Perencanaan Induk Industri Keuangan Rampung Akhir Tahun Ini JAKARTA, Otorias Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan rencana induk (masterplan) industri jasa keuangan yang mencakup peta jalan (roadmap) seluruh lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, serta industri pasar modal di Tanah Air. Masterplan tersebut ditargetkan rampun akhir tahun ini. Rencana induk ini diharapkan dapat mendorong industri keuangan nasional memenangi persaingan pada saat integrasi keuangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir 2015 untuk lembaga keuangan non bank dan mulai 2020 untuk perbankan. Hal itu dikatakan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad Jumat (21/2). “Kami tidak mau membuat blue print keuangan sepotong-sepotong. Jadi kalau buat blue print ke depan, itu mencakup integrasi bank dengan lembaga keuangan nonbank. Tapi kita masih butuh waktu, akhir tahun ini kita selesaikan,” ujar Muliaman. Menurut dia, selain roadmap yang mengatur secara umum integrasi antar bank dan lembaga keuangan lainnya, serta pasar modal, masterplan tersebut juga akan memuat roadmap pengembangan masing-masing sektor lembaga yang saat ini berada di bawah pengawasan OJK. OJK, kata Muliaman, sebenarnya sudah membuat masterplan perbankan Indonesia 2012-2023 yang diperbarui dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API) warisan dari Bank Indonesia. Namun, masterplan tersebut masih bersifat sangat sektoral dan belum terintegrasi antar lembaga keuangan sehingga belum dapat diungkapkan ke publik. Muliaman menegaskan, masterplan tersebut nantinya akan menjadi bekal bagi industri keuangan di Tanah Air dalam menghadapi persaingan pada integrasi keuangan MEA yang akan dimulai pada akhir 2015 untuk nonbank dan mulai 2020 untuk sektor perbankan. “Integrasi keuangan itu harus menguntungkan. Tujuan kita integrasi ini kan menyejahterakan masyarakat dengan semangat saling menguntungkan. Kalau integrasi kita tidak diuntungkan, lebih baik tidak. Ke dean kita pentingkan kualitas integrasi. Jadi kalau negara lain terbukan, kita terbukan,” ungkap dia. OJK pun akan memastikan mitra otoritas keuangan di negara yang banknya ingin berekspansi ke Indonesia bersikap adil (fair) dengan memberikan kemudahan bagi perbankan Indonesia untuk berekspansi di negara tersebut. “Intinya harus ada prinsip keadilan, kita juga kan masih butuh dana dari luar. Tapi bagaimana mereka hadir ke sini dengan lebih adil. Kita akan kembangkan formula seperti apa syaratnya kalau perbankan asing mau masuk ke sini,” kata dia. Muliaman berharap, jika berminat ekspansi ke luar negeri, bank lokal harus bekerja keras menunjukkan kemampuannya. Untuk itu, bank-bank lokal sebaiknya melakukan aksi konsolidasi terlebih dulu untuk memperbesar diri. Kebijakan Dividen Muliaman juga memnyinggung upaya memperbesar bank-bank BUMN. Dia berpendapat, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan rasio penyetoran dividen BUMN ke negara. Kalau bank BUMN ingin dijadikan flag carrier, kebijakan dividen BUMN perlu ditinjau,” tegasnya. Bank BUMN hrus menahan laba untuk ekspansi, agar mampu tumbuh organic maupun anorganik secara lebih cepat. Muliaman memberikan contoh, jika laba bank BUMN sebesar Rp 50 triliun pada tahun lalu ditahan dan masuk kembali sebagai modal, modal bank BUMN akan meningkat signifikan. Bahkan, potensi pembiayaan kredit pun bisa meningkat hingga 12 kali lipat dari tambahan modal tersebut. “Intinya, OJK mendorong agar bank-bank BUMN kita ini tumbuh besar,” ungkap dia. Muliaman mengaku telah memperoleh komitmen dari bank-bank BUMN untuk menyalurkan pembiayaan pada sektor-sektor tertentu yang kurang diminati oleh perbankan swasta karena pendanaannya bersifat jangka panjang. Pasalnya, pendanaan yang masuk keperbankan bersifat jangka pendek. “Memang di Undang-Undang Perindustrian, misalnya, mengamanatkanpembentukan lembaga keuangan khusus industri. Tapi saya rasa tidak demikian. Memang kita butuh pendanaan jangka panjang, karena bank itu kan dananya bersifat jangka pendek, ini sedang kita pikirkan,” ujarnya. Namun, menurut dia, pembentukan lembaga keuangan atau bank untuk memenuhi kebutuhan pendanaan sektor tertentu tidak dapat dilakukan tahun ini, karena menunggu rampungnya masterplan industri keuangan yang tengah disiapkan OJK tersebut. Sinkronisasi Aturan Menanggapi soal masterplan, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Gatot M. Suwondo menyebut sejumlah hal yang harus menjadi perhatian OJK dalam penyusu masterplan industri jasa keuangan. Di antaranya adalah sinkronisasi antara peraturan, seperti peraturan pasar modal dan perpajakan. Sebab, kepastian dan sinkronisasi antarperaturan menjadi salah satu prasyarat industri keuangan dan pasar modal bisa berkembang. “Masih ada ketidaksinkronan yang kami temui,” ujar Gatot. Hal lain yang juga perlu menjadi perhatian adalah strategi untuk mempercepat kematangan (maturity) industri keuangan nonbank, seperti asuransi, multifinance, dan pasar modal. Ia mencontohkan, bial terjadi sesuatu terhadap industri perbankan, sudah ada mekanisme penjaminan melalui Lembaga Penjamin Simpanan, namun belum untuk industri yang lain. “Yang mature di kita ini baru bank, kalau ada apa-apa sudah ada LPS. Asuransi, pasar modal, dan multifinance, belum,” tandas Gatot. Padahal, dalam konteks menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) kematangan industri asuransi, pasar modal, dan multifinance mutlak diperlukan. “Di negara lain, industri itu (asuransi, pasar modal, dan multifinance) sudah mature, kita belum,” ucap Gatot. Suara Pembaruan Selasa, 25 Pebruari 2014