ARTIKEL LAPORAN KASUS PENGELOLAAN HIPERTERMI PADA An.A DENGAN DEMAM TYPHOID DI RUANG ANGGREK RSUD SALATIGA Oleh : EDI WIDIYANTO 0131704 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 PENGELOLAAN HIPERTERMI PADA AN.A DENGAN DEMAM TYPHOID DI RUANG ANGGREK RSUD SALATIGA Edi Widiyanto*, Siti Haryani**, Eka Adimayanti*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan hipertermi dengan typhoid pada An.A di Ruang Anggrek RSUD Salatiga. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa memberikan saran untuk melakukan kompres hangat dan memberikan pendidikan kesehatan tentang demam typhoid. Pengelolaan Hipertermi dilakukan selama dua hari pada An.A dengan menggunakan tehnik wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. Hasil pengelolaan didapatkan Hipertermi teratasi dengan suhu dalam batas normal yaitu 36,80c, akral teraba sudah tidak hangat lagi. Bagi perawat dan tim medis yang lain, diharapkan dalam memberikan tindakan kuratif dan rehabilitatif yang tepat dan benar sehingga dimungkinkan meminimalkan resiko komplikasi. Kata Kunci Kepustakaan : Pengelolaan Hipertermi, Typhoid, Anak : 18 (2005-2014) Pendahuluan Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) kesehatan merupakan keadaan sehat yang utuh baik fisik, mental dan sosialnya serta bukan hanya terbebas dari penyakit. Berhubungan dengan sehat atau sakit, biasanya individu yang rentan terhadap penyakit adalah anak-anak karena anak-anak masih memiliki sistem imun yang rendah. UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Yang sedang dalam proses tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologi, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa (Ngastiyah, 2002 dalam Setiawan dkk, 2014). Salah satu fenomena masalah utama yang berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan adalah perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat dan upaya kesehatan. Seperti pada beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh perubahan lingkungan misalnya pada penyakit demam typhoid. Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis (Ridha, 2014). Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Dalam masyarakat penyakit ini di kenal dengan nama tipes atau thypus. Sementara dalam dunia kedokteran, penyakit ini di sebut demam thypoid atau typhoid Fever. Tipes sering juga disebut typus abdominalis karena berhubungan dengan usus perut. Typus abdominalis sendiri adalah penyakit infeksi akut yang bisa menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini selalu di temukan di masyarakat (endemik) Indonesia. Penderita juga beragam, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa (Suriadi dan Yuliani, 2010). Menurut Depkes RI tahun 2006 demam typhoid masih merupakan faktor penyebab kematian bayi di Indonesia (1,2%), penyebab kematian balita (3,8%), dan typhoid merupakan 10 kasus terbanyak morbiditas rawat inap di rumah sakit indonesia sebanyak 72.804 pasien (3.26%). Penderita demam typhoid yang tinggi di Kota Semarang yang tercatat di register kasus demam typhoid dinas kesehatan kota semarang hasil laporan seluruh rumah sakit di Kota Semarang selama 1 Oktober-31 Desember 2009 tercatat 200 kasus demam typhoid. Terdapat 28 kasus dieksklusi karena alamat tidak jelas dan 3 kasus tercatat berulang (Agustin, 2010). Berdasarkan pengambilan data di RSUD Salatiga pada hari selasa 23 Mei 2016, didapatkan data jumlah kasus demam typhoid pada anak berdasarkan umur. Kasus demam typhoid yang terjadi pada tahun 2013-1015 di RSUD Salatiga, angka kejadian yang paling banyak menderita demam typhoid antara umur 5-14 tahun sebanyak 372 anak. Seperti yang penulis pelajari umur 6-18/20 tahun merupakan usia anak sekolah (hidayat, 2009). Penulis dapat menyimpulkan bahwa angka kejadian demam typhoid di Dunia masih tinggi sementara angka kejadian demam typhoid di RSUD Salatiga masih rendah, namun demikian demam typhoid harus segera mendapat penanganan yang tepat karena apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan dampak yang fatal yaitu dapat mengakibatkan kematian. Berdasarkan hasil setudi pendahuluan diatas penulis tertarik utuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Hipertermi Pada An.A Dengan Demam Typhoid Di Ruang Anggrek RSUD Salatiga”. Metode pengelolaan Pengkajian adalah tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dari pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien, tehnik pengumpulan data itu meliputi anamnesa, observasi, dan pemeriksaan yang mencangkup secara keseluruhan. Pengkajian sistem tubuh secara komprehensif adalah tahap awal atau dasar dalam proses keperawatan yang berisi kumpulan data tentang status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya secara holistik meliputi bio, psiko, sosio, dan spiritual (Setiawan dkk, 2014). Menurut Riyadi dan Sukarmin (2012) dalam pengkajian yang perlu dikaji adalah Identitas pasien (nama, tanggal lahir, umur, nama orang tua, dan pekerjaan orangtua. Menurut Wong (2009) keluhan utama adalah alasan spesifik bagaimana anak bisa ke rumah sakit yang diperoleh dengan mengajukan pertanyaan terbuka. Keluhan utama saat dikaji adalah ibu pasien mengatakan anaknya panas dengan suhu 38,00C. Pada pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis berfungsi memberikan pedoman umum dalam mengkaji setiap daerah tubuh untuk meminimalkan adanya bagian yang terlewatkan dalam pemeriksaan. Pemeriksaan fisik ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang menyangkut adanya kemungkinan masalah kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik pada An.A tidak ada kelainan, hanya saja keadaan umum An.A terlihat lemah dan kurus. Dan suhu tubuh An.A diatas normal yaitu 380C yang menunjukan An.A mengalami hipertermi. Hasil pengelolaan Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis melakukan Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An.A. Penulis menyusun intervensi untuk mengatasi diagnosa hipertermi. Tindakan yang dilakukan antara lain adalah menjalin hubungan saling percaya, memonitor suhu tubuh pasien, menganjurkan ibu pasien untuk melakukan kompres hangat, memonitor suhu tubuh pasien, memonitor suhu tubuh pasien, berkolaborasi dengan tim medis dalam memberikan terapi Injeksi ceftriaxone and Injeksi ranitidine. Pembahasan Dalam pengkajian ini dilakukan pada hari Senin, 4 April 2016 pukul 09:00 WIB di Ruang Angrek dengan metode tidak langsung (allowanamnesa) dan metode langsung (autoanamnesa). Pengkajian keperawatan menurut (Potter & Perry, 2005) adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah, yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan pengumpulan data dari sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan). Pengumpulan data primer dikatakan lebih baik dibandingkan pengumpulan data sekunder, akan tetapi karena pasien baru berumur 6 tahun, maka penulis banyak menggunakan pengumpulan data sekunder. Data yang didapatkan yaitu identitas pasien An.A usia 6 tahun dan bertempat tinggal di Susukan. An.A bersuku Jawa dan beragama Kristen dengan diagnosa medis demam typhoid. Pada riwayat penyakit, hal yang perlu diketahui adalah keluhan utama. Keluhan utama adalah alasan spesifik mengapa klien dibawa kerumah sakit (Wong, 2009). Keluhan utama saat dikaji ibu klien mengatakan anaknya panas dengan suhu 380c. Riwayat kesehatan keperawatan menurut (Potter & Perry, 2005) adalah data yang dikumpulkan tentang tingkat kesejahteraan klien (saat ini dan masa lalu), riwayat keluarga dan riwayat sosial. Selanjutnya adalah riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sekarang adalah alur terjadinya keluhan utama dari awal sampai perkembangan saat ini (Wong, 2009). Ibu klien mengatakan Pada selasa 28 maret 2016 An.A demam dan di bawa keluarga ke mantri, setelah di periksa An.A di beri obat penurun panas tetapi tidak ada perubahan kondisi, pada hari Jum’at 1 April 2016 di bawa ke dokter Sugianto, An.A dirujuk ke RSUD Kota Salatiga pada pukul 21:00 karena kondisi An.A yang semakin lemah. Setelah dilakukan pengkajian dan mendapatkan data, penulis melakukan analisa data dan menyusun diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut (Setiawan, 2014) adalah penilaian klinis tentang respon indifidu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan interfensi keperawatan untuk mencapai hasil dimana perawat bertanggung jawab. Diagnosa keperawatan yang diprioritaskan oleh penulis adalah hipertermia berhubungan dengan proses perjalanan penyakit. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39oC. Hal ini terjadi pada An.A dengan ditadainya suhu pasien 38,00c, Akral hangat dan Nadi 100 x/ menit. Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut (Potter & Perry,2005). Setelah menentukan prioritas masalah, selanjutnya penulis menyusun intervensi monitoring terhadap suhu pasien tujuanya adalah untuk memantau perubahan suhu tubuh, pengukuran suhu tubuh harus dilakukan secara kontinue dikarenakan perubahan suhu bisa terjadi sewaktu-waktu. Intervensi ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan hipertermi sesuai kebutuhan tubuh. Menganjurkan ibu pasien untuk melakukan kompres hangat tujuannya untuk membantu mengurangi demam. Berikan dan pantau pemberian cairan infus sesuai program tujuannya adalah untuk menangani dehidrasi. Pada kasus pasien An.A ini, pasien diberikan terapi KA-EN 3B. KA-EN 3B berfungsi sebagai cairan dasar pemeliharaan atau diberikan pada pasien usia lebih dari 3 tahun atau berat badan lebih dari 15 kg (Kasim, 2014). Beri penjelasan kepada keluarga tentang hal-hal yang menyebabkan terjadinya hipertermi dan penanganan hipertermi tujuannya adalah untuk mendorong kepatuhan keluarga terhadap program terapeutik khususnya dirumah sakit. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antipiretik tujuannya adalah untuk menurunkan demam anak. Setelah menyusun intervensi, penulis melakukan implementasi pada Pada hari Senin, 4 April 2016 pukul 09.00 WIB mengukur suhu tubuh klien. Demam adalah peningkatan suhu diatas normal, peningkatan suhu >380C. Kemudian menganjurkan ibu klien untuk melakukan kompres hangat respon ibu klien, ibu klien mau melakukan kompres hangat pada anaknya. Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila anak mengalami demam. Kemudian penulis mengkolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian obat ceftriaxone 2x1 350 mg dan ranitidine 2x1/2 amp sama dengan 1 ml. Pada implementasi hari kedua yaitu hari selasa, 5 April 2016 pukul 07.30 Wib penulis melakukan pengukuran suhu tubuh dengan hasil panas pasien sudah normal suhu tubuh pasien 37,00C akral teraba sudah tidak panas lagi. Kemudian penulis memberikan pendidikan kesehatan tentang demam typhoid. Pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan menurut (kholid, 2012) adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sisial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Kesimpulan Setelah melakukan pengelolaan selama dua hari sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah disusun sebelumnya, kemudian penulis melakukan evaluasi keperawatan untuk mengetahui pencapaian hasil yang didapat setelah dilakukan tindakan keperawatan oleh penulis. Evaluasi keperawatan menurut Wong (2009:24) adalah merupakan tahapan terakhir dalam proses keperawatan dan pembuatan keputusan. Penulis melakukan evaluasi diagnosa pertama pada hari Senin, 04 April 2016 pukul 11.00 Wib, didapatkan data subyektif, yaitu ibu pasien mengatakan panas anaknya belum turun. Data objektifnya akral teraba hangat, suhu pasien : 38,00c. Ibu pasien mengatakan sudah mampu melakukan kompres hangat secara mandiri. Dari data diatas, dapat disimpulkan jika masalah belum teratasi dan perlu untuk melanjutkan intervensi yaitu anjurkan kluarga untuk kompres hangat kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik. Evaluasi kedua dilakukan pada hari selasa, 5 April 2016 pukul 07.30 Wib, didapat data subyektif ibu pasien mengatakan panas anaknya sudah turun, data obyektifnya akral pasien teraba sudah tidak hangat lagi, suhu pasien : 37,00c. Dari data diatas, dapat disimpulkan jika masalah klien sudah teratasi. Hentikan intervensi. Evaluasi ketiga dilakukan pada hari selasa, 5 April 2016 pukul 12.00 Wib ibu pasien mengatakan jika suhu anaknya sudah stabil. Data obyektif akral pasien teraba sudah tidak hangat lagi, suhu pasien : 36,80C. Penulis menyimpulkan masalah sudah teratasi dan intervensi dihentikan pasien boleh pulang. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan oleh penulis, menunjukkan bahwa faktor pendukung berhasilnya asuhan keperawatan pada An.A yaitu kesiapan penulis secara mental dan teori dalam melakukan asuhan keperawatan, terdapatnya buku-buku referensi yang membantu penulis dan adanya kerjasama antara penulis dan keluarga sehingga penatalaksanaannya berjalan sesuai dengan rencana penulis. Sedangkan faktor yang menghambat adalah dari faktor hospitalisasi yaitu lingkungan rumah sakit yang ramai, sehingga menjadikan pendidikan kesehatan kurang efektif. Untuk faktor yang menyebabkan masalah belum teratasi seutuhnya adalah asupan nutrisi klien yang masih tidak adekuat, namun klien sudah ada peningkatan nafsu makan. Untuk mengatasi faktor penghambat, penulis menyarankan tindakan alternatif lain yang dapat membantu asupan nutrisi klien yang adekuat, seperti memberikan makanan kesukaan klien yang bertujuan meningkatkan nafsu makan klien sehingga nutrisi klien dapat terpenuhi. Daftar pustaka Agustin. 2010. Analisis Spasiotemporal Demam Tifoid Di Kota Semarang, https://core.ac.uk/download/files /379/11722080.pdf Diakses Tanggal 26 April 2016 Pukul 22:40 WIB. Bartolomeus Dkk. 2012. Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan SuhuTubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia, ejurnal.com/2013/10/ pengaruhkompres-tepid-spongehangat.html Diakses Tanggal 11 Mei 2016 Pukul 21:52 WIB. Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2006. http://www.depkes.go.id. Diakses Tanggal 26 April 2016 Pukul 22:48 WIB. Dion, Y & Betan, Y. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Praktik. Yogyakarta : Nuha Medika. Hidayat, Aziz Alimul. (2009). Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Kasim, Fauzi. (2014). Informasi Spesialite Obat. Vol 49. Jakarta: PT ISFI. Kholid, A. (2012). Promosi Kesehatan Dengan Penekatan Teori Perilaku, Media Dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada. Marmi & Kukuh Rahardjo. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.Edisi 1. Yogyakarta: pustaka pelajar. Ngastiyah, 2002 dalam Setiawan dkk, (2014). Pengertian anak menurut definisi ahli dan undang-undan kesejahteraan anak. http://www.landasanteori.com/2 015/08/ pengertian-anakmenurut-definisi-ahli. html. Diakses Tanggal 26 Maret 2016 pukul 21: 17 WIB. Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta: EGC. Nursalam. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika. Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Potter & perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC Ridha, H Nabiel. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Puataka Pelajar. Riyadi & suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Edisi Pertama. Yogyakarta. Gosyen publising. RSUD. Salatiga. (2016). Rekam Medik RSUD. Salatiga. Setiawan, dkk. (2014). Keperawatan Anak dan Tumbh Kembang. Yogyakarta: Nuha Medika. Suriadi & Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi II. Jakarta: Sagung Seto. Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & schwatz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta EGC.