Document

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membawa dampak terhadap
perkembangan peningkatan sumberdaya manusia yang lebih berkwalitas.
Membangun sumberdaya manusia yang berkwalitas ditunjang oleh pendidikan
informal, pendidikan formal, dan pendidikan non formal.
Pendidikan dasar yang merupakan realisasi dari bentuk pendidikan formal
mempunyai program 9 tahun untuk menyelesaikan pendidikan dasar terdiri dari
jenjang Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 3 Tahun,
Pendidikan dasar merupakan salah satu tempat mengembangkan moral, social,
dan membina anak didik agar mempunyai kemampuan berfikir kritis (Djahiri,
1996:6).
Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 mengatakan tentang
pengertian pendidikan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang
pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang
menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi:
1
2
guru, peserta didik, kurikulum, metode atau model, bahan ajar, sarana dan
prasarana.
Dalam komponen guru umumnya sudah memadai, namun peningkatan mutu
guru masih tetap memerlukan peningkatan terutama peningkatan kompetensinya.
Saat ini penyempurnaan kurikulum terus menerus dilakukan, demikian pula
sarana dan prasarana. Tingkat kemampuan guru dalam memilih penggunaan
metode pembelajaran masih kurang tepat, oleh karena itu memerlukan penelitian
lebih lanjut.
Indonesia termasuk Negara yang selalu melakukan evaluasi terhadap
kurikulum pendidikan. Karena itu, pergantian kurikulum terjadi hampir setiap
dekade. Perubahan kurikulum secara garis besar dapat digolongkan dalam dua
model, yaitu perubahan sebagian dalam kurikulum dan perubahan total.
Dikatakan perubahan sebagian, karena adanya suatu perubahan pada salah
satu komponen yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya, misalnya:
1.
Perubahan tujuan yang tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu;
perkembangan masyarakat dan zaman; atau pun
2.
Perubahan isi atau perubahan sistem penilaian
Adapun perubahan total terjadi apabila seluruh sistem dan komponen
kurikulum berbeda dengan kurikulum sebelumnya, misalnya. Kurikulum 1968
menjadi kurikulum 1975 atau kurikulum 1984 menjadi kurikulum 1994 dan
kurikulum berbasis kompetensi 2004 menjadi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) 2006, dan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
2006 menjadi kurikulum 2013. Tetapi dengan adanya pergantian pemerintahan
3
kurikulum 2013 diganti lagi menjadi kurikulum KTSP 2006 untuk sementara.
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan kurikulum tersebut,
yaitu karena:
1.
Keluasan dan pemerataan kesempatan belajar;
2.
Upaya peningkatan mutu pendidikan;
3.
Memperhatikan relevansi pendidikan;
4.
Persoalan efektivitas dan efesiensi pendidikan; dan
5.
Perubahan pradigma pendidikan.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar dan tujuan pendidikan (E.Mulyasa 2009:46).
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan
kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang
tercantum dalam struktur kurikulum.
Struktur kurikulum pendidikan umum terdiri dari struktur kurikulum
SD/MI, struktur kurikulum SMP/MTS, dan struktur kurikulum SMA/MA.
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI.
Mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI
dalam peraturan menurut permendiknas No. 22 tahun 2006 yang menyebutkan
bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
4
dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS memiliki orientasi utama dalam pelaksanaan
pendidikan di SD agar peserta didik berkemampuan untuk: (1) mengenal konsepkonsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2)
memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk ditingkat lokal, nasional, dan global. (KTSP, 2006: 575).
Keberhasilan siswa dalam proses mengajar dipengaruhi oleh kualitas
pengajaran dan faktor intern dari siswa itu sendiri. Proses belajar mengajar
dilaksanakan dengan maksud untuk melakukan perubahan pada diri siswa.
Perubahan ini dapat dilihat dari hasil akhir yang diperoleh oleh siswa, hasil akhir
ini identik dengan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang
akan dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan siswa dalam belajar dan sejauh
mana sistem pembelajaran yang diberikan guru berhasil atau tidak suatu proses
belajar mengajar dikatakan berhasil apabila kompetensi dasar yang diinginkan
tercapai.
Proses pembelajaran merupakan salah satu aspek penting dalam sistem
pendidikan. Proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Untuk memaksimalkan hasil belajar maka diperlukan model pembelajaran yang
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dipahami terlebih dahulu seperti apa karakter dan kebutuhan dari siswa, dalam hal
ini adalah siswa sekolah dasar.
5
Dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di sekolah dasar, guru sering
dihadapkan pada permasalahan rendahnya mutu kemampuan siswa. Fenomena ini
dapat dilihat dari hasil tes yang kurang memuaskan. Banyak faktor yang
menyebabkan hal itu terjadi, selain faktor yang datang dari siwa sendiri, guru juga
merupakan faktor yang dominan dalam menentukan keberhasilan siswa belajar,
sebagaimana pendapat Sujana (1989: 1) bahwa “dari berbagai variable dalam
strategi pelaksanaan pendidikan disekolah, variable guru merupakan variable yang
paling menentukan”. Menurut Kurikulum 2006 (Depdiknas, 2006:144) dalam
pembelajaran IPS, terdapat standar kompetensi mengenai sejarah, kenampakan
alam, dan keberagaman suku bangsa dilingkungan kabupaten/ kota dan provinsi.
Kompetensi dasar membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/ kota, provinsi)
dengan menggunakan skala sederhana harus dikuasai secara mendalam, namun
guru masih kurang memperhatikan potensi yang dimiliki siswa, guru lebih banyak
berbicara didepan kelas. Padahal pada umumnya siswa usia SD memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi. Akhirnya model pembelajaran yang diterapkan dalam
pembelajaran IPS hanya satu macam saja, yaitu metode ceramah. Kebanyakan
guru memandang model pembelajaran ini sangat efektif dalam pembelajaran IPS,
terlebih jika guru berpandangan bahwa isi pelajaran IPS hanya bersifat informatif.
Pembelajaran IPS bukan hanya sekedar menyampaikan informasi, tetapi
lebih jauh lagi harus mentransfer nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Akibat
kurang bervariasinya pemilihan model pembelajaran, siswa hanya bergantung
pada apa yang disampaikan guru dan siswa cenderung pasif karena hanya
bertindak sebagai pendengar setia dan pemerhati apa yang diterangkan oleh guru.
6
Hasilnya siswa tidak tahu dan kurang mengerti terhadap apa yang disampaikan
oleh guru.
Peneliti menarik banang merah, bahwa pembelajaran IPS masih belum
optimal, baik dari aspek siswa, kinerja guru, perangkat pembelajaran dan iklim
sekolah sehingga secara tidak langsung membiasakan siswa untuk belajar tanpa
disadari oleh rasa ingin tahu, padahal seharusnya proses pembelajaran itu
berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran sehingga pengetahuan
yang didapatkan akan lebih bermakna, dan diharapkan akan lebih bermanfaat
terlebih dalam pembelajaran IPS.
Usia anak sekolah dasar merupakan usia di mana mereka mempunyai rasa
ingin tahu yang besar terhadap segala sesuatu, baik itu yang ada pada diri mereka
maupun yang berasal dari luar diri mereka. Rasa ingin tahu dari siswa yang besar
ini dapat dimanfaatkan untuk membantu siswa mengembangkan bakat dan minat
yang ada pada diri siswa. Dalam proses pembelajaran di sekolah dasar, rasa ingin
tahu siswa yang besar ini akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan hasil
belajar siswa, dengan cara mengemas proses pembelajaran ke dalam model
pembelajaran yang dapat menampung rasa ingin tahu siswa, serta mengemas
materi pembelajaran ke dalam media pembelajaran yang dapat mengarahkan rasa
ingin tahu siswa ke arah yang sesuai dengan tujuan dari proses pembelajaran itu
sendiri. Dengan cara demikian diharapkan hasil belajar siswa akan maksimal.
Karakter rasa ingin tahu ini sangat penting dimiliki siswa. Karena dengan
memiliki karakter rasa ingin tahu siswa akan terpacu untuk terus mencari tahu dan
mengkaji permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan nyata
7
sehingga siswa akan mendapatkan pemahaman dan dapat berupaya antisipatif dan
solutif ketika siswa kelak dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dalam
kehidupannya.
Pembelajaran
IPS
berdasarkan
KTSP
disusun
secara
sistematis,
komprihensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan
keberhasilan dalam kehidupan dimasyarakat. Oleh karena itu diperlukan model
pembelajaran ilmiah dalam memecahkan masalah. Menurut Suhana. C dan
Hanafiah. N (2009: 41) Model pembelajaran merupakan salah satu pendekat.
Salah satu model yang mengantarkan siswa dalam memperoleh pengetahuannya
melalui pemecahan masalah yaitu model pembeln dalam rangka mensiasati
perubahan prilaku peserta didik secara adaftif maupun generatif. Model
pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning
style), dan gaya mengajar guru (teaching style), yang keduanya disingkat menjadi
SOLAT (style of learning and teaching). Salah satu model yang mengantar siswa
dalam memperoleh pengetahuannya melalui pemecahan masalah yaitu model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dengan model Problem Based
Learning (PBL) diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang
lebih luas dan mendalam.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi
pelajaran. Moffit, (dalam Rusman, 2010:241). Penerapan model pembelajaran
8
Problem Based Learning (PBL) dilakukan secara kelompok kecil dengan
maksimal anggotanya 6 orang. Pengelompokkan tersebut dapat memberikan sikap
yang positif jika penerapannya benar dilakukan oleh siswa. Pemecahan masalah
dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
sangatlah baik dikarenakan dengan adanya kerjasama antar anggota kelompok
dapat memberikan pemahaman dan ide yang beragam dalam pemecahan masalah.
Hasil observasi yang telah dilakukan terhadap kegiatan pembelajaran ilmu
pengetahuan sosial di kelas IV SDN Cibogor 02, penunjang rendahnya mutu hasil
belajar siswa terutama dalam konteks pemecahan masalah, menurut data yang
diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan selama observasi dan
penyesuaian sebelum melakukan penelitian nilai siswa yang kurang dalam
pemenuhan nilai KKM pada kurikulum KTSP dengan nilai dibawah 70.
Sebagian besar proses pembelajaran berupa penyajian pengetahuan yang
harus diketahui dan dipahami anak didik masih beupa teacher centered belum
strudent centered. Fenomena seperti ini sudah merupakan tradisi di sekolah
khususnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka penulis
ingin mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan rasa ingin
tahu dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cibogor 02 pada pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial Tahun 2015/2016"
9
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diutarakan di atas,
maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.
Dalam proses pembelajan guru hanya menggunakan metode ceramah dan
penugasan sehingga kurang melibatkan siswa untuk lebih aktif dan kreatif.
2.
Siswa kurang terdorong dalam pembelajaran yang menyebabkan rendahnya
rasa ingin tahu siswa
3.
Siswa
kurang
termotivasi
dalam
mengikuti
pelajaran
yang
dapat
menyebabkan rendahnya hasil belajar dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan
sosial (IPS).
4.
Guru belum menggunakan media yang menarik sehingga siswa merasa bosan
dan hanya duduk diam di kelas pada saat kegiatan proses belajar menjadi
monoton.
C.
PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, karena keterbatasan peneliti tidak
semua masalah dibahas agar lebih terarah dan tidak terlampau luas, maka peneliti
membatasi permasalahan agar lebih terfokus maka peneliti memfokuskan pada:
1.
Penelitian difokuskan kepada siswa kelas IV SDN Cibogor 02 Kabupaten
Bandung
2.
Model yang digunakan dalam penelitian adalah model pembelajaran problem
based learning (PBL)
10
3.
Penelitian berupaya meningkatkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa
yang rendah
D.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaima perencanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial melalui model
pembelajaran problem based learning (PBL) agar rasa ingin tahu dan hasil
belajar siswa kelas IV SDN Cibogor 02 meningkat?
2.
Bagaimana cara menerapkan model pembelajaran problem based learning
(PBL) pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial agar rasa ingin tahu dan
hasil belajar siswa kelas IV SDN Cibogor 02 meningkat?
3.
Apakah dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning
(PBL) rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cibogor 02 pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial meningkat?
E.
1.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil
belajar siswa yang rendah dengan penggunaan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa
kelas IV SDN Cibogor 02 pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
11
2.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:
a.
Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial
melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) agar rasa ingin
tahu dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cibogor 02 meningkat.
b.
Untuk mengetahui pelaksanakan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial agar
rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cibogor 02 dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
meningkat.
c.
Untuk mengetahui apakah rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa kelas IV
SDN Cibogor 02 pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
meningkat.
F.
1.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat Teoritis
Manfaat dalam penelitian ini adalah untuk memberikan konstribusi yang
nyata dalam proses belajar mengajar pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosila
agar rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cibogor 02 meningkat.
Disamping itu penelitiaan ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan
dalam melakukan pengembangan pada penelitian selanjutnya, khususnya yang
berkaitan dengan peningkatan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa dalam
12
pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran yaitu model
pembelajaran Problem Based Learning.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi siswa
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu peserta
didik dalam belajar juga membangun karakter dan kepribadian peserta didik.
2) Memberi suasana baru bagi peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar,
yang diharapkan memberi semangat baru dalam belajar
3) Hasil belajar peserta didik lebih meningkat dan mencapai KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal)
b.
Bagi guru
1) Meningkatkan kemampuan guru dalam membuat persiapan pengajaran,
sehingga KBM dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
2) Bisa menyusun strategi pembelajaran, memilih model atau metode serta
mendorong
guru
untuk
mencari
referensi
seluas-luasnya
sehingga
pembelajaran lebih menarik.
3) Menambah variasi guru dalam penggunaan model pengajaran sehingga
peserta didik tidak merasa bosan.
c.
Bagi sekolah
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pendidikan khususnya di SDN Cibogor 02 dapat lebih meningkatkan penggunaan
model pembelajaran terutama model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) dalam proses belajar mengajar.
13
d.
Bagi PGSD
Menambah wawasan para mahasiswa/I mengenai model pembelajaran
terutama model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
e.
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini menjadi pengalaman dan gambaran bagi peneliti dan
peneliti selanjutnya, sebagai masukan sekaligus sebagai pengetahuan untuk
mengetahui upaya meningkatkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa melalui
model pembelajaran problem based learning (PBL).
Download