Wa Ode Harlis//Paradigma, Vol.15 No.1 Pebruari 2011 hlm.39–44 39 MORFOLOGI SPERMATOZOA EPIDIDYMIS TIKUS (Rattus norvegicus, L.) SETELAH DIPERLAKUKAN EKSTRAK HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri, L.) Wa Ode Harlis1) 1) Jurusan Biologi FMIPA Universitas Haluoleo Kendari 93232 ABSTRAK Herba meniran (Phyllantuhus niruri, L) telah digunakan oleh masyarakat pedesaan sebagai obat kontrasepsi pria tradisional. Herba meniran mengandung senyawa yang tergolong dalam kelompok produk alami antifertilitas, yaitu minyak atsiri, alkaloid, isoflavonoid, steroid, dan triterpen. Hewan uji yang digunakan adalah 24 ekor tikus jantan, berumur ±2,5 bulan, dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan dosis, yaitu : A (kontrol), B (plasebo), C (0,7 mg/200g bb), D (0,9 mg//200g bb), E (1,8 mg/200g bb), dan F (2,7 mg /200 g bb). Perlakuan dilakukan secara oral.Berdasarkan pengamatan dan analisis statistik didapatkan hasil bahwa perlakuan ekstrak herba meniran dengan dosis yang berbeda berpengaruh nyata terhadap penurunan persentase morfologi normal spermatozoa epididymis tikus. Kata kunci : Phyllanthus niruri, morfologi spermatozoa epididymis. ABSTRACT Phyllanthi niruri is a plant that villagers have believed as a herbal traditional contraception for males. Phyllanthi niruri contains some compounds classified as natural antifertility product, such as; volatile oil, alkaloid, flavonoid, steroid, and triterpen. It was tested on 24 male rats, aged ± 2,5 month, which were put into six dosage treatments groups; i.e. group A (control), B (placebo), C (0,7 mg/200g bw), D (0,9 mg/200g bw), E (1,8 mg/200g bw), dan F (2,7 mg/200g bw). The extracts were given orally. The obtained data were analysed by using the Analysis of Variance Test (Anova α = 0,05), and the effects were further analyzed by using BNT.The result showed that the phyllanthi niruri extracts significantly affected on lowering the percentage of spermatozoa normal morphology in epididymis of rats. Key words : Phyllanthus niruri, spermatozoa morphology in epididymis. Diterima: 1 Agustus 2010 Disetujui untuk dipublikasikan: 20 Oktober 2010 1. Pendahuluan Pesatnya perkembangan penduduk merupakan masalah bagi negara berkembang seperti Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka laju pertumbuhan penduduk melalui gerakan Keluarga Berencana, yang pada dasarnya Morfologi Spermatozoa Epididymis Tikus (Rattus norvegicus, L.) 40 dilakukan dengan cara pengaturan fertilitas. Usaha menemukan bahan kontrasepsi pria telah dilaksanakan dibeberapa negara dengan memanfaatkan bahan alami yang berasal dari tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengaturan fertilitas adalah senyawa bioaktif yang terdapat pada tumbuhan meniran (Phyllanthus niruri, L). Herba meniran mulai dari akar, dahan, dan daun mengandung berbagai senyawa seperti; minyak atsiri, flavonoid, zat pahit, arbutin, antrakuinon, fenol, tanin, alkaloid, steroid, dan triterpen. Selain itu, tumbuhan ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat di pedesaan yang dianggap sebagai tanaman kontrasepsi pria tradisional yang bersifat sebagai antispermatogenik [1]. Testosteron yang diproduksi oleh sel Leydig berperan vital dalam menstimulasi spermatogenesis, sehingga kadar testosteron dan morfologi sel Leydig merupakan salah satu gambaran fertilitas pada pria. Mengingat bahwa spermatozoa adalah sel haploid yang berasal dari perkembangan sel-sel spermatogenik di dalam tubulus seminiferus, timbul pertanyaan menarik yang perlu diteliti lebih jauh, yaitu apakah ekstrak meniran (Phyllanthus niruri, L.) dapat menekan fungsi spermatozoa dalam epididymis sehingga kualitas yang diperlukan spermatozoa dalam melaksanakan fungsinya untuk membuahi sel telur akan menurun. 2. Metode Penelitian Tikus jantan berat ± 200-300 gr, umur 2,5 bulan sebanyak 24 ekor yang diperoleh dari LP3HP UGM. Pakan tikus berupa BR II Comfeed dari PT. Japfa Comfeed Indonesia. Pewarnaan Giemsa 20 %, NaCL 0,9 % dan metanol untuk membuat sediaan apus spermatozoa. Sebanyak 24 ekor tikus jantan umur 2,5 bulan, dibagi menjadi 6 kelompok dengan ulangan 4 ekor, yaitu: A (kontrol), B (plasebo), C (0,7 mg/200g bb), D (0,9 mg//200g bb), E (1,8 mg/200g bb), dan F (2,7 mg /200 g bb). Perlakuan diberikan secara oral, sebanyak 2,0 ml/hari selama 49 hari. Pada hari ke-50, dilakukan pembedahan untuk mengamati morfologi spermatozoa pada bagian cauda epididymis, dengan membuat suspensi spermatozoa. Wa Ode Harlis//Paradigma, Vol.15 No.1 Pebruari 2011 hlm.39–44 41 Data disajikan dalam bentuk mean dan standard deviation, dan diuji dengan Analysis of variance Test (α = 0,05) dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT α = 0,05) [4]. 3. Hasil dan pembahasan Pemberian ekstrak herba meniran menyebabkan penurunan persentase morfologi normal spermatozoa epididymis. Rerata persentase morfologi spermatozoa epididymis setelah diberi perlakuan ekstrak herba meniran yang tercantum pada Tabel 1 dan Gambar 1, terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan (P<0,05). Tabel 1. Rerata persentase morfologi spermatozoa epididymis antar perlakuan ekstrak herba meniran Rerata Dosis Rerata normal No Ulangan abnormal (mg/200g bb/hari) (%) (%) 1 4 Kontrol 80,50±4,53a 19,5±4,53a 2 4 Plasebo 84,41±3,07a 15,59±3,07a a 3 4 0,7 74,83±2,15 25,17±2,15a a 4 4 0,9 73,41±9,31 26,59±9,31a b 5 4 1,8 39,41±4,57 60,59±4,57b c 6 4 2,7 23±10,35 77±10,35c Ket : huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata (P<0,05) 100 Rerata Morfologi Normal Spermatozoa (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kontrol Plasebo 0,7mg 0,9mg 1,8mg 2,7mg Dosis Perlakuan Gambar 1.Histogram rerata persentase morfologi normal spermatozoa antar perlakuan ekstrak herba meniran 42 Morfologi Spermatozoa Epididymis Tikus (Rattus norvegicus, L.) Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa pada pelakuan ekstrak herba meniran terjadi penurunan persentase morfologi spermatozoa normal dan peningkatan persentase morfologi spermatozoa yang abnormal dengan semakin meningkatnya dosis ekstrak herba meniran yang diberikan. Menurunnya morfologi spermatozoa normal dan meningkatnya morfologi spermatozoa abnormal disebabkan oleh abnormalitas primer dan sekunder. A B 10 µm 10 µm F G 10 µm Gambar 2. D C 10 µm 10 µm I H 10 µm E 10 µm 10 µm J 10 µm 10 µm Berbagai kelainan morfologi spermatozoa epididymis tikus setelah diperlakuan ekstrak herba meniran. Pewarnaan: Giemsa Perbesaran: 400X Keterangan: A. bagian tengah menebal dan melekuk; B. Kepala patah; C. Kepala dan bagian tengah yang masih mengandung sisa sitoplasma; D. Bagian tengah menebal; E. Ujung ekor dan kepala bertemu; F.Kepala ganda; G. Ekor melingkar; H. Kepala putus dan ekor melipat; I. Ujung ekor berbentuk loop; J. Ekor bersudut. Wa Ode Harlis//Paradigma, Vol.15 No.1 Pebruari 2011 hlm.39–44 43 Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa pada pelakuan ekstrak herba meniran terjadi penurunan persentase morfologi spermatozoa normal dan peningkatan persentase morfologi spermatozoa yang abnormal dengan semakin meningkatnya dosis ekstrak herba meniran yang diberikan. Menurunnya morfologi spermatozoa normal dan meningkatnya morfologi spermatozoa abnormal disebabkan oleh abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas bagian tengah meliputi; bagian tengah yang masih mengandung sisa sitoplasma (Gb.2C), bagian tengah menebal dan melekuk (Gb. 2A). Abnormalitas bagian ekor meliputi; ekor melingkar (Gb.2H) ekor bersudut (Gb.2J), dan ujung ekor berbentuk loop (Gb.2I). Abnormalitas primer yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi kepala ganda, kepala pipih, kepala tanpa akrosom, bagian tengah menebal. Abnormalitas sekunder yang ditemukan, meliputi ekor terputus dari kepala, ekor melingkar, ujung ekor patah, dan kepala serta bagian tengah yang masih mengandung sisa sitoplasma. Abnormalitas spermatozoa primer disebabkan oleh penurunan kadar testosteron. Penurunan kadar testosteron menghambat pembentukan protein α-tubulin sebagai komponen dasar mikrotubuli dan mikrofilamen yang penting dalam proses spermiogenesis untuk menggerakan sitoplasma ke arah belakang menuju flagel [5]. Abnormalitas sekunder disebabkan adanya gangguan proses pematangan spermatozoa dalam epididymis. Dalam epididymis spermatozoa mengalami serangkaian perubahan morfologi dan fungsional seperti ukuran, bentuk, ultrastruktur bagian tengah, DNA, pola metabolisme, dan sifat membran plasma [3]. Secara fungsional epididymis tergantung pada testosteron dalam proses perubahan tersebut, sehingga jika kadar testosteron menurun menyebabkan pembentukan spermatozoa yang abnormal [2]. Senyawa-senyawa antifertilitas yang terkandung dalam meniran, akan masuk aliran darah dan menuju testis. Senyawa tersebut kemudian berikatan membentuk ikatan”kompleks reseptor-senyawa toksik”. Kompleks reseptor-senyawa toksik akan mengalami perubahan bentuk menjadi reseptor transformasi yang dapat mempengaruhi DNA. DNA dengan bantuan enzim polimerase yang ada dalam inti mengadakan sintesis Morfologi Spermatozoa Epididymis Tikus (Rattus norvegicus, L.) 44 DNA. DNA dengan bantuan enzim polimerase yang ada dalam inti mengadakan sintesis DNA, yang selanjutnya hasil akhir berupa protein. Ekstrak herba meniran diduga menyebabkan gangguan sintesis protein sehingga oleh RNA terhambat dan selanjutnya tidak terbentuknya protein sebagai hasil translasi mRNA. Akibatnya perkembangan spermatozoa akan terhenti dan menyebabkan morfologi spermatozoa epididymis menjadi abnormal. 4. Kesimpulan Ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri, L.) dengan dosis tinggi cenderung mengganggu reproduksi tikus jantan karena dapat menurunkan persentase morfologi normal spermatozoa epididymis. Daftar Pustaka [1] Dalimartha.S., 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jilid 2. Jakarta. [2] Guyton, A.C dan Hall. J., 2000. Textbook of Medical Physiology.10th ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia. [3] Hafez, E.S.E., 1987. Reproduction in Farm Animal. 5th ed. Lea and Febiger, Philadelphia. [4] Sokal, R.R. & Rohlf.,1996. Pengantar Biostatistika. (Introduction to Biostatistic).Edisi ke-2. Diterjemahkan oleh Nasrullah, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. [5] Zaneveld, L.J.D.&Chatterton, R.T.,1982. Biochemistry of Mammalian Reproduction. John Wiley dan Sons Inc. New York.