PENGARUH PENERAPAN MODEL PBL DIPANDU

advertisement
PENGARUH PENERAPAN MODEL PBL DIPANDU
STRATEGI KOOPERATIF TERHADAP KECAKAPAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA
MATA PELAJARAN BIOLOGI
Oleh
Ida Bagus Putu Arnyana
Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul: “Pengaruh penerapan model PBL dipandu startegi
kooperatif terhadap kecakapan berpikir kritis siswa SMA pada pelajaran mata
pelajaran biologi” bertujuan menemukan model maupun strategi pembelajaran
yang dapat meningkatkan kecakapan berpikir kritis siswa SMA pada pelajaran
biologi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental faktorial 2x2
nonequivalent control group design dengan subyek penelitian siswa kelas X
SMA Negeri 1 Singaraja dan SMA Negeri 4 Singaraja tahun pelajaran
2003/2004. Dari penelitian ini ditemukan: (1) model PBL dapat meningkatkan
kecakapan berpikir kritis siswa, (2) strategi kooperatif GI dapat meningkatkan
kecakapan berpikir kritis siswa, dan (3) interaksi model PBL dan strategi
kooperatif GI dapat meningkatkan kecakapan berpikir kritis siswa SMA dalam
pelajaran biologi.
Kata Kunci: Problem Based Learning, Strategi kooperatif , Berpikir Kritis
ABSTRACT
The title of this research is “effect of the implementation PBL model guided by
cooperative learning to critical thinking abbility SMA students on biology
lesson” are want to find model and strategy of learning which can improve the
critical tinking abbility of the SMA students in biology lesson. This research is
2x2 factorial experimental nonequivalent control group design, with the subject
are students in X grade of SMAN 1 Singaraja and SMAN 4 Singaraja. This
reseach find are: (1) PBL model can improve the students critical thingking
abbility, (2) GI cooperative learning strategy can improve the students critical
thingking abbility, and (3) the interaction of PBL model and GI cooperative
learning strategy can improve the critical thinking abbility of SMA students in
the biology lesson.
Key Words: Problem Based Learning, cooperative learning startegy, critical thinking.
I. PENDAHULUAN
Pada abad pengetahuan, yaitu abad 21 diperlukan sumber daya manusia dengan
kualitas tinggi yang memiliki berbagai kemampuan, antara lain: kemampuan bekerja
sama, berpikir kritis-kreatif, memahami berbagai budaya, menguasai teknologi
informasi, dan mampu belajar mandiri sehingga sumber daya manusia ini dapat bersaing
2
dalam mengisi pasar kerja. Trilling and Hood, 1999; Galbreath (1999) mengemukakan
bahwa pada abad pengetahuan modal intelektual, yaitu kecakapan berpikir merupakan
kebutuhan utama sebagai tenaga kerja. Rindel (1999) mengemukakan bahwa orang yang
“melek” sains adalah orang yang dapat memanfaatkan pengetahuan ilmiahnya dan
memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Degeng (2003) mengharapkan lulusan
sekolah menengah sampai perguruan tinggi di Indonesia, di samping memiliki
kecakapan vokasional (vocational skill) juga harus memiliki kecakapan berpikir
(thinking skill) sehingga bangsa ini tidak menjadi bangsa “buruh”.
Kecakapan berpikir merupakan kemampuan yang harus dipelajari di sekolah.
Hal ini mendukung John Dewey (1916, dalam Johnson 2002) sejak awal mengharapkan
agar siswa di sekolah diajarkan cara berpikir. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) mengharapkan agar siswa menguasai kecakapan hidup (life skill) yang
salah satunya adalah kecakapan berpikir (thinking skill) yang harus diajarkan melalui
semua mata pelajaran.
Dari uraian di atas tampak bahwa kecakapan berpikir merupakan hal yang sangat
penting yang diperlukan oleh setiap orang untuk hidupnya. Oleh karena itu kecakapan
berpikir sangat penting dipelajari siswa si sekolah. Pendidikan berpikir di sekolah saat
ini khususnya di SMA belum ditangani dengan baik. Guru hanya berupaya
meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Akibatnya kecakapan berpikir lulusan SMA
masih relatif rendah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rofi’udin (2000)
mengemukakan bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya kecakapan berpikir kritiskreatif lulusan sekolah dasar sampai perguruan tinggi di Indonesia, karena pendidikan
berpikir belum ditangani dengan baik. Arnyana (2005) menemukan bahwa guru biologi
SMA di Singaraja belum secara sadar merencanakan untuk melatih kecakapan berpikir
siswa.
Kemampuan berpikir yang diperlukan setiap orang adalah kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Johnson (2002); Krulik and Rudnick (1996) menyebutkan bahwa berpikir
tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah
aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis
asumsi, mengevaluasi, memberi rasional, dan melakukan penyelidikan. Sedangkan
berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang menghasilkan ide-ide yang orisinil, berdaya
cipta, dan mampu menerapkan ide-ide. Ennis (1985; 1993) dan Marzano, et al. (1988)
mengemukakan bahwa berpikir kritis mencakup kemampuan: (1) merumuskan masalah,
(2) memberikan argumen, (3) mengemukakan pertanyaan dan memberikan jawaban, (4)
3
menentukan sumber informasi, (5) melakukan deduksi, (6) melakukan induksi, (7)
melakukan evaluasi, (8) memberikan definisi, (9) mengambil keputusan serta
melaksanakan, dan (10) berkomunikasi. Bila dicernati apa yang dikemukakan oleh
Ennis dan Marzano bahwa berpikir kritis itu tidak lain merupakan kemampuan
memecahkan masalah melalui suatu investigasi sehingga mengasilkan kesimpulan atau
keputusan yang sangat rasional. Berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah proses terorganisasi dalam memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas
mental yang mencakup kemampuan: merumuskan masalah, memberikan argumen,
melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan.
Untuk mengajarkan kecakapan berpikir kritis di SMA khususnya dalam mata
pelajaran biologi sangat perlu di cari model maupun strategi pembelajaran yang sesuai
untuk itu. Model Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning/PBL) dan
Strategi Kooperatif (Cooperative Learning) tampaknya dapat diterapkan dalam
pembelajaran biologi untuk mencapai tujuan belajar biologi dan melatih kecakapan
berpikir kritis siswa.
Model Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang dirancang
berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat tidak terstuktur (ill-structured),
terbuka, dan mendua. Melalui model PBL siswa dirangsang untuk melakukan
penyelidikan atau inkuiri dalam menemukan solusi-solusi terhadap masalah yang
dihadapinya (Ibrahim dan Nur, 2000). Peran guru dalam pembelajaran ini adalah
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan. Yang
lebih penting lagi, adalah, guru melakukan scffolding, yaitu suatu kerangka dukungan
yang memperkaya keterampilan dan pertumbuhan intektual siswa.
Model PBL memiliki ciri-ciri: (1) mengajukan pertanyaan atau masalah yang
terkait masalah kehidupan nyata, (2) melibatkan berbagai disiplin ilmu, (3) melakukan
penyelidikan autentik, (4) menghasilkan produk atau karya serta mengkomukasikannya
atau memamerkannya, dan (5) kerjasama dalam melakukan penyelidikan. Tujuan dari
PBL adalah di samping siswa menguasai materi pelajaran yang dipelajari, yang dalam
hal ini adalah biologi, juga melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Arends
(2004); Hasting (2001) mengemukakan PBL dapat merangsang siswa untuk berpikir
tingkat tinggi, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Wang, Thomson, and
Shuler (1998) mengemukakan PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa,
melatih keterampilan memecahkan masalah, dan meningkatkan penguasaan materi
pelajaran. Duch Allen, and White mengungkapkan bahwa PBL menyediakan kondisi
4
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah
kompleks dalam kehidupan nyata.
Model PBL memiliki ciri siswa bekerja sama antara satu dengan lainnya dalam
bentuk berpasangan atau berkelompok untuk bersama-sama memecahkan masalah yang
dihadapi. Dalam belajar berkelompok, siswa akan termotivasi secara berkelanjutan
terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan berpeluang untuk berdialog dalam
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Model PBL sangat baik
dipasangkan dengan startegi kooperatif. Hal ini mendukung Hereid (2000); Gilbert and
Driscooll (2002); Rindell (1999) mengemukakan bahwa PBL sangat penting
dipasangkan dengan strategi pembelajaran kooperatif karena dapat memacu kecepatan
peningkatan kemampuan berpikir siswa.
Strategi pembelajaran kooperatif menyediakan situasi agar siswa bekerja sama
antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Oleh karena itu pembelajaran
kooperatif dapat melatih kemampuan siswa dalam memecahkan masalah secara
bersama-sama.
Tejada
(2002)
mengemukakan
pembelajaran
kooperatif
dapat
memberikan dukungan agar siswa belatih berpikir dengan bantuan orang lain. Dumas
(2003) mengemukakan pembelajaran kooperatif memberikan jalan bagi semua anggota
kelompok untuk meningkatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi, seperti kecakapan
analistis, sintesis, elaborasi, memecahkan masalah, berpikir alternatif, dan kecakapan
berbahasa.
Dari uaraian di atas tampak bahwa kecakapan berpikir sangat penting diajarkan
di sekolah melalui mata pelajaran, yang dalam hal ini adalah pelajaran biologi. Oleh
karena itu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penerapan model PBL
yang dipandu startegi kooperatif terhadap kecakapan berpikir kritis siswa.
Manfaat penelitian ini adalah: (1) bagi para teoritisi, penelitian ini dapat sebagai
titik tolak dalam mengembangkan model atau strategi pembelajaran yang dapat
meningkatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi, khususnya berpikir kritis siswa, (2)
bagi para praktisi pembelajaran, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
model atau strategi yang dapat digunakan dalam melatih kecakapan berpikir kritis siswa,
dan (3) bagi siswa, pembelajaran yang dikasanakan pada penelitian ini dapat melatih
kecakapan berpikir kritis mereka.
5
II. METODE PENELITIAN
Variabel bebas dalam penelitian ini, meliputi: (1) model PBL dan model
pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Dipilihnya model PBL, karena model
pembelajaran ini yang ingin diketahui pengaruhnya terhadap kecakapan berpikir kritis.
Sedangkan dipilihnya model DI, karena model pembelajaran ini biasa digunakan oleh
para guru biologi SMA di Singaraja, (2) strategi pembelajaran kooperatif Group
Investigation (GI) dan kooperatif Student Team Achievement Division (STAD).
Dipilihnya kooperatif GI, karena startegi kooperatif ini merupakan startegi kooperatif
paling kompleks dan sangat cocok digunakan melatih siswa untuk memecahkan
masalah. Dipilihnya strategi kooperatif STAD karena strategi kooperatif ini paling
sederhana dan cocok digunakan bagi guru yang baru menggunakan strategi kooperatigf.
Variabel terikat yang diteliti dalam penelitian ini adalah kecakapan berpikir kritis siswa.
Rancangan penelitian ini adalah rancangan penelitian eksperimen faktorial 2x2
nonequivalent control group design yang dikemukakan oleh Tuckman (1999), seperti
Gambar 1.
O1 X1Y1 O2
------------------------O3
X2Y1 O4
------------------------O5 X1Y2 O6
------------------------O7
X2Y2 O8
Gambar 1. Prosedur Penelitian Eksperimen Nonequivalen Control Group Design
(Tuckman, 1999: 175) Keterangan: X1= model PBL, X2= model DI
Y1=strategi kooperatif GI, Y2 = strategi kooperatif STAD, O1 , O 3, O 5,
dan O 7 = prates, O2, O 4, O 6, dan O 8 = pascates
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri di Singaraja tahun
pelajaran 2003/2004, yaitu SMA Negeri 1 Singaraja dan SMA Negeri 4 Singaraja.
Penerapan model (PBL dan DI) dan strategi kooperatif terhadap setiap kelas dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penerapan Model Pembelajaran dan Strategi Kooperatif pada Subyek Penelitian
Strategi Kooperatif
Model Pembelajaran
GI
STAD
Sekolah
Kelas
Jumlah
Sekolah
Kelas
Jumlah
PBL
SMAN 1
Singaraja
X5
40
orang
SMAN 1
Singaraja
X3
40
orang
DI
SMAN 4
Singaraja
X3
40
orang
SMAN 4
Singaraja
X2
40
orang
6
Data kemampuan berpikir kritis dikumpulkan pada semester genap tahun
pelajaran 2003/2004, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Juni 2004 pada materi
Ekologi dan pelestarian lingkungan hidup. Data kemampuan berpikir kritis dikumpulkan
melalui prates yang dilakukan sebelum proses belajar dan pascates setelah proses
belajar. Instrumen atau tes yang digunakan untuk mengkur kemampuan berpikir kritis
adalah tes dengan bentuk Structured of the Learning Outcome (SOLO) Taxonomy yang
mengadaptasi dari Collis and Davey (1986). Tes ini dilengkapi dengan rubrik penilaian
yang mengadaptasi dari Hart (1994).
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan analisis statistik Analisis
Covarian Faktorial 2x2 yang dilanjutkan dengan uji LSD. Uji statistik dilakukan pada
taraf signifikansi 5%. Sebelum dilakukan analisis covarian dilakukan uji prasyarat, yaitu
uji homogenitas dan uji normalitas terhadap data yang diperoleh.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
Data hasil penelitian berupa skor kemampuan berpikir kritis diperoleh melalui
prates dan pascates. Skor yang diperoleh siswa pada setiap tes antara 0-80 atau dengan
prosentase 0%-100%. Deskripsi umum rata-rata skor kecakapan berpikir kritis
menggunakan pedoman konversi skor absolut skala 5, yaitu dengan katagori dan
rentangan presentase sebagai berikut. (A) katagori sangat baik (95%-100%), (B) baik
(85%-94%), (C) sedang (75%-84%), (D) kurang (62%-74%), dan (E) sangat kurang (
62%) (diadaptasi dari Grounlund and Linn, 1990:442-443). Rata-rata skor prates dan
pascates maupun katagori kecakapan berpikir kritis pada semua kelompok subyek
penelitian disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Skor Prates dan Pascates Kemampuan Berpikir Kritis
Kelompok Siswa Yang
Belajar Dengan:
Model PBL
Model DI
Strategi kooperatif GI
Strategi kooperatif STAD
Interaksi PBL-GI
Interaksi PBL-STAD
Interaksi DI-GI
Interaksi DI-STAD
%
19,90
19,44
19,61
19,70
19,88
19,98
19,38
19,45
Rata-Rata %/Katagori
Prates
Pascates
Kategori
%
Kategori
sangat kurang 83,39
sedang
sangat kurang 62,50
sangat kurang
sangat kurang 80,00
sedang
sangat kurang 66,48
kurang
sangat kurang 87,56
baik
sangat kurang 79,18
sedang
sangat kurang 73,39
kurang
sangat kurang 53,70
sangat kurang
7
Hasil uji statistik dan interpretasi terhadap uji tersebut menunjukkan sebagai
berikut. (1) Model PBL secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kecakapan
berpikir kritis siswa dibandingkan dengan model DI. (2) Strategi kooperatif GI secara
signifikan lebih baik dalam meningkatkan kecakapan berpikir kritis dibandingkan
dengan strategi kooperatif STAD. (3) setiap interaksi antara model belajar dengan
strategi kooperatif, yaitu interaksi BPL-GI, PBL-STAD, DI-GI, dan DI-STAD
memberikan pengaruh berbeda terhadap kecakapan berpikir kritis siswa. Berdasarkan
atas analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi yang paling baik dalam
meningkatkan kecakapan berpikir kritis adalah interaksi model PBL dengan startegi
kooperatif GI dan selanjutnya diikuti secara berturut-turut interaksi model PBL dengan
strategi kooperatif STAD, interaksi model DI dengan strategi kooperatif GI, dan
interaksi model DI dengan strategi kooperatif STAD.
Hasil anaisis statistik sejalan dengan analisis secara deskriptif, bahwa (1) model
PBL memberikan pengaruh lebih baik dalam meningkatkan kecakapan berpikir kritis
siswa dibandingkan dengan model DI, (2) strategi kooperatif GI memberikan pengaruh
lebih baik dalam meningkatkan kecakapan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan
strategi kooperatif STAD, dan (3) interaksi model belajar dengan strategi kooperatif
memberikan pengaruh berturut-turut: PBL-GI, PBL-STAD, DI-GI dan DI-STAD.
3.2 Pembahasan
Model PBL secara signifikan memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan
Model DI dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Hal ini dapat dijelaskan,
pelaksanaan model PBL dapat melatih komponen-komponen berpikir kritis. Model PBL
memiliki sintaks, yaitu (1) siswa dihadapkan pada masalah aktual dan autentik yang
memiliki sifat tidak terstruktur, terbuka, dan mendua, (2) siswa terorganisasi dalam
kelompok belajar, (3) siswa melakukan investigasi untuk memecahkan masalah dan
mengajukan solusi, dan 4) siswa mengembangkan dan menyajikan hasil kegiatan serta
mendiskusikannya di dalam kelas. Di samping itu, model PBL memiliki ciri siswa
bekerja sama dalam kelompok kecil sehingga dapat memotivasi siswa untuk secara
berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan berpeluang agar siswa
melakukan inkuiri dan berdialog untuk mengembangkan keterampilan berpikir.
Sedangkan model DI memiliki sintaks, yaitu: guru menyajikan tujuan pambelajaran,
guru
mendemonstrasikan
pengetahuan,
membimbing
latihan,
dan
mengecek
8
pemahaman siswa, dan memberikan umpan balik. Kegiatan belajar dalam model DI
guru mendominasi kegiatan di kelas (teacher centered).
Komponen kemampuan berpikir kritis yang harus dilatihkan pada siswa adalah
mencakup kemampuan (1) merumuskan masalah, (2) memberikan argumen, (3)
melakukan deduksi, (4) melakukan induksi, (5) melakukan evaluasi, dan (6) memutuskan dan melaksanakan (Ennis, 1985; 1993; Marzano, 1988). Dengan memperhatikan
kegiatan pembelajaran dalam model PBL dan komponen kemampuan berpikir kritis
yang diharapkan, tampak bahwa model PBL dapat melatih kemampuan berpikir kritis
siswa. Hal ini mendukung hasil penelitian Proulx (2004) yang menyatakan bahwa tahaptahapan berpikir kritis sama dengan tahap-tahap pelaksanaan metode ilmiah, sehingga
dengan melatih menerapkan metode ilmiah yang merupakan inti dari model PBL dalam
pelaksanaan pembelajaran dapat melatih kemampuan berpikir kritis.
Model PBL membantu siswa untuk bekerja dan melatih kemampuan berpikir
kritis dalam memecahkan masalah dalam kehidupan nyata. Hal ini mendukung hasil
penelitian Hasting (2001); Wang, Thompson, and Shuller (1998); Duch, Allen, and
White (2002) menemukan belajar berdasarkan masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta menghadapkan siswa pada latihan untuk
memecahkan
masalah
dalam
kehidupan
nyata.
Morgan
(1995)
menemukan
pembelajaran di sekolah adalah melatih keterampilan berpikir siswa sehingga membuat
siswa menjadi cerdas. Rindell (1999) menerapkan model PBL dalam pembelajaran,
menemukan terjadinya pelibatan mental yang cukup tinggi dan terjadi interaksi yang
baik antara siswa dan guru sehingga kemampuan berpikir kritis siswa meningkat.
Lawson (2000) menemukan pembelajaran pada pelajaran kimia, fisika, biologi, dan
geologi dengan pendekatan hipotetico-deduktive-reasoning dapat melatih keterampilan
berpikir siswa. Hurst (1996); Dult (1997); Marinick (2001) semuanya menemukan
bahwa pembelajaran yang melibatkan kegiatan analisis masalah, penyusunan hipotesis,
manipulasi variabel, mendesain dan melaksanakan penyelidikan, melakukan prediksi,
dan menginterpretasi hasil penyelidikan dapat mengembangkan kemampuan berpikir
analitis dan logis pada siswa. Schafersman (1999) menemukan pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika dan sains dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Strategi kooperatif GI secara signifikan memberikan pengaruh lebih baik
terhadap kemampuan berpikir dibandingkan dengan strategi kooperatif STAD. Sintaks
pembelajaran strategi kooperatif GI meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut. (1) Siswa
9
membentuk kelompok dari siswa yang memiliki minat yang sama namun heterogen. (2)
Kelompok mengidentifikasi topik masalah untuk dilakukan investigasinya. (3)
Merencanakan kegiatan kelompok untuk bersama-sama melakukan investigasi sesuai
dengan masalah yang diangkat. (4) Kelompok melakukan investigasi untuk
mengumpulkan data/informasi, melakukan analisis data, membahas serta mensintesis
ide-ide untuk memecahkan masalah dan mengusulkan pemecahan. (5) Menyusun
laporan hasil investigasi dan presentasi laporan. Inti dari strategi kooperatif GI adalah
siswa menemukan masalah, merencanakan investigasi, melakukan investigasi, analisis
data dan menjelaskan hasil investigasi, dan mengambil keputusan. Sedangkan tahapantahapan pembelajaran strategi kooperatif STAD adalah sebagai berikut. (1) Guru
mempresentasi materi pelajaran. (2) Kerja kelompok dalam melakukan penyelidikan,
diskusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi, (3) Tes. (4) Pemberian penghargaan.
Dalam strategi kooperatif STAD bagian yang tampak sangat berbeda dengan strategi
kooperatif GI adalah adanya komponen guru menceramahkan materi pelajaran sehingga
siswa di sini merasa disuapi dengan informasi. Di samping itu, adanya pemberian
hadiah/penghargaan
lebih
sering
hanya
membangkitkan
motivasi
eksternal
dibandingkan motivasi internal siswa. Dengan memperhatikan kegiatan pembelajaran
pada strategi kooperatif GI, terutama siswa dilatih untuk melakukan investigasi, jelas
tampak bahwa strategi kooperatif GI dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa.
Elemen penting staretgi kooperatif yang dapat melatih kemampuan berpikir
kritis siswa adalah terjadi pembelajaran keterampilan sosial yang menyangkut
pembelajaran kepemimpinan, mengambil keputusan, membangun kepercayaan,
komunikasi, dan penanganan masalah secara bersama-sama. Hal ini mendukung
pendapat Vigotsky (1896-1934, dalam Nur dan Wikandari, 1998) yang mengemukakan
bahwa pada proyek kooperatif, siswa dihadapkan pada proses berpikir bersama teman
sebaya sehingga membuat proses berpikir ini menjadi terbuka bagi seluruh siswa. Shia,
et al. (2002) mengemukakan bahwa pada pembelajaran kooperatif terjadi kerja sama
yang baik antara siswa dan guru. Melalui pembelajaran strategi kooperatif GI guru
menyediakan situasi atau masalah yang dapat merangsang kecakapan berpikir siswa.
Pembelajaran strategi kooperatif GI dapat memberikan sarana dukungan
(scaffolding) yang tujuannya membuat siswa belajar berpikir dengan bantuan orang lain.
Dumas (2003) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan jalan bagi
semua anggota kelompok untuk meningkatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi, seperti
kecakapan analisis, menjelaskan, sintesis, dan elaborasi. Lawrence and Harvey (1988)
10
mengemukakan pembelajaran dengan strategi kooperatif dapat memberikan dukungan
bagi siswa dalam saling tukar-menukar ide, memecahkan masalah, berpikir alternatif,
dan meningkatkan kecakapan bahasa.
Strategi kooperatif GI merupakan strategi kooperatif yang paling kompleks.
Strategi ini cocok untuk proyek yang terintegrasi dengan pemecahan masalah. Dalam
strategi kooperatif GI siswa menentukan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema
umum yang diberikan guru dan selanjutnya menentukan sendiri cara melakukan
penyelidikan. Dengan demikian strategi kooperatif GI cocok untuk melatih kemampuan
berpikir kritis. Hal ini mendukung pendapat Slavin (1995) mengemukakan bahwa
strategi kooperatif GI sangat baik untuk melatih berbagai kemampuan siswa, yaitu
analisis, sintesis, dan mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah. Sehingga
strategi kooperatif GI dapat digunakan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa. Konberg and Grifin (2000) menemukan dalam pelajaran biologi, bahwa
kemampuan berpikir kritis dapat dilatih melalui analisis masalah dan melakukan
investigasi.
Kombinasi antara model belajar dengan strategi kooperatif merupakan sesuatu yang
sangat penting. Model PBL dirancang agar siswa dalam kegiatan belajar berkolaborasi
bersama teman sebayanya. Pada penelitian ini dikombinasikan (1) model PBL dengan
strategi kooperatif GI dan strategi kooperatif STAD, dan (2) model DI dengan strategi
kooperatif GI dan strategi kooperatif STAD.
Kombinasi antara model PBL dengan strategi kooperatif merupakan sesuatu yang
sangat menarik, karena siswa saat memecahkan masalah yang diangkat dalam proses
belajar dapat mengerjakannya secara berkelompok untuk mencapai tujuan belajar
bersama. Hal ini mendukung pendapat Feletti and Bound (1997) yang mengemukakan
bahwa dalam menerapkan model PBL hendaknya siswa bekerja sama antara satu
dengan lainnya dalam bentuk berpasangan atau dalam kelompok kooperatif untuk
bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi. Sementara pembelajaran model DI
yang telah dilakukan di kota Singaraja selalu disertai dengan siswa belajar atau bekerja
dalam kelompok kecil, namun kelompok ini masih merupakan kelompok kompetitif.
Interaksi antara model PBL dengan strategi kooperatif GI merupakan interaksi
yang paling baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Hal ini dapat
disampaikan, seperti yang dibahas di atas bahwa model PBL dan strategi kooperatif GI
secara terpisah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kombinasi antara
model PBL dengan strategi kooperatif GI merupakan model dan strategi belajar yang
11
dapat saling memperkuat antara yang satu dengan lainnya. Model PBL dan strategi
kooperatif GI (1) sama-sama mendorong siswa untuk melakukan investigasi guna
memecahkan masalah yang ditentukan sendiri oleh kelompok siswa, (2) model PBL
menyediakan masalah aktual, ill, mendua, dan terbuka yang menantang siswa untuk
mengidentifikasinya, (3) strategi kooperatif GI menyediakan kelompok yang memiliki
tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kombinasi ini mengakibatkan
terlatihnya komponen-komponen kemampuan berpikir kritis siswa, seperti kemampuan
merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan deduksi, melakukan induksi,
melakukan evaluasi, dan memutuskan dan melaksanakan.
Interaksi antara model PBL dengan strategi kooperatif STAD juga memberikan
pengaruh kemampuan berpikir yang baik, walaupun tidak sebaik interaksi antara model
PBL dengan strategi kooperatif GI. Unggulnya interaksi antara model PBL dengan
strategi kooperatif STAD dapat dijelaskan sebagai berikut. Model PBL seperti yang
dibahas dalam hasil penelitian ini yang mendukung hasil penelitian para pakar, nampak
bahwa model PBL sangat kuat mempengaruhi dan meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa. Dikombinasikan dengan strategi kooperatif STAD, juga dapat
meningkatkan
efektifitas
proses
pembelajaran
walaupun
tidak
sekuat
bila
dikombinasikan dengan strategi kooperatif GI. Stategi kooperatif STAD, dalam proses
pembelajaranya ada bagian guru menceramahkan konsep-konsep penting materi yang
diharapkan mendukung proses pemecahan masalah yang diangkat oleh kelompok siswa.
Proses penyampaian materi secara verbal ini mengurangi keterampilan siswa untuk
menggali pengetahuannya sendiri. Walaupun demikian, kombinasi antara model PBL
dengan strategi kooperatif STAD memberikan dorongan yang baik guna meningkatkan
kemampuan berpikir siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi antara model PBL dan strategi
kooperatif (strategi kooperatif GI dan strategi kooperatif STAD) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini mendukung penelitian Rindell (1999) yang
menemukan model PBL dipandu strategi kooperatif dalam pelajaran genetika dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Edwards and Bries (2000) menemukan
bahwa kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan antara
strategi kooperatif dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Model
PBL sangat penting dipasangkan dengan pembelajaran kolaboratif atau kooperatif
(cooperative learning). Wang, Thompson, and Shuller (1998); Lord (2001); Gilbert and
Driscooll (2002) menemukan pentingnya model PBL dipasangkan dengan strategi
12
kooperatif karena dapat memacu kemampuan berpikir kritis siswa. Redhana (2003)
dalam penelitiannya di SMU di kota Singaraja pada pelajaran kimia menemukan,
kombinasi antara strategi kooperatif dengan pemecahan masalah dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Burrowes (2003) menemukan dalam penelitiannya
pada perkuliahan biologi umum, bahwa model konstruktivis yang dipadukan dengan
strategi kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi khususnya
berpikir kritis mahasiswa.
Temuan penelitian ini memiliki implikasi sebagai berikut. Pertama, kemampuan
berpikir tingkat tinggi berupakan kemampuan yang sangat penting dilatihkan pada
siswa, karena kemampuan berpikir ini sangat diperlukan untuk sukses dalam
kehidupannya nanti baik di bidang akademis maupun dalam kehidupannya di
masyarakat. Kedua, kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui proses
pembelajaran dengan menggunakan
model PBL atau strategi kooperatif GI secara
terpisah, atau kombinasi antara model PBL dengan strategi kooperatif GI atau strategi
kooperatif STAD.
IV. PENUTUP
Simpulan dapat disampaikan bahwa, penelitian ini menemukan: (1) model PBL
dapat meningkatkan kecakapan berpikir kritis siswa, (2) strategi kooperatif GI dapat
meningkatkan kecakapan berpikir kritis siswa, dan (3) model PBL dan strategi
kooperatif GI secara bersama-sama dapat meningkatkan kecakapan berpikir kritis siswa
SMA dalampelajaran biologi.
Saran yang disampaikan dalam tulisan ini adalah: (1) para peneliti dapat
mengembangkan model maupun strategi pembelajaran guna meningkatkan kecakapan
berpikir tingkat tinggi siswa, (2) para peneliti dapat mengembangkan alat evaluasi untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, dan (3) para guru, khususnya guru
biologi dapat menggunakan model PBL dan strategi kooperatif GI sebagai alternatif
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.
Arnyana, I.B.P. 2005. Pengembangan Perangkat Model Belajar Berdasarkan Masalah
Dipandu Strategi Kooperatif serta Pengaruhnya terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas pada
13
Pelajaran Ekosistem. Disertasi (Tidak Dipublikasi). Malang: Universitas
Negeri Malang.
Burrowes, P .A. 2003. Astudent-Centered Approach to Teaching General Biology That
Really Work: Lord’s Constructivist Model. The American Biology Teacher.
65(7) September: 491-501.
Collis, K.F., and Davey, H.A. 1986. A Technique for Evaluating Skills in High School
Science. Journal of Research in Science Teaching. 23(7): 651-663.
Degeng, N. S. 5 September 2003. Bisa Ciptakan Bangsa “Buruh”. Jawa Post. hlm. 30.
Duch, B. J.; Allen, D. E.; and. White, H. B. 2002. Problem-Based Learning: Preparing
Students to Succeed in the 21st Century. (Online) http://www.pondnetwork.org.
Diakses 9 Maret 2003.
Duldt, B. W. 1997. Coaching Winners: How to Teach Critical Thinking.(Online).
http://www.kcmetro.ccc.mo.us/longview/ctac/winners.htm. Diakses 10-32002.
Dumas.A. 2003. Cooperative Learning Response to Diversity. California Departemen
of Education. (Online). http://www.cde.ca.gov/iasa/cooplrng2.html. Diakses
26 April 2003.
Edwards, M.C., and Briers, G.E. 2000. Higher-Order and Lower-Order Thinking Skill
Achievement in Secondary-Level Animal Science: Does Block Scheduling
Pattern Influence End-OF-Course Learner Performance. Journal of
Agricultural Education. 41(4): 2-14.
Ennis, R.H. 1985. Goals for A Critical Thiking Curriculum. Costa, A.L. (Ed).
Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandra,
Virginia: Assosiation for Supervisions and Curriculum Development (ASCD):
54-57.
Ennis, R.H. 1993. Critical Thinking Assessment. Theory Into Practice. 32(3) Summer:
179-186.
Feletti, G. and Bound. 1997. Changin Problem-Based Learning Introduction to the
Second Edition. Bound, D. and Feletti, G. (Eds) The Challange of ProblemBased Learning. 2nd (hlm. 1-14). London. USA: Kogan Page.
Gilbert, N. J. and Driscoll, M. P. 2002. Colaborative Knowledge Building A Case
Study. J. Education Technology Research and Development. 50(1): 59-79.
Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between ComputerBased Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Desember:
14-22.
Gronlund, N.E., and Linn, R.L. 1990. Measurement and Evaluation in Teaching . 6th Ed.
New York: Macmillan Publishing Company.
Hart, D. 1994. Authentic Assessment A Hand Book for Educators. California, New
York: Addison- Wesley Publishing Company.
Hastings, David. 2001. Case Study: Problem-Based Learning and the active Classroom.
(Online). http:/www.cstudies.ubc.ca/facdev/services/newsletter/index/html.
Diakses 9 Maret 2003.
Herreid, C. F. 2000. AIDS and the Duesberg Phenomenon: A Problem-Bsed Learnig
Case Study. (Online) http://searchyahoo.com/search?p=problem+based+
learning. Diakses 9 Maret 2003.
Hurst, R. W. 1996. Facilitating Successful Prediction Problem Solving in Biology
through Application of Skill Theory. Journal of Research in Science Teaching.
33(5): 541-552.
Ibrahim, M. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa
University Press.
14
Johnson, E. B. 2002. Contextual Teaching and Learning. Thousand Oaks: Corwin Press,
Inc.
Konberg, J.K. and Griffin, M. S. 2000. Analysis Problem--- A Means to Developing
Student’ Critical-Thinking Skills: Pushing the Boundaries of Higher-Oder
Thinking. Journal College Science Teacher (JCST). 24(5): 348-352.
Krulik, S. and Rudnik, J. A. 1996. The New Source Book Teaching Reasioning and
Pbroblem Solving in Junior and Senior Hig School. Massachusets: Allyn &
Bacon.
Lawrence, L. and Harvey, F.C. 1998. Cooperative Learning Strategies and Children.
ERIC Digest. ERIC Document Reproduction Service. (Online).
http://ericase.net/edo/ED306003.htm. Diakses 26 April 2003.
Lawson, A. E. 2000. The Generality of Hypotetico-Deductive Reasonin: Making
Scientific Thinking Explicit. The American Biology Teacher. 62(7) September:
482-495.
Lord, T. R. 2001. 101 Reasons for Using Cooperative Learning in Biology Teaching.
The American Biology Teacher. 63(1) January: 30-37.
Marinick, M. H. 2001. Thinking Critically About Criticl Thinking. (Online).
http://www.mcli.disst.maricopa.edu/forum/fall01/tl.html. Diakses 19-11-2002.
Marzano, R.J. et al. 1988. Dimension of Thinking A Framework for Curriculum and
Instruction. Alexandra, Virginia: Assosiation for Supervisions and Curriculum
Development (ASCD).
Morgan W. R. 1995. “Critical Thinking” ---- What Does That Mean? Journal College
Science Teacher (JCST). 24(5) March/April: 336-340.
Nur, M., dan Wikandari, P. R. 1998. Pendekatan-Pendekatan konstruktivis dalam
Pembelajaran. Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya.
Redhana, W. 2003. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui
Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pemecahan Masalah. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. 3(33) Juli: 11-23.
Rindell, A. J. A. 1999. Applying Inquiry-Based and Cooperative Group Learning
Strategies to Promote Critical Thinking. Journal of College Science Teaching
(JCST) 28(3): 203-207.
Rofi’uddin, A. 2000. Model Pendidikan Berpikir Kritis-Kreatif Untuk Siswa Sekolah
Dasar. Majalah Bahasa dan Seni 1(28) Pebruari: 72-94.
Shia, R.M. et al. 2002. Metacognition, Multiple Intelligence and Cooperative Leraning.
(Online). http://www.cet.edu.research/paper/intelligences.pdf. Diakses 26
April 2003.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. 2nd Ed.
London: Allyn and Bacon.
Tejada, C. 2002. Define and Describe Cooperative Learning. (Online).
http://condor.admin.ccny.cuny.edu /-eg9306candy%20research.htm. Diakses
26 April 2003.
Trilling, B. and Paul Hood. 1999. Learning, Technilogy, and Education Reform in the
Kowledge Age. Educational Technology. Mei-Juni: 5-18.
Tuckman, B. W. 1999. Conducting Educational Research. 5th Edition. New York:
Harcourt Brace College Publeshers
Wang, H. C. A; Thomson; and Shuler, C. F. 1998. Essential Components of ProblemBased Learning for the K-12 Inquiry Science Instruction. (Online).
http://searchyahoo.com/search?p=problem+based+learning. Diakses 9 Maret
2003.
15
Download