Siswo Wiratno, Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Tinggi PELAKSANAAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PENDIDIKAN TINGGI (THE IMPLEMTATION OF ENTERPRENEURSHIP EDUCATION IN THE HIGHER EDUCATION) Siswo Wiratno Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan e-mail: [email protected] Diterima tangagal:1/10/2012, Dikembalikan untuk revisi: 2/11/2012, Disetujui tanggal: 28/11/2012 Abstrak: Tujuan kajian ini dimaksudkan untuk menganalisis pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi, kaitannya dengan kompetensi lulusan yang diharapkan oleh dunia kerja dan kompetensi pendukung lainnya. Permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan kewirausahaan antara lain: 1) persiapan dan pelaksanaan program kewirausahaan dan peran unit baru yang berfungsi dan bertugas sebagai pengelola program kewirausahaan belum optimal; 2) penyediaan sarana dan prasarana penyelenggaraan kewirausahaan yang masih terbatas (sarana dan prasarana, mitra kerja, dana,dan tenaga dosen yang berkompetensi dalam memberi bekal keterampilan kewirausahaan Hasil kajian menunjukkan bahwa: 1) pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di berbagai perguruan tinggi belum dilaksanakan secara optimal, antara lain disebabkan oleh belum optimalnya peran dan fungsi unit pengelola kewirausahaan; 2) kompetensi lulusan perguruan tinggi masih belum sepenuhnya memenuhi harapan dunia kerja, di mana diharapkan para lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi akademik, keterampilan berpikir, keterampilan manajemen dan keterampilan berkomunikasi. Di samping itu, lulusan belum cukup dibekali dengan keterampilan hidup (live skill), kemampuan beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan kerja serta belajar sepanjang hayat (lifelong education). Kata kunci: pendidikan kewirausahaan, perguruan tinggi, kompetensi lulusan, dan dunia kerja Abstract: The aims of this study is to analyze the implementation of entrepreneurship education in higher education, in relation to the competencies of graduates as expected by labour market and other supporting competencies. Problems related to entrepreneurship education, among others include: 1) preparation and implementation of entrepreneurship education program as well as the role of a new unit responsible to manage the program is not optimal; 2) provision of facilities and infrastructure for entrepreneurial implementation is still limited (means and infrastructure, partners, funding and competent lecturers in the subject of entrepreneurial skills). The assessment results showed that: 1) implementation of entrepreneurship education in various higher education institutios is not yet optimal, partly due to the failure of entrepreneurial management unit in optimizing its role and function; 2) competency of higher education graduates has not fully meet the expectations of the labour market, as they are expected to have academic competency, thinking skills, management skills and communication skills. In addition, graduates are not equipped with adequate live skills, ability to adapt and socialize with the working environment and life-long education. Keywords: entrepreneurship education, graduate competencies, higher education, and labour market 453 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012 Pendahuluan mencerm inka n kondisi ri il y ang sela ma i ni Secara nasi onal , im plem enta si p elak sana an dirasakan oleh para pencari kerja, termasuk pendidikan kewirausahaan di lingkungan per- lulusan perguruan tinggi. guruan tinggi dilakukan secara bertahap dan Menurut data Badan Pusat Statistik (2008) berkelanjutan. Dalam perjalanannya, pendidikan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia telah kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi mencapai 7,87%. Dari jumlah penduduk yang akhir-a khir ini menjadi kaj ian di b erba gai bek erja menurut jenis p endi dika n te rtinggi kesempa tan, bai k me lalui di skusi, seminar, menunjukkan lokakarya, dan bahkan dijadikan lesson learn universitas mengalami kenaikan. Pekerja yang dengan meng hadi rkan sosok bahwa l ulusan d iploma d an k eber hasi lan berasal dari lulusan diploma mencapai 2,79 juta “alumni” da lam berwirausaha dan sekaligus orang (2,55%) dan pekerja yang berasal dari sebagai bench marking. Dalam penyelenggaraan lulusan sarjana mencapai 4,66 juta (4,44%). pendidikan kewirausahaan di lingkungan per- Tampaknya, dari tahun ke tahun, jumlah pengang- guruan ting gi, pe rmasala han yang diha dapi guran yang berasal dari kalangan sarjana secara antara lai n ad anya isu pengang gura n. H al signifikan mengalami kenaikan dibanding dengan tersebut diasumsikan ada faktor yang mempe- pek erja yang be rasa l da ri d iploma. Hal ini ngaruhinya, yaitu: kompetensi keahlian lulusan mengindikasikan bahwa kurang lebih 20% dari perguruan tinggi belum memenuhi kebutuhan jumlah lulusan perguruan tinggi setiap tahunnya pasar kerja, lulusan perguruan tinggi (prodi ilmu- belum mendapatkan pekerjaan. ilmu sosial) kalah bersaing dengan lulusan dari Per masa lahan yang dia sumsikan terj adi program studi bidang keteknikan di dunia kerja. berkaitan dengan penyelenggaraan program Sementara itu, lulusan program studi teknik pendidikan kewirausahaan, yaitu beragamnya banyak dibutuhkan namun kompetensi keahli- pe rgur uan ting gi d alam : 1) per siap an d an annya masih belum memadai (Hendarman, 2011). pelaksanaan program kewirausahaan dan peran Di samping itu, keragaman kesiapan masing- unit baru yang berfungsi dan bertugas sebagai ma sing per guruan t ing gi d alam mengelola pengelola program kewirausahaan belum optimal; kew irusahaa n Ma hasi swa 2) p enyedi aan sar ana da n prasa rana untuk Wirausaha (PMW), Program Kreativitas Mahasiswa penyelenggaraan kewirausahaan masih terbatas (PKM), pelaksanaan Kuliah Kerja Usaha (PKU), (sarana dan prasarana, mitra kerja, dana, dan Program Magang Kewirausahhaan (MKU), dan tenaga Inkubator Bisnis (INBIS) masih belum sesuai memberi bekal keterampilan kewirausahaan, dengan tujuan yang diharapkan. Selanjutnya, hasil sehingga bekal berbagai kompetensi belum me- survei Litbang Media Group yang ditulis dalam madai. Berkaitan dengan masalah tersebut, kajian Editorial Media Indonesia tanggal 30 April 2007 ini dimaksudkan untuk menganalisis pelaksanaan berjudul “Minimnya Minat menjadi Pengusaha” pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi menunjukkan se pert i bahwa Pr ogra m m otiv asi dose n ya ng b erkompet ensi dal am masy arak at ka itannya deng an k omp etensi l ulusan d an Indonesia (termasuk lulusan perguruan tinggi) kompetensi pendukung lainnya sesuai dengan untuk menjadi pengusaha masih sangat rendah. yang diharapkan oleh dunia kerja. Hasil survei tersebut sejalan dengan hasil Survei Tenaga Kerja Nasional 2001 hingga 2006 (dalam Kajian Literatur Balitbang, 2010a) menyatakan bahwa profil Kewirausahaan (Entrepreneurship) tenaga kerja Indonesia memang dikuasai pekerja. Secara bebas kewirausahaan (entrepreneurship) Dari total pekerja 25 juta orang, jumlah yang dapat dimaknai sebagai jiwa, semangat, sikap, menjadi pengusaha kurang dari seperlimanya. perilaku, dan potensi kemampuan seseorang Terhadap pertanyaan dalam survei yang sama dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang yaitu “mayoritas orang Indonesia ingin menjadi mengarah pada upaya mencari, menciptakan, ap a?” dipe role h ja wab an b ahwa 70% ing in menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk menjadi pegawai negeri sipil (PNS), hanya 20% baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka ingin menj adi peng usaha. Angka ini jel as memberikan pelayanan yang lebih baik untuk 454 Siswo Wiratno, Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Tinggi me mper oleh keuntungan yang le bih besa r” Percaya diri merupakan sikap dan keyakinan (Subijanto, 2012). Dengan kata lain, kewira- untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan usa haan tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Berorientasi dal am hal i ni m erup akan sua tu kreativitas dan inovasi yang dimiliki para lulusan pad a perguruan tinggi untuk menghasilkan nilai tambah seseorang wirausahawan harus berkonsentrasi bagi dirinya dan bermanfaat bagi orang lain/ pada tugas dan hasil dari apa pun pekerjaannya masyarakat serta mendatangkan kemaslahatan serta harus jelas hasilnya. Apa yang dilakukan bersama. seorang wirausahawan merupakan usaha untuk Pada hakikatnya, kewirausahaan merupakan tugas me ncap ai dan t ujua n hasi l ya ng me ncir ikan tela h bahwa di targ etka n. sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki Keberhasilan tersebut akan sangat ditentukan kemauan dan kemampuan dalam mewujudkan oleh motivasi berprestasi, berorientasi pada gagasan inovatif dalam dunia nyata (bisnis) secara keuntungan, kekuatan dan ketabahan/keuletan kreatif dan produktif. Seseorang yang memiliki berusaha, kerja keras, enerjik, dan inisiatif potensi atau jiwa kewirausahaan, ia mampu (Hunger dan Wheelen, 2003). melihat dan menilai kesempatan-kesempatan Lebih lanjut, mengambil risiko dicirikan oleh bisnis, mengumpulkan berbagai sumber daya seseorang (wirausahawan) yang harus menge- yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan ta hui peluang kega gal an ( di m ana sumb er secara tepat dan mengambil keuntungan meraih kegagalan dan seberapa besar peluang kega- peluang bisnis. gal an), sehingg a da pat memi nima lis risi ko. Secara epistimologis, kewirausahaan pada Karakter kepemimpinan dicirikan oleh seseorang prinsipnya merupakan suatu kemampuan berpikir (wirausahawan) yang dapat memberikan suri kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan tauladan, berpikir positif, tidak antikritik, dan dasar, sumber daya, motivator, tujuan, siasat/ memiliki kecakapan dalam berkomunikasi dan strategi, dan kiat-kiat dalam menghadapi tan- bersosialisasi (Hunger dan Wheelen, 2003). tangan hidupnya (Hunger dan Wheelen, 2003). Kepemimpinan yang dimaksud bukan hanya Kew irausahaan (enterp ree neurshi p) muncul memberikan pengaruh kepada orang lain atau manakala seseorang berani mengembangkan baw ahannya, mel aink an j uga siga p untuk usaha-usahanya dan ide-ide barunya yang cerdas mengantisipasi setiap perubahan. Di samping itu, dan cermat dengan mengantisipasi berbagai risiko mampu memimpin untuk melakukan perubahan yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu, esensi dengan menawarkan produk-produk baru dan kewirausahaan yaitu menciptakan nilai tambah menjadi pelopor dalam penciptaan produk yang melalui proses pengkombinasian berbagai sumber unggul atau memberikan nilai tambah yang daya dengan car a-cara bar u yang ber beda, berbeda dibandingkan dengan para pesaing. sehingga mampu bersaing secara bebas di pasar bisnis. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan akan melibatkan pembentukan Kewir ausahaan menurut Sukidjo ( 2011) sikap/ pola pikir (at titud e), pengemb ang an mencerminkan semangat, sikap, dan perilaku keterampilan (skill), dan pembekalan pengeta- sebagai teladan dalam keberanian mengambil huan (knowledge). Dengan kata lain, kewira- resiko yang telah diperhitungkan berdasar atas usahaa n me rupa kan pot ensi yang di mili ki kemauan dan kemampuan sendiri. Orang yang seseorang untuk dikembangkan melalui pen- memiliki sikap-sikap tersebut dikatakan sebagai didikan dan pelatihan dalam bentuk pengalaman, wir aswasta at au wi rausa ha. Sement ara i tu, tantangan, dan keberanian untuk mengambil Suryana (2006) berpendapat bahwa kewira- resiko dalam bekerja dan/atau menciptakan usahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang pekerjaan. memperlajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan Kebijakan Pendidikan Kewirausahaan hid up untuk Dalam implementasi program pendidikan ke- mem peroleh peluang deng an berbagai resiko yang mungkin dihadapinya. wirausahaan, terdapat dua kebijakan terkait dengan kewirausahaan, yaitu: 1) kewirausahaan 455 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012 sebagai mata pelajaran di tingkat pendidikan rampilan para mahasiswa khususnya sense of menengah, dan sebagai mata kuliah pada jenjang business; 4) menumbuhkembangkan wirausaha- pendidikan tinggi, serta 2) kewirausahaan sebagai wir ausa ha b aru yang ber pend idik an t ingg i, keahlian yang mengacu pada standar kompetensi 5) menciptakan unit bisnis baru yang berbasis ilmu (Depdiknas, 2010). pengetahuan, teknologi dan seni; dan 6) mem- Sekalipun nama mata pelajaran/mata kuliah, bangun jeja ring bisnis anta rpel aku bisnis, baik di tingkat pendidikan menengah maupun khususnya a ntar a wi rausaha pemula d an pendidikan tinggi berbeda-beda, namun pada pengusaha yang sudah mapan. Alokasi dana PMW hakikatnya memiliki kandungan makna yang sama. tidak seluruhnya untuk modal mahasiswa (Ditjen Sebagai contoh, di lingkunagn sekolah menengah Dikti, 2009a). kejuruan (SMK), kewirausahaan pada umumnya Mekanisme pelaksana program PMW diawali dik enal dengan sebutan “uni t pr oduk si”. Di dengan: 1) melakukan sosialisasi kepada para kalangan LPTK (eks IKIP), pada bidang keahlian mahasiswa; 2) identifikasi dan seleksi mahasiswa; pengelolaan makanan, busana/kecantikan dikenal 3) pembekalan kewirausahaan; 4) penyusunan dengan “pengelolaan boga” atau “usaha boga”. rencana bisnis sambil magang di UKM (Ditjen Dikti, Di bidang busana, pengelolaan busana (termasuk 200 9a). usaha kecantikan), sedangkan pada universitas dukungan permodalan dalam rangka pendirian lebih dikenal dengan “inkubator bisnis” (inbis). usa ha b aru maha sisw a wa jib meng ajuk an Salah satu contoh pengembangan inbis yang rencana bisnis yang layak untuk diseleksi oleh dapat dijadikan model, yaitu model inbis Uni- “Tim Seleksi” yang terdiri atas unsur perbankan, versitas Barawijaya, Malang (Balitbang, 2010b). UKM, dan perguruan tinggi pelaksana. Pengusaha Sel anjutnya , untuk mend apat kan di liba tkan secara akti f untuk memb erik an Program Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tingi bimbingan operasional kewirausahaan. Keberadaan kelembagaan yang bertang- Beberapa pembekalan program Kewirausahaan gungjawab atas program-program pendidikan yang dapat dilakukan di perguruan tinggi dalam ke wira usahaan merupak an salah sat u pe r- mempersiapkan para lulusannya sebagai calon timbangan penting bagi Direktorat Jenderal wirausaha baru sebagai berikut. Pendidikan Tinggi untuk memberikan dukungan pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Dalam Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) usaha mewujudkan calon-calon pengusaha muda Ked uduk an Progr am M ahasiswa Wir ausa ha dan terdidik atau pengusaha muda pemula, (PMW) merupakan bagian dari sistem pendidikan menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di perg urua n ti nggi yang te lah diluncur kan di perguruan tinggi dapat dimulai melalui program semenjak tahun 2009. Dalam pelaksanaannya, Kuliah Kewirausahaan/KWU (Ditjen Dikti, 2010b). PMW terintegrasi dengan pendidikan kewira- Selama program PMW berjalan, perguruan usahaan yang sudah ada, antara lain dengan: tinggi bekerja sama dengan para pengusaha, baik Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), Kuliah Kerja dengan UKM Koperasi maupun perusahaan besar Usaha (KKU) dan program kewirausahaan lain. lainnya. Pengusaha dilibatkan secara aktif untuk Tujuan penyelenggaraan PMW dimaksudkan memberikan bimbingan praktis kewirausahaan, untuk: 1) menumbuhkan motivasi berwirausaha dimulai dari pendidikan dan pelatihan, pema- di kalangan mahasiswa; 2) membangun sikap gangan, menyusun rencana bisnis, dan pendam- mental wirausaha, yakni: percaya diri, sadar akan pingan secara terpadu. Oleh karena itu, perlu jati dirinya, bermotivasi untuk meraih suatu cita- dihindari terjadinya persaingan yang tidak sehat cita, pantang menyerah, mampu bekerja keras, di antara mahasiswa dan UKM pendamping. kreatif, inovatif, berani mengambil risiko dengan Sebaliknya, diperlukan adanya “sinergitas” antara perhitungan, berperilaku pemimpin dan memiliki jenis usaha yang dikembangkan mahasiswa dan visi ke depan, tanggap terhadap saran dan kritik, jenis usaha yang di kemb angk an oleh UKM memiliki kemampuan empati dan keterampilan pendamping. sosial; 3) meningkatkan kecakapan dan kete- 456 Siswo Wiratno, Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Tinggi Per syar atan per tama unt uk m enja min keberhasilan dan keberlanjutan PMW, perguruan siap dalam pengelolaan usaha yang sedang akan dilaksanakan (Ditjen Dikti, 2010a). tinggi pelaksana harus mempunyai lembaga yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pengelola Program Magang Kewirausahaan (MKU) (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, Program “magang kewirausahaan” merupakan peng awasan dan pe ngeval uasian) serta pe- kegiatan mahasiswa untuk belajar bekerja secara ngembangan (penelitian dan pengembangan) nyata (praktik) pada usaha kecil menengah, yang program-program pendidikan kewirausahaan bagi diharapkan dapat menjadi wahana penumbuhan mahasiswa dan program lain yang terkait dengan jiwa kewirausahaan. Magang merupakan salah hubungan antarlembaga. Lembaga yang dimak- satu cara mempersiapkan diri untuk menjadi sud dapat bersifat formal struktural ataupun wirausaha. Selama magang mahasiswa bekerja fungsional yang bertanggung jawab langsung seb agai tenaga kerj a di per usahaan mitr a, kepada pimpinan perguruan tinggi (Ditjen Dikti, sehingga mampu menyerap berbagai pengalaman 2009b). praktik, seperti: 1) memahami proses produksi yang dihasilkan secara utuh; 2) mengenal metode Program Kuliah Kewirausahaan (KWU) yang dilakukan baik dari aspek teknologi maupun Dalam usaha mewujudkan calon-calon pengusaha organisasi; 3) mengenal pasar dari produk yang muda terdidik atau pengusaha muda pemula dan dihasilkan; 4) memahami permasalahan yang menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan dihadapi dan cara mengatasi permasalahan; dan di perguruan tinggi dapat dimulai dengan program 5) berkembangnya sifat kreatif dan inovatif KW U. Penye leng gara an K WU d imak sudk an mahasiswa untuk bergerak di bidang wirausaha sebagai upaya memperkenalkan dunia kewi- (Ditjen Dikti, 2010b). rausahaan agar dapat menumbuhkembangkan Magang Kewirausahaan dilaksanakan untuk jiwa kewirausahaan bagi kalangan mahasiswa. memberikan pengalaman praktis kewirausahaan Di samping itu, KWU dilaksanakan untuk mem- kepada mahasiswa dengan cara ikut bekerja berikan pengetahuan kewirausahaan, pengalihan sehari-hari pada usaha kecil dan menengah. pengala man berw irausaha dan mendorong Secara khusus tujuan MKU: 1) meningkatkan tumbuhnya motivasi berwirausaha sebagai bentuk kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan kegiatan awal mahasiswa calon wirausahawan keterampilan yang dimiliki; 2) meningkatkan baru (Ditjen Dikti, 2010b). Agar terjadi interaksi pengetahuan kewirausahaan mahasiswa, baik antarmahasiswa dari berbagai bidang studi dalam dalam hal keilmuan maupun pengalaman ber- pr oses pem bela jara n k ewir ausa haan, ma ka wirausaha; 3) meningkatkan kemampuan ber- peserta KWU diharapkan berasal dari berbagai komunikasi dan bersosialisasi dengan kalangan mahasiswa dari program studi/jurusan/fakultas masyarakat di perusahaan; 4) memacu motivasi lainnya. kewirausahaan mahasiswa yang berminat menjadi Dalam upaya mewujudkan program tersebut, calon wirausaha; 5) membuka peluang untuk setiap perguruan tinggi diharapkan mampu: memperoleh pengalaman praktis kewirausahaan 1) meningkatkan pemahaman dan penjiwaan bagi dosen pembimbing mahasiswa; dan 6) men- kewirausahaan di kalangan mahasiswa agar ciptakan keterkaitan dan kesepadanan antara mampu menjadi wirausahawan yang berwawasan pe rgur uan ting gi d eng an usaha kecil d an jauh ke depan dan luas berbasis ilmu yang menengah (Ditjen Dikti, 2010b). diperolehnya; 2) mengenal pola berpikir wirausaha Lebih lanjut, kegiatan MKU dilaksanakan serta meningkatkan pemahaman manajemen dalam lingkup: 1) penetapan usaha kecil mene- (organisasi, produksi, keuangan dan pemasaran); ngah yang layak untuk tempat magang (peru- dan 3) memperkenalkan cara melakukan akses sahaan mitra); 2) pembekalan magang maha- inf orma si d an p asar ser ta t eknologi , ca ra siswa oleh dosen pembimbing; 3) temu gagasan pembentukan kemitraan usaha, strategi dan etika antara per guruan t ing gi d enga n pi mpinan bisnis, serta pembuatan rencana bisnis atau studi perusahaan mitra; 4) pelaksanaan MKU; 5) kelayakan yang diperlukan mahasiswa agar lebih pem anta uan dan pemb imbi ngan ole h dosen 457 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012 pembimbing dan perusahaan tempat magang; kewirausahaan serta sadar dengan masalah 6) evaluasi pelaksanaan magang oleh mahasiswa, lingkungannya; dan 3) menumbuhkembangkan pengusaha dan dosen pembimbing; 7) penyu- usaha kecil menengah yang memiliki daya saing sunan business plan oleh mahasiswa peserta tinggi dari segi kualitas produk/jasa, kinerja dan magang; 8) penulisan laporan magang oleh pemasaran (Ditjen Dikti, 2010a). mahasiswa; dan 9) pembahasan hasil magang Mahasiswa yang melaksanakan KKU, selain yang diikuti semua pihak yang terkait (Ditjen Dikti, belajar berwirausaha, juga menerapkan Iptek 2009b). yang dikuasai, seperti penyempurnaan proses Beb erap a indika tor pela ksanaan MKU produksi, peningkatan kualitas produk dan jasa, dikatakan berhasil manakala: 1) pengusaha penyempurnaan manajemen usaha, maupun pem- te mpat mag ang mera saka n ma nfaa t MK U; benahan metoda pemasaran. Sambil membantu 2) mahasiswa memperoleh pengetahuan, kompe- menata proses produksi atau pemasaran produk. tensi, dan pengalaman serta manfaat, baik dari Di samping itu, mahasiswa belajar bagaimana cara segi pengetahuan maupun keterampilan yang berkomunikasi dengan mitra bisnisnya (pengu- berguna sebagai bekal untuk berwirausaha; dan saha, pegawai, konsumen, tengkulak, penjual 3) mahasiswa menjalankan tugas dengan disiplin eceran dan grosir), sehingga mendorong tum- dan mematuhi aturan perusahaan yang berlaku buhnya kedewasaan berpikir, berkomunikasi, dan (Ditjen Dikti, 2010b). bertindak. Program Kuliah Kerja Usaha (KKU) Inkubator Wirausaha Baru (INWUB) Jumlah lulusan pergururan tinggi (sarjana) yang Inkubator Wirausaha Baru (INWUB) adalah suatu mampu menciptakan lapangan kerja masih sangat fasilitas fisik yang dikelola oleh sejumlah staf dan terbatas. Hal ini diasumsikan, antara lain karena menawarkan suatu paket terpadu kepada alumni masih rendahnya kemampuan lulusan dalam per guruan berwirausaha. Naluri bisnis/jiwa kewirausahaan wirausahawan dengan biaya terjangkau selama tidak akan tumbuh berkembang manakala tidak jangka waktu tertentu (2–3 tahun). Paket terpadu dilengkapi dengan pelatihan dan pembinaan tersebut, antara lain meliputi: 1) sarana fisik atau secara intensif melalui kerja nyata berwirausaha. ruang produksi dan fasilitas kantor yang dapat Untuk menjadi wirausahawan, mahasiswa dipakai bersama; 2) kesempatan akses dan t ingg i ya ng b ermi nat perlu dibekali kemampuan praktis yang mencakup pem bent ukan keterampilan menerapkan Iptek, keterampilan pendukung teknologi dan bisnis, sumberdaya ma naje rial wir ausa ha d an p emasaran ser ta teknologi dan informasi, sumber daya bahan baku, adopsi inovasi teknologi (Balitbang, 2010a). dan keuangan; 3) pelayanan konsultasi yang Pe ngal aman ini dap at d iper oleh mahasiswa me liputi a spek tek nologi, mana jeme n, d an melalui Kuliah Kerja Usaha (KKU), di mana pemasaran; 4) pembentukan jaringan kerja antar ke mamp uan pengusa ha, dan 5) p enge mbangan prod uk prak tis ditumbuhkemb angk an jar inga n ke rja menj adi dengan berperan aktif, antara lain membantu pe neli tian unt uk d apat usaha rumah tangga atau usaha kecil menengah komersial (Ditjen Dikti, 2010a). deng an j asa dip roduksi seca ra tempat mahasiswa bermitra. Oleh karena itu, Sebagai contoh rintisan inkubator wirausaha kegiatan KKU, diharapkan dapat menumbuh- baru atau inkubator bisnis yaitu Universitas kembangkan calon wirausahawan yang handal Brawijaya (UB) Malang telah berhasil dalam dan mandiri dari kalangan mahasiswa melalui menyelenggarakan program kewirausahaan dan proses aktif yang berprinsip pada keberpihakan sampai sekarang masih terus dikembangkan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka manajemennya secara professional (Balitbang, mendorong peningkatan pertumbuhan usaha kecil 201 0b). Mod el i nkub ator bisnis Univ ersi tas menengah. Tujuan khusus yang ingin dicapai dari Brawijaya kiranya dapat dipergunakan sebagai KKU, yaitu: 1) berkembangnya budaya kewira- salah satu bench marking bagi perguruan tinggi usahaan di perguruan tinggi; 2) terwujudnya calon di Indonesia. sa rjana 458 ya ng cende kiaw an d an b erji wa Siswo Wiratno, Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Tinggi Tujuan dibentuknya INWUB, yaitu untuk: kurikulum yang dirancang perlu berorientasi pada: 1) menciptakan lapangan kerja baru sehingga 1) ber basi s kompet ensi , di maksudka n ag ar meningkatkan standar hidup golongan ekonomi perguruan tinggi menjadi individu-individu yang lemah; 2) menciptakan UKM yang mandiri dan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berlandaskan iptek untuk memperkuat struktur dituntut pekerjaan tertentu dan memiliki jiwa ekonomi nasional; 3) membantu alih teknologi dari visione r ya ng m ampu menerim a be rbag ai teknologi konvensional ke teknologi mutakhir tantangan, mampu melihat peluang, dan berani (state of the art technology) yang tepat guna mengambil risiko, termasuk melatih menganalisis termasuk teknologi hasil putaran (spin off) industri permasalahan dan mengambil keputusan dengan besar, perguruan tinggi atau lembaga penelitian; tepat sasaran; 2) memfasilitasi intensifikasi dan 4) mempercepat perkembangan kewira- keterampilan, talenta, dan kreativitas; serta usahaan di Indonesia untuk mencapai pengem- 3) program yang seimbang antara hard science bangan ketahanan ekonomi yang berkelanjutan dengan soft science (seni dan ilmu sosial) bagi dal am m enghadap i er a pe rdag anga n be bas lulusan perguruan tinggi (Kepmendiknas RI Nomor (Ditjen Dikti, 2010a). 045/U/2002). ata s, Upaya untuk mewujudkan gagasan tersebut, merupakan wujud nyata Pemerintah (Ditjen Dikti, Be rbag ai k omponen ter sebut antara lai n da pat dila kuka n de ngan car a: 2010a) dalam mewujudkan lulusan perguruan 1) meningkatkan efektivitas penyelenggaraan tinggi memiliki kompetensi kewirausahaan sesuai pendidikan link and match di tingkat perguruan dengan kebutuhan masyarakat. Namun demikian, tinggi sampai saat ini hasil tersebut belum sesuai mengkonversi pengetahuan kewirausaan yang dengan tujuan penyelenggaraan dimaksud lebih ada di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) ke dikarenakan masih dalam taraf pengembangan masyarakat akademik. Pendidikan tinggi telah dan penyempurnaan di berbagai aspek yang melakukan dan bahkan telah menjadi tradisi mendukung terwujudnya sarjana berwirausaha. sebagai masyarakat keilmuan, yaitu melakukan Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring dan kombinasi dari explicit knowledge ke explicit evaluasi secara berkala dan berkesinambungan knowled ge l ainnya, yait u pr oses mensist e- sebagai bahan masukan untuk peraikan dan matisasikan konsep ke dalam pengetahuan. penyempurnaan program dimaksud. Selanjutnya, Konversi pengetahuan ini mencakup mengga- evaluasi diri bagi penyelenggaraan program dapat bungkan body of knowledge yang berbeda-beda dilakukan secara mandiri dan akan lebih tepat lagi sehingga diperoleh new body of knowledge; jika hal tersebut dilakukan oleh sebuah organisasi 2) internalization dari explicit knowledge ke tacit independen untuk mengevaluasinya. Lebih lanjut, knowledge. Hal ini merupakan proses mewujudkan perlu juga dilakukan “external audit” dalam explicit knowledge menjadi tacit knowledge. Proses penyele ngga raan tersebut erat kaitannya dengan “learning by doing”. program di kew irausaha an sebagai bentuk akuntabilitas publik. deng an m elak ukan pra karsa untuk Manakala pengalaman yang dimiliki individu digabungkan dengan explicit knowledge, kemudian Kurikulum Perguruan Tinggi diinternalisasikan melalui sosialisasi, ekster- Kurikulum perguruan tinggi selalu dituntut untuk nalisasi, dan kombinasi sehingga terbentuk tacit mengikuti perkembangan iptek dan tren kebu- knowledge (Balitbang, 2010a). tuhan dunia kerja. Sekalipun setiap perguruan Tacit knowledge yang menjadi basis mental tinggi memiliki otonomi dalam pengembangan model merupakan aset yang sangat berharga instit usinya ( term asuk kur ikul um), nam un bagi institusi. Tacit knowledge yang ada pada level kecende rung an masing- masi ng individu harus disebarkan ke level institusi. Dengan perguruan tinggi akan sama. Kompetensi lulusan k ebut uhan penyebaran tersebut dimulailah suatu new spiral merupakan hal yang wajib dikembangkan sesuai knowledge creation. Perguruan tinggi yang berhasil dengan ciri dan karakter perguruan tinggi itu menempatkan dirinya sebagai perguruan tinggi sendiri. Di samping itu, kecenderungan dalam unggulan dan banyak melahirkan entrepreneur pemenuhan kompetensi lulusan pergururn tinggi, tacit knowledge ini juga memberikan sumbangan 459 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012 bagi terbentuknya core competency; 3) ekster- (job creator), daripada pencari kerja (job seeker), nalisasi, yaitu proses mengartikulasikan tacit oleh karenanya perlu dilakukan usaha nyata. knowledge menjadi explicit knowledge. Hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian mer upak an i nti pemb entukan Pendidikan dan Kebudayaan telah mengem- pengetahuan, tacit knowledge diubah menjadi bangkan Program Mahasiswa Wirausaha (Student explicit knowledge. Euntrepeneur Program) yang merupakan kelan- Pe rgur uan dari ting gi proses pr oakt if jutan dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) melakukan dialog dengan komunitas yang memiliki dan Coorperative Education (Co-op) yang men- tacit kal ang an dukung terciptanya lulusan yang siap kerja dan entrepreneur) dengan masyarakat akademik, menciptakan kerja. Hasil-hasil karya mahasiswa sehingga akan menciptakan proliferasi penge- me lalui ke dua prog ram tersebut bel um d i- tahuan (yang sifatnya tacit) dan akhirnya menjadi tindaklanjuti secara komersial menjadi embrio explicit. Mengundang para entrepreneur dan berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek). kalangan dunia usaha ke kampus untuk berbagi Dengan demikian, program penguatan kelem- pengala man seca ra b erke sina mbungan me- bagaan yang mendorong peningkatan kreativitas mungki nkan knowled ge sehar usny a ( dal am hal masyara kat ini dap at be rwir ausa ha d an p ercepat an p ertumbuhan mengkonstruksi pengetahuan kewirausahaan akad emik wi rausaha baru dengan basis I ptek per lu melalui metafora, analogi, konsep, atau model dikembangkan. kewirausahaan yang eksplisit dan dapat dipelajari Oleh karena itu, salah satu upaya untuk oleh siapapun; dan 4) sosialisasi, yaitu proses menindaklanjuti pogram unggulan di perguruan ber bagi (htt p:// www.suar a- tinggi perlu ditindaklanjuti dengan suatu program pembaruan.com/News/2004/ 02/27/index.html). star-up business, di mana mahasiswa dibimbing Permagangan di industri atau kerja magang dan diarahkan ke dunia nyata, yaitu wirausaha merupakan salah satu cara untuk mendapatkan berbasis Iptek berbasis komersial (profit-benefit). tacit knowledge, dari magang individu dapat Program ini sejalan dengan strategi Perguruan melakukan observasi, imitasi, dan mempraktikkan Tinggi dalam kurun waktu 2003-2010 (Depdiknas, apa yang telah dipelajarinya. Sampai saat ini masih 2010a). Program tersebut menekankan bahwa terbatas mahasiswa atau dosen yang melakukan kompetensi lulusan pergururan tinggi dalam suatu magang di industri dan sebaliknya, masih terbatas bidang ilmu tidak lagi mencukupi untuk memasuki jumlah perusahaan yang memberikan kesem- lapangan kerja yang semakin kompetitif. Di pata n kepa da mahasiswa atau d osen untuk samping lulusan perguruan tinggi dituntut untuk melakukan “magang” atau kuliah kerja lapangan memiliki kompetensi di bidang tertentu, kemam- (KKL). Hal ini dapat diasumsikan bahwa pihak puan lainnya seperti belajar sepanjang hayat, industri belum memperoleh sosialisasi program kemampuan menganalisis, mensintesis, kemam- pendidikan kewirausahaan dari perguruan tinggi. puan memanfaatkan peluang dengan keberanian Alasan yang cukup klasik dari pengala man industri dan yang mengambil risiko yang diperhitungkan (entrepre- masih sering ditemui bahwa magang ataupun KKL neurial spirit), diperlukan juga kompetensi entre- mengganggu preneurial. Hal ini sejalan dengan Instruksi proses i ndustri dan bahk an adakalanya membebani perusahaan. Oleh karena Presiden tentang pengembangan ekonomi kreatif itu, sosialisasi penting dilakukan dan seharusnya (Inpres Nomor: 6/2009). dengan adanya CSR (corporate social responsibility) oleh industri sudah merupakan keniscayaan Lulusan Perguruan Tinggi dan Daya Saing bagi industri untuk berbagai (sharing) dalam hal Salah satu cara pendekatan dalam meningkatkan peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan kualitas perguruan tinggi yang dianggap cukup pelatihan secara sinergi. signifikan, yaitu menumbuhkan dan membang- Dalam upaya menumbuhkembangkan jiwa kit kan etos ker ja l ulusan sebel um m enja di ke wira usahaan dan meni ngka tkan akt ivit as pi mpinan organissa si/p erusahaa n da n/at au kewirausahaan sehingga para lulusan perguruan pendiri kewirausahaan. Pemahaman etos kerja tinggi berorientasi pada pencipta lapangan kerja berangkat dari pengertian etos (ethos) yang 460 Siswo Wiratno, Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Tinggi secara etimologis terdapat tiga istilah dalam seseorang tersebut menunjukkan bagaimana bahasa Inggris, yaitu ethic, ethics dan ethos. Ethic ked uduk an seseorang diartikan sebagai standar moral atau nilai-nilai; lembaga dengan lembaga lain yang berhubungan ethics sebagai filsafat moral (moral philosophy) dengan keunggul an d enga n ya ng l ainnya. dan ethos bermakna watak atau character (Noah, Keunggulan seseorang atau pemimpin mem- 1979). berikan peluang untuk keberhasilan mencapai Etos kerja yang mencerminkan semangat juang dia nut banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang oleh seseora ng d alam dengan orang at au tujuan pribadi atau tujuan organisasi. Salah satu faktor keunggulan tersebut dapat dicapai melalui mel akuk an pendidikan dan pelatihan dalam bentuk tingkat pekerjaan, sedangkan nilai-nilai itu sendiri selalu keterampilan (kompetensi) yang dimiliki sese- berubah dan berkembang. Etos juga merupakan orang atau pemimpin (Callon, 1996). Oleh karena landasa n id e, cita- cita , pi kira n ya ng a kan itu, daya saing dalam kewirausahaan difahami menentukan sistem tindakan. Hal ini, karena etos sebagai kesanggupan individu atau wirausa- menentukan penilaian seseorang atas suatu hawan dalam berkompetisi dengan wirausahawan pekerjaan, maka ia akan menentukan pula hasil- lain dalam lingkungan kelompoknya, sebagai hasil yang akan dicapai secara kualitatif maupun cerminan adanya secara kuantitatif. Hal tersebut sesuai pendapat yang memiliki, yaitu kemandirian, memiliki daya Halexandria (2004) bahwa etos kerja adalah sifat inovasi, dan keberanian menghadapi perubahan yang khas (characteristic) semangat seseorang meskipun mengandung risiko. indikator pengembangan diri atau kelompok terhadap suatu pekerjaan. Hasil p endi dika n ya ng b ermutu p ada Metode Kajian hakikatnya berakhir pada kemampuan daya saing. Me tode kaj ian ini Daya saing atau persaingan/kompetisi merupakan sed erha na m elal ui “ anal isis” da ri b erba gai usaha untuk mengalahkan lawan atau berusaha dokumen sebagai sumber acuan yang terkait melawan standar internal dan eksternal dalam dengan peraturan perundangan-undangan yang mencapai tujuan. Lebih lanjut, Pettgrew (1993) re leva n de ngan pendidi kan Kewi rausahaa n, mengemukakan bahwa persaingan pada dasar- pembahasan kewirausahaan dari jurnal, Panduan nya merupakan kemampuan untuk menyesuaikan Pelaksanaan Kewirausahaan, pe ruba han lingkungany a. dan hasil kajian Pendidikan Kewirausahaan di Perubahan dalam hal ini, yaitu adanya proses perguruan tinggi, serta Hasil Penelitian Balitbang kemajuan yang terjadi di lingkungan perusahaan tentang Alt erna tif Pela ksanaan Pend idik an atau masyarakat sehingga pendidikan menjadi Kewirausahaan di perguruan tinggi. sua tu yang k ebut uhan ter jad i bag i di se tiap ora ng dil akuk an d enga n ca ra Teori pendukung, a tau karyawan. Hal tersebut sejalan dengan apa yang Hasil Kajian dan Pembahasan di kemukaka n Ga rell i (2 003) bahwa t ingk at Kompetensi Keahlian Lulusan Perguruan pendidi kan Tinggi dan pela tiha n se baga i up aya peningkatan pengetahuan bagi seorang pekerja Komitmen Pemerintah yang secara eksplisit telah merupakan dasar dalam persaingan. menjadi prioritas nasional dalam pembangunan Sementara itu, Israel (2001) mengatakan pend idikan 2010- 2014, y aitu p embang unan bahwa daya saing atau rivalitas merupakan pendidikan diarahkan untuk tercapainya per- perilaku pembawaan atau kualitas/potensi individu tumbuhan ekonomi yang didukung oleh kese- yang di mili kiny a. Setia p or ang tida k da pat larasan antara ketersediaan tenaga pendidik menghindarkan dirinya dari kondisi bersaing yang dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan terjadi di lingkunganya. Pada kesempatan lain, kerja atau kewirausahaan; dan 2) menjawab Ivancevich, et.al (1995) mengemukakan bahwa tantangan kebutuhan tenaga kerja (Depdiknas, daya saing (competitiveness) menunjukkan posisi 2010a). relatif seseorang, unit, perusahaan atau suatu Paradigma pendidikan yang bersifat supply negara dibandingkan dengan seseorang, unit, driven yang cenderung menghasilkan lulusan perusa haan, atau negara lai n. Posisi r elatif dalam jumlah banyak, sudah seharusnya ber- 461 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012 geser me njad i de mand dr iven ya ng leb ih kerja sesuai dengan pasokan (supply driven) mempertimbangkan pada aspek permintaan dunia maupun permintaan (demand driven). kerja. Lulusan perguruan tinggi dituntut untuk Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memiliki berbagai kompetensi seperti academic kompetensi lulusan perguruan tinggi masih belum knowledge, skill of thinking, management skill dan sepenuhnya memenuhi harapan dunia kerja. Agar communication skill. Sinergitas keempat kompe- kebutuhan dunia kerja dapat terpenuhi, maka tensi tersebut akan tercermin melalui kemampuan para lulusan perguruan tinggi diharapkan memiliki lulusan dalam kecepatan menemukan solusi atas beb erap a kompet ensi sesuai deng an i lmu persoalan-persoalan atau tantangan-tantangan pengetahuan dan teknologi serta seni (Ipteks) yang dihadapinya. Lulusan harus dibekali juga yaitu berupa kompetensi akademik, kompetensi keterampilan hidup (live skill) dan kemampuan berpikir, kompetensi manajemen dan kompetensi beradaptasi dengan kemampuan berkomunikasi berkomunikasi. Di samping itu, lulusan hendaknya bergaul dan berinteraksi dalam masyarakat ilmiah dibekali dengan keterampilan hidup (live skill), dan masyar akat profesi; kemam puan untuk kom pete nsi bera dapt asi dan bersosia lisa si bekerja dalam kelompok; kemampuan untuk dengan lingkungan kerja serta kemauan belajar menggunakan khasanah pengetahuan; memiliki sepanjang hayat (life-long education). integritas pribadi, moral dan etika profesi yang tinggi (soft skill). Pemenuhan berbagai kompetensi tersebut nampaknya akan mengalami tantangan manakala Dari tahun ke tahun, jumlah pengangguran “peluang bisnis” bagi tamatan perguruan tinggi lul usan sar jana secara nyat a le bih ting gi tidak seimbang dengan jumlah lulusan yang dibanding lulusan diploma. Kondisi tersebut berpotensi untuk melakukan bisnis. Idealnya, mengindikasikan bahwa sekurang-kurangnya peluang bisnis harus diciptakan oleh lulusan sekitar 20% dari jumlah lulusan perguruan tinggi perguruan tinggi itu sendiri, namun perangkat setiap tahunnya belum mendapatkan pekerjaan pendukung lainnya perlu disinergikan dengan tetap. Atas dasar tersebut, ada kecenderungan DUDI dalam wujud jejaring kerja sama (network- bahwa lulusan perguruan tinggi pada umumnya ing) yang dapat mewujudkan suasana timbal balik sebagai pencari kerja ( job-seeker) daripada dalam wujud saling pengertian (mutual under- pencipta kerja (job creator). Di samping itu, aktivitas standing), dan saling menguntungkan (mutual kewirausahaan masih relatif rendah dan cukup benefit). bervariasi antara perguruan tinggi yang satu dengan yang lainnya. Aktivitas kewirausahaan Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan dimaknai sebagai individu aktif dalam memulai Kondisi lulusan program studi dengan pengem- bisnis baru dan dinyatakan dalam persen total bangan kurikulum yang digunakan sampai saat penduduk aktif bekerja. Semakin tinggi indeks ini, memiliki keterkaitan yang rendah dengan aktivitas kewirausahaan (enterpreneurship activity) kebutuhan atau tuntutan dari user (stakeholders). maka semakin tinggi entrepreneurship level suatu Pe ndap at Antonius (200 8) d alam Bal itba ng neg ara (Boulton dan Tur ner, 200 5 da lam (2010a) bahwa fenomena tersebut didukung oleh Hendarman, 2011). data bahwa hampir sekitar 35% lulusan per- Dalam mengatisipasi kebutuhan kompetensi guruan tinggi tidak terserap di pasar kerja, atau yang dibutuhkan tenaga kerja, perlu dilakukan up- sekitar 322.750 pengangguran terdidik. Jumlah itu dat e a nali sis kebutuha n dunia kerj a ya ng akan meningkat menjadi dua kalinya bila ditambah mencakup d imensi kualit as/komp etensi dan dengan mereka yang kini mengalami PHK, dan kuantitas lulusan terhadap proyeksi kebutuhan pada tahun 2008 mencapai 50,3%. DUDI. Proyeksi kebutuhan harus mengacu pada Tingginya a ngka pengang gura n te rdid ik karakteristik khusus dan potensi yang dimiliki oleh tersebut tidak lepas dari rendahnya etos kerja potensi masing-masing daerah dan kebutuh- lulusan perguruan tinggi dan kurangnya entrepre- annya. Untuk menjawab persoalan tersebut salah neurial mindset. Lebih lanjut, Antonius (2008) satunya diperlukan program penguatan relevansi dalam Balitbang (2010a) menyatakan bahwa antara dunia pendidikan dan kebutuhan tenaga penyeba b ut ama terj adinya p enga ngguran 462 Siswo Wiratno, Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Tinggi terdidik antara lain kurang selarasnya peren- “learning by doing”. Ketika pengalaman yang canaan pembangunan pada sektor pendidikan dimiliki individu digabungkan dengan explicit dengan perkembangan lapangan kerja, sehingga knowledge, hal itu dapat diinternalisasikan melalui lulusan dari perguruan tinggi hanya sebagian sosialisasi, eksternalisasi, dan kombinasi maka yang terserap untuk pasar kerja. terbentuk tacit knowledge. Tacit knowledge yang Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu menjadi basis mental model itu merupakan aset menerapkan konsep link and match antara dunia yang sangat berharga bagi organisasi. Tacit pendidikan dan dunia ketenagakerjaan dengan knowledge yang ada pada level individu harus pendekatan market labour based. Dalam konteks disebarkan ke level organisasi. Dengan penye- ini , pr ogra m-pr ogra m ya ng m emungkinkan bar an t erseb ut di mula ilah suat u new spi ral tumbuhnya jiwa kewirausahaan atau enterpre- knowledge creation. Perguruan Tinggi yang berhasil neurship dalam lembaga pendidikan tinggi menjadi menempatkan dirinya sebagai perguruan tinggi sebuah alternatif dalam menjawab fenomena unggulan dan banyak melahirkan entrepreneur, seperti yang dijelaskan di atas. salah satunya disebabkan oleh kemauan dan Hasil penelitian Pendidikan Kewirausahaan kemampuan melakukan internalisasi pengalaman Balitbang (2010a) menunjukkan bahwa kurikulum dan pengetahuan, sehingga dapat membentuk yang berorientasi kreatif dan pembentukan jiwa tacit knowledge pada komunitas akademik. Tacit kewirausahaan perlu ditumbuhkembangkan dalam knowledge ini juga memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan. Kurikulum yang dimaksudkan, terbentuknya core competency (Ditjen Dikti, 2010a) yaitu: 1) kurikulum yang membentuk kompetensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar lulusan menjadi individu-individu visioner melalui Direrktorat Pendidikan Tinggi sedang yang ma mpu mene rima ber baga i sk enar io mengembangkan sebuah Program Mahasiswa tantangan, melihat peluang dan berani mengambil Wirausaha (Student Euntrepeneur Program) yang resiko, termasuk melatih kemampuan mencerna meliputi program: Pendidikan Kewirausahaan permasalahan dan mengambil keputusan dengan (PMW, Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang tepat walaupun tanpa adanya panduan yang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), cukup; 2) kurikulum yang memfasilitasi intensifikasi Coorperative Education (Co-op) dan inkubator bisnis keterampilan, talenta dan kreativitas; serta 3) (INBIS) yang mendukung terciptanya lulusan kurik ulum yang mengandung program yang yang siap kerja dan job creator (Ditjen Dikti, 2010b). seimbang antara hard science dengan soft science (seni dan ilmu sosial). Hasil-hasil karya mahasiswa melalui kedua program tersebut belum ditindaklanjuti secara Untuk mewujudkan gagasan tersebut antara komersial menjadi sebuah embrio berbasis Ilmu lain dapat dilakukan melalui: pertama, perguruan Pengetahuan dan Teknologi (Iptek). Program tinggi harus mau mengambil prakarsa meng- pe ngua tan konversi pengetahuan kewirausaan yang ada di pe ning kata n kr eati vita s be rwir ausa ha d an dunia usaha ke dalam masyarakat akademik. Hal percepatan pertumbuhan wirausaha baru dengan ini telah dilakukan oleh perguruan tinggi dan basis Ip tek m asih perl u dik embangkan dan menjadi tradisi sebagai masyarakat keilmuan yaitu diperkuat sebagai lembaga yang berwenang melakukan combination dari explicit knowledge yang dalama pengembangan kewirausahaan (Ditjen satu ke explicit knowledge lainnya, yaitu proses Dikti, 2010a). kele mbag aan yang mendorong mensistematisasikan konsep ke dalam sistem Dalam upaya menindaklanjuti pogram kreatif pengetahuan. Konversi pengetahuan ini men- mahasiswa dan program kerja usaha yang telah cakup menggabungkan body of knowledge yang melahirkan karya-karya inovatif dan kreatif berbeda-beda, sehingga diperoleh new body of mahasiswa, maka perlu ditindaklanjuti dengan knowledge. program star-up business, di mana sebaiknya Kedua, internalization dari explicit knowledge mahasiswa dihantarkan dan dibawa dalam dunia ke tacit k nowl edge . I ni m erupak an p roses nyata wirausaha berbasis Iptek yang komersial mewujudkan explicit knowledge menjadi tacit (profit-benefit ). Program ini sejalan dengan knowledge. Proses ini erat kaitannya dengan Strategi Perguruan Tinggi jangka panjang 2003- 463 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012 2010 (HELTS 2003-2010) yang menjelaskan Simpulan dan Saran bahwa, kompetensi lulusan dalam suatu bidang Simpulan ilmu saja tidak lagi mencukupi untuk memasuki Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan dapat lapangan kerja yang semakin kompetitif. Lulusan disimpulkan bahwa: pertama, kompetensi lulusan harus pula memiliki kemampuan untuk belajar perguruan tinggi yang dibutuhkan oleh para sepanjang hayat, kemampuan untuk menganalisis pemangku kepentingan (stakeholders) belum dan mensintesis, kemampuan untuk memanfa- sepenuhnya memenuhi kebutuhan dunia kerja. atkan peluang dengan keberanian mengambil Diharapkan para lulusan perguruan tinggi memiliki resiko yang diperhitungkan (entrepreneurial spirit), ber baga i kompet ensi , antara lai n academ ic sehingga diperlukan perubahan bukan saja pada knowledge, skill of thinking, management skill dan proses pembelajaran tetapi juga pengembangan communication skill. Kedua, para lulusan perguruan budaya dan spirit entrepreneurial. Hal ini sesuai tinggi diharapkan pula memiliki keterampilan hidup pula dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 (live skill) dan kemampuan beradaptasi serta tahun 2009 tentang pengembangan ekonomi kemampuan bersosialisasi (soft skill) terhadap kreatif dengan enam sasaran utama tahun 2009- lingkungan kerja dan memiliki kemauan belajar 2015 (Depdiknas, 2010). sepanjang hayat (life-long education). Ketiga, Atas dasar uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa p elak sana an pe laksanaa n pe ndid ika n ke wira usahaan di p rogr am perguruan tinggi masih belum berhasil sesuai kewirausahaan di berbagai perguruan tinggi dengan yang diharapkan, di mana masing-masing dalam tahap pelaksanaannya dalam hal persiapan perguruan tinggi belum memiliki standar minimal dan pelaksanaan program kewirausahaan dan pelayanan yang sama dalam melayani maha- peran unit baru yang berfungsi dan bertugas siswanya yang mengikuti program pendidikan sebagai pengelola program kewirausahaan belum kewirausahaan. Keempat, beberapa perguruan optimal. Di samping itu, penyediaan sarana dan tinggi telah berhasil dalam melaksanakan dan prasarana penyelenggaraan kewirausahaan yang mengembangkan program pendidikan kewira- masih terbatas (sarana dan prsarana, mitra kerja, usahaan, misalnya Universitas Brawijaya Malang dana,dan tenaga dosen yang berkompetensi di mana dalam pelaksanaan tersebut berbagai dalam m emberi bekal keterampilan kewira- sarana dan prasarana telah cukup memadai usahaa n Le bih lanj ut, dala m im plem enta si termasuk jejaring kerja dengan mitra kerja bagi program kewirausahaan masing-masing per- mahasiswa serta dosen p enga mpu prog ram guruan tinggi belum memiliki standar minimal yang Pendidikan Kewirausahaan. Perguruan tinggi sama dalam operasionalisasi pelaksanaannya swasta seperti Universitas Ciputra Surabaya juga dan para alumni masih belum optimal menin- telah dinilai berhasil karena sarana dan prasarana daklanjuti/mewujudkan sebagai wirausaha sesuai le bih mema dai, ter utam a mi tra kerj a uni- dengan pengetahuan dan pengalaman serta ve rsit asny a se bagi an besa r be rada dal am keterampilan melalui pemagangan di mitra kerja kawasan industri pemilik universitas Ciputra selama mengikuti perkuliahan. (perusahaan milik Ciputra) sehingga sekaligus Pe laksanaa n ke wira usahaan akan leb ih dapat menerima lulusan universitas tersebut sempurna manakala perguruan tinggi memiliki secara bertahap dan berkesinambungan. Bagi jejaring kerja sama dengan DUDI untuk mem- perguruan tinggi yang telah dan sedang menye- bentuk para lulusannya memiliki pengalaman lenggar akan program kew irausaha an p ada langsung jenis bisnis yang akan dikembangkan. umumnya memiliki kendala belum optimalnya unit Untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain dapat baru yang khusus bertugas dan berfungsi sebagai dilakukan melalui jejaring kerja dengan para pengelola kewirausahaan, serta masih belum alumni di mana mereka bekerja. Hal ini sebagai efektifnya pemberdayaan unit konsultasi bisnis salah satu wujud kepedulian alumni terhadap dan penempatan kerja (KBPK). alm amet er y ang seca ra p sikologi s me mili ki hubungan emosional yang lebih dekat dengan sesama alumni. 464 Siswo Wiratno, Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan Tinggi Saran Tahun 2009 tentang Ekonomi Kreatif dengan Atas dasar simpulan, maka disarankan agar segala komponen yang diperlukan, antara lain perguruan tinggi: 1) memberikan materi Kewi- melalui: a) pembenahan dan pemberdayaan rausahaan lebih banyak praktik lapangan (learning keberadaan unit baru sebagai unit pengelola by doing) dibandingkan pemberian materi yang pr ogra m sifatnya simulasi dalam kondisi yang tidak riil. Di konsultasi bisnis dan penempatan kerja (KBPK) samping itu, dalam membekali berbagai kom- dengan merumuskan kebijakan agar masing- petensi, perguruan tinggi melakukan update ma sing mahasiswa seca ra i ndiv idu maup un kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan pasangan/kelompok melakukan usaha “kewira- dunia kerja (demand driven) seperti academic usahaan” atau “pengelolaan usaha” sesuai bakat knowledge, analitical skil, managerial skill dan dan minatnya melalui pemberian “dana bergulir”; communication skill; 2) memberikan keterampilan dan b) perguruan tinggi perlu merencanakan tambahan seperti keterampilan hidup (live skill) secara terencana, bertahap, dan berkesinam- dan kemampuan beradaptasi serta kemampuan bungan, dalam menyediakan infra struktur untuk bersosialisasi (soft skill) terhadap lingkungan kerja menunjang kelancaran dan keberhasilan penye- dan memiliki kemauan belajar sepanjang hayat le nggg araa n (life-long education); 3) mengusahakan standar program studi. Di samping itu, koordinasi dan pelayanan minimal dalam menyelenggarakan kerja sama/kemitraan atau jejaring kerja dengan program pendidikan kewirausahaan sehingga DUDI sebagai mitra kerja perguruan tinggi juga pola penyele nggaraan kewirausahaan d apat perlu ditingkatkan serta memberdayakan alumni mencapai sasaran secara optimal; 4) mening- untuk melakukan jejaring kerja dan sinergi dalam katkan penerapkan Keputusan Presiden Nomor 6 dunia kewirausahaan. Pe ndid ikan Kew irausaha an “k ewir ausahaa n” di d an be rbag ai Pustaka Acuan Anonim, Kurikulum Pendidikan Kewirausahaan Perlu Dirumuskan. (http://www.suarapembaruan.com/ News/2004/02/27/index.html) diakses pada tanggal 30 November, 2010. Badan Pusat Statistik. 2008. Sakernas Februari 2008: Penduduk Usia Kerja di Indonesia menurut Pendidikan Daerah 2008. http://www.nakertrans.go.id/pusdatin.html,3,291,pnaker. Diakses 25 April 2009 Badan Penelitian dan Pengembangan. 2010a. Laporan Hasil Penelitian Alternatif Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi, bekerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta, Kemdiknas, Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan. 2010b. Pedoman Umum Pengembangan Model Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi, Balitbang Kemdiknas bekerja sama dengan Universitas Brawijaya, Malang. Callon, Jack D.1996. Competitive Adventage Trough Information Technology, Singapore, McGraw-HillBook Co. David Hunger. J. and Wheelen. Thomas L. 2003. Manajemen Strategis, ANDI: Yogyakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (HELTS 2003-2010). Kemendiknas. Jakarta. 465 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2009a. Pedoman Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) Dikti. Jakarta: Direktorat Kelembagaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2009b. Laporan PMW di Perguruan Tinggi (tidak dipublikasikan). Jakarta: Direktorat Kelembagaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010a. Pedoman Program Kreatifitas Mahasiswa. Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010b. Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan. Bab V. Panduan Pengelolaan Program Hibah DP2M Ditjen Dikti – Edisi VII. Jakarta. Halexandria. 2004. (http://Halexandria.org/dward 333htm) diunduh pada tanggal 11 Juni 2009. Hendarman. 2011. Kajian Kebijakan PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 17. No. 8. Edisi November 2011, Balitbang, Kemdiknas, Jakarta. Ivancevich, John M., Donnely James H., Jr. James L Gibson. 1995. Fundamental of Management , USA: Richard D Irwin Inc,. Israel, Giana E. 2001. Competitiveness. (http//www.firelily.com/gender/giana) diakses pada tanggal 12 Desember 2009. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Jakarta. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Jakarta. Media Indonesia, 30 April 2007. Minimnya Minat Menjadi Pengusaha dalam Editorial Media Indonesia diunduh tanggal 1 Juni 2008. Stephane Garelli. 2003, Competitiveness of Nations: The Fundamentals, (http://members.shaw.ca/ compilerpress1/anno/gareel/ Fundamentals.htm, diunduh pada bulan Oktober 2009. Subijanto. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 18, No. 2 Edisi Juni 2012, Balitbang, Kemdikbud. Sukidjo. 2011. Membudayakan Kewirausahaan. WUNY Majalah Ilmiah Populer Tahun XII, Nomor 1, Januari 2011. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Suryana. 2006. KEWIRAUSAHAAN Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. (edisi 3). Jakarta: Salemba Empat. Webster Noah. 1979. Webster’s New Twentieth Century: Dictionary Unabridged, USA: William Collins Publishers. 466