalah, (1) mandiri/otonom, (2) menggunakan pengetahuan dan pengalaman hidup, (3) berorientasi pada tujuan, (4) berorientasi pada tugas, (5) mementingkan nilai kepraktisan dan riil, serta (6) mendorong kolaborasi. 1. Mandiri/otonom Peserta didik dewasa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran sehingga mereka membuat pilihan yang relevan dengan tujuan pembelajaran mereka. Sebagai seorang guru, penting untuk memfasilitasi proses penetapan tujuan. Peserta didik perlu diberi kebebasan untuk bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri. Ketika datang ke sekolah, mereka harus proaktif dan berkontribusi dalam proses pembelajaran. 2. Menggunakan pengetahuan dan pengalaman hidup Berdasarkan pendekatan ini, guru mendorong peserta didik untuk menghubungkan pengalaman masa lalu mereka dengan pengetahuan saat ini. Guru harus memiliki kemampuan bagaimana membantu peserta didik menghubungkan pengalaman masa lalu dengan berbagai pengalaman belajar saat ini. Taking Learning to Task 3. Berorientasi pada tujuan Motivasi belajar akan meningkat ketika ada relevansi antara apa yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, terutama dalam kaitannya dengan masalah tertentu dari peserta didik. Dengan kata lain, ada tujuan yang ingin dicapai perserta didik. 4. Berorientasi pada tugas Salah satu cara terbaik membelajarkan orang dewasa adalah dengan tugas. Mereka akan terlibat secara mendalam dan berkontribusi mencapai tujuan pembelajaran. Mereka akan terinspirasi dan termotivasi untuk terlibat dalam berbagai proyek dan berhasil menyelesaikannya. 5. Mementingkan nilai kepraktisan dan riil Pemanfaatan berbagai sarana/fasilitas pembelajaran untuk membantu peserta didik menerapkan konsep teoritis di dalam kelas ke dalam situasi kehidupan nyata dan praktis. Belajar difasilitasi secara tepat untuk menerapkan pengetahuan teoritis dalam situasi kehidupan nyata dan jelas. 6. Mendorong kolaborasi Pemelajar dewasa akan semakin berkembang dalam hubungan kolaboratif dengan guru. Ketika guru menempatkan/memandang peserta didik sebagai rekan atau partner, mereka menjadi lebih produktif. Ketika kontribusi mereka diakui, maka mereka akan memberikan karya yang terbaik. Secara umum, ketika peserta didik bukan lagi sebagai ‘objek’ belajar, maka diyakini ada passion atau keinginan dari peserta didik untuk menunjukkan kelebihannya. Mereka dengan sadar mengeluarkan segala daya untuk menyelesaikan pekerjaan/tugasnya, karena mereka sebagai subjek. Apalagi guru memberi apresiasi tinggi, dan memberi reinforcement terhadap apa yang dihasilkan oleh peserta didik. Karakteristik Peserta Didik Dewasa Memahami karakteristik peserta didik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Tujuannya adalah, supaya pendekatan, strategi, metode pembelajaran yang dipilih guru sesuai dengan karakteristik peserta didik sehingga pengalaman belajar yang akan diberikan berarti dan berguna. Peserta didik orang dewasa juga mempunyai beberapa karakteristik. Malcom Knowles dalam Sutikno (2013:26) menyebutkan ada sejumlah karakteristik peserta didik orang dewasa yaitu (1) orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda-beda; (2) orang dewasa lebih suka menerima saran daripada digurui; (3) orang dewasa lebih memberikan perhatian pada hal yang menarik bagi mereka dan menjadi kebutuhanya; (4) orang dewasa lebih suka dihargai daripada diberi hukuman atau disalahkan; (5) orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempu-nyai kecenderungan untuk menilai lebih rendah kemampuan belajarnya; (6) apa yang bisa dilakukan orang dewasa menunjukkan tahap pemahamannya; (7) orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama; (8) orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan itikad yang baik, adil, dan masuk akal; (9) orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya, oleh karena itu, mereka lebih cenderung tidak mau bergantung pada orang lain; dan (10) orang dewasa menyukai hal yang praktis. Sedangkan menurut Syamsu (1994), karakteristik peserta didik dewasa secara umum ditandai dengan beberapa hal seperti, (1) konsep diri peserta didik dewasa bergerak dari seorang pribadi yang bergantung ke arah pribadi yang mandiri, (2) peserta didik dewasa mengakumulasi banyak pengalaman yang diperolehnya sehingga menjadi sumber belajar yang berkembang, (3) kesiapan belajar peserta didik dewasa cenderung meningkat, dan (4) orientasi belajar peserta didik dewasa dari yang terpusat pada materi beralih menjadi terpusat pada masalah. Konsepsi Taking Learning to Task Secara harafiah, taking learning to task berarti mengambil tugas belajar (http://id.wikipedia. org). Namun esensinya adalah, membawa peserta didik mendapatkan pengalaman belajar melalui tugas berbagai belajar. Taking learning to task tidak berpusat pada guru, juga tidak berpusat pada peserta didik, melainkan berpusat pada pembelajaran (teaching centered). Maksudnya, strategi ini ingin memfokuskan bahwa pembelajaran, khususnya untuk orang dewasa Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 73 Taking Learning to Task akan efektif jika mereka mendapatkan pengalaman belajar melalui tugas belajar yang mereka dapatkan. Pembelajaran harus didesain menarik, ada urgensinya, dan bermakna bagi peserta didik, sehingga mereka mendapatkan manfaat. mempunyai pengetahuan/pengalaman dalam dirinya, yang tertata dalam bentuk struktur kognitif. Inilah yang dinamakan kapasitas. Peserta didik memiliki kapasitas atau modalitas yang tidak diragukan lagi untuk terlibat dalam tugas-tugas belajar. Tanpa keterlibatan peserta didik, sejatinya Jane Vella (2009) mempertegas, bahwa tugas tidak ada pembelajaran. belajar sebagai sebuah pendekatan pembelajaran Teori belajar menyatakan secara tegas yang masih ‘segar’ untuk peserta didik dalam mengenai ‘apa yang seharusnya’ dilakukan belajar. Menurutnya, belajar hanya terjadi oleh seorang peserta didik manakala ia dengan segera jika peserta didik terlibat dalam berada di kelas, dalam laboratorium, tugas tugas belajar. Peserta didik tidak hanya perpustakaan, atau berbagai lokasi tempat menerima pengetahuan, namun mereka terjadi proses pembelajaran. Kapasitas melakukan transfer pengetahuan baru, keteramitulah yang dalam kondisi normal, peserta pilan. dan sikap kepada peserta didik lainnya. didik seharusnya memiliki motivasi dan Sedangkan Hurlock (2006) berpendapat, passion untuk belajar melalui berbagai pengkarena orang dewasa sebagai peserta didik yang alaman belajar yang diciptakan oleh guru. unik dan berbeda dengan anak usia dini dan 2. Peserta didik anak remaja, maka belajar, ketika meproses pembelareka secara aktif jaran orang terlibat dengan Keberhasilan pembelajaran karena dewasa akan konten, kognitif, kontribusi yang signifikan antara berlangsung jika emosional, dan mereka terlibat guru sebagai designer pembelajaran fisik. langsung dalam dan peserta didik sebagai pihak Asumsi ini didatugas belajarnya. yang harus mengerjakan, sarkan pada sebuBeberapa konsemengalami, berbuat, berproses ah prinsip belajar psi mengenai terhadap apa yang sudah didesain yaitu, belajar akan tugas belajar oleh guru. berhasil jika peseperti tersebut di serta didik aktif. atas, diper-kuat Tugas belajar akan bahwa, taking berhasil manakala ada inisiatif sendiri yang learning to task didasarkan atas beberapa asumsi melibatkan pribadi peserta didik seutuhnya, logis yaitu, (1) peserta didik datang dengan baik perasaan, intelektual, dan fisik yang kapasitas untuk melakukan pekerjaan yang dapat memberi-kan hasil yang mendalam melibatkan dirinya dalam belajar; (2) peserta dan lestari. didik belajar, ketika mereka secara aktif terlibat dengan konten, kognitif, emosional, dan fisik; (3) 3. Konten baru bisa hadir melalui tugas belajar. konten baru bisa hadir melalui tugas belajar; dan Asumsi ini didasarkan pada salah satu teori (4) tugas belajar mengarah pada akuntabilitas belajar konstruktivisme. Teori ini berpenda(pertanggung-jawaban), karena peserta didik pat, peserta didik telah memiliki apa yang dituntut untuk mempertanggungjawabkannya. dinamakan dengan entering behaviour 1. Peserta didik datang dengan kapasitas berupa pengalaman, pengetahuan, keteuntuk melakukan pekerjaan yang rampilan, dan sikap. Jika apa yang dimiliki melibatkan dirinya dalam belajar. peserta didik tersebut bermanfaat dalam Asumsi ini menurut penulis didasarkan membantu menyelesaikan tugas belajar, pada salah satu teori belajar kognitivisme maka konten belajar baru muncul dan dengan tokohnya Piaget, Bruner, dan peserta didik diperkaya dengannya. Ausubel. Intinya adalah, setiap orang telah 74 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Taking Learning to Task 4. Tugas belajar mengarah pada akuntabilitas (pertanggungjawaban), karena peserta didik dituntut untuk mempertanggungjawabkan. 13. Tugas belajar menghasilkan dokumentasi akademis yang lengkap. 14. Tugas belajar membuat manajemen waktu lebih efisien. Pembelajaran, atau apapun namanya, bukan usaha sepihak. Keberhasilan pembelajaran karena kontribusi yang signifikan antara guru sebagai designer pembelajaran dan peserta didik sebagai pihak yang harus mengerjakan, mengalami, berbuat, berproses terhadap apa yang sudah didesain oleh guru. Oleh karena itu, belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya/mengalami. Belajar menjadi lebih lancar jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu. Hasil tugas belajar kemudian dipertanggungjawabkan kepada guru dan juga peserta didik lainnya, bahkan juga kepada orang tua dan masyarakat. Sedangkan More (2005) menyatakan bahwa, taking learning to task sebagai sebuah strategi pembelajaran yang tepat untuk peserta didik dewasa, karena alasan berikut. 1. Aktivitas guru semakin berkurang (tidak dominan), namun sebaliknya aktivitas peserta didik semakin besar dan kompleks; hal ini semakin baik. 2. Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa, hal ini juga semakin baik. Waktu yang banyak dipergunakan siswa untuk mengambil tugas belajarnya. 3. Sesuai dengan kesiapan dan kematangan peserta didik dewasa yang terus bertambah. Vella (2009) memberikan beberapa alasan mendasar mengapa taking learning to task efektif sebagai strategi pembelajaran peserta didik dewasa. Di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Tugas belajar ‘menghentikan’ guru dan peserta didik dari hanya berkata-kata. 2. Ada insurance atau jaminan keterlibatan peserta didik yang tinggi dengan tugas belajar. 3. Tugas belajar memberi ruang yang luas terhadap munculnya pemikiran kritis. 4. Sebuah tugas belajar menjamin kerja peserta didik yang komprehensif. 5. Tugas belajar juga memastikan penyelesaian semua pencapaian sasaran. 6. Produk tugas belajar menawarkan indikator (kompetensi) yang substantif. 7. Evaluasi belajar lebih variatif, tidak hanya hasil namun juga proses. 8. Tugas belajar dapat memanfaatkan formasi kelompok kecil. 9. Tugas belajar memungkinkan dialog intragrup yang konstruktif. 10. Peserta didik menjadi subjek pembelajaran karena terlibat dalam tugas belajar. 11. Tugas belajar dapat beragam untuk semua jenis peserta didik. 12. Tugas belajar melibatkan semua domain (fungsi kognitif, fungsi afektif, dan fungsi psikomotorik). Model Pembelajaran untuk Tugas Belajar Moore (2005:257), mendefinisikan model pembelajaran sebagai prosedur atau langkahlangkah sistematis dalam mengorganisasikan/ mengatur pengalaman belajar yang hendak dialami peserta didik untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga sebenarnya model pembelajaran sama artinya dengan pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran. Model pembelajaran merupakan suatu deskripsi lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus, desain unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku pelajaran, buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer. Knowles(1986:48), menyebutkan beberapa model pembelajaran orang dewasa dalam rangka tugas belajar, seperti small group discussion, role play and simulation, case study, discovery learning, self directed learning, cooperative learning, collaborative learning, contextual instruction, project based learning, dan problem based learning. Tabel 1 memberikan gambaran konkrit keterkaitan antara model pembelajaran sebagai implementasi taking learning to task dan tugas Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 75 Taking Learning to Task Tabel 1: Implementasi Taking Learning to Task dan Kaitannya dengan Model Pembelajaran Model Pembelajaran Small Group Discussion Aktivitas Guru - Simulation - - Discovery learning - - Self-Direct Learning 76 - Aktivitas Peserta Didik Membuat rancangan dan materi diskusi. Menjadi moderator sekaligus mengulas hasil diskusi peserta didik pada setiap akhir sesi. Memilih bahan diskusi. - Merancang situasi /kegiatan, dapat berupa bermain peran, model komputer, atau berbagai latihan simulasi. Membahas kinerja peserta didik. - Guru memberi rangsangan berupa masalah yang harus dipecahkan Memeriksa dan memberi ulasan terhadap hasil belajar mandiri peserta didik. - - - - Sebagai fasilitator Memberi penjelasan pengertian self direct learning dan apa yang harus dilakukan peserta didik. - Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Tugas Belajar Peserta didik Membentuk kelompok (5-10 orang). Memilih bahan diskusi. Mempresentasikan makalah/hasil kerja kelompok dan mendiskusikannya di kelas. - Berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi Mempelajari dan menjalankan suatu peran. Mempraktikkan/mencoba berbagai model (komputer) yang telah disiapkan. - Memerankan seorang tokoh dalam sosio drama - Sebagai enumerator mengumpulkan data lapangan - Mensimulasikan suatu program komputer hasil kreasinya Mencari, mengumpulkan, dan menyusun, informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan. Mempresentasikan hasil tugas belajar berupa temuantemuan beserta analisanya. - Membuat hipotesa - Menganalisi masalah yang terjadi - Mengumpulkan data (data collection - Mengolah data (data processing - Melakukan pembuktian hipotesa (verification) - Menyimpulkan Merencanakan kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajarnya sendiri. Mempresentasikan hasil tugas belajarnya. - Membuat suatu schedule untuk menyelesaikan sebuah proyek /portofolio - Melaksanakan kegiatan sesuai schedule - Memberi penilaian apakah kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik dan memberi hasil yang optimal Taking Learning to Task Model Pembelajaran Cooperative learning Aktivitas Guru - - Collaborative Learning - - Contextual Instruction - - Tugas Belajar Peserta Didik Aktivitas Peserta Didik Merancang dan memantau proses belajar dan hasil belajar kelompok peserta didik. Menyiapkan suatu masalah/kasus atau bentuk tugas untuk diselesaikan oleh peserta didik secara berkelompok - Merancang tugas yang bersifat open ended. Sebagai fasilitator dan motivator. - Menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengaitkannya dengan situasi nyata dalam kehidupan seharihari, kehidupan dunia kerja. Misalnya: profesionalitas dalam bekerja, manajemen organisasi, atau mengenai entrepreneurship. Menyusun tugas peserta didik untuk studi ke lapangan. - - Membahas dan menyimpulkan masalah/tugas yang diberikan guru secara berkelompok. Mempresentasikan hasil tugas belajar. - - - - Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas. Mempresentasikan hasil tugas belajar. - Membahas konsep (teori) berkaitan dengan situasi nyata. Melakukan studi lapangan/terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori dengan kondisi riil. Mempresentasikan hasil tugas belajar. - - Menganalisis masalah/kasus dari berbagai sudut pandang. Misalnya, bagaimana mengurangi kemacetan saat mudik lebaran. Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil menyelesaikan masalah /kasus yang ada Melakukan praktikum di laboratorium secara kelompok Mengisi Lembar Kerja Siswa (LKS) berdasarkan hasil praktikum Melakukan studi lapang kesebuah perusahaan terkenal - - Membandingkan antara teori (misalnya: manajemen organisasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan) dengan kondisi riil perusahaan tersebut Menganalisis apakah ada hubungan yang signifikan antara teori organisasi dengan kinerja perusahaan tersebut Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 77 Taking Learning to Task Model Pembelajaran Cooperative learning Aktivitas Guru - - Collaborative Learning - - Contextual Instruction - - 78 Tugas Belajar Peserta Didik Aktivitas Peserta Didik Merancang dan memantau proses belajar dan hasil belajar kelompok peserta didik. Menyiapkan suatu masalah/kasus atau bentuk tugas untuk diselesaikan oleh peserta didik secara berkelompok - Merancang tugas yang bersifat open ended. Sebagai fasilitator dan motivator. - Menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengaitkannya dengan situasi nyata dalam kehidupan seharihari, kehidupan dunia kerja. Misalnya: profesionalitas dalam bekerja, manajemen organisasi, atau mengenai entrepreneurship. Menyusun tugas peserta didik untuk studi ke lapangan. - - Membahas dan menyimpulkan masalah/tugas yang diberikan guru secara berkelompok. Mempresentasikan hasil tugas belajar. - - - - Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas. Mempresentasikan hasil tugas belajar. - Membahas konsep (teori) berkaitan dengan situasi nyata. Melakukan studi lapangan/terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori dengan kondisi riil. Mempresentasikan hasil tugas belajar. - - Menganalisis masalah/kasus dari berbagai sudut pandang. Misalnya, bagaimana mengurangi kemacetan saat mudik lebaran. Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil menyelesaikan masalah /kasus yang ada Melakukan praktikum di laboratorium secara kelompok Mengisi Lembar Kerja Siswa (LKS) berdasarkan hasil praktikum Melakukan studi lapang kesebuah perusahaan terkenal - - Membandingkan antara teori (misalnya: manajemen organisasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan) dengan kondisi riil perusahaan tersebut Menganalisis apakah ada hubungan yang signifikan antara teori organisasi dengan kinerja perusahaan tersebut Taking Learning to Task belajar yang harus dilakukan peserta didik dan peran/tugas guru. Keunggulan Taking Learning to Task Hasan (1996) menyatakan, munculnya berbagai strategi pembelajaran menunjukkan, tidak ada sa tupun stategi pembelajaran yang paling sesuai untuk segala tujuan pembelajaran, jenis materi, dan proses pembelajaran. Semua strategi pembelajaran yang ada pada dasarnya adalah untuk saling melengkapi. Oleh karena itu, setiap strategi pembelajaran pasti memiliki keunggulan sekaligus memiliki kelemahan, termasuk strategi pembelajaran taking learning to task sebagai strategi pembelajaran bagi peserta didik dewasa. Fanany (2013) menyebutkan beberapa kelebihan implementasi strategi taking learning to task untuk pembelajaran bagi orang dewasa. Kelebihan itu antara lain adalah, (1) derajad partisipasi peserta didik sangat tinggi, karena harus menyelesaikan tugas belajarnya sejak awal hingga akhir pembelajaran; (2) dalam situasi tertentu, kemampuan bekerja sama peserta didik akan meningkat jika mereka harus menyelesaikan tugas belajar dalam sebuah team work; dan (3) mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan bertindak kreatif. Sedangkan Sutikno (2013) menyatakan, beberapa kelebihan strategi pembelajaran ini bagi peserta didik dewasa ini antara lain adalah, (1) peserta didik memperoleh pengalaman langsung ketika mereka harus menyelesaikan tugas belajarnya di lapangan; (2) peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar di sekolah, di tempat praktek kerja, atau di masyarakat; dan (3) peserta didik dilatih mengikuti suatu proses berurutan setahap demi setahap dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya, terutama berkaitan dengan memecahkan suatu masalah, melakukan eksperimen. Kelebihan lain menurut penulis adalah, (1) taking learning to task menciptakan sebuah lingkungan pembelajaran yang menempatkan siswa benar-benar sebagai subjek belajar, menghargai originalitas pemikiran peserta didik, kontribusinya, dan pengalaman selama menyelesaikan tugas belajarnya; (2) memberi kesempatan kepada peserta didik menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran; (3) mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah; (4) mengembangkan kemampuan berpikir divergen dalam memecahkan suatu masalah; (5) menumbuhkan semangat pantang menyerah, daya juang tinggi, dan sikap disiplin untuk menyelesaikan tugas-tugas belajarnya; dan (6) menciptakan manusiamanusia pembelajar. Kelemahan Taking Learning to Task dan Cara Mengatasi Kelemahan penerapan taking learning to task, menurut penulis terletak pada hal yang sifatnya teknis dan bukan substantif. Karena, strategi ini fokusnya menekankan pada proses belajar yang harus dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan tugas belajarnya. Kelemahan tersebut di antaranya adalah, (1) membutuhkan waktu relatif banyak dibandingkan dengan pembelajaran yang berorientasi pada pencapain hasil dan sekedar memenuhi target kurikulum; (2) belum semua guru memahami bagaimana memberi tugas-tugas belajar yang memiliki bobot kemaknaan (meaningful), urgensi, dan nilai kegunaan bagi pesert didik; dan (3) tidak semua peserta didik datang ke sekolah berbekal motivasi yang tinggi dan passion untuk belajar, apalagi harus terlibat dalam tugas belajar yang menuntut kesiapan, kemauan, dan mentalitas yang kuat untuk menyelesaikan tugas belajarnya. Mencermati kelemahan penerapan taking learning to task tersebut di atas, maka prasyarat mendasar supaya strategi ini berhasil diterapkan adalah:, (1) ada perubahan mind set guru, bahwa menyelesaikan target kurikulum bukanlah indikator mutlak keberhasilan pembelajaran, namun terpenting adalah mengantar peserta didik melewati proses pembelajaran bermakna dan bermanfaat dengan membawa anak ke dalam tugas belajar; (2) menuntut profesionalitas (kompetensi) guru memilih materi esensial dan menentukan tugas belajar yang relevan bagi peserta didik untuk menguasai materi esensial Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 79 Taking Learning to Task tersebut; (3) guru harus mampu melakukan pra kondisi atau pengkondisian kelas agar peserta didik dengan senang hati, penuh motivasi siap menyelesaikan tugas-tugas belajar; dan (4) harus ada paradigma baru dari peserta didik, bahwa keberhasilan belajarnya bukan usaha sepihak dari guru, namun juga karena partisipasi peserta didik. Simpulan Kesimpulan Taking learning to task memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Tugas belajar menghasilkan sejumlah kompetensi ketika peserta didik berinteraksi dengan konten dan kegiatan belajar. Tugas belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa berbagai tugas belajar, baik dari sisi kuantitas dan kualitas (jumlah, kedalaman) hanya terjadi melalui strategi pembelajaran yang diterapkan di dalam proses pembelajaran. Taking learning to task memberi kesempatan peserta didik untuk bekerja secara nyata sebagai wujud poses belajarnya. Oleh karena, itu strategi pembelajaran ini menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar penuh, yang ditunjukkan dengan aktivitas menyelesaikan tugas belajarnya. Dalam perspektif ini, guru tidak lagi dominan; sebaliknya aktivitas peserta didik semakin besar, maka hal ini semakin baik. Dengan demikian, guru memiliki sedikit waktu untuk mengaktifkan siswa, hal ini juga semakin baik. Waktu yang banyak justru dipergunakan peserta didik untuk mengerjakan tugas belajarnya. Taking learning to task sangat sesuai dengan kesiapan dan kematangan peserta didik dewasa yang terus bertambah, khususnya dari sisi kemampuan kognitifnya. Taking learning to task menghasilkan sejumlah dokumen akademik dan scientific document sebagai bukti bahwa peserta didik telah menguasai sejumlah ilmu dan pengetahuan tertentu sebagai prasyarat menyelesaikan tugas belajarnya. 80 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Saran Memperhatikan kelemahan yang ada dari implementasi strategi pembelajaran orang dewasa ini, beberapa saran disampaikan sebagai berikut. 1. Guru tidak perlu khawatir jika target kurikulum tidak tercapai karena fokus kurikulum nasional (KBK, KTSP, Kurikulum 2013) lebih menekankan proses, bukan hasil. Apalagi, hasil Ujian Nasional (UN) fokusnya sebagai instrumen pemetaan kondisi pendidikan daerah dan nasional, dan tidak lagi dijadikan penentu kelulusan. 2. Guru harus memahami dan mampu menentukan berbagai tugas belajar yang dapat membawa peserta didik ke arah higher order thinking. Bukan saatnya lagi berpikir, yang penting memberi tugas belajar, tanpa menyadari ada maknanya, urgensinya, dan manfaatnya atau tidak. 3. Peserta didik harus menyadari, tugas-tugas belajar, merupakan salah satu bentuk latihan untuk membentuk pribadi yang smart, terampil, berpikir kritis, kreatif, disiplin, dan tidak mudah menyerah. Daftar Pustaka Crowl, T. K., Kaminsky, S., & Podell, D. M. (1997). Educational psychology: Windows on teaching. Madison, WI: Brown and Benchmark Fanany, El. (2013). Guru sejati guru idola. Yogyakarta: Araska Hurlock, Elizabeth. (2006). Psikolog perkembangan (suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan). Jakarta: Erlangga Knowles, Malcom. (1986). The adult leaner a neglected species. London:Gulf Publishing More, Kenneth. (2005). Effective instructional strategies; From theory to practice. London: SAGE Publications Quirk, M. (2006). Intuition and metacognition in medical education: Keys to developing expertise. New York: Springer Publishing Company, Inc Taking Learning to Task Sulaeman, Dadang. (1988). Teknologi/metodologi pengajaran. Jakarta: Departemen Keguruan Nasional, Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Sutikno, Sobry. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Upaya kreatif mewujudkan pembelajaran yang berhasil. Lombok: Holistica Vella, Jane. (2009). Taking learningto task: Creative strategies for teaching adults. Boston: Jossey-Bass http://www.learnersdictionary.com/definition /task http://id.wikipedia.org/ Kompas, 14 Juli 2016 Syamsu M. (1994). Teori belajar orang dewasa. Jakarta: Depdikbud Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 81 Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani Opini Memaknai Dosa Melalui Pendidikan Kristiani Paulus Eko Kristianto Email: [email protected] S2- STF Driyarkara Jakarta Abstrak osa kerap kali dimaknai secara tidak tepat sehingga menjadi teror yang menyerang keberadaan manusia secara etis. Masalah ini perlu diatasi dengan pemaknaan dosa secara benar. Tulisan ini membahas makna dosa dan cara manusia membebaskan diri dari dosa dengan menggunakan pendekatan hermeneutika. Setelah melalui pembahasan yang kritis, tulisan ini berkesimpulan, Pendidikan Kristiani Transformasi sebagai pendekatan menolong semua orang beriman untuk hidup sesuai kehendak Tuhan dan mengalami perubahan serta menjadi agen perubahan itu sendiri. Pendidikan ini diharapkan dapat membangun dan mengembangkan perubahan yang dapat terjadi apabila orang mampu menjaga hati diri dan sesamanya untuk menghayati dan memperjuangkan nilai keutamaan agar hidup memiliki kelimpahan berkah. Titik pijak perubahan yakni berangkat dari konsep diri yang positif. D Kata-kata kunci: dosa, hermeneutika, pendidikan kristiani transformatif, konsep diri Interpreting Sin Through Christian Education Abstract Sin often is interpreted incorrectly so that a terror attack human existence ethically. This issue needs to be addressed with the meaning of sin correctly. This paper discussed the meaning of sin and human way to free themselves from sin by using hermeneutic approach. After a critical discussion, this paper concluded, Transformative Christian Education as an approach to help all the faithful to live according to God’s will and subject to change and become agents of change themselves. This study is expected to build and develop the changes that can occur when the heart is able to catch ourselves and each other to live and fight for the primacy of that life has an abundance of blessings. The point of departure changes that depart from a positive self concept. Keywords: sin, Hermeneutics, Transformative Christian Education, Self-concept 82 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Memaknai Dosa Melalui Pendidikan Kristiani Pendahuluan Sering kali orang lain menuduh kita melakukan berbagai dosa, tanpa memahami makna dosa itu sendiri. Dikhawatirkan, kita hanya terjebak pada pelabelan saja agar semua terlihat eksis dan ikut arus saja. Secara sederhana, dosa dipahami sebagai sebuah perbuatan yang melanggar hukum atau perintah Allah sehingga mendukakan hati Allah. Akan tetapi, masalahnya tidak sesederhana itu, karena pemaknaan dosa menimbulkan konsekuensi lebih lanjut. Pelanggaran hukum Allah yang disebut dosa itu akan mendatangkan hukuman, tidak hanya di akhirat tetapi dapat terjadi di dunia. Begitu besar akibat dosa itu, sehingga dosa berat dapat memutuskan hubungan antara manusia dengan Allah. Akibat dosa dapat mempengaruhi suasana batin dan tingkah laku orang yang berbuat dosa. Akan tetapi pemaknaan dosa itu belum tentu benar dan tidak jarang berbuat salah atau kelalaian dianggap juga sebagai dosa. Perasaan berdosa dapat muncul dari diri sendiri atau diberikan oleh orang lain pada hal belum tentu pemahaman atas dosa itu tepat. Acuan umum, melanggar salah satu atau lebih dari Sepuluh Perintah Allah adalah dosa, tetapi besar kecilnya atau berat ringannya pelanggaran dapat bersifat subjektif. Namun, pada dasarnya manusia wajib menghindari perbuatan dosa dan kalau sudah melakukannya, segera memulihkan hubungan dengan Allah melalui pertobatan. Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terdapat berbagai contoh dosa yang dilakukan manusia serta hukuman yang diberikan Allah serta juga cara bagaimana Allah mengampuni orang berdosa. Artikel ini mengajak pembaca memahami makna dosa dan bagaimana manusia bisa bebas dari dosa. Untuk sampai pada tujuan tersebut, penulis mengajukan pendekatan hermeneutika dalam memahami makna dosa. Pendekatan ini diadopsi dari kajian filsafat. Manusia harus segera mengambil tindakan. Manusia tidak boleh terjebak lebih dalam ke lembah dosa sehingga ia membutuhkan sosok penolong guna melewatinya. Pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib dipandang sebagai tindakan penebusan. Penebusan dilakukan karena perwujudan kasihNya bagi dunia. Hal ini makin diperkuat dengan ungkapan-Nya sendiri berupa “Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3: 14-15). Pengorbanan Yesus tidak dilalui dari jalan mulus, melainkan proses peradilan. Peradilan berjalan begitu rupa sehingga kematian-Nya benar-benar menggenapi tuntutan hukum. Cerita akan jadi lain, jika Yesus dibunuh secara diamdiam oleh pembunuh bayaran para imam. Berkenaan dengan pemahaman tersebut, penulis mengajukan Pendidikan Kristiani Transformasi sebagai pendekatan yang menolong semua orang beriman untuk menyadari keberadaannya secara utuh dan otentik, pengorbanan Yesus Kristus di salib, dan menimbulkan hasrat untuk berubah secara spiritual dan berani tampil menjadi agen perubahan bagi dunia dan sekitar. Bagi penulis, hal ini memang tidak mudah. Namun, kita harus terus mengupayakannya dengan menanamkan terlebih dahulu konsep diri yang positif. Pembahasan Hermeneutika Bila ditelaah dalam bahasa Yunani, kata ‘hermeneutika’ berasal dari hermeneunein. Kata tersebut berarti menafsirkan. Rupanya, upaya tersebut telah mengingatkan pada tokoh mitologis yang bernama Dewa Hermes. Hermes digambarkan sebagai sosok yang memiliki kaki bersayap dan lebih dikenal dengan sebutan Mercurius dalam bahasa Latin. Tugas Hermes yakni menerjemahkan pesan dari dewa di gunung Olympus dalam berbagai bahasa yang mudah dipahami manusia. 1 Tugas Hermes dapat dikatakan vital karena bila terjadi kesalahan maka menimbulkan kefatalan bagi seluruh kehidupan manusia. Berpijak pada tugas dan identitas dewa Hermes, hermeneutika dipahami sebagai sebuah proses pengubahan sesuatu dari kondisi tidak tahu menjadi mengerti. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 83 Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani Hermeneutika telah dikembangkan dalam teks membakukan wacana yang sifatnya cepat berbagai bentuk sepanjang perjalanan sejarah berlalu. Kedua, ketika teks dibakukan, teks dan kronologi waktu. Setidaknya, Hardiman mempunyai otonominya sendiri. Artinya, teks memetakannya berikut beserta filsuf bisa dipakai orang lain dengan maksud yang produsennya: Hermeneutika Reproduktif berbeda dengan si pengarangnya. Ketiga, teks Schleiermacher, Hermeneutika Reproduktif menunjuk ke dunia yang bisa dimengerti secara Dilthey, Hermeneutika Faktisitas Heidegger, eksistensial. Artinya, ada makna simbolis yang Hermeneutika Demitologisasi Bultman, hendak disampaikan berkaitan dengan realitas. Hermeneutika Filosofis/ Produktif Gadamer, Keempat, wacana yang sudah dibakukan Hermeneutika Kritis Habermas, Hermeneutika dialamatkan kepada siapa saja yang dapat Kritis Ricoeur, Hermeneutika Radikal Derrida.2 membacanya. 4 Dengan demikian, horizon Dari berbagai bentuk tersebut, kita bisa pemikiran kita harus luas di mana teks tidak memahami bahwa pengertian yang sangat luas hanya dimaknai sebagai tulisan melainkan dari hermeneutika itu merupakan kesibukan tindakan manusia, bahkan narasi kehidupan ini. filsafat. Dengan demikian, ajaran, asas, nilai, Teks tersebut dibaca.5 Pembacaan tersebut dan norma religius yang mengikat dapat melihat adanya sebuah ucapan yang dihubungditafsirkan dengan berbagai cara tertentu, dan kan dengan diskursus, yakni sebuah peristiwa karena cara tafsir dan kejadian disbisa berbeda, kursus. Pada awaltermasuk hermenya, teks hanya Dengan demikian, horizon neutika menjadi memiliki pengerpemikiran kita harus luas di mana tempat kelahiran tian, hubungan aliran pemainternal atau sebuteks tidak hanya dimaknai sebagai haman teks yang ah struktur, kini tulisan melainkan tindakan baru. teks memiliki makna manusia, bahkan narasi perwujudan dalam Dalam kajian kehidupan ini. diskursus subyek h er m e ne u t ik a , yang membaca. 6 perlu dipahami Diskursus mengdua hal penting giring adanya makna. Makna muncul karena yakni antara memahami dan menafsirkan atau adanya proses refleksi hermeneutika. Artinya, interpretasi. Hardiman menunjukkannya secara kolaboratif demikian, dengan menafsirkan atau memahami teks tidak akan berakhir pada teks interpretasi, kita mengacu pada kegiatan itu sendiri, melainkan teks memerantarai memahami melalui menyiratkannya secara hubungan subyek (baca: pembaca) dengan verbal dan diskursif, sementara kegiatan dirinya sendiri (teks) yang tidak akan menemumemahami tidak harus demikian. Sisi lain, untuk kan makna hidupnya dalam sebuah sirkuit menafsirkan, perlu dipahami, tetapi memahami pendek refleksi langsung. Oleh karena, refleksi tidak harus dengan menafsirkan, meski cukup tidak akan berarti tanpa diperantarai tanda atau kerap melibatkan penafsiran.3 Dengan demikian, karya dan penjelasan juga tidak bermakna kalau seorang penafsir menunjukkan kompetensi tidak dimasukkan dalam tahap mediasi pada dalam memahami, tetapi kompetensi seperti pemahaman diri. Langkah ini menandakan yang dimiliki penafsir tidak perlu dimiliki adanya proses hermeneutika reflektif sebagai seseorang yang ingin memahami. Namun, perlu pembentukan diri berlangsung bersamaan diketahui, tujuan akhir dari proses interpretasi dengan pembentukan makna. ialah memahami. Ricoeur berpendapat, ‘makna’ tersebut semakin diperluas, karena baginya praktik Hermeneutika Sebagai Upaya Memahami hermeneutika bukan saja mencari makna Teks tersembunyi berdasarkan simbol melainkan Bagian utama dari tindakan hermeneutika upaya memperluas perspektifnya, belajar dari adalah teks. Teks mencirikan empat hal: pertama, simbol, dan memperkaya pengetahuannya.7 Hal 84 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Memaknai Dosa Melalui Pendidikan Kristiani ini dinamakan hermeneutika rekolektif. Namun, hermeneutika model ini bergerak kembali pada sebuah kecurigaan terhadap apa yang tampak secara langsung dan berusaha mengasalkan (atau mereduksikannya) kepada yang lain. Pola ini melahirkan hermeneutika kecurigaan. Kecurigaan menjadi langkah baik dalam mengembangkan interpretasi. Oleh karena, interpretasi mengandung desain gerakan pendugaan menuju pengabsahan. Dugaan tersebut bisa dibantu dengan pertanyaan , (1) siapa yang berbicara, (2) siapa yang bertindak, (3) siapa yang menceritakan sesuatu, dan (4) siapa merupakan subyek moral dari tanggung jawab? 8 Semua pertanyaan tersebut bersifat identitas dan susah dijawab karena dibutuhkan proses klarifikasi yang panjang. Maka bagi Ricoeur, sebuah teks adalah otonom atau berdiri sendiri dan tidak bergantung pada maksud pengarang, pada situasi historis karya atau buku tempat teks tercantum dan pada pembaca pertama. 9 Dengan dikembangkannya pola tersebut, hermeneutika tidak lagi mencari makna tersembunyi di balik teks tetapi mengarahkan perhatiannya pada makna obyektif sebuat teks. Hal ini dilakukan melalui interpretasi sebuah teks dengan membangun hubungan antara dua diskursus (diskursus teks dan interpretasi). Hubungan tersebut berujung pada ketercampuran dunia teks dengan interpretator. Tiga Model Hermeneutika dan Tekstualitas Fakta Sosial Haryatmoko memetakan adanya tiga model hermeneutika dan tekstualitas yang layak kita ketahui guna melihat lebih jauh peran hermeneutika dalam kehidupan.10 Ketiga model tersebut diuraikan berikut. Pertama, hermeneutika telah memerankan fungsi seni pemahaman yang mampu memberikan aturan metodis konkrit dalam menafsirkan teks. Dalam proses operasinya, peran ini agaknya terlihat sangat teknis dan normatif. Setidaknya, bagian ini dapat ditemukan dalam pemikiran filsuf hermeneutika Schleiermacher, Dilthey, dan Droysen. Kedua, hermeneutika diharapkan mampu beranjak dari peran seni pemahaman untuk memberikan tempat kepada refleksi yang lebih bersifat fenomenologis. Dalam hal ini, penafsiran tidak lagi terbatasi atas analisis teks pada disiplin tertentu, melainkan terintegrasi dengan ciri mendasar dari seluruh keberadaan manusia dalam dunia sejarah. Pola demikian, bisa ditemukan pada Heidegger, Gadamer, dan Ricoeur. Ketiga, hermeneutika turut berkelindan dengan teori kritis. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh metode mazhab Frankfurt yang menekankan analisis teori masyarakat. Teori kritis diharapkan mampu mengevaluasi masyarakat dan perkembangannya dengan perspektif nilai tertentu. Setidaknya, kritik ini telah mengadili tingkat kebebasan masyarakat sehingga bagi anggotanya telah mendorong ke pembebasan, perubahan, dan kemajuan. Pola ini dapat ditemukan pada Habermas, Foucault, Bourdieu, Derrida, dan Ricoeur. Berpijak pada deskripsi tiga model di atas, kita bisa melihat bahwa rupanya Ricoeur banyak berkelindan dengan teori kritis. Dalam hal ini, ia banyak bersinggungan dengan ciri tekstualitas dalam tindakan. Tindakan tidak dimulai dari nol melainkan kemungkinan dari meniru, melalui belajar dari yang telah dibuat, dengan mendengar, melihat, atau membaca. Dalam uraian pemikirannya, Ricoeur membawanya pada diskusi tentang mimesis. Mimesis menyajikan tindakan meniru, mengulang, mengikuti, meneladan, memalsu, dan menciptakan kembali. Untuk sampai pada pemikiran tersebut, Ricoeur menggunakan metode fenomenologi Husserl tetapi tidak seluruhnya digunakan. Ia banyak memperhatikan kajian tentang mencari eidos atau hakikat sesuatu. Hal ini dilakukannya karena Ricoeur ingin memberikan eidetika tentang kehendak yang tertuang melalui sikap memutuskan, melakukan, dan menyetujui. Bagi Ricoeur, ‘memutuskan’ sudah termasuk proyek atau rancangan, pilihan, dan motivasi. Kalau dilihat sepintas, hal tersebut tampak ciri khas fenomenologi Husserl tetapi sebenarnya, pemikiran ini kurang memadai menurut Ricoeur. Bagi Ricoeur, jika beralih ke faktor yang tidak dikehendaki berkenaan dengan bidang ini, misalnya pelbagai kebutuhan, kesenangan, dan ketidaksenangan, maka fenomenologi Husserl terlihat kurang memadai. Hal ini dikarenakan Husserl terlalu membatasi pada kesadaran murni yang jelas berhubungan Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 85 Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani dengan pengalaman tubuh dan sejarah pribadi seseorang. Oleh karenanya, Ricoeur mengembangkannya pada uraian partisipasi eksistensial dengan integrasi dari pemikiran Gabriel Marcel melalui analisisnya berkenaan tubuh. Berpindah pada ‘melakukan’, Ricoeur menunjukkan tindakan paling sering dilakukan berkenaan dengan pola ini ialah menggerakan tubuh. Hal ini terlihat sederhana, tetapi Ricoeur menganggapnya serius karena ia melihat tubuh dipandang sebagai alat perbuatan yang dimungkinkan terjadi berbagai kesulitan besar, di antaranya keterlibatan tubuhnya dalam dunia material. Ricoeur terlihat sangat memberi catatan terhadapnya karena ia tidak ingin terjebak pada pandangan manusia sebagai dua hal tubuh dan jiwa tanpa memperhatikan kesatuannya. Lagi pula, Ricoeur merasa kehendak telah melebur pada berbagai hal yang tidak dikehendaki, seperti insting, emosi, dan berbagai kebiasaan. Ricoeur melihat fenomena percobaan menjadi semacam jembatan antara yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Berlanjut pada ‘menyetujui’, Ricoeur turut melihatnya sebagai tindakan menerima dan membuat menjadi miliknya sendiri. Dalam hal ini, menyetujui itu menyangkut faktor yang tidak dikehendaki sebagaimana biasa disebut keniscayaan. Keniscayaan yang dimaksud Ricoeur di sini ialah keniscayaan yang dihayati. Artinya, keniscayaan yang berhadapan dengan manusia secara obyektif, melainkan melekat pada subyektivitasnya. Keniscayaan yang dihayati ini mencakup watak, ketidaksadaraan dan apa yang dengan suatu istilah umum dapat disebut kehidupan, misalnya fase-fase pertumbuhan dan kelahiran. Prolog Keberdosaan Manusia Lukas 7: 36-50 mengulas peristiwa Yesus diurapi oleh perempuan berdosa. Dalam teks tersebut, perempuan yang mengurapinya (membasahi kaki-Nya dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi) dilabel sebagai perempuan berdosa. Teks tersebut tidak menjelaskan makna dosa dan tiba-tiba langsung dilabelkan pada dirinya (ay. 37). 86 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Melalui cuplikan pemahaman di atas, penulis mencoba merenungkan makna dosa dari kacamata Ricoeur. Penulis sengaja memilih pemikirannya karena Ricoeur dengan tegas membuat distingsi antara noda (defilement), dosa (sin), dan kesalahan (guilt). 11 Bagi penulis, distingsi ketiganya dapat memberi sumbangan positif bagi ketercampuran pemahaman noda, dosa, dan kesalahan yang biasa dilakukan. Secara singkat digambarkan, noda atau kecemaran merupakan kesadaran religius atas kontaminasi yang mengakibatkan hilangnya kemurnian etis seseorang. Sedangkan, dosa digambarkan sebagai ketersesatan dari kehendak Allah. Lalu, kesalahan lebih mengarah pada dirinya sendiri sebagai wujud peralihan dari kesalahan religius ke etis. Makna Dosa dari Tradisi Kristiani Teks Alkitab tidak menjelaskan eksplisit mengenai asal dosa. Bahkan, Allah pun tidak bisa dilabelkan sebagai sumber dosa sebab Ia merupakan terang dan sama sekali tidak ada dosa di dalamnya. Ia malah berinisiasi untuk memulihkan hubungan manusia dan Allah yang rusak karena dosa melalui kehadiran dan pengorbanan Yesus Kristus. Kalaupun asal dosa dijelaskan, ia biasa dilekatkan dalam iblis. Iblis dilabel sebagai asal dosa. Cerita bagaimana Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena bujukan iblis kerap menjadi sumber pemahaman asal dosa (Kej. 3: 1-7). Kalau diteliti lebih jauh, manusia jatuh dalam dosa bukan semata karena iblis, melainkan manusia telah mengambil keputusan di antara mendengarkan firman Allah atau kata-kata iblis. Dengan kata lain, manusia telah kalah dalam pergumulannya melalui persimpangan etisnya. Maka, penulis boleh merasa tidak pantas apabila penulis senantiasa menyudutkan iblis sebagai sumber dosa. Melalui gambaran di atas, penulis merasa kesulitan menemukan asal dosa tersebut, kecuali menggesernya menjadi apa yang disajikan Alkitab mengenai dosa. Penulis berkesimpulan, Alkitab memang tidak menguraikan asal dosa melainkan pengakuan dosa. Contoh nyata, kajian tersebut merujuk pada Mamur 32: 5 tertulis, “Dosaku kuberitahukan kepadaMu dan Memaknai Dosa Melalui Pendidikan Kristiani kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: ‘Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku’ dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.” menceritakan peristiwa yang terjadi pada awal waktu dan bertujuan memberikan dasar bagi tindakan ritual manusia sekarang.13 Dalam hal ini, mitos secara umum dapat dipahami sebagai bentuk tindakan dan pikiran dengan mana manusia memahami dirinya di dunia. Sedangkan, simbol selalu memiliki tujuan mengutarakan makna. Mitos dan simbol saling berkaitan dan memiliki arti yang sama. Mitos bisa dipahami sebagai simbol dalam bentuk narasi. Alkitab menunjukkan dua versi dalam menjelaskan makna dosa. Perjanjian Lama menunjukkan dosa setidaknya melalui tiga kata kunci yakni kehilangan, menyimpang, dan memberontak. 12 Kehilangan berarti manusia telah kehilangan tujuan karena ketidaktahuannya terkait peraturan yang disampaikan oleh Allah (Kel. 20: 20; Ams. 8: 36). Sedangkan Noda, dosa, kesalahan merupakan bagian kata ‘menyimpang’ dipahami bahwa manusia dari simbol. Noda dan dosa memiliki kesinamtelah melanggar dan menyimpang dari kehendak bungan. Noda yang bersifat eksternal Allah. Kalau begitu, kata ini dimungkinkan ditransformasikan menjadi bentuk internal dimaknai kesalaberupa dosa. 14 han bukan dosa. Secara konkrit, Lalu, kata ‘membenoda dianggap rontak’ bisa dipabenda sedangkan Mereka menghayati dosa hami pemberondosa menggamdigambarkan sebagai jalan takan atas kekuabarkan absennya berkelok, salah sasaran, saan hukum Allah Allah. Noda dipapemberontakan dan ketersesatan dengan sadar (1 hami sebagai dari kehendak Allah. Raja. 12: 9; 2 Raja. peristiwa yang 8: 20; Hos. 8:1). menimbulkan Sedikit mirip ketakutan. Dalam dengan Perjanjian hal ini, Ricoeur Lama, Perjanjian Baru menyajikan pemahaman menyebutnya sebagai teror etis pada pelakunya dosa berupa pelang-garan hukum Allah (1 Yoh. dan menuntut hukuman setimpal untuk 3: 4), perbuatan tanpa kasih (1 Yoh 4: 8), pemurnian kembali yakni memulihkan tatanan. ketidaktaatan, ketidaksetiaan, dan tidak percaya. Namun, Ricoeur mengingatkan bahwa noda Bila pemaknaan dosa di atas dikembalikan bukan merujuk pada bentuk kelangsungan ke Kej. 3 sebagai kisah etiologi (asal usul), kata hidup melainkan model imajinatif pembersihan 15 ‘dosa’ dapat dipahami sebagai rusaknya filosofis yang terkonstruksi. hubungan baik antara Allah dan manusia yang membuat manusia mengalami banyak penderitaan berikutnya. Dengan kata lain, dosa turut dipahami sebagai tindakan bukan sekedar tidak percaya, melanggar, dan tidak menaati Allah melainkan memusuhi dan memberontak Allah, hidup tanpa Allah, dan tidak layak disebut anak Allah. Noda, Dosa, dan Kesalahan Ricoeur memulai penjelasannya mengenai noda, dosa, dan kesalahan dalam bingkai diskusi mitos dan simbol. Bagi Ricoeur, mitos bukan suatu penjelasan yang palsu melalui gambaran dan cerita, tetapi suatu narasi tradisional yang Noda perlu dibersihkan dan dalam Alkitab, pembersihan sering digambarkan penyembuhan atas penyakit dan hati yang tercemar. Ricoeur menunjukkan noda di sini bukan sekedar noda kotor (stain), melainkan kecemaran (defilement) yang membutuhkan pembersihan. Pembersihan terus dilakukan sampai orang tersebut bersih dan murni (purity). Murni diindikasikan secara fisik dan etis. Beranjak ke pembahasan tentang dosa, pemikiran yang langsung muncul mengenai hal ini adalah zaman Israel. Mereka menghayati dosa digambarkan sebagai jalan berkelok, salah sasaran, pemberontakan dan ketersesatan dari kehendak Allah.16 Dalam hal ini, dosa juga perlu dibersihkan dengan adanya penebus. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 87 Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani Walaupun noda dan dosa perlu dibersihkan, Ricoeur menunjukkan perbedaan keduanya, yakni dalam noda, aku menuduh orang lain, kemudian dalam dosa aku dituduh. Dengan kata lain, penulis melihat ada pergeseran posisi personal di sini. Noda bisa dilekatkan pada orang lain sebagai obyek, lalu dosa menunjuk pada diri kita sebagai obyek. Penulis menduga pertanyaan Yesus pada orang banyak, “Mengapa engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” (Mat. 7: 3) menunjuk pada noda bukan dosa karena kita menyudutkan (menghakimi) orang lain sebagai obyek penderita. Berbicara mengenai kesalahan, Ricoeur menggambarkannya berada dalam relasi dengan sesama. Artinya, ketika manusia berelasi dengan sesamanya, ia menuduh diri sendiri karena kelalaian atau apapun setelah berefleksi (sadar) atasnya. Kalau demikian, kita bisa melihat bahwa ada pergeseran pemahaman di sana. Dosa yang bernada religius bergeser menuju taraf etis karena kesadaran reflektif yang dilakukannya. Noda, dosa, dan kesalahan dipakai Ricoeur guna menggambarkan tentang memahami simbolisme kejahatan. Artinya, Ricoeur tidak sekedar menafsirkan simbol kejahatan, melainkan merefleksikannya secara filosofis untuk menampilkan kembali isi kesadaran religiusnya yang sudah dilupakan.17 Hal ini bisa dipahami bahwa kesadaran simbol kejahatan semata menempatkan pada manusia dan menjadikannya sebagai penyebab kejahatan. Aku Orang Berdosa Berbicara orang berdosa sebagai perenungan filosofis, penulis melihat dosa yang melekat pada diri bukan sekedar berhenti pada kesadaran religius melainkan dicoba dibawa ke arah etis. Artinya, ketika berdosa, manusia memang sedang membutuhkan penebus sebagaimana pemahaman dalam tradisi Kristiani dengan merujuk pada Kristus sebagai korban penebusan. Namun, perlu dilihat bahwa janganjangan manusia itu sendiri penyebab dosa tersebut. Walaupun dalam hal ini, Ricoeur menggunakan kata ‘dosa’ dalam ranah pembahasan mengenai simbolisme kejahatan. 88 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Kalau demikian pemahamannya, penulis juga melihat interpretasi atas dosa bisa dikembangkan sama halnya dengan pemahaman dalam Kej. 3 ketika manusia berdosa karena ia telah gagal dalam persimpangan antara melakukan kehendak Allah atau manusia. Ricoeur memang sedikit membawa diskusi ini dalam relasi dengan Allah. Namun, ia sebenarnya hendak mengatakan adanya ajakan untuk memahami terlebih dahulu perenungan simbol-simbol teks suci melalui fenomenologi pengakuan kemudian membawanya pada perenungan secara filosofis. Artinya, uraian simbolisme kejahatan mengajak pembaca memahami adanya dua tendensi yang perlu diinterpretasi. Tendensi ini merujuk pada upaya melihat kejahatan untuk mendahului pengalaman manusia dalam dirinya dan menempatkan kejahatan dalam dirinya guna menjadikan manusia sebagai penyebab kejahatan tersebut. Kejahatan Setelah meneropong uraian The Symbolism of Evil, T.M. van Leeuwen mengusulkan bahwa kajian tersebut garis besar perjalanan pengalaman manusia melalui tiga tahap perkembangan sejarah melalui kebudayaan kuno, agama monotheis, dan pengalaman sekular-personal.18 Melalui perkembangan sejarah demikian, kejahatan tidak hanya dilihat sebagai tindakan manusia melainkan gambaran kejahatan sebagai penodaan, manusia berada dalam ‘situasi’ jahat dan tersentuh oleh kejahatan, yang menular. Pemahaman kejahatan model demikian membuat kita menjadi semakin bertanya lebih dalam mengenai siapakah manusia dan apa yang membuatnya menjadi semakin terhisap kejahatan yang menular tadi. Mungkin, manusia bisa dibedah lebih jauh melalui pisau antinomi (kenyataan kontroversial) antara pewahyuan dan rasionalitas, iman dan pengetahuan, anugerah dan alami, keberanian dan kegelisahan. 19 Hal ini senada dengan persimpangan manusia dalam Kej. 3 yang coba dibahasakan. Pertanyaan siapakah manusia, mungkin tidak hanya dilihat dari pisau antinomi saja melainkan perspektif religius. Perspektif ini cenderung mengandaikan manusia memang Memaknai Dosa Melalui Pendidikan Kristiani dimungkinkan terhisap dalam konversi pemikiran naturalisme dan dogma sekularisme yang berlawanan dengan refleksi transendental. Refleksi transendental memperlihakan bahwa pencerapan atau persepsi ditandai oleh keterbatasan yang diakibatkan oleh tubuhku sebagai pusat orientasi. Dalam hal ini, tubuh tidak pertama-tama menunjukkan keterbatasan melainkan keterbukaan kepada dunia dan yang lain. Melalui langkah ini, tubuh diharapkan menjadi mediasi guna menjangkau dunia.20 pembatasannya tidak terlalu tajam.22 Clement melihat adanya kerancuan antara istilah tersebut. Ia mempertanyakan apakah benar PAK dapat dilihat sebagai pelayanan gerejawi bagi semua golongan umur sehingga timbul gagasan untuk menggantikan PAK dengan PWG. Atau sebaliknya, PWG merupakan bagian dari PAK23 Menanggapi hal tersebut, PERSETIA mengeluarkan istilah PK guna menghindari kericuhan yang terjadi pada tahun 1996. Setelah memahami bagaimana munculnya istilah PK, perlu pula diketahui pengertiannya secara benar. Menurut Seymour, PK merupakan percakapan kehidupan dan sebuah pencarian yang menggunakan sumber iman dan tradisi budaya yang bergerak menuju masa depan terbuka bagi keadilan dan harapan. 24 Berdasarkan pandangan yang diutarakan oleh Seymour, PK bersifat dialogis yang membicarakan kehidupan bukan bersifat monolog. Refleksi transendental bisa diletakkan dalam keterampilan manusia dalam mencari Allah. Pencarian ini mengandaikan agama mendistingsi dengan teologi berkaitan perasaan, aspirasi, dan tindakan manusia.21 Hal ini turut mengungkapkan keinginan alamiah manusia dalam mencari Allah dan sebaliknya. Allah disinyalir sebagai subyek pencipta manusia guna mengeksplor asi Fokus pendekatan ini adalah pada makna Allah dengMungkin, diri sendiri dan orang lain untuk an mengonstitusi kita bisa meneterjadinya transformasi dalam sebuah aspek mukan banyak hidup baik komunal maupun alamiah manusia salah persepsi pribadi sehingga dapat sebagai substansi dalam memanberpartisipasi dalam masyarakat. ontologis. Manusia dang PK, misaldiharapkan nya PK hanya berproses dengan dilihat sebatas formula untuk metode yang berproses kreatif melalui memproteksi diri dari digunakan seseorang atau kelompok untuk teror eksistensi etis, termasuk distingsi antara menyampaikan suatu hal (contohnya tafsiran agama dengan sekularisme dan sakral dengan suatu kitab) kepada jemaat. Padahal, PK profan. memiliki kaitan yang cukup luas. PK terkait dengan manusia, Tuhan, dan dunia. Ketiga hal Dasar-Dasar Pendidikan Kristiani Transfor- tersebut bisa digambarkan seperti segitiga saling berhubungan. Selain itu, PK juga terkait dengan matif di Sekolah Istilah Pendidikan Kristiani (selanjutnya ditulis individu, komunitas, masyarakat, negara, PK) merupakan hasil diskusi yang panjang. internasional, bumi atau dunia, dan alam Sebelumnya, dikenal istilah Pembinaan Warga semesta. Tak lepas dari itu, PK juga memiliki Gereja (selanjutnya ditulis PWG) dan Pendi- kaitan dengan berbagai ilmu lain. Kaitan PK dikan Agama Kristen (selanjutnya ditulis PAK). dengan ilmu teologi ialah PK membantu seseKeduanya merupakan istilah awal dari istilah orang atau komunitas untuk mampu berteologi PK. PAK memiliki ranah mulai dari pembinaan secara mandiri dengan cara memberi makna dari pada anak, misalnya: sekolah minggu dan PAK perspektif iman Kristen atas pengalaman hidup. di sekolah, kemudian berkelanjutan melalui PK memiliki empat (4) pendekatan. Pendekatan katekisasi. Kemudian, PWG meneruskannya tersebut yaitu instruksional, perkembangan, pada usia muda dan dewasa, sekalipun komunitas iman, dan transformasi sosial. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 89 Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani Meskipun pendekatan yang digunakan dalam PK berbeda, obyek PK tetap sama yaitu misi gereja dalam dunia, peranan komunitas iman, pemahaman seseorang, dan tempat pengajaran atau pembelajaran. 25 Karakteristik keempat pendekatan PK berhadapan dengan dunia, jemaat setempat sebagai setting utama, refleksi teologis sebagai metodologi, menekankan terjadinya pembelajaran yang religius dalam suasana yang ramah, adil, dan terbuka untuk percakapan dan pengungkapan kebenaran.26 Sebelum berbicara mengenai PK Transformatif, perlu dimengerti terlebih dahulu mengenai transformasi. Transformasi merupakan perubahan rupa (bentuk sifat), mengubah struktur inti atau beberapa inti menjadi struktur lahir. Pendekatan ini bertujuan membantu orang dan komunitas untuk mempromosikan kewarganegaraan yang setia dan perubahan sosial. Guru dalam pendekatan ini ialah sponsor yang mengundang peserta didik dalam kemitraan untuk refleksi dan aksi. Peserta didiknya agenagen sejarah yang bebas dan bertanggungjawab mencakup pribadi dan komunitas. Fokus dalam pendekatan ini adalah pada diri sendiri dan orang lain untuk terjadinya transformasi dalam hidup baik komunal maupun pribadi sehingga dapat berpartisipasi dalam masyarakat. Guru dan peserta didik bertumbuh bersama dalam pemuridan yang bertanggungjawab dan melibatkan visi hidup bersama Tuhan, kebaikan Kristus, tempat bagi Tuhan.27 Proses pendidikannya dengan melihat, menilai, dan beraksi. Konteksnya gereja yang berbela rasa dan pelayanannya di dalam dan bersama dunia. Implikasi untuk pelayanan dengan mendukung panggilan gereja untuk jadi cara alternatif dalam melihat kehidupan, berada, dan hidup. Ada beberapa hal penting yang masih berhubungan dengan ini yaitu beberapa pandangan dari Paulo Freire. Freire telah melakukan transformasi di berbagai tempat, salah satunya di Guinea Bissau, dengan pemberantasan buta huruf. Jika melihat dan membaca buku Paulo Freire maka dapat disimpulkan bahwa Freire menekankan pendidikan yang membawa pada upaya penyadaran (konsietisasi) tentang keadaan yang penuh penindasan yang dilakukan melalui refleksi kritis atas pengalaman hidup manusia. Ia juga mengajukan cara 90 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 pendidikan alternatif (pendidikan hadap masalah) yang berlawanan dengan pendidikan gaya bank. Misalnya, pada pendidikan gaya bank terjadi hubungan yang monolog antara guru dan murid sedangkan pendidikan hadap masalah terjadi hubungan yang bersifat dialog dari guru ke murid dan sebaliknya. Pendekatan transformasi sosial mengandung diakonia sebagai wujud dari aksi, diakonia dibagi menjadi tiga yaitu diakonia karitatif, diakonia reformatif, dan diakonia reformatif.28 Ada empat kondisi yang perlu dalam diakonia yang berarti yaitu:29 a. Kesediaan untuk menderita dengan melayani dan memberi diri. b. Kerendahan hati sebagai penentang superioritas terhadap diri sendiri dan menghormati terhadap penentang menuju ke sikap merendahkan diri untuk jadi pelayan. c. Tidak menggunakan diakonia sebagai penyebab untuk dominasi, orang-orang yang memiliki hak istimewa, dan pangkat d. Kesediaan untuk identitas pelayan sebagai poin kehidupan yang jatuh untuk kepentingan. Dalam pendekatan ini, kita juga mengenal komunitas basis dan komunitas sel. Komunitas basis adalah suatu persekutuan umat yang relatif kecil, saling mengenal, tinggal berdekatan atau memiliki kepentingan bersama yang secara berkala mengadakan pertemuan.30 Komunitas sel memiliki ciri lebih ke arah pembinaan dan persekutuan yang beranggotakan 5-10 orang. Selain itu, dalam pendekatan ini juga terdapat pendidikan multikulturalisme. Transformasi Dalam Rahmat Allah Berdasarkan uraian hermeneutika dosa, bisa sedikit disimpulkan bahwa dosa merupakan teror yang senantiasa menyerang keberadaan manusia secara etis. Teror tersebut bisa ditangkis melalui relasinya dengan Allah. Relasi dengan Allah bukan semata perilaku doa saja, melainkan menekankan keintiman. Keintiman bukanlah sebuah formula dan ujian, tetapi hubungan. Keintiman bukan pula berbicara tentang kompetensi dan kesempurnaan. Keintiman berbicara tentang keterhubungan. Keintiman Memaknai Dosa Melalui Pendidikan Kristiani dimulai saat kita memasuki kekacauan hidup. Menerima kenyataan bahwa kita lemah, memiliki kehidupan yang cacat merupakan awal dari keintiman, bukan karena keintiman akan menghapus kelemahan kita namun karena alih-alih mencari kesempurnaan. Kita kini mencari Allah. Dia yang hadir di tengah kekusutan hidup kita. Maka, keintiman sekali lagi bukanlah tentang memperbaiki kerusakan kita melainkan melihat Allah yang hadir di dalam kemelut ketidakberesan kita. Setiap manusia memang rapuh dan berdosa. Namun, ia memiliki Allah yang bertangan terbuka bila manusia senantiasa berupaya mencari Dia. Hubungan Allah dan manusia bisa digambarkan melalui metafora ibu dan anaknya. Ketika anak itu masih kecil, tangan sang ibu terbuka untuk memeluk, menggendong, merawat, mengasuh, dan menyelimutinya dari dinginnya udara malam. Ketika anak itu sudah tumbuh besar dan pergi ke tempat yang jauh, tangan sang ibu terlipat untuk merangkul dan menyertainya dengan doa-doa. Allah penuh kasih dan tidak pernah memaksakan pikiran dan kehendak guru pada para murid. Allah melihat memberikan masukan dan arahan memang baik. Namun, memaksakan keinginan atau kehendak justru bisa melukai hati manusia itu sendiri. Allah hanya ingin hidup intim dengan manusia. Dalam Lukas 5: 8 tertulis, “Ketika Simon Petrus melihat hal itu, iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku karena aku ini seorang berdosa.” Ayat tersebut menggambarkan bagaimana pengalaman iman mendasar yang menyentak pribadi Simon. Batinnya masih bergolak antara percaya dan tidak percaya pada peristiwa yang dialaminya. Keagungan Allah turun dan menaungi kesadarannya. Awalnya, Simon dan teman-temannya terlalu mengandalkan kekuatan manusia belaka. Mereka berjuang keras semalam-malaman untuk menangkap ikan. Hasilnya nihil dan tubuh terasa lelah. Keputusasaan melanda karena mereka tidak mendapatkan ikan. Tidak mendapat ikan bisa menjadi sebuah ancaman bagi rejeki hidupnya beserta seluruh keluarganya. Kesadaran akan jati diri sebagai insan berdosa menyelimuti dirinya. PK Transformatif diharapkan dapat menginspirasi bagaimana manusia bisa semakin membangun keintiman dengan Allah. PK transformatif dapat semakin menempatkan keseluruhan manusia di bawah terang cahaya Ilahi. Manusia diajak semakin mengalami bahwa tindakan Ilahi akan menguatkan tindakan manusiawi.31 Dalam kegelapan, Allah telah menyinari dan menguatkan dengan Roh Kudus-Nya. Oleh karenanya, semakin kita melihat diri di bawah terang penciptaan Allah dengan kesadaran dosa dan kerapuhan. Kita bisa semakin masuk dan menikmati daya penebusan Ilahi dan dikaruniakan kepada manusia adanya daya keberanian dan kekuatan untuk bertindak di dalam kebersamaan dengan Kristus untuk melibatkan diri secara utuh dan aktif secara transformatif. Secara global, PK Transformatif mengingatkan bahwa Tuhan ingin menggunakan manusia sebagai perpanjangan tangannya untuk menyelamatkan manusia lain dan semesta. Tuhan memanggil kita untuk ikut membangun Yerusalem lama menjadi baru melalui membangun manusia lama menjadi baru dengan semakin menyerupai citra Allah sendiri. Tuhan tidak melihat dosa atau kerapuhan manusia. Sufiyanta mengingatkan, Tuhan lebih optimistis melihat keutuhan pribadi umat-Nya yang di dalamnya ada daya dan potensi untuk diikutsertakan dalam proyek pembangunan Kerajaan Allah di dunia.32 Perubahan bisa terjadi apabila manusia mampu menjala hati diri dan sesamanya untuk menghayati dan memperjuangkan nilai keutamaan agar hidup mereka memiliki kelimpahan berkah. Tuhan menggunakan pribadi yang lemah untuk dijadikan perpanjangan tangan-Nya. Pada akhirnya melalui PK Transformatif ini, manusia diharapkan mampu menyatakan diri secara utuh bahwa ia telah mengerjakan yang terbaik seturut kemampuan talenta yang diberikan Tuhan kepadaku; selebihnya kupercayakan pada Roh Kudus untuk menyempurnakannya. Pengembangan Konsep Diri Dalam Pendidikan Kristiani Transformasi di Sekolah PK Transformasi tidak mungkin terjadi apabila peserta didik belum memiliki konsep diri yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 91 Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani positif. Namun, kita harus sadar bahwa setiap manusia memiliki perbedaan dan unik. Namun, hal ini barulah terlihat setelah mereka masuk dalam proses interaksi. Yesus turut memiliki banyak variasi dalam mengajar para murid dan orang banyak, di antaranya melalui penggunaan kata-kata dan perumpamaan yang dikaitkan dengan situasi konkrit kehidupan sekitar. Yesus melakukannya karena Yesus sepenuhnya menyadari bahwa manusia itu unik. Hal ini tergambar ketika Yesus berhadapan dengan kasus seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah (Yoh. 8: 2-11). Perempuan itu dihadapkan kepada Yesus untuk diberikan pengadilan atau hukuman seturut aturan adat istiadat yang berlaku. Yesus hanya bangkit berdiri dan berkata: “Barang siapa tidak memiliki dosa, dia yang pertama kali melempari perempuan ini dengan batu.” untuk menghadapi masa depan secara mandiri dan bertanggungjawab. Mengajarkan nilai kepada sesama tentang hidup berarti, mereka harus mengenali diri terlebih dahulu dengan diiringi konsep diri yang positif. Setelah mereka melakukannya, mereka harus tahu apa yang ingin dicapai dan bagaimana mencapainya. Hal ini menjadi penting karena konsep diri positif berangkat dari adanya kesadaran bahwa mereka berbeda dan tidak perlu merasa tersaingi dan harus iri terhadap orang lain, dan sebagainya. otomatis dapat mendorong setiap pribadi mengalami perubahan. Secara konkrit, hal itu dituangkan melalui upaya menanamkan nilai keutamaan dan visi hidup yang disertai keteladanan hidup sebagai sarana efektif untuk melahirkan pilar yang kokoh dalam diri anak Joyce mengingatkan konsep diri yang kuat harus diiringi dengan perilaku aktualisasi diri pula. Hal ini ditandai dengan adanya capaian menuju lingkungan dengan kepercayaan diri yang kuat bahwa interaksi yang terjadi akan produktif.33 Orang yang menerapkan aktualisasi Bila dilihat lebih jauh, konsep diri positif biasa hilang karena adanya budaya takut. Budaya takut rupanya sengaja dibangun guna terciptanya suasana kesatuan palsu agar identitas pribadi terlebur dalam identitas kelompok. Sebagai akibat, tidak ada keberanian untuk menampilkan identitas dan jati diri yang otentik. Manusia bisa tenggelam pada takut adanya Rupanya, Mengajarkan nilai kepada sesama perbedaan. Hal ini tindakan Yesus tentang hidup berarti, mereka harus terjadi karena ia menulis di atas mengenali diri terlebih dahulu takut tidak ditepasir membawa dengan diiringi konsep diri yang rima dan disingmakna positif positif. kirkan temanberkenaan dengteman. Lingkungan konsep diri. an yang tidak Menulis di atas menghargai keunikan dan perbedaan khas tanah berarti membiarkan kesalahan dan kekurangan itu cepat hilang tertiup angin. Yesus pribadi dapat mempertajam rasa takut untuk ingin mengajar orang banyak itu untuk tidak berani tampil otentik di hadapan umum. Akar mudah menghakimi, tetapi lebih terintrospeksi. mendasar dari ketakutan tersebut ialah takut Yesus menggunakan seluruh kemampuan kehilangan identitas di dalam kelompok yang individual-Nya untuk bertindak dengan tujuan memberinya rasa nyaman dan aman. Ia takut yang jelas, berpikir secara rasional, dan bahwa diriku yang berjumpa dengan diri yang semuanya terkait erat dengan lingkungan yang lain akan menantangku bahkan memaksaku sedang dihadapi-Nya. Dasar utama tindakan untuk melakukan perubahan di dalam hidupku. Yesus yaitu cinta kasih. Yesus tidak bermaksud Pola ini bisa disebut dengan mentalitas menghukum perempuan itu, melainkan kemapanan dan tidak mau berubah. Hal ini mengangkatnya agar memiliki konsep diri yang biasa diungkapkan melalui kalimat “Ya inilah aku, kalau mau ya terimalah diriku seperti ini positif. Pembangunan konsep diri membutuhkan apa adanya …” Mentalitas ini sepintas terkesan keteladanan. Namun, perlu dimiliki kesadaran menarik, tetapi sebenarnya berbahaya karena bahwa memberikan keteladanan belum tentu bisa merusak konsep diri yang otentik. 92 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 Memaknai Dosa Melalui Pendidikan Kristiani diri diharapkan turut melakukan interaksi yang sarat nilai dengan lingkungan sekitarnya melalui menemukan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, dan yang tidak terbantahkan. Dalam hal ini, memberikan sumbangan berarti dan membawa dampak pada proses perkembangan orang lain. Konsep diri dapat terus diutamakan dalam PK Transformatif di sekolah. Horace Bushnell, seorang pendidik Kristen mengingatkan pengasuhan anak di sekolah merupakan bagian dari jalan Tuhan pada pendidikan. Bagi Bushnell, sering kali, pengasuhan anak berkenaan konsep diri merupakan jalan Tuhan dengan keniscayaan pengembangan metode dan karakter otentik yang terarah pada Tuhan. Jalan Tuhan dalam pendidikan menstimulasi hasil yang dimungkinkan melalui penjangkauan peserta didik.34 Rasul Paulus pun mengingatkan bahwa pendidikan harus senantiasa membina dan mengasuh peserta didik dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6: 4). Dalam hal ini, ia menggunakan kata ‘paidea’ sebagai bentuk pengasuhan. Pengasuhan harus senantiasa membangun ketergantungan peserta didik dengan Allah melalui konsep diri positif melalui dinamika pembinaan agar peserta didik semakin tergantung pada Tuhan, interdepensi dengan sesama, mengasihi Tuhan dan sesama, mengenal rencana Allah dalam kehidupan, dan semakin mengalami Allah. Simpulan Kesimpulan Dosa memang merupakan teror yang senantiasa menyerang keberadaan manusia secara etis. Teror tersebut bisa ditangkis melalui relasinya dengan Allah. Namun, hal ini tidak mudah. Manusia harus memiliki keterbukaan untuk berelasi dengan Allah dengan menerima keberadaan diri apa adanya. Tentunya, menerima keberadaan diri ini berkenaan langsung dengan adanya konsep diri yang positif. Konsep diri positif dapat dilihat melalui sikap aktualisasi diri ketika mengembangkan hubungan dengan sesama dan semesta. Konsep diri bisa dibangun melalui PK Transformatif. PK Transformatif mengiring peserta didik makin berjumpa dengan Allah. Perjumpaan ini ditempuh melalui berbagai hal berkenaan dengan disiplin spiritualitas. Dalam perjalanannya, perjumpaan ini tidak hanya terbatasi dalam ruang spiritual saja, melainkan tercermin dari bagaimana mereka bisa berelasi dengan sesama dan dunia. Namun, hal ini tidak akan terwujud apabila guru tidak memiliki hati dan senantiasa mengembangkan pengasuhan peserta didik. Saran Pendidikan Kristiani Tranformatif perlu diterapkan dan dikembangkan dalam setiap kegiatan pendidikan agama Kristen baik di jalur pendidikan formal maupun nonformal. Keberhasilan pendekatan ini dapat terwujud antara lain kalau makna dosa itu dipahami secara benar. Guru agama diharapkan mendalami pendekatan pendidikan ini. Dengan demikian, diharapkan orang Kristen dapat menghindari dosa sedini mungkin (preventif) dan melakukan pemulihan hubungan dengan Allah sesegara mungkin setelah jatuh ke dalam dosa. Catatan kaki 1 E. Sumaryono. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 23. 2 F. Budi Hardiman. Seni Memahami: Hermeneutika dari Schleiermacher sampai Derrida (Yogyakarta: Kanisius, 2015), h. 9. 3 Ibid., h. 21. 4 Wahyu S. Wibowo. Hermeneutika Ricoeur (naskah tidak dipublikasikan). 5 Pahami bingkai pemikiran Ferdinand de Saussure yang membedakan antara langue (bahasa) dan parole (wacana). 6 Paul Ricoeur. Hermeneutika Ilmu Sosial (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006), h. 215. 7 Kees Bertens. Filsafat Barat Abad XX (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 274. 8 Ibid., h. 278. 9 Ibid., h. 274. 10 Lihat Haryatmoko. Membongkar Rezim Kepastian: Pemikiran Kritis Post-Strukturalis (Yogyakarta: Kanisius, 2016), h. 88-89. 11 Lihat Paul Ricoeur. Symbolism of Evil (Boston: Beacon Press, 1967), h. 25-150. 12 Harun Hadiwijono. Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), h. 235. 13 Paul Ricoeur. Symbolism of Evil (Boston: Beacon Press, 1967), h. 5. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 93 Memaknai Dosa melalui Pendidikan Kristiani 14 M. Sastrapratedja, “Hermeneutika dan Etika Naratif menurut Paul Ricoeur” dalam Jurnal Kanz Philosophia Vol. 2 No. 2 Desember 2012, h. 250. 15 Paul Ricoeur. Symbolism of Evil, h. 34. 16 Pemikiran demikian sedikit banyak sama seperti yang dituangkan pada bagian sebelumnya. 17 F. Budi Hardiman. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida, h. 250. 18 T.M. Leeuwen. The Surplus of Meaning: Ontology and Eschatology in the Philosophy of Paul Ricoeur (Amsterdam: Radopi, 1981), h.144. dikutip M. Sastrapratedja, “Manusia dalam Bahasa Mitik-Simbolik: Mircea Eliade dan Paul Ricoeur” dalam J. Sudarminta dan S.P. Lili Tjahjadi (ed.). Dunia, Manusia, dan Tuhan: Antologi Pencerahan Filsafat dan Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 139. 19 Paul Ricoeur. The Symbolism of Evil , h. 358. 20 J. Sudarminta dan S.P. Lili Tjahjadi (ed.). Dunia, Manusia, dan Tuhan , h. 131. 21 Paul Ricoeur. The Symbolism of Evil, h. 359. 22 Clement Sulleman dalam artikelnya ”Pendidikan Agama Kristen dan Pembinaan Warga Jemaat “ dalam Andar Ismail (Ed.) Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), h. 3. 23 Ibid, h 4. 24 Jack L. Seymour, “Approaches to Christian Education” dalam Jack L. Seymour (ed.), Mapping Christian Education:Approaches to Congregational Learning (Nashville: Abingdon Press, 1997), h. 18. 25 Ibid, hal.19. 26 Jack L. Seymour dan Donald E. Miller, dalam artikelnya “Agenda for the Future” dalam Jack L. Seymour (ed.), Mapping Christian Education: Approaches to Congregational Learning, (Nashville: Abingdon Press, 1997). hal. 121. 27 Robert T. O’Gorman dalam artikelnya “The Faith Community” dalam Jack L. Seymour (ed.), Mapping Christian Education: Approaches to Congregational Learning, (Nashville: Abingdon Press, 1997). h. 30. 28 E.Gerrit S inggih, Teologi Dalam Konteks, (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 2002). h . 46. 29 Paulos Mar Gregorias, The Meaning and Nature of diakonia , (Geneva: WCC Publications). h. 4. 30 A. Margana, Komunitas Basis: Gerak Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta: Kanisius,2004), h. 12. 31 Apabila kita ingin mengembangkannya lebih dalam, pola ini bisa dilihat lebih lagi melalui PK Spiritualitas. 94 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 32 A. Mintara Sufiyanta dan Yulia Sri Prihartini. Sang Guru Sang Peziarah: Spiritualitas Guru Kristiani (Jakarta: Obor, 2014), h. 44. 33 Bruce Joyce. Models of Teaching (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), h. 494. 34 D. Bruce Lockerbie. A Passion for Learning: A History of Christian Thought on Education (Colorado Springs: Purposeful Design, 2007), h. 297. Daftar Pustaka Bertens, Kees. (1996). Filsafat barat abad XX Jakarta: Gramedia Budi Hardiman, F. (2015). Seni memahami: Hermeneutika dari Schleiermacher sampai Derrida Yogyakarta: Kanisius Gerrit Singgih, E. (2002). Teologi dalam konteks Yogyakarta: Duta Wacana University Press Haryatmoko. (2016). Membongkar rezim kepastian: Pemikiran kritis post-strukturalis. Yogyakarta: Kanisius Ismail, Andar (Ed.) (1998). Ajarlah mereka melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia Joyce, Bruce . (2016). Models of teaching Yogyakarta: Pustaka Pelajar L. Seymour, Jack (ed.). (1997). Mapping Christian education : Approaches to congregational learning Nashville: Abingdon Press Margana, A. (2004). Komunitas basis: Gerak menggereja kontekstual Yogyakarta: Kanisius Mintara Sufiyanta, A. dan Yulia Sri Prihartini. (2014). Sang guru sang peziarah: Spiritualitas guru Kristiani. Jakarta: Obor Ricoeur, Paul. (2006). Hermeneutika ilmu sosial. Yogyakarta: Kreasi Wacana Sastrapratedja, M. Hermeneutika dan Etika Naratif menurut Paul Ricoeur, dalam Jurnal Kanz Philosophia Vol. 2 No. 2 Desember 2012 S. Wibowo, Wahyu. Hermeneutika Ricoeur (naskah tidak dipublikasikan) Sudarminta, J. dan S.P. Lili Tjahjadi (ed.). Dunia, manusia, dan Tuhan: Antologi pencerahan filsafat dan teologi. (2008). Yogyakarta: Kanisius Sumaryono, E. (1999). Hermeneutik: Sebuah metode filsafat Yogyakarta: Kanisius _____. (1967). Symbolism of evil Boston: Beacon Press Isu Mutakhir Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak Mudarwan E-mail: [email protected] Bagian Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta Pendahuluan ewasa ini minat masyarakat memasukkan anaknya ke pendidikan anak usia dini (PAUD) semakin meningkat, khususnya di kota besar. Keinginan Pemerintah Indonesia dan masyarakat memberikan pendidikan sedini mungkin kepada anak mendorong Pemerintah dan masyarakat mendirikan lembaga PAUD sampai ke desa di seluruh Indonesia. Lembaga PAUD meliputi Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Taman Kanak-Kanak (TK). Semakin bertambahnya jumlah lembaga PAUD yang didirikan pemerintah atau masyarakat swasta, khususnya di kota menimbulkan persaingan antarlembaga PAUD yang dapat berdampak negatif terhadap perkembangan anak itu sendiri. D Untuk mendapat jumlah peserta didik lebih banyak, sejumlah PAUD berusaha mengikuti keinginan orangtua dalam menyelenggarakan pendidikan di PAUD serta mengabaikan prinsip utama pendidikan anak usia dini. Di TK kegiatan bermain sambil belajar tidak jarang diabaikan dan proses pendidikan mengarah pada pembelajaran formal dengan mengajari anak membaca, menulis, dan berhitung (calistung) seperti yang dilakukan di SD. Orangtua juga bangga kalau anaknya yang masih di TK terampil membaca, menulis, dan berhitung. Padahal sesungguhnya proses pembelajaran di TK dilakukan dalam bentuk permainan antara lain untuk mengenal huruf, angka, dan berhitung dengan sederhana. Dengan perkataan lain anak melihat dan mengenal huruf dan angka serta berhitung melalui proses bermain yang menyenangkan tanpa mereka menyadari bahwa mereka ‘belajar’. Kesan yang tertinggal pada diri anak adalah kesan bermain bukan belajar. Jadi, jika mereka ditanya sedang melakukan apa, jawaban mereka adalah sedang bermain bukan sedang belajar. Kekurangmampuan kepala TK beserta gurunya memahami kurikulum membuat proses pendidikan semakin jauh dari sebagaimana seharusnya. Sejalan dengan hal tersebut bbc.com1 mengatakan bahwa anak tidak harus mulai pelajaran sekolah formal sampai usia enam atau tujuh tahun, karena hal yang demikian dianggap menciderai hak anak untuk bermain. Sepatutnya kegiatan belajar calistung itu tidak dilakukan dengan cara formal dan frontal, melainkan dirangkai melalui kegiatan bermain. Jadi, belajar melalui bermain dan bermain seraya belajar. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, tanpa paksaan, dan tidak menjadikan beban bagi anak. Seorang guru menanyakan anak SD apa paling menyenangkan yang dilakukan mereka di sekolah. Sebagian besar dari mereka menjawab, saat sebelum tiba di sekolah, saat tiba di sekolah sebelum jam pelajaran dimulai, waktu istirahat, jam Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 95 Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak pelajaran olah raga, dan saat akan pulang dari sekolah. Ada yang menarik dari pertanyaan guru dan jawaban anak itu. Tidak ada seorang pun yang mengaitkannya dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Seakan-akan bagi mereka kegiatan belajar di sekolah tidaklah menyenangkan dibandingkan dengan waktu bebas yang digunakan untuk bermain, seperti pada waktu istirahat dan juga jam pelajaran olah raga. Sesungguhnya, dunia anak adalah dunia bermain sehingga ketika ada remaja atau orang dewasa masih suka bermain, mereka diolokolok dan diejek, dikatakan seperti ‘anak kecil’. Anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bermain. Sebelum bersekolah, sebagian besar aktifitas anak adalah bermain. Bermain menjadi prioritas utama yang dilakukan berulang-ulang dari hari ke hari. Pada waktu bermain, anak tampak ceria dan gembira. Bandingkan dengan mereka yang sudah menginjak remaja atau dewasa yang kegiatan utamanya belajar dan bekerja. Namun demikian, mereka masih suka bermain dan terlibat dalam suatu permainan. Hal itu tidaklah mengherankan, karena manusia disebut sebagai homo ludens, makhluk yang suka bermain. Naluri manusia secara alamiah memperlihatkan bahwa manusia suka bermain dan terlibat dalam permainan 96 tertentu. Selain bermain pada beberapa jenis permainan olah raga (jogging, bersepeda, renang, outbound, olah raga di pusat kebugaran, bulu tangkis, dan bermain bola, seperti: sepak bola, bola basket, futsal, tenis, tenis meja, dan lain-lain), dewasa ini permainan (game) di PC (Personal Computer), komputer jinjing, ataupun permainan berbentuk digital interaktif di telepon pintar (smartphone) dan sabak elektrobik (tablet PC) dapat dengan mudah ditemukan pada mereka yang suka bermain secara digital. Ternyata penggemar permainan itu bukan hanya anak, remaja dan orang dewasa pun gemar permainan tersebut. Bermain dapat menjadi sarana pelepas stres bagi orang dewasa. Banyak dari mereka yang menjadikannya sebagai sarana rekreasi yang murah dan menyenangkan. Karena sejatinya salah satu tujuan bermain adalah memperoleh kesenangan, melepaskan diri dari kepenatan dan rutinitas. Unsur dan Manfaat Bermain Anak yang sedang memerankan sebuah peran pada pertunjukan drama, dikatakan sedang ‘bermain’ sandiwara atau drama. Seorang teman menanyakan kepada rekanan bisnisnya, “Kamu sekarang sedang ‘main’ apa?”. Seorang anak yang sedang berada di Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 lapangan, diajak ‘bermain’ basket oleh kawan-kawannya. Jadi apakah bermain itu?. Menurut Goldstein, J. (2012, 5), bermain dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang dipilih secara bebas, dimotivasi, dan diarahkan dari dalam diri sendiri. Psikiater Stuart Brown dalam Brown, S. & Vaughan, C. (2009, 13) menulis, bermain adalah dasar dari semua seni, permainan, buku, olahraga, film, fashion, kisah yang dramatik, humor, dan hal-hal yang menyenangkan. Singkatnya, bermain adalah dasar dari apa yang kita anggap sebagai peradaban. Menurut Makovichuk, L., et. al (2014, 98) dalam kegiatan bermain, anak diberdayakan untuk belajar dengan cara mereka sendiri dan dalam waktu mereka sendiri. Hal itu merupakan kebebasan yang membedakan bermain dari kegiatan lainnya. Bermain memungkinkan anak-anak untuk mengambil inisiatif, menguji mereka dalam batas fisik dan mentalnya, untuk mengeksplorasi posisi kekuasaannya serta mempertanyakan hal yang baik dan yang jahat. Dalam bermain, anak bebas menggunakan kata dan simbol untuk mengubah dunia di sekitar mereka dan menciptakan dunia mereka sendiri di mana mereka dapat menjadi apapun yang diinginkannya. Bermain merupakan konteks yang menyenangkan dan sangat memotivasi anak untuk Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak mengeksplorasi kemungkinan pemecahan masalah yang berada di luar jangkauan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Stuart Brown dalam Brown, S. & Vaughan, C. (2009: 18-19) menyatakan, di dalam bermain terdapat beberapa unsur atau elemen, sebagai berikut. Pertama, bermain dilakukan tanpa tujuan tertentu yang spesifik alias dilakukan hanya untuk kepentingan bermain itu sendiri, sehingga kadang orang mengartikan bermain itu tidak produktif, hanya membuang waktu saja, karena tidak menghasilkan uang ataupun makanan. Kedua, bermain dilakukan dalam kondisi sukarela, karena bermain bukanlah suatu tugas atau kewajiban. Ketiga suatu kegiatan yang menarik untuk dilakukan, karena bermain dianggap sebagai obat yang mujarab untuk membunuh kebosanan. Keempat, bebas dari faktor waktu, ketika kita sepenuhnya tenggelam dalam sebuah permainan, maka kita kehilangan rasa akan berlalunya waktu. Kelima, berkurangnya kesadaran diri. Sejalan dengan itu, kita juga akan mengalami berkurang kesadaran diri. Kita berhenti mencemaskan apakah kita terlihat baik atau buruk, pintar atau bodoh. Kita berhenti berpikir tentang fakta bahwa kita ternyata sedang berpikir. Keenam, ruang untuk improvisasi. Mereka yang melakukan kegiatan bermain, tidaklah terkunci ke dalam satu cara yang kaku dalam melakukannya, kadang unsur-unsur yang tampaknya tidak relevan dapat dimasukkan dalam proses bermain. Tindakan tersebut menghasilkan perilaku, pikiran, strategi, gerakan, atau cara yang baru. Ketujuh, keinginan untuk terus bermain. Memperoleh kesenangan dalam melakukan permainan, membuat orang ingin terus bermain dan tidak ingin permainan itu berakhir. Namun ketika permainan itupun harus berakhir, maka terdapat keinginan untuk melakukannya lagi di waktu lainnya. Itu sebabnya mereka yang sudah terbiasa dalam dunia bermain seakan tidak bisa melepaskan diri darinya. Menurut Sutton-Smith, B. (2001, 198) perlu ditanamkan dalam pemikiran, lawan kata dari bermain bukanlah bekerja, melainkan kebimbangan atau depresi. Bermain dan bekerja tidak bertentangan satu sama lain. Bermain dan bekerja bagaikan dua buah pilar yang menyangga rumah. Keduanya dibutuhkan agar kehidupan menjadi seimbang. Bermain pada anak diyakini mampu mengembangkan aspek fisikmotorik, sosial-emosional kognitif, bahasa, dan seni. Bermain memungkinkan anak mengolah energi fisik yang berlebihan serta melepaskan ketegangan yang terpendam. Anak membutuhkan kegiatan bermain yang di dalamnya terdapat unsur berlari, melompat, meluncur, memutar-mutar, dan melemparkan bola ataupun kegiatan motorik lainnya. Menurut Freud dan Erikson dalam Santrock (2011: 437-438), bermain membantu mengurangi kecemasan dan konflik pada anak. Bermain membuat anak dapat mengatasi ketegangan, sehingga mereka akan menjadi lebih tangguh dalam mengatasi permasalahan atau persoalan kehidupan. Anak akan merasa lebih bebas mengungkapkan perasaan yang sebenarnya dalam konteks bermain. Bermain juga memungkinkan anak berlatih kompetensi dan keterampilan yang penting dalam suasana kondusif, santai, dan menyenangkan. Daniel Berlyne (1960) dalam Santrock (2011: 438) menyatakan bahwa bermain adalah kegiatan yang menyenangkan yang berguna sebagai kendaraan untuk melakukan eksplorasi, karena di dalam bermain terdapat unsur rasa ingin tahu dan keinginan untuk memperoleh informasi tentang suatu cara yang baru. Bermain juga dapat mengembangkan keterampilan berbahasa dan kemampuan berkomunikasi melalui proses diskusi dan negosiasi di antara mereka yang bermain mengenai peran dan aturan yang diterapkan. Bermain dapat mengembangkan keterampilan seni anak, melalui kegiatan dramatisasi, Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 97 Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak mewarnai, menggambar, melukis, menari, dan kegiatan seni lainnya. Goldstein, J (2012: 23-24) menyatakan bahwa anak yang senang bermain, khususnya permainan di luar ruangan, jarang menderita obesitas. Menurut Play England (2011) dalam Gleave, J. & ColeHamilton, I. (2012:2) hasil riset yang dilakukan beberapa tahun belakangan ini memperkuat dugaan akan manfaat bermain bagi kesehatan khususnya dalam mengatasi depresi dan kegunaannya di dalam memerangi penyakit tertentu seperti obesitas, rickets, dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) pada anak. Menurut Einon, D. (2004: 76) anak harus melepaskan energinya setiap hari. Apabila kita menghentikannya maka akibatnya adalah mereka akan menjadi gelisah, tidak bisa diam dan mudah marah. Ketika dibebaskan bermain maka mereka akan meledak dengan energi yang tidak terbatas. Pola kegiatan anak yang bermain-main, misal: berlari-larian mengejar bola, kejar-kejaran dengan teman adalah proses yang ideal untuk mendorong perkembangan otot, tulang dan pernapasan yang baik. Kurikulum 2013 PAUD dan Bermain Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah 98 menerbitkan peraturan (Permendikbud) untuk satuan PAUD, yaitu Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD dan Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 PAUD. Kedua peraturan tersebut menegaskan ulang pentingnya kegiatan bermain pada Anak Usia Dini (AUD). Dalam Permendikbud No. 137 Tahun 2014, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir ke-13 dinyatakan, pembelajaran adalah proses interaksi antar anak didik, antara anak didik dan pendidik dengan melibatkan orangtua serta sumber belajar pada suasana belajar dan bermain di satuan atau program PAUD. Lalu pada Bab V Pasal 13 ayat (1) Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui bermain secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, kontekstual dan berpusat pada anak untuk berpartisipasi aktif serta memberikan keleluasaan bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis anak. Berikutnya pada Pasal 15 ayat (4) Kegiatan inti merupakan upaya pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan bermain yang memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada anak sebagai dasar pembentukan sikap, perolehan pengetahuan dan keterampilan. Kemudian pada ayat (5) Kegiatan penutup merupakan upaya menggali Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 kembali pengalaman bermain anak yang telah dilakukan dalam satu hari, serta mendorong anak mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya. Selanjutnya, dalam Permendikbud No. 146 Tahun 2014, dalam Pasal 5 ayat (2) Program pengembangan Nilai Agama dan Moral (NAM) mencakup perwujudan suasana belajar untuk berkembangnya perilaku baik yang bersumber dari nilai agama dan moral serta bersumber dari kehidupan bermasyarakat dalam konteks bermain; (3) Program pengembangan Fisik-Motorik (FM) mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya kematangan kinestetik dalam konteks bermain; (4) Program pengembangan Kognitif (K) mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya kematangan proses berfikir dalam konteks bermain; (5) Program pengembangan Bahasa (B) mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya kematangan bahasa dalam konteks bermain; (6) Program pengembangan Sosial-Emosional (SE) mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya kepekaan, sikap, dan keterampilan sosial serta kematangan emosi dalam konteks bermain; (7) Program pengembangan Seni (S) mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya eksplorasi, ekspresi, dan apresiasi seni Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak dalam konteks bermain; (8) Program pengembangan diberikan melalui rangsangan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik dalam kegiatan belajar melalui suasana bermain. Jika dicermati, ternyata keenam bidang pengembangan anak tersebut, yaitu NAM, FM, K, B, SE, dan S seluruhnya diwarnai dan dijiwai dalam konteks dan suasana bermain. Selaras dengan Permendikbud itu, Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Kemasyarakatan (DIKMAS) mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 2519/C.C2.1/DU/ 2015 Tentang Penye!enggaraan PAUD. Dinyatakan dalam SE tersebut, “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik secara optimal melalui kegiatan bermain yang bermakna dalam suasana ramah, aman, nyaman dan menyenangkan. Pengenalan aksara dan angka (Pra Keaksaraan) bagi anak usia dini disesuaikan dengan tahap perkembangan anak yakni kegiatan bermain, mendongeng, membacakan cerita, mengenalkan buku bergambar, dan didukung oleh lingkungan keberaksaraan. Tidak diperkenankan mengajar membaca menulis aksara dan angka di luar kemampuan anak”. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa bermain adalah jantung atau inti dari seluruh kegiatan belajar AUD. Selaras dengan pernyataan tersebut pada situs resmi direktorat jenderal PAUD-DIKMAS Kemdikbud2 dinyatakan bahwa masa usia dini adalah masa anak belajar melalui kegiatan bermain atau kegiatan yang menyenangkan. Meski demikian, mengajarkan calistung kepada anak usia dini boleh saja dilakukan, asalkan anak tersebut memang tertarik dan memiliki kemampuan. Selain itu, metode pengajarannya dilakukan dengan prinsip bermain dan menyenangkan. Kategori Bermain pada Anak Kegiatan bermain pada mereka yang remaja dan dewasa berbeda dengan kegiatan bermain pada anak. Menurut Edward Miller and Joan Almon (2009: 53-54), terdapat beberapa kategori utama permainan dalam dunia anak. Pertama, permainan motorik kasar (Large-motor play), contoh: anak yang melakukan kegiatan memanjat, berlari, meluncur, melompat, bermain ayunan, dan melakukan setiap jenis gerakan-gerakan yang mungkin dilakukan anak. Bermain pada kategori ini akan mengembangkan koordinasi dan keseimbangan tubuh. Bermain motorik kasar membutuhkan tempat atau area yang cukup luas, agar anak dapat menjelajah dengan bebas. Kedua, permainan motorik halus (Small-motor play), contoh ketika bermain dengan mainan berukuran kecil dan dalam kegiatan seperti merangkai manikmanik, bermain dengan tekateki (puzzle), dan menyortir benda tertentu untuk mengembangkan ketangkasan. Ketiga, mastery play, yaitu kegiatan bermain yang dilakukan anak secara berulang-ulang yang membuatnya menguasai atau mencapai mastery dalam permainan tersebut. Contoh anak yang secara berulang kali bermain di balok keseimbangan. Keempat, permainan berbasis aturan, anak TK dan SD sangat menikmati membuat aturan mereka sendiri. Mereka menikmati proses saat harus bernegosiasi serta bersosialisasi dalam pembuatan aturan untuk setiap situasi bermain yang dilakukan. Kelima, bermain konstruksi, contoh: membangun rumah, kapal, benteng, dan membuat struktur lainnya yang merupakan bentuk dasar bermain yang membutuhkan keterampilan dan imajinasi. Bermain konstruksi dilakukan menggunakan balok-balok kayu atau balok yang terbuat dari plastic. Keenam, permainan berpura-pura, kategori permainan ini menggabungkan jenis-jenis permainan lain dan sangat kaya dengan aspek pengembangan bahasa, pemecahan masalah, dan imajinasi. Permainan ini Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 99 Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak sering dimulai dengan pernyataan “Mari kita berpura-pura bermain …” Titik-titik tersebut dapat diisi dengan apa pun yang mungkin untuk dialami dan dibayangkan oleh anak. Ketujuh, permainan simbolis, dilakukan saat anak menggunakan benda atau obyek di tangan mereka dan mengubahnya menjadi mainan melalui proses fantasi atau imajinasi. Misalnya , seorang anak prasekolah yang memperlakukan meja seolaholah sebuah mobil dan berkata, “Aku sedang memperbaiki mobil,” saat ia meraih kaki meja tersebut. Kedelapan, permainan bahasa, anak dapat mengembangkan diri dengan bermain menggunakan kata, kalimat pendek, sajak, pantun, dan lagu. Mereka sangat senang diceritakan kisah, legenda ataupun fabel dan melakukan dramatisasi kisah tersebut. Mereka sangat terpesona dengan penggunaan bahasa asing, terutama ketika disajikan dalam bentuk permainan bercerita, bersanjak, dan ber-nyanyi. mengekspresikan gagasan, perasaan, dan ide-idenya. Dalam hal ini peran orang tua, pendidik dan pemerintah sangat dibutuhkan. Orang tua Kesepuluh, bermain dan para pendidik perlu sensori, sebagian besar anak memahami peran dan manfaat menikmati bermain dengan pasir, lumpur, air, dan bahan- bermain bagi anak. Dengan membiarkan anak fokus pada bahan lainnya dengan berbagai tekstur yang berbeda- permainan digital, maka kompetensi, keterampilan, dan beda, suara, dan aromanya. sikap sosial-emosional yang Bermain seperti itu berguna mengembangkan panca indera diharapkan dari permainan yang dimaksud menjadi tidak anak. Kesebelas, permainan tercapai optimal. mengambil risiko (Risk-taking playing), anak dapat diperluas Bagi para pendidik dan keterampilannya melalui pemerintah, dalam hal ini permainan mengambil risiko Kemendikbud, perlu dan belajar untuk menguasai mempertimbangkan lingkungannya. Secara menambah jam istirahat atau umum, anak sudah tahu sebe- waktu bermain bebas bagi rapa jauh mereka dapat beranak, khususnya pada jenjang main tanpa melukai dirinya PAUD dan juga jenjang sendiri. Namun demikian, pendidikan SD. Sekolah pun sebagian besar ruang bermain perlu menyediakan aneka saat ini sudah dirancang bentuk Alat Permainan untuk menjadi bebas risiko, Edukatif (APE) yang dibutuhsehingga sangat sedikit mem- kan anak untuk bermain berikan anak kesempatan bersama-sama. untuk menilai risiko dan Ketersediaan ruang menetapkan batas-batasnya terbuka publik seperti sendiri. lapangan dan tempat-tempat Kegiatan bermain seperti diuraikan di atas, dewasa ini sudah mulai tereduksi dengan berkurangnya ruang terbuka publik, khususnya di kota besar. Kegiatan belajar di Kesembilan, permainan seni, anak dapat mengintegra- taman kanak-kanak pun mulai dibatasi oleh dinding sekolah, sikan semua bentuk seni ke seakan terkurung dalam dalam permainan mereka, sebuah bangunan beton. menggunakan kedua tangannya, mereka menggunakannya Kurang mengajak anak mengeuntuk menggambar, membuat nali lingkungan alamiah. Demikian pula dengan model, membuat lantunan kemunculan berbagai nada-nada atau musik, melakukan pertunjukan panggung permainan digital interaktif pada perangkat multimedia boneka, dan lain sebagainya. ikut mereduksi permainan Mereka mengeksplorasi seni serta menggunakannya untuk seperti kategori di atas. 100 Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 untuk melakukan kegiatan bermain dan menjelajah secara bebas sangat dibutuhkan anak. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah untuk menyediakan ruang terbuka publik tersebut sangat diharapkan. Ada baiknya setiap mal yang dibangun oleh pemerintah maupun swasta juga dilengkapi dengan sarana bermain dan arena bermain bebas yang tidak fokus hanya pada permainan digital, namun juga permainan tradisional yang mampu meningkatkan keterampilan anak. Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak Penutup Mari renungkan pendidikan ala Ki Hajar Dewantara, tokoh pendiri Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara, memilih menggunakan kata ‘taman’ untuk sekolah yang dibangunnya. Hingga kini dalam dunia pendidikan, kata taman masih kita temukan, khususnya pada jenjang PAUD, yaitu taman kanakkanak. Hal tersebut sangat selaras dengan filosofi Friedrich Froebel yang mewarnai pendidikan barat dengan menganut dan menggunakan kata kindergarten untuk taman kanak-kanak, karena kata ‘kinder’ berarti anak dan kata “garten” berarti taman. Kata ‘taman’ sangat erat kaitannya dengan anak dan bermain. Anak melakukan kegiatan bermain di taman. Di taman juga terdapat proses belajar, anak dapat melakukan eksplorasi, dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam suasana yang menyenangkan. ‘sekolah’ seolah menyiratkan makna yang lebih serius. Sekolah terkesan kaku, tidak fleksibel, karena bentuknya berupa bangunan buatan manusia. Sangat berciri akademis, seakan hanya untuk kepentingan ilmu dan pengetahuan, namun mengabaikan unsur manusia yang humanis. Manusia yang juga membutuhkan bermain dan terlibat dalam suatu permainan. Seyogyanya seorang guru atau pendidik mampu membuat kondisi pembelajaran di kelas, seolah-olah seperti kegiatan bermain dalam suasana yang menyenangkan. Anak dibawa dalam suasana seperti sedang tidak belajar, melainkan seperti sedang bermain. Jika desain pembelajaran seperti itu dirancang dan diimplementasikan secara tepat, niscaya akan meningkatkan produktifitas anak. Sambil menyelam, minum air. Kedua-duanya dapat dicapai, anak mengalami proses belajar, pada Namun demikian, pada jenjang pendidikan yang lebih saat yang sama mereka juga merasakan senang berada tinggi, digunakan kata di sekolah. Hal yang ‘sekolah’ dibandingkan taman. Kata ‘taman’ menyirat- demikian akan menimbulkan keinginan untuk terus belajar kan makna alamiah dan tanpa henti. Dengan fleksibel, dapat digunakan melakukan hal itu, sekolah sebagai tempat bermain dan menjadi tempat yang pada saat yang sama untuk kondusif untuk belajar, belajar. Belajar pengetahuan, kompetensi atau keterampilan menimba ilmu pengetahuan tertentu, karena proses berma- dan keterampilan yang in yang dirancang sedemikian dibutuhkan anak untuk kehidupannya di masa kini rupa dalam konteks yang dan masa depan. edukatif. Pada sisi lain, kata Catatan kaki: 1 http://www.bbc.com/news/ ed uc at i on -2 405 82 27 diakses pada 13 Juni 2016 2 http: //www.paud -dikmas.kemdikbud. go.id/ berita/909.html diakses pada 16 Juni 2016 Daftar Pustaka Brown, S. L., & Vaughan, C. C. (2009). Play: How it shapes the brain, opens the imagination, and invigorates the soul. New York: Avery, Penguin Group, 131 Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Kemasyarakatan. Surat Edaran No. 2519/C.C2.1/DU/2015 tentang Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD) diakses dari http://paudanakbermain belajar. blogspot.co.id/ 2015/ 12/download-suratedaran-dirjen-paud. html pada 10 Juni 2016 Edward Miller and Joan Almon. (2009). Crisis in the kindergarten: Why children need to play in school, college park, MD: Alliance for Childhood, 71 Einon, D. (2004). Permainan kreatif untuk anak: Mengenali dan merangsang bakat-bakat alami dalam diri anak anda. Batam: Karisma Publishing Group, 157. Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 101 Isu Mutakhir: Kegiatan Bermain: Sarana Mengembangkan Potensi Anak Gleave, J. & Cole-Hamilton, I. (2012). A world without play: A literature review on the effects of a lack of play on children’s lives. United Kingdom: Play England, 32 Goldstein, J. (2012). Play in children’s development, health and well-being. Brussels: Toy Industries of Europe, 42 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional 102 Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Permendikbud No. 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini Makovichuk, L., Hewes, J., Lirette, P., & Thomas, N. 2014. Play, participation, and possibilities: an early learning and child care curriculum framework for Alberta diunduh dari Jurnal Pendidikan Penabur - No.26/Tahun ke-15/Juni 2016 http://childcare framework.com/playpar tic ipat io n-a nd possibilities/ pada 16 juni 2016. Santrock, John. (2011). Child developmen: An introduction 13th editions. New York: McGrawHill, 604. Sutton-Smith, B. (2001). The ambiguity of play. Massachusetts: Harvard University Press, 276. Resensi buku: Anak, Sang Peniru Andal Resensi buku Judul Buku : Anak, Sang Peniru Andal Pengarang : Christine Wibhowo Penerbit : PT. Elex Media Komputindo Jakarta Tahun Terbit: 2012 Jumlah Halaman : xii + 248 halaman ISBN: 978-602-00-2138-6 Resensi oleh : Inge Pudjiastuti Adywibowo E-mail: [email protected] TKK 11 PENABUR Jakarta erawal dari kepekaan penulis dalam menangkap ‘kegalauan’ beberapa orang tua dalam mendidik anakanaknya, Christine Wibhowo menulis buku ini untuk menyadarkan dan ‘menguatkan’ orang tua agar lebih aware terhadap peran mereka sebagai ‘model’ yang pertama dan utama bagi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. B “Ayo kita pergi ke dokter dengan memakai ‘baju berangkat!’, seru saya kepada mereka. Mereka langsung mau bergegas ke dokter. Di ruang praktik dokter, saya tunjukkan kepada mereka, bahwa saya bersahabat dengan sang dokter yang saya pilih karena memang terkenal ramah. Ini manfaatnya juga ganda. Selain anak tidak takut dengan dokter, ia juga akan meniru Anda yang bisa bersahabat dengan siapa saja, termasuk gurunya di sekolah, teman, sampai ke dokter”… (h. 208). ‘Baju berangkat’ adalah istilah yang digunakan penulis dan anak-anaknya untuk menyebut baju yang dikenakan untuk jalan-jalan sore. Kalimat di atas merupakan cuplikan dari buku karya Christine Wibhowo yang berjudul Anak, Sang Peniru Andal. Dalam’uku ini, penulis mengajak pembaca, khususnya para orang tua yang telahiliki anak, untuk melihat beberapa hal yang patut diketahui mengenai caracara menjadi orang tua yang baik, serta menjadi ‘model’ yang baik bagi anak. Pada awal buku, Christine menuliskan pentingnya ‘start’ atau awal yang tepat dalam membangun keluarga, yaitu memasuki dunia pernikahan dengan berbagai persiapan yang matang. Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 103 Resensi buku: Anak, Sang Peniru Andal Buku ini terdiri dari tujuh bab yang tersusun secara sistematis, dimulai dari ‘Keluarga sebagai Pendahuluan’pada bab 1. Pada bab ini, penulis melakukan survey melalui jaringan sosial tentang makna ‘keluarga’ dalam satu kata. Jawaban yang diperolehnya beragam, mulai dari ‘luar biasa’, ‘mengagumkan’, ‘menyenangkan, ‘menyebalkan’, hingga ‘sempurna’. Dari hasil survey tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya kita mudah sekali menggambarkan tentang keluarga. Mungkin karena keluarga adalah hal yang paling dekat dengan kehidupan kita. Singkatnya, keluarga adalah satu kata dengan berjuta makna. Orang tua sebaiknya melakukan introspeksi diri (biasanya dilakukan setiap malam / sebelum tidur) untuk mengingat-ingat kembali ucapan dan perilaku mereka terhadap anak-anak yang ada di sekitarnya. Kesibukan kerja dan banyaknya permasalahan yang dihadapi orang tua dewasa ini seringkali membuat kita ‘lupa’ atau ‘tidak sadar’ bahwa anak’membutuhkan stimulus dan contoh yang baik untuk ditiru. Kurangnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh para orang tua merupakan salah satu penyebab kekurangsadaran mereka sebagai ‘model’. Beberapa kiat/ tip sederhana dari penulis buku ini dapat menjadi salah satu referensi yang tepat untuk menambah wawasan dan informasi tentang parenting bagi pembaca. Menurut peresensi, survei yang dilakukan penulis untuk mendapatkan jawaban atas ‘makna keluarga’ melalui jaringan sosial Pernikahan merupakan awal dari terben(Facebook) dengan subjek / peserta survey yang tuknya sebuah keluarga. Oleh karena itu, berasal dari golongan pernikahan yang / status sosial dan patut ditiru/dibangpendidikan tertentu un adalah pernikabukanlah merupakan han yang berawal Kesibukan kerja dan banyaknya representasi keseludari NOL, bukan permasalahan yang dihadapi ruhan masyarakat Minus. Di sini juga orang tua dewasa ini seringkali kita, karena pada dijelaskan bagaimamembuat kita ‘lupa’ atau ‘tidak dasarnya manusia na peran pernikahan sadar’ bahwa anak’ membutuhkan sebagai makhluk terhadap tingkah stimulus dan contoh yang baik sosial ingin ‘terlihat laku dan kepribauntuk ditiru. baik / bahagia’ di dian anak dalam depan orang lain kehidupan mereka (dalam bahasa gaul: sehari-hari. Selain jaim / jaga image), sehingga kadang jawaban / itu, beberapa tips dalam pernikahan, termasuk komentar yang diberikan (dalam hal ini: makna cara menyelesaikan masalah, cara bertengkar keluarga) cenderung positif. Meski demikian, yang sehat dalam pernikahan juga diungkap satu hal yang pasti: keluarga adalah tempat dengan sederhana namun jelas pada bab 3 buku bertumbuh dan berkembang yang pertama dan ini. utama dalam kehidupan. Beberapa ‘pasangan muda’ memulai Pada bab 2 penulis ini memaparkan tentang keunikan yang dimiliki oleh setiap anak. Pembaca diajak untuk mengingat kembali perilaku anak mereka yang ternyata merupakan hasil meniru dari orang tuanya. Ditekankan, pentingnya peran orang tua dalam memberikan stimulasi yang tepat bagi anak-anaknya karena anak adalah peniru andal. Penulis juga memberikan motivasi bagi pembaca, bahwa “tidak ada orang tua yang tidak pantas untuk menjadi model bagi anak-anaknya”. 104 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 pernikahan mereka tidak dari ‘NOL’, bahkan ada yang menganggap pernikahan sebagai alternatif jalan keluar, bahkan tempat pelarian dari permasalahan mereka semasa lajang. Beberapa pasangan juga menikah karena faktor lingkungan, seperti: ‘jengah’ dengan pertanyaan orang lain/keluarga saat ditanya penyebab seseorang belum menikah di usia yang menurut masyarakat dianggap usia yang matang untuk menikah. Motivasi yang kurang tepat untuk memasuki gerbang pernikahan akan membuat Resensi buku: Anak, Sang Peniru Andal pasangan tidak siap memiliki momongan dan pada akhirnya tidak siap juga dalam mendidik anak-anak mereka, dalam hal ini: menjadi ‘model’ yang tepat bagi anak mereka. Kiat sederhana yang diungkapkan Christine pada buku ini bukanlah merupakan hal baru, bahkan sudah sering kita dengar dan banyak disarankan oleh para pakar atau penasihat perkawinan dalam menghadapi permasalahan dalam pernikahan, seperti: sebaiknya pasangan ‘tidak mudah ngambek’, pasangan sumi istri bagaikan sendok dan garpu, yang meskipun kadang berselisih paham, tapi tetap bersama, dan lain sebagainya. Meskipun tampak sederhana, kiat-kiat tersebut tetap memerlukan upaya dari pasangan suami istri untuk memberikan teladan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Buku ini dapat berfungsi sebagai pengingat (reminder) bagi pembaca untuk tetap kompak bersama pasangannya meskipun seringkali menghadapi perbedaan dan permasalahan dalam kehidupan keluarga mereka. Bab 4 memaparkan peran gender yang harus diketahui oleh suami dan istri. Suami dan istri memiliki peran yang berbeda. Ibaratnya: suami sebagai kepala dalam keluarga dan istri sebagai tubuh. Suami dan istri harus memerankan posisi tersebut secara ‘nyata’ dalam keluarga. Perubahan zaman dan kebutuhan ekonomi sekarang ini menjadikan peran suami sebagai pencari nafkah utama terkadang tergantikan oleh istri. Meski demikian, sosok suami sebagai kepala keluarga haruslah tetap berfungsi dan kewibawaan suami sebagai kepala keluarga dan ayah bagi anak-anak haruslah tetap dipertahankan. Peran suami-istri dalam menyikapi pergeseran peran dan menjaga keutuhan posisi ini sangatlah penting. Bila salah satu di antara mereka tiada (single parent) dalam keluarga, sebaiknya peran yang hilang tersebut segera dicarikan penggantinya. Selain suami/istri, tokoh yang dapat menjadi pengganti dalam keluarga antara lain: paman/ bibi, kakek/nenek, serta guru (baik guru di sekolah formal maupun guru les/kursus). Sosok pengganti ini seyogyanya adalah orang yang tulus dan memberi pengaruh positif terhadap anak, meskipun tidak mungkin menggantikan peran ayah dan ibu kandung. Bab 5 tentang “sifat yang menurun”, mengajak pembaca dan para orang tua untuk melakukan introspeksi diri dan mengingat-ingat sifat yang mereka miliki, karena pada dasarnya sifat tersebut akan menurun pada anak mereka. Pengalamannya dalam mendidik ketiga putrinya diceritakan penulis dengan sangat menarik dan menyentuh pada bab ini. Teori “Nature and Nurture” menyebutkan bahwa faktor genetik (keturunan) dan lingkungan mempengaruhi karakter dan perilaku anak sehari-hari, hal ini selaras dengan pendapat penulis saat berhadapan dengan pertanyaan: apakah gangguan kepribadian termasuk penyakit keturunan? Melalui kisah Sybil (seorang anak perempuan dengan kepribadian ganda / multiple personalities) yang diceritakan dengan kalimat yang menarik dan seder hana, Chri st ine menjelaskan bahw a gangguan kepribadian dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu: faktor genetik, sosial, peristiwa traumatis, serta lingkungan sosial (h. 157). Lebih lanjut penulis menegaskan bahwa gangguan kepribadian penyebabnya sangat kompleks sehingga susah dijelaskan dengan singkat. Pepatah dari Jawa: ‘Bibit, bebet, bobot’ penting dalam menentukan pasangan suami/ istri dan teori ‘Belajar Sosial’ dari Bandura sangat selaras dengan teori ‘ Nature dan Nurture’ yang dikupas secara implisit oleh penulis dalam buku ini. Bab 6 memaparkan tiga faktor yang sering didengar dan memang harus dikenal dalam bidang kesehatan, yaitu: faktor penyebab, faktor protektif, dan faktor risiko (h.182). Ketiga faktor tersebut seringkali diabaikan oleh orang tua, padahal anak melihat dan merekam hal itu. Bab yang bertema “Orang tua Sehat, Anak Sehat” ini juga disertai tabel dan contoh nyata orang tua sebagai model dalam masalah kesehatan bagi anaknya. Salah satu hal yang menarik pada bab ini adalah: terdapat beberapa teks lagu / lirik lagu sederhana (yang mudah diingat dan dinyanyikan) oleh anak bersama orang tua, antara lain: hal-hal yang berhubungan dengan merawat tubuh (h.203), waspada terhadap bencana gempa bumi (h.205), dan lain Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 105 Resensi buku: Anak, Sang Peniru Andal sebagainya. Meski demikian, kebiasaan penulis untuk pergi tanpa membawa persediaan obatobatan dan kepercayaan akan pendapat bahwa ‘hati yang gembira adalah obat’ akan ditolak atau diragukan oleh beberapa orang yang ‘wellprepared’ dan cenderung perfeksionis. Pada bab terakhir, yaitu bab 7 penulis mengajak pembaca untuk belajar dan memperoleh energi baru, serta menikmati saatsaat menjadi model dalam kehidupan seharihari bagi anak. Bab ini menguatkan para orang tua dan pemerhati anak untuk tetap berbahagia sebagai ‘model. Bukan hanya bagi anak kandung, tapi juga bagi anak-anak yang ada di sekitarnya. Jadi kita sebagai orang tua harus waspada dan memerhatikan perilaku dan kata-kata kita sehari-hari, karena ada banyak ‘mata’ dan ‘telinga’ kecil di sekitar kita, yang siap ‘merekam’ dan meng ’copy’- nya Beberapa kalimat bijak dikutip Christine dalam buku ini, antara lain: kasih ibu adalah bahan bakar yang memungkinkan manusia biasa melakukan hal yang luar biasa (Merion C. Garethy, 2010) pada halaman 112. Membaca buku yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo ini menggiring pembaca pada hal yang sederhana tanpa membuat pembaca merasa bosan. Banyak hal sehari-hari yang kadang tidak kita sadari telah kita lakukan terhadap anak kita dan akhirnya mereka tiru. Dibandingkan buku sejenis, yaitu Anakku Peniru Paling Luar Biasa: Bahaya besar apabila Orang tua tidak memahami masalah ini (karya Yustina Eka Tjandra, Sinar Ilmu, 2012), tulisan Christine terlihat lebih ‘berbobot’ baik dari segi bahasa, materi, maupun cara membahasnya. Buku karya Yustina banyak sekali memuat cuplikan dari internet, sehingga pendapat atau opini penulis kurang Latar belakang terlihat ‘nyata’ di penulis sebagai buku ini. Ukuran Banyak hal sehari-hari yang kadang Dosen dan pembicatulisan pada buku ini tidak kita sadari telah kita lakukan ra di berbagai semijuga lebih kecil bila terhadap anak-anak kita dan nar parenting membudibandingkan buku akhirnya mereka ditiru. at kalimat-kalimat Anak, Sang Peniru yang dituangkan Andal, sehingga dalam buku ini terasa ‘agak’ melelahkan sangat ‘mengalir’. Gaya bahasanya sederhana mata pembaca. Buku ini cenderung teoritis, tapi dan sebagian besar kalimat berupa kalimat tanpa didasari teori dari buku/jurnal /textbook. langsung. Bahasa sehari-hari dan kalimatSalah satu kekurangan Anak, Sang Peniru kalimat sederhana yang digunakan pada buku Andal (kalau boleh disebut sebagai kekurangan) ini membuat buku ini “terkesan” kurang ilmiah, adalah: buku ini tidak dilengkapi dengan Daftar meski hal ini tidak mengurangi bobot atau mutu Pustaka, sehingga teori-teori yang dikutip tidak buku ini sebagai buku parenting yang patut untuk disertai sumber yang dapat kita cari textbook nya. dibaca. Tanpa membuat kita jenuh, membaca Sebagai salah satu buku parenting populer, buku ini kita seakan menyaksikan cerita atau buku ini patut dijadikan salah satu referensi membaca catatan harian seorang ibu yang bacaan bagi para orang tua, calon orang tua, bahagia dan bangga terhadap keluarganya. guru, pemerhati anak, dan semua orang yang Dalam bukunya, tak jarang Christine tertarik pada bidang pendidikan, khususnya mengutip kata-kata dalam bahasa Jawa, seperti: pendidikan anak usia dini. Buku ini membantu ngambek (h.78) dan bahasa sehari-hari, seperti: orangtua untuk dapat intropeksi diri dan ribet (h. 39), dong (h. 39), tidak nyambung amat, menjelaskan bahwa keluarga merupakan hal sih… (h. 40), nyopirnya (h. 121), dll. utama yang dapat membentuk karakteristik anak Buku ini juga dilengkapi dengan ‘gambar serta meyakinkan para orangtua bahwa mereka serta beberapa foto koleksi pribadi penulis yang merupakan manusia yang tepat untuk menjadi memperjelas makna yang tersirat dari buku ini. contoh bagi anak mereka. 106 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 Resensi buku: Anak, Sang Peniru Andal Buku ini cukup berhasil mencapai tujuan diterbitkannya Anak, Sang Peniru Andal sebagai salah sarana informasi bagi orang tua dan pemerhati anak untuk lebih menyadarkan orang tua tentang perannya sebagai ‘model’ serta ajakan untuk menjadi model yang baik bagi anak. Satu hal yang perlu disempurnakan bila buku ini akan diterbitkan ulang adalah: perlu dilengkapi dengan daftar pustaka atau referensi pelengkap yang digunakan penulis, sehingga buku ini akan terasa makin lengkap dan terkesan makin ilmiah. Setelah membaca buku ini, pembaca akan makin diyakinkan bahwa ‘anak adalah peniru andal’ serta makin takjub melihat kehebatan anak sebagai psikolog yang andal dalam merekam, menganalisis, dan mengapilkasikan perilaku bahkan isi pikiran orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Ingat, perilaku dan perasaan Anda, ‘diamati’ oleh anak (h.42). Selamat menjadi ‘model’ bagi anak-anak di sekitar kita. Tuhan Yesus memberkati! Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 107 Profil BPK PENABUR Bandar Lampung Profil BPK PENABUR Bandar Lampung “Menjadi Sekolah Berkualitas dan Menjadi Berkat Bagi Sesama” Reno Delison Bakkara E-mail: [email protected] BPK PENABUR Bandar Lampung Sejarah Singkat PK PENABUR Bandar Lampung yang yang melayani pendidikan dasar dan menengah (TKK, SDK, SMPK, SMAK dan SMKK), saat ini tengah mengembangkan diri untuk mewujudkan pelayanan berkualitas dalam bidang pendidikan untuk mendukung pencapaian tujuan Pendidikan Nasional. Profil BPK PENABUR Bandar Lampung sudah pernah ditampilkan dalam Jurnal Pendidikan Penabur – No.10/ Tahun ke-7/Juni 2008. B Sejak tahun 2009 Pengurus Harian BPK PENABUR khususnya Bidang Pendidikan mendampingi dan memotori penataan kembali pengelolaan sekolah BPK PENABUR Bandar Lampung agar menjadi lebih terarah untuk mewujudkan visi, misi, dan program BPK PENABUR pada umumnya dan BPK PENABUR Bandar Lampung pada khususnya melalui program Pengembangan Kurikulum Sekolah Standar Nasional Plus. Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 Bersama Gereja Kristen Indonesia Bandar Lampung, Pengurus Harian BPK PENABUR Bandar Lampung berupaya untuk meningkatkan kualitas sekolah melalui peningkatan mutu kurikulum sekolah, pendidik, karyawan, mutu siswa, dan sarana prasarana sekolah. Adapun susunan BPK PENABUR Bandar Lampung pada masa 2014-2018 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1: Pengurus Periode 2014-2018 BPK PENABUR Bandar Lampung No Nama 1. Pdt. Budiman Penasehat 2. Ir. Rico Simanjuntak Ketua 3. Deny Agustinus Sekretaris Noerhalim, S.E.,M.M. 4. Liani Hernawati, S.E. Bendahara I Ir. Bambang Tri Rahardja, MBA SDM, Pengembangan Organisasi, Teknologi dan Pemasaran Ir. Robinson Sianturi Sarana dan Prasarana Vani, S.E. Bendahara II 5. Saat ini Pengembangan Kurikulum Standar Nasional Plus masih diprioritaskan pada jenjang 6. Pendidikan Dasar (TKK-SDKSMPK) dan Pendidikan Menengah 7. (SMAK). Berikutnya BPK PENABUR Bandar Lampung merencanakan mengembangkan jenjang Pendidikan Dasar lainnya (SMKK). Pengembangan kurikulum ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan siswa serta kebutuhan 108 lingkungan serta sekaligus menjadi nilai tambah bagi BPK PENABUR Bandar Lampung. Jabatan Secara umum gambaran jumlah siswa Sekolah BPK PENABUR Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 – 2016/2017) seperti tertera pada Tabel 2. Profil BPK PENABUR Bandar Lampung Tabel 2: Jumlah Siswa Tahun Pelajaran 2012/2013-2016/2017 BPK PENABUR Bandar Lampung Tahun Jenajng 2012/2013 2013/2014 2014/2015 2015/2016 2016/2017 TKK 66 55 67 85 107 SDK 312 317 305 304 300 SMPK 139 83 87 151 190 SMAK 89 92 123 156 167 SMKK 260 244 214 241 214 Data di atas menunjukkan kenaikan dan penurunan jumlah siswa. Beberapa jenjang pendidikan mengalami kenaikan jumlah siswa yang signifikan pada tahun 2016/2017 dibandingkan dengan tahun tahun-tahun sebelumnya. Jenjang Pendidikan Jenjang TK TKK BPK PENABUR Bandar Lampung merupakan salah satu sekolah favorit pada jenjangnya di Bandar Lampung sebagai TKK yang menggunakan program Nasional Plus dan juga memberikan pelayanan pendidikan berkualitas baik kepada siswa dengan program: Christian value Bilingual program Modern curriculum Good and smart teachers Various extracurricular Exciting field trip / mini trip TKK BPK PENABUR juga menenerapkan PKBN2K di dalam kegiatannya melalui Christian Value and Character Program: Friday service (1 time in a week) On time card Character reward (HOS : Humble, Obedience & Self Control day) Bible morning verse Social – emotional development for kids Melalui Program tersebut diharapkan lulusannya dapat memiki kemampuan sebagai berikut. 1. Dapat berdoa dengan sikap yang baik untuk diri sendiri dan orang lain. 2. Senang bersosialisasi. 3. Bertanggung jawab : menyelesaikan tugas, mampu mengurus barang miliknya sendiri, dll. 4. Dapat bersikap ramah, sopan, dan tertib. 5. Berani bertanya dan menjawab. 6. Mau mencoba sesuatu hal yang baru. 7. Senang membaca buku. 8. Dapat berinteraksi dengan bahasa asing (Inggris dan Mandarin). 9. Mengenal pola hidup sehat : kebersihan diri dan lingkungan, makanan sehat, dll. 10. Mengenal seni dan kebhinekaan budaya bangsa Indonesia. Jenjang SDK Sejak tahun 2013/2014, SDK BPK PENABUR Bandar Lampung melaksanakan Kurikulum 2013 secara bertahap yang dimulai dari kelas 1 dan 2. Mulai tahun 2016/2017 kelas 1 sampai kelas 6 sudah menerapkan Kurikulum 2013. Dalam pelaksanaan program Nasional Plus, SDK BPK PENABUR melakukan kegiatan unggulan sebagai berikut. 1. 2. 3. English Fun dan English Enrichment : menjadikan siswa lebih fasih dan berani berbahasa Inggris juga menambah pengetahuan bahasa. Math and Science in English : mendalami matematika dan IPA dalam bahasa Inggris Mini Trip : Kunjungan belajar ke luar sekolah setelah MID Semester 1. Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 109 Profil BPK PENABUR Bandar Lampung 4. Field Trip : Kunjungan belajar ke luar sekolah setelah MID semester 2 dengan tugas akhir membuat pengalaman yang diperoleh dari perjalanan kunjungan belajar tersebut. Tabel 3: Daftar Prestasi SDK BPK PENABUR Bandar Lampung No Tahun 1. 2014 2. Juara Tingkat Story Telling 1 Kota 2104 Voli Mini Putri 1 Kota 3. 2104 Voli Mini Putra 1 Kota 4. 2014 Renang 1 Propinsi 5. 2014 Renang 1 Propinsi 6. 2014 Speech Terfavorit Kota 7. 2014 Speech 1 Kota 8. 2015 Spelling Bee 3 Kota 9. 2015 Futsal 3 Kota 10. 2015 Renang 3 Propinsi 11. 2015 Voli Mini Putra 1 Kota 12. 2015 Story Telling Harapan 1 Kota 13. 2015 Spelling Bee 1, 2, 3 Kota 14. 2015 OSN Matematika 1 Kota 15. 2015 OSN IPA 3 Kota 16. 2015 Story Telling 2, 3 Nasional 17. 2015 Spelling Bee 1. 3 Nasional 20. 2015 Tari Kreasi 2 Nasional 21. 2016 Tari Kreasi 2 Propinsi 22. 2016 Puisi Harapan 1 Kota 23. 2016 Gambar Bercerita Harapan 1 Kota 24. 2016 Voli Mini Putra 1 Propinsi 25. 2016 Renang Putri 1 Kota 110 Jenis Lomba Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 5. Widia Wisata : Kunjungan belajar ke luar kota (Jakarta-Bogor) 6. Kemandirian : Program bersama kelas 1-4 berisi kegiatan menarik untuk melatih kemandirian anak 7. Christian Leadership : Program bersama kelas 5-6 berisi kegiatan yang melatih kemampuan anak dalam memimpin, baik untuk diri sendiri maupun orang lain sesuai dengan karakter Kristiani 8. PKBN2K : Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kristiani, menanamkan karakter Kristiani (Tuhan Yesus) dalam diri siswa/ siswi. Dengan berubahnya SDK regular menjadi SDK Nasional Plus maka semakin berkembang SDK dalam kualitas maupun kuantitas ditunjukkan dengan prestasi yang diraih sesuai Tabel 3. Jenjang SMPK SMPK BPK PENABUR Bandar Lampung Menggunakan Kurikulum Nasional yang diperkaya dengan Academic, English, Entrepreneurship, Character and Life Skills (A-EEC ). SMPK BPK PENABUR Bandar Lampung menjadi sekolah yang unggul dan berprestasi. Dengan tenaga pendidik yang berkualitas, berpengalaman, dan berprestasi, disertai dengan lingkungan belajar dan fasilitas yang memadai, siswa SMPK BPK PENABUR Bandar Lampung berhasil selama memperoleh nilai UN tertinggi di Kota Bandar Lampung tahun ajaran 2012/ 2013. Selain prestasi di bidang akademik, siswa SMPK BPK PENABUR Bandar Lampung juga berhasil memperoleh prestasi di bidang olahraga untuk tingkat Provinsi. Penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun dalam keseharian siswa di lingkungan sekolah merupakan pembiasaan untuk mendorong siswa aktif dalam berbahasa Inggris. Program Unggulan SMPK BPK PENABUR Bandar Lampung sebagai berikut. 1. Entrepreneurship Event. Kegiatan yang digunakan untuk mengasah bakat siswa dalam berwirausaha sekaligus mengimplementasikan kepedulian terhadap sesama. Profil BPK PENABUR Bandar Lampung 2. Character Camp, pendidikan dan pembentukan karakter bagi siswa agar sesuai dengan nilai-nilai iman Kristiani . 3. Program ke Luar Negeri - China (Guangzhou), Summer Camp & Winter Camp - Australia (Perth & Melbourne), Summer Program (October, 1 week) and Winter Program (June, 2 weeks) - Korea (1 week Study Tour Program to South Korea). Selain program unggulan, juga melaksanakan kegiatan ekstra kurikuler (ekskul). Bina Prestasi Matematika, Bina Prestasi Fisika, Drama (Teater), Catur, Science Club (KIR), Futsal, Wushu, Vocal & Akustik, ICT Club, Volley, Basket, English Club, Pramuka, dan BTA. Tabel 4 menggambarkan beberapa prestasi yang sudah diraih SMPK BPK PENABUR Bandar Lampung. Jenjang SMAK Sesuai dengan Visi Misi BPK PENABUR maka salah satu program kerja utama BPK PENABUR Bandar Lampung ialah mengembangkan kurikulum Sekolah Standar Nasional Plus. Standar yang menggunakan Kurikulum Nasional yang diperkaya dengan Academic, English, Entrepre-neurship, Character and Life Skills (A-EEC). Adapun program A- EEC adalah sebagai berikut. A. Academic 1. Program Bilingual untuk materi pelajaran Matematika dan Science. 2. Penambahan jam pelajaran untuk beberapa mata pelajaran : Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran khas jurusan IPA dan IPS. Tabel 4: Daftar Prestasi SMPK BPK PENABUR Bandar Lampung No Tahun Jenis Lomba Juara Tingkat 1. 2014 Speech Contest 2 Kota 2. 2014 Quiz Bee 3 Kota 3. 2014 Futsal Puteri 3 Kota 4. Kelas ekstra buat siswa yang kurang bisa mengikuti dalam beberapa Mata Pelajaran 4. 2014 Speech Contest 2 Kota 5. Kelas persiapan Ujian Nasional. 5. 2015 Speech Contest 2 Propinsi 6. 2015 Basket 1 Kota 7. 2015 Spelling Bee 1 Kota 8. 2015. Speech 1 Kota 9. 2015 Speech 2 Kota 10. 2015 Mading 1 Kota 11. 2015 Quiz Bee 2 Kota 12. 2015 Futsal 1 Kota 13. 2015 Volleyball Putri 1 Kota 14. 2016 Speech 2 Kota 15. 2016 Blog 1 Kota 16. 2016 Volleyball 1 Kota 17. 2016 Speech 1 Kota 18. 2016 Volleyball 3 Kota 3. Kelas bimbingan olimpiade sains. 6. Persiapan memasuki perkuliahan dengan program GOES TO CAMPUS untuk mengenal Universitas dan lingkungan yang akan dimasuki siswa kelas XII. 7. B. Winter Camp China untuk mempersiapkan siswa/siswi yang akan melanjutkan kuliah di China. English 1. Bilingual : (a) bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan bahasa Inggris,terutama untuk mata pelajaran MIPA dan Ekonomi; (b) pembiasaan siswa terhadap terminologi (istilah) keilmuan; (c) pembiasaan tes tulis berbahasa Inggris, dan (d) penggunaan buku teks bilingual. 2. English Day Setiap Rabu dan Jumat, semua unsur sekolah berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 111 Profil BPK PENABUR Bandar Lampung 3. Immersion Program Setiap tahun mengirim beberapa siswa ke University di Australia C. Entreprepreneurship 1. Pembentukan karakter yang inovatif dan kreatif 2. Integrated learning: Mengintegrasikan kompetensi dari beberapa mata pelajaran dalam suatu kegiatan intrepreneurship. D. Character and Life Skills 1. Psikotes 2. Morning Devotion : Setiap hari yang dipimpin oleh peserta didik. 3. Chapel Time : Setiap hari Senin minggu ke-2, peserta didik memimpin ibadah siswa. 4. Pelayanan pujian ke gereja – gereja. 5. Retreat bagi kelas XI 6. Character Building Camp bagi peserta didik kelas X di MARINIR sebagai sarana pembentukan karakter yang seterusnya akan direalisasikan melalui pembiasaan selama kegiatan belajar mengajar, ekstra dan intra kurikuler. 7. Social Day: Mengunjungi Panti Asuhan dan berbagi sembako ke warga tidak mampu di sekitas sekolah 8. Ibadah Natal dan Paskah 9. Fieldtrip 10. Winter Camp ke China untuk belajar kebudayaan, Bahasa dan pendidikan di China 11. Ajang pembentukan dan apresiasi kreasi dan kreativitas siswa : a. Charity Events: Kegiatan Donor Darah b. Penabur Language and Sport Competition (PLC) 12. Ekstra kurikuler (Ekskul) Ketentuan: a. Siswa wajib mengikuti satu kegiatan ekstra kurikuler. b. Siswa diperkenankan mengikuti maksimal dua jenis kegiatan. Jenis kegiatan : a. Ekskul olahraga: Badminton, Bola basket, Futsal, Tenis Meja 112 Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 b. Ekskul Seni dan Budaya: Modern Dance, Tari Lampung c. Ekskul Pengetahuan : Science Club, ICT, Olympiad Preparation b. Ekskul Keterampilan: English Club, Fotography 13. Mengikuti perlombaan akademik dan nonakademik. SMAK BPK PENABUR Bandar Lampung bertujuan untuk menghasilkan siswa yang unggul dan berprestasi. Menggunakan sistem pembelajaran Academic, English, Entrepreneurship, Character And Life Skills (A-EEC), mampu membuat siswa memiliki prestasi di bidang akademik, fasih berkomunikasi dalam bahasa Inggris, pandai dalam menciptakan peluang usaha dan memiliki karakter sesuai dengan nilai- nilai iman Kristiani. Tenaga pendidik yang berkualitas, berpengalaman, dan berprestasi, membuat siswa mendapatkan pengajaran ilmu dan keterampilan terbaik. Fasilitas yang lengkap dan memadai, memungkinkan siswa mendapatkan pendidikan dalam lingkungan belajar yang menyenangkan. Minat dan bakat siswa dituangkan dalam berbagai program sekolah antara lain melalui Musik, Seni, bahasa ( Inggris dan Mandarin), Olahraga. Siswa juga dibekali dengan pengetahuan dan praktek kewirausahaan sehingga setiap siswa akan memahami keragaman tuntutan pasar. Jenjang SMK SMKK BPK PENABUR Bandar Lampung salah satu SMKK terbaik yang ada di kota Bandar Lampung. Melalui SMKK BPK PENABUR Bandar Lampung, siswa dibekali ilmu dan keterampilan. Program keahlian SMKK BPK PENABUR Bandar Lampung adalah Administrasi Perkantoran. Siswa dapat memahami administrasi perkantoran, konsep dasar manajemen dan akuntansi, keterampilan komunikasi dan pengetahuan informasi (Komputer). Siswa juga dididik menciptakan peluang usaha, dilatih cakap berbahasa Inggris, dan Mandarin oleh tenaga pengajar yang berkualitas, berpengalaman, dan berprestasi. Para siswa SMKK BPK PENABUR Bandar Lampung juga dipersiapkan untuk masuk ke dunia kerja dan usaha. Melalui kerjasama SMKK Profil BPK PENABUR Bandar Lampung Tabel 5: Daftar Prestasi SMAK BPK PENABUR Bandar Lampung No Tahun Jenis Lomba Juara Tingkat 1. 2014 Speech Competition 1 Kota 2. 2014 Renang Gaya Bebas 2 Propinsi 3. 2014 Speech Competition 1 Kota 4. 2014 Speech Competition 1 Kota 5. 2014 Seplling Bee 1 Propinsi 6. 2014 Presentation Competition 2 Kota 7. 2015 Taekwondo Competition 1 Kota 8. 2015 English Speech Contest 1, 2, 3 Kota Accoustic Band Competition 3 Photogenic Competition 1 9. 10. 2015 2015 English Newscasting Competition 3 Kota 12. 2016 English Speech Contest 1 Kota 13. 2016 Musikalisasi Puisi 1 Propinsi 2016 English Speech Contest 1 Kota 15. 2016 Presenting Idea 2, 3 Kota 16. 2016 English Debate 3 Kota 2016 Translation Competition 1 Kota English Speech Contest 3 Kota 18. 2016 Tabel 6: Daftar Prestasi SMK BPK PENABUR Bandar Lampung No Tahun Jenis Lomba Juara Tingkat 1. 2014 Accounting Umum Provinsi 2. 2014 Keterampilan Siswa 2 Kota 3. 2014 Computer Competition Umum Kota 4. 2014 Olimpiade Sains Terapan 2 Kota 5. 2014 English Competition 2 Kota 6. 2014 Accounting National Championship 1 Nasional 7. 2014 Basket Putri sekolah Kristen 3 Provinsi 8. 2014 Basket Putra sekolah Kristen 1 Provinsi 9. 2014 Basket Putra Univ. Lampung 3 Provinsi 11. 2015 Basket Putra 2 Provinsi 1 Provinsi Kota 2015 17. Kegiatan tahunan: Fieldtrip untuk Kelas X, Praktik Kerja Industri untuk kelas XI, Bina Siswa untuk kelas XII, dan Latihan Kepemim-pinan OSIS Kota 11. 14. BPK PENABUR Bandar Lampung dengan beberapa perusahaan, para alumnus disalurkan untuk mengisi kebutuhan perusahaan akan tenaga kerja yang kompeten dan terampil. Didukung oleh kegiatan tahunan dan dan ekstrakulikuler yang baik seperti kegiatan berikut. SMA AL-Kautsar 12. 2015 3 on 3 Basket Penabur Lacer Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 113 Profil BPK PENABUR Bandar Lampung No Tahun Jenis Lomba Juara Tingkat 13. 2015 Basket Putra SMAN 1 Metro 1 Provinsi 14. 2015 Baket Putra Yamaha 3 Provinsi 15. 2015 Voli Putra SMA Xaverius 3 Provinsi Basket Putra SMAN 12 1 16. 2015 SMKK BPK PENABUR mengukir prestasi tidak hanya tingkat kota dan propinsi namun juga sampai ke tingkat nasional sesuai Tabel 6. Penutup Kota 17. 2015 Ms. Word 2 Kota 18. 2015 MYOB 1 Kota 19. 2015 Uji Kompetensi 1 Provinsi 20. 2015 Cepat Tepat Akuntansi 1 Provinsi 21. 2015 Business Comptetition 2 Provinsi 22. 2015 Accounting Computer 1, 2 Provinsi 23. 2015 Keterampilan Siswa 2 Kota 24. 2016 Kompetensi Akuntansi 1, 2 Provinsi 25. 2016 Olimpiade Sains Terapan 2 Kota 26. 2016 3 on 3 DBL AHM 1 Provinsi 114 Kegiatan Ekstrakulikuler: Futsal, Akuntansi, Voli, Basket Sekolah, Komputer, Bahasa Mandarin, dan Paduan Suara Jurnal Pendidikan Penabur - No. 26/Tahun ke-15/Juni 2016 BPK PENABUR Bandar Lampung akan terus meningkatkan pelayanannya bersama GKI Bandar Lampung di bidang pendidikan, bersama dengan Pengurus Harian BPK PENABUR Bandar Lampung. Peningkatan layanan menyeluruh dilakukan secara terintegrasi, baik secara kualitas maupun fasilitas. Meningkatkan kualitas mutu pendidik dan tenaga pendidik serta meningkatkan kualitas mutu siswa dan lulusan serta mencapai prestasi akademik atau non akademik yang memuaskan. BPK PENABUR Bandar Lampung berkomitmen meningkatkan kualitas fasilitas melalui pembangunan gedung sekolah, melengkapi sarana dan prasarana pendukung dengan baik, sehingga para siswa akan belajar dengan baik untuk meningkatkan prestasi belajar. 1. Belum diterbitkan/ Belum Pernah dikirim ke Media Cetak Lain. A. Persyaratan 2. Karya Asli: Dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris 1. Kajian Pustaka 2. Kajian Empiris 3. Kajian/ Studi Kasus B. Ragam Naskah 4. Evaluasi 5. Kajian Kebijakan 6. Kajian Pengembangan 7. Analisis Deskriptif/Opini 8. Resensi Buku a. Menggambarkan Isi Naska, Singkat dan Padat 1. Judul b. Tidak Spesifik/Sempit, Tidak Terlalu Umum c. Paling panjang 14 Kata a.Nama Lengkap, Tanpa Gelar 2. Identitas Penulis b. Alamat e-mail Pribadi c. Nama Institusi/Lembaga i. Sifat: Informatif ii. Latar Belakang Masalah & Masalah iii. Tujuan a. Isi iv. Metode, Tempat & Waktu v. Hasil & Saran 150 -200 kata 3. Abstrak b. Panjang Dalam 1 paragraf Minimal 3 kata c. Kata-Kata Kunci Merupakan istilah/konsep penting i. Bahasa Indonesia d. Bahasa Acuan Penulisan Ilmiah ii. Bahasa Inggris i. Latar Belakang Masalah a. Isi C. Struktur Naskah ii. Rumusan Masalah iii. Manfaat Penelitian iv. Kajian Pustaka/Teori 4. Pendahuluan i. Deskriptif b. Bentuk ii. Informatif a. Jenis Penelitian 5. Metode Penelitian b. Tempat dan Waktu Penelitian c. Prosedur Penelitian: sumber, teknik pengumpulan & analisis data i. Kualitatif a. Hasil/Data ii. Kuantitatif i. Interpretasi 6. Hasil dan Pembahasan b. Pembahasan ii. Analisis: induktif, deduktif, komparatif i. Makro/Umum c. Implikasi ii. Mikro/Khusus a. Kesimpulan 7. Penutup b. Saran a. Gaya/Style: APA b. Jumlah referensi minimal 5 8. Daftar Pustaka c. Dirujuk langsung dlm tulisan d. Terbitan minimal 5 thn terakhir 1. Format: A4 D. Fisik Naskah 2. Huruf: Book Antique- 10 point, 3. Panjang naskah: 4.000 - 10.000 kata dengan1,5 spasi 4. Wujud: Soft copy dan printout