V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil dari Wikimapia dibanding dari Google Earth, karena Wikimapia memiliki tampilan layar bidang yang datar, sehingga dari segi luasan wilayah tidak terlalu terpengaruh, selain itu hasil yang kemudian diperoleh pun akan lebih akurat. Berbeda dengan Google Earth yang memiliki bidang tampil sesuai dengan bentuk permukaan bumi yang cenderung bulat sehingga semakin jauh objek dari sensor, semakin terlihat luas objek terebut, dengan demikian dari segi luasan akan sangat berpengaruh, begitupun dari hasil yang akan diperoleh juga akan sangat berpengaruh. Selain dengan menggunakan citra Quickbird, penelitian ini juga menggunakan citra Landsat. Akan tetapi, terdapat kendala pada jenis citra Landsat yang digunakan. Kendala tersebut adalah karena luas daerah penelitian ini tidak begitu luas, sehingga kenampakan daerah ini pada citra apabila diperbesar (zooming) akan menjadi pecah, dan bahkan hampir tidak mungkin melakukan interpretasi dengan menggunakan citra Landsat. Terlebih citra Landsat memiliki resolusi, relatif kecil, 30x30 meter (http://www.satimagingcorp.com), sehingga sulit untuk dilakukan interpretasi jika luasannya tidak begitu luas. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil interpretasi landuse yang baik harus menggunakan citra Quickbird. Karena penelitian ini bersifat detil maka resolusi citra menjadi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses interpretasi. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial hingga 60 cm, sehingga memungkinkan obyek sebesar 60 cm di permukaan bumi dapat teridentifikasi. Namun citra RGB yang disediakan gratis oleh wikimapia ini mempunyai resolusi sekitar 2 meter. Walaupun demikian kualitas citra Quickbird yang diperoleh dengan cara mengunduh secara gratis ini masih lebih unggul dibandingkan dengan citra Landsat, sehingga citra Quickbird dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan 24 untuk melakukan pemetaan/interpretasi citra yang bersifat detil. Atas dasar itulah penelitian ini menggunakan citra Quickbird, karena kedetilan citra dalam menyadap informasi sangat diperlukan untuk daerah penelitian yang tidak begitu luas (456 Ha). Gambar 12. Citra Landsat dan Citra Quickbird 5.1.2 Pembuatan Peta Kerja dan Peta Dasar Peta kerja dibuat dalam peta dasar dengan melakukan analisis berbagai data. Data pendukung yang digunakan antara lain: citra Quickbird dan Peta Rupabumi skala 1 : 25.000. Melalui peta kerja ini kemudian dirancang suatu kegiatan pengamatan di lapang. Sebelum membuat peta dasar dan peta kerja ini, dilakukan koreksi geometrik dan penajaman citra dengan menggunakan acuan peta rupabumi skala 1: 25.000 sehingga skala dan distribusi spasial citra tersebut sudah ”match” dengan peta rupa bumi skala 1 : 25.000. Setelah citra satelit tersebut memiliki skala, barulah dapat dilihat dan ditentukan legenda-leganda yang tersusun di dalam citra tersebut yang didukung oleh peta Topografi skala 1 : 25.000 yang didapat dari BAKOSURTANAL. Legenda-legenda peta yang dapat kita tentukan pada citra tersebut diantaranya adalah jalan, sungai, administrasi wilayah, dan penampakan-penampakan lainnya. Hasil yang didapat dari tahap ini kemudian dijadikan sebagai bahan acuan untuk menganalisis dan membuat peta penggunaan lahan secara visual dan juga kegiatan pengecekan lapang. 25 5.1.3 Analisis Penggunaan Lahan Dalam mengklasifikasikan citra dilakukan menggunakan klasifikasi terbimbing dengan kemiripan maksimum berdasarkan area contoh yang telah ditetapkan dan diberi atribut sesuai dengan masing-masing tipe penggunaan lahan yang telah ditentukan. Dari pengamatan secara visual/digitasi layar dengan citra Quickbird wilayah penelitian diperoleh 9 kelas penutupan/penggunaan lahan. Berbeda dengan hasil dari pengamatan visual menggunakan citra Landsat yang hanya menghasilkan 5 tipe penutupan/penggunaan lahan. Penggunaan lahan di daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan dengan menggunakan citra Quickbird adalah : Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah memiliki tekstur cenderung halus dan berbentuk petak-petak serta memiliki warna hijau yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola yang terkonsentrasi. Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra Quickbird semak belukar memiliki tekstur halus sampai agak kasar sama seperti ladang hanya saja tidak berpetak-petak serta memiliki warna kuning agak kecoklat-coklatan dan berpola menyebar. Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki tekstur hampir mirip dengan areal persawahan, sama-sama memiliki penampakan yang berpetakpetak, hanya saja pada ladang teksturnya cenderung lebih kasar dari pada tekstur areal persawahan. Dan juga memiliki warna penampakan coklat kehijauan serta memiliki pola yang menyebar. 26 Hutan sekunder, adalah hutan sisa penebangan dimana kayu yang mempunyai volume tegakan yang berdiameter > 50 cm sudah jarang ditemui. Pada citra, hutan sekunder memiliki tekstur yang hampir mirip dengan tekstur yang dimiliki oleh kebun campuran, hanya saja hutan sekunder memiliki tekstur yang lebih halus dan berwarna hijau tua serta memiliki pola yang terkonsentrasi. Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini memiliki penampakan pada citra dengan tekstur halus sampai kasar dan memiliki warna yang cenderung beraneka ragam serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi. Lahan terbuka, adalah lahan terpencar yang sudah rusak, atau berubah fungsi menjadi fasilitas umum (lapangan), kadang-kadang hanya berupa hamparan tanah kering yang lambat laun akan menjadi semak belukar. Pada citra lahan terbuka memiliki tekstur yang halus dan memiliki warna coklat serta memiliki pola persebaran yang menyebar. Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola persebaran yang menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki tekstur yang cenderung agak kasar. Perkebunan, adalah suatu areal yang ditumbuhi oleh tanaman sejenis. Pada citra, areal perkebunan memiliki tekstur yang cenderung halus serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi. Kebun produksi, adalah lahan yang digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman tertentu. Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan pengelolaan secara baik. Pada citra, kebun produksi memiliki tekstur yang halus serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi. 27 Dalam penelitian, terdapat sedikit kendala dalam membedakan jenis penggunaan lahan kebun campuran dengan perkebunan manggis. Untuk memetakan perbedaan antara kebun campuran dengan perkebunan manggis terlebih dahulu dilakukan proses mempoligonkan wilayah-wilayah yang terlihat pada citra yang memiliki banyak pohon tanpa memberikan informasi terlebih dahulu terhadap poligon-poligon tersebut. Setelah dihasilkan poligon-poligon yang belum memiliki informasi, barulah dilakukan penamaan/pemberian informasi terhadap poligon-poligon tersebut dengan cara memplot wilayahwilayah tersebut di lapang sekaligus mencatat jenis penutupan/penggunaan lahannya. Setelah memiliki titik-titik koordinat dan data penutupan/penggunaan lahannya, selanjutnya baru dilakukan pengklasifikasian pada citra. Jadi, untuk membedakan antara penutupan/penggunaan lahan kebun campuran dan perkebunan manggis tidak dapat dilakukan hanya dengan cara digitasi layar yang membedakan dari segi kehalusan/kekasaran tekstur saja, akan tetapi harus diverifikasi dengan pengecekkan langsung di lapang, karena penampakan kebun campuran dengan penggunaan lahan perkebunan manggis di citra hampir bisa dikatakan sama. Tabel 5. Tekstur dan Pola Persebaran Pada Citra Quickbird Quickbird Tekstur Pola Sawah Halus Terkonsentrasi Kebun Campuran Kasar Menyebar Lahan Terbuka Halus Halus Kebun Produksi Halus Terkonsentrasi Semak Belukar Halus Menyebar Permukiman Kasar Terkonsentrasi Perkebunan Manggis Halus Terkonsentrasi Ladang Kasar Menyebar Lahan Terbuka Halus Menyebar Penggunaan Lahan Kelas penggunaan lahan di daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan dengan menggunakan citra Landsat, band (5,4,2) diantaranya adalah: Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah 28 memiliki warna biru yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola yang terkonsentrasi. Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki warna penampakan merah kekuningan serta memiliki pola yang menyebar. Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra semak belukar memiliki warna merah keunguan dan berpola menyebar. Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola yang menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki warna merah tua dan memiliki pola yang menyebar. Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini memiliki penampakan warna kuning sampai putih serta memiliki pola penyebaran yang terkonsentrasi. Tabel 6. Warna dan pola persebaran pada citra Landsat Penggunaan Lahan Sawah Kebun Campuran Ladang Semak Belukar Permukiman Citra Landsat Warna Pola Biru Terkonsentrasi Merah Tua Menyebar Merah agak Kuning Menyebar Merah agak Ungu Menyebar Kuning agak Putih Terkonsentrasi 29 (a) (b) Gambar 13. Perbandingan Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan, (a) Hasil Interpretasi Citra Landsat, (b) Hasil Interpretasi Citra Quickbird 30 Gambar 14. Peta Hasil Overlay Citra Quickbird dan Citra Landsat Dari Hasil di atas terlihat bahwa Citra Landsat hanya mampu memberi informasi kelas penutupan/penggunaan lahan sebanyak 5 jenis penggunaan lahan, sedangkan pada Citra Quickbird mampu memberi informasi sebanyak 9 jenis penutupan/penggunaan lahan. Persamaan yang dapat dilihat di kedua citra adalah jenis penggunaan lahan kebun campuran, ladang, semak belukar, permukiman, dan sawah. Dari peta tersebut dapat terlihat pula bahwa persamaan yang terletak pada kedua citra setelah dilakukan proses overlay adalah sebesar 41,88 %, angka ini didapat dari luas lahan yang sejenis yang terdapat di kedua belah citra adalah sebesar 190,755 Ha, sedangkan luas wilayah keseluruhan adalah 455,481 Ha maka diperoleh angka 41,88 % untuk persamaan kedua citra tersebut. 5.2 Verifikasi Lapang ( Ground Check) 5.2.1 Verifikasi Peta Dasar Verifikasi peta dasar dilakukan untuk melihat kebenaran hasil analisis secara visual sekaligus membandingkan dengan keadaan sebenarnya di lapang. Ternyata setelah dilakukan penelitian di lapang, banyak ditemukan jalan-jalan yang baru dan tidak tampak pada citra sehingga harus dibuat secara manual dengan cara mentracking jalan tersebut dengan menggunakan GPS kemudian di inputkan menjadi suatu tampilan peta secara visual. Ada juga keadaan dimana 31 suatu objek saat dilakukan analisis secara visual tidak terlihat pada citra akan tetapi setelah dilakukannya penelitian lapang ternyata objek tersebut memang ada. Verifikasi peta dasar ini juga berfungsi memberikan kejelasan terhadap suatu objek yang dihasilkan dari analisis secara visual terhadap keadaan sebenarnya di lapang, misalnya saat melakukan analisis secara visual, sulit membedakan antara jalan desa, jalan kecamatan dan jalan lokal. Untuk itulah perlu dilakukannya suatu kegiatan verifikasi peta dasar dengan cara melakukan penelitian langsung di lapang. Selain jalan, sungai pun seperti itu, terkadang sebuah sungai/anak sungai tidak terlihat di citra akan tetapi dapat ditemui di lapang, maka dari itu dengan adanya verifikasi peta dasar ini diharapkan akan dapat menambahkan/memperbaiki sebuah peta dasar yang dihasilkan melalui proses analisis secara visual sehingga peta tersebut dapat menjadi peta acuan yang akurat dan jelas sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 5.2.2 Verifikasi Hasil Analisis Penggunaan Lahan Verifikasi hasil analisis penggunaan lahan (Landuse Ground Check) dilakukan untuk mengecek kebenaran dan keakuratan hasil analisis yang dilakukan secara visual, dan pengamatan jenis-jenis penggunaan lahan di sekitarnya serta penyebarannya. Pada kegiatan ini, dicocokan kebenaran suatu kelas penggunaan lahan yang ada pada citra terhadap keadaan dilapang dengan cara mengecek posisi koordinat suatu titik pada citra yang telah diberi informasi tentang penggunaan lahannya di lapang menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Lokasi plot-plot sampel pengamatan lapang ini sedapat mungkin dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya tinggi, sehingga informasi mengenai kondisi lahan dan penutupan vegetasi lainnya dapat diketahui karakteristiknya secara akurat. Dari kegiatan ground check ini dihasilkan berupa peta penggunaan lahan yang sudah layak untuk di jadikan acuan untuk memulai perhitungan komoditas manggis karena peta penggunaan lahan ini sudah dianggap benar atau match. Adapun hasil yang didapat dari verifikasi hasil analisis penggunaan lahan adalah sebagai berikut : 32 Sawah, di daerah penelitian lahan yang digunakan sebagai areal persawahan mayoritas berada di wilayah Cendawasari bagian timur sampai selatan, juga terdapat juga beberapa lokasi persawahan di Cendawasari bagian tengah, barat dan utara. Adapun luas areal persawahan di daerah penelitian adalah sekitar 58,896 Ha atau sekitar 12,928 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Ladang, di daerah Cendawasari, mayoritas, tanaman semusim yang ditanam di ladang bercampur dengan tanaman manggis. Adapun persebaran penggunaan lahan ladang dikawasan ini berada di bagian barat dan selatan daerah penelitian, dan kebanyakan ladang di daerah penelitian tersebut berada tidak jauh dari areal permukiman warga. Ladang memiliki luas sekitar 46,113 Ha sekitar 10,122 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Semak belukar, di dalam daerah penelitian ini vegetasi yang tumbuh pada semak belukar umumnya adalah alang-alang, sianit rumput merdeka serta tanaman perdu lainnya. Pada daerah penelitian ini pun, areal semak belukar mayoritas berada di tengah hingga terus ke selatan. Luas areal yang berupa semak belukar sekitar 32,720 Ha atau sekitar 7,182 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Hutan sekunder, di wilayah penelitian, hutan sekunder berada di sebelah barat dan merupakan daerah yang memiliki posisi dataran yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain disekitarnya yang letaknya lebih ke arah timur wilayah penelitian. Adapun luas hutan sekunder di wilayah penelitian kurang lebih adalah 10,053 Ha atau sekitar 2,207 % dari keseluruhan luas lahan wilayah penelitian. Permukiman, Umumnya permukiman yang berada di wilayah Cendawasari berada dekat dengan akses-skses jalan wilayah tersebut. Permukiman di kawasan Cendawasari deantaranya adalah Kp. Cengal, Kp. Darmabakti, Kp. Nariti, Kp. Sumberjaya, Kp. Wanakarya, dan Kp. Rawasari. Mayoritas permukiman di kawasan Cendawasari berada di bagian barat kemudian ke tengah sampai ke selatan. Pada daerah penelitian, luas lahan yang digunakan sebagai kawasan 33 permukiman kurang lebih sekitar 27,326 Ha sekitar 5,998 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Lahan terbuka, di kawasan Cendawasari, lahan terbuka memiliki luasan lahan paling kecil di bandingkan dengan luas lahan yang dipergunakan untuk jenis penggunaan lahan lainnya. Adapun persebaran lahan terbuka di kawasan penelitian ini adalah dibagian tengah sampai ke selatan. Lahan terbuka di daerah penelitian memiliki luas sekitar 1,662 Ha atau 0,365 % dari luas keseluruhan wilayah tersebut. Kebun campuran, di wilayah Cendawasri, kebun campuran memiliki luas lahan terluas dari total keseluruhan luas wilayah penelitian. Tanaman-tanaman yang tumbuh di kebun campuran di kawasan Cendawasari diantaranya adalah tanaman tahunan dan tanaman semusim, contohnya adalah tanaman durian, pisang, singkong, manggis, melinjo, kacang tanah, dan lain-lain. Persebaran kebun campuran di kawasan penelitian ini cenderung merata, dari mulai timur, barat, utara, dan selatan. Di daerah penelitian, kebun campuran memiliki luasan lahan yang paling luas sekitar 199,772 Ha atau 43,850 % dari luas keseluruhan wilayah penelitian. Perkebunan, di wilayah penelitian ini perkebunan yang ada adalah perkebunan dengan tanaman manggius sebagai tanaman utamanya. Persebaran areal perkebunan manggis di wilayah penelitian umumnya berada di bagian barat dan selatan. Biasanya pada daerah perkebunan manggis ini sudah mendapatkan pengelolaan secara baik. Adapun luas perkebunan manggis di wilayah penelitian sekitar 63,072 Ha, sekitar 13,844 % dari luas keseluruhan wilayah Cendawasari. Kebun produksi, Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan pengelolaan secara baik. Pengelolaan tersebut baik berupa pengelompokanpengelompokan jenis tanaman yang ditanam, maupun jarak tanam tanaman tersebut. Didaerah penelitian, kebun produksi menempati posisi di wilayah Cendawasari bagian tengah agak ke barat. Adapun tanaman yang terdapat di 34 kebun produksi antara lain adalah belimbing, jambu batu, durian, mangga, manggis, cempedak dan alpukat. Di wilayah ini, kebun produksi memiliki luas sekitar 15,962 Ha atau sekitar 3,504 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. 5.3 Analisis Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis Dalam tahap analisis jumlah dan persebaran komoditas manggis, setiap satuan penggunaan lahan yang dihasilkan dari proses analisis penggunaan lahan dengan didukung oleh analisis data dan hasil pengamatan langsung di lapang dapat diprediksi kerapatan distribusi pohon manggisnya Pada daerah penelitian, terlihat bahwa jumlah tanaman manggis di wilayah penelitian dari barat ke timur semakin sedikit, untuk itu daerah penelitian terlebih dahulu dibagi menjadi tiga bagian wilayah sesuai dengan dominasi jumlah tanaman manggis yang terdapat di dalamnya. Pembagian ini mangkategorikan wilayah yang memiliki dominasi jumlah tanaman manggis banyak, sedang dan sedikit. Hal ini dimaksudkan agar dalam perhitungan tanaman manggis tidak langsung dapat di sama ratakan antara daerah dengan jumlah tanaman manggis yang banyak dan daerah yang memiliki jumlah tanaman manggis sedikit. Gambar 15. Peta Pembagian Wilayah Dominasi Jumlah Tanaman Manggis. 35 Jumlah titik sampling yang diambil berjumlah 3 titik per Satuan Penggunaan Lahan yang berjumlah 9 jenis penggunaan lahan di setiap wilayah dominasi jumlah tanaman manggis yang berjumlah 3 wilayah dominasi. Jadi jumlah titik sampling keseluruhan berjumlah 81 titik sampling. Gambar 16. Peta Lokasi Titik Sample Pengamatan Lapang Cara perhitungan: Misalkan akan menghitung jumlah pohon di penggunaan lahan yang berupa kebun campuran yang memiliki luas total di wilayah penelitian adalah 199,772 Ha atau sekitar 43,850 % dari luas daerah penelitian secara keseluruhan. Sebelumnya kita sudah menentukan 9 titik sampling penggunaan kebun campuran di lapang dan menghitung jumlah tanaman manggis per luasan tertentu. 9 titik sampling itu diantaranya adalah 3 titik di wilayah dominasi banyak, 3 titik di wilayah dominasi sedang dan 3 titik di wilayah dominasi sedikit. Dari 3 titik di dominasi banyak dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah 50 pohon, dari titik di dominasi sedang dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah 45 pohon, dan dari titik di wilayah dominasi sedikit, dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah sekitar 25 pohon. Sehingga apabila dirata-ratakan secara keseluruhan di wilayah penelitian, maka rata-rata jumlah tanaman manggis di penggunaan lahan kebun campuran per Ha adalah 36 sekitar 40 pohon. Sehingga dapat ditentukan juga jumlah pohon manggis berdasarkan luas total penggunaan lahan kebun campuran di daerah penelitian yaitu sekitar 7.991 pohon, di dapat dari luas wilayah dikalikan dengan jumlah tanaman per Ha (199,772 x 40 = 7.991 pohon). Dari titik-titik sampling tersebut dapat dihasilkan prediksi jumlah dan persebaran tanaman manggis yang perinciannya adalah sebagai berikut: Sawah, Pada daerah penelitian ini, sawah memiliki luas sekitar 58.896 Ha sekitar 12,928 % dari luas wilayah keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di sawah sekitar 4 pohon per hektar, sehingga pada keseluruhan luas penggunaan lahan sawah, jumlah pohon manggis adalah 236 pohon. Ladang, di daerah penelitian memiliki luas areal sekitar 46,113 Ha atau sekitar 10,122 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di areal Ladang sekitar 24 pohon per hektar, sehingga untuk keseluruhan luas penggunaan lahan Madang memiliki jumlah pohon manggis sekitar 1.107 pohon. Semak Belukar, di daerah penelitian, luas lahan semak belukar kurang lebih adalah 32,720 Ha sekitar 7,182 % dari luas wilayah Cendawasari secara keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di daerah semak belukar ini sekitar 12 pohon per hektar, sehingga untuk keseluruhan luas semak belukar yang ada memiliki jumlah pohon manggis sekitar 393 pohon. Hutan Sekunder, luas hutan sekunder di daerah penelitian sekitar 10,053 Ha atau sekita 2,207 % dari luas total wilayah penelitian. Jumlah tanaman manggis di wilayah hutan sekunder kawasan Cendawasari adalah sekitar 12 pohon per hektar, jadi jumlah tanaman manggis dari keseluruhan luas wilayah hutan sekunder di wilayah Cendawasari adalah 121 pohon. Permukiman, pada daerah penelitian ini, luas lahan yang digunakan sebagai kawasan permukiman ada;lah sekita 27,326 Ha atau seriar 5,998 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Adapun jumlah tanaman manggis yang terdapat di daerah permukiman sekitar 16 pohon per hektar, sehingga jumlah tanaman manggis untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai permukiman sekitar 437 pohon. 37 Lahan Terbuka, di daerah penelitian, lahan terbuka memiliki luasan lahan sekitar 1,662 Ha atau sekitar 0,365 % dari luas total daerah penelitian. Jumlah tanaman manggis pada lahan terbuka sekitar 2 pohon per hektar, adalah merupakan jumlah tanaman manggis paling sedikit per hektarnya di kawasan Cendawasari, sehingga untuk keseluruhan luas lahan terbuka memiliki jumlah tanaman manggis sekitar 3 pohon. Kebun Campuran, memiliki luas lahan di daerah penelitian sekitar 199,772 Ha atau sekitar 43,850 % dari luas total daerah penelitian. Adapun jumlah tanaman manggis di kebun campuran sekitar 40 pohon per hektarnya, sehingga untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai kebun campuran memiliki jumlah tanaman manggis sekitar 7.991 pohon. Perkebunan Manggis, pada wilayah penelitian memiliki luas areal sekitar 63,072 Ha atau sekitar 13,844 % dari luas keseluruhan wilayah penelitian. Jumlah tanaman manggis di areal perkebunan manggis ini sekitar 195 pohon per hektar, sehingga jumlah total pohon manggis padaluas keseluruhan lahan perkebunan adalah sekitar 12.299 pohon. Kebun Produksi, pada daerah penelitian ini, kebun produksi memiliki luas areal sekitar 15,962 Ha atau sekitar 3,504 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Jumlah tanaman manggis di areal kebun produksi ini ada sekitar 13 pohon per hektar, sehingga terdapat sekitar 208 pohon manggis untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai kebun produksi. Dari data di atas terlihat bahwa urutan luas areal penggunaan lahan dari yang terluas hingga yang paling kecil adalah ; kebun campuran (43,850 %), perkebunan manggis (13,844 %), sawah (12,928 %), ladang (10,122 %), semak belukar (7,182 %), permukiman (5,998 %), kebun produksi (3,504 %), hutan sekunder (2,207 %) dan kemudian lahan terbuka (0,365 %). Terlihat juga persebaran jumlah tanaman manggis pada areal penggunaan lahan tertentu di kawasan Cendawasari dari yang terbanyak hingga yang paling sedikit adalah ; perkebunan manggis (12.299 pohon), kebun campuran (7.991 pohon), ladang (1.107 pohon), permukiman (437 pohon), semak belukar (393 pohon), sawah (236 pohon), kebun produksi (208 pohon), hutan sekunder (121 pohon) dan lahan 38 terbuka (3 pohon). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tanaman manggis di kawasan Cendawasari kurang lebih sekitar 22.795 pohon. Perbandingan antara luas wilayah dan jumlah pohon pada suatu penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini; Tabel 7. Tabel Jumlah Tanaman Manggis Penggunaan Lahan Kebun Campuran Perkebunan Manggis Sawah Ladang Semak Belukar Permukiman Kebun Produksi Hutan Sekunder Lahan Terbuka Jumlah Luas Ha % 199,772 43,850 63,072 13,844 58,896 12,928 46,113 10,122 32,720 7,182 27,326 5,998 15,962 3,504 10,053 2,207 1,662 0,365 455,576 100,00 Jumlah pohon manggis 7.991 12.299 236 1.107 393 437 208 121 3 22.795 Pada peta sebaran pohon manggis (Gambar 18) terlihat bahwa, Kelas 1 berwarna kuning dan memiliki kelas interval dari 1-10 pohon per hektar, dimana penggunaan lahan yang termasuk ke dalam kelas 1 adalah jenis penggunaan lahan sawah dan lahan terbuka, jadi di setiap penggunaan lahan sawah dan lahan terbuka hanya memiliki jumlah pohon sekitar 1-10 pohon saja perhektanya. Hal ini dikarenakan, sawah dan lahan terbuka tidak diprioritaskan sebagai daerah dikembangkannya tanaman manggis, tetapi sawah lebih difokuskan untuk menanam jenis tanaman pertanian saja (padi). Kelas 2 berwarna oranye dan memiliki kelas interval adalah sekitar 11-20 pohon per hektar. Adapun jenis penggunaan lahan yang termasuk kelas 2 adalah semak belukar, hutan sekunder, kebun produksi, dan permukiman. Hal tersebut menggambarkan bahwa di setiap penggunaan lahan tersebut di wilayah penelitian memiliki 11-20 pohon perhektarnya. Kelas 3 berwarna cokelat dan memiliki kelas interval 21-30 pohon perhektarnya, dimana jenis penggunaan lahannya adalah ladang. Kelas 4 memiliki warna hijau muda dari kelas 3 dan memiliki kelas interval 31-50 pohon perhektarnya, penggunaan lahan pada kelas 4 adalah kebun campuran. Kelas 5 adalah kelas jumlah kerapatan pohon manggis terbesar yaitu memiliki kelas interval lebih dari 51 pohon perhektarnya dan berwarna hijau tua, jenis penggunaan lahannya adalah perkebunan manggis, hal ini disebabkan karena pada 39 penggunaan lahan perkebunan manggis memang diprioritaskan sebagai daerah dikembangkannya tanaman manggis. Dari hasil perhitungan jumlah pohon dan survei lapang, seharusnya dapat ditentukan produktivitas tanaman manggis di wilayah tersebut. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih menemui berbagai kendala sehingga dalam penentuan produktivitas tanaman manggis belum dapat menghasilkan kesimpulan yang akurat. Kesulitan mendapatkan data karena sebagian besar lahan di wilayah tersebut dimiliki oleh warga yang tidak bermukim di wilayah Cendawasari (mayoritas warga Jakarta) sehingga informasi tentang produktivitas manggis sangat sulit untuk diperoleh. Kendala lainnya adalah tidak adanya koordinasi yang baik antara petani manggis dengan pengelola Agropolitan Cendawsari untuk mendata produksi manggis di setiap masa panen. Apabila dilihat dari produktifitas yang diambil dari beberapa sumber di wilayah tersebut, dapat ditentukan secara kasar bahwa produktifitas manggis di wilayah tersebut pada musim panen sekitar 20-30 kg per pohon. Dari hasil tersebut dapat juga ditentukan dari segi ekonominya, dengan asumsi produktifitas per pohon mencapai 30 kg dan dengan dilihat dari harga pasar buah manggis yang mencapai Rp.7000/kg, maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh oleh petani manggis sekali panen sekitar Rp.210.000/pohon. Apabila dilihat dari wilayah secara keseluruhan, maka dapat pula disimpulkan bahwa produktifitas manggis di wilayah Cendawasari sekitar 1,5 ton/hektar. 5.4 Akurasi Metode Penelitian Dari hasil penelitian, perlu diuji tingkat keakuratan data jumlah pohon manggis yang di dapat melalui metode perhitungan sebaran pohon manggis berdasarkan satuan penutupan/penggunaan lahan dengan cara penentuan jumlah tanaman manggis di luar titik yang ditentukan sebagai titik sampling penelitian. Peta sebaran titik sampel uji metode tersebut adalah sebagai berikut; 40 Gambar 17. Titik Sample Uji Metode Penelitian Dalam uji metode ini, setiap jenis penutupan/penggunaan lahan masingmasing diambil tiga titik sampel untuk kemudian dihitung distribusi dan sebaran pohon manggisnya lalu dibandingkan dengan hasil penelitian yang diperoleh, sehingga dapat terlihat selisih jumlah/akurasi antara hasil uji metode dengan hasil penelitian. Akurasi dari metode tersebut dapat di lihat dalam tabel berikut ini; Tabel 8. Uji Metode Penelitian Landuse Kebun Campuran Rata-rata Perkebunan Manggis Rata-rata Ladang Rata-rata Permukiman Rata-rata Lahan Terbuka Rata-rata Titik Sampel (pohon/ha) Penelitian Uji Metode 50 35 45 45 25 38 40 39 220 155 150 190 215 180 195 175 22 27 18 25 31 17 24 24 23 15 14 21 11 9 16 15 1 1 1 1 4 4 2 2 Luas Landuse (ha) Jumlah Pohon per Landuse Penelitian Uji Metode 199,772 7.991 7.791 63,072 12.299 11.038 46,113 1.107 1.107 27,326 437 410 1,662 3 3 41 18 9 9 12 10 7 19 12 5 3 2 3 14 12 13 13 Jumlah Semak Belukar Rata-rata Hutan Sekunder Rata-rata Sawah Rata-rata Kebun Produksi 12 8 17 12 12 9 18 13 2 2 3 2 16 11 7 11 32,720 393 393 10,053 121 131 58,896 236 118 15,962 208 176 22.795 21.167 Dari hasil uji metode, terlihat bahwa selisih jumlah perhitungan antara uji metode dengan hasil penelitian, hasilnya tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode perhitungan jumlah pohon manggis berdasarkan satuan penggunaan lahan masih dapat menghasilkan hasil yang tergolong akurat. Dari hasil ini pun dapat ditentukan bahwa akurasi metode yang digunakan adalah sekitar 92,86 %, yang didapat dari 21.167 ÷ 22.795 x 100% = 92,86 %. Grafik Jumlah Pohon Manggis Kawasan Cendawasari 1% 1% 4% Lahan Terbuka 4% 4% Sawah 5% Hutan Sekunder Semak Belukar 8% Kebun Produksi Permukiman 61% 12% Ladang Kebun Campuran Perkebunan Manggis Gambar 18. Grafik Jumlah Pohon Manggis di Kawasan Cendawasari 42 43 44 45 46 47