Analisis Pelanggaran Etika Pariwara Indonesia pada Iklan Televisi

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Pelanggaran Etika Pariwara Indonesia
pada Iklan Televisi Sepeda Motor
MAKALAH NON SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
Nicholas Pandu Djiwandono
1206275345
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI PERIKLANAN
2016
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Analisis Pelanggaran Etika Pariwara Indonesia
pada Iklan Televisi Sepeda Motor
Abstrak
Ketatnya persaingan dalam industri sepeda motor di Indonesia berimbas pada persaingan
iklan-iklan dari beraneka ragam merek sepeda motor. Tak terkecuali untuk iklan televisi.
Persaingan dalam iklan tersebut kerap kali memunculkan persaingan yang tidak sehat
dengan memunculkan iklan yang merendahkan produk pesaing. Tak hanya itu, kreativitas
yang menjadi salah satu senjata utama dalam iklan juga tak jarang melewati batas-batas
etika yang telah diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI), seperti penggunaan kata
superlatif, menampilkan adegan yang berbahaya, dan unsur pornografi. Tulisan ini akan
menganalisis delapan iklan sepeda motor, yaitu Yamaha MX King 150, Bajaj Pulsar,
Suzuki Satria 150 FU Injeksi, Suzuki Nex, Kymco Jetmatic Free, TVC Rockz, TVS
Apache RTR 160, dan Yamaha Jupiter MX 135. Kedelapan iklan sepeda motor tersebut
menampilkan beberapa pelanggaran EPI. Sanksi pelanggaran EPI yang berupa sanksi etik
nampaknya masih kurang diindahkan oleh para pengiklan. Oleh karena itu, untuk dapat
menegakkan EPI perlu ditingkatkan koordinasi dan pengawasan untuk memperkuat MoU
antara P3I dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang sudah ada sebelumnya untuk
dapat memberikan sanksi yang dapat lebih membuat efek jera bagi para pengiklan yang
melanggar dan mencegah kembali tayangnya iklan yang sudah diputuskan melanggar dan
diberi peringatan.
Kata Kunci: Iklan, Sepeda Motor, EPI
Violation Analysis of Indonesia Advertisements Ethics in Motorcycles Television Ads
Abstract
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Intense competition in the motorcycle industry in Indonesia impact on advertisements
competition of diverse brands of motorcycles. No exception for television advertising.
Competition in these ads often raises unfair competition by generating ads that disparage a
competitor's product. Not only that, creativity is becoming one of the main weapons in the
ad are also not infrequently pass ethical boundaries that have been set in Indonesia
Advertisements Ethics (EPI), such as the use of superlatives, featuring dangerous scene,
and pornography. This paper will analyze the eight motorcycles ads: Yamaha MX King
150, Bajaj Pulsar, Suzuki Satria FU 150 Injection, Suzuki Nex, Kymco Jetmatic Free,
TVC RockZ, TVS Apache RTR 160, and Yamaha Jupiter MX 135. These eight
motorcycle ads display multiple violations of EPI. Ethical sanctions for EPI’s offenders
still seems to be ignored by advertisers. Therefore, to be able to enforce EPI needs to be
improved coordination and supervision to strengthen the preexisting MoU between P3I
with KPI (Indonesian Broadcasting Commission) so it can impose sanctions that could be
making a deterrent effect for advertisers who abuse and prevent re-broadcast advertising
that had been decided violate and given a warning.
Key words: Advertisement, Motorcycle, EPI
Persaingan Berujung Pelanggaran Iklan
Pemasaran merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam kegiatan usaha. Hal ini
disebabkan karena pemasaran dapat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah
usaha/bisnis. Salah satu cara untuk melakukan kegiatan pemasaran adalah dengan iklan.
Iklan saat ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Salah
satu media yang paling populer untuk beriklan adalah media televisi. Di abad ini televisi
telah menjadi media komunikasi massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
untuk dapat memenuhi kebutuhan akan informasi, pengetahuan, dan hiburan. Di antara
berbagai media, media televisi adalah mesin ideologi yang paling ideal. Televisi
memasuki setiap rumah, mengajar orang sejak dari buaian sampai ke lubang lahat
(Rakhmat,1985:254). Media televisi sampai saat ini juga masih merupakan media beriklan
yang cukup efektif dan paling luas jangkauannya. Berdasarkan survei Nielsen yang
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
dilakukan pada tahun 2015 mengenai “Kepercayaan terhadap Iklan di Asia Tenggara”
disebutkan bahwa televisi merupakan salah satu media iklan berbayar yang paling
dipercaya konsumen Asia Tenggara. Hampir delapan dari sepuluh konsumen Indonesia
(79%) percaya pada iklan televisi (http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2015/rekomendasi-wordof-mouth-masih-menjadi-iklan-paling-dipercaya-oleh konsumen-asia-tenggara.html). Paling sedikit kita
melihat satu iklan televisi setiap harinya dan sangat mungkin jauh lebih banyak dari itu.
Hal ini dikarenakan kita sulit terhindar dari iklan yang selalu ada di setiap acara/program
televisi yang kita tonton. Penonton tidak dapat melewati iklan untuk melanjutkan program
acara yang sedang ditontonnya, sehingga ia tidak terlepas dari paparan iklan meskipun ia
sendiri tidak menginginkannya (Reynolds, 1997:34).
Pada era ini iklan televisi telah banyak mengalami perubahan. Dengan kemajuan teknologi
media televisi, semakin memungkinkan dibuatnya iklan yang lebih atraktif dan menarik.
Sayangnya masih banyak pengiklan yang mengabaikan norma-norma serta budaya, dan
justru lebih mengutamakan kepentingan-kepentingan tertentu dalam membuat iklan. Hal
tersebut mengakibatkan sering terjadinya pelanggaran yang disertai dengan sejumlah
kontroversi. Tak terkecuali iklan sepeda motor yang cukup sering muncul di televisi.
Perkembangan industri otomotif khususnya sepeda motor begitu pesat di negara
berkembang seperti di Indonesia ini. Menurut data dari Asosiasi Industri Sepeda Motor
Indonesia (AISI) pada tahun 2013 total penjualan sepeda motor dari enam anggotanya
(Honda, Kanzen, Kawasaki, Suzuki, TVS, dan Yamaha) mencapai 7.743.879 unit,
kemudian meningkat pada tahun 2014 hingga mencapai 7.867.195 unit. Asosiasi Industri
Sepeda Motor Indonesia (AISI) juga mencatat dalam dua tahun populasi sepeda motor di
Indonesia berjumlah hampir 16 juta unit (http://www.aisi.or.id/statistic/). Namun
penjualan sepeda motor pada tahun 2015 mengalami penurunan yang cukup signifikan ke
angka 6.480.155 unit sebagai akibat melemahnya perekonomian di dalam negeri.
Sedangkan selama tiga bulan pertama di tahun 2016 (Januari-Maret) sudah 1.504.468 unit
sepeda motor yang terjual di seluruh Indonesia. Buruknya sarana serta pelayanan
transportasi umum yang tersedia serta tingkat kepraktisan yang tinggi dan irit bahan bakar
membuat sepeda motor begitu digemari di Indonesia.
Di latarbelakangi oleh hal tersebut para produsen sepeda motor dari berbagai negara
melihat Indonesia sebagai pasar yang subur untuk produk mereka dan membuat para
produsen tersebut berlomba-lomba untuk menjual produk mereka. Perlombaan mereka
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
bisa kita lihat dari maraknya iklan sepeda motor di berbagai media terutama media televisi
setiap harinya. Ketatnya persaingan iklan antar merek sepeda motor seringkali
menimbulkan kreativitas yang kurang tepat dan cenderung melanggar aturan-aturan yang
terdapat dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Tidak sedikit iklan sepeda motor yang melanggar EPI. Kebanyakan dari iklan-iklan yang
melanggar tersebut menampilkan adegan yang membahayakan, eksploitasi sensualitas,
klaim tanpa dasar dan bukti yang jelas, hiperbolisasi, serta kalimat-kalimat superlatif.
Pembahasan makalah ini akan membahas tentang iklan-iklan sepeda motor yang
melanggar EPI. Iklan-iklan tersebut akan dianalisis menggunakan EPI berdasarkan tahun
keluarnya.
Peran EPI sebagai Pedoman Periklanan
Televisi dapat menjadi orang tua kedua bagi anak-anak, guru bagi penontonnya. dan
pemimpin spiritual yang halus menyampaikan nilai-nilai dan mitos-mitos tentang
lingkungan (Rakhmat, 1985:254-255). Dengan kata lain televisi mampu memberi
pengaruh yang lebih kuat bagi pemirsanya. Hal tersebut dimungkinkan dengan sifat
audiovisual televisi yang merupakan suatu keunggulan jika dibandingkan dengan media
cetak atau radio. Hal ini juga didukung oleh sebuah survei yang dilakukan oleh harian
Kompas pada tahun 2001. Dalam survei yang dilakukan di sepuluh kota besar di Indonesia
tersebut, tercatat sekitar 70% responden mengaku suka menirukan iklan yang ditayangkan
di media televisi, baik dalam meniru ucapan atau narasi, jingle atau lagu, serta
gerakan/adegan hingga meniru sosok yang menjadi pemeran iklan tersebut (Noviani,
2002:23). Dengan banyaknya orang yang suka menirukan iklan di televisi, justru masih
cukup sering kita temui iklan-iklan televisi yang melanggar Etika Pariwara Indonesia
(EPI).
Etika Pariwara Indonesia (EPI) merupakan tata krama dan tata cara periklanan Indonesia.
EPI ini mengatur tentang etika iklan-iklan yang ada di Indonesia, sesuai dengan situasi dan
kondisi di Indonesia, baik dari sisi sosial, budaya, ekonomi, maupun politik yang ada di
Indonesia.
EPI diperlakukan sebagai sistem nilai dan pedoman terpadu tata krama (code of conducts)
dan tata cara (code of practices) yang berlaku bagi seluruh pelaku periklanan Indonesia.
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
(EPI, 2014:58). Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia, disebutkan tiga asas utama
periklanan di mana iklan dan pelaku periklanan harus:
1. Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
2. Bersaing secara sehat.
3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara,
dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Harapan untuk terwujudnya tujuan dari EPI tersebut nampaknya belum sesuai dengan
kenyataan yang ada. Hal tersebut dapat terlihat dengan masih cukup banyaknya
pelanggaran yang dilakukan pada iklan-iklan yang ditayangkan di media televisi, termasuk
iklan sepeda motor.
Berdasarkan data Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
(BPP P3I) dalam periode tahun 2009-2013 telah terjadi sebanyak 269 kasus pelanggaran
iklan
(http://www.p3i-pusat.com/rambu-rambu/kasus/2-kasus-pelanggaran/16-laporan-
bpp-per-2009-2013-jan09-feb13-finalxls). Dari sekian banyak pelanggaran tersebut,
tercatat pelanggaran yang paling sering dilakukan adalah penggunaan kata-kata superlatif,
penampilan visualisasi iklan yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan, iklan yang tidak
mendidik, dan yang terakhir yaitu iklan dengan adegan yang membahayakan. Sementara
itu menurut data Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sepanjang tahun 2011 tercatat total
terjadi sebanyak 52 kasus pelanggaran di seluruh stasiun televisi (Laporan Akhir Tahun
KPI 2011).
Temuan Pelanggaran Iklan Sepeda Motor
Menurut data KPI jenis-jenis pelanggaran yang sering terjadi dalam iklan adalah
penggunaan kata superlatif seperti paling murah, paling cepat, paling irit tanpa disertai
data dan bukti yang kredibel, penggunaan tanda asteris tanpa penjelasan yang benar-benar
jelas, serta penampilan visualisasi iklan yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan, tidak
mendidik, serta adegan yang membahayakan. Pelanggaran-pelanggaran tersebut juga
sering kali kita temui pada iklan sepeda motor. Padahal pelanggaran-pelanggaran seperti
itu semuanya sudah tertulis dengan jelas pada pasal-pasal yang terdapat dalam EPI.
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Pada umumnya dalam sebuah iklan sepeda motor yang menjadi ciri khas adalah visualisasi
dan tagline yang menggambarkan bahwa motor yang diiklankan tersebut cepat, sporty,
powerful bahkan tak jarang diikuti dengan adegan-adegan yang berbahaya. Hal ini
tentunya cukup berbahaya mengingat iklan sepeda motor biasanya disiarkan pada acara
yang cukup bebas untuk semua umur dan bukan jam-jam untuk acara dewasa sehingga
besar peluang iklan tersebut ditonton oleh anak di bawah umur. Menurut survei Kompas
pada tahun 2001 sebanyak 70% responden mengaku suka menirukan iklan yang
ditayangkan di media televisi baik dalam meniru ucapan atau narasi, jingle atau lagu,
gerakan hingga meniru sosok yang menjadi pemeran dalam iklan tersebut (Noviani,
2002:1). Seperti dikatakan oleh Kepala Bidang Manajemen Operasional dan Rekayasa
Lalu Lintas Korps Lalu Lintas Polri, Komisaris Besar Unggul Sedyantoro (2015), faktor
utama kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban tewas adalah kecepatan kendaraan
yang tinggi. Semakin tinggi kecepatan kendaraan yang dipacu, kemungkinan akibat
fatalnya semakin besar. Karena sekarang iklan motor mengesankan bahwa motor yang
semakin cepat itu adalah motor paling bagus, seharusnya kesan itu dibalik. Itulah yang
meracuni para remaja dan anak-anak (https://m.tempo.co/read/news/2015/09/22/063702690/polri-iklansepeda-motor-meracuni-anak-anak-kita).
Pelanggaran lain yang juga sering kali dilakukan dalam iklan sepeda motor adalah
penggunaan kata superlatif. Misalnya saja klaim bahwa motor yang diiklankan tersebut
merupakan yang paling irit, paling cepat atau paling murah yang tidak mengacu pada data
yang kredibel dari lembaga yang kompeten. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh satu merek
sepeda motor tetapi hampir semua merek motor mengklaim bahwa produk mereka adalah
yang paling cepat, paling irit, paling murah. Hal ini tentunya akan membingungkan
konsumen dan potensial menipu konsumen dengan klaim yang tak berdasar.
Unsur visual yang memperlihatkan kehadiran perempuan juga dapat kita lihat pada iklan
sepeda motor. Tak jarang iklan tersebut juga mengeksploitasi sensualitas perempuan
sebagai daya tarik, padahal hal tersebut tidak ada hubungannya dengan produk dan pesan
iklan yang ingin disampaikan. Bentuk iklan seperti itu sangat jelas hanya menampilkan
perempuan sebagai citra peraduan. Citra peraduan membingkai wanita sebagai objek
segala jenis pemuasan pria, khususnya pemuasan seksual (Tomagola, 1998, 333-334).
Berikut adalah beberapa contoh iklan sepeda motor yang melakukan pelanggaran terhadap
Etika Pariwara Indonesia (EPI):
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Yamaha MX King 150, tahun 2015
Dalam iklan tersebut divisualisasikan uji coba sebuah sepeda motor yang dilakukan
dengan cara diadu kecepatannya dengan sebuah roket. Terlihat bahwa kecepatan dari
sepeda motor tersebut mampu mengalahkan kecepatan sebuah roket. Etika Pariwara yang
dilanggar oleh iklan ini yaitu ketentuan EPI 2014 no. 4.2.3 khususnya pada pasal a yang
berbunyi: Dramatisasi, adegan berbahaya dan bimbingan orang tua: Iklan yang
menampilkan dramatisasi wajib mencantumkan kata-kata “Adegan Ini Didramatisasi”.
Iklan tersebut terlihat jelas merupakan sebuah dramatisasi karena pada kenyataannya
sangat tidak mungkin sepeda motor mampu mengalahkan kecepatan mesin roket.
Mengendarai sepeda motor dengan kecepatan setinggi itu sangat berbahaya karena akan
menyebabkan tekanan gaya gravitasi yang sangat besar bagi tubuh pengendara yang tidak
mempunyai latihan khusus dan akan menyebabkan gejala mual dan pusing sehingga dapat
menimbulkan kecelakaan. Oleh karena itu seharusnya iklan tersebut diberi peringatan
bahwa adegan tersebut didramatisasi sehingga jika dilihat oleh anak-anak ataupun orang
yang tidak mengetahui hal tersebut mereka tidak mencoba untuk menirunya. Namun
sayangnya sepanjang iklan tersebut tidak sedikit pun terlihat kata-kata “Adegan Ini
Didramatisasi”.
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Bajaj Pulsar versi “Pasti Lelaki”, tahun 2012
Iklan ini bercerita tentang tiga orang pengendara sepeda motor bertemu di pemberhentian
lampu lalu lintas. Dalam iklan tersebut terlihat dua orang mengendarai sepeda motor
merek Pulsar dan di tengah mereka mengendarai sepeda motor jenis “bebek”. Pengendara
motor bebek tersebut digambarkan menantang dua orang pengendara pulsar dengan cara
menggeber-geber motornya. Ketika lampu sudah menyala hijau kedua pengendara Pulsar
pun memperlihatkan aksinya kepada si pengendara motor bebek dengan memacu
motornya dengan kecepatan tinggi dan menyalip zig-zag.
Pelanggaran yang paling terlihat jelas sejak awal iklan adalah merendahkan produk
pesaing. Hal tersebut telah diatur dalam EPI 2007 no. 1.20 yang berbunyi: “Iklan tidak
boleh merendahkan produk pesaing.” Terlihat jelas bahwa motor bebek yang muncul
dalam iklan tersebut ialah jenis Honda Supra X 125. Pada iklan tersebut Honda Supra X
125 digambarkan seolah-olah bukan merupakan motor untuk laki-laki dan tidak bertenaga.
Pelanggaran terhadap EPI lainnya yang terdapat dalam iklan ini yaitu adanya adegan
berbahaya yang membahayakan keselamatan yaitu pada adegan ketika kedua pengendara
motor Bajaj Pulsar tersebut menyalip dengan cara memotong zig-zag jalur pengendara
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
sepeda motor bebek. Dalam berlalu lintas di jalan raya perilaku ini sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kecelakaan. Oleh karena itu iklan ini jelas melanggar EPI 2007 no.
1.10 tentang keselamatan yang berisi: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, lebih lagi jika hal itu tidak berkaitan dengan produk
yang diiklankan.
Hal terakhir yang memuat iklan ini cukup kontroversial adalah penyebutan kata “cewek
duluan deh”. Menurut penulis kata-kata tersebut sudah menyinggung gender. Iklan
tersebut seolah-olah mengatakan laki-laki harus mengendarai motor sport seperti Pulsar
dan motor bebek hanya pantas dikendarai oleh perempuan. Hal ini dapat dikatakan pula
sebagai pelanggaran terhadap EPI 2007 terutama pada no. 3.3.6 tentang gender yang
berbunyi: Bahasa bias gender: bahwa tidak boleh terdapat kesan penggunaan istilah atau
ungkapan yang dapat disalahartikan atau yang dapat menyinggung perasaan sesuatu
gender, ataupun yang mengecualikan salah satunya.
Suzuki Satria FU 150 Injeksi versi AleixEspargaró, tahun 2016
Dalam iklan ini divisualisasikan Aleix Espargaro yang merupakan seorang pembalap
Moto GP melakukan balapan liar di jalan raya dengan menggunakan sepeda motor Suzuki
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Satria FU 150. Latar jalan raya sebagai tempat balapan menjadi hal yang dilanggar dalam
iklan ini. Balap liar di jalan raya tentunya adalah hal yang sangat berbahaya meskipun
jalanan dalam iklan ini terlihat sepi dan para pembalapnya telah menggunakan
perlengkapan yang sesuai standar. Seharusnya adegan iklan ini relatif tidak bermasalah
jika mengambil latar sirkuit. EPI yang dilanggar oleh iklan ini adalah EPI 2014 no. 1.10
tentang keselamatan yang berisi: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, lebih lagi jika hal itu tidak berkaitan dengan produk
yang diiklankan.
Hal selanjutnya yang dilanggar oleh iklan ini adalah klaim sebagai yang tercepat. Di detik
kedelapan belas disebutkan bahwa motor ini merupakan motor sport underbone tercepat di
kelasnya namun sama sekali tidak ditunjukkan data yang valid mengenai klaim tersebut.
Ini tentunya melanggar EPI 2014 no. 1.2.2 yang bertuliskan iklan tidak boleh
menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata
berawalan “ter“, dan/atau yang bermakna sama, kecuali jika disertai dengan bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Suzuki Nex versi SM*SH, tahun 2015
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Iklan ini memvisualisasikan tentang sekelompok anak muda yang dibintangi oleh boyband
SM*SH dan artis Maudy Ayunda melakukan konvoi sepeda motor untuk datang ke sebuah
acara Dame/perkumpulan anak muda. Hal yang dilanggar oleh iklan ini adalah
penggunaan kata superlatif yaitu “paling irit” tanpa ada bukti lebih lanjut. Sebagaimana
telah diatur dalam EPI maka iklan ini melanggar EPI 2014 no. 1.2.2 yang berbunyi Iklan
tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau
kata-kata berawalan “ter“, dan/atau yang bermakna sama, kecuali jika disertai dengan
bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kymco Jetmatic Free Ex versi “Ini Kelas Gue”, tahun 2005
Dalam iklan ini diceritakan dua orang yang mengendarai sepeda motor Kymco Jetmatic
Free meledek dua pengendara motor lain yang menggunakan sepeda motor merek lain
dengan mengatakan “Cowok kok pake motor cewe! Kasihan deh lo!” Pengendara motor
merek lain tersebut kemudian kehilangan konsentrasi dan terjatuh. Kemudian kedua
pengendara motor merek lain itu pun akhirnya meninggalkan motor mereka dan beralih
mengendarai Kymco Jetmatic Free. Dalam iklan tersebut terjadi pelanggaran terhadap EPI
di mana motor merek lain yang ditampilkan dan diledek dalam iklan itu terlihat sangat
jelas bahwa motor itu adalah jenis Yamaha Mio. Tentunya hal tersebut melanggar EPI
2007 no. 1.20 yang berbunyi: “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing.”
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Selain itu ada hal yang menurut saya agak ganjil dalam iklan ini. Ketika pengendara
perempuan yang mengendarai sepeda motor merek lain tersebut masih mengendarai
motor miliknya, ia menggunakan jaket. Namun ketika ia beralih menggunakan motor
Kymco Jetmatic Free ia justru melepas jaketnya dan hanya menggunakan pakaian yang
lebih terbuka, sejenis tank top. Padahal seharusnya ketika mengendarai sepeda motor kita
seharusnya menggunakan jaket. Mungkin hal tersebut dilakukan untuk memperkuat pesan
yang ingin disampaikan dalam iklan ini bahwa sepeda motor ini adalah untuk kalangan
anak muda yang lebih modern, trendy, dan gaul. Atau hal ini bisa jadi sebagai penarik
perhatian agar iklan ini jadi sedikit lebih menarik, terutama untuk kaum pria. Jika hal
tersebut yang menjadi alasannya maka dalam iklan ini citra perempuan digambarkan
sebagai citra pigura.
TVS Rockz versi Konvoi, tahun 2011
Visualisasi iklan ini berupa seorang pria yang mengendarai motor TVS Rockz sambil
mendengarkan MP3 yang merupakan salah satu fitur yang terdapat dalam motor ini.
Kemudian ia berjalan berkeliling kota dan mengajak orang lain sesama pengguna TVS
Rockz untuk melakukan konvoi sebuah acara di satu tempat. Pada iklan ini terdapat
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
adegan di mana dua orang perempuan dengan mengenakan pakaian yang cukup sexy
berjoget-joget di atas jok motor. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap
EPI edisi tahun 2007 terutama no. 1.26 tentang pornografi dan pornoaksi yang berbunyi:
Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dalam bentuk dan dengan cara
apa pun. Dengan adanya adegan tersebut iklan ini bisa dibilang termasuk iklan yang
menampilkan perempuan sebagai citra peraduan. Sebenarnya jika tidak terdapat adegan
perempuan dengan mengenakan pakaian yang cukup sexy berjoget-joget di atas jok motor
berdurasi cukup singkat tersebut iklan ini tidak melanggar EPI.
TVS Apache RTR, tahun 2014
Pada iklan iklan ini divisualisasikan dua orang pria mengendarai motor TVS Apache
dengan kecepatan tinggi sambil melawan arus dan anehnya membuat kagum dua orang
perempuan yang mengendarai mobil yang hampir celaka karena kedua pengendara motor
tersebut. Adegan dalam iklan ini sangat berbahaya dan tidak mendidik karena melawan
arus apalagi dengan kecepatan tinggi merupakan pelanggaran lalu lintas yang dapat
berakibat fatal. Oleh karena itu dapat dibilang iklan ini melanggar EPI 2014 no. 1.10
tentang keselamatan yang berisi: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
mengabaikan segi-segi keselamatan, lebih lagi jika hal itu tidak berkaitan dengan produk
yang diiklankan.
Yamaha Jupiter MX 135 versi Komeng, tahun 2010
Visualisasi iklan ini merupakan visualisasi yang khas dengan iklan-iklan Yamaha Jupiter
sebelumnya yang dibintangi oleh Komeng. Iklan ini memperlihatkan Komeng sebagai
pemeran utama iklan ini mengendarai motor dengan kecepatan yang sangat tinggi hingga
posisi tubuhnya seakan-akan terbang, pakaiannya, tersobek-sobek, dan membuat porakporanda segala sesuatu yang dilintasinya. Iklan ini melanggar EPI edisi 2007 yaitu pada
no. 1.10 tentang keselamatan yang berisi: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, lebih lagi jika hal itu tidak berkaitan dengan produk
yang diiklankan. Selain itu terlihat jelas bahwa adegan yang ditampilkan dalam iklan ini
merupakan dramatisasi dan mengandung adegan berbahaya, namun sama sekali tidak
dicantumkan keterangan bahwa adegan tersebut merupakan dramatisasi dan berbahaya.
Karenanya iklan ini melanggar EPI 2007 no. 4.2.3 yang berisi: Dramatisasi, adegan
berbahaya dan bimbingan orang tua:
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
a. Iklan yang menampilkan dramatisasi wajib mencantumkan kata-kata “Adegan Ini
Didramatisasi”.
b. Iklan yang menampilkan adegan berbahaya wajib mencantumkan peringatan ”Adegan
Berbahaya. Jangan Ditiru”.
c. Adegan yang tidak sepenuhnya layak dikonsumsi oleh anak, harus mencantumkan
kata-kata “Bimbingan Orang Tua” atau lambang yang bermakna sama.
Pola Pelanggaran Iklan Sepeda Motor
Dari pembahasan sejumlah iklan sepeda motor yang melanggar EPI di atas kita dapat
melihat kebanyakan iklan sepeda motor yang ditayangkan di televisi menggunakan
pendekatan dengan visualisasi yang banyak menampilkan adegan berbahaya dengan
penekanan pada kecepatan yang tinggi/kebut-kebutan yang sering kali mengabaikan segisegi keselamatan dan bahkan tanpa disertai dengan peringatan bahwa adegan itu
berbahaya. Padahal sepeda motor yang kebanyakan diiklankan tersebut merupakan sepeda
motor harian dan bukan merupakan sepeda motor yang ditujukkan untuk kegiatan balapan
yang mana tidak membutuhkan kecepatan yang tinggi. Tentunya hal ini cukup
memprihatinkan karena iklan sepeda motor dapat ditayangkan dengan bebas tanpa adanya
aturan waktu sehingga besar peluangnya dilihat oleh anak-anak/remaja di bawah umur
yang berpotensi meniru adegan tersebut.
Penonton dewasa memiliki tingkat filterisasi yang lebih baik dibandingkan dengan
penonton anak-anak atau remaja. Penonton dewasa bukanlah audience yang pasif.
Penonton dewasa telah mampu menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk,
sementara itu penonton anak-anak belum mampu untuk mengkritisi ataupun memfilter
pesan-pesan dari tayangan televisi yang masuk ke dalam otak mereka sehingga pesanpesan tayangan televisi mampu memberikan memori yang cepat atau lambat akan
mempengaruhi perilaku mereka. Selain itu menurut sebuah penelitian ternyata kebanyakan
penonton anak-anak tidak mengerti tujuan dari tayangan iklan televisi. Blatt, Spencer, dan
Ward (1972) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa anak-anak menganggap bahwa
iklan bertujuan membantu dan memberikan informasi pada penonton tentang satu produk
semata. Mereka belum memahami bahwa tujuan sebenarnya dari iklan adalah untuk
menjual produk mereka dan membujuk penonton untuk membeli barang yang mereka
iklankan (Liebert dan Sprafkin, 1988:167-168).
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor nampaknya berpotensi
berbanding lurus dengan banyaknya pelanggaran iklan sepeda motor yang menonjolkan
adegan berbahaya dan kecepatan tinggi. Menurut data dari Polda Metro Jaya, selama tahun
2014 sepeda motor menjadi penyumbang tertinggi angka kecelakaan yakni sebanyak 56%
atau 5.036 kejadian dari total 9.002 kejadian kecelakaan, di mana sekitar 309 anak berusia
0-10 tahun terlibat kecelakaan lalu lintas.
Selain menampilkan adegan yang berbahaya, iklan-iklan sepeda motor yang menggunakan
kata superlatif yang cukup sering muncul juga harus dicermati dengan baik. Banyak iklan
sepeda motor menggunakan kata superlatif dalam iklannya dengan tujuan untuk lebih
menarik konsumen dan membuat mereka percaya terhadap produk tersebut. Padahal
penggunaan kata superlatif dan klaim yang tak didasari dengan data/bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan dapat menyesatkan dan merugikan konsumen. Untuk itu perlu
adanya penegakkan aturan yang lebih jelas dan tegas lagi agar pengunaan kata-kata
superlatif tersebut harus disertai dengan bukti yang kredibel dan ditampilkan sejelasjelasnya.
Kemudian iklan sepeda motor yang menampilkan citra perempuan sebagai citra peraduan
juga nampaknya harus dievaluasi kembali karena melanggar pasal tentang pornografi.
Selain itu iklan yang menampilkan citra peraduan perempuan tidak ada hubungannya
dengan produk sepeda motor. Masih banyak hal lainnya yang dapat digunakan sebagai ide
iklan yang menarik tanpa harus menonjolkan citra peraduan perempuan.
Kesimpulan
Banyaknya iklan sepeda motor yang melanggar EPI dengan menampilkan adegan
berbahaya nampaknya perlu mendapatkan perhatian serius bagi pihak-pihak terkait dengan
memberikan sanksi yang tegas bagi para pengiklan yang melanggar. Iklan-iklan tersebut
wajib diberi/dicantumkan peringatan yang jelas bahwa iklan terbut perlu “Bimbingan
Orang Tua”. Begitu pula dengan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang juga sering kita
temukan dalam iklan sepeda motor seperti iklan yang merendahkan produk lain,
menyinggung gender, penggunaan kata-kata superlatif dan eksploitasi erotisme dan
seksualitas. Meskipun semua hal tersebut sudah cukup jelas diatur dalam Etika Pariwara
Indonesia (EPI) namun masih sering diabaikan. Tanpa adanya kerja sama antar pihak
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
terkait dan kontrol internal dari pihak pengiklan hingga media masa maka penegakan EPI
rasanya akan mustahil dilakukan.
Sanksi EPI yang merupakan sanksi etik mungkin membuat banyak pengiklan terkadang
tidak mengindahkan sanksinya. Karena sanksi dari pelanggaran etik itu sanksinya dinilai
cenderung ringan dan tidak selalu harus diikuti. Untuk itu perlu ditingkatkan kerja sama
antara P3I sebagai pengawas periklanan dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
sebagai pengawas penyiaran di Indonesia untuk bisa memberikan sanksi hukum bagi para
pengiklan yang melanggar. Sebenarnya sudah ada MoU (Memorandum of Understanding)
antara KPI dengan P3I. Namun nampaknya masih kurangnya koordinasi dan pengawasan
yang mengakibatkan beberapa kali iklan yang sebenarnya sudah dianggap melanggar dan
diberi peringatan muncul kembali setelah beberapa waktu tidak tayang. Selain itu KPI
nampaknya juga perlu meningkatkan kewajibannya untuk memberikan penekanan kepada
pihak televisi tentang sensor internal yang dapat mereka lakukan terhadap iklan-iklan yang
akan ditayangkan oleh mereka sebagai bentuk tanggung jawab televisi sebagai media yang
memiliki fungsi edukasi, informasi, dan kontrol sosial, dan bukan hanya sebagai media
hiburan semata.
Para pengiklan juga seharusnya bisa lebih kreatif untuk memvisualisasikan iklan mereka.
Misalnya untuk iklan sebuah sepeda motor tidak melulu harus menampilkan adegan kebutkebutan yang berbahaya, kata-kata superlatif, merendahkan produk kompetitor, eksploitasi
unsur erotisme, seksualitas, dan hal-hal yang melanggar lainnya. Para pengiklan harus
mencoba untuk berani menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang berbeda dengan
kebanyakan iklan sepeda motor yang ada di Indonesia. Mereka mungkin bisa
menggunakan pendekatan komedi ataupun emosional misalnya, seperti yang digunakan
pada iklan-iklan sepeda motor di Thailand.
Daftar Pustaka
BBC Indonesia. (2013). Pengendara bawah umur: Kebanggaan atau kelalaian orang tua?
Diakses pada 13 April 2016 pukul 11.18 dari
http://www.bbc.com/indonesia/forum/2013/09/130913_forum_bawahumur
Bachdar, Saviq. (2015). Walau Online Kian Ngetren, Iklan Televisi Masih Dipercaya
Konsumen.
Diakses
pada
27
Maret
2015
pukul
14.49
dari
http://marketeers.com/article/walau-online-kian-ngetren-iklan-televisi-masihdipercaya-konsumen.html
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Brown, Ray. (1976). Children and Television. California: SAGE Publications.
Chrismanuel, Darlyss Yabes. (2015). “Penggambaran Citra Perempuan dalam Iklan
Televisi Kategori Produk Laki-Laki”. Makalah. Tidak diterbitkan. Depok: Universitas
Indonesia.
Dewan Periklanan Indonesia. (2007). Etika Pariwara Indonesia. Jakarta: Dewan
Periklanan Indonesia. Edisi pertama.
--------------------------------------. (2014). Etika Pariwara Indonesia. Jakarta: Dewan
Periklanan Indonesia. Edisi kedua.
Diani, Fitri. (2012). “Evaluasi Pelanggaran Etika Pariwara Indonesia (Studi Kasus pada
Tayangan Pariwara Televisi Penyedia Jasa Layanan Telekomunikasi)”. Tesis. Depok:
Universitas Indonesia.
Hanza, Safira R, (2014). “Periklanan dalam Konteks Anak yang Tidak Sesuai dengan
Etika Pariwara Indonesia dan Ditinjau dari Teori Cognitive Response” Model.
Makalah. Tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Irhas, Muhammad. (2015). “Pelanggaran Etika Periklanan Pada Media Cetak”. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Liebert, Robert M; Sparfkin, Joyce. (1988). The Early Window: Effect of Television on
Children and Youth, 3rd editions. Oxford: Pergamon Press
Nielsen. (2015). Rekomendasi Word of Mouth Masih Menjadi Iklan Paling Dipercaya
oleh Konsumen Asia Tenggara. Diakses pada 7 April 2016 pukul 22.25 dari
http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2015/rekomendasi-word-of-mouth-masihmenjadi-iklan-paling-dipercaya-oleh-konsumen-asia-tenggara.html
Noviani, Ratna. (2002). Jalan Tengah Memahami Iklan: Antara Realitas, Representasi,
dan Simulasi. 2002. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rakhmat, Jalaluddin. (1985). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV
Reynolds, Fred D. (1997). ConsumerBehavior. New York: McGraw Hill.
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Siswadi, Anwar. (2015). Polri: Iklan Sepeda Motor Meracuni Anak-anak Kita. Diakses pada 8 April
2016 pukul 09.08 dari https://m.tempo.co/read/news/2015/09/22/063702690/polri-iklansepeda-motor-meracuni-anak-anak-kita
Tomagola, Tamrin Amal. (1998). Citra Wanita dalam Iklan dalam Majalah Wanita Indonesia;
Suatu Tinjauan Sosiologi Media. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Analisis pelanggaran…, Nicholas Pandu Djiwandono, FISIP UI, 2016
Download