Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis di

advertisement
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Analisis Citra
5.1.1 Kompilasi Citra
Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs
Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil dari
Wikimapia dibanding dari Google Earth, karena Wikimapia memiliki tampilan
layar bidang yang datar, sehingga dari segi luasan wilayah tidak terlalu
terpengaruh, selain itu hasil yang kemudian diperoleh pun akan lebih akurat.
Berbeda dengan Google Earth yang memiliki bidang tampil sesuai dengan bentuk
permukaan bumi yang cenderung bulat sehingga semakin jauh objek dari sensor,
semakin terlihat luas objek terebut, dengan demikian dari segi luasan akan sangat
berpengaruh, begitupun dari hasil yang akan diperoleh juga akan sangat
berpengaruh.
Selain dengan menggunakan citra Quickbird, penelitian ini juga
menggunakan citra Landsat. Akan tetapi, terdapat kendala pada jenis citra Landsat
yang digunakan. Kendala tersebut adalah karena luas daerah penelitian ini tidak
begitu luas, sehingga kenampakan daerah ini pada citra apabila diperbesar
(zooming) akan menjadi pecah, dan bahkan hampir tidak mungkin melakukan
interpretasi dengan menggunakan citra Landsat. Terlebih citra Landsat memiliki
resolusi, relatif kecil, 30x30 meter (http://www.satimagingcorp.com), sehingga
sulit untuk dilakukan interpretasi jika luasannya tidak begitu luas. Dengan
demikian, untuk mendapatkan hasil interpretasi landuse yang baik harus
menggunakan citra Quickbird. Karena penelitian ini bersifat detil maka resolusi
citra menjadi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses interpretasi.
Citra Quickbird memiliki resolusi spasial hingga 60 cm, sehingga memungkinkan
obyek sebesar 60 cm di permukaan bumi dapat teridentifikasi. Namun citra RGB
yang disediakan gratis oleh wikimapia ini mempunyai resolusi sekitar 2 meter.
Walaupun demikian kualitas citra Quickbird yang diperoleh dengan cara
mengunduh secara gratis ini masih lebih unggul dibandingkan dengan citra
Landsat, sehingga citra Quickbird dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
24
untuk melakukan pemetaan/interpretasi citra yang bersifat detil. Atas dasar itulah
penelitian ini menggunakan citra Quickbird, karena kedetilan citra dalam
menyadap informasi sangat diperlukan untuk daerah penelitian yang tidak begitu
luas (456 Ha).
Gambar 12. Citra Landsat dan Citra Quickbird
5.1.2 Pembuatan Peta Kerja dan Peta Dasar
Peta kerja dibuat dalam peta dasar dengan melakukan analisis berbagai
data. Data pendukung yang digunakan antara lain: citra Quickbird dan Peta
Rupabumi skala 1 : 25.000. Melalui peta kerja ini kemudian dirancang suatu
kegiatan pengamatan di lapang. Sebelum membuat peta dasar dan peta kerja ini,
dilakukan koreksi geometrik dan penajaman citra dengan menggunakan acuan
peta rupabumi skala 1: 25.000 sehingga skala dan distribusi spasial citra tersebut
sudah ”match” dengan peta rupa bumi skala 1 : 25.000.
Setelah citra satelit tersebut memiliki skala, barulah dapat dilihat dan
ditentukan legenda-leganda yang tersusun di dalam citra tersebut yang didukung
oleh peta Topografi skala 1 : 25.000 yang didapat dari BAKOSURTANAL.
Legenda-legenda peta yang dapat kita tentukan pada citra tersebut diantaranya
adalah jalan, sungai, administrasi wilayah, dan penampakan-penampakan lainnya.
Hasil yang didapat dari tahap ini kemudian dijadikan sebagai bahan acuan untuk
menganalisis dan membuat peta penggunaan lahan secara visual dan juga kegiatan
pengecekan lapang.
25
5.1.3 Analisis Penggunaan Lahan
Dalam mengklasifikasikan citra dilakukan menggunakan klasifikasi
terbimbing dengan kemiripan maksimum berdasarkan area contoh yang telah
ditetapkan dan diberi atribut sesuai dengan masing-masing tipe penggunaan lahan
yang telah ditentukan. Dari pengamatan secara visual/digitasi layar dengan citra
Quickbird wilayah penelitian diperoleh 9 kelas penutupan/penggunaan lahan.
Berbeda dengan hasil dari pengamatan visual menggunakan citra Landsat yang
hanya menghasilkan 5 tipe penutupan/penggunaan lahan. Penggunaan lahan di
daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan dengan menggunakan citra
Quickbird adalah :
Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan
permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah
memiliki tekstur cenderung halus dan berbentuk petak-petak serta memiliki warna
hijau yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola yang
terkonsentrasi.
Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan
dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola
penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra Quickbird semak
belukar memiliki tekstur halus sampai agak kasar sama seperti ladang hanya saja
tidak berpetak-petak serta memiliki warna kuning agak kecoklat-coklatan dan
berpola menyebar.
Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam
tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki tekstur hampir
mirip dengan areal persawahan, sama-sama memiliki penampakan yang berpetakpetak, hanya saja pada ladang teksturnya cenderung lebih kasar dari pada tekstur
areal persawahan. Dan juga memiliki warna penampakan coklat kehijauan serta
memiliki pola yang menyebar.
26
Hutan sekunder, adalah hutan sisa penebangan dimana kayu yang mempunyai
volume tegakan yang berdiameter > 50 cm sudah jarang ditemui. Pada citra, hutan
sekunder memiliki tekstur yang hampir mirip dengan tekstur yang dimiliki oleh
kebun campuran, hanya saja hutan sekunder memiliki tekstur yang lebih halus dan
berwarna hijau tua serta memiliki pola yang terkonsentrasi.
Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap
secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini
memiliki penampakan pada citra dengan tekstur halus sampai kasar dan memiliki
warna yang cenderung beraneka ragam serta memiliki pola persebaran yang
terkonsentrasi.
Lahan terbuka, adalah lahan terpencar yang sudah rusak, atau berubah fungsi
menjadi fasilitas umum (lapangan), kadang-kadang hanya berupa hamparan tanah
kering yang lambat laun akan menjadi semak belukar. Pada citra lahan terbuka
memiliki tekstur yang halus dan memiliki warna coklat serta memiliki pola
persebaran yang menyebar.
Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan
dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola
persebaran yang menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki tekstur yang
cenderung agak kasar.
Perkebunan, adalah suatu areal yang ditumbuhi oleh tanaman sejenis. Pada citra,
areal perkebunan memiliki tekstur yang cenderung halus serta memiliki pola
persebaran yang terkonsentrasi.
Kebun produksi, adalah lahan yang digunakan untuk menanam berbagai jenis
tanaman tertentu. Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan
pengelolaan secara baik. Pada citra, kebun produksi memiliki tekstur yang halus
serta memiliki pola persebaran yang terkonsentrasi.
27
Dalam penelitian, terdapat sedikit kendala dalam membedakan jenis
penggunaan lahan kebun campuran dengan perkebunan manggis. Untuk
memetakan perbedaan antara kebun campuran dengan perkebunan manggis
terlebih dahulu dilakukan proses mempoligonkan wilayah-wilayah yang terlihat
pada citra yang memiliki banyak pohon tanpa memberikan informasi terlebih
dahulu terhadap poligon-poligon tersebut. Setelah dihasilkan poligon-poligon
yang belum memiliki informasi, barulah dilakukan penamaan/pemberian
informasi terhadap poligon-poligon tersebut dengan cara memplot wilayahwilayah tersebut di lapang sekaligus mencatat jenis penutupan/penggunaan
lahannya. Setelah memiliki titik-titik koordinat dan data penutupan/penggunaan
lahannya, selanjutnya baru dilakukan pengklasifikasian pada citra. Jadi, untuk
membedakan antara
penutupan/penggunaan
lahan kebun campuran dan
perkebunan manggis tidak dapat dilakukan hanya dengan cara digitasi layar yang
membedakan dari segi kehalusan/kekasaran tekstur saja, akan tetapi harus
diverifikasi dengan pengecekkan langsung di lapang, karena penampakan kebun
campuran dengan penggunaan lahan perkebunan manggis di citra hampir bisa
dikatakan sama.
Tabel 5. Tekstur dan Pola Persebaran Pada Citra Quickbird
Quickbird
Tekstur
Pola
Sawah
Halus
Terkonsentrasi
Kebun Campuran
Kasar
Menyebar
Lahan Terbuka
Halus
Halus
Kebun Produksi
Halus
Terkonsentrasi
Semak Belukar
Halus
Menyebar
Permukiman
Kasar
Terkonsentrasi
Perkebunan Manggis Halus
Terkonsentrasi
Ladang
Kasar
Menyebar
Lahan Terbuka
Halus
Menyebar
Penggunaan Lahan
Kelas penggunaan lahan di daerah penelitian yang dapat di klasifikasikan
dengan menggunakan citra Landsat, band (5,4,2) diantaranya adalah:
Sawah, adalah pertanian menetap yang ditanami padi, berada dekat dengan
permukiman atau ladang. Dalam interpretasi citra yang telah dilakukan sawah
28
memiliki warna biru yang homogen di satu lokasi tertentu serta memiliki pola
yang terkonsentrasi.
Ladang, adalah penggunaan lahan oleh penduduk setempat untuk menanam
tanaman semusim. Pada citra, penggunaan lahan ladang memiliki warna
penampakan merah kekuningan serta memiliki pola yang menyebar.
Semak belukar, adalah lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan
dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola
penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Di dalam citra semak belukar
memiliki warna merah keunguan dan berpola menyebar.
Kebun campuran, adalah lahan dimana terdapat berbagai jenis tanaman tahunan
dan semusim yang tumbuh bersamaan serta memiliki ciri bentuk dan pola yang
menyebar. Pada citra, kebun campuran memiliki warna merah tua dan memiliki
pola yang menyebar.
Permukiman, merupakan koloni atau tempat tinggal penduduk yang menetap
secara berkelompok yang berupa kampung maupun desa. Adapun Permukiman ini
memiliki penampakan warna kuning sampai putih serta memiliki pola penyebaran
yang terkonsentrasi.
Tabel 6. Warna dan pola persebaran pada citra Landsat
Penggunaan Lahan
Sawah
Kebun Campuran
Ladang
Semak Belukar
Permukiman
Citra Landsat
Warna
Pola
Biru
Terkonsentrasi
Merah Tua
Menyebar
Merah agak Kuning Menyebar
Merah agak Ungu
Menyebar
Kuning agak Putih Terkonsentrasi
29
(a)
(b)
Gambar 13. Perbandingan Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan, (a) Hasil Interpretasi
Citra Landsat, (b) Hasil Interpretasi Citra Quickbird
30
Gambar 14. Peta Hasil Overlay Citra Quickbird dan Citra Landsat
Dari Hasil di atas terlihat bahwa Citra Landsat hanya mampu memberi
informasi kelas penutupan/penggunaan lahan sebanyak 5 jenis penggunaan lahan,
sedangkan pada Citra Quickbird mampu memberi informasi sebanyak 9 jenis
penutupan/penggunaan lahan. Persamaan yang dapat dilihat di kedua citra adalah
jenis penggunaan lahan kebun campuran, ladang, semak belukar, permukiman,
dan sawah. Dari peta tersebut dapat terlihat pula bahwa persamaan yang terletak
pada kedua citra setelah dilakukan proses overlay adalah sebesar 41,88 %, angka
ini didapat dari luas lahan yang sejenis yang terdapat di kedua belah citra adalah
sebesar 190,755 Ha, sedangkan luas wilayah keseluruhan adalah 455,481 Ha
maka diperoleh angka 41,88 % untuk persamaan kedua citra tersebut.
5.2
Verifikasi Lapang ( Ground Check)
5.2.1 Verifikasi Peta Dasar
Verifikasi peta dasar dilakukan untuk melihat kebenaran hasil analisis
secara visual sekaligus membandingkan dengan keadaan sebenarnya di lapang.
Ternyata setelah dilakukan penelitian di lapang, banyak ditemukan jalan-jalan
yang baru dan tidak tampak pada citra sehingga harus dibuat secara manual
dengan cara mentracking jalan tersebut dengan menggunakan GPS kemudian di
inputkan menjadi suatu tampilan peta secara visual. Ada juga keadaan dimana
31
suatu objek saat dilakukan analisis secara visual tidak terlihat pada citra akan
tetapi setelah dilakukannya penelitian lapang ternyata objek tersebut memang ada.
Verifikasi peta dasar ini juga berfungsi memberikan kejelasan terhadap
suatu objek yang dihasilkan dari analisis secara visual terhadap keadaan
sebenarnya di lapang, misalnya saat melakukan analisis secara visual, sulit
membedakan antara jalan desa, jalan kecamatan dan jalan lokal. Untuk itulah
perlu dilakukannya suatu kegiatan verifikasi peta dasar dengan cara melakukan
penelitian langsung di lapang. Selain jalan, sungai pun seperti itu, terkadang
sebuah sungai/anak sungai tidak terlihat di citra akan tetapi dapat ditemui di
lapang, maka dari itu dengan adanya verifikasi peta dasar ini diharapkan akan
dapat menambahkan/memperbaiki sebuah peta dasar yang dihasilkan melalui
proses analisis secara visual sehingga peta tersebut dapat menjadi peta acuan yang
akurat dan jelas sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
5.2.2 Verifikasi Hasil Analisis Penggunaan Lahan
Verifikasi hasil analisis penggunaan lahan (Landuse Ground Check)
dilakukan untuk mengecek kebenaran dan keakuratan hasil analisis yang
dilakukan secara visual, dan pengamatan jenis-jenis penggunaan lahan di
sekitarnya serta penyebarannya. Pada kegiatan ini, dicocokan kebenaran suatu
kelas penggunaan lahan yang ada pada citra terhadap keadaan dilapang dengan
cara mengecek posisi koordinat suatu titik pada citra yang telah diberi informasi
tentang penggunaan lahannya di lapang menggunakan alat GPS (Global
Positioning System). Lokasi plot-plot sampel pengamatan lapang ini sedapat
mungkin dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya tinggi, sehingga informasi
mengenai kondisi lahan dan penutupan vegetasi lainnya dapat diketahui
karakteristiknya secara akurat. Dari kegiatan ground check ini dihasilkan berupa
peta penggunaan lahan yang sudah layak untuk di jadikan acuan untuk memulai
perhitungan komoditas manggis karena peta penggunaan lahan ini sudah dianggap
benar atau match. Adapun hasil yang didapat dari verifikasi hasil analisis
penggunaan lahan adalah sebagai berikut :
32
Sawah, di daerah penelitian lahan yang digunakan sebagai areal persawahan
mayoritas berada di wilayah Cendawasari bagian timur sampai selatan, juga
terdapat juga beberapa lokasi persawahan di Cendawasari bagian tengah, barat
dan utara. Adapun luas areal persawahan di daerah penelitian adalah sekitar
58,896 Ha atau sekitar 12,928 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan.
Ladang, di daerah Cendawasari, mayoritas, tanaman semusim yang ditanam di
ladang bercampur dengan tanaman manggis. Adapun persebaran penggunaan
lahan ladang dikawasan ini berada di bagian barat dan selatan daerah penelitian,
dan kebanyakan ladang di daerah penelitian tersebut berada tidak jauh dari areal
permukiman warga. Ladang memiliki luas sekitar 46,113 Ha sekitar 10,122 %
dari luas wilayah secara keseluruhan.
Semak belukar, di dalam daerah penelitian ini vegetasi yang tumbuh pada semak
belukar umumnya adalah alang-alang, sianit rumput merdeka serta tanaman perdu
lainnya. Pada daerah penelitian ini pun, areal semak belukar mayoritas berada di
tengah hingga terus ke selatan. Luas areal yang berupa semak belukar sekitar
32,720 Ha atau sekitar 7,182 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan.
Hutan sekunder, di wilayah penelitian, hutan sekunder berada di sebelah barat
dan merupakan daerah yang memiliki posisi dataran yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah-daerah lain disekitarnya yang letaknya lebih ke arah
timur wilayah penelitian. Adapun luas hutan sekunder di wilayah penelitian
kurang lebih adalah 10,053 Ha atau sekitar 2,207 % dari keseluruhan luas lahan
wilayah penelitian.
Permukiman, Umumnya permukiman yang berada di wilayah Cendawasari
berada dekat dengan akses-skses jalan wilayah tersebut. Permukiman di kawasan
Cendawasari deantaranya adalah Kp. Cengal, Kp. Darmabakti, Kp. Nariti, Kp.
Sumberjaya, Kp. Wanakarya, dan Kp. Rawasari. Mayoritas permukiman di
kawasan Cendawasari berada di bagian barat kemudian ke tengah sampai ke
selatan. Pada daerah penelitian, luas lahan yang digunakan sebagai kawasan
33
permukiman kurang lebih sekitar 27,326 Ha sekitar 5,998 % dari luas wilayah
secara keseluruhan.
Lahan terbuka, di kawasan Cendawasari, lahan terbuka memiliki luasan lahan
paling kecil di bandingkan dengan luas lahan yang dipergunakan untuk jenis
penggunaan lahan lainnya. Adapun persebaran lahan terbuka di kawasan
penelitian ini adalah dibagian tengah sampai ke selatan. Lahan terbuka di daerah
penelitian memiliki luas sekitar 1,662 Ha atau 0,365 % dari luas keseluruhan
wilayah tersebut.
Kebun campuran, di wilayah Cendawasri, kebun campuran memiliki luas lahan
terluas dari total keseluruhan luas wilayah penelitian. Tanaman-tanaman yang
tumbuh di kebun campuran di kawasan Cendawasari diantaranya adalah tanaman
tahunan dan tanaman semusim, contohnya adalah tanaman durian, pisang,
singkong, manggis, melinjo, kacang tanah, dan lain-lain. Persebaran kebun
campuran di kawasan penelitian ini cenderung merata, dari mulai timur, barat,
utara, dan selatan. Di daerah penelitian, kebun campuran memiliki luasan lahan
yang paling luas sekitar 199,772 Ha atau 43,850 % dari luas keseluruhan wilayah
penelitian.
Perkebunan, di wilayah penelitian ini perkebunan yang ada adalah perkebunan
dengan tanaman manggius sebagai tanaman utamanya. Persebaran areal
perkebunan manggis di wilayah penelitian umumnya berada di bagian barat dan
selatan. Biasanya pada daerah perkebunan manggis ini sudah mendapatkan
pengelolaan secara baik. Adapun luas perkebunan manggis di wilayah penelitian
sekitar 63,072 Ha, sekitar 13,844 % dari luas keseluruhan wilayah Cendawasari.
Kebun produksi, Tanaman pada kebun produksi cenderung telah mendapatkan
pengelolaan secara baik. Pengelolaan tersebut baik berupa pengelompokanpengelompokan jenis tanaman yang ditanam, maupun jarak tanam tanaman
tersebut. Didaerah penelitian, kebun produksi menempati posisi di wilayah
Cendawasari bagian tengah agak ke barat. Adapun tanaman yang terdapat di
34
kebun produksi antara lain adalah belimbing, jambu batu, durian, mangga,
manggis, cempedak dan alpukat. Di wilayah ini, kebun produksi memiliki luas
sekitar 15,962 Ha atau sekitar 3,504 % dari luas wilayah penelitian secara
keseluruhan.
5.3 Analisis Prediksi Jumlah dan Persebaran Pohon Manggis
Dalam tahap analisis jumlah dan persebaran komoditas manggis, setiap
satuan penggunaan lahan yang dihasilkan dari proses analisis penggunaan lahan
dengan didukung oleh analisis data dan hasil pengamatan langsung di lapang
dapat diprediksi kerapatan distribusi pohon manggisnya
Pada daerah penelitian, terlihat bahwa jumlah tanaman manggis di wilayah
penelitian dari barat ke timur semakin sedikit, untuk itu daerah penelitian terlebih
dahulu dibagi menjadi tiga bagian wilayah sesuai dengan dominasi jumlah
tanaman manggis yang terdapat di dalamnya. Pembagian ini mangkategorikan
wilayah yang memiliki dominasi jumlah tanaman manggis banyak, sedang dan
sedikit. Hal ini dimaksudkan agar dalam perhitungan tanaman manggis tidak
langsung dapat di sama ratakan antara daerah dengan jumlah tanaman manggis
yang banyak dan daerah yang memiliki jumlah tanaman manggis sedikit.
Gambar 15. Peta Pembagian Wilayah Dominasi Jumlah Tanaman Manggis.
35
Jumlah titik sampling yang diambil berjumlah 3 titik per Satuan
Penggunaan Lahan yang berjumlah 9 jenis penggunaan lahan di setiap wilayah
dominasi jumlah tanaman manggis yang berjumlah 3 wilayah dominasi. Jadi
jumlah titik sampling keseluruhan berjumlah 81 titik sampling.
Gambar 16. Peta Lokasi Titik Sample Pengamatan Lapang
Cara perhitungan:
Misalkan akan menghitung jumlah pohon di penggunaan lahan yang
berupa kebun campuran yang memiliki luas total di wilayah penelitian adalah
199,772 Ha atau sekitar 43,850 % dari luas daerah penelitian secara keseluruhan.
Sebelumnya kita sudah menentukan 9 titik sampling penggunaan kebun
campuran di lapang dan menghitung jumlah tanaman manggis per luasan tertentu.
9 titik sampling itu diantaranya adalah 3 titik di wilayah dominasi banyak, 3 titik
di wilayah dominasi sedang dan 3 titik di wilayah dominasi sedikit. Dari 3 titik di
dominasi banyak dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah 50
pohon, dari titik di dominasi sedang dihasilkan rata-rata jumlah tanaman manggis
per Ha adalah 45 pohon, dan dari titik di wilayah dominasi sedikit, dihasilkan
rata-rata jumlah tanaman manggis per Ha adalah sekitar 25 pohon. Sehingga
apabila dirata-ratakan secara keseluruhan di wilayah penelitian, maka rata-rata
jumlah tanaman manggis di penggunaan lahan kebun campuran per Ha adalah
36
sekitar 40 pohon. Sehingga dapat ditentukan juga jumlah pohon manggis
berdasarkan luas total penggunaan lahan kebun campuran di daerah penelitian
yaitu sekitar 7.991 pohon, di dapat dari luas wilayah dikalikan dengan jumlah
tanaman per Ha (199,772 x 40 = 7.991 pohon).
Dari titik-titik sampling tersebut dapat dihasilkan prediksi jumlah dan
persebaran tanaman manggis yang perinciannya adalah sebagai berikut:
Sawah, Pada daerah penelitian ini, sawah memiliki luas sekitar 58.896 Ha sekitar
12,928 % dari luas wilayah keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat
di sawah sekitar 4 pohon per hektar, sehingga pada keseluruhan luas penggunaan
lahan sawah, jumlah pohon manggis adalah 236 pohon.
Ladang, di daerah penelitian memiliki luas areal sekitar 46,113 Ha atau sekitar
10,122 % dari luas wilayah penelitian secara keseluruhan. Adapun tanaman
manggis yang terdapat di areal Ladang sekitar 24 pohon per hektar, sehingga
untuk keseluruhan luas penggunaan lahan Madang memiliki jumlah pohon
manggis sekitar 1.107 pohon.
Semak Belukar, di daerah penelitian, luas lahan semak belukar kurang lebih
adalah 32,720 Ha sekitar 7,182 % dari luas wilayah Cendawasari secara
keseluruhan. Adapun tanaman manggis yang terdapat di daerah semak belukar ini
sekitar 12 pohon per hektar, sehingga untuk keseluruhan luas semak belukar yang
ada memiliki jumlah pohon manggis sekitar 393 pohon.
Hutan Sekunder, luas hutan sekunder di daerah penelitian sekitar 10,053 Ha atau
sekita 2,207 % dari luas total wilayah penelitian. Jumlah tanaman manggis di
wilayah hutan sekunder kawasan Cendawasari adalah sekitar 12 pohon per hektar,
jadi jumlah tanaman manggis dari keseluruhan luas wilayah hutan sekunder di
wilayah Cendawasari adalah 121 pohon.
Permukiman, pada daerah penelitian ini, luas lahan yang digunakan sebagai
kawasan permukiman ada;lah sekita 27,326 Ha atau seriar 5,998 % dari luas
wilayah secara keseluruhan. Adapun jumlah tanaman manggis yang terdapat di
daerah permukiman sekitar 16 pohon per hektar, sehingga jumlah tanaman
manggis untuk keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai permukiman
sekitar 437 pohon.
37
Lahan Terbuka, di daerah penelitian, lahan terbuka memiliki luasan lahan sekitar
1,662 Ha atau sekitar 0,365 % dari luas total daerah penelitian. Jumlah tanaman
manggis pada lahan terbuka sekitar 2 pohon per hektar, adalah merupakan jumlah
tanaman manggis paling sedikit per hektarnya di kawasan Cendawasari, sehingga
untuk keseluruhan luas lahan terbuka memiliki jumlah tanaman manggis sekitar 3
pohon.
Kebun Campuran, memiliki luas lahan di daerah penelitian sekitar 199,772 Ha
atau sekitar 43,850 % dari luas total daerah penelitian. Adapun jumlah tanaman
manggis di kebun campuran sekitar 40 pohon per hektarnya, sehingga untuk
keseluruhan luas lahan yang digunakan sebagai kebun campuran memiliki jumlah
tanaman manggis sekitar 7.991 pohon.
Perkebunan Manggis, pada wilayah penelitian memiliki luas areal sekitar 63,072
Ha atau sekitar 13,844 % dari luas keseluruhan wilayah penelitian. Jumlah
tanaman manggis di areal perkebunan manggis ini sekitar 195 pohon per hektar,
sehingga jumlah total pohon manggis padaluas keseluruhan lahan perkebunan
adalah sekitar 12.299 pohon.
Kebun Produksi, pada daerah penelitian ini, kebun produksi memiliki luas areal
sekitar 15,962 Ha atau sekitar 3,504 % dari luas wilayah penelitian secara
keseluruhan. Jumlah tanaman manggis di areal kebun produksi ini ada sekitar 13
pohon per hektar, sehingga terdapat sekitar 208 pohon manggis untuk keseluruhan
luas lahan yang digunakan sebagai kebun produksi.
Dari data di atas terlihat bahwa urutan luas areal penggunaan lahan dari
yang terluas hingga yang paling kecil adalah ; kebun campuran (43,850 %),
perkebunan manggis (13,844 %), sawah (12,928 %), ladang (10,122 %), semak
belukar (7,182 %), permukiman (5,998 %), kebun produksi (3,504 %), hutan
sekunder (2,207 %) dan kemudian lahan terbuka (0,365 %). Terlihat juga
persebaran jumlah tanaman manggis pada areal penggunaan lahan tertentu di
kawasan Cendawasari dari yang terbanyak hingga yang paling sedikit adalah ;
perkebunan manggis (12.299 pohon), kebun campuran (7.991 pohon), ladang
(1.107 pohon), permukiman (437 pohon), semak belukar (393 pohon), sawah (236
pohon), kebun produksi (208 pohon), hutan sekunder (121 pohon) dan lahan
38
terbuka (3 pohon). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tanaman manggis
di kawasan Cendawasari kurang lebih sekitar 22.795 pohon. Perbandingan antara
luas wilayah dan jumlah pohon pada suatu penggunaan lahan dapat dilihat pada
Tabel 7 berikut ini;
Tabel 7. Tabel Jumlah Tanaman Manggis
Penggunaan
Lahan
Kebun Campuran
Perkebunan Manggis
Sawah
Ladang
Semak Belukar
Permukiman
Kebun Produksi
Hutan Sekunder
Lahan Terbuka
Jumlah
Luas
Ha
%
199,772 43,850
63,072 13,844
58,896 12,928
46,113 10,122
32,720 7,182
27,326 5,998
15,962 3,504
10,053 2,207
1,662 0,365
455,576 100,00
Jumlah pohon
manggis
7.991
12.299
236
1.107
393
437
208
121
3
22.795
Pada peta sebaran pohon manggis (Gambar 18) terlihat bahwa, Kelas 1
berwarna kuning dan memiliki kelas interval dari 1-10 pohon per hektar, dimana
penggunaan lahan yang termasuk ke dalam kelas 1 adalah jenis penggunaan lahan
sawah dan lahan terbuka, jadi di setiap penggunaan lahan sawah dan lahan
terbuka hanya memiliki jumlah pohon sekitar 1-10 pohon saja perhektanya. Hal
ini dikarenakan, sawah dan lahan terbuka tidak diprioritaskan sebagai daerah
dikembangkannya tanaman manggis, tetapi sawah lebih difokuskan untuk
menanam jenis tanaman pertanian saja (padi). Kelas 2 berwarna oranye dan
memiliki kelas interval adalah sekitar 11-20 pohon per hektar. Adapun jenis
penggunaan lahan yang termasuk kelas 2 adalah semak belukar, hutan sekunder,
kebun produksi, dan permukiman. Hal tersebut menggambarkan bahwa di setiap
penggunaan lahan tersebut di wilayah penelitian memiliki 11-20 pohon
perhektarnya. Kelas 3 berwarna cokelat dan memiliki kelas interval 21-30 pohon
perhektarnya, dimana jenis penggunaan lahannya adalah ladang. Kelas 4 memiliki
warna hijau muda dari kelas 3 dan memiliki kelas interval 31-50 pohon
perhektarnya, penggunaan lahan pada kelas 4 adalah kebun campuran. Kelas 5
adalah kelas jumlah kerapatan pohon manggis terbesar yaitu memiliki kelas
interval lebih dari 51 pohon perhektarnya dan berwarna hijau tua, jenis
penggunaan lahannya adalah perkebunan manggis, hal ini disebabkan karena pada
39
penggunaan lahan perkebunan manggis memang diprioritaskan sebagai daerah
dikembangkannya tanaman manggis.
Dari hasil perhitungan jumlah pohon dan survei lapang, seharusnya dapat
ditentukan produktivitas tanaman manggis di wilayah tersebut. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih menemui berbagai kendala sehingga dalam penentuan
produktivitas tanaman manggis belum dapat menghasilkan kesimpulan yang
akurat. Kesulitan mendapatkan data karena sebagian besar lahan di wilayah
tersebut dimiliki oleh warga yang tidak bermukim di wilayah Cendawasari
(mayoritas warga Jakarta) sehingga informasi tentang produktivitas manggis
sangat sulit untuk diperoleh. Kendala lainnya adalah tidak adanya koordinasi yang
baik antara petani manggis dengan pengelola Agropolitan Cendawsari untuk
mendata produksi manggis di setiap masa panen.
Apabila dilihat dari produktifitas yang diambil dari beberapa sumber di
wilayah tersebut, dapat ditentukan secara kasar bahwa produktifitas manggis di
wilayah tersebut pada musim panen sekitar 20-30 kg per pohon. Dari hasil
tersebut dapat juga ditentukan dari segi ekonominya, dengan asumsi produktifitas
per pohon mencapai 30 kg dan dengan dilihat dari harga pasar buah manggis yang
mencapai Rp.7000/kg, maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh oleh
petani manggis sekali panen sekitar Rp.210.000/pohon. Apabila dilihat dari
wilayah secara keseluruhan, maka dapat pula disimpulkan bahwa produktifitas
manggis di wilayah Cendawasari sekitar 1,5 ton/hektar.
5.4
Akurasi Metode Penelitian
Dari hasil penelitian, perlu diuji tingkat keakuratan data jumlah pohon
manggis yang di dapat melalui metode perhitungan sebaran pohon manggis
berdasarkan satuan penutupan/penggunaan lahan dengan cara penentuan jumlah
tanaman manggis di luar titik yang ditentukan sebagai titik sampling penelitian.
Peta sebaran titik sampel uji metode tersebut adalah sebagai berikut;
40
Gambar 17. Titik Sample Uji Metode Penelitian
Dalam uji metode ini, setiap jenis penutupan/penggunaan lahan masingmasing diambil tiga titik sampel untuk kemudian dihitung distribusi dan sebaran
pohon manggisnya lalu dibandingkan dengan hasil penelitian yang diperoleh,
sehingga dapat terlihat selisih jumlah/akurasi antara hasil uji metode dengan hasil
penelitian. Akurasi dari metode tersebut dapat di lihat dalam tabel berikut ini;
Tabel 8. Uji Metode Penelitian
Landuse
Kebun Campuran
Rata-rata
Perkebunan Manggis
Rata-rata
Ladang
Rata-rata
Permukiman
Rata-rata
Lahan Terbuka
Rata-rata
Titik Sampel
(pohon/ha)
Penelitian Uji Metode
50
35
45
45
25
38
40
39
220
155
150
190
215
180
195
175
22
27
18
25
31
17
24
24
23
15
14
21
11
9
16
15
1
1
1
1
4
4
2
2
Luas Landuse
(ha)
Jumlah Pohon
per Landuse
Penelitian Uji Metode
199,772
7.991
7.791
63,072
12.299
11.038
46,113
1.107
1.107
27,326
437
410
1,662
3
3
41
18
9
9
12
10
7
19
12
5
3
2
3
14
12
13
13
Jumlah
Semak Belukar
Rata-rata
Hutan Sekunder
Rata-rata
Sawah
Rata-rata
Kebun Produksi
12
8
17
12
12
9
18
13
2
2
3
2
16
11
7
11
32,720
393
393
10,053
121
131
58,896
236
118
15,962
208
176
22.795
21.167
Dari hasil uji metode, terlihat bahwa selisih jumlah perhitungan antara uji
metode dengan hasil penelitian, hasilnya tidak terlalu berbeda jauh, sehingga
dapat disimpulkan bahwa metode perhitungan jumlah pohon manggis berdasarkan
satuan penggunaan lahan masih dapat menghasilkan hasil yang tergolong akurat.
Dari hasil ini pun dapat ditentukan bahwa akurasi metode yang digunakan adalah
sekitar 92,86 %, yang didapat dari 21.167 ÷ 22.795 x 100% = 92,86 %.
Grafik Jumlah Pohon Manggis Kawasan Cendawasari
1%
1%
4%
Lahan Terbuka
4%
4%
Sawah
5%
Hutan Sekunder
Semak Belukar
8%
Kebun Produksi
Permukiman
61%
12%
Ladang
Kebun Campuran
Perkebunan Manggis
Gambar 18. Grafik Jumlah Pohon Manggis di Kawasan Cendawasari
42
43
44
45
46
47
Download